Pendahuluan Komunikasi merupakan suatu proses yang memungkinkan manusia saling memahami satu dengan yang lain. Dikatakan demikian karena, “rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum pertama ketika kita berkomunikasi dengan orang lain sebab pada prinsipnya manusia lebih cenderung berharap untuk dihargai”. 1 Proses komunikasi ini berawal dari suatu keinginan untuk menelusuri sesuatu yang lahir dari pemikiran seseorang untuk disampaikan kepada orang lain. Pada tahap ini seseorang berusaha untuk bagaimana menyatukan keinginannya dengan orang lain sebab apabila suatu pesan tidak sesuai dengan keinginan seseorang tentu akan menimbulkan akibat-akibat yang tidak dikehendaki. Menurut Stewart, “Komunikasi itu berkaitan dengan konsep diri sehingga setiap individu memperoleh identitas diri dengan memperhatikan dan diperhatikan oleh orang lain”.2 “Bila komunikasi itu bersifat terbuka, bila maksud dan tujuan sudah jelas maka akan tumbuh sikap percaya diri. Sikap percaya itu berkembang apabila setiap komunikan menanggap komunikan lainnya berlaku jujur”. 3 Disini akan tercermin sikap saling menerima yaitu kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Orang berkomunikasi karena mereka membutuhkan kepastian, sebab melalui komunikasi seseorang mengekspresikan dirinya sehingga kehadirannya mempunyai arti dan makna bagi orang lain, apakah dia disenangi oleh orang lain, apakah dia benar-benar berperan, apakah kelemahan dan kelebihannya?Hal-hal itulah yang akan ditemukan melalui komunikasi yang dilakukan. Oleh karena itu maka komunikasi sangat dibutuhkan. Pada saat manusia mengalami gangguan kesehatan, mereka membutuhkan kehadiran orang lain, misalnya dokter atau perawat. Kenyataan yang sering terjadi bahwa komunikasi yang diharapkan pasien tidak dapat dipenuhi karena kesibukan kerja para medis. Metode yang paling relevan dalam proses penyembuhan pasien adalah pendekatan holistik. “Kata holistik berasal dari kata benda whole yang berarti keseluruhan, utuh, lengkap dan sempurna. Seseorang dikatakan sehat bila dia 1 2 3 Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi. Rosdakarya. Bandung 2005. 22. Stewart L. Lubbs. Sylvia Moss. Human Communication. Prinsip-prinsip Dasar. Remaja Rosdakarya. Bandung 2001. 3-4 Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung 2005. 131. 2 dapat hidup dan bertumbuh secara penuh, sempurna dalam seluruh aspek kehidupannya. Pada sisi lain, unsur-unsur kekeluargaan, suku, agama atau golongan juga sering dominan dalam pelayanan. Salah satu fungsi komunikasi itu adalah mengobati dan menyembuhkan, tetapi tanpa disadari bahwa dalam hal melayani sesama yang menderita secara fisik telah tercipta diskriminasi. Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang peran komunikasi dalam proses penyembuhan pasien di Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga dikarenakan Rumah Sakit ini menggunakan metodologi akupuntur dan terapi herbal. Rumah Sakit tersebut berada di Jl. Damar 136 Magersari, Tegalrejo Salatiga. Waktu pelaksanaan wawancara pada tanggal 12 Desember 2013 - 11 Januari 2014 dengan jumlah responden adalah 2 dokter dan 4 perawat. Yang hendak diteliti adalah: apakah menurut dokter dan perawat komunikasi berperan dalam proses penyembuhan? Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan metode deskriptif. Metode ini memaparkan situasi atau peristiwa yang diteliti dengan menggambarkan dan melukiskan objek pada saat yang sama berdasarkan fakta, kemudian dari fakta yang dijelaskan secara kualitatif. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. 4 Sistematika Penulisan Jurnal I. Pendahuluan II. Kerangka pemikiran teoritis III. Hasil wawancara IV. Analisis hasil penelitian V. Penutup 4 Jalaluddin Rakhmat. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung 2001.2426. 3 1. Kebutuhan pasien terhadap komunikasi. Pasien atau orang yang sakit secara fisik adalah “Orang yang banyak atau sedikit-merasa bahwa ia dibuat menjadi pasif atau barangkali lebih baik-dibuat menjadi non-aktif terutama kalau ia dirawat di rumah sakit”. 5 Mereka diliputi rasa takut, khawatir, kecewa karena penyakit, masalah keluarga, tekanan ekonomi dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa kebutuhan pasien yang dirawat di rumah sakit itu berbeda-beda atau tidak sama. Ada yang membutuhkan percakapan, penyuluhan atau bimbingan, penghiburan dan sebagainya. Menurut J.L.Ch. Abineno, “Orang sakit harus melihat penyakit sebagai musuh yang harus dilawan dan dimusnakan”. 6 “Galen percaya bahwa penyakit berasal dari ketidak-seimbangan cairan penting dalam tubuh yang disebut humor. Ia berkata: “Dalam tubuh ada darah, lendir, empedu kuning dan empedu hitam, kita berada dalam kesehatan yang sempurna tatkala unsur-unsur ini dalam proporsi yang tepat”.7 Menurut Hipokrates, “Setiap penyakit mempunyai penyebab alami. Temukan penyebabnya maka anda akan bisa menyembuhkan penyakitnya”. 8 “Penyakit parah harus diatasi dengan obat ampuh” dan “penyakit bisa lebih parah jika pikiran susah”. 9Tetapi “WHO mengatakan bahwa sehat bukan berarti tidak ada keluhan atau penyakit melainkan kondisi sejahtera, fisik, mental dan sosial”. 10 Wiryasaputra Totok. S mengatakan bahwa, “Manusia itu sehat bila dapat berelasi dan berinteraksi secara seimbang, penuh dan dinamis dengan tiga kurun waktu yaitu masa lalu, kini, dan masa depan”. 11 Berdasarkan pemahaman diatas maka pengertian pasien terbagi atas dua bagian yaitu pasien dalam atau rawat inap dan pasien luar atau rawat jalan. Pasien dalam adalah pasien yang memperoleh pelayanan tinggal atau dirawat pada suatu unit pelayanan tertentu. Sedangkan pasien luar atau rawat jalan adalah pasien yang hanya memperoleh pelayanan tertentu, tidak tinggal atau dirawat pada suatu unit pelayanan tertentu. Jadi pasien adalah setiap orang yang melakukan 5 6 7 8 9 10 11 J.L.Ch.Abineno. Pelayanan Pastoral Kepada Orang-orang Sakit. BPK-GM. Jakarta 2002. 4 Ibid. 18. John Hudson Tiner. Menggali Sejarah Pengobatan. Komunikasi Bina Kasih/Omf. Jakarta 2005.19. Ibid.9. Ibid.11. Wiryasaputra, Totok S. Ready to Care:Pendampingan dan Konseling Psikologi. Galang Press. Yogyakarta 2006.33. Ibid.43. 4 konsultasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan dokter atau perawat. ”Proses keperawatan ini digunakan untuk merencanakan dan memberikan perawatan kepada pasien melalui suatu rencana perawatan dan diagnosis keperawatan untuk mencapai kebutuhan pasien”. 12 Terkadang ada pasien yang tidak menghargai orang lain, mencela orang lain, cerewet atau pemarah. Ada yang tidak minta dihormati melainkan hanya ingin dihargai sebagai manusia yang mempunyai perasaan, pikiran dan kepribadian. Ia merasa diri senang dan aman bila dirinya dianggap sebagai manusia dengan perlakuan yang sepantasnya. 13 Pada prinsipnya, “semua pasien mengharapkan sikap ramah dari perawat, ingin merasa diri aman dalam perawatan dan memperoleh kesembuhan”. 14 Jadi menghadapi seorang pasien, lebih sulit mengobati sikapnya terhadap penyakit dari penyakitnya sendiri. Artinya bahwa sikap dan tingkah laku pasien misalnya tidak mau mengikuti petunjuk dokter atau perawat, tidak mau menggunkan obat-obatan yang diberikan, cerewet, marah-marah, selalu mempersalahkan perawat atau dokter, mungkin karena pasien merasa memiliki suatu jabatan dalam masyarakat. Sikap ini memang tidak mudah diobati. Untuk memahami tingkah laku pasien dibutuhkan pengertian terhadap masalahnya: apa yang ia alami, rasakan, dan mengapa demikian? Terkadang tingkah laku pasien merupakan gejala dari penyakitnya. Hasil analisa dan diagnosa perawat terhadap tingkah laku pasien akan tersingkap bagaimana kepribadian pasien. Skinner membedakan perilaku menjadi dua bagian yaitu “perilaku yang dibawah sejak lahir dan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar”. 15 “Pengetahuan dan kepribadian seseorang sangat penting agar kita dapat mempengaruhi orang tersebut sebab kita mengenal mana orang baik dan mana orang jahat dari tingkah lakunya”. 16 Dengan mengetahui sifat pasien maka kita dapat menentukan sikap sesuai kepribadiannya sehingga pasien dapat menjalani proses pengobatan dengan baik. 12 13 14 15 16 Judith M. Wilkinson. Nancy R. Ahem. Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta 2012.6. Singgih D. Gunarsa. Y. Singgih D. Gunarsa. Psikologi Perawatan. BPK-GM. Jakarta 2003.29. Ibid.28-29. Been Rafanany. Rahasia Membaca Pikiran Orang Lain. Pinang Merah Publisher. Yogyakarta 2012.31. Ibid.22. 5 Menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, “perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki melalui pendidikan keperawatan”.17 Berdasarkan latar belakang pendidikan yang dimiliki maka tugas seorang perawat tidak hanya sebatas menjaga atau mengontrol pasien, tetapi juga melakukan pelayanan dan pengobatan kepada masyarakat secara menyeluruh, menjalin hubungan yang baik dengan pasien dan keluarga, teman seprofesi, yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda, “tidak mendiskriminasikan pasien berdasarkan agama, ras, sosial budaya, dan ekonomi, tetapi harus mempunyai kemampuan berinteraksi dengan orang lain, memperlakukan pasien sebagai manusia yang memerlukan bantuan”.18 Seorang perawat harus berusaha sedapat mungkin agar segala ucapan dan tindakannya tidak menyakiti orang lain, dan menimbulkan kejengkelan ataupun iri hati, tetapi memiliki sikap penuh pengertian dan pengabdian, memiliki sikap yang memungkinkan dapat membantu dan mengatasi kesulitan pasien maupun keluarganya. Sunaryo mengatakan, “sikap positif seorang pasien terhadap perawat yang memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu, ditandai dengan ia akan mentaati segala nasihat dari perawat tersebut”. 19 Jadi walaupun seorang perawat harus menghadapi kepribadian pasien yang berbeda tetapi “para perawat tidak boleh membedakan bahkan mengistimewakan pasien satu dengan pasien yang lain selama mereka dirawat dari kelas perawatan yang berbeda”. 20 Tidak hanya sebatas itu, tetapi “seorang perawat juga harus dapat siap senyum, memberi salam dengan ramah, sikap yang optimis dan percaya diri. Ingat motto: “Senyumku adalah obatmu”. 21 Seorang perawat juga harus peka terhadap kemungkinan penilaian pasien terhadap perbuatannya dan perlu memperoleh kepercayaan diri dari pasien, sebab keberhasilan perawat tergantung dari bagaimana ia memperkembangkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Sikap yang perlu dimiliki oleh seorang perawat dalam merawat seorang pasien menurut Sunaryo adalah, “sikap ramah terhadap semua orang terlebih 17 18 19 20 21 Rahayuni J. Kamus Keperawatan. Dinamika.Press.10 Ibid.14. Sunaryo. Psikologi Untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2004.196. Ibid.121. Ibid.127. 6 terhadap pasien, dapat dipercaya, memiliki sikap yang dapat memberikan rasa aman pada pasien, dapat menahan diri jangan sampai menyalahkan, mengkritik, menyudutkan dan mempermalukan pasien dan keluarga. Setiap perawat harus memiliki sikap harmonis sesuai situasi dan kondisi pasien untuk sekedar menghibur”.22 Dikatakan demikian karena “dari semua anggota tim yang menangani pasien, perawatlah yang banyak berhubungan dengan pasien”. 23 Dalam pelayanan kesehatan, hubungan perawat dan pasien harus terjalin dengan baik dan penuh keterbukaan, sebab dengan keterbukaan maka komunikasi dapat berlangsung secara adil, transparan, dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi. Metode yang paling relevan adalah konseling. Menurut Ivey dan Simek-Downing (1980), “Konseling adalah memberikan alternatif, membantu klien dalam melepaskan dan merombak pola-pola lama, yang memungkinkan kita untuk melakukan proses pengambilan keputusan dan menemukan pemecahan-pemecahan yang tepat terhadap masalah”.24 Jadi konseling ditandai oleh adanya hubungan profesional antara konselor yang terlatih dan klien. Dengan kata lain bahwa konseling itu berhubungan dengan tujuan membantu orang lain. Masalahnya adalah mengapa orang membutuhkan konseling? Menurut Haris (dalam Corey 1988), ada beberapa alasan mengapa orang membutuhkan konseling, diantaranya karena “mereka cukup menderita terhadap masalah dan berniat untuk menghentikan, adanya keputus-asaan pada masalahnya dan adanya kejenuhan menghadapi masalah yang tidak kunjung selesai dan keinginan mereka untuk bisa berubah”. 25 Jadi orang membutuhkan konseling karena melalui konseling itu pasien atau klien akan dibantu untuk menemukan solusi, keputusan, kebutuhan dan perasaan agar bisa hidup efektif, sebab fokus utama dari konseling itu terletak pada usaha untuk menemukan sumber-sumber masalah. Salah satu syarat dari komunikasi dalam bidang keperawatan dipengaruhi oleh sikap respek. “Respek dalam komunikasi diartikan sebagai bentuk sikap saling menghargai dan menghormati antara komunikator dan komunikan. Keinginan untuk dihargai dan dihormati merupakan bentuk kebutuhan 22 23 24 25 Ibid.206. Singgih D.Gunarsa. Konseling dan Psikoterapi. BPK-GM. Jakarta 1996.18. Ibid.20. Herri Zan Pieter. Pegantar Komunikasi dan Konseling. Kencana. Jakarta 2012.244. 7 manusia”.26 Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap efektifitas konseling adalah faktor kemampuan berempati. “Istilah empati menggambarkan sejauh mana seseorang ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Empati diartikan sebagai menghayati perasaan orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain”. 27 Masalahnya adalah bagaimana membangun kemampuan empati sehingga kita dapat mengetahui perasaan orang lain. Dikatakan demikian karena empati pada dasarnya dibangun berdasarkan kesadaran diri, sehingga semakin kita terbuka maka semakin terampil kita membaca perasaan orang lain. Menurut Enjang As, “Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan non verbal; nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya”. 28 Langkah pertama dalam meningkatkan kemampuan untuk melakukan empati adalah dengan menyediakan waktu dan berusaha untuk memperhatikan pembicaraan orang lain. Dengan demikian maka “proses interaksi yang baik antara konselor dan konseli bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien, mencari tahu latar belakang klien, membantu klien dalam menemukan persoalan yang terjadi, dan bersama klien mencari solusi yang terbaik atas persoalan yang dihadapi klien”. 29 Menurut Farid Mashudi, “Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (klien)”. 30 Seorang konselor adalah orang yang memahami hati orang lain, orang yang peduli dengan orang lain atau orang yang memberi alternatif (bukan nasihat). Dikatakan demikian karena sahabat itu yang disenangi orang dewasa ini. Seorang dokter atau perawat harus hidup bertanggung jawab, dan menghargai efektifitas, mampu mengaktualisasikan diri dan jujur apa adanya. Seorang dokter atau perawat juga harus memiliki nalar yang baik serta intelegensi sosial yang baik pula, dan harus mampu memusatkan perhatiannya pada konseling. Dokter atau perawat juga mesti menerima dan menghargai pasien apa adanya tanpa syarat, jangan memecahkan masalah secara langsung tetapi 26 27 28 29 30 Ibid. 66. Ibid.103. Enjang As. Komunikasi Konseling. Nuansa. Bandung 2009.182. Ibid.122. Farid Mashudi. Psikologi Konseling. Ircisod. Yogyakarta 2012.19. 8 berikan alternatif pilihan kepada pasien. Perawat harus fokus pada usaha untuk membentuk relasi dengan pasien, atau berusaha mengenali pasien. Minuchin mengatakan bahwa, “Seorang konselor harus mendapatkan hak untuk masuk ke dalam kehidupan klien dan harus berusaha menarik klien untuk bisa bekerja sama”.31 Dokter atau perawat semestinya tidak hanya memusatkan perhatiannya kepada masalah yang dihadapi pasien, tetapi sebaliknya melihatnya sebagai anak Tuhan atau manusia yang perlu dikasihi dan dilayani. Dikatakan demikian sebab fungsi konseling yaitu membantu pasien untuk mencegah timbulnya masalah bagi diri pasien, membantu pasien untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi, dan tetap menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (bermasalah) menjadi baik agar tetap baik (terpecahkan). Jadi masalah manusia adalah masalah relasi. Relasi bisa tercipta dengan baik apabila ada saling mempercayai. 2. Komunikasi dan Kesembuhan Istilah komunikasi pada awalnya bersumber dari bahasa latin “Communicatio” artinya pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Kata ini kemudian diadopsi dalam bahasa Inggris “Communication” artinya hubungan. Dalam bahasa Indonesia disebut “Komunikasi”. “Communicatio” berasal dari bahasa Latin “Communis” artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih”. 32 Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin “Communicatio” artinya membagi. Berdasarkan pengertian diatas maka setiap orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan pikiran sehingga komunikasi itu dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain bahwa komunikasi merupakan suatu proses untuk memindahkan informasi dan pendapat sehingga dapat diterima dan dipahami oleh orang lain. Proses ini dapat dilakukan melalui aktifitas berbicara, mendengarkan ataupun melihat. “Komunikasi adalah suatu respons dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”. Sedangkan menurut Murphy 31 32 Ibid.65-66 Suryati Romauli. Komunikasi Kebidanan. Trans Info Media. Jakarta 2013. 2. 9 dan Hovland, “Komunikasi adalah seluruh proses yang diperlukan untuk mencapai pikiran-pikiran yang dimaksud oleh orang lain”. “Komunikasi adalah suatu proses dimana kita mengerti orang lain dan kemudian berusaha dimengerti oleh mereka”.33 Proses komunikasi sering dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor misalnya emosi atau peran dan hubungan. Dari aspek emosi; seorang perawat perlu mengevaluasi emosinya karena emosi itu sulit disembunyikan. Demikian juga dengan gaya perawat berkomunikasi dengan pasien tentu berbeda dengan cara perawat berbicara dengan dokter atau teman perawat. Karena itu seorang perawat perlu menyadari peranannya ketika berinteraksi dengan pasien atau klien pada waktu memberikan asuhan. “Seorang perawat yang mempunyai pikiran negatif terhadap kliennya dapat menimbulkan rasa tidak hormat terhadap klien dan mengurangi rasa keterbukaan klien”. 34 Dikatakan demikian karena komunikasi dilihat sebagai suatu proses untuk menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain. Artinya bahwa komunikasi harus dilihat sebagai suatu proses belajar mengajar sehingga seseorang tidak hanya menjadi pola anutan tetapi juga mampu membangkitkan semangat orang lain. Cara ini dimaksudkan agar seseorang dapat merubah sikap dan tingkah lakunya dengan kesadaran sendiri karena sasaran komunikasi adalah merubah sikap dan tingkah laku seseorang. Berdasarkan penjelasan diatas maka komunikasi dapat dilihat dari beberapa aspek menurut beberapa ahli. Dilihat dari aspek pemahaman, “Komunikasi adalah proses yang memungkinkan kita saling memahami (Anderson 1959)”. Dari aspek pengaruh, “Komunikasi adalah usaha untuk mengirimkan pesan tertentu untuk mempengaruhi penerima pesan tersebut (Miller 1966)”. Dilihat dari aspek proses, “Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, ketrampilan, emosi dengan mempergunakan simbol, kata, gambar, angka dan sebagainya (Bereslson dan Steiner 1964)”. Dari aspek kuasa, “Komunikasi adalah mekanisme yang dipakai untuk mempergunakan kuasa (Schacter 1951)”. Sedangkan dari aspek tujuan, “Komunikasi adalah pengiriman pesan dari sumber kepada penerima, juga dalam 33 34 Onong Uchjana Effendy. Human Relations and Public Relations. Mandar Maju. Bandung 1993.11. Ibid.16. 10 bentuk perilaku tertentu dan bertujuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi-situasi tertentu”.35 Menurut Carl I. Hovland, “Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistimatis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”. Sedangkan menurut Effendy:“Komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain”. 36 Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, keperawatan ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart, G.W., 1998). Karena bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan disebut komunikasi terapeutik. Northouse (1998, hal. 12) menyatakan bahwa, “Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Sedangkan Stuart G. W. (1998) menyatakan bahwa, Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien”. 37 Hibdon, S. (2000) menyatakan bahwa pendekatan konseling yang memungkinkan klien menemukan siapa dirinya merupakan fokus dari komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi: Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya. Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat dapat meningkatkan kemampuan 35 36 37 Robby I. Chandra. Teologi dan Komunikasi. Duta Wacana Univercity Press. Yogyakarta 1996.3. Onong Uchjana Effendy. Op.Cit.10. Suryani. Komunikasi Terapeutik “Teori dan Praktik”. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2005.12. 11 klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, S., 2000). Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip “humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human). Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antara manusia yang bermartabat (Duldt-Battey, 2004). Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbedabeda. Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu. Ketiga, semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart, G.W., 1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik. Menurut Roger dalam Stuart G.W. (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik. Karakteristik helper (perawat) tersebut antara lain: Kejujuran, tidak membingungkan dan cukup ekspresif, bersikap positif, empati, mampu melihat permasalahan dari kaca mata klien, menerima klien apa adanya, sensitif terhadap perasaan klien, dan tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Seorang perawat yang mempunyai pikiran negatif terhadap pasiennya dapat menimbulkan rasa tidak hormat terhadap pasien dan mengurangi rasa keterbukaan. Padahal fungsi komunikasi itu adalah menumbuhkan semangat 12 kebersamaan (solidaritas), mempengaruhi orang lain dan memberi informasi dan memecahkan masalah bersama. Effendy mengatakan bahwa “Komunikasi itu akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan, sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan, perasaan tidak terkontrol”. 38 “Bila komunikasi itu bersifat terbuka, bila maksud dan tujuan sudah jelas, bila ekspektasi sudah dinyatakan maka akan tumbuh sikap percaya dan saling menerima”. “Menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai (Anita Taylor 1977:193). Sebab keakraban hanya terjadi bila kita semua bersedia untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran kita”. 39 Hubungan manusiawi ini bertujuan untuk menghilangkan hambatanhambatan komunikasi dan meniadakan salah pengertian antara perawat dengan pasien. “Anehnya, betapapun sulitnya kita mempersepsi orang lain, kita toh berhasil juga memahami orang lain. Buktinya, kita masih dapat bergaul dengan mereka, masih dapat berkomunikasi dengan mereka dan masih dapat menduga perilaku mereka”.40 “Komunikasi juga dihubungkan dengan kesehatan fisik”. 41 Pada jaman Hipokrates, salah satu cara menyembuhkan pasien adalah, “menyuruh orang sakit mengunjungi salah satu kuil. Mereka menyembuhkan pasien dengan mengucapkan mantra dan membuat ramuan ajaib, pasien harus menyajikan kurban dan bermalam. Sementara ia tidur penyakitnya akan hilang”. Cara pengobatan ini dilakukan karena “terkadang dokter bisa disuap agar pasien meninggal, atau dipaksa oleh penguasa untuk membuat menyingkirkan saingannya”. 42 racun untuk Banyak pelayanan kesehatan non medis (semacam dukun) dan pengobatan alternatif yang kini tersebar ditengah masyarakat. Bentuk pelayanan non medis seperti ini tidak pernah sepi dari pasien, malah orang rela antri hanya untuk mendapatkan kesembuhan. 38 39 40 41 42 Onong Uchjana Effendy. Op.Cit.11. Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Rosdakarya. Bandung 2005.130-131. Ibid.82. Stewart L. Tubbs-Sylvia Moss. Human Communication. Prinsip-prinsip Dasar Rosdakarya. Bandung 2001.3. John Hudson Tiner. Op.Cit. 9-10 13 Ada dua alasan yang melatar belakangi pemikiran pasien atau anggota masyarakat: 1. Semakin tingginya biaya pengobatan sehingga sulit dijangkau terutama masyarakat menengah ke bawah. 2. Semakin berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan perawat atau petugas kesehatan. Akibatnya terjadi konflik dalam masyarakat, walaupun konflik tidak selamanya positif atau negatif, tergantung bagaimana orang melihat konflik itu. Menurut Farid Mashudi, “Perawat sebagai konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki klien, dan tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial tertentu”.43 Apabila pasien memahami penyakit yang menimpa dirinya, dan percaya bahwa perawat yang merawatnya benar-benar memperdulikan kesembuhannya, maka pasien akan menunjukan kepuasannya terhadap perawatan yang dilakukan oleh perawat. Metode yang paling relevan dalam proses penyembuhan pasien adalah pendekatan holistik. “Kata holistik berasal dari kata benda whole yang berarti keseluruhan, utuh, lengkap dan sempurna. Dalam pemahaman holistik, kita tidak memakai model medis yang hanya berfokus pada aspek fisik atau biologis untuk memahami arti sehat. Seseorang dikatakan sehat bila dia dapat hidup dan bertumbuh secara penuh, sempurna dalam seluruh aspek kehidupannya. Begitu pula, orang dikatakan sehat bila dia mampu berelasi dan berinteraksi secara dinamis, penuh, selaras dan seimbang dengan dirinya, sesama dan Tuhannya”. 44 Pendekatan holistik melihat manusia dalam satu kesatuan yang utuh, jasmani dan rohani, karena hidup manusia saling berhubungan dan saling mempengaruhi, serta bertanggung jawab seorang terhadap yang lain. Berdasarkan pemahaman ini maka seorang perawat harus melihat pasien sebagai manusia yang perlu dikasihi dan dilayani. Pendekatan holistik harus melihat sesama manusia sebagai “saudara, kawan, tetangga, dan sebagainya”. Istilah ini menerangkan suatu hubungan yang erat antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. 45 43 44 45 Farid Mashudi. Op. Cit. 257. Wiryasaputra, Totok.S. Op. Cit. 35. J.L.Ch.Abineno. Op. Cit. 98-99. 14 Menurut Harry Stack Sullivan (1953), “Jika kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita”.46 Sesama manusia yang dimaksudkan disini adalah siapa saja yang menunjukkan belas kasihan dan menolong kita pada saat kita membutuhkan pertolongan karena identitas atau jati diri kita terbentuk melalui komunikasi dengan orang lain terutama orang-orang yang mengalami penderitaan secara fisik atau badaniah karena penyakit, tekanan ekonomi dan sebagainya. Pendekatakan holistik bertujuan untuk menolong pasien agar mengalami kesembuhan dalam dimensi vertikal maupun horisontal. Dikatakan demikian karena seorang pasien dapat menjadi lebih utuh secara fisik, mental dan spiritualitas apabila ia ditolong untuk mengembangkan dirinya dan menghargai sesama. Seorang perawat juga harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan atau mengerti sebelum mendengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Farid Mashudi mengatakan “Semakin banyak mendengar cerita, masalah dan perasaan orang lain, maka perasaan kita akan semakin kaya. Akhirnya kita semakin mengetahui cara memahami masalah dan perasaan orang lain”. 47 Sikap ini akan membantu terbukanya hubungan yang saling menyembuhkan. Jadi pelayanan holistik itu harus menyentuh semua orang tanpa kecuali, sebab ketrampilan membina hubungan baik merupakan dasar dari proses komunikasi antara perawat dengan pasien misalnya senyum, menghormati, menerima pasien apa adanya, santai dan sikap bersahabat. Jika tidak demikian maka pelayanan perawat bukan pelayanan holistik sebab pelayanan holistik berarti mengubah orientasi dari ingat diri sendiri kepada kepentingan orang lain. Kalau pelayanan seorang perawat hanya dilihat sebagai suatu aspek ritual untuk membantu suatu yayasan atau rumah sakit misalnya, maka pelayanan yang dilakukan tidak akan menjadi pelayanan sosial yang dapat menjangkau masyarakat. 46 47 Jalaluddin Rakhmat. Op. Cit. 101. Farid Mashudi. Op. Cit. 100. 15 Holistik didefinisikan sebagai pendekatan yang memperhatikan pasien secara keseluruhan terutama kebutuhan fisik, emosi, sosial, ekonomi dan spiritualitas pasien berdasarkan sakit yang diderita. Howard Clinebell mengatakan bahwa, “Pendekatan holistik memandang manusia sebagai makhluk yang mempunyai kekayaan yang masih belum ditemukan......dan masih belum dikembangkan”.48 Ketika komunikasi antara perawat dan pasien terjadi melalui pendekatan holistik, empati dan pesan positif dari perawat dapat diterima oleh sel dalam tubuh pasien akan memberikan dampak positif bagi kesembuhan pasien. Disini perawat dituntut untuk memahami keadaan pasien apapun latar belakangnya (Kultur budaya, sosial, ideologi dan sebagainya). Sebagai tenaga kesehatan yang selalu berhubungan dengan pasien, perawat dituntut untuk selalu menunjukkan sikap yang bersahabat, menyenangkan, ramah dan simpatik, walaupun terkadang harus berhadapan dengan pasien yang rewel dan sombong sekalipun. Jiwa besar perawat dituntut untuk membantu memulihkan kesehatan pasien... Arifin (1975:63) meyakini bahwa “beberapa ahli kedokteran jiwa melakukan penyembuhan penyakit pasien bisa lebih cepat ketika menggunakan metode yang berdasarkan keagamaan yaitu dengan membangkitkan potensi keimanan kepada Tuhan, kemudian menggeraknnya ke arah pencerahan batin yang pada akhirnya menimbulkan kepercayaan diri bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa adalah satu-satunya kekuatan penyembuh dari penyakit”. 49 Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi holistik adalah bagian dari komunikasi interpersonal atau komunikasi diadik atau komunikasi dua arah penerapan holistik dalam komunikasi kesehatan khususnya hubungan antara perawat-pasien dapat membantu baik dari pihak perawat maupun pasien untuk mencapai tujuan bersama yaitu kesembuhan pasien. Pendekatan holistik merupakan pendekatan secara mental, fisik dan spiritual dimana perawat melihat pasien secara keseluruhan tidak secara terpisah-pisah. Unsur yang sangat penting dalam komunikasi holistik adalah rasa empati yang tinggi. Artinya kemampuan untuk seperasaan dengan orang lain. 48 49 Howard Clinebell. Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral. Kanisius. GPK-GM. Yogya 2002. 37. Enjang. As. Op. Cit.65. 16 3. Pandangan para dokter dan perawat di Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga tentang peran komunikasi dalam proses kesembuhan pasien. Setelah melakukan penelitian di rumah sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga tentang peranan komunikasi dalam proses penyembuhan pasien, menurut 2 orang dokter yang diwawancarai bahwa komunikasi itu sangat penting dalam proses penyembuhan. Dikatakan demikian karena pasien dalam kondisi tubuh yang tidak sehat atau sakit mungkin sudah bertahun-tahun kalau hanya diobati dengan terapi medis tanpa komunikasi yang baik maka pasien akan down. Tetapi kalau komunikasi antara dokter dengan pasien itu baik maka bukan hanya pasien tetapi keluarga juga merasa terhibur. Kalau dikatakan bahwa komunikasi sebagai alat terapi mungkin terlalu signifikan tetapi hanya sekedar membantu secara psikologi. Jadi orang yang sudah lama menderita sakit kalau diperhatikan, mereka lebih senang atau terhibur apabila komunikasi itu tercipta dengan baik. Disini mereka merasa diperhatikan, dihormati atau dihargai sehingga melalui cara ini mereka lebih terbuka terhadap dokter, tidak segan menyampaikan perasaan mereka, apa yang mereka alami dan rasakan. Dari segi medispun dokter membantu. Disisi lain menurut dokter komunikasi antara dokter dengan pasien juga penting sebab komunikasi merupakan alat yang termudah untuk berdialog dengan pasien memberikan support dan menjelaskan kondisi pasien sehingga ada semangat dalam dirinya, sebab dengan berkomunikasi, memberi semangat atau penjelasan tentang pola kehidupannya maka pasien akan merasa optimis dan sikap ini sangat membantu proses penyembuhan. Tetapi dari pada meminum obat yang diberikan maka menurut dokter lebih baik kalau tergantung dari pada kepercayaan pasien sendiri. Jadi dalam konsultasi, pasien tetap dilayani, diberi masukkan dengan cara keagamaan. Istilahnya tetap berdoa tetapi apapun hasilnya, kita harus pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa (dokter hanya sebagai perantara). Kalau pasien apatis maka obat apapun bisa menyembuhkan tetapi jika tidak ada rasa optimis dalam diri pasien, sudah menyerah atau pasrah maka obat apapun tidak dapat menyembuhkan. Untuk membangkitkan rasa percaya diri maka komunikasi itu sangat penting. 17 Hasil penelitian membuktikan bahwa setiap pasien memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dapat menghalangi proses penyembuhan. Tingkah laku pasien memang tidak bisa diubah tetapi bisa diperbaiki. Terkadang pasien mudah kecewa dan putus asa. Kebiasaan ini sulit dirubah sebab apabila pasien sudah putus asa maka obat apapun yang diberikan, pasien tidak akan percaya bahwa melalui obat yang diberikan kesembuhan dapat diperoleh. Karakter seperti ini menyebabkan dokter mengalami kesulitan karena tidak ada rasa percaya diri dari pihak pasien. Walaupun karakter pasien seperti itu tetapi dokter harus tetap memberikan semangat untuk menghilangkan rasa tidak percaya diri. Jadi pasien tetap diobati tetapi harus mengembalikan rasa percaya diri. Dikatakan demikian sebab komunikasi antara dokter dengan pasien tidak bisa hanya melalui pemeriksaan fisik, tetapi pasien juga harus aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang pasien rasakan dan alami. Kalau pasien tidak berbicara atau berdiam diri maka dokter tidak dapat memberikan pelayanan yang optimal. Menurut kode etik keperawatan, tugas seorang dokter adalah membuat analisa terhadap kondisi kesehatan pasien serta mendiagnosa penyakit yang dialami. Hasil diagnosa disampaikan kepada perawat untuk mempersiapkan obatobatan yang dibutuhkan pasien sesuai petunjuk dokter. Jadi perawat tidak hanya mendampingi dokter atau pasien tetapi juga menjadi penghubung. Fungsi perawat sebagai penghubung adalah menerima dan meneruskan informasi baik kepada pasien maupun dokter. Menurut pendapat 4 perawat yang diwawancarai bahwa tingkah laku pasien itu berbeda-beda dan bisa menghambat proses penyembuhan. Dilihat dari volume pekerjaan atau kesibukan di ruang perawatan, perawatlah yang lebih banyak mendampingi pasien dalam ruang perawatan, mengontrol, melayani pasien sesuai kebutuhannya dan memelihara lingkungan dimana pasien dirawat. Berdasarkan pemahaman ini maka komunikasi antara pasien dengan perawat lebih akrab jika dibandingkan dengan pasien dan dokter, karena dokter hanya dibutuhkan pada waktu-waktu tertentu sedangkan perawat adalah orang yang 24 jam mendampingi pasien sehingga dapat memahami watak, karakter serta kesulitannya. 18 Tugas seorang perawat adalah melayani pasien sebaik mungkin demi tercapainya kesembuhan walaupun kadang-kadang menghadapi karakter pasien yang seolah-olah tidak menghargai pelayanan seorang perawat, tetapi kesabaran itu sangat dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa tugas seorang perawat adalah merawat pasien tanpa membeda-bedakan dalam segi apapun (suku, ras, agama, atau golongan). Dimata perawat semua manusia itu sama sehingga harus memberikan yang terbaik kepada pasien demi kesembuhannya. Kalau pasien mau supaya sehat harus dengan teratur menggunakan obat yang diberikan dan kalau ada keluhan pasien maka perawat harus dengan penuh kesabaran melayaninya. Hal yang harus dilakukan oleh seorang pasien untuk mendapatkan kesembuhan yaitu pasien harus mempunyai sugesti tersendiri. Artinya pasien harus yakin sebab kalau tidak ada keyakinan untuk sembuh secara otomatis kondisi psikisnya menentukan kondisi fisiknya. Kalau psikisnya sudah pesimis tidak akan sembuh maka secara otomatis fisik juga mengikuti. Jadi karakter atau tingkah laku pasien itulah yang menjadi penghalang. Seringkali tingkah laku pasien membuat perawat emosi atau rewel misalnya pasiennya merasa sehat atau mampu, padahal kondisi fisiknya lemah, waktu-waktu istirahatpun tidak dimanfaatkan untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah. Ada pasien yang penyakitnya sama misalnya jantung tetapi psikisnya berbeda yaitu yang satu mempunyai semangat untuk sembuh tetapi yang lainnya sudah pasrah, dan itulah kenyataan dari sifat manusia. Kepada pasien seperti ini perlu pendekatan dan diajak untuk berkomunikasi. Kalau perawat memberikan pelayanan yang baik, pasti pasien merasa senang dan puas sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Disamping itu ada juga hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang perawat yang melayani misalnya membentak pasien, membantah, mengeluh, emosi atau bersungut-sungut terhadap pasien. Jika pasien mengeluh atau memohon bantuan harus dilayani apapun bentuk keluhannya. Apabila pasien kecewa, khawatir atau stres karena masalah keluarga, ekonomi dan sebagainya maka perawat perlu mengadakan pendekatan untuk memberikan pengertian misalnya melalui ajaran agama, memberi semangat untuk meyakinkan pasien bahwa semua penyakit dapat diobati tergantung keyakinan pasien. 19 Walaupun pasien yang dirawat itu diberikan obat-obatan, tetapi kalau tidak bersemangat tentu tidak dapat sembuh. Terkadang pasien juga menunjukan sikap sok pintar, mungkin karena memiliki jabatan-jabatn penting dalam masyarakat, tetapi apapun keadaaan pasien, perawat harus tetap melayani dengan sabar. Ada pula pasien yang merasa berasal dari keluarga yang berada atau kaya tetapi tidak mempunyai tata krama, dan memperlakukan perawat seperti pembantu rumah tangga. Itu hak seorang pasien, tetapi perawat harus dengan bijaksana untuk melayaninya. Perawat jangan memberi beban kepada pasien tetapi berikanlah semangat sehingga pasien mendapatkan kesembuhan. 4. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga tentang peran komunikasi dalam proses penyembuhan pasien dapat dikatakan bahwa komunikasi sangat berperan dalam kehidupan manusia. Artinya, komunikasi itu menjadi jembatan yang dapat membantu seseorang untuk mencapai kebutuhan hidupnya. Jadi ketrampilan berkomunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam profesinya. Oleh karena itu maka komunikasi sangat berperan dalam proses penyembuhan pasien maupun dalam membangun hubungan dengan sesama. Hubungan yang tercipta dengan baik antara dokter, perawat dan pasien dimaksudkan bukan hanya untuk memberikan kepuasan tetapi juga untuk memberikan kesenangan kepada pasien yang dilayani. Dalam komunikasi kesehatan sering terjadi perbedaan pendapat antara dokter dengan pasien. Pada satu pihak pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan hasil pengobatan yang dilakukan oleh dokter, tetapi dipihak lain dokter dan pihak rumah sakit merasa sudah melakukan pengobatan terhadap pasien secara optimal. Perbedaan pemahaman ini terjadi karena argumen yang terlalu berlebihan dari pasien terhadap dokter. Seorang pasien yang berkonsultasi dengan dokter mempunyai harapan untuk sembuh dan dokter mempunyai kewajiban untuk memberikan pengobatan sebaik mungkin, sebab komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien akan berdampak pada kesehatan, kenyamanan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu pasien juga perlu diberi pemahaman yang jelas tentang penyakitnya dan juga kekuatan mental, bukan hanya diberikan obatobatan secara medis. Untuk memberi kekuatan terhadap pasien harus dimulai 20 dengan komunikasi, karena kemampuan komunikasi yang baik akan memberikan keuntungan yang besar dalam kehidupan antar manusia. Penderitaan atau penyakit yang dialami pasien bukan semata-mata karena adanya kuman-kuman penyakit didalam tubuh, tetapi juga ada banyak faktor yang menjadi penyebab, misalnya stres karena merasa ditinggalkan, kesepian, tidak diperhatikan, atau karena masalah-masalah keluarga, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Fungsi dokter dan perawat disini adalah memberikan alternatif (bukan nasihat) sehingga pasien dapat mengenal diri dan kelemahan. Karena itu maka yang harus dilakukan oleh seorang dokter dan perawat bukan hanya memberikan obat-obatan sesuai penyakit yang diderita, tetapi juga mencari tahu latar belakang masalah yang dihadapi, berusaha memenuhi kebutuhannya, membantu menemukan persoalan yang terjadi dalam diri pasien sehingga dokter, perawat dan pasien secara bersama-sama mencari solusi yang terbaik terhadap masalah yang dihadapi pasien. Dokter dan perawat harus benar-benar memahami pasien, bagaimana mengamatinya, karena rasa empati itu terjadi ketika dokter atau perawat berbicara terhadap pasien dengan penuh keterbukaan dan cinta kasih. Disitulah pasien merasa diterima (apa adanya) dan dokter serta perawatpun turut merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh pasien. Tugas pelayanan yang dilakukan dokter dan perawat terhadap sesama manusia yang menderita sakit harus dilakukan dalam sikap “melayani dengan sepenuh hati”. Sikap bersungut-sungut atau marah-marah dari pihak perawat dan pasien wajar terjadi, mungkin karena beban kerja yang berat, karena faktor pembawaan dan sebagainya sehingga seorang perawat harus selalu mengambil sikap positif untuk terus melayani pasien, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan karakter mereka, sehingga dapat menemukan makna hidup yang sebenarnya, sehingga seluruh masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif, dalam upaya peningkatan kesehatan di Rumah Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga. Tetapi dalam melayani kebutuhan pasien, rasa akrab dan rukun perlu dikembangkan tanpa membedakan seorang dengan yang lain dengan penuh persaudaraan dan cinta kasih. Ada beberapa faktor yang menyebabkan komunikasi berperan dalam proses penyembuhan yaitu: melalui komunikasi pasien termotivasi untuk sembuh, sebab 21 dengan cara ini pasien dapat menyampaikan keluhannya. Diharapkan, bahwa keluhan itu ditanggapi dengan baik sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Seorang perawat harus senantiasa bersikap baik, sopan, ramah, mudah senyum ketika berkomunikasi dengan pasien, mendengar serta menanggapi keluhannya, dan memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga pasien merasa senang dan termotivasi untuk sembuh. Suasana dalam berkomunikasi juga harus menyenangkan sehingga pasien tidak merasa bosan untuk berkonsultasi. Sikap empati terhadap keluhan pasien juga perlu ditanamkan selama berkomunikasi atau berkonsultasi, dan perawat harus memposisikan dirinya untuk mengerti dan merasakan apa yang sedang dialami pasien. Selama berkomunikasi dengan pasien, perawat tidak boleh menggunakan kata-kata kasar tetapi harus berbicara dengan lembut, ramah, dan sopan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Setiap teguran dari perawat harus diterima oleh pasien untuk membantu proses penyembuhan sebab suasana komunikasi yang menyenangkan di rumah sakit akan turut mempengaruhi kedua pihak, terutama pasien merasa semakin termotivasi untuk sembuh. Apabila sistem komunikasi ini diterapkan dengan baik di lingkungan Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga maka dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dalam menerima dan memberikan pelayanan terhadap pasien dan sesama manusia yang membutuhkan pelayanan. Sejarah Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga. Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga pada awalnya hanya merupakan sebuah klinik pengobatan yang diberikan nama “Indonesia Holistic Medical Center” sebagai pusat pengobatan dengan metodologi akupuntur dan terapi herbal. Kehadiran rumah sakit ini yaitu dalam rangka melayani masyarakat Salatiga yang mengalami gangguan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu maka klinik pengobatan ini berkembang menjadi sebuah Rumah Sakit Umum yang memadukan berbagai jenis pengobatan modern dan kemudian berpartisipasi sesuai ciri khas budaya Indonesia. Hingga saat ini Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga merupakan rumah sakit pertama yang setara dengan rumah sakit tipe D yang memiliki fasilitas plus. 22 Visi dan Misi Rumah Sakit Sejehtara Bhakti dan Holistik Salatiga Visi Rumah Sakit: Menjadikan Rumah Sakit Umum Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga sebagai rumah sakit umum pilihan dengan keunggulan pelayanan Holistik. Misi Rumah Sakit: 1. Melaksanakan pelayanan kesehatan umum dengan unggulan rehabilitasi medik berbasis akupuntur dan holistik. 2. Mengembangkan menejemen pengelolaan rumah sakit yang mandiri dan modern. 3. Menjalankan sistem rujukan dari dan ke institusi pelayanan kesehatan lainnya. 4. Mengembangkan pendidikan, pelatihan dan penelitian kesehatan umum dengan spesifikasi unggulan rehabilitasi medik berbasis akupuntur dan holistik. 5. Berpartisipasi aktif dalam peningkatan kesehatan masyarakat secara lintas. 6. Menggalang kerjasama dan meningkatkan kemitraan dengan instasi atau lembaga lain yang bergerak dalam bidang kesehatan, baik didalam negeri maupun diluar negeri dan yang terakahir mensejahterakan organisasi. Motto Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga : “Melayani dengan sepenuh hati”. 23 5. Penutup Berdasarkan teori dan hasil analisis di atas maka penulis menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberapa saran. Pertama, secara teoritis maupun hasil wawancara dengan para dokter dan perawat di Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik di Salatiga, komunikasi yang baik antara dokter, perawat dengan pasien sangat berperan dalam proses kesembuhan pasien. Hal ini disebabkan karena kesembuhan pasien bukan sematamata karena obat-obatan tetapi juga motivasi yang kuat dari pasien untuk sembuh, dan komunikasi sangat membantu menumbuhkan motivasi ini. Selain itu komunikasi juga menolong pasien untuk bebas dari stres dan rasa khawatir yang berlebihan sehingga secara fisik lebih cepat proses kesembuhan itu, karena dibantu oleh suasana kejiwaan yang kondusif. Kedua, karena pandangan tersebut, maka para dokter dan perawat dalam berhubungan dengan pasien selalu menekankan komunikasi yang baik dan membangun. Mereka tidak hanya mengandalkan diagnosa penyakit dan obatobatan, tetapi juga membangun komunikasi yang baik dengan para pasien sehingga lebih mendukung proses kesembuhan mereka. Suasana yang menyenangkan selama pasien berkomunikasi dengan perawat atau dokter juga berperan dalam proses penyembuhan pasien. Jika komunikasi antara perawat, dokter dan pasien dapat dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan baik maka akan terjadi peningkatan proses penyembuhan pasien di Rumah Sakit Sejahtera Bhakti dan Holistik Salatiga. Berikut ini beberapa saran berkaitan dengan bidang studi saya sebagai mahasiswa Teologi. Dengan menyadari betapa pentingnya peran komunikasi terapeutik, maka dalam konseling pastoral sebagai salah satu implikasi bagi gereja,warga Jemaat, Pendeta dan juga Majelis perlu sungguh-sungguh memberi perhatian yang serius terhadap kemampuan membangun dan mengembangkan komunikasi terapeutik dengan para pasien (Jemaat) baik itu di rumah tinggal pasien maupun dirumah sakit tempat pasien dirawat. Keterampilan komunikasi terapeutik perlu benar-benar dilatih dan tidak hanya dipelajari secara teoritis saja. 24 Proses konseling pastoral hendaknya dipahami sebagai suatu kesempatan emas untuk membangun harapan pasien agar termotivasi untuk sembuh, dan menciptakan suasana hati yang gembira dan mempercepat proses kesembuhannya sebagai tambahan atas tindakan medis. 25 Daftar Pustaka Lubbs L. Stewart. Moss Sylvia. (2001). Human Communication. Bandung: Prinsip-prinsip Dasar. Remaja Rosdakarya. Rakhmat Jalaudin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Abineno. Ch. J.L. (2002). Pelayanan Pastoral Kepada Orang-orang Sakit. Jakarta : BPK-GM. Tiner Hudson John. (2005). Menggali Sejarah Pengobatan. Jakarta : Komunikasi Bina Kasih/Omf. S. Totok, Wiryasaputra. (2006). Ready to Care:Pendampingan dan Konseling Psikologi. Yogyakarta: Galang Press Wilkinson. M. Judith. Ahern R. Nancy (2012). Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Gunarsa. D. Singgih. Gunarsa. D. Singgih. Y. (2003). Psikologi Perawatan. Jakarta: BPK-GM. Rafanany Been. (2012). Rahasia Membaca Pikiran Orang Lain. Yogyakarta: Pinang Merah Publisher. J. Rahayuni. Kamus Keperawatan. Dinamika. Press. Sunaryo. (2004). Psikolgi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ibid. 121. Gunarsa. D. Singgih. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK-GM. Pieter Zan Herri. (2012). Pengantar Komunikasi dan Konseling. Jakarta: Kencana. As. Enjang. (2009). Komunikasi Konseling. Bandung: Nuansa. Mashudi Farid. (2012). Psikologi Konseling. Yogyakarta: Ircisod. Effendy Uchjana Onong. (1993). Human Relations dan Public Relations. Bandung: Mandar Maju. Romauli Suryati. (2013). Komunikasi Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media. Chandra I. Robby. (1996). Teologi dan Komunikasi. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Effendy Uchjana Onong. (2005). Ilmu Komunikasi. Bandung: Rosdakarya. Rakhmat Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: Edisi Revisi. Rosdakarya. Tubbs L. Stewart-Moss Sylvia. 2001. Human Communication. Bandung: Prinsip-prinsip Dasar. Rosdakarya. Clinebell Howard. (2002). Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral. Yogya: Kanisius. BPK-GM. Rakhmat Jalaluddin. (2001). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik “Teori dan Praktik”. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC .