Fishing Ground Characteristics of Mackerel

advertisement
Karakteristik daerah Penangkapan Ikan Kembung (Rastrelliger
Spp.) di Perairan Jeneponto, Sulawesi Selatan Berdasarkan
Pengamatan Satelit Penginderaan Jauh
Characteristics of Mackerel (Rastrelliger Spp) Fishing Ground in
Jeneponto Coastal Waters, South Sulawesi Observed
by Satellite Remote Sensing
Mukti Zainuddin
Faculty of Marine Science and Fisheries, Hasanuddin University
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara kondisi oseanografis
dari data satelit hasil tangkapan ikan kembung dan mempelajari karakteristik daerah
penangkapannya di Perairan Jeneponto. Metode regresi non linear berganda
digunakan untuk mengkaji hubungan tersebut dan analisis spasial terhadap parameter
model yang signifikan digunakan untuk menentukan karakteristik daerah
penangkapan. Hasil penelitian menunjukkan SPL (suhu permukaan laut) dan
konsentrasi klorofil-a menentukan tingkat produktifitas daerah pennagkapan. SPL
dengan kisaran 25.5-27.5°C dan densitas klorofil-a dengan interval 0.35- 0.75 mg m-3
berasosiasi dengan tingginya hasil tangkapan ikan kembung. Kisaran faktor
oseanografis tersebut diduga kuat terkait dengan perkembangan formasi daerah front.
Kata kunci: Ikan kembung, data satelit oseanografi dan karakteristik daerah
penangkapan
Abstract
The objectives of this study were to investigate the relationship between
oceanographic conditions derived from satellite data and mackerel catch per unit
efforts (CPUEs) and to characterize their fishing grounds in Jeneponto coastal waters.
This study used a non linear multiple regression to analyze the relationship between
variables. The results indicated that sea surface temperature (SST) and chlorophyll-a
concentration play an important role in controlling high productive mackerel fishing
grounds in the study area. These findings may correspond with the distribution of
frontal zones in the season of high fish abundance which were simply indicated by
SST of 25.5-27.5°C and chlorophyll-a density of 0.35- 0.75 mg m-3.
Keywords: mackerel, satellite data, fishing ground characteristics
PENDAHULUAN
Ikan kembung termasuk jenis ikan kembung kecil yang berada pada lapisan
permukaan hingga kolom air dan mempunyai ciri khas utama, yaitu selalu membentuk
gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(Laevastu dab Hayes, 1981). Ikan ini merupakan sumberdaya neritik (penyebarannya
adalah di perairan dekat pantai) dan makanan utamanya adalah plankton. Karena itu
kelimpahannya sangat tergantung kepada faktor-faktor lingkungan seperti SPL dan
arus (Zainuddin, 2009).
Setiap ikan memiliki krakteristik habitat tertentu. Ikan cakalang mempunyai
karakteristik habitat dengan SPL 29°C yang mengindikasikan salinitas front (Lehodey,
1997). Ikan albacore tuna mempunyai karakteristik habitat ditandai dengan kondisi
klrofil-a 0.2 mg m-3 yang secara jelas menggambarkan klorofil-a front (Polovina et
1l., 2001). Karena itu karakteristik daerah penangkapan ikan kembung di berbagai
daerah perairan di wilayah Sul-Sel juga dipandang perlu untuk dikaji termasuk di
Perairan Jeneponto.
Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten di pesisir pantai
Selatan Sulawesi Selatan dengan garis pantai terpanjang di provinsi yaitu 114 km.
Ikan kembung termasuk salah satu produksi utama nelayan purse seine di daerah
tersebut. Produksi ikan kembung di daerah ini cenderung meningkat setiap tahun dan
mempunyai prospek ekonomi pengembangan yang positif (Anonim, 2007). Dengan
tingginya hasil tangkapan serta besaarnya frekuensi tangkapam, maka potensi
sumberdaya ikan kembung di Perairan Jeneponto diduga cukup besar. Namun daerah
penangkapan ikan kembung di perairan tersebut belum diketahui karakteristiknya.
Perkembangan teknologi satelit memungkinkan untuk mengamati karakteristik daerah
penangkapan berdasarkan dinamika parameter oseanografi.
Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mengkaji hubungan antara kondisi
oseanografis dari data satelit hasil tangkapan ikan kembung dan mempelajari
karakteristik daerah penangkapannya di Perairan Jeneponto.
DATA DAN METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Penelitian
dilakukan selama dua bulan, Agustus-September 2007 di wilayah perairan Kabupaten
Jeneponto dan sekitarnya. Penelitian ini menggunnakan dua jenis data set, yaitu data
satelit penginderaan jauh dan data lapangan (data perikanan tangkap). Data kondisi
oseanografi untuk estimasi suhu permukaan laut (SPL) dan densitas klorofil-a dari
bulan Agustus sampai September 2007 (musim timur) diperoleh dari database NASA
yaitu data dari satelit AQUA dan sensor MODIS (Moderate-Resolution Imaging
Spectroradiometer) dengan resolusi spasial 4 km dan resolusi temporal bulanan
(monthly average). Data MODIS yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
binary level 3 Standad Mapped Image (SMI) dengan format HDF (Hierarchical Data
Format).
Data lapangan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data posisi
penangkapan ikan, data oseanografis (SPL) dan data hasil tangkapan per upaya
penangkapan (CPUE). Data satelit dan data lapangan ini kemudian dikombinasikan
untuk menentukan karakteristik habitat kedua spesies ikan kembung kecil, ikan
kembung. Secara spesifik ikan kembung dianalisis hubungannya dengan parameter
oseanografis menggunakan model regresi non linear berganda. Parameter signifikan
yang mengontrol kelimpahan ikan kemudian dioverlay diatas data citra satelit.
Selanjutnya karakteristik habitat ikan tersebut diamati dari distribusi hasil tangkapan
disekitar parameter oseanografi melaui peta dan histogram. Pemetaan citra satelit dan
data penangkapan dilakukan dengan menggunakan software GMT dan ArcGIS 9.2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bulan Agustus formasi daerah penangkapan ikan kembung terbentuk di
sekitar perairan Jeneponto-Bantaeng, dimana kisaran suhunya antara 26.5-27°C
(Gambar 1: kiri atas). Umumnya wilayah perairan di sebelah selatan Sul-Sel, SPLnya lebih rendah dibanding daerah lain disekitarnya.
Hal ini akan berpengaruh
terhadap pola pergerakan ikan dimana daerah dan formasi front dapat berkembang.
Sedangkan daerah yang hangat terjadi di pantai barat Sul-Sel dan Teluk Bone.
Untuk kondisi konsentrasi klorofil-a, Gambar 1 (kanan atas) memperlihatkan
bahwa pada bulan Agustus daerah penangkapan ikan kembung terbentuk dengan baik
di sekitar tingkat densitas klorofil-a yang relatif tinggi, yaitu lebih besar dari 0.4 mg
m-3. Formasi ini juga mengindikasikan bahwa ikan-tersebut cenderung merapat dekat
pantai untuk mendapatkan makanan yang lebih banyak terutama pada daerah klorofil
front. Daerah ini menjadi relatif lebih subur karena kondisinya dapat mengstimulasi
terjadinya produktifitas primer (rantai makanan) dan sesuai dengan kondisi optimum
fisiologis ikan (Polovina et al, 2001) .
Dengan memperhitungkan kedua parameter lingkungan, SPL dan klorofil-a,
maka dapat dipahami bahwa posisi fishing ground untuk ikan kembung berasosiasi
demgan formasi klorofil-a menuju barat daya yang memanjang dari Takalar. Pada
saat yang sama terlihat SPL cenderung hangat, dimana sangat mungkin terjadi bahwa
suhu optimum sebagian besar ikan kembung yang tertangkap berada pada kisaran 2627°C.
Di daerah perairan lepas pantai Jepang juga didapatkan dengan
mengkombinasikan parameter SPL 20°C dan densitas klorofil-a 0.3 mg m-3, fishing
ground terbaik ikan tuna albacore dapat diidentifikasi (Zainuddin et al., 2004).
Gambar 1. Distribusi dan kelimpahan ikan kembung yang dioverlay apada citra SPL
(kanan) dan konsentrasi klorofil-a (kiri) pada bulan Agustus-September
2007 di sekitar Perairan Jeneponto, Sul-Sel. Spot fishing ground disajikan
di peta dengan bulatan warna hitam.
Pada bulan September terlihat jelas bahwa formasi daerah penangkapan ikan
kembung terkonsentrasi dalam isotherm suhu 27-27.5°C (Gambar 1: kiri bawah). hal
ini dapat berarti bahwa suhu optimum ikan kembung yang tertangkap berada pada
kisaran SPL tersebut. Pergerakan ikan-ikan tersebut menuju isotherm 27.5°C, dengan
demikian daerah penangkapan ikan dapat diidentifikasi. Fakta ini bisa dilihat bahwa
pada bulan September, daerah dengan kisaran suhu diatas sangat sempit dan
cenderung merapat ke pantai selatan Sul-Sel. Nelayan diharapkan dapat menuggu
ikan di sekitar pantai ini pada bulan September, kemudian mengarahkan alat
tangkapnya setelah menemukan daerah kombinasinya dengan pengamatan dari citra
klorofil-a.
Citra klorofil-a menunjukkan bahwa daerah yang subur berkembang dengan
sangat baik di perairan pantai selatan Sul-Sel (Gambar 1: kanan bawah). Fishing
ground ikan pelagis kecil seperti ikan kembung, layang, selar dan tembang mengalami
perkembangan (peningkatan kesuburan) pada wilayah dengan isopleth antara 0.4- 0.5
mg m-3 . Pergerakan ikan terlihat cenderung menuju batas klorofil front. Dengan
mengidentifikasi densitas klorofil-a tersebut, daerah penangkapan ikan dapat
dilokalisasi, dan terlihat dengan jelas di peta.
Frekuensi penangkapan dalam hubungannya dengan SPL menunjukkan bahwa
ikan kembung umunya tertangkap pada kisaran SPL 25.5 – 27.5°C (Gambar 2).
Sedangkan klorofil-a menunjukkan kisaran antara 0.35-0.75 mg m-3 . Secara statistik
(analisis non linear berganda) menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut secara
signifikan menjelaskan fluktuasi / variasi hasil tangkapan ikan kembung (F= 15.36;
P< 0.0001). Berdasarkan analisis uji-t, faktor klorofil-a lebih kuat pengaruhnya dalam
menjelaskan daerah optimum penangkapan ikan kembung dibanding SPL. Hal ini
mengindikasikan bahwa distribusi dan kelimpahan ikan kembung lebih dipengaruhi
oleh faktor keberadaan makanan ikan (plankton) yang dapat ditemui pada klorofil
front dari faktor suhu.
Gambar 2. Hubungan antara frekuensi upaya penangkapan ikan kembung dan
parameter oseanografi SPL (kanan) dan konsentrasi klorofil-a
(kiri).
Terbentuknya formasi daerah penangkapan ikan dengan menggabungkan dua
kontur SPL (terutama pada SPL 26.5-27.5°C) dan dua kontur klorofil-a 0.35- 0.75 mg
m-3 (Gambar 3) membuat proses pengambilan keputusan bagi nelayan dapat berjalan
dengan tepat. Kisaran optimum dua citra tersebut dapat dijadikan sebagai kombinasi
dua karaketristik habitat ikan kembung. Peta hasil overlay dua citra tersebut dapat
disatukan dan akan terbentuk peta baru dengan spesifik informasi mengenai daerah
penangkapan ikan yang produktif yang dikenal dengan zona optimum penangkapan
ikan kembung. Pada bulan September daerah preferensi ikan kembung lebih dekat ke
pantai dengan luasan yang lebih sempit dibanding pada bulan Agustus.
Gambar 3.
Zona optimum untuk penangkapan ikan kembung berdasarkan nilai
preferensi parameter klorofil-a dan SPL yang diperoleh dari citra satelit
Aqua/MODIS pada bulan Agustus dan September 2007 dengan
resolusi spasial 1 km.
Pola kelimpahan ikan kembung seperti terlihat pada Gambar 4 menunjukkan
bahwa ikan tersebut berada cukup jauh dari Kab. Jeneponto pada bulan AgustusSeptember yaitu sekitar lebih dari 6 mil dari fishing base di daerah tersebut. Pada
pertengahan Agustus kelimpahan ikan kembung bersesuaian dengan SPL satelit
sekitar 27.17°C dan densitas klorofil-a > 0.35 mg m-3. Keberadaannya terlihat di
dekat perairan pantai Kab. Bantaeng. Ikan ini kemudian bermigrasi menuju jarak 12
mil dari fishing base Jeneponto mendekati daerah Bulukumba dan bersesuaian dengan
SPL satelit sekitar 27.17°C dan densitas klorofil-a sekitar 0.66 mg m-3. Hal ini
menunjukkan bahwa pada bulan September ikan bergerak ke timur yang mungkin
juga bersesuain dengan pola arus di daerah pantai selatan untuk menuju laut Flores
atau masuk ke Teluk Bone pada bulan-bulan berikutnya.
Gambar 4. Distribusi ikan kembung dan jarak dari fishing base di Jeneponto. tanda
panah hitam menunjukkan pola pergerakannya.
KESIMPULAN
Karakteristik daerah penangkapan ikan kembung di Perairan Jeneponto sangat
terkait dengan dinamika klorofil front. Meskipun suhu permukaan laut (SPL) juga
secara bersama mempengaruhi distribusi dan kelimpahan ikan kembung, tetapi secara
statistik faktor klorofil-a lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan SPL.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti berterima kasih sebesar-besarnya kepada Institusi NASA yang telah
mendistribusikan secara free data satelit SPL dan klorofil-a melalui website:
(http://oceancolor.gsfc.nasa.gov). Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ismail SPi dan Sukarno, SPi yang membantu mengumpulkan data lapangan dalam
menunjang penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan. Makassar.
Kirby, D.S., Fiksen, O. and Hart, P.J.B. 2000. A dynamic optimization model for the
behaviour of tunas at ocean fronts. Fish. Oceanogr. 9:4. 328–342.
Laevastu, T., Hayes, M.L., 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News
(Books), Farnham, 199 pp.
Lehodey, P., Bertignac, M., Hampton, J., Lewis, A. and Picaut, J. 1997. El Niño
southern oscillation and tuna in the western Pacific. Nature 389:715-718.
Polovina, J.J., E. Howel, D.R. Kobayashi and M.P. Seki. 2001. The transition zone
chlorophyll front, a dynamic global feature defining migration and forage
habitat for marine resources. Progress in Oceanogr. 49:469-483
Zainuddin, M., Saitoh, K. and Saitoh, S. 2004. Detection of potential fishing ground
for albacore tuna using synoptic measurements of ocean color and thermal
remote sensing in the northwestern North Pacific. Geophys. Research Letter 31,
L20311, doi:10.1029/2004GL021000.
Zainuddin M. 2007. Pemetaan daerah potensial penangkapan ikan kembung lelaki
(rastrelliger kanagurta) di perairan kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. J.
Sains & Teknologi, Vol. 7 No. 2: 57–64.
Download