LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI ANALITIK (BM-3202) PEMBUATAN TEMPE GEMBOES DARI AMPAS TAHU BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Isolasi dan Identifikasi Mikroba Tempe Gemboes Mikroba yang berperan dalam pembuatan tempe gemboes diisolasi dari sampel tempe gemboes asli Jawa Tengah. Mikroba tersebut ditumbuhkan pada medium PDA dan diinkubasi selama 2x24 jam. Berikut ini komposisi medium PDA. Komposisi medium PDA dapat dilihat dari tabel 3.1 Tabel 3.1 Komposisi medium PDA (Cappucino, 2005) kandungan Jumlah Ekstrak kentang 200 gram Glukosa 10 gram agar 15 gram Akuades 1L Sampel dicuplik dari tempe gemboes sebanyak kurang lebih 1 x 1 cm2 kemudian diionokulasi pada PDA dengan metode tanam dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 x 24 jam. Setelah diinkubasi, terdapat miselium yang tumbuh dan beberapa koloni tunggal bakteri pada PDA. Sampel miselium kemudian diamati secara mikroskopis dengan pewarna lactophenol cotton blue. Sampel bakteri yang diperoleh juga diamati dengan metode pewarnaan gram. Sampel fungi yang diduga merupakan jenis Rhizopus Sp, kemudian di kultur ulang pada medium PDA di tabung reaksi selama 2 x 24 jam untuk mendapatkan isolat murni. Isolat murni yang diperoleh ditumbuhkan pada medium PDA pada tabung roux selama 2 x 24 jam untuk memperoleh spora dan miselium yang lebih banyak. Spora yang dihasilkan dibuat suspensi dengan melarutkannya di campuran NaCl 0,85% dan tween. Suspensi spora yang diperoleh kemudian digunakan pada proses pembuatan tempe gemboes selanjutnya. 3.2. Perlakuan Variasi Pembungkus Tempe Gemboes Alur kerja perlakuan variasi pembungkus tempe gemboes diilustrasikan pada diagram di bawah ini. •dicuci •dikukus •ditambahkan inokulum (suspensi spora) substrat ampas tahu substrat dan inokulum •dibungkus dengan variasi plastik, daun pisang, daun jati, dan kertas nasi •diinkubasi 2 x 24 jam •diukur pH, biomassa kering setiap 8 jam •uji kadar protein di akhir inkubasi •uji toksisitas •uji konfirmasi mikroba tempe gemboes Gambar 3.1 alur kerja variasi pembungkus tempe gemboes 3.2.1. Substrat Ampas Tahu Substrat ampas tahu diperoleh secara langsung dalam keadaan segar dari pabrik tahu X di daerah Dago. Substrat kemudian direndam dan dicuci dalam air bersih selama 30 menit dengan perbandingan 1 kg substrat : 2 liter air bersih. Setelah direndam, rendaman ampas tahu disaring dan diperas menggunakan kain saring hingga benar-benar kering. Ampas tahu yang telah kering kemudian dikukus selama 30 menit. Ampas tahu yang telah dikukus kemudian ditiriskan dan didinginkan secara alami pada wadah yang berpermukaan luas. Selanjutnya suspensi spora / inokulum diinokulasikan (tidak secara aseptis) pada ampas tahu yang telah dingin secara merata. 3.2.2. Substrat dan Inokulum Substrat ampas tahu yang telah ditambahkan inokulum kemudian dibungkus dengan ukuran yang disesuaikan; dengan empat variasi pembungkus, yakni daun pisang, daun jati, kertas nasi, dan plastik. ampas tahu yang telah ditambahkan inokulum dan dibungkus kemudian diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu ruang. Selain membuat substrat ampas tahu dengan perlakuan penambahan inokulum, dilakukan juga pembuatan substrat ampas tahu yang tidak ditambahkan inokulum, yakni substrat kontrol dengan variasi pembungkus yang sama dengan substrat perlakuan. 3.2.3. Tempe gemboes Selama masa inkubasi, setiap 8 jam, substrat ampas tahu yang telah ditambahkan inokulum diamati perubahan pH dan biomassa keringnya. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH dan dilakukan pada setiap perlakuan variasi pembungkus. Pengukuran biomassa kering dilakukan dengan mengeringkan ampas tahu pada incubator 55oC selama 24 jam terlebih dahulu sebelum ditimbang menggunakan neraca analitik. Setelah 2 x 24 jam, akan terbentuk jalinan miselium di antara partikel ampas tahu sehingga menyerupai tempe. Saat itulah tempe gemboes telah berhasil dibuat. Tempe yang berhasil dibuat kemudian diuji keberadaan proteinnya dengan metode Lowry. Selain itu, juga dilakukan uji toksisitas pada tempe gemboes dan uji konfirmasi mikroba yang berperan. Uji Toksisitas Uji toksisitas dilakukan dengan menginokulasi sampel tempe gemboes dari berbagai varian pembungkus ke medium NA yang telah diinokulasikan bakteri uji. Bila terdapat zona hambat pada medum tersebut, maka diasumsikan tempe gemboes mengandung senyawa kimia penghambat fisiologis aktif. Bakteri uji yang digunakan adalah Escherechia.coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Bacillus cereus. Keempat bakteri uii diinokulasi terlebih dahulu pada medium NA dengan metode spread secara terpisah. Kemudian sampel tempe gemboes diinokulasikan pada setiap medium yang sudah terinokulasi masing-masing sampel bakteri. Setelah itu, diinkubasi selama 2 x 24 jam dan diamati ada atau tidaknya zona hambat yang terbentuk. UJi Konfirmasi MIkroba Uji konfirmasi mikroba dilakukan dengan mnginokulasi sampel tempe gemboes pada medium MEA agar dan Czapek agar. Cuplikan tempe gemboes sebanyak 1 x 1 cm2 diinokulasikan pada pertengahan medium Czapek dan MEA agar dengan metode tanam. Setelah itu, diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu kamar (25oC). setelah 2 x 24 jam, diamati mikroba yang tumbuh pada medium tersebut, mikroba yang tumbuh merupakan fungi bermiselium. Fungi tersebut kemudian diamati secara mikroskopis. UJi Keberadaan Protein Keberadaan protein pada tempe gemboes diuji dengan metode Lowry. Uji Organoleptik Uji organoleptik meliputi pengujian rasa, aroma, dan warna. Uji ini melibatkan 30 responden di kalangan mahasiswa SITH ITB. BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Identifikasi Mikroba Tempe Gemboes Hasil identifikasi morfologi isolat mikroba yang diperoleh dari tempe gemboes asli Jawa Tengah menunjukkan bahwa mikroba yang berperan dalam pembentukan tempe gemboes adalah fungi dari kelompok Rhizopus Sp. Mikroba lain yang teridentifikasi adalah bakteri jenis gram negatif berbentuk basil. Hasil pengamatn dapat dilihat di tabel 4.1 Tabel 4.1 Isolasi Miroba Tempe Gemboes Keterangan Umum : Tanggal Perlakuan Tanggal Pengamatan Medium Sampel Deskripsi 17 Februari 2010 17 Februari 2010 PDA Tempe gembus Isolasi dilakukan dengan metode tanam. Tempe gembus dari Kota X. 17 Februari 2010 18 Februari 2010 PDA Tempe gemboes Terdapat dua jenis mikroba, yaitu bakteri (lingkaran merah) dan jamur (lingkaran biru) Tabel 4.2 hasil Identifikasi Mikroba Tempe Gemboes Hasil identifikasi terhadap mikroba 1 (jamur) Keterangan umum : Tanggal Pengamatan Reagen Perbesaran Deskripsi 20 Februari 2010 Lactophenol cotton blue 400 x Dilihat dari morfologinya, jamur tersebut merupakan jamur Rhizopus sp. Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Mikroba Tempe Gemboes Hasil identifikasi terhadap mikroba 2 (bakteri) Keterangan umum : Tanggal Pengamatan Pewarnaan Perbesaran Deskripsi 20 Februari 2010 Gram 1000 x Koloni bakteri berbentuk basil pendek dan merupakan bakteri Gram negatif. Meskipun terdapat bakteri yang terisolasi dari tempe gemboes, fungi merupakan mikroba yang dominan terdapat pada tempe gemboes. Hal tersebut disebabkan karena fungi berperan besar dalam pembentukan tekstur tempe yang padat. Ampas tahu yang berbentuk bubuk direkatkan satu sama lain oleh bantuan jalinan miselium dari fungi tersebut. Isolat fungi yang diperoleh dibandingkan dengan literatur, dan fungi tersebut serupa dengan fungi jenis Rhizopus Sp. Hal tersebut didasarkan pada morfologi yang serupa antara isolat fungi yang diperoleh dan morfologi Rhizopus Sp pada literatur. Berikut ini perbandingan antara morfologi literatur dan isolat fungi. Gambar 4.1. Perbandingan morfologi isolate fungi tempe gemboes Isolat fungi dari tempe gemboes Morfologi fungi (Madigan, 2008) Rhizopus ditemukan sebagai mikroba dominan yang berperan dalam pembentukan tempe gemboes. Aktivitas enzim protease dan lipase yang dimiliki fungi tersebut diasumsikan sebagai penyebab utama dominasi Rhizopus pada tempe gemboes. Rhizopus memiliki enzim lipase dan protease yang mampu menguraikan asam lemak dan protein pada substrat menjadi asam lemak esensial rantai pendek dan asam amino esensial Selain itu, Rhizopus mampu memanfaatkan isoflavon pada kedelai menjadi aglukanase yang memilki aktivitas antioksidan (Handajani et al . , 2001). Hal tersebut yang membuat Rhizopus mendominasi substrat ampas tahu. Fungi yang diperoleh kemudian disubkultur pada medium PDA dalam tabung reaksi dan tabung roux selama 4x24 jam pada suhu inkubasi 25oC. Diperoleh hasil pengamtan sesuai dengan gambar 4.2 Subkultur ke-1 Deskripsi : fungi menghasilkan spora berwarna hitam Subkultur ke-2 Deskripsi : jamur memproduksi spora berwarna hitam Gambar 4.2 hasil subkultur Fungi dominan pada tempe gemboes 4.2. Perlakuan Variasi Pembungkus Tempe Gemboes Spora yang dihasilkan dari subkultur fungi pada tabung roux, dibuat suspensi. Suspensi spora dibuat dengan cara melarutkan spora pada NaCl 0,85% yang dicampur tween. Campuran larutan tersebut berfungsi sebagai cairan fisiologis yang mampu menjaga fisiologis spora, tetapi tidak menginisiasi germinasi. Tween berguna sebagai surfaktan NaCl supaya spora dapat tercampur dengan baik pada larutan tersebut. Ampas tahu yang telah direndam, dikeringkan, dan dikukus kemudian diinokulasikan spora Rhizopus yang telah dibuat sebelumnya. Substrat ampas tahu yang telah diinokulasikan spora Rhizopus kemudian dibungkus dengan empat variasi pembungkus; yakni daun pisang, daun jati, plastic, dan kertas pembungkus makanan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar 4.3. Gambar 4.3. hasil pengamatan variasi pembungkus tempe gemboes variasi Inkubasi 1x24 jam Setelah 2x24 jam Daun pisang Terbentuk sedikit miselia yang meliputi ampas tahu Daun jati Kertas pembungkus Telah terbentuk miselia yang merekatkan ampas tahu Terbentuk sedikit miselia yang meliputi ampas tahu Telah terbentuk miselia yang merekatkan ampas tahu Terbentuk sedikit miselia yang meliputi ampas tahu Telah terbentuk miselia yang merekatkan ampas tahu plastik Secara umum, variasi pembungkus tempe gemboes memberikan hasil yang serupa. Tetapi tiap variasi memberikan kualitas hasil yang berbeda, terutama pada rasa, tekstur, aroma, dan stabilitas mutu tempe. Tiap variasi diukur pH dan berat kering setiap 6 jam; dan di akhir pengamatan diukur kadar protein dengan metode Lowry, uji organoleptik, uji toksisitas, dan uji konfirmasi mikroba. 4.2.1 Pengukuran pH dan Berat Kering kertas nasi 8 6 4 pH 2 berat kering 0 0 20 40 60 waktu (jam) Variasi pembungkus kertas nasi menghasilkan pH dan berat kering yang stabil. pH tempe gemboes cenderung stabil berkisar antara 5-6. Pada awal pengamatan, pH tempe gemboes adalah 5 dan naik pada penagamtan 20 jam hingga 50 jam, hal tersebut disebabkan oleh aktivitas katabolisme protein oleh enzim protease Rhizopus. Protease menguraikan protein menjadi asam amino yang memberikan sifat basa akibat penguraian lebih lanjut menjadi ammonia dalam kadar sedikit. Di akhir inkubasi, pH kembali menurun menjadi 5 kemungkinan disebabkan oleh aktivitas Rhizopus yang menurun karena telah memasuki fasa stasioner. Penumpukan sel mati pada fasa kematian kemungkinan dapat menurunkan pH kemungkinan karena karbohidrat penyusun komponen sel difermentasi menjadi asam dalam kadar sedikit. Berat kering tempe gemboes cenderung stabil di sekitar 5 gram, tetapi mengalami penurunan pada saat pengamatan pada jam ke-20. Kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh pemanasan yang terlalu lama atau penimbangan berat yang kurang akurat. Kestabilan berat kering tempe gemboes disebabkan karena tidak adanya penambahan massa tempe gemboes secara signifikan. Di akhir pengamatan, berat kering tempe gemboes meningkat disebabkan oleh penambahan massa dari miselium Rhizopus yang merekatkan substrat ampas tahu. daun jati 8 6 4 pH 2 berat kering 0 0 20 40 60 waktu (jam) Tempe gemboes dengan variasi pembungkus daun jati mengalami perubahan pH yang signifikan pada waktu inkubasi jam ke-10 hingga 30, dan mulai mneurun pada jam ke-40 hingga 60. Perubahan pH pada waktu inkubasi 10 jam kemungkinan disebabkan oleh aktivitas protease Rhizobium yang mengurai protein menjadi asam amino. Asam amino kemungkinan diurai lebih lanjut menjadi ammonia yang dapat memberikan sifat basa. Penurunan pH pada masa inkubasi selanjutnya kemungkinan disebabkan oleh pertumbuhan Rhizobium yang memasuki fasa stasioner dan menurunnya kemampuan enzim protease. Selain itu, mikroflora normal pada daun jati kemungkinan turut memfermentasi karbohidrat penyusun sel Rhizobium menjadi asam. Berat kering tempe gemboes meningkat secara signifikan di tiap tahap waktu inkubasi. Hal tersebut disebabkan penambahan massa yang berasal dari pertumbuhan miselium yang merekatkan substrat tempe gemboes. plastik 7 pH I 6 5 4 Biomassa (g) Inokulum(I) Akhir 3 2 1 0 0 2 4 6 8 Tempe gemboes dengan variasi pembungkus plastik mempunyai pH yang berubah sejak waktu inkubasi jam ke-10 hingga 30 dan menurun pada akhir waktu inkubasi. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas protease Rhizobium yang meningkat pada fase log (jam ke-10 hingga 30) sehingga menghasilkan ammonia pada asam amino yang bersifat basa; dan aktivitas protease menurun di akhir waktu inkubasi (fase kematian) sehingga pH kembali menurun akibat fermentasi karbohidrat penyusun sel Rhizobium oleh bakteri pada plastik. plastic yang digunakan tidak sterilisasi sebelunya, akibatnya terkandung mikroba selain Rhizobium (termasuk bakteri pemfermentasi) yang cukup banyak. Peningkatan massa tempe gemboes disebabkan oleh penambahan miselium yang merekatkan ampas tahu. Penurunan massa pada beberapa waktu inkubasi kemungkinan disebabkan oleh kesalahan teknis praktikan. daun pisang 8 6 4 pH 2 biomassa kering 0 0 20 40 60 waktu (jam) Tempe gemboes dengan variasi pembungkus daun pisang mempunyai pH yang berubah sejak waktu inkubasi jam ke-10 hingga 30 dan menurun pada akhir waktu inkubasi. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas protease Rhizobium yang meningkat pada fase log (jam ke-10 hingga 30) sehingga menghasilkan ammonia pada asam amino yang bersifat basa; dan aktivitas protease menurun di akhir waktu inkubasi (fase kematian) sehingga pH kembali menurun akibat fermentasi karbohidrat penyusun sel Rhizobium oleh mikroflora normal pada daun pisang. Peningkatan massa tempe gemboes disebabkan oleh penambahan massa miselium yang meliputi substrat ampas tahu. Massa miselium bertambah seiring dengan pertumbuhannya dan tidak berkurang di akhir waktu inkubasi meskipun mengalami fasa kematian. Data pengamatan pH dan berat kering tempe gemboes ditampilkan pada grafik tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan tiap perlakuan, diasumsikan ba 4.3. Uji Toksisitas Hasil uji toksisitas ditampilkan pada gambar 4.8 dibawah ini. Gambar 4.8. uji toksisitas isolat tempe gemboes pada pengamatan 1x24 jam (kiri) dan 2x24 jam(kanan) Uji toksisitas yang dilakukan menggunakan bakteri uji, yakni Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus. Pemilihan keempat bakteri tersebut berdasarkan representasi mikroba gram positif dan gram negative. Apabila tempe gemboes memiliki zat fisiologis aktif, maka akan terbentuk zona hambat atau zona pertumbuhan yang signifikan dari keempat mikroba uji. Hasil memberikan fakta bhawa sampel tempe gemboes tidak memberikan zat fisiologis penghambat pertumbuhan pada medium yang telah diinokulasikan keempat bakteri uji. Hal tersebut dimungkin karena tempe gemboes yang dibuat berasal dari substrat ampas tahu yang bersih, sehingga gidak memberikan substrat yang bisa menghasilka toksin. Selain itu, Rhizopus tidak menghasilkan senyawa toksin dalam menguraikan protein pada proses pembuatan tempe. 4.4. Uji Konfirmasi Mikroba Sampel tempe gemboes yang diinokulasikan pada medium Czapek dan MEA agar mengahsilkan isolate fungi Rhizopus, sesuai dengan hasil isolasi sebelumnya. Digunakan medium Czapek agar dan MEA karena kedua medium tersebut bersifat diferensial untuk mikroba yang bermiselium, yakni jenis fungi terutama yang berasal dari tanah (Guller, 2008). Medium tersebut digunakan selain untuk mengkonfirmasi mikroba uji, juga untuk mendeteksi keberadaan mikroba pencemar dari tanah. 4.5. Uji Keberadaan Protein 4.6. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan 30 responden yang mencoba tester tempe gemboes. Tidak ada jumlah yang signifikan terhadap aroma, rasa, dan tekstur yang dibentuk oleh keempat variasi pembungkus. Artinya, keseluruhan variasi pembungkus menghasilkan kualitas rasa, aroma, dan tekstur yang serupa. Tetapi kelompok kami memilih daun pisang dan kertas pemungkus nasi sebagai pembungkus, Karena memberikan hasil yang stabil dan mudah diperoleh. DAFTAR PUSTAKA Roswanjaya, YP. 2006. Pembuatan Kecap yang Menghasilkan Isoflavon Faktor-2. (6,7,4’ Trihidroksi Isoflavon dari Bahan Dasar Tempe. [Thesis] Bandung : Institut Teknologi Bandung Sulchan Mohammad, W Endang Nur. 2007. Nilai Gizi dan Asam Amino Tempe Gemboes serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tikus. Majalah kedokteran Indonesia 57(3). Maret, 2007. [online] http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id/2009/04/tahapan-proses-pembuatan-tempe/comment-page-1/ [10 Mei 2010] Handajani Sri. 2001. Indigenous mucunal Tempe as Nutritional Food. Asia Pacific J Clin Nutr 10(3): 222– 225.p.2001. [online] http://apjcn.nhri.org.tw/server/APJCN/Volume10/vol10.3/Hand.pdf 10 Mei 2010 Guler P, Ozkaya EG. 2008. Morphological development of Morchella conica mycelium on different agar media. Journal of Environmental Biology. http://www.jeb.co.in/journal_issues/200907_jul09/paper_22.pdf 10 Mei 2010 30(4). [online]