Pemerintah Keluarkan Hedging Mata Uang Beban proses hedging ditanggung APBN berjalan. JAKARTA—Untuk mencegah membengkak nilai utang luar negeri akibat melemahnya rupiah, pemerintah akan mengeluarkan aturan lindung nilai atau hedging mata uang. Beleid yang ditujukan bagi badan usaha milik negara tersebut dimaksudkan untuk memastikan agar biaya yang dikeluarkan dalam aksi korporasi tidak dianggap sebagai kerugian negara. “Itu yang harus diselesaikan,” kata Menteri Keuangan Chatib Basri kemarin. Selama ini, kata Chatib, banyak BUMN takut pada hedging karena diangap dapat merugikan negara. Dia menganalogikan hedging dengan pembayaran premi asuransi. Nasabah yang sudah membayar premi tidak akan merasa rugi jika tak kunjung sakit. “Sama seperti hedging, itu bukan rugi, tapi biaya yang harus dikeluarkan,” katanya. Menurut Chatib, jika tak ada hedging, semua perusahaan akan bertransaksi di spot market. Dampaknya, permintaan akan dolar tinggi sehingga menekan rupiah. Nah, bila perusahaan merasa tak perlu ke pasar spot, tekanan terhadap rupiah juga akan turun. Agar aturan tersebut segera terbit, dalam waktu dekat akan dibentuk tim khusus. Di antara anggotanya adalah Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, kepolisian, kejaksaan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Kementerian Negara BUMN Keterlibatan penegak hukum dimaksud untuk menyamakan persepsi atas nilai lindung. Kesepahaman di antara lembaga tersebut kemarin ditandatangani di BPK. Ketua BPK Rizal Djalil mengatakan hasil pemeriksaan lembaga tinggi negara itu menunjukkan adanya kenaikan utang luar negeri yang sangat signifikan. Pada 2012, utang asing Indonesia Rp 1,981 triliun. Setahun kemudian, pinjamannya membengkak menjadi Rp 2,373 triliun. “Pemerintah harus membayar selisih kurs tanpa tambahan manfa’at dari pembayaran tersebut,” kata Rizal dalam keterangan resminya. Beban berat lantaran selisih kurs ini sempat dialami PT Garuda Indonesia. “Kondisi perusahaan masih agak berat karena depresiasi rpiah,” kata Direktur Utaam Garuda, Emirsyah Satar, beberapa waktu yang lalu. Ketua Task Force Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia, Treesna Wilda Suparyono, pun menyarankan agar BUMN melakukan lindung nilai atas utangutangnya. Hasil pertemuan di BPK bisa dijadikan pegangan awal bahwa biaya hedging tidak akan dijerat sebagai kerugian negara,”Salah satu poin yang disepakati adalah jika beban dalam proses hedging akan ditanggung APBN berjalan,” katanya. Sebenarnya, dia menambahkan, dalam peraturan menteri dan Bank Indonesia, ketentuan hedging sudah ada. Namun dalam beleid tersebut belum ada klausul yang menegaskan bahwa, jika terjadi kerugian, itu bukan merupakan kerugian negara. Selain minimnya hedging, kata Treesna, salah satu ayng membuat nilai tukar rupiah lebih mudah bergerak adalah rendahnya transaksi valuta asing. Di Indonesia, transaksi valas termasuk rendah di ASEAN dengan nilai per hari US$ 5 miliar. Padahal, di Singapura, nilainya mencapai US$ 300 miliar, dan di Thailand US$ 12 miliar per hari. KONTAN, Jum’at 20 Juni 2014