STUDI ESTIMASI STOK KARBON MANGROVE DALAM MENGANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Oleh : Gustiana Fitri Isu pemanasan global (global warming) menjadi bahasan penting dan menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini berkaitan dengan dampak perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di bumi. Pemanasan global terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di lapisan atmosfer bumi. Atmosfer lebih banyak menerima dibandingkan melepaskan karbon. Hal ini merupakan dampak dari pembakaran bahan bakar fosil, kendaraan bermotor dan mesin industri, sehingga karbon terakumulasi secara terus menerus. Upaya penurunan emisi sektor kehutanan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Hal tersebut dapat dilakukan karena pada prinsipnya adalah pengurangan emisi dengan menjaga dan mempertahankan stok karbon yang ada serta meningkatkan serapan melalui berbagai program pembangunan hutan tanaman. Masyarakat di sekitar hutan mangrove dihadapkan pada dilema ekonomi atau bertahan pada sisi pelestarian lingkungan. Oleh sebab itu pemerintah juga perlu mengembangkan pola pengelolaan lingkungan pesisir hutan mangrove, dalam hal ini di fokuskan pada wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, yang mampu menjaga keseimbangan antara aspek ekonomis, ekologis, dan aspek sosial kemasyarakatan. Tujuan kajian ini adalah mengidentifikasi potensi cadangan karbon hutan mangrove di daerah Kabupaten Indragiri Hilir untuk selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi perumusan potensi dan kebijakan yang terkait dengan pembangunan yang ramah lingkungan di wilayah kajian. Selanjutnya, beberapa sasaran kajian ditetapkan sebagai berikut: 1. Menghitung potensi biomassa dan potensi cadangan karbon vegetasi mangrove di wilayah kajian (Kabupaten Indragiri Hilir); 2. Mengkaji kondisi sosial masyarakat dikaitkan dengan pemanfaatan hutan mangrove. Stok Karbon pada Hutan Mangrove sebagai berikut : Potensi karbon vegetasi hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2013 adalah 18,94 juta ton, meliputi area seluas 118,7 ribu hektar (rata-rata potensi karbon vegetasi adalah 159.46 ton/hektar). Jika luasan hutan mangrove yang diidentifikasikan berdasarkan citra satelit bulan Juli 2013 memperlihatkan luasan sebesar 118.747,79 ha, maka potensi cadangan karbon dari vegetasi mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir adalah 18.936.700,52 ton Hasil perhitungan potensi cadangan karbon dapat dikonversi menjadi potensi penyerapan karbondioksida (CO2). Potensi serapan karbondioksida dari vegetasi hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir adalah 584.72 ton/ha. Dengan perkiraan areal hutan mangrove di Kabupaten Indragiri adalah seluas 118.747,79 hektar dan potensi serapan karbondioksida adalah 584,72 ton/ha Jika diasumsikan bahwa valuasi nilai karbondioksida adalah USD 5/ton, maka potensi valuasi jasa lingkungan dari pengelolaan hutan mangrove di Indragiri Hilir adalah USD 347,172,842.88 per tahun. Kondisi sosial ekonomi di wilayah kajian (Kabupaten Indragiri Hilir), gambaran sosial ekonomi mayarakat memperlihatkan kondisi sebagai berikut: Kelompok umur dominan yang menjadi responden dalam kajian ini adalah masyarakat dengan kelompok umur 20-40 tahun yaitu sebanyak 62,5%. Latar belakang pendidikan masyarakat sekitar di lokasi mangrove realatif rendah yaitu tamatan Sekolah Dasar (SD) 40% dan tidak sekolah 40%. Sedangkan pendidikan paling tinggi adalah tamatan SMA kurang dari 1%. Dari aspek pendapatan, rata-rata jumlah pendapatan masyarakat diatas Rp 1000.000/bulan adalah 42,5% dengan tanggungan rata-rata 3-4 orang 32,5%. Rata-rata penduduk yang menempati lokasi kajian sudah cukup lama yaitu lebih dari 30 tahun 40% dan sudah bisa dikatakan menjadi penduduk asli dari daerah tersebut. Sedangkan penduduk yang kurang dari 15 tahun hanya 15%. Sedangkan pembinaan masyarakat lebih banyak berasal dari progam pemerintah 40%, sedangkan pembinaan berasal dari insiatif masyarakat itu sendiri masih sangat kecil. Dari segi motivasi masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan mangrove sangat kecil dari dalam masyarakat itu sendiri dan kebanyakan tidak terinisiatif terhadap program pengelolaan mangrove 81%. Mayoritas masyarakat menyatakan hampir tidak pernah dilibatkan dalam pelaksanakan kegiatan pengelolaan mangrove sebelumnya dan kalaupun ada dirasakan kurang bermanfaat bagi masyarakat secara nyata. Dapat disimpulkan pemberdayaan masyarakat tempatan yang berdomisili di sekitar hutan mangrove yang mempunyai latar belakang pendidikan yang relatif rendah dengan pendapatan yang kurang memadai menjadi isu penting untuk dilaksanakan oleh pemerintah secara sistematis dan berkesinambungan dalam rangka pelestarian tanaman mangrove. Dampak ekonomi dari program ini hendaknya dapat terukur dan dapat dinikmati masyarakat tempatan agar upaya pelestarian tanaman mangrove berbasis masyarakat sekitarnya dapat berkelanjutan. Sedangkan sumber bibit mangrove di sekitar lokasi kajian relatif mudah didapatkan oleh masyarakat dengan mencari di sekitar perkampungan penduduk dan hutan mangrove yang ada 60%. Sehingga kendala bibit dan pemeliharaannya dapat diserahkan pada pengelolaan masyarakat tempatan setelah melalui pembinaan dan penyediaan insentif yang memadai. Sedangkan isu tingginya alih fungsi lahan dan hutan mangrove untuk kegiatan perkebunan, pertanian, industri perkayuan, permukiman, dan perladangan yang banyak terjadi di bagian hulu, tengah, dan hilir DAS Indragiri tidak mengindahkan konsep konservasi perlu dicermati dengan tindakan penegakan hukum yang disiplin. Adapun isu lahan yang ditinggalkan dari pengelolaan sebelumnya yang telah berubah menjadi semak belukar dan alang-alang dan telah pula menjadi lahan kritis yang luas perlu dipulihkan dan difungsikan secara lestari dengan program deforestasi dan sosialisasi terpadu antara pemerintah, mayarakat dan perusahaan. Kebutuhan kayu bakau ini diperkiraan mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan banyaknya masyarakat yang membangun rumah, Ruko dan bangunan lainnya. Akumulasi jumlah kebutuhan kayu bakau di Kota Tembilahan dan sekitarnya mencapai 19.470 batang/minggu. Jumlah cerocok yang diperjual belikan mencapai 1.012.440 batang/tahun. Untuk konstruksi bangunan di Indragiri Hilir, berpotensi merusak 3.400 ha lahan tanaman bakau per tahun, atau 280 ha lahan/bulan. Dengan kerusakan 3.400 ha vegetasi hutan mangrove per tahun, maka diperkirakan pelepasan potensi karbon ke alam dapat mencapai 544.000 ton/tahun di Kabupaten Indragiri Hilir. Jika hal ini tidak segera ditindak lanjuti untuk dikurangi, maka perlu kebijakan dan solusi yang tepat, baik dari pengambil kebijakan (pemerintah), maupun masyarakat, dan pihak swasta secara sinergi dan beriorintasi pada kesejahtraan rakyat dan berwawasan lingkungan. (V3) Sumber : Balitbang Provinsi Riau, Penelitian: Studi Estimasi Stok Karbon Mangrove Dalam Mengantisipasi Perubahan Iklim Di Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2013, Pekanbaru.