AR_0163 - balitbang riau

advertisement
STUDI ESTIMASI STOK KARBON MANGROVE DALAM
MENGANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM
DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
Oleh : Gustiana Fitri
Isu pemanasan global (global warming) menjadi bahasan penting dan menjadi perhatian
banyak pihak. Hal ini berkaitan dengan dampak perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan
di bumi. Pemanasan global terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di lapisan
atmosfer bumi. Atmosfer lebih banyak menerima dibandingkan melepaskan karbon. Hal ini
merupakan dampak dari pembakaran bahan bakar fosil, kendaraan bermotor dan mesin industri,
sehingga karbon terakumulasi secara terus menerus.
Upaya penurunan emisi sektor kehutanan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Hal
tersebut dapat dilakukan karena pada prinsipnya adalah pengurangan emisi dengan menjaga dan
mempertahankan stok karbon yang ada serta meningkatkan serapan melalui berbagai program
pembangunan hutan tanaman.
Masyarakat di sekitar hutan mangrove dihadapkan pada dilema ekonomi atau bertahan
pada sisi pelestarian lingkungan. Oleh sebab itu pemerintah juga perlu mengembangkan pola
pengelolaan lingkungan pesisir hutan mangrove, dalam hal ini di fokuskan pada wilayah
Kabupaten Indragiri Hilir, yang mampu menjaga keseimbangan antara aspek ekonomis,
ekologis, dan aspek sosial kemasyarakatan.
Tujuan kajian ini adalah mengidentifikasi potensi cadangan karbon hutan mangrove di
daerah Kabupaten Indragiri Hilir untuk selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi perumusan potensi
dan kebijakan yang terkait dengan pembangunan yang ramah lingkungan di wilayah kajian.
Selanjutnya, beberapa sasaran kajian ditetapkan sebagai berikut:
1. Menghitung potensi biomassa dan potensi cadangan karbon vegetasi mangrove di wilayah
kajian (Kabupaten Indragiri Hilir);
2. Mengkaji kondisi sosial masyarakat dikaitkan dengan pemanfaatan hutan mangrove.
Stok Karbon pada Hutan Mangrove sebagai berikut :
 Potensi karbon vegetasi hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2013
adalah 18,94 juta ton, meliputi area seluas 118,7 ribu hektar (rata-rata potensi karbon
vegetasi adalah 159.46 ton/hektar).
 Jika luasan hutan mangrove yang diidentifikasikan berdasarkan citra satelit bulan Juli 2013
memperlihatkan luasan sebesar 118.747,79 ha, maka potensi cadangan karbon dari vegetasi
mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir adalah 18.936.700,52 ton
 Hasil perhitungan potensi cadangan karbon dapat dikonversi menjadi potensi penyerapan
karbondioksida (CO2). Potensi serapan karbondioksida dari vegetasi hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir adalah 584.72 ton/ha. Dengan perkiraan areal hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri adalah seluas 118.747,79 hektar dan potensi serapan karbondioksida
adalah 584,72 ton/ha
 Jika diasumsikan bahwa valuasi nilai karbondioksida adalah USD 5/ton, maka potensi
valuasi jasa lingkungan dari pengelolaan hutan mangrove di Indragiri Hilir adalah USD
347,172,842.88 per tahun.
Kondisi sosial ekonomi di wilayah kajian (Kabupaten Indragiri Hilir), gambaran sosial ekonomi
mayarakat memperlihatkan kondisi sebagai berikut:
 Kelompok umur dominan yang menjadi responden dalam kajian ini adalah masyarakat
dengan kelompok umur 20-40 tahun yaitu sebanyak 62,5%.
 Latar belakang pendidikan masyarakat sekitar di lokasi mangrove realatif rendah yaitu
tamatan Sekolah Dasar (SD) 40% dan tidak sekolah 40%. Sedangkan pendidikan paling
tinggi adalah tamatan SMA kurang dari 1%.
 Dari aspek pendapatan, rata-rata jumlah pendapatan masyarakat diatas Rp 1000.000/bulan
adalah 42,5% dengan tanggungan rata-rata 3-4 orang 32,5%.
 Rata-rata penduduk yang menempati lokasi kajian sudah cukup lama yaitu lebih dari 30
tahun 40% dan sudah bisa dikatakan menjadi penduduk asli dari daerah tersebut. Sedangkan
penduduk yang kurang dari 15 tahun hanya 15%.
 Sedangkan pembinaan masyarakat lebih banyak berasal dari progam pemerintah 40%,
sedangkan pembinaan berasal dari insiatif masyarakat itu sendiri masih sangat kecil. Dari
segi motivasi masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan mangrove sangat kecil dari
dalam masyarakat itu sendiri dan kebanyakan tidak terinisiatif terhadap program
pengelolaan mangrove 81%.
 Mayoritas masyarakat menyatakan hampir tidak pernah dilibatkan dalam pelaksanakan
kegiatan pengelolaan mangrove sebelumnya dan kalaupun ada dirasakan kurang bermanfaat
bagi masyarakat secara nyata.
 Dapat disimpulkan pemberdayaan masyarakat tempatan yang berdomisili di sekitar hutan
mangrove yang mempunyai latar belakang pendidikan yang relatif rendah dengan
pendapatan yang kurang memadai menjadi isu penting untuk dilaksanakan oleh pemerintah
secara sistematis dan berkesinambungan dalam rangka pelestarian tanaman mangrove.
Dampak ekonomi dari program ini hendaknya dapat terukur dan dapat dinikmati masyarakat
tempatan agar upaya pelestarian tanaman mangrove berbasis masyarakat sekitarnya dapat
berkelanjutan.
 Sedangkan sumber bibit mangrove di sekitar lokasi kajian relatif mudah didapatkan oleh
masyarakat dengan mencari di sekitar perkampungan penduduk dan hutan mangrove yang
ada 60%. Sehingga kendala bibit dan pemeliharaannya dapat diserahkan pada pengelolaan
masyarakat tempatan setelah melalui pembinaan dan penyediaan insentif yang memadai.
 Sedangkan isu tingginya alih fungsi lahan dan hutan mangrove untuk kegiatan perkebunan,
pertanian, industri perkayuan, permukiman, dan perladangan yang banyak terjadi di bagian
hulu, tengah, dan hilir DAS Indragiri tidak mengindahkan konsep konservasi perlu dicermati
dengan tindakan penegakan hukum yang disiplin.
 Adapun isu lahan yang ditinggalkan dari pengelolaan sebelumnya yang telah berubah
menjadi semak belukar dan alang-alang dan telah pula menjadi lahan kritis yang luas perlu
dipulihkan dan difungsikan secara lestari dengan program deforestasi dan sosialisasi terpadu
antara pemerintah, mayarakat dan perusahaan.
 Kebutuhan kayu bakau ini diperkiraan mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring
dengan banyaknya masyarakat yang membangun rumah, Ruko dan bangunan lainnya.
 Akumulasi jumlah kebutuhan kayu bakau di Kota Tembilahan dan sekitarnya mencapai
19.470 batang/minggu. Jumlah cerocok yang diperjual belikan mencapai 1.012.440
batang/tahun.
 Untuk konstruksi bangunan di Indragiri Hilir, berpotensi merusak 3.400 ha lahan tanaman
bakau per tahun, atau 280 ha lahan/bulan.
 Dengan kerusakan 3.400 ha vegetasi hutan mangrove per tahun, maka diperkirakan
pelepasan potensi karbon ke alam dapat mencapai 544.000 ton/tahun di Kabupaten Indragiri
Hilir.
 Jika hal ini tidak segera ditindak lanjuti untuk dikurangi, maka perlu kebijakan dan solusi
yang tepat, baik dari pengambil kebijakan (pemerintah), maupun masyarakat, dan pihak
swasta secara sinergi dan beriorintasi pada kesejahtraan rakyat dan berwawasan lingkungan.
(V3)
Sumber :
Balitbang Provinsi Riau, Penelitian: Studi Estimasi Stok Karbon Mangrove Dalam
Mengantisipasi Perubahan Iklim Di Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2013, Pekanbaru.
Download