Laporan Studi Pustaka ( KPM 403 ) PERANAN MASYARAKAT LOKAL, PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT LOKAL ERLINA NUR FITRIYANI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul “PERANAN MASYARAKAT LOKAL, PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT LOKAL” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, Januari 2016 Erlina Nur Fitriyani NIM. I34120021 iii ABSTRAK ERLINA NUR FITRIYANI. Peranan Masyarakat Lokal, Pemerintah dan Swasta dalam Pengembangan Ekowisata dan Pengaruhnya terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Di bawah bimbingan SATYAWAN SUNITO Ekowisata merupakan bagian dari kegiatan wisata yang bertujuan untuk mengagumi keindahan alam dan budaya dengan tidak memberikan dampak negatif pada lingkungan (konservasi) dan memberikan keuntungan terhadap komunitas lokal secara ekonomi mealui kegiatan pemberdayaan masyarakat lokal.Pengembangan ekowisata yang dilakukan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat lokal setempat baik dari segi Sosial maupun Ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan ekowisata, pengaruh dan dampak yang diberika dapat berupa pengaruh positif atau negative.Belum lagi budaya yang hilang karena perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat, seringkali masyarakat lokal tersingkir seiring dengan pengembangan kawasan ekowisata. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh adanya pengembangan ekowisata terhadap eksistensi masyarakat lokal dalam hal kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal disekitar kawasan ekowisata. Kata Kunci: pengembangan ekowisata, kondisi ekologi, kondisi sosial, kondisi ekonomi, masyarakat, masyarakat lokal, akses sumberdaya alam ABSTRACT ERLINA NUR FITRIYANI. The Role Of Local Communities, Goverments, and The Private Sector in The Development of Ecotourism and Its Influence on The Economy of Local Communities. Supervised by SATYAWAN SUNITO Ecotourism is a part of tourist activities that aim to admire the natural beauty and culture with no negative impact on the environment (conservation) and provide benefits to the local community economically mealui local community development activities. Tourism development conducted an effect on the lives of local communities in terms of both social and economic communities living around the area of ecotourism, influence and impact are given can be either positive or negative influence. Not to mention the culture is lost because of the social changes that occur in the community, the local community often eliminated along with the development of ecotourism. The purpose of this paper is to analyze how the influence of the tourism development of the existence of the local community in terms of social and economic conditions of the people living around the area of ecotourism. Keywords: tourism development, ecological conditions, social conditions, economic conditions, the public, local communities, access to natural resources iv LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Erlina Nur Fitriyani Nomor Pokok : I34120021 Judul : Peranan Masyarakat Lokal, Pemerintah dan Swasta dalam Pengembangan Ekowisata dan Pengaruhnya terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Dr. Satyawan Sunito Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen Pengesahan : _______________ v PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul “Peranan Masyarakat Lokal, Pemerintah dan Swasta dalam Pengembangan Ekowisata dan Pengaruhnya terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal.” ini dengan baik.Penulisan Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK. Studi Pustaka (KPM 403) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Satyawan Sunito selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada, Ibu Tarinah dan Bapak Paedi selaku orangtua yang selalu memberikan saran, masukan, dukungan dan doa yang sangat bermanfaat untuk penulis dalam menyelesaikan Studi Pustaka ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman suka duka dan seperjuangan yaitu Khoirul Abdillahyang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam proses penyelesaian Laporan Studi Pustaka ini. Serta teman lainnya yang dibimbing oleh dosen yang sama yaitu Rezky. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada mahasiswa Departemen SKPM seluruh angkatan, khususnya SKPM 49, yang selalu menemani dalam proses perkuliahan selama beberapa tahun ini dan memberikan pelajaran bermakna kepada penulis. Semoga laporan studi pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2016 Erlina Nur Fitriyani I34120021 DAFTAR ISI vi PRAKATA ....................................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL.......................................................................................................... viii PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1 Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 2 Metode Penulisan .......................................................................................................... 2 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ................................................................... 3 Pengaruh Kualitas Layanan, Fasilitas Wisata, Promosi terhadap Citra Destinasi dan Niat Berperilaku pada Obyek Wisata Karimunjawa Kabupaten Jepara ....................... 3 Studi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan di Kawasan Wisata Jawa Timur Melalui Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal ....................................... 4 Potensi Kolaboratif dalam Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cendrawasih di Papua ....................................................................................................................................... 6 Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang ............................................ 8 Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata Penglipuran ............................... 9 Identifikasi Sosial Potensi Ekowisata Berbasis Peran Mayarakat Lokal .................... 11 Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Mayarakat .................................................................................................................... 12 IDENTIFIKASI KAPASITAS KOMUNITAS LOKAL DALAM PEMANFAATAN POTENSI EKOWISATA BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWAH CIBUNI ....................................................................................................................... 13 STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN PROVINSI PAPUA ...................................................................................... 15 DAMPAK AKTIVITAS EKOWISATA DI PULAU KARIMUNJAWA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT ....................................................... 16 PELUANG USAHA EKOWISATA DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU SEMPU, JAWA TIMUR (Ecotourism Business Opportunities in the Region Sempu Island Sanctuary, East Java) ........................................................................................ 17 EKOWISATA MENINGKATKAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT (Sebuah Studi di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan) .............................................. 18 DAMPAK EKONOMI, SOSIAL- BUDAYA, DAN LINGKUNGAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI JATILUWIH-TABANAN....................... 19 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 21 EKOWISATA ............................................................................................................. 21 vii KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ................................................... 23 Gambar 1 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir berbasis masyarakat dengan melibatkan pemerintah ................................................................................................................... 25 PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN TAMAN NASIONAL ................................................................................................. 26 Dampak Wisata Alam Terhadap Kawasan ................................................................. 27 PERANAN PARIWISATA TERHADAP MASYARAKAT MISKIN ..................... 28 INDUSTRI PARIWISATA DENGAN EKONOMI LOKAL :Konsep Teori dan Temuan Empirik.......................................................................................................... 29 Gambar 2 Pola Keterkaitan Antara Paariwisata dan Ekonomi Lokal ......................... 30 MODAL SOSIAL ....................................................................................................... 30 SIMPULAN .................................................................................................................... 31 Hasil Rangkuman dan Pembahasan ............................................................................ 31 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Analisis Baru .................................................... 36 UsulanKerangka Analisis Baru ................................................................................... 36 Kerangka Pemikiran .................................................................................................... 37 Gambar 3 Kerangka Berfikir ....................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 38 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................ 39 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir berbasis masyarakat dengan melibatkan pemerintah ...................................................................................................................... 25 Gambar 2 Pola Keterkaitan Antara Pariwisata dan Ekonomi Lokal .............................. 30 Gambar 3 Kerangka Berfikir .......................................................................................... 37 DAFTAR TABEL Tabel 1 Analisis SWOT Ekowisata Pulau Sempu, Satria(2009) .................................... 24 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pariwisata mempunyai peranan penting dalam upaya pembangunan dan pengembangan suatu daerah.Bahkan potensi pariwisata di suatu daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah tersebut.Sejak diberlakukannya Undang-Undang No 21, Tahun 1999 (yang direvisi dengan Undang-Undang No 32, Tahun 2004) tentang Otonomi Daerah (OTDA), beberapa keputusan menarik yang diambil dan diterapkan di berbagai daerah yang memiliki potensi wisata mulai bermunculan.Undang-undang OTDA tersebut dimaksudkan untuk memberi keleluasan desentralistik kepada daerah untuk mengelola daerahnya sendiri serta memberi kebebasan daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) lewat potensi daerahnya (Roostika, 2012).Namun ditengah upaya pembangunan di setiap daerah melalui potensi-potensi wilayahnya masing-masing, kegiatan tersebut seringkali mengabaikan peran atau eksistensi masyarakat asli atau lokal yang tinggal disekitar kawasan wisata, keberadaan mereka tidak jarang terabaikan atau malah tidak di anggap.Akibatnya masyarakat lokal kehilangan akses dan tidak dapat memanfaatkan Sumberdaya yang selama ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi atau bahkan kebutuhan hidupnya. Hal tersebut mengakibatkan hilangnya eksistensi masyarakat lokal dalam proses pembangunan daerah tersebut atau lebih spesifiknya pembangunan melalui pengelolaan wisata tersebut. Dalam pengembangannya, ekowisata ini juga harus didukung dengan partisipasi dari komunitas lokal di sekitar objek wisata tersebut, Pelibatan komunitas lokal secara aktif dapat menjadi kunci dalam pengembangan ekowisata. Sehingga komunitas lokal di sana bukan hanya menjadi objek wisata, tetapi juga ikut berperan aktif dalam membantu pengembangan ekowisata maupun pengelolaan dari kawasan ekowisata tersebut (Imran, 2012). Akibat aktifitas wisata masyarakat lokal tidak hanya kehilangan hak akses dan pemanfaatan sumberdaya miliknya namun juga kehilangan matapencaharian untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti nelayan yang di batasi wilayah tangkapnnya.Tentu aktifitas pariwisa memiliki pengaruh positif maupun negative dalam segala hal terutama ekologi, sosial dan ekonomi.Konsep pelestarian yang modernadalah pelestarian dan pemanfaatan sumberdayabumi secara bijaksana, bukanhanya sekedar melindungi yang menutuppeluang pemanfaatan (MacKinnon et al.,1990) dalam (Winara dan Mukhtar, 2011), dampak egologi sangat dirasakan karena obyek wisata atau atraksi wisata merupakan sumberdaya alam itu sendiri seperti air terjun, danau, laut, gunung dan lain-lain, Ekowisata merupakan pariwisata berkelanjutan yang berbasis pada prinsip ekologis dan teori pembangunan berkelanjutan (Hongshu Wang & Min Tong, 2009) dalam (Imran, 2012). Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang ramah lingkungan yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, sehingga ekowisata merupakan suatu bentuk industri pariwisata yang memberikan dampak kecil pada kerusakan lingkungan namun dapat menciptakan peluang kerja dan membantu kegiatan konservasi itu sendiri (Imran, 2012).Hal ini bertujuan untuk mengkonservasi sumber daya alam, khususnya keanekaragaman hayati dan mempertahankan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan di mana keduanya memberikan pengalaman ekologi kepada wisatawan, konservasi lingkungan ekologis dan memperoleh manfaat ekonomi (Imran, 2012).Dari segi sosial tentunya kehidupan masyarakat lokal yang berubah seiring dengan peraturan-peratuan yang di buat oleh dinas pariwisata atau pengelola terhadap kawasan 2 wisata yang mempengaruhi eksistensi masyarakat lokal di sekitar kawasan wisata, dan kemudian Ekonomi yang merupakan salah satu dampak luar biasa yang sering dirasakan oleh masyarakat lokal, terjadinya ketimpangan akibat kekuasaan yang jauh berbeda antara masyarakat lokal, pengelola dan wisatawan, pendapatan daerah boleh saja meningkat dengan adanya aktifitas wisata di daerah tersebut namun pendapatan masyarakat lokal setempat boleh jadi berkurang seiring dengan berjalannya aktifitas wisata tersebut. Namun kegiatan ekowisata seharusnya dapat memberdayakan masyarakat lokal untuk menjadi pemandu wisata, Perjalanan menyusuri objek wisata yang dilakukan oleh wisatawan tidak hanya sekedar jalan-jalan, berfoto, makan, dan pulang; namun dengan mengikuti perjalanan ini, wisatawan mendapatkan pengetahuan dan informasi lewat penuturan pemandu, baik secara lisan maupun tertulis (Tempo, 2010) dalam (Imran, 2012).Kemunculan komunitas fungsional sangat dibutuhkan untuk mengenalkan objekobjek wisata baru kepada masyarakat umum, karena tidak banyak orangdapat mengetahui potensi-potensi objek wisata baru (Imran, 2012).Perkembangan ekowisata ini juga didukung oleh besarnya kesadaran masyarakat khususnya generasi muda terhadap keadaan lingkungan sekitarnya, ditandai dengan munculnya berbagai komunitas khusus yang memberi perhatian pada pelestarian sejarah, budaya, maupun lingkungan tempat hidup (Suryana, 2009) dalam (Imran, 2012). Tujuan Penelitian Penulisan studi pustaka mengenai “Pengaru Pengelolaan Wisata Terhadap Eksistensi Masyarakat Lokal Sekitar Kawasan Wisata Dari Segi Akses dan Pemanfaatan Sumberdaya, Ekologi, Sosial dan Ekonomi” adalah untuk menelusuri lebih jauh mengenai pengaruh apa saja yang ditimbulkan dari adanya pengembangan ekowisata terhadap eksistensi masyarakat lokal kawasan wisata yang dilihat dari segi ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat. Tujuan selanjutnya yang ingin dicapai adalah untuk menelusuri kajian-kajian sebelumnya dan ada yang belum pernah diteliti untuk dijadikan penulis sebagai rencana penelitian selanjutnya. Dengan demikian, diharapkan kajian yang telah dibuat dapat memberikan sumbangan lebih untuk dunia ilmu sosial ke depannya terkait dengan pengembangan ekowisata Metode Penulisan Penulisan ini dilakukan dengan mengkaji berbagai kepustakaan.Jenis kepustakaan terdiri dari jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, skripsi/tesis/disertasi, dan dokumen resmi lainnya serta tulisan atau artikel dalam media dan buku-buku yang membahas atau mempublikasikan masalah-masalah terkait. Kajian pustaka selanjutnya diringkas, dianalisis dan disintesis untuk diperoleh kajian lebih mendalam untuk menghasilkan suatu kerangka baru sehingga menghasilkan pertanyaan penelitian yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pembuatan proposal penelitian. 3 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1. Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal Unduh : Pengaruh Kualitas Layanan, Fasilitas Wisata, Promosi terhadap Citra Destinasi dan Niat Berperilaku pada Obyek Wisata Karimunjawa Kabupaten Jepara 2013 Jurnal Elektronik Naili Farida Semarang dan Universitas Diponegoro Jurnal Analisis 31:80-86 http://jurnal.stiesurakarta.ac.id/index.php/graduasi/s earch/titles?searchPage=2 20 Oktober 2015 Penelitian ini menitikberatkan padakualitas layanan seperti fasilitas wisata , kualitas layanan, promosi dan pengaruhnya terhadap Citra Destinasi dan Niat Berperilaku wisatawan dalam suatu obyek wisata dan pengaruhnya terhadap citra destinasi. Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang dapat menjaddi potensi wisata yang besar untuk dapat dikembangkan baik untuk wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.Di Indonesia daerah-daerah yang sudah dikenal sebagai tujuan utama destinasi wisata adalah Bali, Yogyakarta, Bandung, Bintan dan Sumatera Barat. Salah satu obyek wisata yang menarik di Jepara, terletak di Provinsi Jawa Tengah memiliki obyek wisata pasir putih memiliki luas 7.120 hektar daratan dan 110.117,30 ha perairan dengan kedalaman laut 5-7 meter. BerdaSARKAN Penerimaan PNBP Balai Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara mulai tahun 2006 sampai dengan 2011 jumlah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah sangat kecil, pencapaian paling besar pada tahun 2008 sebesar 8.960.000 dan terbesar pada tahun 2009 sebesar 12.820.000, sedangkan wisatawan nusantara sebesar 4.807.500 pada tahun 2011 dan kegiatan penelitian memberikan sumbangan yang paling rendah selama tahun 20062011. Penerimaan pendapatan ini berkaitan dengan tingkat kunjungan wisata di Karimunjawa dimulai pada tahun 2006 sampai tahun 2007 antara target dan realisasi belum tercapai, tetapi pada tahun 2008kunjungan wisata realisasinya melebihi target yang ditetapkan yakni 2009 sampai 2011 tingkat kunjungan wisata di Karimunjawa mengalami penurunan.Permasalahan dalam penelitian ini adalah meskipun Jepara memiliki destinasi wisata yang menarik tetapi tingkat kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegarabelum seperti yang diharapkan. Dari Hasil Penemuan Variabel kualitas layanan yang terdiri dari lima dimensi yakni Reliabilitas, Responsif, Jaminan, Empati dan Bukti Fisik, ternyata Dimensi Reliabilitas dari 100 responden sebanyak 42 persen menyatakan netral, artinya responden berkunjung ke Karimunjawa tidak memberikasn penilaian bagus atau tidak bagus, sedangkan untuk dimensi Responsif, jaminan, empati dan bukti fisikmayoritas responden menyatakan pelayanan yang diberikan telah memnuhi harapan. Fasilitas wisata memiliki enam indikator yaitu fasilitas hotel, biro travel, alat transportasi, homestay, rumah makan dan persewaan peralatan diving, snorkeling temuan hasil 4 penelitian menunjukikan bahwa fasilitas peralatan untuk diving dan snorkeling serta fasilitas biro travel yang tersedia masih terbatas, namun fasilitas wisata tersedianya hotel, homestay, rumah makan dan alat transportasi telah dirasakan responden mencukupi kebutuhan untuk wisata. Sebanyak persen responden menyatakan setuju bahwa fasilitas wisata yang ada dapat memenuhi kebutuhan. Berdasarkan hasil penilitian promosi yang dilakukan sebanyak 34 persen dari 100 responden tidak memberikan pernyataan atau netral.Sebanyak 81 persen responden menunjukkan bahwa citra destinasi Karimunjawa sudah bagus. Analisis : Penelitian ini berfokus pada bagaimana suatu obyek wisata memilkiki citra destinasi di mata wisatawan yang menjadi pengunjungnya, dimana citra destinasi di ukur dari berbagai variabel yaitu Variabel Kualitas Layanan,Fasilitas wisata, Promosi dan Citra Destinasi yang ditentukan menggunakan beberapa indikator bahwa Karimunjawa sebagai tempat destinasi memiliki merek yang bagus, ada hiburan yang menarik, tempat wisata dengan alam dan budaya yang unik, tempat tujuan wisata dengan sinar matahari yang indah dan pasir putih serta memiliki potensi wisata yang memiliki citra destinasi yang bagus. Dari berbagai Variabel yang di uji oleh peneliti, hasilnya Karimunjawa memiliki Citra Destinasi yang bagus meskipun ada berbagai indikator yang belum bisa terpenuhi seperti penyedia atau penyewaan alat Diving dan Snorkling untuk wisatawan. 2. Judul : Studi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan di Kawasan Wisata Jawa Timur Melalui Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL Tanggal Unduh : : : : : : 2009 Jurnal Elektronik Khusnul Ashar, Bahtiar Fitanto, Supartono - : : : : Jurnal of Indonesian Applied Economics Vol. 3 http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/view/138 20 Oktober 2015 Penelitian ini membahas tentang bagaimana upaya meningkatkan perekonomian masyarakat melalui penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat lokal, dengan mempertimbangkan model pengintegrasian masyarakat miskin dalam industry wisata. Industri pariwisata yang pada umumnya berada di wilayah pedesaan akan bisa menjadi sarana pengembangan usaha rumah tangga miskin apabila rumah tangga miskin mampu memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan industry pariwisata atau rumah tangga miskim mampu mampu membuka usaha baru yang bisa memenuhi kebutuhan wisatawan. Untuk bisa menjadi penyedia barang dan jasa bagi industry pariwisata atau menjadi pengusaha kecil pariwisata atau memperoleh peluang memasuki lowongan kerja di industry pariwisata, kendala perrtama yang menghadang masyarakat miskin adalah keterbatasan modal dan ketrampilan. Kendala utama yang lain adalah lemahnya kemampuan mereka dalam menggalang kekuatan kelompok. Oleh sebab itu perlu dikembangkan suatu kelembagaan yang tepat agar masyarakat miskin disamping bisa 5 memperoleh ketrampilan dan akses modal, mereka juga mampu melakukan negosiasi dan keputusan-keputusan strategis dalam rangka memperbesar peluang mereka untuk bisa menjadi bagian dari industry pariwisata. Sampel dalam penelitian ini adalah Jatim Park dan Pemandian Tirta Nirwana.Untuk unit analisisnya sample yang diambil adalah para wisatawan yang berada di kawasan Songgoriti. Untuk unit analisis Rumah Tangga miskin, sample yang diambil adalah para pedagang di pasar wisata pemandian Tirta Nirwa Songgoriti. Pilihan pedagang kecil dilokasi pasar wisata Songgoriti adalah dengan pertimbangan bahwa pasar wisata yang terletak didekatpemandian Tirta Nirwana adalah pasar kecil yang pada umumnya diisi oleh pedagang skala mikro(berbeda dengan pasar wisata Jatim Park dan Selecta yang bersifat eksklusif, hanya bisa diisi olehpara pedagang dengan modal yang lebih besar karena tarif sewa stand dengan cukup mahal). Dengan demikian teknik sampling yang digunakan dalam memperoleh sampel rumah tanggakurang mampu dan wisatawan adalah dalam katagori Non Probability Sampling yang dalam hal ini teknik yang digunakan adalah Accidental Sampling yaitu pedagang dan wisatawan mana saja yangbisa ditemui di dalam area pasar wisata Songgoriti.Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu pengabilan sampel yangdiambil secara sengaja guna memperoleh sampel yang diperlukan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa hubungan antara industri pariwisata dengan ekonomi lokal sangat erat. Sarana produksi tenaga kerja, sayur-buah lokal menjadi input utama dari unit-unit industri pariwisata yang ada. Sektor perdagangan khususnya di pasar-pasar wisata merupakan sektor ekonomi yang menjadi mediator antara rumah tangga miskin produsen handy-crafts, kripik, tanaman hias, sayur dan buah dengan wisatawan.Jawa Timur Park berperan dalam penyerapan tenaga kerja lokal diKota Batu sekitar 65% karyawannya berasal dari penduduk di wilayah Kota Batu. Sedangkan dariluar Kota Batu yaitu 25% yang sebagian berasal dari Kota Malang sedangkan lainnya dari daerah lain. Selain itu dalam pembentukan PDRBKota Batu, industri pariwisata berperan paling besar mencapai 68,55% pada tahun 2006 dan besarnyapekerja yang bekerja di sektor jasa ini mencapai 46,32% (Data BPS Kota Batu).Banyaknya tenaga kerja yang berasal dari kota Batu tidak diimbangi dengan tingginya tingkatsumber daya manusia nya yang bagus pula, terbukti dari adanya level/ posisi karyawan dalamstruktur tenaga kerja, bila di lihat dari 3 level dari jumlah 223 pekerja yaitu: - High Manager : 3 orang, 1 berasal dari Kota Batu - Middle Manager : 150 Staff, rata-rata berasal dari Kota Batu - Lower Manager : 70 staff, semua berasal dari Kota Batu Dari level tenaga kerja diatas dapat disimpulkan bahwa alasan mengapa banyak karyawan yang merupakan penduduk asli Kota Batu berada di level Middle dan Lower Manager, dikarenakan keterbatasan Sumber Daya Manusia dan rendahnya tingkat dan mutu pendidikan masyrakatnya. mempunyai pendidikan terakhir SMA dan sebagian ditempatkan dilevel middle manager dan kebanyakan di level Lower Manager. Tingkat upah karyawan di Jatim Park masih sesuai dengan UMR (Upah Minimun Regional) Kota Batu, yaitu sebesar Rp. 737.000 belum termasuk tunjangan dan bonus. Sedangkan di Tirta Nirwana, Songgoriti, total pekerjaan 35 orang yang semuanya berasal dari tenaga kerja kota Batu yang terdiri dari pekerja kontrak dan honorer. Tingkat pendidikan tenaga kerja di tirta nirwana songgoriti rata – rata pendidikan terakhrirnyaSD dan SMP yang diutamakan yang mempunyai keterampilan ( Potong rumput, siram tanaman,kebersihan dll) dan semuanya berasal dari kota batu dan dikhususkan diwilayah songgoriti. Termasukpara mandor sebagai wakil pimpinan dan mandor inilah yang memiliki tingkat pendidikan tertinggi,yaitu lulusan SMA.Tingkat 6 upah tenaga kerja di tirta nirwana songgoriti masih mengikuti UMRsekitar Rp600.000 – Rp700.000 dan upah tertinggi diperoleh mandor yaitu Rp1.000.000 –Rp1.300.000. PT Tirta Nirwana ini juga mengelola beberapa restoran yang menggunakan bahan –bahan dari kota batu, para pedagangya merupakan beberapa warga yang berada dikota batu. Analisis : Dalan penelitian membuktikan bahwa adanya hubungan erat antara Industri Pariwisata dengan Ekonomi Lokal dilihat dari tenaga kerja, dan rumah tangga miskin yang memproduksi handy-crafts, kripik, tanaman hias, sayur dan buah dengan wisatawan. Dalam bidang tenaga kerja penelitian ini juga mengungkapkan adanya hubungan antara industry pariwisata dengan pertumbuhan ekonomi lokal melalui penyerapan tenaga kerja, hasilnya sekitar 65% karyawan berasal dari penduduk di wilayah Kota Batu, Namun dalam penilitian mengungkapkan bahwa banyaknya tenaga kerja yang berasal dari Kota Batu tidak diimbangi dengan tingginya tingkat sumberdaya manusia nya yang bagus pula, terbukti dengan adanya level karyawan dalam struktur tenaga kerja. Dalam hasil penelitian tersebut juga sudah menunjukkanfakta-fakta secara rinci berupa data-data dan angka-angka sehingga lebih jelas. 3. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL Tanggal Unduh : Potensi Kolaboratif dalam Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cendrawasih di Papua : 2011 : Jurnal : Elektronik : Aji Winara dan Abdullah Syarief Mukhtar : : : Jurnal Penelitian Hutan dan Konserfasi Alam : 8 : 217-116 : http://fordamof.org/files/02.Potensi_kolaborasi_TN apua_OK_.pdf : 20 Oktober 2015 Penelitian ini membahas tentang Kawasan konservasu Sumberdaya Alam mengacu pada UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang membagi kawasan konservasi menjadi dua yaitu Kawasan Suaka Alam (KSA) DAN Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Taman Nasional termasuk kedalam KPA yang diharapkan mampu memberikan jalan tengah dalam pengelolaan kawasan konservasi antara tujuan perlindungan dan pemanfaatan.Sementara ituTN Teluk Cenderawasih merupakan salahsatu taman nasional di Papua yangmemiliki keunikan dan kekhasan ekologisserta permasalahan sosial berupa konflikkepentingan.Persoalan kerusakan hutan disebabkan karena rendahnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup yang disebabkan oleh pergeseran basis ekonomi kebutuhan menuju ekonomi pendapatan hingga ekonomi keserakahan. Transformasi peran kelembagaan pengelolaantaman nasional di Papua darigovernment based management menjadicollaborative management telah berjalanterutama setelah dikeluarkannya perundangantentang sistem pengelolaan kolaborasiyaitu Peraturan Menteri Kehutanan(Permenhut) no. P.19/ Menhut-II/2004 tentang kolaborasi dalam pengelolaankawasan suaka alam dan kawasan pelestarianalam.Penelitian ini bertujuan 7 untuk mengetahuipotensi penerapan manajemenkolaborasi dalam pengelolaan TN Teluk Cenderawasih Papua. Penelitian mengambil lembaga yang terkait dengan pengelolaan TN Teluk Cendrawasih sebagai obyek kajian. Pengumpulan data primer menggunakan metode wawancara dengan responden kunci meliputi para pengambil kebijakan utama dimasing-masing instansi atau lembaga antaralain : (1) Balai TN Teluk Cenderawasihsebanyak tiga orang, (2) PemerintahDaerah terkait diwakili oleh Dinasterkait lingkup Pemerintah Daerah KabupatenTeluk Wondama sebanyak empatorang (Badan Perencanaan PembangunanDaerah, Dinas Pariwisata, Dinas Perikanandan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan)dan Dinas terkait di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire sebanyak satu orang (Dinas Perikanan), dan (3) Ketua Lembaga Masyarakat Adat(LMA) di Pulau Rumberpon dan Pulau Roon. Sementara itu data sekunder diperolehdari Balai TN Teluk Cenderawasihdan Pemerintah Daerah terkait. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa para pemangku kepentingan yang terdiri atas delapan kategori antara lain pemerintah pusat dan daerah, lembaga pendidikan, LSM, lembaga swasta, TNI daan Kepolisian, masyarakat adat dan lembaga keagamaan, pemangku kepentingan di Teluk Cendrawasih sudah termasuk pemangku kepentingan yang secara jumlah dan kategori sudah lengkap dan mewakili semua sektor untuk membangun kolaboasi. Peneliti menemukan adanya kesamaan tujuan antara pemangku kepentingan dengan Tujuan umum Taman Nasional. Terdapat pemangku kepentingan yang ada pada duakepentingan yang sama yaitu Balai Taman Nasional, Pemerintah Daerah, LSMdan masyarakat adat. Kesamaan kepentingan terletak pada aspek perlindungankawasan dan pemanfaatan sumberdayaalam secara ekonomi. Selain dari segi kepentingan penelitian ini juga membahas tentang peranan lembaga-lembaga terkait pengelolaan Tamanm Nasional Teluk Cendrawasih, penelitian menunjukkan terdapat lembagayang memiliki tiga peran sama yaitu Balai Taman Nasional dan LSM. Perantersebut adalah berupa perlindungan ekosistem, pemberdayaan ekonomi dan pembinaansosial kemasyarakatan. Dikatakan dalam hasil penelitian bahwa hal tersebut mungkin terjadi karena pihak Balai Taman Nasional dan LSM merupakan lembaga yang proaktif dalam melakukan pengelolaan dan sejak awal mengawaln proses pembentukan Taman Nasional. Sebagain besar peran para pemangkukepentingan bersifat positif, meskipunperan yang dilakukan oleh para pihak sebagianbesar tidak terkoordinasi atau berjalanmasing-masing, baik dari aspek perencanaan maupun latar belakang program.menunjukkan bahwa terdapat perbedaan derajat nilai penting dan pengaruh pada setiap pemangku kepentingan meskipun terdapat pula yang memiliki derajat yang sama yaitu Balai Taman Nasional, Pemerintah Daerah, LSM dan Masyarakat Adat. Pendekatan pengelolaan berupa optimalisasikolaborasi dapat dilaksanakanpada Balai TamanNasional, PemerintahDaerah, Masyarakat Adat dan LSM.Empat pemangku kepentingan tersebutadalah tergolong pemangku kepentinganutama langsung (direct primery stakeholders).Pemangku kepentingan utama memiliki kepentingan dan pengaruh langsungyang tinggi terhadap pengelolaantaman nasional. Pendekatan pengelolaan pemangkukepentingan berupa pelibatan dan membangunkapasitas dapat dilakukan terhadap para pemangkukepentingan anatar lain TNI/ POLRI, Lembaga Ilmiah, Pemetaan danDiklat, serta Lembaga Keagamaan.Parapemangku kepentingan tersebut tergolongpara pihak utama tidak langsung (indirectprimery stakeholders).Penggolongan inidilatarbelakangi oleh nilai pengaruh peranpemangku kepentingan yang tinggiterhadap pengelolaan taman nasional, namun kepentingan lembaganya terhadapkawasan termasuk sedang. 8 Membangun kolaborasi dalam pengelolaan TN Teluk Cenderawasih dapat dilakukanmelalui beberapa langkah antaralain : (1) Membangun kesamaan pandangan berkolaborasi dari para pemangku kepentingan, (2) Membangun kelembagaankolaborasi yang kuat termasuk notakesepahaman dan kesepakatan kerja kolaborasidari semua pihak yang terlibat,(3) Membangun iklim kolaborasi yang kondusif, (4) Menghadirkan pihak yangmampu menjadi inisiator dalam mengawalproses kolaborasi. Analisis : Hasil dari penelitian ini sudah menunjukan dengan jelas peran-peran dan kepentingan stakeholder dalam pengelolaan Taman Nasional Teluk Cendrawasih dan dikuatkan dengan dukungan data-data serta gambaran sistem Kolaborasi pengelolaan Taman Nasioanl Teluk Cendrawasih.Peneliti juga membuat penggolongan dalam melakukan pendekatan terhadap stakeholder dan para pemangku kepentingan yang semakin memperjelas nilai peran mereka dalam penglolaan kolaboratif. 4. Judul : Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL Tanggal Unduh : : : : : : 2009 Jurnal Elektronik Dian Satria Malang dan Universitas Brawijaya : : : : Journal of Indonesian Applied Economics Vol 3, (1) : 37-47 http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/view/136 20 Oktober 2015 Dalam perkembangan kepariwisataan secara umum, muncul pula istilahsustainable tourismatau “wisata berkelanjutan”.Wisata berkelanjutan dipandang sebagai suatu langkah untuk mengelolasemua sumber daya yang secara sosial dan ekonomi dapat dipenuhi dengan memelihara integritasbudaya, proses-proses ekologi yang mendasar, keragaman hayati, dan unsur-unsur pendukungkehidupan lainnya”.Berdasarkan pemahaman diatas, maka pariwisata dipandang sebagai salahsatu alternatif untuk meningkatkan pendapatan daerah.Apalagi pengoptimalan potensi ini di dasarbahwa pariwisata merupakan sektor yang lebih menekankan pada penyediaan jasa denganmengoptimalkan potensi kawasan wisata.Di wilayah KabupatenMalang tersimpan keaneka ragaman wisata yang sangat menarik, salah satunya ada wisata bahariyang ada di wilayah Sendang Biru, yaitu Pulau Sempu.Konsep pengembangan wisata yangditawarkan di Pulau Sempu adalah konsep Ekowisata, dimana pengembangan wisata yang adadiselaraskan dengan isu-isu konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal.Keunikaninilah yang coba dicapture dalam penelitian ini bahwa pengembangan wisata ini mampumemberikkan nilai lebih tidak hanya pada lingkungan dan ekonomi, namun juga terhadap socialwelfare masyarakat secara umum.Berangkat dari kondisi tersebut penelitian ini bertujuan 9 untuk(1).Mengidentifikasi kekuatan ekonomi lokal yang berada di wilayah ekowisata di Kabupaten Malangdan (2).Menyusun strategi yang dapat mendorong pengembangan potensi ekowisata yang berbasisekonomi lokal di Kabupaten Malang. Secara umum Pulau Sempu menyimpan kekayaan alam yang sangat menarik untuk dikembangkan sebagai wilayah Ekowisata. Ada banyak faktor yang memperkuat mengapa wilayah ini relatif lebih terjaga dari masalah kerusakan alam, antara lain: • Masyarakat sekitar masih resisten untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan wisatakonvensional seperti pembangunan Hotel, Resort dan pembangunan lainnya. Hal inimenjadikan wilayah Pulau Sempu tetap terjaga keasliannya. • Akses masuk untuk menikmati keindahan Pulau Sempu di “Segoro anakan” tidaklah mudahuntuk dilalui, dimana wisatawan harus melintasi wilayah hutan dengan berjalan kaki selamakurang lebih 2 jam. • Wilayah Pulau Sempu masih menjadi program konservasi dan cagar alam pemerintahsehingga kekayaan alam didalamnya juga dilindungi oleh Pemerintah. Analisis : Penelitian ini berfokus untuk melihat pengaruh dari implemetasi kebijakan pertanahan terhadap struktur penguasaan tanah dan dampaknya terhadap kesejahteraan petani.Sehingga penelitian ini menggunakan lebih dari dua variabel yaituisi kebijakan (X1), konteks kebijakan (X2), struktur penguasaan tanah (Y), kesejahteraan petani (Z).Berdasarkan pertanyaan penelitan dan hasil penelitian sudah terlihat konsistensi antar keduanya.Penjelasan dalam hasil penelitian juga sudah sesuai dengan metode penelitian yang dikemukakan sebelumnya.Namun, hasil dari penyebaran kuesioner tidak disajikan dalam bentuk tabel.Untuk lebih memudahkan pembaca lebih baik disajikan juga dalam bentuk tabel. 5. Judul : Dampak Perkembangan Objek Wisata Penglipuran Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal Unduh Pariwisata di 2011 Jurnal Elektronik Putu Agus Prayogi - Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Vol. 1, No. 1; 65-79 http://www.triatmajaya.triatmamapindo.ac.id/files/journals/2/articles/19/sub mission/original/19-52-1-SM.pdf : 22 Oktober 2015 Bali merupakan daerah dengan beragam potensi budaya dan alam yang dapat dijadikan sebagai modal untuk mengembangkan kepariwisataannya. Keberhasilan Bali dalam menarik wisatawan menjadi motivasi bagi kabupaten-kabupaten yang ada di Bali untuk mengembangkan serta memanfaatkan potensi wisata yang ada pada daerahnya, termasuk Kabupaten Bangli. Sebagai salah satu objek wisata di Kabupaten Bangli, Desa Adat Penglipuran memiliki berbagai potensi wisata yang dapat dijadikan sebagai daya 10 tarik bagi wisatawan untuk berkunjung kesana. Pengembangan sektor pariwisata di Desa Penglipuran telah memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.Hal ini dapat dilihat dari peranan sektor pariwisata sebagai salah satu sumber penghasilan bagi Masyarakat Desa Penglipuran.Namun pengembangan pariwisata di suatu daerah tidak selamanya memberikan dampak yang positif bagi masyarakat maupun daerah tersebut. Disadari ataupun tidak pengembangan pariwisata di suatu daerah juga akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat, budaya maupun alam yang dimiliki oleh daerah tersebut. Begitu juga dengan pengembangan pariwisata di Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan melakukan observasi serta wawancara mendalam kepada informan kunci dan informan pendamping sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Sumber Data pada penelitian ini adalah Data Primer, yang berasal langsung dari objek penelitian, yaitu data-data berupa potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Pengelipuran dan Data Sekunder, yang diperoleh melalui dokumentasi seperti buku-buku literatur dan sumber lainnya. Hasil penelitian ini adalah pengembangan Desa Penglipuran sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bangli, telah memberikan dampak yang secara langsung bisa dinikmati oleh masyarakat setempat. Dampak yang ditimbulkan oleh adanya pengembangan pariwisata tersebut antara lain berpengaruh pada fisik/lingkungan, kehidupan sosial dan budaya Masyarakat Adat Desa Panglipuran, serta terhadap perekonomian masyarakat setempat. Namun tidak semuanya dampak yang diberikan itu bermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga memberikan dampak yang sifatnya negatif. ANALISIS : Penulis dalam penelitian ini telah memaparkan bahwa dampak yang diakibatkan oleh pengembangan pariwisata adalah dampak positif dan negative, selain itu penulis juga memaparkan penanggulangan untuk dampak negative yang ditimbulkan daengan adanya pengembangan pariwisata.Namun, dalam penelitian ini tidak disertakan kerangka pemikiran dari penulis. Pada hasil dan pembahasan dari penelitian ini juga. 11 6. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL Tanggal Unduh : Identifikasi Sosial Potensi Ekowisata Berbasis Peran Mayarakat Lokal : 2011 : Jurnal : Elektronik : Mochamad Widjanarko, Dian Wismar’ein : : : Jurnal Psikologi : Vol. 9, No. 1; 33-39 : http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikolog i/article/view/2883 : 22 Oktober 2015 Kawasan wisata alam lereng Pegunungan Muria terletak di sebelah utara Kota Kudus dengan jarak tempuh kurang lebih 18 km dari Kota Kudus. Gunung Muria mempunyai ketinggian 1602 m dpl, sedangkan objek wisata alam lereng Gunung Muria memiliki ketinggian 700 m dpl, sebagian hutan terdiri dari dari hutan-hutan terlindung dan tanaman kopi (Setiyanto, 2003). Keinginan untuk melestarikan dalam model ekowisata sepertinya sudah berlangsung lama akan tetapi belum tampak adanya upaya yang berarti, berbagai upaya yang dijalankan oleh berbagai pihak terlihat masih kurang efektif. Salah satu penyebab ketidakefektifan ini adalah lemahnya kolaborasi antar pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di Muria. Masing-masing pihak yang berwenang dan berkepentingan belum mampu bersinergi dengan baik dan masih berjalan sendiri-sendiri. Meskipun dijumpai beberapa inisiatif dari beberapa pihak, baik dari perhutani maupun masyarakat, akan tetapi masih bersifat sporadis dan tidak terintegrasi satu dengan yang lain. Oleh karena itu dibutuhkan proses yang mampu menjalin keterpaduan antar pihak yang sebagai landasan dasar pelaksanaan ekowisata di Desa Colo berbasis pada peran masyarakat lokal.Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi sosial seberapa jauh masyarakat Desa Colo, Kabupaten Kudus mengetahui potensi ekowisata di desanya. Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualiatif dengan melakukan pendekatan fenomenologis, peneliti berusaha menggali dan mengidentifikasi potensi ekowisata di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Teknik pengumpulan data yang digunakan: pertama, wawancara. Kedua, teknik pengamatan terlibat.Ketiga, diskusi kelompok terarah, Keempat, dokumentasi. Dari hasil pengkajian identifikasi sosial masyarakat untuk mengetahui potensi ekowisata di desanya, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain: pertama, masyarakat Desa Colo sudah memiliki kegiatan yang mengarah ke pengelolaan ekowisata dan sumber daya manusia yang mampu mengerjakan, hanya belum 12 merancang untuk „menjual‟ aktivitas tersebut ke masyarakat umum. Kedua, Belum adanya tata aturan pengelolaan kawasan alam Muria ke depan dengan melibatkan masyarakat dan pemerintah desa terkait. ANALISIS Ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan.Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan.Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan. 7. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL Tanggal Unduh : Implementasi Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Ekowisata Berbasis Mayarakat : 2011 : Jurnal : Elektronik : Wulandari, Titik Sumarti : : : Sodality : Vol. 5, No. 1; 32-50 : http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/arti cle/viewFile/5 833/449 : 22 Oktober 2015 Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan secara global, maka dibidang pariwisata terjadi pula kecenderungan perubahan dari pariwisata yang eksploitatif ke arah pariwisata yang berkelanjutan.Ekowisata merupakan pariwisata alternatif yang timbul sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan terhadap bentuk pariwisata yang kurang memperhatikan dampak sosial dan ekologis, dan lebih mementingkan keuntungan ekonomi dan kenyamanan manusia semata (Fennel, 1999 dalam Nugraheni, 2002). Salah satu tempat yang dijadikan tujuan ekowisata adalah taman nasional. Hal ini karena taman nasional memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan berbagai daya tarik obyek ekowisata yang sangat menarik. Salah satu taman nasional yang banyak menjadi tujuan ekowisata adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Rencana Aksi Pengembangan Ekowisata TNGS Tahun 2008-2011 menyebutkan bahwa TNGHS memiliki potensi ekowisata yang tinggi karena terdapat flora, fauna yang khas, gejala alam, panorama alam, peninggalan sejarah, dan atraksi budaya yang spesifik. Pihak yang terlibat dalam pengembangan ekowisata di kawasan ini tidak hanya pihak taman nasional dan masyarakat setempat. Pihak lain yang banyak memberikan kontribusi dalam pengembangan ekowisata ini yaitu adanya keberadaan Yayasan 13 Ekowisata Halimun (YEH) dan berbagai travel agent. Kerja sama multi pihak ini dikenal juga dengan istilah manajemen kolaboratif. Melalui manajemen kolaboratif ini diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan TNGHS yang baik sehingga bermanfaat optimal bagi kepentingan ekologis, sosial dan ekonomi sesuai dengan karakteristik taman nasional. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pelaksanaan manajemen kolaboratif dalam pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di TNGHS. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji proses kolaborasi dalam program ekowisata berbasis masyarakat dan mengkaji manfaat pengelolaan kolaboratif ekowisata berbasis masyarakat bagi masyarakat Kampung Citalahab dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.Pendekatan kualitatif dipilih karena mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial. Srategi penelitian yaitu studi kasus dimana Sitorus (1998) menyebutkan bahwa studi kasus merupakan studi aras mikro yang hanya menyoroti satu atau beberapa kasus dan studi kasus merupakan strategi penelitian yang bersifat multi metode. Pelaksanaan Kolaborasi dalam program ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Citalahab telah berada pada tahap ke tiga yaitu melaksanakan kesepakatan. Namun, kolaborasi hanya sebatas pelaksanaan saja dan belum diadakan kegiatan mereview kesepakatan. Selain itu juga belum adanya pelibatan stakeholder lain seperti dinas pariwisata dan swasta dalam pengembangan kesepakatan. ANALISIS Kegiatan ekowisata berbasis masyarakat ini secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan manfaat manfaat sosial kepada masyarakat lokal.Manfaat secara langsung adalah meningkatnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang 8 Judul : IDENTIFIKASI KAPASITAS KOMUNITAS LOKAL DALAM PEMANFAATAN POTENSI EKOWISATA BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWAH CIBUNI ekowisata.Sedangkan, manfaat tidak langsung yang diterima oleh masyarakat adalah pelestarian budaya lokal pada kawasan wisata. Selain itu terjadi pula transfer informasi antara masyarakat dan para wisatawan. 14 8 Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal Unduh : 2012 Jurnal Elektronik Andelissa Nur Imran Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 23, No. 2; 85-102 http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/?page_id= 1171 25 Oktober 2015 Ekowisata merupakan bagian dari kegiatan wisata yang bertujuan untuk mengagumi keindahan alam dan budaya dengan tidak memberikan dampak negatif pada lingkungan (konservasi) dan memberikan keuntungan terhadap komunitas lokal secara ekonomi. Kawah Cibuni yang terletak di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung, merupakan salah satu objek wisata yang memiliki keindahan alam dan budaya yang masih asli, didukung dengan kondisi alamnya yang hijau, alami, dan terdapat penduduk asli yang menempati daerah tersebut. Kawah Cibuni dikenal karena memiliki sumber air panas dan kawah-kawah kecil yang masih aktif di sekitarnya.Kawah Cibuni memiliki kriteria sebagai lokasi ekowisata yang ikut melibatkan peran komunitas lokal dalam pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kapasitas komunitas lokal dalam pemanfaatan potensi ekowisata bagi pengembangan ekowisata di Kawah Cibuni.Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai komunitas lokal di Kawah Cibuni.Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dimana ada 3 tahap yang harus dilalui, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kawah Cibuni layak untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata karena hampir memenuhi kriteria ekowisata, yaitu konservasi, edukasi, dan sustainability ANALISIS Kapasitas komunitas dapat menjadi suatu pendekatan penting dalam rangka pengembangan ekowisata. Ekowisata sangat mementingkan pelibatan komunitas lokal di dalamnya, oleh karena itu harus diketahui seperti apa kapasitas yang dimiliki komunitas lokal sehingga mereka mampu berkontribusi dalam pengembangan ekowisata, seperti pada penelitian ini yang dilakukan di Kawah Cibuni. 15 9. Judul : STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN PROVINSI PAPUA Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL : : : : : 2010 Jurnal Elektronik Karsudi, Rinekso Kartodihardjo - Tanggal Unduh : Soekmadi, Hariadi Vol. XVI, (3); 148-154 http://jamu.journal.ipb.ac.id/index.php/jmht /article/view/3178/2122 25 Oktober 2015 Kepulauan Yapen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang memiliki berbagai potensi wisata yang sangat layak dikembangkan sebagai objek daya tarik ekowisata (terdapat 20 objek wisata yang tersebar secara merata di 12 distrik).Objek wisata yang memiliki keunikan, sangat endemik, dan tidak terdapat di wilayah lain di Indone- sia adalah objek wisata habitat burung cenderawasih.Berdasarkan informasi dari masyarakat, habitat burung cenderawasih di Kepulauan Yapen telah dikenal oleh wisatawan mancanegara sejak tahun 1995. Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara terhadap Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Yapen diketahui bahwa hingga saat ini tingkat kunjungan wisata di lokasi objek daya tarik wisata habitat burung cenderawasih di Kepulauan Yapen mengalami penurunan, bahkan disebutkan tidak terdapat kunjungan sama sekali. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan ekowisata di Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Yapen, Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Yapen, dan Bappeda Kabupaten Kepulauan Yapen. Data sekunder juga diperoleh dari laporan penelitian sejenis, berbagai literatur, publikasi ilmiah, dan data yang diunduh melalui internet. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar objek wisata di Kabupaten Kepulauan Yapen baik objek wisata laut, perairan, maupun daratan layak dikembangkan sebagai objek daya tarik ekowisata. Namun, terdapat beberapa potensi objek wisata yang belum layak dikembangkan sebagai objek daya tarik ekowisata karena memiliki hambatan dan kendala untuk dikembangkan yang antara lain berupa potensi pasar yang belum mendukung, lokasi objek yang jauh, dan adanya kesulitan dalam hal aksesibilitas, pengelolaan dan pelayanan belum sesuai dengan standar, 16 akomodasi belum memenuhi syarat, dan hubungan dengan objek sejenis lainnya yang cukup tinggi ANALISIS Berdasarkan kondisi objektif pengembangan ekowisata saat ini maka strategi pengembangan yang dapat diterapkan yaitu strategi pesimis melalui upaya penataan ruang wisata, pengembangan manajemen atraksi, pengembangan promosi dan pemasaran, pengembangan regulasi dan organisasi pengelola ekowisata, dan menciptakan situasi keamanan yang kondusif baik di dalam maupun luar kawasan wisata. 10. Judul : DAMPAK AKTIVITAS EKOWISATA DI PULAU KARIMUNJAWA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal Unduh 2014 Jurnal Elektronik Akhsanul Ni’am Laksono dan Mussadun - Vol. 3, No.2; 262-273 http://www.ejournals1.undip.ac.id/index.php /pwk/artcle/view/5048/pdf_28 : 25 Oktober 2015 Keindahan pantai di Pulau Karimunjawa memiliki daya tarik bagi para turis domsetik maupun mancanegara.Jumlah wisatawan yang datang semakin meningkat.Penambahan jumlah wisatawan itu menguntungkan masyarakat Karimunjawa.Lapangan kerja terbuka luas dan pendapatan masyarakat bertambah. Namun hal ini berdampak negatif pada terumbu karang dan padang lamun yang terus rusak. Penelitian ini melihat dampak terhadap sumberdaya alam, sosial budaya, ekonomi serta kelembagaannya dengan adanya kegiatan pariwisata menurut persepsi masyarakat yang tinggal di sana. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi karakteristik sumberdaya alam, sosial budaya, ekonomi, dan kelembagaan, kemudian mengidentifikasi jenis pariwisata yang ada di Pulau Karimunjawa.Dari kedua hal tersebut menghasilkan analisis dampak aktifitas wisata terhadap sumberdaya alam, sosial budaya, ekonomi, dan kelembagaan di Pulau Karimunjawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.Dengan melakukan wawancara menggunakan teknik snowball hingga jawaban dari pertanyaan itu berulang dan mengalami kejenuhan.Untuk teknik pengumpulan datanya 17 menggunakan triangulasi, yaitu mengkompilasi hasil observasi, wawancara, dan dari data sekunder baik dari hasil penelitian sebelumnya atau berdasarkan data dari instansi. Hasil penelitian ini adalah ditemukan banyak jenis kegiatan wisata yang dilakukan di Karimun Jawa.Kegiatan-kegiatan wisata tersebut memberikan dampak terhadap aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungannya.Dampak-dampak yang ditimbulkan tersebut tidak hanya dampak positif tetapi juga dampak negative. ANALISIS Dari tulisan ini, penulis dapat mengetahui bahwa setiap kegiatan ekowisata yang berkembang tidak sedikit yang menimbulkan dampak-dampak terhadap aspek kehidupan disekitar wilayah ekowisata.Peran pemerintah disini bersama masyarakat setempat dalam pengelolaan kegiatan ekowisata sangat dibutuhkan agar dapat teratasi dampak-dampak negative dari adanya kegiatan ekowisata yang berkembang. 11. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL Tanggal Unduh : PELUANG USAHA EKOWISATA DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU SEMPU, JAWA TIMUR (Ecotourism Business Opportunities in the Region Sempu Island Sanctuary, East Java) : 2013 : Jurnal : Elektronik : Hari Purnomo, Bambang Sulistyantara, Andi Gunawan : : : : Vol. 10 No. 4; 235-246 : http://ejournal.forda-mof.org/ejournallitbang/index.php/JPSE/article/view/172 : 25 Oktober 2015 Cagar Alam Pulau Sempu sudah menjadi salah satu daerah tujuan wisata alam popular yang banyak dikunjungi orang di Kabupaten Malang.Adanya kegiatan ekowisata di Pulau Sempu menimbulkan permasalahan pengelolaan terkait dengan status kawasan sebagai Cagar Alam.Kawasan Cagar Alam tidak ditujukan untuk kegiatan wisata, melainkan hanya untuk pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi kenyataan yang dihadapi sekarang, kunjungan wisatawan ke Pulau Sempu semakin meningkat dan sudah sangat sulit dihentikan. Penelitian ini bertujuan 1) Menganalisis potensi obyek daya tarik wisata alam; 2) Mengevaluasi dampak ekowisata terhadap kawasan; 3) Merumuskan strategi kebijakan pengelolaan kawasan Cagar Alam Pulau Sempu.Pengumpulan data dilakukan melalui 18 observasi, wawancara dan studi pustaka. Untuk merumuskan strategi pengelolaan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan kawasan Cagar Alam Pulau Sempu sangat potensial untuk dikembangkan menjadi tujuan ekowisata dengan daya tarik obyek wisata alam berupa danau “Segara Anakan”, keanekaragaman flora, fauna dan ekosistemnya.Adanya dampak negatif dari wisata alam terhadap kawasan, diperlukan pengelolaan dan perencanaan yang sesuai untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Strategi pengelolaan yang sesuai adalah a) Melakukan evaluasi fungsi kawasan dan membagi blok pengelolaan untuk meminimalkan dampak pengunjung; b) Perubahan status sebagai kawasan Cagar Alam menjadi Taman Wisata Alam; c) Melakukan kolaborasi pengelolaan kawasan dengan masyarakat ANALISIS Dalam merumuskan strategi kebijakan pengelolaan suatu kawasan ekowista maka perlu diperhatikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dalam pengembangan ekowisata dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang mempengaruhi pengembangan ekowisata.Penulis dalam penelitian ini menggunakan analisis SWOT dengan scoring dan pembobotan untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan kawasan Cagar Alam Pulau Sempu. 12. Judul : EKOWISATA MENINGKATKAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT (Sebuah Studi di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan) Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal Unduh 2011 Jurnal Elektronik I Ketut Putra Suarthana - Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi Vol 16, No. 2; 24-33 http://www.triatmamulya.triatmamapindo.ac.id/ojs/index.php/JMNA/article/vi ew/24/25 : 30 Oktober 2015 Pembangunan pariwisata memiliki peran yang signifikan dalam pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan.Kinerja Pariwisata Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat potensial untuk mengembangkan pariwisata karena memiliki keindahan alam dan seni budaya yang beraneka ragam Salah satu ekowisata yang menarik minat penulis untuk dikaji pada penelitian ini adalah Taman Nasional Tanjung Puting di Kota Waringin Barat. 19 Hasil dari penelitian ini adalah aktivitas ekowisata di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting ini telah memberi arti dan manfaat yang sangat luas terhadap sumber daya alam dan masyarakat setempat. Kesinambungan ekowisata ini akan terjamin secara utuh apabila seluruh komponen yang terlibat didalamnya berperan aktif serta memiliki komitmen yang tinggi untuk turut menjaga dan mengembangkannya. ANALISIS Suatu kawasan ekowisata harus memiliki ciri khas endemik untuk ditwarkan sebagai objek wisata kepada para turis.Komodifikasi berbasis destinasi lebih berpotensi untuk dikembangkan dan menguntungkan secara komersial.Pada ekowisata yang berbasis masyarakat, kadang kala ditemukan komodifikasi terhadap produk maupun budaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat sehingga aktivitas mereka memiliki nilai jual secara komersial.Hal tersebut, menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata kebersinambungan dan berwawasan lingkungan jangka panjang sangat penting dalam suatu pengembangan wisata. 13. Judul : DAMPAK EKONOMI, SOSIAL- BUDAYA, DAN LINGKUNGAN PENGEMBANGAN DESA WISATA DI JATILUWIHTABANAN Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume : hal Alamat URL : : : : : : : : : Tanggal Unduh 2006 Jurnal Elektronik I Nengah Subadra, Nyoman Mastiani Nadra - Vol. 5, No. 1; 46-64 http://triatmamulya.triatmamapindo.ac.id/ojs/index.php/JMPII/article/v iew/11/11 : 30 Oktober 2015 Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan (segala sesuatu yang kita nikmati) sekarang dan selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang. Jadi, dengan pola pembangunan berkelanjutan generasi sekarang dan generasi yang akan datang mempunyai hak yang sama untuk menikmati alam beserta isinya ini. Sehubungan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, pola pembangunan berkelanjutan sangat cocok diterapkan dalam pengembangan pariwisata di Bali. Ini bertujuan untuk melestarikan keberadaan pariwisata yang ada sekarang ini kepada generasi yang akan datang. Salah satu upaya penerapan pola pengembangan pariwisata berkelanjutan adalah dengan pemilihan percontohan Desa Wisata.Ada tiga percontohan Desa Wisata di Bali yaitu; 20 Desa Adat Pangelipuran di Kabupaten Bangli, Desa Adat Sebatu di Kabupaten Gianyar dan Desa Adat Jatiluwih di Kabupaten Tabanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak pengembangan pariwisata di Objek Desa Wisata Jatiluwih terhadap lingkungan, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi masyarakat lokal dengan menggunakan pendekatan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Data penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa cara antara lain: (1) obervasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subjek dan objek Desa Wisata dan komponen industri pariwisata; (2) wawacara, yaitu mengumpulkan informasi melalui wawancara terstruktur dengan responden yang dipilih secara acak yaitu subyek dan Objek Desa Wisata, berbagai industri pariwisata dan masyarakat setempat; dan (3) dokumentasi, yaitu dengan mengabadikan dokumen-dokumen dan foto-foto dari subyek dan Objek Desa Wisata. Pembanguanan pariwisata berkelanjutan di Desa Wisata Jatiluwih belum sepenuhnya memenuhi aspek-aspek pola pembangunan pariwisata berkelanjutan.Dua aspek keberlanjutan yaitu aspek sosial-budaya dan lingkungan telah terpenuhi.Kehidupan sosial budaya khususnya pertanian, gotong royong, dan kegiatankegiatan keagamaan masih tetap terjaga kelestarianya walaupun tempat ini bnayak dikunjungi wisatawan.Sumber daya alam (sawah teras siring) yang dijadikan sebagai objek dan daya tarik wisata utama masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat lokal yang secara langsung melestarikan budaya pertaniannya. Sedangkan aspek pemberian manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal belum terpenuhi karena kurangya peran serta masyarakat dalam proses perencanaan, , pembangunan, pelestarian dan penilaian terhadap pembangunan pariwisata di Desa Wisata Jatiluwih. ANALISIS Konsep pembangunan pariwisata berkelanjuatan merupakan konsep pembangunan yang sangat ideal untuk diterapkan dalam berbagai pembangunan dalam bidang pariwisata.pariwisata berkelanjutan mempunyai penekanan khusus pada tiga hal yaitu; 1. Pelestarian warisan alam dan budaya serta tradisi masyarakat local dengan mengurangi konteks yang intensif dan massal terhadap objek- objek wisata budaya; 2.Pengurangan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan sehubungan dengan pengembangan pariwisata; 3.Pemberdayaan masyarakat lokal untuk mempertinggi kehidupan sosial dan budayanya guna meningkatkan kualitas dan standar hidup masyarakat lokal.Tetapi, realisasi konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan tersebut tidak mudah untuk diterapkan. 21 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN EKOWISATA Merupakan sebuah peluang besar bagi negara kita dengan potensi alam yang luar biasa ini.Hal ini menjadi akibat kecenderungan semakin banyaknya wisatawan yang mengunjungi obyek berbasis alam dan budaya penduduk lokal.Menurut Satria (2009) dalam jurnal penelitiannya mendefinisikan bahwa ekowisata yang didefinisikan sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggungjawab ke kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat, memperlihatkan kesatuan konsep yang terintegratif secara konseptual tentang keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya mempertahankannya.Menurut The International Eco Tourism Society atau TIES (1991) dalam Suarthana dan Mulyana (2011), ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayahwilayah alam dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal dan menurut World Concervation Union (WCU) dalam Suarthana dan Mulyana (2011) , ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayahwilayah yang lingkungan alamnya masih asli dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi tidak menghasilkan dampak negatif dan memberi keuntungan sosial, ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal (Iwan Nugroho. 2011) dalam Suarthana dan Mulyana (2011). Sehingga pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.Dapat disimpulkan bahwa ekowisata sebagai bagian dari sustainable tourism merupakan sektor ekonomi yang lebih luas yang secara spesifik memuat upaya-upaya kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya yang melibatkan penduduk lokal dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaannya serta ikut membina kesejahteraan dalam rangka mengurangi kemiskinan (Suarthana dan Mulyana,2011). Pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pengembangan pariwisata yang bisa menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam dan kehidupan sosial-budaya serta memberikan manfaat ekonomi kepada generasi sekarang hingga generasi yang akan datang guna memberantas atau mengentasakan kemiskinan (WTO, 2004 : 3-6) dalam Subadra dan Nadra (2006). Gortazar (1999) dalam Subadra dan Nadra (2006) menambahkan bahwa pariwisata berkelanjutan mempunyai penekanan khusus pada tiga hal yaitu; 1. Pelestarian warisan alam dan budaya serta tradisi masyarakat lokal dengan mengurangi konteks yang intensif dan massal terhadap objek-objek wisata budaya; 2. Pengurangan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan sehubungan dengan pengembangan pariwisata; 3. Pemberdayaan masyarakat lokal untuk mempertinggi kehidupan sosial dan budayanya guna meningkatkan kualitas dan standar hidup masyarakat lokal. Menurut Harssel (1994) dalam Subadra dan Nadra (2006), pariwisata dibagi menjadi sepuluh jenis yaitu; pariwisata alam (ecotourism), pariwisata budaya (cultural tourism), pariwisata sosial (social tourism), pariwisata aktif/petualangan (active/adventure tourism), pariwisata rekreasi (recreational tourism), pariwisata olahraga (sport tourism), pariwisata minat khusus (specialized tourism), pariwisata kegamaan (religious tourism), pariwisata kesehatan (health tourism) dan pariwisata etnis (ethnic tourism). Pengklasifikasi tersebut berdasarkan atas motivasi perjalanan wisatawan. 22 Aktivitas ekowisata saat ini tengah menjadi tren yang menarik yang dilakukan oleh para wisatawan untuk menikmati bentuk-bentuk wisata yang berbeda dari biasanya.Indonesia adalah negara megs biodiversity dunia yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi setelah Brazil dengan keunikan, keaslian dan lingkungan melalui ekowisata, Supyan (2011). Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan mendorong respek yang lebih tinggi terhadap perbedaan kultur atau budaya. Walaupun banyak nilai-nilai positif yang ditawarkan dalam konsep ekowisata, namun model ini masih meyisakan kritik dan persoalan terhadap pelaksanaannya. Beberapa kritiksn terhadap konsep ekowisata antara lain: 1. Dampak negative dari pariwisata terhadap kerusakan lingkungan. Meski konsep ecotourism mengedepankan isu konservasi disalamnya, namun tidak dpat dipungkiri bahwa pelanggaran terhadap hal tersebut masih saja ditemui di lapangan. Hal ini selain disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat sekitar dan turis tentang konsep ekowisata, juga disebabkan karena lemahnya manajemen dan peran pemerintah dalam mendorong upaya konservasi dan tindakan yang tegas dalam mengatur masalah kerusakan lingkungan 2. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam Ekowisata. Dalam pengembangan wilayah Ekowisata seringkali melupakan masyarakat sebagai stakeholder penting dalam pengembangan wilayah atau kawasan wisata. Masyarakat sekitar seringkali hanya sebagai obyek atau penonton, tanpa mampu terlibat secara aktif dalam setiap proses-proses ekonomi di dalamnya. 3. Pengelolaan yang salah. Persepsi dan pengelolaan yag salah dari konsep ekowisata seringkali terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia. Hal ini selain disebabkan karena pemahaman yang rendah dari konsep ekowisata juga disebabkan karena lemahnya peran dan pengawasan pemerintah untuk mengembangkan wilayah wisata secara baik. Pengembangan ekowisata bahari yang hanya terfokus pada pengembangan wilayah pantai dan lautan sudah mulai tergeser, karena banyak hal lain yang bisa dikembangkan dari wisata bahari selain pantai dan laut. Salah satunya adalah konsep ekowisata bahari yang berbasis pada pemandangan dan keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budayadan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Menurut Satria (2009) suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada empat aspek, yaitu : a). mempertahankan kelestarian lingkungannya; b). meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilingkungan tersebut; c). menjamin kepuasan pengunjung dan; d). meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan pengembangannya. Selain keempat aspek tersebut, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan untuk pengembangan ekowisata bahari, antara lain: aspek ekologis, daya dukung ekologis merupakan tingkat penggunaan maksimal suatu kawasan, aspek fisik, daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam area tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas, aspek sosial, daya dukung sosial adalah kawasan wisata yang dinyatakan sebagai batas tingkat maksimaum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan; aspek rekreasi, daya dukung rekreasi merupakan konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan kawasan. 23 Cagar Alam merupakan kawasan konservasi yang memiliki fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman hayati dan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.Perlindungan Cagar Alam banyak mengalami hambatan yang disebabkan oleh pembatasan akses, sehingga memicu konflik kepentingan antara pengelola kawasan dengan masyarakat (Wiratno, 2004) dalam Purnomo at al (2013).Namun pada kenyataannya Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu (CAPS) beberapa tahun terakhir menghadapi permasalahanpengelolaan yaitu adanya kegiatan wisata alamdalam kawasan. Hal ini bertentangan denganUURINo. 5 tahun 1990 pasal 17 ayat 1 yaitu di dalamCagar Alam hanya dapat dilakukan kegiatanpenelitian, pendidikan, pengembangan ilmupengetahuan dan kegiatan yang menunjangbudidaya.Adanya permasalahan dan tekanan permintaan wisata ke daerahdaerah yang alami akan berdampak pada penurunan kawasan baik secara kualitas maupun kuantitas yang dapat mengancam kelestarian kawasan (Wearing dan Neil, 2009) dalam Purnomo at al (2013). KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA Proses pengelolaan ekowisata tentu saja perlu dukungan dari berbagai stakeholder yang ada termasuk oleh pengambil kebijakan, seperti di Pulau Sempu, Satria (2009) menungkapkan bahwa ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh pengambilan kebijakan, untuk pengembangan ekowisata di kawasan Pulau Sempu : 1. Penguatan konsep ecotourism bagi Pulau Sempu. Pulau Sempu yang memiliki potensi wisata alam yang sangat menarik perlu dikembangkan nilai ekonomis wilayah ini bagi penguatan ekonomi masyarakat sekitar. Namun untuk mengurangi dampak yang negative terhadap kerusakan lingkungan maka diperlukan sebuah sebuah upaya khusus untuk menanggulanginya. Salah satu konsep yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengembangkan konsep Ecotourism di Pulau Sempu. Dalam konteks ini maka wisata Pulau Sempu akan diarahkan sedemikian rupa agar pengembangannya tidak menganggu atau selaras dengan upaya konservasi lingkungan serta berdampak positif bagi pengembangan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi lokal dilakukkan selain untuk menopang keberlanjutan konservasi juga diperlukan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar. Namun dalam mengembangkan dan menguatkan konsep Ecotourism untuk mengembangkan ekonomi lokal diperlukan sebuah pemahaman yang tepat pada masyarakat dan pemerintah lokal. Hal ini dilakukkan agar pemerintah lokal dan masyarakat bisa berperan aktif dan menjadi stakeholder yang berkepentingan terhadap pengembangan wilayah ini. Salah satunya adalah dengan mengembangkan sebuah unit-unit ekonomi (BUMDES-Badan Usaha Milik Desa) dan Koperasi untuk mendukung aktivitas dan kebutuhan para wisatawan, mulai dari unit usaha makanan, Souvenir, MCK, penyebrangan (Kapal Nelayan), Penginapan, Parkir hingga Pemandu wisata. K EK UATAN (S TRENG TH ) P ELUAN G (OP PURTU NITY ) KELE MAHAN ( WEA KNESSES ) ANC AMAN ( TH REAT ) Kekay aan alam dan pemandang an yang relat if alami di w ilayah Pulau Sem pu Jauhn ya lo kasi Pulau sempu dari Kot a Malang dan ber kelak-kelok nya jalan menuj u kesana. Infrastrukt ur jalan yang sang at buruk 24 dapat menj adi keungg ul an/atraksi y ang sangat m enarik bagi w isataw an y ang dat an g. Kehidupan mas yarakat Nelayan yang unik dapat m enjadi day a tarik w is ata t er sendiri. W ilayah w isata Pulau Sempu dapat m enjadi pilihan tem pat Ekow isata yang m enarik di w ilay ah Jaw a timur. T ing ginya Jumlah Mahasi sw a di Wilayah Jaw a timur mendorong pasar Ekow is ata y ang leb ih luas. di w il ayah daera h s endang biru. Sulitny a akses atas air bersih di w il ayah Pulau Semp u. Masyarakat di w ilayah Sendang Biru belum terbentuk im a ge sebag ai w ilay ah Ekow isata. Peran pem erint ah lok al dalam melakukkan upaya- upay a ko nserv asi dan pengaw asan masi h s angat rendah Peng embangan W ilayah S endang B iru untuk menjadi pel abuhan Carg o internas ional dapat menjadi ancaman lingkungan. Tabel 1 Analisis SWOT Ekowisata Pulau Sempu, Satria(2009) 2. Mendorong linkage dengan travel unit (agen perjalanan). Pengembangan suatu kawasanwisata tidak bisa dilepaskan dari keberadan para pemadu wisata dan agen perjalanan. Karenapemandu wisata dan agen wisata merupakan ujung tombak terdepan yang langsungberhubungan dengan para wisatwan atau stakeholder, sehingga untuk lebih mudah dalammengembangkan suatu kawasan ekowisata maka diperlukan partisipasi mereka secara lebihjauh. pemandu wisata dan agen perjalanan bisa dikontrol. Selain itu, keinginan dari para wisatawan dapat lebih mudah ditangkap, sehingga pengembangan ekowisata lebih terarahdan sesuai dengan keinginan stakeholder.Namun dalam pengembangan hubungan dengan agen perjalanan diperlukan sebuahkesepakatan tentang konsep Ecotourism yang dikembangkan di wilayah ini. Hal inidimaksudkan agar tawaran paket wisata yang diberikan tidak menggangu upaya konservasialam yang juga dilakukkan di wilayah ini. Selain itu pihak pemandu perjalanan jugadiharapkan tidak memisahkan diri untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat lokal dalammendukung Ekowisata. 3. Mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat Wisata. Masyarakat lokal sebenarnyabukanlah hambatan bagi pengembangan Ekowisata, karena peran mereka seharusnya tidakterpisahkan dalam program-program wisata. Pengelolaan berbasis masyarakat ini merupakansalah satu pendekataan pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaranlingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Ditambah adanya transfer diantaragenerasi yang menjadikan pengelolaan menjadi berkesinambungan menjadikan cara inilahyang paling efektif, dibanding cara yang lainya.Secara umum sudah dibahas sebelumnya bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah pesisirdan lautan efektif adalah yang berbasis pada masyarakat. Nikijuluw (1994) dalam Satria (2009)berpendapatpengelolaan berbasis masyarkat merupakan salah satu pendekataan pengelolaan alam yangmeletakkan 25 pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasarpengelolaanya. Ditmabah adanya transfer diantara generasi yang menjadikan pengelolaanmenjadi berkesinambungan menjadikan cara inilah yang paling efektif, disbanding cara yanglainya. Namun, masyarkat juga jangan sampai dilepaskan sendirian untuk mengelolasemuanya. Karena sudah diketahui bersama, bahwa salah satu masalah utama yang dihadapidalam pengelolaan ekowisata di Indonesia adalah masalah kualitas Sumber Daya Manusia(SDM), karena ketidakmerataan pendidikan yang diperoleh. Salah satu hal yang bisa dilakukandengan melibatkan pemerintah lokal dalam pengeloalaan, seperti dalam gambar berikut Gambar 1 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir berbasis masyarakat dengan melibatkan pemerintah 4. Mendorong unit-unit usaha yang strategis. Dengan semakin berkembangnya wilayah Pulau Sempu sebagai tempat Ekowisata, maka kebutuhan akan unit-unit usaha penyokong jugadiperlukan seperti tempat penginapan, tempat parkit, usaha souvenir, toko serba ada(perancangan), tempat MCK, restaurant hingga jasa penyeberangan dengan kapal Nelayan.Semua unit-unit usaha ini diharapkan dapat berada di wilayah sendang biru dan tidakberoperasi di Pulau Sempu, karena diperlukan untuk mempertahankan kemurnian alam hayatidan sisi naturalisme yang tinggi.Dalam konteks pengembangan unit-unit usaha juga diperlukan sebuah bentuk kelembagaanyang baik dengan mengembangkan sisi sosial ekonomi secara bersamaan (socialenterpreneurship) seperti konsep Koperasi dan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). 5. Melakukan promosi yang gencar. Berkembangnya kawasan wisata Pulau Sempu akan semakinbaik jika promosi yang dilakukkan juga gencar, hal ini dilakukkan guna menanamkan imagewisata yang kuat di wilayah Pulau Sempu. Promosi yang gencar selain dapat dikaitkan dengan program-program yang ada dalam agen perjalan juga dapat dilakukkan denganmempromosikannya melalui website. 6. Mendorong partisipasi unit aktivitas mahasiswa Pencinta Alam untuk melakukkan programkonservasi secara berkala. Peningkatan upaya konservasi di wilayah Pulau Sempu selaindapat dilakukkan oleh pemerintah lokal juga dapat dikoordinasikan dengan unit-unit aktivitasmahasiswa Pecinta Alam dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur. Hal ini dapatdilakukkan dengan terus melakukkan aktivitas-aktivitas yang ramah dengan lingkungan, seperti menjaga cagar alam dan kebersihan serta melakukkan pengawasan atau pemanduanterhadap wisatawan-wisatawan yang datang. 7. Melakukkan Investasi MCK, Kebersihan dan Air Bersih di wilayah “Segoroanakan”.Infrastruktur dasar yang belum ada di wilayah Pulau Sempu (Segoroanakan) adalah MCKdan air bersih. Hal ini menjadi masalah utama bagi wisatawan yang sedang melakukkanperkemahan disekitar wilayah “Segoroanakan”. Jika tidak ditangani dengan serius hal inidapat mengganggu kebersihan, keindahan serta mengancam kerusakan alam yang ada diwilayah “Segoro-anakan”. 26 PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN TAMAN NASIONAL Ekowisata berbasis masyarakat yang mengambil dimensi sosial ekowisata adalah suatu langkah lebih lanjut untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata.Pendekatan ini mengembangkan bentuk ekowisata dimana masyarakat lokal yang mempunyai kendali penuh dan keterlibatan di dalamnya baik manajemen dan pengembangannya, maupun proporsi yang utama menyangkut sisa manfaat di dalam masyarakat (WWF International, 2001) dalam Wulandari dan Sumarti (2011).Taman nasional merupakan salah satu tempat yang dapat dijadikan pilihan dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat \ tersebut, hal ini karena dalam usaha tersebut terkandung aspek konservasi, usaha bisnis dan pembangunan masyarakat (Nugraheni, 2002) dalam Wulandari dan Sumarti (2011).Pengembangan ekowisata memberikan manfaat secara sosial ekonomi kepada masyarakat. Saat masyarakat mendapatkan manfaat dengan pengembangan ekowisata maka mereka akan semakin termotivasi untuk melakukan konservasi (Ekowati, 2005) dalam Wulandari dan Sumarti (2011). Melalui usaha tersebut, masyarakat turut mengelola sumberdaya alam yang berada didalam kawasan taman nasional. Menurut Ekowati (2005)dalam Wulandari dan Sumarti (2011), terdapat beberapa faktor pendukung agar praktek ekowisata berbasis masyarakat ini dapat berjalan sukses, diantaranya yaitu: a. Adanya dukungan pihak pemerintah daerah secara politik dan melalui aspek lain sehingga mendorong terjadinya perdagangan yang efektif dan investasi; b. tercukupinya hak-hak kepemilikan; c. keamanan pengunjung terjamin, d. resiko kesehatan rendah; e. tersedianya fasilitas fisik dan telekomunikasi; f. kondisi lanskap dan flora fauna yang sangat menarik; g. kesadaran komunitas lokal akan adanya kesempatan-kesempatan potensial untuk pengembangan ekowisata di daerah mereka; h. intensitas kedatangan pengunjung yang datang cukup sering, i. sumberdaya manusia yang potensial; dan j. masyarakat bersedia terlibat secara aktif dan ikut berkorban baik tenaga, waktu atau materi untuk kegiatan-kegiatan yang mereka sadari dan mereka percayai akan membawa kemajuan dan manfaat bagi mereka Adapun faktor penghambat pengembangan ekowisata adalah :(1) fasilitas fisik yang tersedia kurang mendukung seperti jauhnya jarak yang harus ditempuh dan kondisi jalan yang tidak terlalu baik sehingga membutuhkan waktu tempuh yang lama untuk mencapai lokasi; (2) belum ada struktur untuk pengambilan keputusan komunitas yang efektif; (3) kurangnya penguasaan penduduk setempat terhadap seni budaya tradisional; (4) terpecahnya masyarakat dalam golongan-golongan; dan (5) suasana politik yang memanas. Arahan kebijakan untuk pengembangan kegiatan ekowisata adalah dengan menentukan strategi kebijakan yang dianalisis dengan SWOT, didapati 6 strategi yaitu: (1)memberdayakan masyarakat kawasan (2) meningkatkan kesehatan status kawasan (3) perlindungan dan pengamanan potensi kawasan (4) pemanfaatan dan pengembangan kawasan (5) pembinaan kelembagaan dan koordinasi (6) peningkatan kualitas SDM berbasis sumberdaya potensial. 27 Dampak Wisata Alam Terhadap Kawasan Teori keseimbangan ( equilibrium theory)memandang bahwa ekosistem dijaga dalam sebuahkeseimbangan diatas fondasi spesies-spesiespenyusunnya. Pendekatan ini memunculkansebuah ide tentang keseimbangan alam “the balance of nature” .Namun, keseimbangan ini bisa terganggu oleh sebab-sebab alamiah dan manusia (Purnomo et al, 2013).Selanjutnya (Purnomo et al, 2013). juga menjelaskan adanya aktivitas wisata alam dapat menyumbang peran yang signifikan dalam pembiayaan program-program konservasi lingkungan hidup. Namun, Aktivitas pembangunan wisata alam yang dilakukan juga merupakan ancaman yang nyata terhadap keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan yang akan di kembangkan. Kekhawatiraan bahwa pengembangan wisata alam sering menyebabkan hilangnya bentuk-bentuk keanekaragaman hayati di sekitarnya padahal, fungsinya disadari sangat penting bagi ekosistem kawasan. Oleh karena itu rencana pengembangan wisata alam juga harus dilihat daya dukung dari kawasan yang akan dikembangkan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan adanya kegiatan wisata alam. Hasil penelitian (Purnomo et al, 2013).di kawasan Cagar Alam Pulau Sempu diperoleh gambaran bahwa dampak wisata alam terhadap respon satwaliar di lokasi penelitian dengan adanya aktifitas pengunjung berbeda-beda. Seperti yang mudah diamati di lokasi penelitian kelompok primata jenis Monyet ekor panjang ( ) sering dijumpai dengan mudah di sekitar obyek daya tarik wisata alam, namun adanya pengunjung membuat satwaliar ini menjadi agresif serta terjadinya penyimpangan pola makan dari satwaliar tersebut.Aktifitas wisata alam yang dekat dengan habitat satwaliar, dapat mempengaruhi hidupan liar. Pengaruh- pengaruh negatif tersebut antara lain: 1) Dimungkinkan pengambilan secara ilegal terhadap satwaliar; 2) Kerusakan habitat satwaliar; 3) Perubahan komposisi tumbuhan menurunnya produktifitas tumbuhan bawah karena terinjakinjak pengunjung; 4) Mengurangi daya reproduksi satwaliar; 5) Penyimpangan pola makan satwa (monyet ekor panjang); 6) Modifikasi pola-pola aktifitas satwa; 7) Polusi dan limbah yang ditinggalkan pengunjung. Dampak lain adanya wisata alam terhadap lingkungan yang dapat diamati langsung di lokasi penelitian adalah masalah limbah/sampah. Adanya pengunjung yang masuk kawasan akan membawa limbah dan kebanyakan meninggalkan sampah setelah berkunjung. Salah satu langkah untuk meminimalisir dan mencegah kerusakan kawasan obyek wisata/kawasan konservasi yang disebabkan oleh kunjungan wisatawan yang berlebihan adalah dengan mengetahui daya dukung kawasan yang dapat digunakan untuk menyusun perencanaan pengelolaan dengan adanya ekowisata. Nenurut Suarthana dan Mulyana (2011) dalam jurnalnya mengatakan bahwa setidaknya ada tiga dampak yang ditimbulkan dari aktivitas Taman Nasional Tanjung Putting terhadap Masyarakat, yaitu: 1. Dampak Ekonomi Masyarakat memanfaat kan aktivitas TN dengan mengelola Perahu Klotok yang disewakan kepada para wisatawan untuk menuju dan kembali dari Taman Putting sebagai sumber kehidupan masyarakat di daerah itu. Selain penyewaan Perahu Klotok, masyarakat juga membangun tempat penginapan bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan oleh taman wisata ini dikenal dengan Hotel Terapung. Hotel Terapung ini dimaksud adalah kelotok wisata sebagai alat transportasi yang dilengkapi dengan tempat tidur dimana para wisata dapat bermalam di Camp Leaky, di Rimba Lodge hotel ini terkenal karena pernah ditempati oleh orang-orang terkenal seperti Julia Robert, karyawannya dari daerah setempat 2. Dampak Sosial 28 Penduduk lokal setempat direkrut menjadi karyawan pada kawasan tersebut sehingga mengurangi jumlah pengangguran dan mengentaskan kemiskinan.Interaksi sosial, cross culture communications, pertukaran budaya secara perlahan terjadi dan berdampak terhadap pola perilaku (behaviour) masyarakat.Seni budaya dan atraksi yang terdapat di masingmasing daerah menjadi icon dan brand identitas bangsa yang memiliki nilai/value yang luar biasa untuk dikembangkan. 3. Dampak Lingkungan Ekosistem hutan, habitat mahluk hidup yang ada di dalamnya terjaga dengan baik. Keseimbangan ekosistem dengan masyarakat akan menjaga kelestarian alam tersebut secara berkesinambungan (sustainable). Secara perlahan perilaku negatif masyarakat baik dalam bentuk penggalian areal untuk mencari nafkah yang mengakibatkan sungai menjadi keruh, penebangan hutan yang terlarang, perburuan satwa yang dilindungi semakin berkurang. Kesinambungan ekowisata ini akan terjamin secara utuh apabila seluruh komponen yang terlibat didalamnya berperan aktif serta memiliki komitmen yang tinggi untuk turut menjaga dan mengembangkannya. Selain dampak secara umum tersebut Suarthana dan Mulyana (2011) juga memaparkan dampak negative dan positif, dampak negatif dari kegiatan ekowisata ini akan terjadi penipisan sumber daya alam, polusi udara yang berwujud seperti emisi, kebisingan, sampah, limbah minyak, dan lain sebagainya. Sedangkan dampak positifnya berupa perlindungan dan konservasi lingkungan.Lahirnya kesadaran pemerintah dan masyarakat terhadap nilai-nilai lingkungan dan implikasi upaya-upaya komprehensif tentang pembiayaan investasi dan pengelolaan lingkungan hidup. PERANAN PARIWISATA TERHADAP MASYARAKAT MISKIN Beberapa buah pariwisata berbasis masyarakat mempunyai sasaran kunci di luar konservasilingkungan alam dan warisan budaya, Pro Poor Tourism (PPT) membutuhkan lebih dari sekedarfokus komunitas. Menurut DFID (dalam Cattarinich, 2001 dalam Ashar et al (2009), Pariwisata pro orang miskinmenghasilkan keuntungan bersih bagi orang miskin. Keuntungan ekonomi hanya satu komponensaja – biaya dan keuntungan sosial, dan lingkungan juga perlu diperhatikanStrategi pariwisata pro orang miskin terkait secara rinci dengan dampaknya pada orang-orang miskin, meskipun yang tidak miskin juga mendapat manfaatnya (Ashar et al 2009).Keuntungan ekonomi hanya satuyang sangat penting yaitu sosial, lingkungan, budaya.Strategi pariwisata pro orang miskinmemperhatikan secara lebih khusus dampaknya pada orang miskin meskipun yang tidak miskinjuga mendapat manfaatnya.Strategi fokus pada sedikit berkembangnya ukuran pariwisata tapi lebihpada membuka peluang untuk kelompok tertentu.( DFID, dalam Cattarinich, 2001 dalam Ashar et al 2009)Suatu tinjauan ulang riset pariwisata di Asia melaporkan bahwa kebanyakan studi kasus, adakeuntungan ekonomi untuk bagian masyarakat yang lokal, ( Shah Dan Gupta dalam Cattarinich,2001 dalam Ashar et al 2009). Ketika manfaat yang diterima orang miskin dari pariwisata pada umumnya sebagai penjualkeliling atau penjaja di jalan atau tenaga kerja rendahan ( seperti kuli pengangkut barang atauasisten ‘ tingkat rendah’ di hotel, pondokan, dan organisasi tour) ( Shah Dan Gupta, dalamCattarinich, 2001dalam Ashar et al 2009).Shah dan Gupta dalam Cattarinich, 2001 dalam Ashar et al 2009 menyatakan bahwa pariwisata berguna untukmembedakan antara keikutsertaan di sektor formal ( seperti hotel), sektor informal ( seperti penjualkeliling, berperahu) dan didalam perusahaan sekunder yang mempunyai pertalian ( seperti persediaan makanan). 29 Struktur ekonomi pariwisata di kota Batu menunjukkan pentingnya peranan sektor pariwisatadalam perekonomian daerah yang nampak pada besarnya kontribusi sektor ini terhadap PDRB kotaBatu. Keberadaan Jatim Park, Songgoriti, Hotel, Restorandan Pasar Wisata merupakan unit-unit usaha yang memberi kontribusi nyata bagi Pendapatan Asli Daerah dan ekonomi lokal.Hubungan antara industri pariwisata dengan ekonomi lokal sangat erat.Sarana produksi tenagakerja, sayur-buah lokal menjadi input utama dari unit-unit industry pariwisata yang ada. Sektorperdagangan khususnya di pasar-pasar wisata merupakan sektor ekonomi yang menjadi mediatorantara rumah tangga miskin produsen handy-crafts, kripik, tanaman hias, sayur dan buah denganwisatawan.Jatim Park merupakan objek parawisata yang memadukan secara serasi antara konseppendidikan dan konsep pariwisata dalam satu ruang dan satu waktu, sehingga mampu memberikaninformasi kepada masyarakat untuk dapat lebih mengenal budaya bangsa sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi.Industri Pariwisata sangat berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi lokal, terutama dalambidang penyerapan tenaga kerja.Jawa Timur Park berperan dalam penyerapan tenaga kerja lokal diKota Batu sekitar 65% karyawannya berasal dari penduduk di wilayah Kota Batu. Sedangkan dariluar Kota Batu yaitu 25% yang sebagian berasal dari Kota Malang sedangkan lainnya dari daerahlain .Tingginya prosentase jumlah karyawan yang berasal dari Kota Batu membuktikan bahwa industry pariwisata yang ada dapat mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu dalam pembentukan PDRBKota Batu, industri pariwisata berperan paling besar mencapai 68,55% pada tahun 2006 dan besarnya pekerja yang bekerja di sektor jasa ini mencapai 46,32% (Data BPS Kota Batu).Banyaknya tenaga kerja yang berasal dari kota Batu tidak diimbangi dengan tingginya tingkatsumber daya manusia nya yang bagus pula, terbukti dari adanya level/ posisi karyawan dalamstruktur tenaga kerja, bila di lihat dari 3 level dari jumlah 223 pekerja yaitu: - High Manager : 3 orang, 1 berasal dari Kota Batu - Middle Manager : 150 Staff, rata-rata berasal dari Kota Batu - Lower Manager : 70 staff, semua berasal dari Kota Batu Dari level tenaga kerja diatas dapat disimpulkan bahwa las an mengapa banyak karyawan yang merupakan penduduk asli Kota Batu berada di level Middle dan Lower Manager, dikarenakanketerbatasan Sumber Daya Manusia dan rendahnya tingkat dan mutu pendidikan masyrakatnya. INDUSTRI PARIWISATA DENGAN EKONOMI LOKAL :Konsep Teori dan Temuan Empirik Menurut Carney (dalam Cattarinich, 2001) dalam Ashar et al (2009)ditingkat ekonomi mikro sektor pariwisatadapat mengurangi kemiskinan dengan pendekatan mata pencaharian berkesinambungan. Dimana sektor pariwisata menekankan kepada perlunya partisipasi masyarakat lokal dan kesesuaian antara strategi pengembangan sektor pariwisata dengan mayoritas mata pencaharian masyarakat miskin disekitar tempat pariwisata, dengan cara membangun aset orang-orang miskin dan pengembangan keterbatasan lingkungan. Terkait dengan hal itu, pariwisata untuk menjadi suatu strategi pengurangan kemiskinan yang efektif, dengan memberikan tambahan mata pencarian bagi masyarakat miskin dengan menyediakan suatu kesempatan untuk penganeka-ragaman ekonomi tanpa mengganggu atau mengganti/ menggantikan mata pencarian itu ( Ashley dalam Cattarinich, 2001) dalam Ashar et al (2009). Kegiatan pariwisata akan berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat setempat, pengaruh langsung dalam pariwisata ini dapat dikelompokkan menjadi : akomodasi, transportasi, makanan dan restaurant, dan pelayanan rekreasi 30 (Shuib et al, 1986 dalam Stecker, 1986) dalam Ashar et al (2009). Sehingga masyarakat setempat akan mendapatkan pendapatan dan lapangan kerja dari kegiatan ini. Gambar 2 Pola Keterkaitan Antara Paariwisata dan Ekonomi Lokal MODAL SOSIAL Bank Dunia (1999) dalam Ashar et al (2009) mendifinisikan Modal Sosial sebagai sesuatu yang merujuk kedimensiinstitusional, hubungan – hubungan yang tecipta, dan norma – norma yang membentuk kualitasdan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukan sekedar deretan jumlahinstitusi atau kelompok yang menopang (underpinning) kehidupan sosial, melainkan dengan spektum yang lebih luas, yaitu sebagai perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secarabersama – sama Ashar et al (2009) . Cohen dan Prusak (2001) dalam Ashar et al (2009) memberikan pengertian bahwa Modal Sosial sebagaistok dari hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat olehkepercayaan (trust) saling pengrtian (mutual uderstanding) dan nilai – nilai bersama (shared value)yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukansecara efisien dan efektif. Dalam level yang lebih makro, jembatan modal sosial menurut Erani (2006;202) dalam Ashar et al (2009) dapat dikaitkan dengan tata kelola (governance) yang menghasilkan pencapaian ekonomi. Narayan (1999) dalam Ashar et al (2009) mengintegrasikan ide inti dari jembatan modal sosial (bridging social capital) yang menyatakan bahwa intervensi yang berbeda dibutuhkan bagi kombinasi tata kelola yang berlainan dan jembatan modal sosial dalam sebuah kelompok, komunitas, atau masyarakat. Coleman (1988;98) dalam Ashar et al (2009) mendefinisikan modal sosial berdasarkan fungsinya. Menurutnya Modal Sosial bukan entitas tunggal, tetapi entitas majemuk yang mengandung 2 elemen : 1) Modal sosial mencakup beberapa aspek dari struktur sosial 2) Modal sosial mempengaruhi tindakan tertentu dari seseorang, baik secaraindividu maupun kelompok atau perusahaan. Dengan demikian modal sosial bersifat produktif,yakni membuat pencapaian tujuan tertentu, yang tidak mungkin diraih bila keberadaannya tidakeksis. Dalam hasih penelitiannya Ashar et al (2009) menatakan bahwa Struktur ekonomi pariwisata di kota Batu menunjukkan pentingnya peranan sektor pariwisatadalam perekonomian daerah yang nampak pada besarnya kontribusi sektor ini terhadap PDRB kotaBatu. Keberadaan Jatim Park, Songgoriti, Hotel, Restoran dan Pasar Wisata merupakan unit-unit usaha yang memberi kontribusi nyata bagi Pendapatan Asli Daerah dan ekonomi lokal.Hubungan antara industri pariwisata dengan ekonomi lokal sangat erat.Dari data primer yang diolah, nampak bahwa modal sosial yang dimiliki oleh pedagang kecilcukup besar, hubungan yang erat sesama mereka 31 memungkinkan penyediaan tambahan modal usahabisa diperoleh melalui system arisan.Hampir seluruh responden yang diwawancarai ( 90 % ) menyatakan ikut arisan sebagai wahana penyedia modal. Fakta ini membuktikan bahwa mereka merasa lebih cocok dengan system arisan dalammemenuhi kebutuhan permodalan dari pada lembaga keuangan formal (Bank atau Koperasi) maupunsumber modal informal (teman atau saudara).Kecocokan dengan kelembagaan yang bersifat informal, terbuka dan aspiratif sesuai kebutuhanresponden semakin jelas bila dilihat dari partisipasi responden pada kegiatan sosial rutin sepertiYasinan, Pengajian, Kesenian dsb.Pada tabel 17 nampak bahwa dari total responden, hanya 6,15 %yang tidak aktif mengikuti kegiatan sosial. Pada table tersebut, 32,31 % responden secara rutinmengikuti Yasinan, 23,08% mengikuti Pengajian, 33,85% ikut kegiatan Tahlilan, Istighosah, Hiking, PKK, Posyandu, dan kegiatan Gereja. SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan Pembangunan dan pengembangan ekowisata menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk meninkatkat pendapatan Negara melalui sektor pariwisata, didukung oleh karakteristik Indonesia yang merupakan Negara mega biodiversity dunia yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi setelah Brazil dengan keunikan, keaslian dan lingkungan melalui ekowisata, Supyan (2011) tentu saja memiliki potensi alam yang layak di jadikan tempat wisata. Namun pembangunan ekowisata tidak hanya mementingkan keuntungan ekonomi dan rekreasi semata, pembangunan ekowisata yang berkelanjutan harus memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya alam yang dijadikan sebagai obyek wisata, keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal sekitar kawasan ekowisata, juga keberlanjutan kehidupan sosial budaya masyarakat lokal di kawasan ekowisata.Sehingga konsep pengembangan ekowisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya konservasi dan pelestarian lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dapat tercapai. Pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pengembangan pariwisata yang bisa menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam dan kehidupan sosial-budaya serta memberikan manfaat ekonomi kepada generasi sekarang hingga generasi yang akan datang guna memberantas atau mengentasakan kemiskinan (WTO, 2004 : 3-6) dalam Subadra dan Nadra (2006). Gortazar (1999) dalam Subadra dan Nadra (2006) menambahkan bahwa pariwisata berkelanjutan mempunyai penekanan khusus pada tiga hal yaitu; 4. Pelestarian warisan alam dan budaya serta tradisi masyarakat lokal dengan mengurangi konteks yang intensif dan massal terhadap objek-objek wisata budaya; 5. Pengurangan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan sehubungan dengan pengembangan pariwisata; 6. Pemberdayaan masyarakat lokal untuk mempertinggi kehidupan sosial dan budayanya guna meningkatkan kualitas dan standar hidup masyarakat lokal. 32 Meskipun banyak keuntungan yang ditawarkan oleh konsep ekowisata untuk pengembangan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat lokal namun, konsep atau kegiatan ekowisata juga memiliki dampak negative, seperti : 4. Dampak negative dari pariwisata terhadap kerusakan lingkungan. Meski konsep ecotourism mengedepankan isu konservasi disalamnya, namun tidak dpat dipungkiri bahwa pelanggaran terhadap hal tersebut masih saja ditemui di lapangan. Hal ini selain disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat sekitar dan turis tentang konsep ekowisata, juga disebabkan karena lemahnya manajemen dan peran pemerintah dalam mendorong upaya konservasi dan tindakan yang tegas dalam mengatur masalah kerusakan lingkungan 5. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam Ekowisata. Dalam pengembangan wilayah Ekowisata seringkali melupakan masyarakat sebagai stakeholder penting dalam pengembangan wilayah atau kawasan wisata. Masyarakat sekitar seringkali hanya sebagai obyek atau penonton, tanpa mampu terlibat secara aktif dalam setiap proses-proses ekonomi di dalamnya. 6. Pengelolaan yang salah. Persepsi dan pengelolaan yag salah dari konsep ekowisata seringkali terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia. Hal ini selain disebabkan karena pemahaman yang rendah dari konsep ekowisata juga disebabkan karena lemahnya peran dan pengawasan pemerintah untuk mengembangkan wilayah wisata secara baik Disamping dampak positif dan negative yang ditawarkan oleh konsep ekowisata Satria (2009) menyatakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada empat aspek, yaitu : a). mempertahankan kelestarian lingkungannya; b). meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilingkungan tersebut; c). menjamin kepuasan pengunjung dan; d). meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan pengembangannya. Selain keempat aspek tersebut, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan untuk pengembangan ekowisata bahari, antara lain: aspek ekologis, daya dukung ekologis merupakan tingkat penggunaan maksimal suatu kawasan, aspek fisik, daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam area tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas, aspek sosial, daya dukung sosial adalah kawasan wisata yang dinyatakan sebagai batas tingkat maksimaum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan; aspek rekreasi, daya dukung rekreasi merupakan konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan kawasan. Proses pengelolaan ekowisata tentu memerlukan dukungan dari berbagai stakeholder termasuk oleh pengambil kebijakan, dalam mengambil kebijakan pembangungan suau wilayah ekowisata perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Penguatan konsep ecotourism. Dengan mempertimbangkan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati suatu tempat perlu dipertimbangkan nilai ekonomisnya untuk kepentingan masyarakat lokal, karena dengan potensi wisata alam yang menarik seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Selain nilai ekonomis juga diperhatikan nilai keberlanjutannya, untuk menanggulangi kerusakan lingkungan akibat aktifitas ekowisata adalah dengan konsep Ecotourism agar kegiatan ekowisata dapat selaras dengan upaya konservasi serta berdampak positif bagi pengembangan ekonomi lokal. Hal ini perlu diperhatikan 33 2. 3. 4. 5. 6. agar pemerintah, wisatawan dan masyarakat lokal dapat berperan aktif dalam upaya pengembangan suatu wilayah. Untuk mempermudah dalam mengembangkan suatu kawasan ekowisata maka diperlukan partisipasi aktor lain seperti pemandu wisata dan agen perjalanan. Karena pemandu wisata dan agen wisata merupakan ujung tombak terdepan yang langsung berhubungan dengan para wisatawan. Namun dalam pengembangan hubungan dengan agen perjalanan diperlukan sebuahkesepakatan tentang konsep Ecotourism yang dikembangkan di wilayah ini. Hal inidimaksudkan agar tawaran paket wisata yang diberikan tidak menggangu upaya konservasialam yang juga dilakukkan di wilayah ini Mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat Wisata. Pengelolaan berbasis masyarakat ini merupakansalah satu pendekataan pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaranlingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Namun, masyarkat juga jangan sampai dilepaskan sendirian untuk mengelolasemuanya. Karena sudah diketahui bersama, bahwa salah satu masalah utama yang dihadapidalam pengelolaan ekowisata di Indonesia adalah masalah kualitas Sumber Daya Manusia(SDM), karena ketidakmerataan pendidikan yang diperoleh. Mendorong unit-unit usaha yang strategis. Dengan semakin berkembangnya suatu kawasan ekowisata maka kebutuhan akan unit-unit usaha penyokong jugadiperlukan seperti tempat penginapan, tempat parkit, usaha souvenir, toko serba ada(perancangan), tempat MCK, restaurant hingga jasa penyeberangan dengan kapal Nelayan. Semua unit-unit ini diharapkan tersedia di berbagai spotapot strategis untuk pelayanan pengunjung. Dalam konteks pengembangan unitunit usaha juga diperlukan sebuah bentuk kelembagaanyang baik dengan mengembangkan sisi sosial ekonomi secara bersamaan (socialenterpreneurship) seperti konsep Koperasi dan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). Melakukan promosi yang gencar. Berkembangnya suatu kawasan ekowisata tergantung dari promosi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan kawasan ekowisata tersebut, hal ini dilakukkan guna menanamkan imagewisata yang kuat di wilayah ekowisata tersebut,promosi dapat di lakukan dengan menggunakan berbagai saluran informasi yang akrab dengan masyarakat, seperti iklan di radio, social media, poster, brosur dan pamphlet. Melakukkan Investasi MCK, kebersihan dan air bersih di kawasan ekowisata, kondisi infrastruktur yang harus dipersiapkan dengan matang, Jika tidak di rencanakan dengan serius hal inidapat mengganggu kebersihan, keindahan serta mengancam kerusakan alam yang ada di kawasan ekowisata. Ekowisata berbasis masyarakat yang mengambil dimensi sosial ekowisata adalah suatu langkah lebih lanjut untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata.Pendekatan ini mengembangkan bentuk ekowisata dimana masyarakat lokal yang mempunyai kendali penuh dan keterlibatan di dalamnya baik manajemen dan pengembangannya, maupun proporsi yang utama menyangkut sisa manfaat di dalam masyarakat. Menurut Ekowati (2005)dalam Wulandari dan Sumarti (2011), terdapat beberapa faktor pendukung agar praktek ekowisata berbasis masyarakat ini dapat berjalan sukses, diantaranya yaitu: k. Adanya dukungan pihak pemerintah daerah secara politik dan melalui aspek lain sehingga mendorong terjadinya perdagangan yang efektif dan investasi; l. tercukupinya hak-hak kepemilikan; 34 m. n. o. p. q. keamanan pengunjung terjamin, resiko kesehatan rendah; tersedianya fasilitas fisik dan telekomunikasi; kondisi lanskap dan flora fauna yang sangat menarik; kesadaran komunitas lokal akan adanya kesempatan-kesempatan potensial untuk pengembangan ekowisata di daerah mereka; r. intensitas kedatangan pengunjung yang datang cukup sering, s. sumberdaya manusia yang potensial; dan t. masyarakat bersedia terlibat secara aktif dan ikut berkorban baik tenaga, waktu atau materi untuk kegiatan-kegiatan yang mereka sadari dan mereka percayai akan membawa kemajuan dan manfaat bagi mereka Arahan kebijakan untuk pengembangan kegiatan ekowisata adalah dengan menentukan strategi kebijakan yang dianalisis dengan SWOT, didapati 6 strategi yaitu: (1)memberdayakan masyarakat kawasan (2) meningkatkan kesehatan status kawasan (3) perlindungan dan pengamanan potensi kawasan (4) pemanfaatan dan pengembangan kawasan (5) pembinaan kelembagaan dan koordinasi (6) peningkatan kualitas SDM berbasis sumberdaya potensial. Kekhawatiraan bahwa pengembangan wisata alam sering menyebabkan hilangnya bentuk-bentuk keanekaragaman hayati di sekitarnya padahal, fungsinya disadari sangat penting bagi ekosistem kawasan. Oleh karena itu rencana pengembangan wisata alam juga harus dilihat daya dukung dari kawasan yang akan dikembangkan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan adanya kegiatan wisata alam.Aktifitas wisata alam yang dekat dengan habitat satwaliar, dapat mempengaruhi hidupan liar. Pengaruh- pengaruh negatif tersebut antara lain: 1) Dimungkinkan pengambilan secara ilegal terhadap satwaliar; 2) Kerusakan habitat satwaliar; 3) Perubahan komposisi tumbuhan menurunnya produktifitas tumbuhan bawah karena terinjakinjak pengunjung; 4) Mengurangi daya reproduksi satwaliar; 5) Penyimpangan pola makan satwa (monyet ekor panjang); 6) Modifikasi pola-pola aktifitas satwa; 7) Polusi dan limbah yang ditinggalkan pengunjung. Dampak lain adanya wisata alam terhadap lingkungan yang dapat diamati langsung di lokasi penelitian adalah masalah limbah/sampah. Adanya pengunjung yang masuk kawasan akan membawa limbah dan kebanyakan meninggalkan sampah setelah berkunjung. Nenurut Suarthana dan Mulyana (2011) dalam jurnalnya mengatakan bahwa setidaknya ada tiga dampak yang ditimbulkan dari aktivitas Taman Nasional Tanjung Putting terhadap Masyarakat, yaitu: 4. Dampak Ekonomi Masyarakat memanfaat kan aktivitas TN dengan membuat usaha-usaha kecil untuk memenuhi kebutuhan pengunjung, usaha kecil tersebut biasanya dalam bentuk berjualan souvenir, penyewaan alat untuk wisata, penjagaan toilet dan lain sebagainya sebagai sumber kehidupan masyarakat di daerah itu. Selain usaha kecil masyarakat juga membangun tempat penginapan bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan biasanya dalam bentuk hotel, villa, resort dll. 5. Dampak Sosial Penduduk lokal setempat direkrut menjadi karyawan pada kawasan ekowisata sehingga mengurangi jumlah pengangguran dan mengentaskan kemiskinan.Interaksi sosial, cross culture communications, pertukaran budaya secara perlahan terjadi dan berdampak terhadap pola perilaku (behaviour) masyarakat.Seni budaya dan atraksi yang terdapat di masing- 35 masing daerah menjadi icon dan brand identitas bangsa yang memiliki nilai/value yang luar biasa untuk dikembangkan. 6. Dampak Lingkungan Ekosistem kawasan ekowisata, habitat mahluk hidup yang ada di dalamnya terjaga dengan baik. Keseimbangan ekosistem dengan masyarakat akan menjaga kelestarian alam tersebut secara berkesinambungan (sustainable). Secara perlahan perilaku negatif masyarakat baik dalam bentuk penggalian areal untuk mencari nafkah yang mengakibatkan sungai menjadi keruh, penebangan hutan yang terlarang, perburuan satwa yang dilindungi semakin berkurang. Kesinambungan ekowisata ini akan terjamin secara utuh apabila seluruh komponen yang terlibat didalamnya berperan aktif serta memiliki komitmen yang tinggi untuk turut menjaga dan mengembangkannya. Selain dampak secara umum tersebut Suarthana dan Mulyana (2011) juga memaparkan dampak negative dan positif, dampak negatif dari kegiatan ekowisata ini akan terjadi penipisan sumber daya alam, polusi udara yang berwujud seperti emisi, kebisingan, sampah, limbah minyak, dan lain sebagainya. Sedangkan dampak positifnya berupa perlindungan dan konservasi lingkungan. Lahirnya kesadaran pemerintah dan masyarakat terhadap nilai-nilai lingkungan dan implikasi upaya-upaya komprehensif tentang pembiayaan investasi dan pengelolaan lingkungan hidup Beberapa buah pariwisata berbasis masyarakat mempunyai sasaran kunci di luar konservasi lingkungan alam dan warisan budaya, Pro Poor Tourism (PPT) membutuhkan lebih dari sekedar fokus komunitas. Menurut DFID (dalam Cattarinich, 2001 dalam Ashar et al (2009), Pariwisata pro orang miskin menghasilkan keuntungan bersih bagi orang miskin. Keuntungan ekonomi hanya satu komponen saja – biaya dan keuntungan sosial, dan lingkungan juga perlu diperhatikan Strategi pariwisata pro orang miskin terkait secara rinci dengan dampaknya pada orang-orang miskin, meskipun yang tidak miskin juga mendapat manfaatnya (Ashar et al 2009).Strategi fokus pada sedikit berkembangnya ukuran pariwisata tapi lebih pada membuka peluang untuk kelompok tertentu.( DFID, dalam Cattarinich, 2001 dalam Ashar et al 2009. Shah dan Gupta dalam Cattarinich, 2001 dalam Ashar et al 2009 menyatakan bahwa pariwisata berguna untuk membedakan antara keikutsertaan di sektor formal ( seperti hotel), sektor informal ( seperti penjual keliling, berperahu) dan didalam perusahaan sekunder yang mempunyai pertalian ( seperti persediaan makanan).Menurut Carney (dalam Cattarinich, 2001) dalam Ashar et al (2009)ditingkat ekonomi mikro sektor pariwisatadapat mengurangi kemiskinan dengan pendekatan mata pencaharian berkesinambungan. Dimana sektor pariwisata menekankan kepada perlunya partisipasi masyarakat lokal dan kesesuaian antara strategi pengembangan sektor pariwisata dengan mayoritas mata pencaharian masyarakat miskin disekitar tempat pariwisata, dengan cara membangun aset orang-orang miskin dan pengembangan keterbatasan lingkungan. Terkait dengan hal itu, pariwisata untuk menjadi suatu strategi pengurangan kemiskinan yang efektif, dengan memberikan tambahan mata pencarian bagi masyarakat miskin dengan menyediakan suatu kesempatan untuk penganeka-ragaman ekonomi tanpa mengganggu atau mengganti/ menggantikan mata pencarian itu ( Ashley dalam Cattarinich, 2001) dalam Ashar et al (2009). Keuntungan ekonimi yang didapat oleh masyarakat lokal dalam rangka pengentasan kemiskinan tidak serta merta mereka dapatkan dari aktifitas ekonomi atau perdagangan di kawan ekowisata, segala aktivitas tersebut tidak terlepas dari adanya modal sosial yang di miliki masyarakat lokal, seperti kepercayaan, norma-norma lokal yang membentuk hubungan sosial masyarakat lokal yang menjadi perekat yang menjaga kesatuan masyarakat tersebut. Modal Sosial bukan 36 entitas tunggal, tetapi entitas majemuk yang mengandung 2 elemen : 1) Modal sosial mencakup beberapa aspek dari struktur sosial 2) Modal sosial mempengaruhi tindakan tertentu dari seseorang, baik secara individu maupun kelompok atau perusahaan. Dengan demikian modal sosial bersifat produktif, yakni membuat pencapaian tujuan tertentu, yang tidak mungkin diraih bila keberadaannya tidak eksis. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Analisis Baru Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata ke tempat yang memiliki potensi wisata alam yang menarik atau tempat yang memiliki sumberdaya alam berlimpah dengan mengutamakan aspek konservasi. Aspek konservasi inilah yang membedakan ekowisata dengan pariwisata yang bertujuan untuk kepuasan semata sehingga ekowisata dapat menyadarkan wisatawan dan pengelola agar bertanggungjawab akan kelestarian lingkungan dan budaya daerah tujuan wisata. Daya tarik alami dalam ekowisata berasal dari keindahan dan kelestarian alam, kebudayaan, tradisi, dan kesenian khas dari masyarakat di suatu daerah.Hal ini memungkinkan masyarakat setempat untuk dapat mengelola ekowisata berdasarkan pengetahuan tentang alam dan budaya yang mereka miliki demi terwujudnya kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat lokal. Berkembangnya pengelolaan ekowisata mempengaruhi eksistensi masyarakat lokal di kawasan ekowisata, pengelolaan yang tidak melibatkan masyarakat lokal di dalamnya yang akhirnya menyebabkan keberadaan masyarakat lokal tidak di akui, disinilah terlihat bahwa manfaat ekowisata yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengentaskan kemiskinan dan melestarikan budaya masyarakat lokal tidak dapat dirasakan manfaatnya. Kegiatan ekowisata seolah melupakan keberadaan masyarakat lokal yanglebih awal menempati kawasan ekowisata tersebut, masyarakat terpaksa harus menyesuaikan diri dengan segala bentuk kebijakan pengembangan ekowisata, hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat seperti kelembagaan, budaya, struktur sosial masyarakat dan kelestarian lingkungan tempat tinggal mereka. selain berdampak pada kehidupan sosial juga berdampak pada aspek ekonomi masyarakat lokal, dimana matapencaharian mereka mungkin saja berubah seiring dengan kegiatan pengembangan ekowisata atau bahkan mereka kehilangan pekerjaan domestic mereka, lantas bagaimana peran modal sosial yang dimiliki masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka untuk bertahan hidup dan tetap eksis ditengah pengembangan ekowisata? Terkait dengan kondisi tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh pengembangan ekowisata terhadap kondisi Ekonomi Masyarakat Lokal ? 2. Bagaimanakah peran Masyarakat Lokal, pemerintah dan swasta dalam pengembangan ekowisata? UsulanKerangka Analisis Baru Pengembangan Ekowisata Pantai Telengria demi terciptanya ekowisata yang lebih baik memberikan dampak bagi masyarakat lokal. Peraturan Pemerintah daerah tentang kebijakan tata ruang pariwisata Pantai Telengria mengundang beberapa pemodal/Swasta untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata Pantai Telengria, akibatnya konsep ekowisata yang coba di kembangkan pemerintah dan direncanakan dapat memberi keuntungan kepada masyarakat lokal justru sebaliknya 37 menguntung pihak swasta/pemilik modal, meskipun dengan skala yang tidak terlalu besar, dampak pemodal yang mendirikan beberapa usaha di Pantai Telengria cukup berdampak terhadap kehidupan ekonomi masyarakat lokal. Pasalnya usaha kecilkecilan masyarakat lokal yang menjadi matapencaharian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi menjadi tersingkir karena adanya aktifitas ekonomi yang dilakukan para pemilik modal. Begitu pula dengan pemerintah yang selalu berusaha menjadi pihak penengah antara masyarakat dan pemilik modal, pemerintah memberikan akses dan izin kepada pemilik modal untuk ikut mengembangkan ekowisata Pantai Telengria sehingga pajak yang dibayar oleh pemilik modal dapat menyumbang pendapatan daerah, dengan begitu masyarakat lokal semakin tersingkir oleh kebijakan pemerintah dan aktifitas pemilik modal di kawasana wisata Pantai Telengria. Kerangka Pemikiran Pantai Telengria Pengembangan Sektor Wisata Pantai Swasta 1. Penanaman Modal 2. Pembangunan Penginapan Pemda 1. Pemberian Izin 2. Regulasi 3. Penentu Kebijakan Masyarakat Lokal 1. Sumber Mata Pencaharian 2. Pelestarian lingkungan besbasis Masyarakat Keterangan : : Hubungan Gambar 3 Kerangka Berfikir 38 DAFTAR PUSTAKA Ashar Khusnul, Fitanto B, Supartono. 2009. Studi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan di Kawasan Wisata Jawa Timur Melalui Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal. 3 (1): 10-22. [internet]. [diunduh tanggal: 20 oktober 2015]. Tersedia pada :http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/view/138 Farida, Naili. 2013. Pengaruh Kualitas Layanan, Fasilitas Wisata, Promosi terhadap Citra Destinasi dan Niat Berperilaku pada Obyek Wisata Karimunjawa Kabupaten Jepara. 31: 80-86. [internet]. [diunduh tanggal: 20 Oktober 2015]. Tersedia pada :http://jurnal.stiesurakarta.ac.id/index.php/graduasi/search/titles?searchPa ge=2 Imran, A.N. 2012. Identifikasi kapasitas komunias lokal dalam pemanfaatan potensi ekowisata bagi pengembangan ekowisata di kawah cibuni, 23 (2): 85-102. [Internet]. [diunduh tanggal: 25 Oktober 2015]. Tersedia pada :http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/?page_id=1171. Karsudi, Soekmadi R, Kartodiharjo H. 2010. Strategi Pengembangan Ekowisata di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua, 16 (3): 148-154. [Internet]. [diunduh tanggal: 25 Oktober 2015]. Tersedia pada: http://jamu.journal.ipb.ac.id/index.php/jmht/article/view/3178/2122. Laksono, AM. Mussadun. 2014. Dampak Aktivitas Ekowisata di Pulau Karimunjawa Berdasarkan Persepsi Masyarakat, 3 (2): 262-273. [Internet]. [diunduh tanggal: 25 Oktober 2015]. Tersedia pada :http://www.ejournals1.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/5048/pdf_28. Prayogi, P.A. 2011. Dampak perkembangan pariwisata di objek wisata penglipuran, 1(1) : 65-79. [Internet]. [diunduh tanggal: 22 Oktober 2015]. Tersedia pada: http://www.triatmajaya.triatma-mapindo.ac.id/files/journals/2/articles/19/submis sion/original/19-52-1-SM.pdf. Purnomo, H. Sulistyantara B, Gunawan A. 2013. Peluang usaha ekowisata di kawasan cagar alam pulau sempu, jawa timur, 10 (4): 235-246. [Internet]. [diunduh tanggal: 25 Oktober 2015]. Tersedia pada :http://ejournal.forda mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPSE/article/view/172. Satria, Dias. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang, 3 (1):37-47. [Internet]. [diunduh tanggal: 20 oktober 2015]. Tersedia pada: http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/view/136 39 Suarthana IKP. 2011. Ekowisata meningkatkan sosial ekonomi masyarakat (Sebuah Studi di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan), 16 (2): 24-33. [Internet]. [diunduh tanggal: 30 Oktober 2015]. Tersedia pada :http://www.triatmamulya.triatma-mapindo.ac.id/ojs/index.php/JMNA/article/ view/24/25. Subadra, I N, Nadra, N M. 2006. Dampak ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan pengembangan desa wisata di jatiluwih-tabanan, 5 (1): 46-64. [Internet]. [diunduh tanggal: 30 Oktober 2015]. Tersedia pada :http://triatmamulya.triatmamapindo.ac.id/ojs/index.php/ JMPII/ article/ view /11/11 Widjanarko, M. Wismar’ein D. 2011. Identifikasi sosial potensi ekowisata berbasis peran masyarakat lokal, 9(1): 33-39. [Internet]. [diunduh tanggal: 22 Oktober 2015]. Tersedia pada: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/ article/view/2883. Winara Aji, Mukhtar Abdullah S. 2011. Potensi Kolaboratif dalam Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cendrawasih di Papua. 8: 217-116. [internet].[diunduh tanggal: 20 oktober 2015]. Tersedia pada: http://fordamof.org/files/02.Potensi_kolaborasi_TN_Papua_OK_.pdf Wulandari, Sumarti T. 2011. Implementasi manajemen kolaboratif dalam pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat, 5(1): 32-50. [Internet]. [diunduh tanggal: 22 Oktober 2015]. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/ article/ viewFile/5833/449. RIWAYAT HIDUP Erlina Nur Fitriyani dilhirkan di Tegal pada tanggal 10 Maret 1995.Penulis adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Paedi dan Ibu Tarinah. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis adalah SDN Negeri Blubuk 2 pada periode 2000-2006, SMP Negeri 1 Dukuhwaru periode 2006-2009, dan SMA Negeri 2 Slawi periode 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti berbagai macam kegiatan dan organisasi di kampus maupun luar kampus. Penulis aktif dalam Majalah Komunitas pada tahun 2012-2014 Sebagai staff dan Ketua Divisi Advertising Majalah Komunitas. Selain itu penulis juga aktif dalam Komunitas Seni Teater FEMA “Teater Up To Date” sebagai anggota pengurus dan badan pengurus harian Teater Up To Date 2013- sekarang.