AGROVET KARAKTERISTIK SILASE PUCUK TEBU (Saccharum officinarum, Linn) DENGAN PENAMBAHAN Lactobacillus plantarum Mirni Lamid 1), Ismudiono2), Koesnoto S.3), Sri Chusniati4), Nanik Hidayatik5), Vina E.V.F.6) 1),, 3), Departemen Peternakan 2), Departemen Reproduksi Veteriner 4) Departemen Mikrobiologi Veteriner 5), 6) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga email : [email protected] ABSTRACT Ensiling was one solution for handle lack of forage at dry season in tropical area. Sugarcane top is one of crop residues conserved as silage. The aim of this study were to determine the effect of added Lactobacillus plantarum (0%, 0.1%, 0.3% and 0.5%) to sugarcane top silage with 5% molasses as additive, and incubated for 30 days to pH and the characteristic (colors, teksture, smelt and the fungi ). The low pH in P2 between 3.97 - 4.35 had significant compared to the P0, but not significant compared to the P1 and P2. Key words : silage, sugarcane top, lactid acid bacteria, Lactobacillus plantarum. Pendahuluan Pada proses silase, parameter Pucuk tebu merupakan limbah tanaman yang sebagai pakan sangat ternak yang paling utama adalah upaya potensial untuk mencapai tingkat keasaman karena rendah yaitu pH 3,8 - 4,2 yang sering jumlahnya tersedia banyak dan tidak disebut bersaing dengan kebutuhan manusia. Artinya apabila pH kritis tersebut Tanaman tebu menghasilkan limbah lambat atau tidak dapat dicapai maka pucuk tebu sebesar 30%. Kandungan dekomposisi nutrient hijauan akan zat makanan pucuk tebu adalah bahan banyak kering 39,9%, protein kasar 7,4%, serat dikatakan bahwa tujuan membuat kasar 42,30%, lemak kasar 2,90%, silase menjadi gagal (Lamid dan BETN 40,00%, dan abu 7,40% (Murni, Lokapirnasari, dkk. 2008; Silitonga, 1985). penelitian tingkat keasaman berlangsung 2005). yang telah dan kritis. dapat Berdasarkan dilakukan AGROVET sebelumnya telah diketahui bahwa dari ada beberapa isolat potensial untuk Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan dijadikan Teknologi inokulum silase seperti Laboratorium Mikrobiologi, Universitas Airlangga Lactobacillus sp., Pediococus sp, dan Surabaya. Pembuatan silase pucuk Streptococus sp (Ratnakomala dkk., tebu 2005). Lactobacillus plantarum adalah laboratorium dengan menggunakan salah satu mikroba yang paling umum plastik dengan kapasitas 1 kg sebgai digunakan sebagai inokulan silase silo. (Giraud dkk, 1994). dilakukan dalam Parameter Penelitian dengan menggunakan yang skala diamati adalah karakteristik (warna, tekstur, bakteri Lactobacillus plantarum sebagai bau, ada tidaknya inokulan pada silase pucuk tebu yang silase. diharapkan mampu mencapai pH dilakukan kritis lebih awal dan mempunyai untuk setiap kriteria (Soekanto dkk., karakterisitik 1980). Penelitian ini menggunakan silase yang baik, jamur) dan pH Pengamatan dengan secara membuat Acak Lengkap fisik skor sehingga akan diperoleh silase pucuk Rancangan tebu yang berkualitas sebagai pakan dianalisis dengan Analisis of Varian ternak. (ANOVA) untuk dan mengetahui pengaruh penambahan Lactobacillus Metode Penelitian plantarum terhadap pH silase, apabila Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Bahan Ex-Makanan Airlangga tanaman perbedaan yang nyata Ternak dilanjutkan dengan uji jarak berganda Hewan Duncan Surabaya. (Kusriningrum, Sedangkan untuk 2010). mengetahui tebu pengaruh penambahan Lactobacillus (Saccharum officinarum, Linn) yang plantarum terhadap karakteristik silase digunakan berasal dari desa Pupus, dianalisis dengan uji Kruskal Wallis, Lembeyan, apabila Lactobacillus pucuk terdapat Magetan. plantarum Bakteri didapatkan terdapat perbedaan yang AGROVET nyata dilanjutkan dengan uji Mann disimpan Withney. disimpan di dalam drum plastik dan Penelitian menyiapkan dimulai pucuk dengan tebu dilayukan/diangin-anginkan yang selama 30 hari. Silase dibuka sesuai waktu. Setelah 30 hari, sampel bahan penelitian masing- selama masing dibuka, kemudian dilakukan 12 jam, kemudian dipotong-potong pengamatan terhadap pH dengan alat sepanjang 5-10 cm. Bahan pucuk tebu pH dibagi secara acak menjadi 20 unit karakteristik meliputi : warna, bau, masing-masing dengan tekstur dan ada tidaknya jamur silase berat 500 gram. Perlakuan pucuk tebu pucuk tebu dengan metode skoring dengan cara menambahkan tetes 5% (Soekanto dkk., 1980). Diharapkan dan bakteri Lactobacillus plantarum 0%, hijauan tersebut telah menjadi silase 0,1%, (cara yang baik, ditandai dengan warna penghitungan bakteri lihat lampiran masih agak kehijauan, bau asam yang 4) harum, tidak berjamur, dan pHnya 3,5 percobaan, 0,3%, dengan Lactobacillus CFU/gram dan 0,5% konsentrasi plantarum hijauan = segar bakteri 2 x105 meter, sedangkan untuk uji – 4. (Kung, 2001), selanjutnya dicampur secara merata hingga homogen. Hasil dan Pembahasan Hijauan Penilaian karakteristik silase dalam didasarkan atas pengukuran pH dan kantong plastik. Udara diusahakan pengamatan fisik yang mencakup : sedikit mungkin di antara hijauan warna, tekstur, bau dan ada tidaknya dengan cara dipadatkan (ditekan), jamur. Nilai pH dan pengamatan fisik kemudian plastik diikat dengan kuat. silase Udara dari luar diusahakan tidak diinokulum masuk kantong sehingga keadaan plantarum disajikan pada Tabel 1 anaerob bisa tercapai . Setiap kantong berikut ini : kemudian plastik dimasukkan ke pada tiap perlakuan diberi kode sesuai dengan perlakuan dan pucuk tebu bakteri yang telah Lactobacillus AGROVET Tabel 1. Rata-rata pH silase pucuk tebu dengan penambahan bakteri Lactobacillus plantarum. Dosis Bakteri Lactobacillus plantarum(%) P0 (0%) P1 (0,1%) P2 (0,3%) P3 (0,5%) pH silase X±SD 4,6480 a ±0,34485 4,2440 b ±0,25422 4,1600 b ±0,19506 4,3960 ab±0,18160 Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) Tabel 2. Rata-rata nilai skor karakteristik silase pucuk tebu dengan penambahan bakteri Lactobacillus plantarum. Dosis Bakteri Lactobacillus plantarum(%) P0 (0%) P1 (0,1%) P2 (0,3%) P3 (0,5%) Karakteristik Silase Bau Tekstur Warna 2.00±0.707 2.60±0.548 3.00±0.00 2.80±0.447 2.80±0.447 3.00±0.00 3.00±0.00 3.00±0.00 Jamur 2.60±0.548 3.00±0.00 3.00±0.00 3.00±0.00 2.20±0.837 2.80±0.447 2.80±0.447 2.60±0.894 Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05) pH Silase tertinggi adalah P0 yang berbeda Berdasarkan hasil penelitian ensilase pucuk tebu nyata dengan P1 dan P2, namun tidak yang berbeda nyata dengan P3. Kandungan dipenambahankan bakteri L.plantarum pH terendah adalah P2 yang tidak dalam jangka waktu 30 hari yang berbeda nyata dengan P1 dan P3. telah dianalisis dengan Analisis of Penurunan pH silase ada Varian (ANOVA) menunjukan bahwa penelitian ini disebabkan oleh asam penambahan L.plantarum yang dihasilkan oleh BAL selama dengan dosis 0,1%(P1), 0,3%(P2) dan ensilase. Wallace dan Chesson (1995) 0,5%(P3) menyatakan bakteri menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pH. Hasil uji dihasilkan Duncan asam dapat penambahan plantarum diketahui bakteri bahwa Lactobacillus yang menghasilkan pH bahwa asam yang selama ensilase adalah laktat, propionate, formiat, suksinat dan butirat. Siregar (1996) mengkategorikan kualitas silase AGROVET berdasarkan pH-nya yaitu : 3,5-4,2 berperan dalam proses fermentasi baik sekali, 4,2-4,5 baik, 4,5–4,8 sedang silase. dan lebih dari 4,8 adalah jelek. Kategori tersebut didasarkan pada silase yang Bahan dengan Hasil pengawet. menunjukan dibuat menggunakan bahan karbohidrat untuk mudah uji Kruskal-Wallis bahwa, penambahan biasanya bakteri Lactobacillus plantarum tidak mencukupi berpengaruh nyata terhadap warna pengawet ditambahkan Warna larut yang silase pucuk tebu. Semua silase yang berguna dalam fermentasi, terutama berwarna untuk kekuningan diberi skor 3, kecuali menurunkan pH silase hijau alami atau hijau silase yang berwarna hijau gelap atau (Matsuhima, 1979). Secara keseluruhan pemberian kuning kecoklatan diberi skor 2 dan penambahan BAL memberikan hasil yang berwarna coklat sampai hitam silase yang baik yaitu dengan pH diberi skor 1. Walaupun demikian, antara 4,0–4,5. Kualitas silase yang perbedaan tersebut tidak menunjukan baik perbedaan selalu diperlihatkan dengan yang nyata. Hal ini didapatkannya pH yang optimum. menunjukan bahwa pembuatan silase Menurut McDonald et al, (1991), dengan dengan menjaga kondisi lingkungan ataupun dengan penambahan tetes tetap anaerob dan asam (pH sekitar 4), dan bakteri Lactobacillus plantarum silase dapat disimpan dalam jangka dapat menunjukan hasil silase yang waktu yang lama tanpa kerusakan. baik dari segi warna. Menurut Siregar Johnson melaporkan (1996) bahwa, secara umum silase penggunaan vakum pada silo plastik yang baik mempunyai cirri-ciri yaitu skala laboratorium dengan inokulum warna masih hijau atau kecoklatan. et al (2005) menghasilkan pH 3,94 (p < 0,01) dan penambahan Reksohadiprodjo tetes saja (1998) ini menyatakan bahwa perubahan warna menunjukkan bahwa inokulum sangat yang terjadi pada tanaman yang tanpa inokulum 4,21. Hal AGROVET mengalami proses ensilase disebabkan pada oleh proses respirasi aerobic yang silase yang baik dari segi tekstur. berlangsung Menurut Siregar (1996) bahwa, secara oksigen selama masih persediaan ada, sampai penelitian ini menghasilkan gula umum sialse yang baik mempunyai tanaman habis. Gula akan teroksidasi cirri-ciri yaitu tekstur masih jelas jelas menjadi CO2 dan air, panas juga seperti alamnya. dihasilkan pada proses ini sehingga temperature naik. Temperature yang tidak dapat terkendali Bau Silase Hasil uji Hasil uji Kruskal- akan menyebabkan silase berwarna coklat Wallis tua penambahan sampai hitam. menyebabkan kandungan banyak Hal turunnya nutrisi sumber pakan, ini nilai karena karbohidrat yang menunjukan bahwa, bakteri Lactobacillus plantarum tidak berpengaruh nyata terhadap bau silase pucuk tebu. Semua silase yang dihasilkan berbau hilang dan kecernaaan protein turun. asam Keadaan ini terjadi pada tempreratur Ensminger 55°C. dan karakteristik silase yang baik adalah Olentine (1978) menyatakan bahwa baunya lebih asam. Hal ini juga warna didukung Menurut coklat Ensminger tembakau, coklat diberi skor dan oleh 3. Menurut Olentine (1978), pendapat Siregar menyatakan bahwa, kehitaman, caramel (gula bakar) atau (1996) yang gosong menunjukan silase kelebihan secara umum panas. mempunyai cirri-ciri yaitu rasa dan silase ynag baik bau asam, tetapi segar ddan enak. Bau asam yang dihasikan oleh Tekstur Silase Hasil menunjukan uji bahwa, Kruskal-Wallis silase disebabkan dalam proses penambahan pembuatan silase bakteri anaerob aktif bakteri Lactobacillus plantarum tidak bekerja menghasilkan asam organik. berpengaruh nyata terhadap tekstur Proses ensilase terjadi apabila oksigen silase pucuk tebu. Pembuatan silase telah habis dipakai, pernapasan AGROVET tanaman akan berhenti dan suasana Penambahan bakteri menjadi anaerob. Keadaan demikian Lactobacillus plantarum 0,3% dapat jamur tidak dapt tumbuh dan hanya menurunkan bakteri anaerob saja yang masih aktif memberikan pengaruh yang nyata terutama bakteri pembentuk asam terhadap karakteristik silase yang (Susetyo dkk, 1969). meliputi warna, bau, tekstur dan Dalam penelitian ini semua pH 4,16 dan tidak jamur. perlakuan mempunyai bau asam yang segar dan enak, sehingga secara Daftar Pustaka keseluruhan silase yang dihasilkan temasuk silase yang baik dari segi bau. Jamur Ensminger. M.E., J.E. Oldfield., and W>W. Heineman. 1991. Feeds and Nutrition. The Esnminger Publishing Compani. California. USA. Hasil uji Hasil uji KruskalWallis menunjukan penambahan bakteri bahwa, Lactobacillus plantarum tidak berpengaruh nyata terhadap ada tidaknya jamur pada silase pucuk tebu. Hal ini disebabkan di dalam proses ensilase terdapat bakteri asam berkembang laktat dengan lain baik yang karena penambahan tetes 5% sebagai sumber karbon, yang menstimulir perkembangbiakan bakteri. Kesimpulan Giraud, E., A. Champailler and R. Raimbult. 1994. "Degradasi Pati Baku oleh Saring Amylolytic Wild Lactobacillus plantarum." Appl Microbiol Lingkungan.. Volume 60. h. 4319-323. Johnson, H. E., R. J. Merry, D. R. Davies, D. B Kell, M. K. Theodorou, and G. W. Griffith. 2005. Vacuum packing : a model system fir laboratory scale silage fermentation. Journal of Applied Microbiology 98: 106-113. Kung, L. 2001. Solage Fermentation and Addites. In : Direct-Fed Microbial, Enzym, And Foregan Additive AGROVET Compendium. Miller Publisher co. Minnentonka, MN. Kusriningrum. R.S,. 2010. Perancangan Percobaan. Cetakan kedua. Airlangga University Press. Surabaya. Lamid, M., dan W. P Lokapirnasari. 2005. Biofermentasi dengan Penambahan Isolat Bakteri Asam Laktat pada Proses Silase Rumput Raja. In : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Airlangga dilaporkan 2005. Surabaya. Matsuhima, J.K. 1979. Feeding Beef Cattle. Sprenger Verlag, Berlin Heidelberg, New York.McDonald, P., A.R. Henderson and S.J.E. Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. Britain: Chalcombe Publication. McDonald, P., Henderson A.R., Heron S.J.E. 1991. The Biochemistry of Silage. Britain: Chalcombe Publication. Murni, R., Suparjo, Akmal, B.L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboraturium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Ratnakomala, S., R. Ridwan, G. Kartina, Y. Widyastuti. 2005. Pengaruh Inokulum Lactobacillus plantarum IA-2 dan IBL-2 terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah(Pennisetum purpureum). Biodiversitas. Vol. 7 : 131-132. Reksohadiprodjo, S., B. Suhartanto, S. Priyono Sasmitobudhi, dan M. Soeyono. 1985. Konsumsi Bahan Kering, Energi dan Protein Tercerna Pucuk Tebu dan Limbah Pertanian lain pada Kmbing dan Domba. Proceedings Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk pakan ternak. Pusat Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian. Bogor. 1(12): 6673. Ridwan, R., S. Ratnakomala, G. Kartina dan Y. Widyastuti. 2005. Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan Lactobacillus plantarum IBL-2 Dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Jurnal Media Peternakan-IPB. 28(3): 117-123. Silitonga, T. 1985. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Hasil Kehutanan. Dalam Monografi Pertama Limbah Hasil Pertanian. Ed: F.G. Winarno et al. 1985. Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan. AGROVET Siregar, M.E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekanto, L., P. Subur, M., Soegoro, U. Riastianto, Muridan, Soedjadi, Soewondo, R. M. Toha, Soediyo, S. Purwo, Musringan, M. Sahari, dan Astuti. 1980. Laporan Proyek Konservasi Hijauan Makanan Ternak Jawa Tengah, Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Susetyo, S., I. Kismono., D. Soewardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Wallace, R.J. and C. Chesson. 1995. Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. Winheim. Ithaca and London.