LAPORAN 02 OKTOBER 2013 Kasus Insider Trading PT Perusahaan Gas Negara Tbk Oleh: Kelompok 2 Alvin Pratama Surya / 0133111007 Arfinda Subiantoro / 01331110 Devina Callista / 0133111027 Jonathan Easton / 0133111037 Made Gusman / 0133111026 Marsella Apriliani / 0133111006 Mikhael Hintono / 0133111010 Samuel Utomo / 0133111011 m.k. LEGAL ISSUE S1 FINANCE PRASETIYA MULYA BUSINESS SCHOOL 2014 Latar Belakang Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, warant, right, reksa dana dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures dan lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana dan lainlain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen. Pesatnya perkembangan di pasar modal Indonesia juga dibarengi dengan meningkatnya tindak pidana di bidang pasar modal. Salah satu yang menarik yakni, mengenai perdagangan orang dalam atau lebih dikenal dengan insider trading. Dalam perdagangan tersebut terdapat seseorang yang secara sengaja membocorkan informasi-informasi yang belum valid (hanya berbentuk lisan saja). Informasi tersebut disebut juga isu-isu yang belum tentu benar terjadi (gosip). Biasanya, orang tersebut akan memanfaatkan isu yang dia ketahui dengan cara menjual atau membeli saham perusahaan tersebut sebelum orang lain melakukannya, sehingga mengakibatkan adanya peningkatan atau penurunan harga dan volume perdagangan yang tidak wajar. Secara teknis, pelaku insider trading dibagi menjadi dua, yakni pihak yang berada dalam fiduciary position, dan pihak yang menerima informasi orang dalam dari pihak pertama (fiduciary position) atau dikenal dengan tippees . Ketentuan mengenai pihak yang berada dalam fiduciary position terdapat dalam pasal 95 dan 96 UU. No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sementara ketentuan dalam pasal 97 menjelaskan mengenai pihak yang berusaha memperoleh informasi orang dalam (insider trading). Dengan adanya insider trading ini, salah satu perusahaan di Indonesia, yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) tiba-tiba sahamnya anjlok secara tidak wajar, yaitu sebesar 23,36 persen, dari Rp9.650 (harga penutupan pada tanggal 11 Januari 2006) menjadi Rp7.400 per lembar saham pada tanggal 12 Januari 2007. Mengenai kasus tersebut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai apa yang sebetulnya terjadi pada PT Perusahaan Gas Negara Tbk ini. Analisa A. Pengertian Insider Trading Menurut investopedia, insider dapat diartikan sebagai transaksi yang terjadi yang disebabkan karena suatu pihak maupun individu memliliki informasi khusus dari dalam perusahaan yang belum sempat di publikasikan ke masyarakat. Informasi tersebut dipergunakan oleh suatu pihak maupun individu tertentu untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Pada dasarnya, transaksi yang dilakukan oleh pihak ini adalah transaksi ilegal karena hal tersebut melanggar asas transparansi di pasar modal. Asas transparansi diharapkan dapat membuat penyebaran informasi pada setiap investor terjadi secara merata dan dalam waktu yang sama. Dengan adanya transparansi ini, seorang investor hanya dapat mengambil keuntungan berdasarkan kemampuan analisa dari informasi yang telah tersedia. Kemampuan ini bergantung pada kepekaan dan juga pengetahuan dari tiap investor. Jika seorang trader bertransaksi dengan informasi dari dalam perusahaan, maka trader tersebut bersikap tidak adil dan dapat menganggu kinerja pasar yang seharusnya. Apabilainsider trading diperbolehkan, maka investor dapat kehilangan kepercayaan dirinya dalam situasi yang kurang menguntungkan dan memungkinkan investor tersebut tidak lagi berinvestasi di pasar modal. Di Indonesia sendiri, banyak sekali isu mengenai terjadinya pelanggaran insider trading di dalam pasar modal. Isu tersebut beredar luas mulai dari pihak pemerintah, politisi, hinggakabar burung di pasar. Namun insider trading ini relatif sulit untuk dibuktikan. Meskipun begitu, pelanggaran transaksi insider trading tetap diatur oleh dasar hukum Undang-undang. Secara umum pasar modal di Indonesia diatur dalam UU No 8 tahun 1995, namun secara spesifik kegiatan insider trading dibahas pada pasal berikut : Pasal 95: Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas Efek : a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “orang dalam” dalam Pasal ini adalah: 1)Komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; 2)Pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik; 3)Orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau 4) Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas. Pasal 96 : Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang: a. mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud; atau b. memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek. Pasal 97 : 1) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96. 2) Setiap Pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96, sepanjang informasi tersebut disediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan. Pasal 98 : Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan Publik dilarang melakukan transaksi Efek Emiten atau Perusahaan Publik tersebut, kecuali apabila: a. Transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perintah nasabahnya; dan b. Perusahaan Efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai Efek yang bersangkutan. Dari pengertian insider trading tersebut diatas, maka secara yuridis, ditemukan beberapa elemen dari suatu pranata hukum insider trading, yaitu : 1. Adanya perdagangan efek. 2. Dilakukan oleh orang dalam perusahaan. 3. Adanya inside information. 4. Inside information tersebut belum terbuka untuk umum. 5. Perdagangan dimotivisir oleh adanya inside information tersebut. 6. Tujuannya untuk mendapat keuntungan yang tidak layak. Dampak insider trading Secara umum menilik dari pengalaman perisitiwa insider trading di Indonesia, hal tersebut terjadi karena kesalahan dari pihak manajemen perusahaan. Perusahaan seharusnya melakukan tindakan pengelolaan yang bertujuan mencapai kepentingan shareholder. Hal ini dikarenakanshareholder telah mempercayakan uangnya untuk diinvestasikan, maka seharusnya manajemen perusahaan memanfaatkan kepercayaan tersebut dengan bijak. Insider trading adalah penyalahgunaan kepercayaan yang dilakukan oleh manajemen untuk mencapai kepentingannya sendiri karena pihak manajemen tidak memberikan informasi yang merata pada seluruh investor. Hal tersebut dapat menuntun perusahaan pada menghilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan. Kita semua tahu, betapa sulitnya untuk meraih kembali kepercayaan investor. Dalam sekala besar, dalam artian banyak perusahaan yang melakukan insider trading, masalah yang lebih besar pun menanti. Ketika banyak pelanggaran tersebut, pasar mulai kehilangan fungsinya karena tidak mencerminkan informasi yang sesuai dan merata, sehingga harga yang tercantum pun bukan harga yang mencerminkan value dari sebuah perusahaan. Ketika hal tersebut terjadi, bukan hanya perusahaan yang kehilangan kepercayaan dari investor, namun pasar modal itu pun akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Jika terjadi penurunan drastis dalam kinerja pasar modal, maka ada kemungkinan untuk pasar mengalami kejatuhan dan dampaknya adalah terganggunya perekonomian nasional sebuah negara. Dampak lain adalah tentu berlakunya hukuman pidana dan perdata. Dalam beberapa kasus di Indonesia, pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran ini akan mendapat hukuman denda dan juga menjadi tahanan penjara dalam jangka waktu tertentu. Pihak-pihak ini biasanya adalah top management dari sebuah perusahaan tercatat dalam bursa, serta memungkinan untuk membuat bangkrutnya perusahaan tersebut karena kembali ke masalah kepercayaan. Meskipun bukan tidak mungkin meraih kembali kepercayaan masyarakat, perusahaan yang telah melakukan insider trading jelas kehilangan kepercayaan masyarakat dan citranya menjadi buruk di publik dan berdampak pada performa finansial perusahaan. Dengan kata lain, insider trading memang berbahaya bagi suatu kehidupan pasar modal.Membiarkan suatu insider trading hidup merajalela, sama saja seperti bunuh diribagi pasar modal tersebut. Tetapi apa gerangan yang menjadi dasar pertimbangansehingga perbuatan insider trading ini dilarang, bahkan dapat menjadi suatuperbuatan pidana. Kiranya banyak dasar pertimbangan untuk itu. Antara lainsebagai berikut : 1. Insider trading berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien. Dapat diibaratkan bahwa jika suatu insider trading tidak dilarang, makaberjalannya pasar adalah seperti berjalannya suatu mobil tanpa minyakpelumas. Hal ini dikarenakan : a. Pembentukan harga yang tidak fair. b. Perlakuan yang tidak adil di antara para pelaku pasar. c. Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. 2. Insider trading juga berdampak negatif bagi emiten. Dengan adanya insider trading, pihak investor akan hilang kepercayaannyaterhadap emiten itu sendiri dan sekali nama baik investor jatuh, akan sulitbaginya untuk berkembang atau menambah permodalan selanjutnya. 3. Kerugian materiil bagi investor. Pihak investor akan mengalami kerugian secara langsung. Mungkin diatelah membeli dengan harga yang kelewat mahal, ataupun menjualnyadengan harga yang kelewat murah. 4. Kerahasiaan itu milik perusahaan (Teori Business Property). Informasi rahasia itu milik perusahaan sesuai dengan asas pengakuan hakmilik intelektual. Karena itu, tidaklah pada tempatnya milik perusahaantersebut dimanfaatkan oleh pihak lain selain perusahaan itu sendiri. B. Kasus Insider Trading Kasus yang dialami oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang berindikasi bermula pada jatuhnya dalam penjualan saham di bursa efek. Terjadinya pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007. Terdapat indikasi terjadinya pelangaran terhadap peraturan undang-undang pasar modal pada transaksi penjualan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Semuanya terjadi bermula dari penurunan secara signifikan harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk di Bursa Efek Jakarta, yaitu dari Rp 9.650,00 (harga penutupan pada tanggal 11 Januari 2006) menjadi Rp 7.400,00 per lembar saham pada tanggal 12 Januari 2007. Dugaan adanya insider trading sangat terasa pada saat harga saham PGN yang anjlok pada harga Rp 7.400,00. Jatuhnya harga saham tersebut dilihat tidak wajar, karena merujuk pada harga sebelumnya Rp 9.650,00 berarti telah jatuh sebanyak 23,36%. Melihat drastisnya kejatuhan harga saham dalam penjualan di bursa efek, patut diduga bahwa adanya kesalahan atau pun kesengajaan dalam hal transaksi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Kala itu, saham PGN merosot hingga 23,32% atau Rp 2.250 menjadi Rp 7.400 dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 9.650. Sebanyak 186,2 juta saham ditransaksikan dan kategori orang dalam kasus PGN sebagaimana dimaksud di Undang-undang Pasar Modal adalah Kementrian BUMN, sebagai pemegang saham, manajemen emiten, serta konsultan pada Danareksa Sekuritas, Bahana Sekuritas dan Credit Suisse. Pada masa periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, yang dimana telah terjadi penurunan dalam penjualan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk diduga dikarenakan adanya tindakan insider trading yang dilakukan. Namun, pembuktian terhadap dugaan insider trading tidaklah gampang, membutuhkan waktu yang cukup lama, karena keterbatasan teknologi yang tertinggal kemajuannya dibandingkan pada perkembangan pasar. Pada masa periode tersebut, yaitu 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007 terdapat adanya perdagangan saham yang dilakukan oleh para pihak orang dalam perusahaan. Mereka yang termasuk orang dalam telah melakukan transaksi saham perusahaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk, antara lain : a) Adil Abas sebagai Direktur Pengembangan sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan PT Perusahaan Gas Negara Tbk tertanggal 31 Desember 2005 dan 31 Desember 2006. b) W. M. P. Simandjuntak sebagai Direktur Utama sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan PT Perusahaan Gas Negara Tbk tertanggal 31 Desember 2005 dan sebagai anggota Komisaris sesuai laporan keuangan tertanggal 31 Desember 2006. c) Nursubagjo Prijono, sebagai Direktur Pengusahaan sebagaimana tercantum dalam laporan keuangan PT Perusahaan Gas Negara Tbk tertanggal 31 Desember 2005. d) Widyatmiko Bapang. e) Iwan Heriawan. f) Djoko Saputro. g) Hari Pratoyo. h) Rosichin. i) Thorir Nur Ilhami. Selain dugaan terjadinya praktek haram insider trading pada transaksi saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk, terdapat juga indikasi terjadinya pelanggaran prinsip keterbukaan informasi. Penurunan harga saham yang signifikan tersebut sangat erat hubungannya dengan siaran pers yang dilakukan manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk sehari sebelum (11 Januari 2007). Dalam siaran pers tersebut dinyatakan bahwa terjadi koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD. Juga terdapat pernyataan bahwa tertundanya gas in yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 namun malah menjadi Maret 2007. Penundaan proyek komersialisasi pemipaan gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yaitu dari Sumatra Selatan sampai Jawa Barat. Hal yang membuat informasi ini berhubungan erat dengan kasus anjloknya harga saham PGN, yaitu manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk baru menjelaskan penundaan komersialisasi gas pada 11 Januari 2007. Kita dapat melihat bahwa ada penundaan keterbukaan informasi yang dilakukan. Fakta mengenai akan diadakannya proyek pemipaan gas, tercantum dalam laporan keuangan PT Perusahaan Gas Negara Tbk pada periode 2005-2006 dan 2006-2007. Dan pihak perusahaan atau manajemen perusahaan baru menjelaskan pada publik tentang penundaan komersialisasi gas pada 11 Januari 2007. Padahal informasi tentang adanya penundaan tersebut sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk sejak tanggal 12 September 2006 (informasi tentang penurunan volume gas) dan sejak tanggal 18 Desember 2006 (informasi tentang tertundanya gas in). Ada dugaan bahwa beberapa pelaku pasar telah mengetahui informasi penting mengenai penundaan komersialisasi gas tersebut sebelum diumumkan secara resmi oleh manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Dalam arti lain, tidak semua pelaku pasar mengetahui informasi penting tersebut. Sehingga bagi mereka yang mengetahui informasi penting tersebut, langsung mengambil langkah yang dapat menguntungkan mereka sendiri, dengan menjual saham PGN lebih dulu dibanding investor lainnya. Puncaknya pada tanggal 12 Januari 2007, para investor lainnya ikut-ikutan menjual saham PGN secara besar-besaran, yang mengakibatkan jatuhnya harga saham PGN 23,32% dari harga Rp 9.650,00 menjadi Rp 7.400,00. Dengan melihat dan memahami posisi kasus PT Perusahaan Gas Negara Tbk, terdapat beberapa fakta-fakta, antara lain : 1. Penurunan atau jatuhnya harga saham PT Perushaan Gas Negara Tbk pada saat penjualan di bursa efek Indonesia. Pada harga Rp 9.650 (harga penutupan pada tanggal 11 Januari 2006) anjlok sebesar 23,36% menjadi Rp 7.400 per lembar saham pada tanggal 12 Januari 2007. 2. Adanya bukti-bukti yang menunjuk pada praktek transaksi saham perusahaan yang dilakukan oleh pihak orang dalam perusahaan, yang terjadi pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007. 3. Adanya informasi yang tergolong sebagai informasi material dan dapat mempengaruhi harga saham. Antaranya : a) Penurunan harga saham PT Perusahaan Gas Negara sangat erat dengan siaran pers yang dilakukan manajemen perusahan sehari sebelumnya tertanggal 11 Januari 2007. b) Pernyataan bahwa ditundanya proyek komersialisasi pemipaan gas PTPerusahaan Gas Negara Tbk yang semula akan dilakukan pada akhirDesember 2006 tertunda menjadi Maret 2007. c) Informasi tentang penurunan volume gas telah diketahui para pihakperusahaan sejak tertanggal 12 September 2006 dan informasi tentangtertundanya gas in sejak tanggal 18 Desember 2006, para pihakperusahaan baru menjelaskan pada tanggal 11 Januari 2007. Pelanggaran yang dilakukan Berdasar fakta-fakta tersebut, PT Perusahaan Gas Negara Tbk telah melakukan tindakan yang melanggar undang-undang yang berlaku, seperti : 1. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap keterlambatan penyampaian laporan kepada Bapepam dan masyarakat tentang peristiwa material. Dalam Pasal 86 ayat (2) UU No. 5 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa perusahaan publik menyampaikan laporan kepada Bapepam-LK dan mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut. Pada kenyataannya PT Perusahaan Gas Negara Tbk terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan keterbukaan informasi sebanyak 35 hari. Mengenai informasi penurunan volume gas dan informasi tertundanya gas indikategorikan sebagai fakta material dalam Peraturan Nomor X.K.1. Sehingga telah jelas, bahwa PTPGN melanggar pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995. Peraturan Nomor X.K.1. dengan pelanggaran ini PT PGN dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 35 juta. 2. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap pemberian keterangan yang secara material tidak benar. Ada beberapa hal yang seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi, diantaranya sebagai berikut: A. Memberikan informasi yang salah sama sekali B. Memberikan informasi yang setengah benar C. Memberikan informasi yang tidak lengkap D. Samasekali diam tehadap fakta/ informasi material Keempat hal ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan ”misleading” bagi investor dalam memberikan judgement-nya untuk membeli atau tidak suatu efek . Ketentuan ini juga diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal, yang menyebutkan bahwa tiap pihak dilarang, dengan cara apa pun, memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek . Dalam kasus ini PT PGN yakni memberikan keterangan material tidak benar tentang rencana volume gas yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java). Fakta itu sudah diketahui atau sewajarnya diketahui oleh direksi, yang kemudian seharusnya keterangan itu disampaikan kepada publik, namun tidak disampaikan. Sehingga jelas terjadi bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 dan diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 milyar. Oleh karena itu, sudah sepatutnya dan sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 5 miliar kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli 2006 sampai dengan Maret 2007yaitu Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak dan Nursubagjo Prijono. 3. Keterlibatan fiduciary position dalam kasus insider trading transaksi efek PGAS. Dalam pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang dalam dari perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud. Penjelasan pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong dalam: 1. Komisaris, Direktur, atau pengawas perusahaan terbuka. 2. Pemegang saham utama perusahan terbuka. 3. Orang yang karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usahanya dengan perusahaan terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan kedudukan disini dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan. Sementara yang merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usahanya, seperti, nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur, dan lain-lain. 4. Pihak yang tidak lagi menjadi pihak sebagaimana tersebut dalam point 1,2,3 tersebut sebelum lewat jangka waktu 6 bulan. Bahwa pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, 9 orang dalam PGAS melakukan transaksi saham PGAS, baik direksi maupun mantan direksi. Sehingga unsur-unsur di atas terpenuhi. Ke 9 orang tersebut dijatuhi sanksi administrative oleh Bapepam-LK. Sanksi tersebut ditetapkan antara lain dengan mempertimbangkan pola transaksi dan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam. Kesembilan orang tersebut adalah Adil Abas (mantan Direktur Pengembangan PGN), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Dirut dan Komisaris PGN), Widyatmiko Bapang (mantan Sekertaris Perusahaan PGN), Iwan Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan Thohir Nur Ilhami. Denda tertinggi dikenakan kepada mantan Direktur PGN WMP Simanjuntak. Pria yang pernah menjabat komisaris di perusahaan pipanisasi gas itu dikenai sanksi Rp2,33 miliar. SEMBILAN ORANG YANG MENDAPAT SANKSI No. Nama Denda 1. Adil Abas Rp 30 juta 2. Nursubagjo Prijono Rp 53 juta 3. WMP Simanjuntak Rp 2,33 miliar 4. Widyatmiko Bapang Rp 25 juta 5. Iwan Heriawan Rp 76 juta 6. Djoko Saputro Rp 154 juta 7. Hari Pratoyo Rp 9 juta 8. Rosichin Rp 184 juta 9. Thohir Nur Ilhami Rp 317 juta Sumber : Bapepam-LK Kesimpulan Insider trading merupakan sebuah fenomena yang bersifat alami terkait dengan struktur perdagangan dari pasar saham, dimana terdapat lapisan-lapisan dari pelaku pasar dengan tingkat kepemilikan informasi yang berbeda satu dengan yang lain. Secara umum, kejadian ini akan memberikan dampak negatif secara finansial, terutama bagi pelaku pasar pada umumnya yang tidak memiliki tingkat informasi yang sempurna seperti dalam kasus insider trading yang terjadi pada saham PGN. Di sisi lain, kita dapat melihat insider trading sebagai bentuk fenomena yang secara tidak langsung meningkatkan efisiensi pasar dalam merefleksikan informasi yang sebenarnya dari sebuah emiten. Secara implisit, kami juga menyimpulkan bahwa insider trading adalah sebuah peristiwa yang tidak akan dapat lenyap sampai kapanpun. Namun, kita bisa mengalihkan fokus kita dengan menitikberakan pada bagaimana kita bisa mengantisipasi dampak negatif dari adanya kemungkinan kejadian-kejadian serupa di masa depan, yaitu dengan memperketat regulasi serta meningkatkan transparansi dari transaksi-transaksi efek, terutama pada pihak-pihak yang memiliki akses lebih dekat dengan sumber informasi. Daftar Pustaka Hasmi, M. Ali. “Insider Trading dalam Transaksi Saham oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk”. Yogyakarta. 2012. www.idx.co.id www.investopedia.com www.bapepam.go.id