Model Pembelajaran Kooperatif Metode TSTS (Two Stay Two Stray

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Suatu teori akan memperoleh arti yang penting, apabila lebih banyak dapat
melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada. Teori-teori yang
relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti
sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang
diajukan. Sugiyono (2012:52) menyatakan “landasan teori perlu ditegakkan agar
penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan cobacoba” sehingga kajian teori sangat penting untuk membangun kerangka berfikir
atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian.
2.1.1
a.
Ilmu Pengetahuan Sosial
Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang memang
sudah diterapkan dari jenjang SD/MI, sampai tingkat sekolah menengah baik
SMP maupun SMA. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran
pada jenjang pendidikan di tingkat sekolah yang dikembangkan secara terintegrasi
dengan mengambil konsep-konsep esensial dari Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora.
IPS mengkaji berbagai masalah-masalah dan fenomena sosial yang ada di
masyarakat.
Ilmu pengetahuan sosial merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu
pengetahuan, antara lain seperti ekonomi, sejarah, geografi, dan sosiologi yang
disusun secara sistematis dan terpadu yang kemudian menjadi suatu disiplin ilmu
yang tidak dapat dipecah-pecah lagi karena telah terintegrasi dalam ilmu
pengetahuan sosial. Soemantri dalam Sapriya (2011:11) menyatakan bahwa
“Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu
sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
dikaji secara ilmiah dan pedagogis atau psikologis untuk tujuan pendidikan.”
Pendapat serupa dikemukakan oleh Trianto (2010:171) menyatakan bahwa:
“Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang
ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial yang dimaksud seperti sosiologi,
7
8
sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan
Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial masyarakat
yang diwujudkan dalam satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan
cabang-cabang ilmu sosial tersebut”.
Berdasarkan penjelasan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) yaitu mata pelajaran yang merupakan suatu perpaduan
dari sejumlah disiplin ilmu sosial seperti geografi, sosiologi, sejarah, ekonomi,
hukum, politik, kewarganegaraan dan masih banyak lagi. Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) lebih banyak menekankan hubungan antara manusia dengan masyarakat,
hubungan manusia didalam masyarakat, disamping hubungan manusia dengan
lingkungan fisiknya.
b. Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terutama membantu
para siswa selaku warga negara agar mampu menjadi warga negara yang baik, dan
mampu untuk mengambil keputusan secara rasional dengan dasar informasi yang
mencukupi, dalam kaitan dengan permasalahan sosial yang hasilnya tidak hanya
bermanfaat bagi diri pribadi,keluarga, tetapi juga berguna bagi masyarakat dan
bangsanya sebagai bentuk perwujudan cinta tanah air. ”Gross, Solihatin (2007:14)
menyebutkan bahwa tujuan Pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa
menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat. Secara tegas
ia mengatakan “to prepare students to be will-functioning citizen in a democratic
society”. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan
kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap
persoalan yang dihadapinya. Berdasarkan berbagai definisi tentang tujuan
pendidikan IPS di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan IPS di SMP
bertujuan untuk membentuk warga negara yang memiliki ketrampilan yang
berguna bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun negara, serta menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa serta memiliki rasa cinta tanah air dan kepedulian
sosial yang tinggi. Ilmu Pengetahuan Sosial juga bertujuan untuk membentuk
warga negara yang baik dalam kehidupan berbangsa.
9
c.
Karakteristik Pembelajaran IPS
Karakteristik mata pelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang
bersifat monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari
berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi.
Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdarkan realitas dan fenomena sosial melalui
pendekatan interdisiplinerdari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial tersebut.
Trianto (2010:175) menyatakan bahwa mata pelajaran IPS di SMP/ MTs memiliki
beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:
1) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi,
sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan
juga bidang humaniora, pendidikan dan agama.
2) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur
keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas
sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema)
tertentu.
3) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut berbagai
masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan
multidisipliner.
4) Standar Kompetensi dan Kompetesi Dasar dapat menyangkut peristiwa
dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat,
kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses, dan
masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar surviveseperti
pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.
Berdasarkan perspektif mengenai karakteristik IPS di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah salah satu mata pelajaran yang
merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu yaitu ekonomi, geografi,
sosiologi, dan sejarah yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial
serta dikaji dengan pendekatan interdisipliner.
2.1.2
a.
Hasil Belajar
Pengertian Hasil belajar
Pendidikan bertujuan antara lain mengembangkan dan meningkatkan
kepribadian individu yang sedang melakukan proses pendidikan. Perkembangan
kepribadian erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku yang telah
dihasilkan dan ingin mengetahui hasil perolehannya dalam suatu pendidikan
dikenal dengan istilah prestasi belajar.
10
Bell Gredler dalam Winataputra (2008:1.5) menyatakan:
belajar adalah peroses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan
aneka ragam competencies, skills, attitudes. Kemampuan (competencies),
keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara
bertahap dan bekelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui
rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku
dalam
bentuk
penguasaan
pengetahuan,
keterampilan
berpikir
maupun
keterampilan motorik. Di sekolah, hasil belajar atau prestasi belajar ini dapat
dilihat dari penguasaan siswa akan mata pelajaran yang telah ditempuhnya. Alat
untuk mengukur prestasi/hasil belajar disebut tes prestasi belajar atau achievement
test yang disusun oleh guru.
Sudjana (2001:22) mengatakan “Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah
sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Semakin tinggi
proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang
diperoleh siswa”. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai
siswa. Menurut Suprijono (2013:5) “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”.
Pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan
tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang
dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat ukurnya.
Dari beberapa pengertian tentang hasil belajar di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merujuk pada perubahan kemampuan (competencies),
keterampilan (skills), dan sikap (attitude)siswa setelah melakukan proses kegiatan
belajar. Perubahan tersebut dapat diukur melalui pengukur prestasi/hasil belajar
yang disebut tes prestasi belajar atau achievement test yang disusun oleh guru
dengan kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dan dengan patokan-patokan
tertentu.
b. Ranah Hasil Belajar
Menurut teori Taksonomi Bloom (dalam Usman, 2010:34):
tujuan instuksional pada umumnya dikelompokkan kedalam tiga kategori ,
yakni domain kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif mencakup
11
tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan
kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang
berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan dan
minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan
dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor).
Usman (2010:34-35) Hasil belajar terdapat tiga ranah antara lain kognitif,
afektif, dan psikomotor yaitu dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek yaitu ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penelitian.
2) Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif memiliki lima
jenjang kemampuan yaitu penerimaan, pemberian respon, penilaian,
pengorganisasian, dan karakterisasi dengan suatu nilai.
3) Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan peniruan, manipulasi benda-benda, ketetapan,
artikulasi, pengalamiahan.
Penelitian ini mengarah pada ranah kognitif dan ranah afektif, karena
penelitian pada ranah kognitif ditujukan untuk melihat hasil belajar siswa, dalam
hal ini dilakukan suatu penilaian dilakukan penilaian terhadap siswa dan tes
digunakan untuk mengetahui hasil pemahaman siswa terhadap mata pelajaran IPS,
sedangkan pada ranah afektif ditujukan untuk melihat keaktifan belajar siswa
yang dapat diukur melalui alat ukur dengan dengan syarat-syarat tertentu.
2.1.3
a.
Keaktifan Siswa
Pengertian Keaktifan Siswa
Kegiatan pembelajaran yang baik adalah kegiatan pembelajaran yang
didalamnya terdapat interaksi positif antara guru dengan siswa dan antar siswa.
Kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna jika tidak hanya terjadi oleh
komunikasi satu arah, yaitu komunikasi yang dilakukan oleh guru terhadap siswa
yang hanya membuat siswa mudah bosan dan sulit untuk menangkap penjelasan
dari guru. Oleh karena itu, agar kegiatan pembelajaran tidak membosankan guru
harus dapat memfasislitasi siswa dalam pembelajaran yang aktif. Menurut Asmani
(2012:64), “istilah aktif disini lebih tepat merupakan lawan dari pembelajaran
12
konvensional, gurulah yang mendominasi”. Sementara, pada pembelajaran aktif
siswalah yang banyak melakukan aktivitas belajar. Usman (2010:6) menyatakan
“mengajar bukan sekedar proses menyimpan ilmu pengetahuan, melainkan
terjadinya interaksi manusiawi dengan berbagai aspeknya yang cukup kompleks”.
Pendekatan pembelajaran konvensional dan pendekatan pembelajaran aktif
tersebut masih tetap menonjolkan keaktifan siswa, namun dalam kadar yang
berbeda.
Secara
kuantitatif,
Depdiknas
pernah
menetapkannya
dengan
perbandingan 3:7. Pada pendekatan konvensional (implementasi kurikulum 1994
dan sebelumnya), 70% guru ceramah dan 30% siswa aktif melakukan kegiatan.
Silberman, M dalam Asmani (2012:65) menggambarkan:
Saat belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka
menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan
permasalahan, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif
adalah mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan
terlibat secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Oleh
karena itu, siswa harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan
mendiskusikannya dengan orang lain.
Menurut Mayer dalam Asmani (2012:67) “siswa yang aktif tidak hanya
sekedar hadir di kelas, menghafalkan, dan akhirnya mengerjakan soal-soal di
akhir pelajaran”. Siswa harus terlibat aktif secara fisik maupun mental. Menurut
Usman (2010:22), aktivitas siswa dapat digolongkan kedalam beberapa hal:
1. Aktivitas visual yang meliputi meliputi membaca, menulis, melakukan
eksperimen, dan demonstrasi.
2. Aktivitas lisan meliputi bercerita, membaca sajak, Tanya jawab, diskusi
dan menyanyi.
3. Aktivitas mendengarkan meliputi mendengarkan
penjelasan guru,
ceramah, pengarahan.
4. Aktivitas gerak seperti senam, atletik, menari, melukis dan aktivitas
menulis seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.
5. Aktivitas menulis seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.
Setiap jenis aktivitas tersebut memiliki bobot yang berbeda tergantung
pada tu juan mana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi
yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini
akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-
13
masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas
yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan
keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.
Dari beberapa pendapat tentang keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran dapat disimpulkan bahwa siswa merupakan subyek didik yang
merencanakan dan melaksanakan belajar itu sendiri sedangkan guru bertugas
untuk memfasilitasi siswa dalam pembelajaran yang aktif.
b. Indikator Keaktifan Siswa
Menurut Usman (2010:22) terdapat aspek keaktifan siswa dalam proses
belajar mengajar, yaitu:
1. Aktivitas visual (visual activities) yang meliputi membaca, menulis,
melakukan eksperimen, dan demonstrasi.
2. Aktivitas lisan (oral activities) meliputi bercerita, membaca sajak, Tanya
jawab, diskusi dan menyanyi.
3. Aktivitas mendengarkan (listening activities) meliputi mendengarkan
penjelasan guru, ceramah, pengarahan.
4. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis
dan aktivitas menulis seperti mengarang, membuat makalah, membuat
surat.
5. Aktivitas menulis (writting activities) seperti mengarang, membuat
makalah, membuat surat.
c. Sikap Guru yang Menerapkan Belajar Aktif
Asmani (2012:79) menyatakan bahwa mengajar adalah kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif
dan tanggung jawab belajar siswa, maka guru harus selalu mengembangkan sikap
dan perilaku sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa.
Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru berbicara.
Menghargai perbedaan pendapat.
Mentolerir perbuatan siswa yang salah dan mendorong untuk
memperbaiki.
Menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri siswa.
Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa
Tidak terlalu cepat membantu siswa.
Tidak kikir untuk memuji dan menghargai hasil karya siswa.
14
9. Tidak menertawakan pendapat atau hasil karya siswa, sekalipun kurang
berkualitas.
10. Mendorong siswa untuk tidak takut melakukan kesalahan dan berani
menanggung resiko atas semua tindakannya.
2.1.4
Model Pembelajaran Kooperatif
a. Landasan Pemikiran
Joyce & Weil (Rusman: 2011) berpendapat “model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentu kurikulum,
merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas”.
Sedangkan menurut Suprijono (2013:45), “model pembelajaran merupakan
landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan
teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi
kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas”. Lebih singkatnya,
model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas.
Dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan
dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk mberikan kesempatan kepada semua
siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan
belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan materi yang disampaikan oleh guru, dan saling membantu
teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Selama belajar secara kooperatif siswa tetap berada didalam kelompoknya
hingga beberapa kali pertemuan. Siswa diajarkan beberapa keterampilan khusus
agar dapat bekerja sama dalam kelompoknya dengan baik, sperti menjadi
penddenganr yang aktif, memberikan penjelasan kepada kelompoknya dengan
baik. Agar kegiatan belajar dapat berjalan dengan baik siswa harus diberi lembar
kegiatan yang berisi pertanyaan, topik bahasan atau tugas yang nantinya akan
mereka laksanakan secara bersama-sama. Selama bekerja dalam kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru
dan saling membantu antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan
15
materi. Belajar belum selesai apabila salah satu anggota kelompok belum
menguasai materi.
Sebagaimana model-model pembelajaran lain, model pembelajaran
kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah, lingkungan belajar dan
sistem pengelolaan yang khas.
Menurut Roger dan David Johnson (dalam Rusman, 2011:212) ada lima
unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai
berikut:
1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam
pembelajaran kooperatif , keberhasilan dalam penyelesaian tugas
tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kerja masing-masing
anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan
merasakan saling ketergantungan.
2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu
keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota
kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas
dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu
memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk
bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan
menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih
siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran.
Unsur ini juga agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan untuk berkelompok,
pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.
a. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan landasan pemikiran tentang pembelajaran kooperatif, terlihat
bahwa ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar
dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Salvin (Trianto,
2009:65) mengatakan bahwa sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan
pada tujuan dan kesuksesan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua
anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Johnson &Johnson
16
(Trianto, 2009:57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah
memaksimalkan untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik
secara individu maupun secara kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas jelas bahwa tujuan dari belajar kooperatif
adalah agar siswa dapat dengan lebih mudah menguasai materi dengan
ketrampilan bekerja atau belajar dalam kelompok. Karena siswa bekerja dalam
satu team, maka diharapkan dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan
diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan,
mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan
masalah.
Tidak seperti kelompok belajar konvensional, kelompok belajar koopertif
memiliki banyak manfaat dan tujuan yang jelas, bukan hanya sekedar belajar
dalam kelompok-kelompok kecil, melainkan juga melatih siswa bagaimana cara
melatih sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan sesama siswa
yang berbeda latar belakangnya.
Tabel 2.1
Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar
konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif,
saling
membantu,
dan
saling
memberikan motifasi sehingga ada
interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya
siswa
yang
mendominasi
kelompok atau menggantungkan
diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individu yang
mengukur penguasaan materi pelajaran
tiap anggota kelompok, dan kelompok
diberi umpan balik tentang hasil belajar
para anggotanya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas
sering diborong oleh salag seorang
anggota kelompok sedangkan
anggota kelompok lainnya hanya
“mendompleng
keberhasilan
“pemborong”.
Kelompok belajar heterogen baik dalam Kelompok
kemampuan akademik, jenis kelamin,
belajar
biasanya
17
ras, etnik, dan sebagainya sehingga homogen.
dapat saling mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan dan siapa yang
dapat memberi bantuan.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis
atau
bergilir
untuk
memberikan pengalaman memimpin
bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok biasanya
ditentukan
oleh
guru
atau
kelompok
dibiarkan
utnuk
memilih dengan cara masingmasing.
Keterampilan sosial yang diperlukan Keretampilan sosial sering tidak
dalam kerja gotong royong seperti secara langsung diajarkan.
kepemimpinan,
kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang lain,
dan mengelola konflik secara langsung
diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan
melakukan intervensi jika terjadi
masalah dalam kerja sama antar anggota
kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan
intervensi sering tidak dilakukan
guru pada saat kelompok sedang
berlangsung.
Guru memerhatikan secara proses Guru sering tidak memerhatikan
kelompok yang terjadi dalam kelompok- proses kelompok yang terjadi
kelompok belajar.
dalam
kelompok-kelompok
belajar.
Penekanan
tidak
hanya
pada Penekanan sering hanya
penyelesaian
tugas,
tetapi
juga penyelesaian tugas.
hubungan interpersonal (hubungan antar
pribadi yang saling menghargai)
pada
Killen Dalam Trianto (2009: 58-59)
2.1.5
a.
Metode Two Stay Two Stray (TSTS)
Pengertian
Secara etimologis metode berasal dari kata ‘met’ da ‘hodes’ yang berarti
melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga terdapat dua hal penting yang terdapat
18
dalam sebuah metode yaitu cara melakukan sesuatu dan rencana dalam
pelaksanaan. Menurut Sagala (2005:201) “Hal yang penting dalam metode ialah,
bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan
belajar yang ingin dicapai” dari penjelasan tersebut untuk mendorong
keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, guru seharusnya mengerti akan
fungsi, dan langkah-langkah pelaksanaan mengajar.
Terdapat beberapa metode pada pembelajara kooperatif, antara lain:
jigsaw, Think-Pair-Share, Nubered Heads Togather, Group Investigation, Two
Stay Two Stray, Make a Match, Listening Team, Inside-Outside Circle, Bamboo
Dancing, The Poer of Two (Suprijono, 2013:89)
Salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif adalah metode two
stay two stray. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1992). Two stay two stray yaitu salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi
kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar
yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak
diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup
di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama
lainnya. Struktur two stay two stray (TSTS) yaitu salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil
dan informasi kepada kelompok lain (Lie, 2008). Teknik ini biasa digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik, hal ini
dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan
kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat
pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah,
kehidupan dan kerja manusia saling tergantung satu sama lainnya. Lie (2008:61)
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif two stay two stray dapat megarahkan
siswa untuk lebih aktif, siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran, baik
dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan menyimak
materi yang dijelaskan oleh teman.
19
Berdasarkan paparan tentang metode TSTS, dapat disimpulkan bahwa
metode TSTS adalah siswa bekerja dalam berkelompok, kemudian diberikan
permasalahan yang harus mereka kerjakan dengan cara kerjasama. Setelah
kerjasama intra kelompok, separuh anggota kelompok dari masing-masing
kelompok meninggalkan kelompok untuk bertemu dengan kelompok lainnya.
Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas bertamu, tetap berada dalam
kelompok untuk bertemu dengan kelompok lain. Anggota kelompok yang
bertemu wajib datang pada semua kelompok. Setelah semua proses selesai,
mereka kembali ke kelompok masing-masing untuk mencoba dan membahas hasil
yang diperoleh.
b. Ciri-ciri metode pembelajaran Two Stay Two Stray
Ciri-ciri metode pembelajaran TSTS, yaitu:
1.
Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
2.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
3.
Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
yang berbeda.
4.
Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
c.
Tujuan
Huda (2013:207) menyatakan bahwa metode TS-TS merupakan sistem
pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama,
bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan saling
mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk
bersosialisasi dengan baik.
Model pembelajaran kooperatif metode TSTS memiliki tujuan yaitu siswa
di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan
model pembelajaran kooperatif metode TSTS akan mengarahkan siswa untuk
aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga
menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan
metode pembelajaran two stay two stray ini karena terdapat pembagian kerja
20
kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan
temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses
belajar mengajar.
d. Tahapan-tahapan dalam metode two stay two stray
Suprijono (2013:93) menyatakan:
Metode two stay two stray atau metode dua tinggal dua tamu.
Pembelajaran dengan metode itu diawali dengan pembagian kelompok.
Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahanpermasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya.
Setelah diskusi intra kelompok usai, dua orang dari masing-masing
kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok
lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu)
mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas
mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut.
Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua
kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali
ke kelompoknya masing-masing.
Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas
bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan
membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan.
Adapun teknik dalam TSTS Lie (2008:61) adalah sebagai berikut:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa;
2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke
kelompok yang lain;
3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka ke tamu mereka;
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain;
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Gambar 2.1 Bagan Proses Pembelajaran TSTS
(Sumber: Adaptasi dari Lie, 2008:62)
21
Menurut Huda (2013:208), Sintak metode TS-TS dapat dilihat pada
rincian tahap-tahap berikut ini.
1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya
terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan
kelompok heterogen, misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa
berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang dan 1 siswa
berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif
tipe Two Stay Two Stray (TSTS) bertujuan untuk memberikan
kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan
saling mendukung.
2) Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing.
3) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses berfikir.
4) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
5) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain.
6) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
7) Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
8) Masing-masing kelompok mempresentasikn hasil kerja mereka.
e.
Kelebihan dan kekurangan metode TSTS
Suatu metode pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.
Adapun kelebihan dari metode TSTS adalah sebagai berikut, Lie (2002:61):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1)
2)
3)
4)
Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
Lebih berorientasi pada keaktifan.
Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
Sedangkan kekurangan dari metode TSTS adalah:
Membutuhkan waktu yang lama
Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian tindakan kelas yang
dilakukan oleh Kirniati (2012) yang berjudul “Penggunaan Metode Kooperatif
22
Tipe Two Stay - Two Stray Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
Dalam Pembelajaran Ikhtisar Dan Laporan Keuangan Siklus Akuntansi
Perusahaan Jasa Di SMA Negeri 2 Salatiga” disimpulkan bahwa penerapan
metode kooperatif tipe two stay – two stray untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar, minat belajar siswa terhadap pelajaran ikhtisar dan laporan keuangan
setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan metode kooperatif tipe two staytwo stray mengalami peningkatan dalam keaktifan rata-rata 25,1%, dan hasil
belajar rata-rata meningkat 71,88%.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dwi Rahayu (2012) yang berjudul “Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil
Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Pada Pokok Bahasan
Kubus dan Balok Kelas VIIIB SMP N 8 Salatiga Semester II Tahun Ajaran
2011/2012” disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe two stay – two
stray mengalami peningkatan. Hal ini terlihat pada kondisi awal pra siklus yang
menunjukkan persentase hasil belajar siswa 26,66% tuntas, pada siklus I 66,67%
siswa yang tuntas, pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 93,33% dan pada siklus
I dan siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 60%, kemudian untuk
melihat peningkatan keaktifan belajar siswa pada pra siklus hanya 33,33%, dan
pada siklus I yaitu 56,94%, selanjutnya siklus II yaitu 80,55%. Hal tersebut dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika
pokok bahasan kubus dan balok kelas VIII B SMP Negeri 8 Salatiga.
2.3 Kerangka Berpikir
Model pembelajaran kooperatif metode two stay two stray dijadikan salah
satu metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan keaktifan siswa Lie
(2008:61) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif two stay two stray dapat
megarahkan siswa untuk lebih aktif, siswa terlibat langsung dalam proses
pembelajaran, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan
dan menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Siswa secara rutin bekerja
dalam kelompok untuk saling membantu dan memecahkan masalah-masalah yang
kompleks dengan baik. Model pembelajaran kooperatif metode two stay two stray
23
juga dijadikan salah satu metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan
hasil belajar siswa karena diyakini melalui metode pembelajaran ini siswa akan
lebih memahami materi jika siswa saling berdiskusi. Pembelajaran ini muncul dari
konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang
sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Lie (2008:61) menyatakan
“struktur two stay two stray (TSTS) yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi
kepada kelompok lain”. .
24
Bagan kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Pembelajaran Konvensional
Keaktifan siswa rendah
Hasil belajar IPS ≤ KKM
Keaktifan siswa
Pembelajaran
menggunakan metode two
stay two stray
Pembelajaran kooperatif two stay two
stray dapat megarahkan siswa untuk:
1. Lebih aktif.
2. Siswa terlibat langsung dalam
proses berdiskusi.
3. Siswa terlibat langsung dalam
proses anya jawab dan mencari
jawaban.
4. Siswa menjelaskan dan menyimak
materi yang dijelaskan oleh teman.
Keaktifan siswa meningkat
Kelebihan metode two stay two stray:
1. Dapat diterapkan pada semua
kelas/tingkatan
2. Kecenderungan
belajar
siswa
menjadi lebih bermakna
3. Lebih berorientasi pada keaktifan.
4. Diharapkan siswa akan berani
mengungkapkan pendapatnya
5. Menambah kekompakan dan rasa
percaya diri siswa.
6. Kemampuan berbicara siswa dapat
ditingkatkan.
7. Membantu meningkatkan minat dan
prestasi belajar
Hasil belajar IPS ≥ KKM
Gambar 2.2 Kerangka berpikir
25
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran tentang metode
two stay two stray, maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini adalah:
“Penggunaan model pembelajaran kooperatif metode two stay two stray
dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial jika dapat digunakan dengan baik
dan dapat berjalan secara efektif dan efesien, ditafsirkan keaktifan dan hasil
belajar siswa kelas VI SDN 1 Jeruk, Selo, Kabupaten Boyolali akan meningkat.”
Download