Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013 PENGARUH PENAMBAHAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP PH DAN PENAMPILAN FISIK SILASE JERAMI KACANG TANAH (Effect of Lactic Acid Bacteria Addition on pH and Physical Condition of Peanut Straw Silage) Agung Prabowo, Susanti AE, Karman J Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan JL. Kol. H. Barlian Km 6 No. 83 Palembang, Sumatera Selatan [email protected] ABSTRACT Role of lactic acid bacteria on silage-making process is very important. These bacteria will produce lactic acid so that the pH of silage decrease. Decrease in pH will be stunted growth of spoilage bacteria, and it is expected to occur quickly. Therefore, to accelerate pH reduction in silage making, addition of lactic acid bacteria is necessary. Peanut straw is one of the agricultural waste that has high nutritional value. This study aimed to determine the effect of lactic acid bacteria addition on quality of peanut straw silage. Eight thousand (8,000) grams of peanut straw was used in this study. Prior ensiling, straw was chopped into 4-5 cm, then divided into twenty equal portion, so that the amount of each portion was 400 grams. Then each portion was further divided into four treatments, so that each treatment consisted of five replications. Treatments were determined based on dose of lactic acid bacteria addition, namely: 0% (P1), 1.5% (P2), 3% (P3) and 4.5% (P4) of rice bran weight (v / w) while the weight of rice bran was 3% of peanut straw. The results showed that the pH of P3 and P4 was lower and significantly different (P<0.5) compared to P2 and P1, while P2 is lower and significantly different (P<0.5) compared to P1. Color of silage for all treatments is yellowish green. P4 and P3 smells sour, densely textured and not moldy, while P2 and P1 slightly acidic, densely textured and there was a bit mildew. The addition 3% of lactic acid bacteria could improve the quality of the silage. Key Words: Lactic Acid Bacteria, Silage, Peanut Straw ABSTRAK Peranan bakteri asam laktat pada proses pembuatan silase sangat penting. Bakteri ini akan menghasilkan asam laktat, sehingga pH silase turun. Penurunan pH akan menyebabkan pertumbuhan bakteri pembusuk terhambat. Oleh karena itu, untuk mempercepat penurunan pH pada pembuatan silase perlu penambahan bakteri asam laktat. Jerami kacang tanah merupakan salah satu limbah pertanian yang masih mempunyai nilai gizi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bakteri asam laktat terhadap kualitas silase jerami kacang tanah. Delapan ribu (8.000) gram jerami kacang tanah digunakan dalam penelitian ini. Sebelum dibuat silase, jerami ini dicacah terlebih dahulu menjadi ukuran 4-5 cm, kemudian dibagi menjadi dua puluh bagian yang sama, sehingga masing-masing bagian sebanyak 400 gram. Jerami ini selanjutnya dibagi ke dalam empat perlakuan, sehingga masing-masing perlakuan terdiri dari lima ulangan. Perlakuan ditentukan berdasarkan dosis bakteri asam laktat, yaitu: 0% (P1), 1,5% (P2), 3% (P3) dan 4,5% (P4) dari berat dedak padi (v/w). Jumlah dedak padi 3% dari berat jerami kacang tanah. Hasil penelitian menunjukan bahwa pH pada perlakuan P3 dan P4 lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,5) dibandingkan dengan P2 dan P1, sedangkan P2 lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,5) dibanding P1. Warna silase hijau kekuningan untuk semua perlakuan. P4 dan P3 berbau asam, bertekstur padat dan tidak berjamur, sedangkan P2 dan P1 agak asam, bertekstur padat dan ada sedikit jamur. Dapat disimpulkan bahwa penambahan bakteri asam laktat sebesar 3% dapat meningkatkan kualitas silase. Kata Kunci: Bakteri Asam Laktat, Silase, Jerami Kacang Tanah 495 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013 PENDAHULUAN Silase adalah hijauan pakan ternak segar yang dibuat dengan cara fermentasi anaerob. Hijauan berserat kasar tinggi, seperti: rumput, daun lamtoro, daun gamal, daun singkong dan daun kacang tanah dapat dibuat silase. Pembuatan silase merupakan salah satu cara yang sangat berguna untuk tetap menggunakan tanaman dengan kualitas nutrien yang tinggi sebagai pakan ternak di sepanjang waktu (Ohmomo et al. 2002). Silase diharapkan dapat mengatasi kekurangan hijauan segar pada musim kemarau. Dalam pembuatan silase peranan bakteri asam laktat sangat besar sekali. Bakteri ini akan menghasilkan asam laktat. Asam ini akan menurunkan pH silase (Ennahar, et al. 2003). Penurunan pH merupakan tujuan utama dalam pembuatan silase. Semakin cepat pH turun, semakin baik. Penambahan bakteri asam laktat dalam pembuatan silase diharapkan akan mempercepat tercapainya pH rendah, sehingga bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh. Kualitas silase dapat ditentukan dengan beberapa parameter, seperti: bahan kering, pH, suhu, tekstur, warna dan kandungan asam laktat. Silase yang baik, derajat keasaman (pH) 3,8-4,2, tekstur halus dan warna hijau kecoklatan. Kegagalan dalam pembuatan silase dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: proses pembuatan yang salah, terjadi kebocoran silo, sehingga tidak tercapai suasana anaerob di dalam silo, karbohidrat terlarut tidak tersedia dengan baik, berat kering (BK) awal rendah sehingga silase menjadi terlalu basah dan memicu pertumbuhan organisme pembusuk yang tidak diharapkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pembuatan silase dengan penambahan bakteri asam laktat. Penelitian ini sangat menarik dilakukan karena dapat memberikan informasi sampai sejauh mana penambahan bakteri asam laktat dapat meningkatkan kualitas silase jerami kacang tanah. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan bakteri asam laktat terhadap pH dan penampilan phisik silase jerami kacang tanah. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 496 Sumatera Selatan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Delapan ribu (8.000) gram jerami kacang tanah digunakan dalam penelitian ini. Materi ini sebelum digunakan dicacah terlebih dahulu menjadi ukuran ±4-5 cm, selanjutnya dibagi menjadi 20 bagian yang sama. Silase dibuat dengan cara menambahkan dedak padi sebanyak 3% dari berat jerami kacang tanah. Sebelum ditambahkan, dedak padi tersebut ditambah air bersih terlebih dahulu. Jumlah air sebanyak 50% dari berat dedak padi (v/w). Sebelum ditambahkan, air tersebut diinokulasi terlebih dahulu dengan bakteri asam laktat yang berasal dari produk susu yang difermentasi (produk dalam bentuk cair) sesuai dengan perlakuan. Air dan dedak padi selanjutnya dicampur sampai merata. Setelah dedak padi dan jerami kacang tanah dicampur merata, sedikit demi sedikit campuran ini dimasukkan ke dalam kantong plastik sambil dipadatkan, kemudian diikat rapat-rapat sampai sedikit mungkin rongga udara yang tersisa. Setelah 21 hari dilakukan pengamatan terhadap kualitas silase. Parameter yang diamati, yaitu: bahan kering, pH, warna, bau, tekstur dan ada tidaknya jamur. Pengamatan warna, bau, tekstur dan ada tidaknya jamur dilakukan dengan membuat skor (Soekanto et al. 1980). Skor untuk setiap yang digunakan sebagai berikut: a. Warna (skor 1-3): Hijau alami atau hijau kekuningan (3), Hijau gelap atau kuning kecoklatan (2), Coklat sampai hitam (1) b. Bau (skor 1-3): Asam (3), Tidak asam atau tidak busuk (2), Busuk (1) c. Tekstur (skor 1-3): Padat (3), Agak lembek (2), Lembek(1) d. Jamur (skor 1-3): Tidak ada/sedikit (3), Cukup (2), Banyak (1) Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola searah dengan satu faktor perlakuan, yaitu dosis (persentase) bakteri asam laktat. Faktor perlakuan tersebut selanjutnya dibagi menjadi empat perlakuan, yaitu: 0% (P1); 1,5% (P2); 3% (P3) dan 4,5% (P4). Setiap perlakuan terdiri dari lima ulangan. Persentase (0; 1,5; 3; 4,5%) bakteri asam laktat tersebut berdasarkan berat dedak Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013 padi yang ditambahkan (v/w), sedangkan berat dedak padi 3% dari berat jerami kacang tanah. Semua data dianalisis dengan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata (Gaspersz 1991) dengan tingkat kepercayaan 5%. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11.0. Sementara itu, pH P3 (5,55) dengan P4 (5,55) tidak berbeda (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan BAL 3% akan mempercepat/meningkatkan produksi asam laktat. Dengan demikian pemberian BAL kurang atau di atas 3% tidak akan efisein. Silase dengan pH tersebut di atas menurut Siregar (1996) termasuk silase yang berkualitas jelek karena pH di atas 4,8. Siregar (1996) mengkategorikan kualitas silase berdasarkan pH-nya, yaitu: 3,5-4,2 baik sekali, 4,2-4,5 baik, 4,5-4,8 sedang dan lebih dari 4,8 adalah jelek. Kategori tersebut didasarkan pada silase yang dibuat dengan menggunakan bahan pengawet (bahan dengan karbohidrat terlarut tinggi). Namun dari hasil penilai warna, bau, ada tidaknya jamur dan tekstur, silase tersebut tidak termasuk jelek. pH di atas 4,8 dapat disebabkan karena bahan pengawet (dedak padi) yang ditambahkan dalam jumlah sedikit. Sementara itu Crowder dan Chheda (1982) menyatakan bahwa tingginya nilai pH silase yang dibuat di daerah tropis dibandingkan dengan nilai pH silase yang dibuat di daerah temperate disebabkan oleh rumput tropis pada umumnya berbatang, serat kasarnya tinggi dan kandungan karbohidratnya rendah. Warna Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna silase antara perlakuan berbeda tidak nyata (Tabel 1). Warna silase adalah hijau alami atau hijau kekuningan. Hasil ini menunjukan bahwa silase yang dihasilkan berkualitas baik. Menurut Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai ciriciri, yaitu warna masih hijau atau kecoklatan HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan kering Hasil penilaian silase daun kacang tanah disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa bahan kering antara perlakuan berbeda tidak nyata, namun cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan dosis BAL. Kecenderungan penurunan ini disebabkan karena adanya penambahan bakteri asam laktat, sehingga semakin banyak populasi bakteri asam laktat, maka semakin tinggi pula aktivitasnya. Kondisi ini meningkatkan perubahan bahan kering menjadi energi, sehingga peristiwa ini menyebabkan penurunan kadar bahan kering. Menurut Gervais (2008), perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik pH Hasil penilaian menunjukkan bahwa pH P3 (5,55) dan P4 (5,55) lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan P1 (5,65) dan P2 (5,60), demikian pula pH P2 (5,60) lebih rendah dan berbeda nyata dibanding P1 (5,65). Tabel 1. Hasil penilaian silase jerami kacang tanah Parameter Bahan kering (%) Dosis bakteri asam laktat 0% (PI) 21,006 a a 1,5% (P2) 20,964 5,60 b a 3% (P3) 20,836 5,55 a c 4,5% (P4) 20,496a 5,55c pH 5,65 Warna 3a 3a 3a 3a Bau 2a 2a 3b 3b Tekstur 3a 3a 3a 3a Ada tidaknya jamur 3a 3a 3a 3a abc Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) 497 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013 Perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam tanaman karena proses respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada, sampai gula tanaman habis (Reksohadiprodjo 1988). Gula akan teroksidasi menjadi CO2, air dan panas, sehingga temperatur naik. Bila temperatur tidak terkendali, silase akan berwarna coklat tua sampai hitam. Hal ini menyebabkan turunnya nilai pakan karena banyak sumber karbohidrat yang hilang dan kecernaan protein turun. Menurut Ensminger dan Olentine (1978), warna coklat tembakau, coklat kehitaman, karamel (gula bakar), atau gosong menunjukkan silase kelebihan panas. Suhu yang tinggi selama proses ensilase dapat menyebabkan perubahan warna silase, sebagai akibat dari terjadinya reaksi Maillard yang berwarna kecoklatan (Gonzalez et al. 2007). Silase yang baik memiliki warna yang tidak jauh berbeda dengan warna bahan bakunya (Abdelhadi et al. 2005). Bau Hasil penilian, silase P3 dan P4 berbau asam, berbeda nyata dengan bau silase P1 dan P2 yang berbau tidak asam atau tidak busuk (Tabel 1). Menurut Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri, yaitu rasa dan bau asam, tetapi segar dan enak. Bau asam disebabkan karena bakteri anaerob aktif bekerja menghasilkan asam organik. Menurut Abdelhadi et al. (2005), silase yang baik memiliki aroma asam dan wangi. Susetyo et al. (1969) menyatakan bahwa dalam proses ensilase apabila oksigen telah habis dipakai, pernapasan akan berhenti dan suasana menjadi anaerob. Dalam keadaan demikian jamur tidak dapat tumbuh dan hanya bakteri saja yang masih aktif terutama bakteri pembentuk asam. Dengan demikian, bau asam dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan proses ensilase. masih jelas, seperti alamnya. Tekstur silase dapat lembek, jika kadar air hijauan pada saat dibuat silase masih cukup tinggi, sehingga silase banyak menghasilkan air. Supaya tekstur silase baik, hijauan yang akan dibuat silase diangin-anginkan terlebih dahulu, sehingga kadar airnya turun. Selain itu, pada saat memasukkan hijauan ke dalam silo, hijauan dipadatkan dan diusahakan udara yang tertinggal sedikit mungkin. Jamur Hasil penilaian menunjukkan bahwa silase P4 dan P3 tidak berjamur, sedangkan P2 dan P1 sedikit berjamur, namun demikian semua silase dalam kondisi baik. Jamur dapat tumbuh apabila kondisi anaerob di dalam silo tidak tercapai. Keadaan ini dapat disebabkan karena pada proses pengisian silo, proses pemadatannya kurang sempurna atau karena ada kebocoran silo. Menurut Reksohadiprodjo (1988), air yang terbentuk selama proses ensilase menyebabkan sukar terjadi keadaan anaerob. Kondisi ini menyebabkan jamur akan bertumbuh dengan subur. KESIMPULAN Penambahan dosis bakteri asam laktat sampai 3% menurunkan pH silase jerami kacang tanah. Silase dengan penambahan dosis bakteri asam laktat 3 dan 4,5% berbau asam, sedangkan dosis penambahan 0 dan 1,5% berbau agak asam. DAFTAR PUSTAKA Abdelhadi LO, Santini FJ, Gagliostro GA. 2005. Corn silase of high moisture corn supplements for beef heifers grazing temperate pasture; eff ects on performance ruminal fermentation and in situ pasture digestion. Anim Feed Sci Technol. 118:63-78. Crowder LV, Chheda HR. 1982. Tropical grassland husbandry. Longman, London. Tekstur Tekstur silase antara perlakuan tidak berbeda, yaitu padat, tidak lembek (Tabel 1). Menurut Siregar (1996), secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri, yaitu tekstur 498 Ennahar S, Cai Y, Fujita Y. 2003. Phylogenetic diversity of lactic acid bacteria associated with paddy rice silage as determined by 16S ribosomal DNA analysis. Applied and Environmental Microbiology. 69:444-451. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013 Ensminger ME, Olentine CG. 1978. Feeds and nutrition complete. The Ensminger Publishing Company. Clovis. California, USA. Ohmomo S, Nitisinprasart S, Hiranpradit S. 2002. Silage-making and recent trend of dairy farming in Thailand. JARQ. 36:227-234. Gaspersz V. 1991. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito, Bandung. Reksohadiprodjo S. 1988. Pakan ternak gembala. BPFE, Yogyakarta. Gervais P. 2008. Water relations in solid state fermentation. In: Pandey A, Soccol CR, C. Larroche (Eds). Current Developments in Solid-state Fermentation. Asiatech Publisher Inc., New Delhi. Siregar ME. 1996. Pengawetan pakan ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. Gonzalez J, Farıa-M´armol J, Rodrıguez CA, Mart´ınez A. 2007. Eff ects of ensiling on ruminal degradability and intestinal digestibility of Italian rye-grass. Anim Feed Sci Technol. 136:38-50. Matsuhima JK. 1979. Feeding Beef Cattle. Sprenger Verlag, Berlin Heidelberg, New York. Soekanto L, Subur P, Soegoro M, Riastianto U, Muridan, Soedjadi, Soewondo, Toha RM, Soediyo, Purwo S, Musringan, Sahari M, Astuti. 1980. Laporan proyek konservasi hijauan makanan ternak Jawa Tengah. Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Susetyo S, Kismono I, Soewardi D. 1969. Hijauan makanan ternak. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. 499