- Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat

advertisement
I.
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan Mangrove merupakan ekosistem unik yang terletak pada zona
pasang surut di daerah tropis maupun sub tropis.
Hutan Mangrove memiliki peranan penting ditinjau dari sisi ekologis
maupun sosial ekonomi, serta merupakan tempat yang cocok untuk
daerah asuhan (nursery ground) berpijahnya ikan, udang, kerang,
kepiting, tempat bagi fauna daratan seperti burung, mamalia.
Secara fisik hutan mangrove menjadi zona penyangga dari instrusi air
laut, melindungi pantai dari abrasi laut serta penyokong terbentuknya
daratan baru. Secara ekonomis hutan mangrove menjadi kayu bakar,
daerah tangkapan ikan (fishing ground).
Luas hutan mangrove Jawa Barat adalah 40.129,89 ha (tersebar di
Pantai Utara dan Pantai Selatan) yang terdiri dari di dalam kawasan
hutan seluas 32.313,50 ha dan di luar kawasan hutan seluas 7.816,30
ha. Kondisi hutan mangrove di Jawa Barat seluruhnya dalam kondisi
rusak. Hutan mangrove yang rusak sedang seluas 24.854,38 ha
(62%) dan rusak berat seluas 15.275,51 ha (38%).
Melihat kondisi tersebut, upaya yang dilakukan pada tahun 2007 dari
sumber APBD Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kehutanan Provinsi
Jawa Barat telah melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove
seluas 750 ha (di luar kawasan hutan) yang tersebar di Kabupaten
Indramayu, Ciamis, dan Subang yang dilaksanakan dengan pola green
belt dan pola empang parit.
Agar pelaksanaan kegiatan dimaksud sesuai dengan yang diharapkan
dan mencapai sasaran perlu dilakukan evaluasi dan monitoring
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan diadakan evaluasi dan monitoring pelaksanaan
program / kegiatan tahun 2007 adalah untuk mengetahui sampai
1
sejauhmana tingkat keberhasilan
dimaksud berhasilguna.
pelaksanaan
program/kegiatan
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan ini adalah sebagai berikut :
Evaluasi dan monitoring rehabilitasi hutan mangrove pola empang
parit dan pola green belt di Kabupaten Subang.
4. Dasar


Surat Perintah Tugas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat
tanggal 2 Mei 2008 Nomor. 090/414/SPT/BP
DPA Kegiatan Koordinasi, Pembinaan dan Pengendalian
Pembangunan Kehutanan Jawa Barat Tahun Anggaran 2008
5. Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan 05 s/d 07 Mei 2008 di Kabupaten Subang
6. Pelaksana







Ir. Husein Ahmad, MM
Ir. Triyono Istiyadi
Ir. Jasmiaty, MP
Drs. Erri R
Hadimartono
Teti Rahmi
Somad
2
II.
HASIL PELAKSANAAN
Evaluasi dan montoring pelaksanaan program/kegiatan tahun 2007 kegiatan
rehabilitasi Hutan Mangrove di Kabupaten Subang adalah sebagai berikut :
1. Lokasi dan Luas
Jalur hijau (green belt) yang ada di Kabupaten Subang letaknya memanjang
disepanjang garis pantai sepanjang ± 7 Km yang berada di Desa Patimban
kecamatan Pusakanagara seluas 150 ha. Adapun rincian Penanaman hutan
mangrove pola green belt tahun 2007 dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 1. Lokasi dan Luas Penanaman Hutan Mangrove Pola Jalur Hijau di Kabupaten
Subang Tahun 2007
No.
Kecamatan
Desa
Blok
Luas
(Ha)
Pusakanagara
Patimban
Curug Tanjungjaya
50
Curug Tanjungjaya I
25
Curug Tanjungjaya II
25
Curug Tanjungjaya III
25
Curug Tanjungjaya IV
25
Jumlah :
150
Penanaman hutan mangrove pola green belt dilaksanakan secara swakelola
oleh Kelompok Tani yang berada disekitar lokasi.
Pola empang parit (silvofishery) dilaksanakan di 2 (dua) Kecamatan seluas
150 ha. Adapun rincian lokasi Penanaman hutan mangrove pola empang parit
dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 2. Lokasi dan Luas Penanaman Hutan Mangrove Pola Empang Parit di
Kabupaten Subang Tahun 2007
No.
Kecamatan
Desa
Blok
Luas
(Ha)
1
Blanakan
Langensari
Betah
50
2
Legonkulon
Tegal Urung
Pajodangan I
50
Pajodangan II
50
Jumlah :
150
3
2. Penyediaan Bibit
Jumlah bibit yang di tanam pada pola Jalur Hijau adalah sebanyak 5000
batang/ha dengan jarak tanam 2 x 1 meter jenis Rhizopora mucronata
Tabel 3. Jumlah Bibit Pada Penanaman Hutan Mangrove Sabuk Hijau di Kabupaten
Subang Tahun 2007
No.
Kecamatan
Pusakanagara
Desa
Patimban
Blok
Curug
Curug
Curug
Curug
III
Curug
Tanjungjaya
Tanjungjaya I
Tanjungjaya II
Tanjungjaya
Tanjungjaya IV
Jumlah :
Lua
s
(Ha
)
50
25
25
25
Juml
ah
Bibit
250.000
125.000
125.000
125.000
25
150
125.000
750.000
Kelompok
Tani
Alas
Alas
Alas
Alas
III
Alas
Daon
Daon I
Daon II
Daon
Daon IV
Jumlah bibit yang di tanam 1650 batang/ha dengan jarak tanam 3 x 2 meter
atau 6 x 1 meter dengan komposisi peruntukkan lahan 50 % untuk vegetasi
mangrove dan 50 % untuk budidaya ikan. Jenis bibit yang di tanam jenis
Rhizopora mucronata (Kecamatan Legonkulon) dan Bruguiera ghimnoriza
(Kecamatan Blanakan)
Tabel 4. Jumlah Bibit Pada Penanaman Hutan Mangrove Pola Empang Parit di
Kabupaten Subang Tahun 2007
No.
1
2
Kecamatan
Blanakan
Legonkulon
Jumlah :
Desa
Langensari
Tegal Urung
Blok
Betah
Pajodangan I
Pajodangan II
Luas
(Ha)
50
50
50
150
Jumlah
Bibit
41.250
41.250
41.250
123.750
Nama
Kelompok
Tani
Rahayu
Lumbung
Pajodongan
3. Kelembagaan
Penanaman hutan mangrove pola jalur hijau dan empang parit dilaksanakan
secara swakelola oleh Kelompok Tani yang berada disekitar lokasi.
Setiap kelompok tani mengelola bertanggung jawab untuk menanam dan
memelihara tanaman mangrove seluas 25 ha untuk pla jalur hijau dan 50 ha
untuk pola empang parit. Untuk pola green belt di Kabupaten Subang
4
terdapat 5 kelompok tani (150 ha), untuk pola empang parit juga 3 kelompok
tani (150 ha).
Kegiatan penanaman tanaman mangrove di wilayah ini bukan yang pertama
kalinya. Kegiatan serupa pernah dilakukan pada tahun 2002 oleh Pemprov,
thaun 2003 oleh Dephut dan tahun 2004 pada kegiatan Gerhan. Hal ini dapat
di buktikan dengna adanya tanaman mangrove yang sudah cukup tinggi
pertumbuhannya, walaupun persentasenya sangat kecil.
Kesadaran masyarakat makin meningkat dengan adanya contoh yang sudah
berhasil pada lahan milik Bapak Asep Supriatna. Dengan semakin banyaknya
tanaman mangove ternyata banyak keuntungan yang diperoleh yaitu ikan
makin banyak dikarenakan adanya tempat berkembangbiak yang baik dan
kualitas air yang lebih bersih. Apabila terjadi banjir maka ikan tidak terbawa
ke laut karena adanya penahan dari pohon mangrove.
4. Prosentase Tumbuh dan Kondisi Fisik Tanaman
Persen tumbuh tanaman mangrove pada saat dilakukan peninjauan, untuk
pola green belt sekitar 45% sedangkan untuk pola empang parit mencapai
60%. Hal ini sangat dipengaruhi oleh waktu tanam yang kurang tepat.
Idealnya penanaman dimulai pada bulan Juni yaitu pada saat belum
datangnya musim hujan dan gelombang air laut belum tinggi. Kenyataan
pada pelaksanaannya penanaman dilakukan pada bulan Agustus dan
Desember yaitu pada saat tingginya gelombang ditambah betiupnya angin
yang sangat kencang.
Gelombang tinggi sangat mudah menghanyutkan tanaman yang baru
ditanam karena belum ada perakaran yang kuat untuk menahan tanaman.
Selain itu sangat menyulitkan pada saat penanaman terutama pada green
belt dimana gelombangnya lebih kencang.
Sebenarnya tanaman mangrove masih dapat survive apabila masih ada daun
yang muncul dipermukaan, tetapi apabila seluruh daun terendam maka
tanaman akan mati karena tidak ada penafasan dan fotosintesa. Pada lokasi
empang parit dijumpai tanaman yang mati bukan karena hanyut tetapi
karena terendam.
5
5. Kegiatan Kelompok Tani
Masing-masing anggota kelompok tani mempunyai lahan tambak rata-rata 2
ha per orang.Sumber pendapatan kelompok tani adalah dari memelihara ikan
bandeng dan menangkap udang. Ikan bandeng dipanen setiap 6 (enam)
bulan sekali sedangkan udang bisa setiap hari. Produksi ikan bandeng bisa
mencapai 6000 ekor (2 kw), sedangkan masa kejayaan pertambakan udang
sudah lewat. Sebagian besar udang diperoleh hanya dengan memasang
terumbu untuk menangkap udang yang datang dari laut. Budidaya udang
semakin menurun akibat modal yang besar tetapi resiko tinggi akibat
penyakit yang mengakibatkan tingginya tingkat kegagalan panen. Selain itu
hal ini disebabkan kualitas air pada tambak udang semakin kurang baik untuk
pembudidayaan udang akibat limbah dari air laut yang sudah tercemar.
Kelompok tani sudah dapat membuat persemaian tanaman mangrove. Bibit
yang diperoleh berasal dari tanaman induk yang sudah berbuah sehingga
bijinya bisa dipergunakan untuk persemaian. Bibit ini sudah terbukti tumbuh
dengan baik pada lahan mangrove yang ditanam bulan Juli.
Hasil tambahan yang diperoleh selain dari memelihara ikan adalah dari tiket
masuk pemancingan. Pada hari libur banyak penduduk sekitar yang datang
untuk memancing ikan terutama pada tambak yang sudah rimbun dengan
tanaman mangrove. Kegiatan ini semakin menyadarkarkan masyarakat akan
pentingnya hutan mangrove. Bahkan ada petani di Kecamatan Legonkulon
ds. Tegal Urung yang mohon bantuan agar lahannya ditanami tanaman
mangrove untuk kegiatan yang akan datang di tahun 2009 seluas 100 ha.
Bantuan nener kepada kelompok tani untuk pemberdayaan masyarakat
diberikan tidak sesui dengan musim, sehingga nener yang baru disebar
terbawa
ke
laut
akibat
gelombang
yang
tinggi.
6
III.
PEMBAHASAN

Upaya rehablitasi lahan mangrove di Kabupaten Subang sudah sesuai dan
tepat sasaran. Kondisi lahan mangrove termasuk kritis dan rentan terhadap
penggerusan air air laut. Lahan yang kritis juga mengakibatkan
pemberdayaan masyarakat sulit untuk dilakukan. Misalnya usaha tambak
yang rugi karena pada saat pasang bibit ikan terbawa ke laut. Belum lagi
akibat pencemaran air laut tidak dapat di’filter’ oleh tambak yang
mengakibatkan produksi ikan menurun.

Pada pelaksanaannya kualitas bibit yang digunakan sudah cukup baik
karena berasal dari penangkar bibit dari Kabupaten Subang sehingga sudah
sesuai habitatnya. Spesifikasi untuk bibit adalah yang mempunyai 4 – 6
pasang daun.

Dari segi kelembagaan, kelompok tani sudah siap dengan anggota per
kelompok tani sekitar 15 orang dan sudah memiliki kesadaran akan
pentingnya tanaman mangrove. Terlebih dengan diberi bantuan stimulan
bibit nener kepada kelompok tani.

Waktu tanam mengalami keterlambatan yaitu untuk pola empang parit
pada bulan Agustus sedangkan pola green belt pada bulan Desember. Tidak
tepatnya jadwal penanman mengakibatkan banyak tanaman yang terbawa
gelombang air laut sehingga banyak yang mati. Untuk pola empang parit
prentase tumbuh sekitar 60% sedangkan pola green belt sekitar 45%.

Lamanya proses pengadaan bibit merupakan penyebab terlambatnya
kegiatan penanaman. Pada kasus ini kelompok tani di Legonkulon yang
dipimpin bapak Asep Supriatna berinisiatif untuk menanam pada bulan Juni
ternyata keberhasilannya mencapai 90%. Bibit tersebut berasal dari
pembibitan oleh kelompok petani sendiri.
7
IV.
A.
Kesimpulan


B.
KESIMPULAN DAN SARAN
Keberhasilan penanaman berkisar 45% sampai 60%,
termasuk
kegiatan yang perlu dilaksanakan pemeliharaan/penyulaman.
Kesadaran masyarakat untuk merehabilitasi Hutan Mangrove semakin
meningkat dikarenakan banyaknya manfaat dari segi peningkatan
budidaya ikan dan rekreasi.
Saran




Perlu dilakukan pemeliharaan I dan II untuk meningkatkan prosentase
tumbuh tanaman.
Kedepan perlu adanya ketepatan waktu dalam melaksanakan kegiatan
terutama kegiatan penanaman yang factor keberhasilannya sangat
tergantung pada kesesuaian musim.
Perlu adanya pemberdayaan masyarakat tambak dengan membeli bibit
tanaman mangrove yang berasal dari pembibitan/penangkaran oleh
kelompok tani pertambakan.
Perlu adanya koordinasi dengan Dinas Perikanan untuk bersama-sama
meningkatkan pemberdayaan masyarakat tambak disekitar hutan
mangrove di Kabupaten Subang.
8
Download