KEMAMPUAN MENGELOLA INTERAKSI BELAJAR

advertisement
ISSN 0215 - 8250
88
KEMAMPUAN MENGELOLA INTERAKSI BELAJAR-MENGAJAR IPS
PADA GURU-GURU SLTP SE-KABUPATEN BULELENG
oleh
Nyoman Aryaningsih
Jurusan Pendidikan Ekonomi
Fakultas Pendidikan IPS, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Penelitian ini menjawab permasalahan tentang (1) kemampuan mengelola
interaksi belajar-mengajar IPS ditinjau dari kualitas interaksi guru-siswa; dan (2)
variable yang mempengaruhi kualitas interaksi guru-siswa di kelas. Subjek
penelitian ini adalah guru IPS yang berada dalam wilayah Kabupaten Buleleng.
Data dikumpulkan dengan angket berstruktur dan observasi kelas. Hasil analisis
menunjukkan: (1) kualitas interaksi guru-siswa masih kurang baik rata-rata
kualitas interaksi guru-siswa mencapai 0,56, tingkat dominasi masih sekitar 71,92
%; (2) terdapat hubungan berbanding lurus dan signifikan antara penataran dan
pendidikan terhadap kualitas interaksi guru-siswa; terdapat hubungan berbanding
lurus tidak signifikan antar umur dengan kualitas interaksi guru-siswa ry1 0,243;
(4) terdapat hubungan berbanding lurus tidak signifikan antara pengalaman
mengajar dengan kualitas interaksi guru-siswa ry2 0,253; (5) terdapat hubungan
berbanding lurus tidak signifikan antara penataran dan kualitas interaksi gurusiswa ry3 0,157; (6) terdapat hubungan berbanding lurus dan signifikan antara
pendidikan dengan kualitas interaksi guru-siswa ry4 0,357; (7) tidak terdapat
hubungan antara beban mengajar dengan kualitas interaksi guru-siswa ry5 0,004;
(8) ada perbedaan yang signifikan kualitas interaksi guru-siswa antara guru pria
dan wanita. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan
pengelolaan interaksi belajar – pembelajaran IPS dapat dilakukan dengan
memperkaya pengalaman mengajar guru dan memberi kesempatan yang merata
untuk mengikuti program penataran yang relevan di bidangnya.
Kata kunci: dominasi, interaksi guru-siswa, pengelolaan
ABSTRACT
This research aim at investigating the following things (1) The capability
of managing of the Social Studies learning-teaching interaction viewed from the
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
89
quality of teacher-pupil interactions in class; and (2) the variables that influenced
the Social Studies learning-teaching interaction in class. The subject comprises
social studies teachers teaching junior high school student in Buleleng
Municipality. The data of this research are compiled by questionnaire and class
observation .The result of analysis shows: (1) that teacher-pupil interaction quality
and its profile averagely is less favorable namely 0,56, domination level is about
71,92%; (2) significant and pararel relation between in-service training and preservice education with the quality of teacher-pupil interaction; (3) insignificant and
pararel relation between age and teacher-pupil interaction quality ry1 = 0,203; (4)
insignificant and pararel relation between teaching experience and quality of pupilpupil interaction ry2 0,253; (5) insignificant and pararel relation between in-service
training and the quality of teacher-pupil interaction ry3 = 0,157; (6) significant an
pararel relation between in-service training and quality of teacher-pupil interaction
between male and female teacher. The result of research shows that can be
increased the capability of managing social studies teacher-pupil interactions by
enriching teaching experience and spending more chances to attend relevant inservice training programs.
Key word: Domination, interaction teacher-student, managing
1. Pendahuluan
Sebagaimana tertuang di buku II GBPP kurikulum pendidikan dasar 1994
pembelajaran IPS di SLTP berfungsi sebagai perangkat pengembangan
keterampilan dasar siswa agar dapat melihat kenyataan sosial dalam kehidupan
nyata. Secara empiris, kenyataan itu baru dapat dilihat hasilnya setelah siswa
terlibat aktif berinteraksi dengan lingkungan dari waktu ke waktu di sepanjang
kehidupannya. Jika kesempatan berinteraksi itu tidak sepenuhnya dilakukan, maka
para guru perlu menciptakan kondisi tertentu untuk menggantikannya. Aktivitas
dan tindak belajar itu bukan hanya dilakukan sendiri-sendiri oleh siswa secara
perorangan, melainkan melalui interaksi rumit dalam jaringan sosial yang unik dan
terbentuk di dalam budaya kelas di sekolah ( Raka Joni,1990:475 ). Selanjutnya ,
Winarno Surakhmad (1983:16) memberikan ciri-ciri timbulnya interaksi jika
terdapat: tujuan yang jelas, bahan yang menjadi isi interaksi; siswa terlibat yang
aktif, guru yang melaksanakan; metode tertentu untuk mencapai tujuan, dan
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
90
penilaian terhadap hasil interaksi tersebut. Pola umum interaksi guru-siswa dalam
proses belajar-pembelajaran sangat beragam. Mulai dari guru mendominasi
sepenuhnya kegiatan sampai kepada keadaan siswa bekerja sendiri-sendiri secara
bebas. Perubahan suatu pola interaksi guru-siswa akan mengubah kegiatan belajar
siswa, tingkat tuntutan kognitif, afektif, psikomotor, dan susunan kelas.
Kelas merupakan salah satu kondisi sosial yang dibentuk secara sadar
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Suasana kelas dapat dilukiskan sebagai
tempat yang sibuk, bising dengan berbagai tujuan, siswa terlibat secara aktif, baik
secara individu maupun secara kelompok. Suasana kelas demikian menampakkan
tugas guru sebagai fasilitator belajar siswa. Selanjutnya, guru berperan sebagai
kendali terhadap pelaksanaan proses interaksi kelas.
Salah satu strategi sebagai alat pengukur dan penilaian efektivitas guru
dalam interaksinya di kelas adalah melalui pemahaman karakteristik tingkah laku.
Menurut ( Herbert J Klausmeler dan William Goodwin, 1981:174 ), efektivitas
guru bisa dinilai dari 3 macam kriteria, yakni proses, keluaran dan pendukung.
Selanjutnya Torrance dan Parent (1966) mengatakan bahwa guru yang efektif
ditandai oleh prestasi siswa-siswanya yang tinggi, memiliki kemampuan
intelektual yang tinggi, lebih bertanggung jawab dan lebih banyak melakukan
pendekatan yang bervariasi dalam mengajarnya. Hasil temuan Ressenshine (1981)
menunjukkan bahwa pengalaman dan pendidikan guru tidak ada hubungannya
dengan prestasi siswa. Dari segi pengetahuan guru tentang siswanya, terdapat
hubungan yang relatif lemah dengan prestasi siswa, tetapi dari segi penbentukan
sikap sosial, dalam interaksi merupakan pelengkap yang tidak dapat ditinggalkan.
Oleh karena itu, perbedaan ketertarikan dalam belajar, sikap dan nilai-nilai serta
integritas kepribadian, lebih menentukan efektivitas mengajar daripada perbedaanperbedaan kemampuan intelektual ataupun pengetahuan.
Model yang sering dipergunakan untuk mengidentifikasikan dan mengukur
variabel interaksi guru-siswa adalah model Hoen (1954) dengan dua katagori,
yaitu (1) Kontak dominasi. (2) Kontak Integrasi. Kontak integrasi juga berkaitan
dengan reaksi posituf dari guru terhadap ekspresi intelektual emosional siswa (
Gagne, 1963; 265 ). Interaksi guru dengan siswa di kelas akan menunjukkan
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
91
dominasi, jika tingkah laku guru mendominasi atau kurang memberi kesempatan
beriteraksi atas inisiatif siswa. Interaksi integrasi terjadi, jika siswa lebih banyak
terlibat interaksi belajar-mengajar atas inisiatif siswa. Di dalam model ini,
interaksi dominasi dikatagorikan menjadi 3 sub. Katagori tingkah laku dominan
dan interaksi dikatagorikan menjadi 2 sub kategori tingkah laku. Katagori-kategori
itu adalah dominasi dan timbul konflik, dominasi tanpa konflik, dominasi dan
kerja sama, Integrasi tanpa kerja sama, Integrasi dan kerja sama.
Kenyataan di sekolah-sekolah saat ini secara umum, pelajaran IPS masih
terlalu berorientasi pada interaksi guru siswa dan penguasaan informasi
pengetahuan. Sebagaimana disitir Sumaatmadja ( 1993:35 ), kendala yang
menghambat proses pendidikan IPS di lapangan disebabkan oleh faktor guru,
siswa, dan orang tua. Kalangan guru sering mengeluh karena kurikulum
pendidikan IPS terlalu sarat muatan pokok bahasan. Hasil penelitian Su’ud (l993)
menunjukkan bahwa para guru umumnya kurang memiliki keberanian untuk
mengembangkan strategi belajar-mengajar yang lebih menantang penalaran dan
kepekaan sosial para siswa. Oleh karena itu, semua pihak perlu memperhatikan
kondisi lingkungan dalam upaya pengembangan kemampuan “Scientific inquiry”
agar anak-anak dan generasi penerus menjadi lebih peka terhadap kenyataan sosial
di masyarakat.
Bertitik tolak pada kenyataan tersebut perlu kiranya penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui tentang (1) kemampuan mengelola interaksi
pembelajaran IPS di kelas ditinjau dari kualitas guru-siswa; (2) variable yang
mempengaruhi kualitas interaksi guru-siswa di kelas. Adapun hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut. (1) Terdapat hubungan berbanding lurus antara umur
dengan kualitas interaksi guru-siswa, atau makin tua guru, makin rendah tingkah
laku dominasi yang dibawakannya. (2) Terdapat hubungan berbanding lurus antara
pengalaman mengajar dengan kualitas interaksi guru-siswa, artinya semakin
banyak pengalaman mengajar guru dalam bidangnya, semakin menonjol tingkah
laku integrasi yang dibawakan dalam mengajar. (3) Terdapat hubungan berbanding
lurus antara penataran dengan kualitas interaksi guru-siswa, artinya semakin guru
mengikuti penataran yang relevan dengan pelajaran IPS, maka makin rendah
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
92
tingkat dominasi tingkah lakunya. (4) Terdapat hubungan yang berbanding lurus
antara pendidikan dengan kualitas interaksi guru-siswa, atau semakin tinggi
jenjang kualifikasi pendidikan yang disandang guru, maka makin rendah tingkat
dominasinya terhadap siswa di kelas. (5) Terdapat hubungan berbanding terbalik
antara beban mengajar dengan kualitas interaksi guru, artinya semakin banyak
beban mengajar guru, demakin tinggi tingkat doninasi tingkah lakunya. (6)
Kualitas interaksi guru-siswa yang dibawakan guru-guru IPS wanita lebih baik
daripada pria atau guru-guru pria cenderung menunjukkan tingkah laku dominasi
dalam interaksinya dengan siswa daripada guru-guru wanita.
2. Metode Penelitian
subjek penelitian ini adalah guru pengajar IPS termasuk guru Sejarah,
Geografi dan Ekonomi kelas III SLTP di seluruh wilayah Kabupaten Buleleng.
Data jumlah SLTP Negeri dan Swasta 54 Sekolah yang terdiri atas 39 SLTP
Negeri dan 18 SLTP Swasta. Penelitian ini untuk membuktikan dan menguji antar
hubungan beberapa variabel penunjang dari karakteristik guru, dengan variabel
proses dalam proses interaksi belajar-pembelajaran IPS di kelas. Sebagai variabel
kriterium dalam penelitian ini adalah kualitas interaksi guru-siswa. Sebagai
variabel prediktor adalah umur, pengalaman mengajar, penataran, pendidikan,
beban mengajar, dan variabel jenis kelamin.
Adapun definisi Operasional variabel dapat dijelaskan sebagai berikut. (1)
Umur, adalah usia kronologis yang dihitung dalam satuan tahun. (2) Pengalaman
mengajar, adalah lamanya (dalam tahun) guru memegang dan mengajarkan
matapelajaran IPS di sekolah tempat guru mengajar maupun di sekolah lain
sebelumnya. (3) Penataran, dirumuskan sebagai lamanya kegiatan yang pernah
diikuti guru dalam rangka penyegaran (inservice training), pendidikan lanjutan
atau tambahan, penataran kurikulum dan semacamnya yang relevan dengan
matapelajaran IPS. (4) Pendidikan adalah kualifikasi derajat pendidikan (ijazah)
yang disandang dan diperoleh dari pendidikan formal guru yang terakhir. (5)
Beban mengajar, adalah banyaknya jam pelajaran yang harus diselenggarakan oleh
guru dalam satu minggu waktu belajar-pembelajaran efektif sesuai jadwal
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
93
pelajaran di sekolah tempat tugas pokok maupun tugas sekolah lain sebagai tugas
tambahan. (6) Jenis kelamin, adalah prisa dan wanita. (7) Kualitas Interaksi gurusiswa adalah bilangan rasio yang menunjukkan tingkat dominasi dan integrasi
tingkah laku guru dalam interaksi di kelas, yang ditetapkan berdasarkan jumlah
proporsi frekuensi tingkah laku guru dalam kategori dominasi dalam waktu satu
jam pelajaran taatap muka dengan interval perhitungan dalam amatan per 20 detik.
Indikator variasi tingkah laku guru diklasifikasikan dalam katagori
dominasi –integrasi yang diperinci menjadi lima kategori (1) Dominasi dan timbul
konflik; (2) DTK: dominasi tanpa kerja sama; (3) DKS: dominasi dan kerja sama;
(4) ITK: integrasi tanpa kerja sama, (5) IKS: integrasi dan kerjasama . Instrumen
dalam penelitian ini adalah angket berstruktur dan pedoman observasi berstruktur
digunakan untuk mengumpulkan data kualitas interaksi guru-siswa di kelas.
Pedoman observasi ini diadaptasi dari A Ratio Measurement of Teacher
Dominative/Integrative Behavior (Gagne, l963:265) dirumuskan oleh Anderson
dan Brewer dan disempurnakan oleh Hoen. Pemberian skor kualitas interaksi
guru-siswa, digunakan formulasi bilangan rasio antara jumlah proporsi tingkah
laku integrasi dengan jumlah proporsi tingkah laku dominasi.
Selanjutnya, pengujian hipotesis kesatu, kedua, ketiga, keempat dan
kelima, digunakan teknik analisis regresi ganda dengan lima prediktor. Untuk
mengetahui pengaruh masing-masing prediktor dilanjutkan dengan analisis regresi
reduksi bertahap. Untuk mengetahui hubungan antar prediktor dan antara
prediktor-prediktor dengan kriterium digunakan teknik korelasi parsial.
3. Pembahasan
Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 21 orang. Dilihat dari proporsi
jumlah subjek penelitian menurut jenis kelamin, ternyata 10 orang guru yang
diobservasi adalah pria sekitar 47,62%, sedangkan 11 orang adalah wanita sekitar
52,38 %. Berdasarkan distribusi umur, subjek penelitian yang termuda berumur 24
tahun dan yang paling tua 59 tahun. Rata-rata umur subjek penelitian sekitar
42,60%. Mengenai pengalaman mengajar guru IPS yang yang terlibat sebagai
subjek penelitian ini ternyata memiliki pengalaman mengajar terendah 0 tahun
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
94
dan pengalaman tertinggi 35 tahun. Rata-rata pengalaman mengajar para subjek
penelitian adalah 11,07 tahun. Secara umum guru-guru IPS yang mengajar di
kabupaten Buleleng telah cukup berpengalaman.
Selanjutnya penataran yang pernah diikuti oleh para subjek penelitian
berkisar antara 0 sampai dengan18 minggu, dengan lama rata-rata mengikuti
penataran 4,10 minggu. Dari segi pendidikan, guru-guru yang menjadi subjek
penelitian ini, tidak ada yang memiliki pendidikan sarjana program lama sekitar
0%, yang berpendidikan program sarjana S-1/Akta IV ada 17 orang sekitar 80,95
% dan tidak ada subjek yang memiliki ijasah sarjana non keguruan. Ada 2 orang
yang berpendidikan Diploma Tiga dan satu orang yang memiliki pendidikan
PGSLA sekitar 4,76%. Dengan demikian, tampak jelas bahwa guru-guru IPS yang
terlibat sebagai subjek penelitian ini berpendidikan Sarjana S-1 dan telah memiliki
Akta IV.
Beban mengajar guru paling sedikit adalah 6 jam pelajaran dan yang paling
banyak adalah 24 jam pelajaran, dalam satu minggu belajar-mengajar efektif.
Rata-rata beban mengajar guru-guru adalah 11,78 jam pelajaran per minggu.
Beban mengajar dari subjek penelitian ini, ternyata setiap harinya rata-rata
berkisar antara 1 sampai 6 jam pelajaran harus tatap muka dengan siswa di kelas.
Dapat dikatakan bahwa beban mengajar guru-guru IPS SLTP di kabupaten
Buleleng tidak terlalu menyimpang dari target beban mengajar menurut aturan
formalnya.
Hasil pengamatan skor kualitas interaksi guru-siswa menunjukkan yang
terendah adalah 0,04 dan yang tertinggi adalah 1,65. Ini berarti, tingkat dominasi
tertinggi mencapai 75 % dan terendah adalah 25 % dari setiap unit waktu mengajar
di kelas. Rata-rata kualitas interaksi guru-siswa yang dibawakan guru-guru dalam
proses belajar-pembelajaran di kelas adalah 0,56. Jika dibandingkan dengan skor
minimum ideal untuk kualitas interaksi guru-siswa dalam batas toleransi bahwa
70 % pola interaksi guru siswa dalam kontinum dominasi guru atau dengan skor
kualitas interaksi guru-siswa 0,43. Secara umum, kualitas interaksi guru-guru IPS
masih tergolong kurang baik dari tinjauan pemanfaatan waktu belajar di kelas
dengan batas toleransi 30 % minimum siswa terlibat dalam interaksi yang
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
95
bermakna. Dalam kenyataan siswa hanya memperoleh kesempatan rata-rata untuk
mendayagunakan intelektual emosional sekitar 37 %. Guru pria cenderung
mendominasi atau belum banyak mengimplementasikan cara belajar siswa aktif
dengan nilai rata-rata sekitar 68,13 %. Guru wanita dominasinya di bawah tingkat
dominasi guru-guru pria. Di samping itu belum ada kecenderungan guru untuk
memanfaatkan prinsip cara belajar siswa aktif. Hal ini ditunjukkan oleh nilai ratarata siswa sekitar 75,83%. Selanjutnya, untuk mengetahui pengaruh variabel umur,
pengetahuan, penataran, pendidikan dan beban mengajar terhadap kualitas
interaksi guru-siswa dapat diketahui dengan melakukan analisis statistik secara
parsial dan serempak. Model yang dipergunakan adalah model regresi parsial dan
berganda.
1) Pengujian terhadap Hipotesis 1
Hipotesis kesatu, menyatakan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus
antara umur dengan kualitas interaksi guru-siswa, atau makin tua guru makin
rendah tingkah laku dominasi yang dibawakannya. Dari hasil analisis ternyata
indeks korelasi antara variable umur dengan kualitas interaksi guru-siswa (X 1Y)
adalah ry1 = 0,243. Dengan demikian, terdapat korelasi yang positif walaupun
rendah sehingga hipotesis penelitian yang diajukan diterima.
2) Pengujian terhadap Hipotesis 2
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus
antara pengalaman mengajar dengan kualitas interaksi guru-siswa. Artinya
semakin banyak pengalaman mengajar guru dalam bidangnya, semakin menonjol
tingkah laku integrasinya dalam mengajar. Dari hasil analisis, ternyata indeks
korelasi antara variable pengalaman mengajar dengan kualitas interaksi guru-siswa
(X2 Y) adalah ry2 = 0,253 atau berkorelasi secara positif walaupun rendah
sehingga hipotesis yang diajukan, diterima .
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
96
3) Pengujian terhadap Hipotesis 3
Hipotesis ketiga, menyatakan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus
antara penataran dengan kualitas interaksi guru-siswa, artinya semakin lama dan
semakin sering guru terlibat dalam program penataran dan semacamnya yang
relevan dengan pengajaran bidang studi IPS, makin rendah tingkat dominasi
tingkah lakunya. Hasil analisis menunjukkan bahwa indek korelasi antara variabel
penataran dengan kualitas interaksi guru-siswa (X3 Y) adalah ry3 = 0,157 atau
berkorelasi positif walaupun rendah sehingga hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini diterima.
4) Pengujian terhadap Hipotesis 4
Hipotesis keempat, menyatakan terdapat hubungan berbanding lurus antara
pendidikan dengan kualitas interaksi guru-siswa, artinya semakin tinggi jenjang
kualifikasi pendidikan seorang guru, maka makin rendah tingkat dominasi tingkah
laku dalam mengajarnya. Hasil analisis menunjukkan indeks korelasi antara
variable pendidikan dengan kualitas interaksi guru-siswa (X 4 Y) sebesar ry4 =
0,357 atau berkorelasi positif sehingga hipotesis penelitian yang diajukan diterima.
5) Pengujian terhadap Hipotesis 5
Hipotesis kelima, menyatakan terdapat hubungan berbanding terbalik
antara beban mengajar dengan kualitas interaksi guru-siswa. Artinya, semakin
banyak beban mengajar guru maka semakin tinggi dominasi tingkah laku dalam
mengajar di kelas. Hasil analisis menunjukkan bahwa indeks korelasi antara
variable beban mengajar dengan kualitas interaksi guru-siswa (X 5 Y) adalah ry5 =
0,004 atau tidak berkorelasi, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
ditolak. Mungkin untuk jumlah subjek penelitian atau harus yang lebih besar
hubungan ini akan nyata berarti.
Hasil analisis lebih lanjut yakni analisis regresi berganda untuk mengetahui
korelasi atau hubungan variabel umur, pengalaman mengajar, penataran,
pendidikan, beban mengajar dan kemampuan menjelaskan.Kontribusi terbesar
dari variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
97
Tabel 1 : Ringkasan Analisis Regresi
Sumber Variasi
Df
JK
KR
F
P
Regresi
Residu
6
14
0,633
2,520
0,106
0,180
0,586
-
0,736
-
Total
20
3,153
-
-
-
Tabel 1 menunjukkan nilai F regresi 0,586 lebih kecil dibandingkan
dengan F tabel. Dengan demikian, variabel umur, pengalaman mengajar,
penataran, pendidikan dan beban mengajar tidak berpengaruh terhahap kualitas
interaksi guru-siswa. Hal ini juga didukung oleh besaran nilai R sebesar 44,80 %.
Ini berarti sumbangan yang diberikan oleh kelima variable X1 –X5 terhadap
kualitas interaksi guru siswa hanya sebesar 44,80%. Selanjutnya, variabel lain
yang mempengaruhi sekitar 55,20 %. Variabel lain dimaksud adalah keahlian,
penguasaan materi pelajaran, kemampuan guru dalam mengembangkan materi
pelajaran, dinamika kelas dan faktor internal siswa.
6) Pengujian terhadap Hipotesis 6
Hipotesis keenam, menyatakan bahwa kualitas interaksi guru-siswa yang
dibawakan guru-guru IPS kelompok wanita lebih baik daripada pria. Guru-guru
pria cenderung menunjukkan tingkah laku dominasi dalam interaksi di kelas
dengan siswa dibandingkan guru-guru wanita. Untuk menguji hipotesis ini
digunakan analisis varians satu jalur. Ringkasan analisis varian satu jalur tampak
pada tabel 2.
Tabel 2 : Ringkasan Analisis Varian
Sumber Variasi
Regresi
Residu
Total
JK
0,219
5,019
5,238
Db
1
19
20
KR
0,219
0,264
-
F
0,830
-
P
0,374
-
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
98
Nilai F observasi = 0.830 lebih besar dibandingkan dengan dengan taraf
signifikansi 0,374 berarti kualitas interaksi guru-siswa yang dibawakan oleh guru
IPS wanita lebih baik dari pada guru pria. Guru pria cenderung menunjukkan
tingkah laku dominasi dalam interaksi di kelas dengan siswa daripada guru-guru
wanita. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima
Berdasarkan dari hasil pengujian kelima hipotesis tersebut secara parsial
menunjukkan bahwa umur, pengalaman mengajar, penataran dan pendidikan
memiliki pengaruh terhadap kualitas interaksi guru-siswa. Selanjutnya, beban
mengajar tidak berpengaruh terhadap kualitas guru-siswa. Para guru muda ini
lebih banyak dilibatkan dalam berbagai kegiatan inservice training (pelatihan)
yang berhubungan dengan pengembangan kemampuan dalam bidangnya.
Meskipun beban mengajar tidak memberikan sumbangan berarti terhadap kualitas
interaksi guru, hendaknya beban mengajar guru tidak terlalu berlebihan (over
load).
Dari faktor jenis kelamin terbukti guru pria memiliki perbedaan kualitas
interaksi guru-siswa dibandingkan dengan guru wanita. Dengan demikian, dapat
dikatakan kualitas interaksi guru wanita lebih baik dari pada guru pria . Karena
secara kodrati kaum pria lebih berpikir rasional, sedangkan wanita lebih
emosional. Perbedaan pola berpikir ini dapat mempengaruhi kualitas interaksi
guru-siswa. Hasil temuan ini juga sejalan dengan hasil temuan Ball (1975)
membuktikan bahwa pria dan wanita berbeda dalam hal penampilan
(performance) dalam hal melaksanakan operasi formal. Walaupun pria dirangsang
untuk mengembangkan kemampuannya akan empati, dan menaruh perhatian lebih
besar pada hubungan interpersonal, tetapi tetap melatih kebutuhan untuk
mendominasi dan sifat mengungguli yang lain dianggap lebih penting di
lingkungan budayanya .
4. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian ini dan pembahasan dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut.
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
99
Pertama,
kualitas interaksi guru-siswa yang dicapai guru dalam
mengajarkan IPS di Kabupaten Buleleng masih kurang baik. Masih tingginya
tingkat dominasi guru dalam memanfaatkan waktu belajar yang tersedia dan
intelektual emosional belum nampak dalam pembelajaran.
Kedua, terdapat hubungan berbanding lurus yang tidak signifikan antara
variabel: umur dengan kualitas interaksi guru-siswa, pengalaman mengajar dengan
kualitas interaksi guru-siswa, penataran dengan kualitas interaksi guru-siswa,
pendidikan dengan kualitas interaksi guru-siswa, beban mengajar dengan kualitas
interaksi guru-siswa. Selanjutnya, kualitas interaksi guru-siswa antara guru-guru
pria dan wanita menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Ketiga, menghindari budaya mengajar dengan dominasi guru yang tinggi,
hendaknya guru dalam pembelajaran menggunakan multi media,multi metode dan
pembelajaran yang bervariatif.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner,J.S., 1975. Toward a Theory of Instruction, Cambridge: Havard University
Cohen, Louis 1976. Educational Research in Clasroom and Schools: A Manual of
Materials and Method, London : Hasper and Row. Publiser.
Dahar, Ratna W. 1992. Teori-teori Belajar. Bandung : Penerbut Remaja Karya.
Dekker, I Nyoman. Problematika Hubungan antara Pendidikan Ideologi dengan
Pendidikan IPS, Makalah Ilmiah, disampaikan dalam seminar nasional
Eksistensi IPS dalam era Globalisasi, Malang: FPIPS IKIP Malang 2
November 1994.
Gagne, RM and Briggs. C.J. 1984. Principles of Instructiononal Desig 3rd ed. New
York : Holt Rinehart and Winston.
Noeng Muhadjir, dkk. 1981. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: P3G.Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
ISSN 0215 - 8250
100
Somantri, Nu’man. Masalah dan Prospek Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di
Sekolah dan LPTK dalam Pembangunan dan Era Globalisasi. Makalah
Ilmiah : disampaikan alam Seminar Nasional Eksistensi IPS dalam Era
Globalisasi, Malang : 2 November 1994).
Sumadi Suryabrata, 1994. Proses Belajar-Mengajar di Perguruan Tinggi.
Yogyakarta : Andi Offset.
Suratno, 1995. Dalam tesis dengan Judul: Kemampuan Mengelola Interaksi
Belajar-Mengajar Pendidikan Moral Pancasila Pada Guru-Guru SMA SEKabupaten Malang, Yogyakarta:IKIP Yogyakarta.
Sumaatmadja, Nursid, 1993. Tuntutan Metodologi bagi Pendidikan da Pembinaan
Guru IPS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial.(1)2, 34-38
Su’ud, Abu, 1993. Memanfaatkan issue kontoversial Untuk Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial.(1)2:20
Sutrisno Hadi, 1977. Statistik Jilid III, Yogyakarta :Yayasan Penerbitan Fakultas
psikologi Universitas Gajah Mada
----------------, 1983. Analisis Regresi, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada
Winarno Surachmad, 1982. Pengantar Interaksi Belajar_Mengajar, Dasar dan
teknis Metodologi Pengajaran, Edisi 4, Bandung.Tarsito.
_____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober 2004
Download