HUBUNGAN KONSUMSI ASI TERHADAP PH FESES BAYI USIA 1 BULAN DI PUSKESMAS TANAH SAREAL BOGOR BULAN SEPTEMBER 2010 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Ferial NIM: 107103000001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memeperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbuktibahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 06 Oktober 2010 Ferial ii 0I0z raqop{o 90'}€}ndlc 'su€Dtet qe11nre,{epp{Jlr"fs Brulrauetu ulposreq edes eluur'urel Euano NIn 1p qelroq Bue,( ts>1ues s,ft"{ pup uapldtlUseq uapdrueul nelu e,{es l1se u.&u1 ue>Inq rur e.&u1 €/{\qeqp{nqre} u?rl uelpnue{lp ?)IIf 'c 'sue>l"f qeprefeplHJuefs.iNln Ip n>ppeq 6ued uenpepl ueEuop rcnses rrnpmlu?c edes qe1e1 rul uesqnuod ur€lsp ue>prm8 e'{es Susr{ Jsqlrms €ntues .Z -ewlt?{ qelpredeplH JIr€,(S NIn Ip I Elells rele8 qoloradeureur ueXere.(sred n1us tlel"s ntrnuetuelu {n1tm ue>pl"lp Eue{ e{es gse afuur1 yrseq ueqedn-roru ruI ue4rleued uerodel 'I :?I\q€q ue4utrer(ueul edes lut ueEusq YAUYX NYTTSVflX i{YVIVI.Nf,fld UVflITf,T H I€f'I VIUYXYf W OIOZ/H HVTTNJVAY(IH dIuYAS IUICIN IATYTSI SYIISUflAINN NVIYHSSIX NIAITI NY(I IIVUIIXOCfi)I SVITIDIV.{ uf,Jxoc r{Y)IlflcNfld Ionrs nlYu9oud petuorg'I I'peme1e4 ?ule1 Eurquuqure4 ,l IOOOOOEOII,OI :WIN iE!ffi qelo (pe:'S) rr?reD[ope) euefres r?leg qeloredue6l 1em.(ser6 rqnueruel4l'{$un uuturlese) nrull usp uureplope) selln>led're14oq rn{rprpued lpntS tue.6or4 upe$e4 Ue>InFIC uuqlleued uerodel 0r0z uggl lflrdfls NVTNg UOCOg TYIUVS HVNVI SYWSfl)TSNd I(I NVINg r vlsn I,{.YS sfisfld Hd dv(Ivrruflr Isv IsrunsNox NvcNn{nH IArudS 'eglnT rrss?HJeusfs 'rp'{I AI puvdslqp"W L w{' rp' @":TFtd /- v (-) NIN XT}Id utu[o(I NIn XDt.{ CdSd lpordsx SVIATDTV.{ NYNIdIAIId qqa'pnfnp"rH IrunN'rp petuolg'11'purrruled ,ffiW eutreU 6+f' 'il) Erqquqqrnod ucp Euuplg snlox Jfn8uag IIINCNfld NVI!\SO 0I0z rsqoqo 90'uu?{e.f 'roploq uu{lplpued pnlg ue.rEor4 uped (po: 'S) u?replope1 eue@S qes releE qslorodureu qeles qelel nEeqes eurrre}rp r-q uerllleued uerodul '0102 reqoDlo 1e;e.{s 99 eped uel€qesey ruull uep wreDlope) s?lF{ud rp Eueprs urslep w{}[n1p qelel '(t00000t0lr0l :ruIN) I?treC qelo ue4n[elp 0I0Z UflAI IflId[S NyTnfl uo50g TvfuYs HYNYI sYrusDrsnd r(I NYTns t YIsn I.{.ys sflsf,.{ Hd dyOVHUflI ISy IST1SNOX NVCNnggg ppnfrsq ueplleue4 uu-rodu1 NVIfN YIIINVd NVHVSflCNfld ABSTRAK Ferial. PSPD. Hubungan Konsumsi ASI terhadap pH Feses Bayi Usia 1 Bulan di Puskesmas Tanah Sareal Bogor Bulan September 2010. ASI merupakan makanan terbaik terutama bagi bayi usia 0-6 bulan. Dari segi kandungannya saja, prebiotik ASI yaitu oligosakarida memberikan pengaruh positif pada aktifitas metabolisme dari flora normal saluran pencernaan bayi terlihat pada pH feses yang menjadi asam, namun keberadaan susu formula terutama yang mengandung prebiotik FOS dan GOS disinyalir dapat memberikan efek serupa dengan ASI. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian agar mendapatkan hubungan konsumsi ASI terhadap pH feses serta gambaran pH feses dikedua kelompok bayi dengan menerapkan metode cross sectional. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara konsumsi ASI dengan pH feses bayi usia 1 bulan dengan P = 0.000 dan pH feses bayi usia 1 bulanyang mengkonsumsi ASI cenderung lebih asam dibandingkan dengan bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi susu formula. Kata kunci: Bayi usia 1 bulan, ASI, susu formula, oligosakarida, FOS/GOS, pH feses. ABSTRACT Ferial. PSPD. Relation of Breast Feeding Consumption with pH Faeces of Infant aged 1 month at Puskesmas Tanah Sareal Bogor on September 2010. Breast milk is the best food especially for infants aged 0-6 months. In terms of the content, prebiotics of breast milk called oligosaccharide have a positive influence on metabolic activity of normal flora on digestive tract seen in pH of faecal which become acidic, but the presence of formula which contain prebiotics FOS and GOS is allegedly can give a similiar effect with breast milk. Therefore, research needs to be done in order to get relation of breast milk consumption with pH of faecal and description of faecal pH in both groups of infants with cross sectional method. The results showed that there was a significant relation between consumption of breast milk with pH of faecal infant aged 1 month with P = 0.000 and pH of faecal in breast feeding infant aged 1 month are more acidic than formula feeding infant. Keyword: Infant aged 1 month, breast milk, formula feeding, oligosaccharide, FOS/GOS, pH of faecal. vi DAFTAR ISI Lembar Pernyataan Keaslian Karya ........................................................ ii Lembar Persetujuan Pembimbing ............................................................ iii Lembar Pengesahan ................................................................................... iv Kata Pengantar ........................................................................................... v Abstrak ........................................................................................................ vi Daftar Isi ...................................................................................................... vii Daftar Tabel dan Diagram ......................................................................... viii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2 C. Hipotesis ..................................................................................... 3 D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3 E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ............................................................................5 B. Kerangka Konsep ........................................................................ 11 C. Definisi Operasional ................................................................... 12 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ........................................................................ 14 B. Lokasi dan Waktu ....................................................................... 14 C. Populasi dan Sampel ................................................................... 14 D. Cara Kerja Penelitian .................................................................. 15 E. Manajemen Data ......................................................................... 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 18 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 26 Daftar Pustaka ............................................................................................... 27 Lampiran 1. Kuesioner demografi ................................................................ 29 Lampiran 2. Uji Normalitas .......................................................................... 31 Lampiran 3. Riwayat Penulis ........................................................................ 38 vii DAFTAR TABEL, DIAGRAM dan GAMBAR Tabel 1.1. Perbandingan pH Feses Bayi Tabel 4.1. Hasil Pengukuran pH Feses Kelompok ASI Tabel 4.2. Sebaran pH Feses untuk Kelompok ASI Tabel 4.3. Hasil Pengukuran pH Feses Kelompok Susu Formula Tabel 4.4. Sebaran pH Feses untuk Kelompok Susu Formula Tabel 4.5. Sebaran pH Feses Dilihat dari Kandungan FOS dan GOS pada Kelompok Susu Formula Tabel 4.6. Hubungan Konsumsi ASI terhadap pH Feses Diagram 4.1. Sebaran Alasan Menggunakan Susu Formula Diagram 4.2. Sebaran Keunggulan Susu Formula yang Dikonsumsi Diagram 4.3. Sebaran Mengenai Prebiotik dan FOS/GOS Gambar 1.1. Presentasi Koloni Bakteri yang Ditemukan di Feses viii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, masalah gizi balita menjadi masalah besar karena berkaitan erat dengan indikator kesehatan umum seperti angka kesakitan dan angka kematian bayi dan balita. Untuk menanggulangi masalah tersebut, Departemen Kesehatan Republik Indonesia mendorong dilakukannya gerakan keluarga sadar gizi (Kadarzi), yang salah satunya mengenai pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan. Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang terbaik bagi bayi karena mengandung zat-zat gizi dengan komposisi paling lengkap. Pemberian makanan pada bayi yang optimal adalah menyusui bayi segera setelah lahir dan memberikan ASI eksklusif, yaitu hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain sampai bayi berumur 6 bulan (WHO, 2002). Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2006-2007, data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia 2 bulan hanya mencakup 67% dan sisanya sebesar 13% telah diberi susu formula. Persentase tersebut terus berubah dan menjadi berkebalikan seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi yang berusia 2-3 bulan hanya sebesar 54% yang tetap diberi ASI, dan pada bayi berusia 7-9 bulan hanya sebesar 19%, dan berdasarkan dari hasil survei tersebut, 1 dari 3 bayi berusia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan (Bambang dan Yernia, 2010). Bila dikaitkan, produsen susu kerap kali melakukan promosi dalam berbagai bentuk termasuk mempopulerkan kandungan prebiotik seperti FOS dan GOS, sebagaimana yang sekarang tengah terjadi di masyarakat. 1 2 Menurut sebuah jurnal didapatkan bahwa penggabungan alami antara FOS dan GOS yang kini sedang populer dan terdapat pada susu formula, dapat memberikan efek serupa dengan ASI berupa efek prebiotik pada flora normal saluran cerna bayi dan menghasilkan pH asam pada feses yang menandakan aktifitas metabolisme dari flora normal saluran cerna tersebut (Boehm, et.al, 2004), namun hal sebaliknya telah didapatkan hasil yang berbeda oleh sebuah studi penelitian bahwa kandungan susu formula tidak memberikan hasil serupa dengan oligosakarida pada ASI sebagai prebiotik kepada flora normal saluran cerna bayi, dimana stimulasi oligosakarida tersebut terlihat pada pH feses bayi yang mengkonsumsi ASI akan lebih asam dibandingkan bayi yang diberi susu formula (Balmer dan Wharton 1989). Hal inilah yang menjadi alasan penting bagi peneliti untuk mengadakan sebuah penelitian terhadap masalah tersebut dengan cara melakukan pengukuran pH feses menggunakan indikator universal sehingga dapat mengetahui hubungan pemberian ASI terhadap pH feses yang dinilai dapat mewakili gambaran aktifitas flora normal saluran cerna (Balmer dan Wharton, 1989) serta bagaimana gambaran pH feses pada bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI dan yang mengkonsumsi susu formula. 1.2. Rumusan Masalah • Bagaimanakah hasil pengukuran pH feses pada bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI? • Bagaimanakah hasil pengukuran pH feses pada bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi susu formula? • Adakah hubungan antara konsumsi ASI dengan pH feses pada bayi usia 1 bulan? 3 1.3. Hipotesis • pH feses bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI akan cenderung asam. • pH feses bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi susu formula cenderung lebih basa. • Terdapat hubungan bermakna antara konsumsi ASI terhadap pH feses yang lebih asam pada bayi usia 1 bulan. 1.4. Tujuan 1.4.1. Tujuan Umum: • Mengetahui hubungan ASI terhadap pH feses bayi usia 1 bulan. 1.4.2. Tujuan Khusus: • Diketahuinya pH feses bayi usia 1 bulan yang feses bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI. • Diketahuinya pH mengkonsumsi susu formula. 1.5. Manfaat Penelitian: 1.5.1. Bagi masyarakat: • Menjadi informasi bahwa ASI tetap pilihan terbaik terutama dalam hal prebiotiknya yaitu oligosakarida yang terlihat melalui hasil pengukuran pH feses yang lebih asam. • Menjadi sebuah informasi yang bersifat persuasif bahwa ASI adalah pilihan terbaik untuk konsumsi bayi, terutama usia 0-6 bulan terkait dengan program pemberian ASI eksklusif. 4 1.5.2. Bagi institusi: • Menjadi dasar bukti medis secara ilmiah tentang pengaruh prebiotik dalam hal ini oligosakarida yang terkandung pada ASI serta FOS dan GOS yang terkandung dalam susu formula dalam mempengaruhi pH feses bayi usia 1 bulan yang merupakan gambaran dari aktifitas metabolisme flora normal saluran cerna. 1.5.3. Bagi peneliti: • Sebagai salah satu prasyarat kelulusan dalam menyelesaikan program sarjana kedokteran. • Peneliti dapat mengetahui sejauh mana hubungan konsumsi ASI terhadap pH feses bayi usia 1 bulan. • Peneliti dapat mengetahui sejauh mana konsumsi susu formula mempengaruhi pH feses bayi usia 1 bulan dari. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori • Air Susu Ibu Secara umum, imunitas atau daya tahan tubuh adalah kemampuan yang dimiliki oleh tubuh untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun benda asing lainnya (Nelson, 1996). Sistem imunitas bayi telah ada sejak lahir, namun baru sebagian yang berkembang. Hal ini berarti bayi lebih rentan terhadap infeksi pada tahun-tahun pertama kehidupannya. Dengan demikian mereka memerlukan tindakan khusus sebagai perlindungan dan dukungan. Penelitian membuktikan bahwa ASI berperan penting untuk membentuk sistem imunitas pada bayi (Nelson, 1996). Dengan kata lain, pemberian ASI secara eksklusif dapat memperkuat daya tahan tubuh bayi (Nelson, 1996). Pemberian ASI bukanlah sekedar memberi makanan kepada bayi. Ketika ibu mendekap bayi yang sedang disusui, pandangan matanya tertuju kepada bayi dengan nuansa kasih sayang dan keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan si bayi. Sikap ibu menimbulkan rasa nyaman dan aman pada bayi. Ia merasa dimengerti, dipenuhi kebutuhannya, disayangi, dicintai. Lewat ASI bayi dan ibu sama-sama belajar mencintai dan merasakan nikmatnya dicintai (PERINASIA, 2007). Pemberian ASI dari ibu yang sehat berhubungan dengan rendahnya angka kejadian dari penyakit infeksi maupun alergi. Meskipun efek tersebut disebebakan oleh banyak faktor, hal ini lebih dapat dimengerti bahwa semua flora saluran pencernaan dari pemberian ASI mengandung semacam anti-infeksi dan ini penting untuk menstimulasi faktor pembentukan sistem imun setelah kelahiran. Secara singkat, efek dari ASI terhadap perkembangan flora usus (saluran cerna) bukan merupakan penyebab tunggal, namun dapat dipahami bahwa oligosakarida dari ASI memiliki peranan penting dalam hal ini (Boehm, et. al, 2004). 5 6 • Oligosakarida, FOS dan GOS Oligosakarida merupakan komponen terbesar ketiga di dalam ASI setelah laktosa dan lemak, mencapai 10-12 gram per liter. Oligosakarida adalah sejenis karbohirat rantai pendek, yang berfungsi sebagai prebiotik. Oligosakarida menghasilkan dua hingga sepuluh unit monosakarida pada hidrolisis (Murray, 2003). Oligosakarida tidak dicerna ataupun diserap oleh saluran pencernaan, sehingga akan mencapai usus besar dalam keadaan utuh. Di sinilah oligosakaraida digunakan sebagai makanan untuk bakteri yang baik di dalam usus, seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli melalui proses fermentasi, sehingga jumlahnya terus bertambah (Cermin Dunia Kedokteran, 2010). ASI disebut memiliki efek prebiotik karena mendukung dominasi jumlah bakteri flora normal. Oligosakarida di dalam ASI lah yang memberikan kontribusi kepada efek prebiotik ini. Meningkatnya jumlah bakteri baik di dalam usus besar memberikan perlindungan terhadap tubuh bayi (Cermin Dunia Kedokteran, 2010). Oligosakarida di dalam ASI terbukti merupakan faktor penting yang berperan untuk memperkuat daya tahan tubuh bayi yang baru lahir (Cermin Dunia Kedokteran, 2010). Komposisi oligosakarida yang terkandung dalam ASI sangatlah kompleks. Karena itu, ASI sulit untuk dicerna, oligosakarida dapat terdeteksi dalam feses dan urin dengan baik pada bayi yang diberi ASI. Selain efek prebiotik, terdapat juga fakta bahwa oligosakarida dari ASI dapat berperan sebagai analog reseptor yang menghalangi melekatnya patogen terhadap permukaan epitel dan berinteraksi dengan sel imun (Eiwegger Th, et al., unpublished data). Karena begitu kompleksnya, oligosakarida dengan struktur yang identik dengan oligosakarida dalam ASI tidak terdapat dalam bahan makanan. Alternatif lainnya, penggabungan alami antara galakto-oligosakarida (GOS) dan frukto-oligosakarida (FOS) telah teridentifikasi sebagai bahan prebiotik yang efektif selama masa pertumbuhan (Boehm, et. al, 2004). 7 Pada beberapa percobaan klinis diperlihatkan bahwa pemberian makanan berformulasi campuran antara GOS dan FOS rantai panjang memberikan hasil pada semua flora usus (saluran cerna) serupa pada apa yang ditemukan pada pemberian ASI. Dibandingkan dengan ASI, GOS dan FOS tetap terdapat pada sepanjang jalur gastrointestinal dan oleh karena itu dapat terdeteksi pada feses bayi yang diberi suplementasi formula GOS/FOS (Boehm, et. al, 2004). Dengan melihat karakteristik dari feses, terdapat pengaruh signifikan dari GOS/FOS : pemberian suplemen berformulasi oligosakarida meningkatkan frekuensi dan kepadatan dari konsistensi feses dibandingkan dengan formula standar sehingga karakteristik fesesnya sangat mirip dengan feses bayi dengan pemberian ASI (Boehm, et. al, 2004). Dalam penelitian, telah diuji efek dari perbedaan konsentrasi penggabungan GOS/FOS oleh teknik plating tradisional dan teknik biologi molekular modern. Dimana dengan menggunakan teknik plating, hanya bakteri hidup yang dapat terdeteksi, semua bakteri dihitung dengan menggunakan teknik biologi molekular yang dimana hasilnya jelas menunjukan bahwa dengan penggunaan gabungan GOS/FOS, jumlah bifidobakter dapat meningkat dan efeknya lebih ditujukan untuk bakteri yang hidup daripada jumlah bakteri total (Boehm, et. al, 2004). Peningkatan jumlah bifidobakteri dan penurunan pH feses berperan dalam menurunkan penyakit klinik, yang mana menunjukan jumlah pasti atau presentasi total dari bakteri (Boehm, et. al, 2004). Hasil akhir penelitian tersebut diperoleh data berupa bayi yang diberikan suplemen berformulasi GOS/FOS terstimulasi semua flora usus dan hasilnya dalam metabolisme fisiologis bakteri penting sama baiknya sebagaimana pH feses bayi yang diberi ASI. Efek tersebut didukung oleh karakteristik feses yang mirip dengan feses bayi yang diberi ASI dan menghilangnya penyakit klinik (Boehm, et. al, 2004). 8 Meskipun demikian, Balmer dan Wharton (1989) mengemukakan hasil berbeda pada penelitian mereka yang terdahulu. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa pada hari ke-28, pH feses bayi yang diberi ASI cenderung lebih asam dibandingkan dengan bayi yang diberi formula. Tabel 1.1. Perbandingan pH Feses Bayi Sumber: Balmer dan Wharton, 1989 Karena ASI dianggap sebagai makanan paling baik pada bayi, berdasarkan hasil penelitian ini, maka diasumsikan pH normal pada bayi adalah berkisar di rata-rata 5,74. Begitu juga dengan hasil dari pemeriksaan jumlah koloni yang terdapat di kedua kelompok studi, menyatakan bahwa presentasi dari bifidobacter yang terdapat pada kelompok bayi yang mengkonsumsi ASI menjadi lebih dominan dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri yang lain, tidak demikian pada kelompok bayi yang diberi asupan formula (Balmer dan Wharton, 1989). Gambar 1.1. Presentasi Koloni Bakteri yang Ditemukan di Feses 9 Sumber: Balmer dan Wharton, 1989 • Flora Normal Saluran Cerna Saluran pencernaan merupakan organ dengan sistem imun terluas di tubuh manusia, sel-sel yang menyusun usus dilindungi oleh lapisan pelindung mukus yang secara terus-menerus mengalami proses regenerasi. Selain melindungi, ternyata mukus ini juga memberikan keuntungan bagi bakteri sebagai media melekatnya di dinding usus (Cermin Dunia Kedokteran, 2010). Melekatnya bakteri pada mukus ini ternyata diakibatkan oleh suatu zat protein yang dimiliki oleh bakteri tersebut (seperti yang dimiliki oleh Lactobacilus reuteri). Zat tersebut dinamakan mucus binding protein, yang ternyata dijumpai dalam jumlah lebih banyak pada bakteri penghasil asam laktat, dengan adanya bakteri ini maka bakteri dapat menempel dan melakukan interaksi dengan host (Cermin Dunia Kedokteran, 2010). Lactobacillus merupakan kelompok bakteri gram positif, anaerobik fakultatif atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian kelompok bakteri asam laktat, karena kebanyakan anggotanya dapat merubah laktosa dan gula lainnya dalam asam laktat. Pada manusia, bakteri ini dapat ditemukan di dalam vagina dan sistem pencernaan. Produk asam laktatnya membuat lingkungan bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan (Schell, 2002). Bifidobacter merupakan kelompok bakteri gram positif, anaerobik yang hidup saluran pencernaan dan vagina. Bifidobacter merupakan kelompok bakteri yang berada di usus besar, membantu pencernaan. Bakteri ini mendominasi pada saluran pencernaan bayi yang mengkonsumsi susu formula, namun jumlahnya lebih sedikit pada bayi yang diberi susu formula (Schell, et. al, 2002). Stafilokokus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Bakteri ini tumbuh dengan cepat pada beberapa tipe media dan dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat menghasilkan asam laktat dan tidak 10 menghasilkan gas. Beberapa merupakan flora normal yang terdapat pada kulit dan selaput lendir manusia (Brooks, 2005). • Metabolisme pada Bakteri Fermentasi adalah proses yang berlangsung dalam keadaan anaerob, dimana dalam proses ini tidak melibatkan serangkaian transfer elektron yang dikatalisis oleh enzim yang terdapat dalam membran sel. Dalam hal ini elektron dan proton distranfer langsung dari senyawa yang oksidasi menuju senyawa organik intermediet yang lain yang akhirnya membentuk produk fermentasi yang stabil. Oleh karena itu pada proses fermentasi terjadi akumulasi produk yang organisme tidak mampu mengoksidasi lebih lanjut (Nunuk, 2003). Sehingga, tanpa respirasi atau fotosintesis, sel bergantung sepenuhnya pada fosforilasi substrat untuk energinya (Brooks, 2005). Selama fermentasi produk intermediet yang terbentuk dari katabolisme senyawa organik seperti glukosa berperan sebagai aseptor elektron terakhir menyebabkan terbentuknya senyawa produk akhir fermentasi yang stabil (seperti asam laktat pada Lactobacillus). Sebagai contoh, pada umumnya mikroorganisme mengubah gula menjadi asam piruvat. Dalam hal ini juga membentuk NADH dan harus melepaskan elektronnya kepada aseptor jika organisme melakukan metabolisme lebih lanjut. Hal ini dipenuhi dengan cara menggunakan asam piruvat atau beberapa produk dari asam piruvat sebagai aseptor elekktron terakhir (Nunuk, 2003). Jalur Embden-Meyerhof merupakan suatu mekanisme yang umum ditemukan untuk fermentasi glukosa, menggunakan kinase dan aldolase untuk mengubah heksosa (C6) fosfat menjadi dua molekul triosa (C3) Fosfat dan seterusanya menghasilkan laktat sebagai hasil akhir fermentasi dan menyebabkan pengasaman medium (Brooks, 2005). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah: dengan tidak adanya transfor elektron selama fermentasi ikatan fosfat berenergi tinggi tidak terbentuk melalui fosfolirasi oksidatif melainkan proses yang disebut dengan fosfolirasi substrat. 11 Dalam hal ini senyawa intermedit diokasidasi, energi yang dilepaskan dikonversi langsung kedalam ikatan yang mengandung energi tinggi (Nunuk, 2003). 12 • Pengukuran pH Merupakan pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan. Larutan dengan harga pH rendah dinamakan asam, sedangkan yang harga pH tinggi dinamakan basa. Skala pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 adalah harga tengah atau netral mewakili air murni (Rahayu, 2009). Untuk menentukan nilai pH suatu zat, tidak dapat dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, fenoolftalen, metil merah dan indikator-indikator lain, karena warnanya sama saja untuk rentang pH yang cukup lebar. Nilai pH dapat ditentukan dengan indikator pH (indikator universal) yang memperlihatkan warna bermacam-macam untuk tiap nilai pH yang relatif sempit (Hasanah, 2009). Indikator universal memberikan warna tertentu jika diteteskan atau dicelupkan ke dalam larutan asam atau basa. Warana yang terbentuk kemudian dicocokkan dengan standar yang sudah diketahui nilai pH nya (Hasanah, 2009). Hal ini karena, indikator dilengkapi dengan peta warna, sehingga kita bisa menentukan nilai pH zat berdasarkan warna-warna tersebut. Dengan mengetahui nilai pH maka dapat ditentukan apakah larutan bersifat asam, basa atau netral (Hasanah, 2009). 2.2. Kerangka Konsep bersifat lebih asam Mengkonsumsi ASI Bayi usia 1 bulan Mengkonsumsi Pengukuran pH feses dengan indikator universal Bersifat lebih basa susu formula INPUT bersifat netral PROSES OUTPUT 13 2.3. Definisi Operasional No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Skala Ukur 1. Susu 1. Sekresi cairan kelenjar mamma yang membentuk makanan alamiah untuk mamalia muda (Kamus Kedokteran Dorland). 2. Cairan yang menyerupai sekresi kelenjar mamma (Kamus Kedokteran Dorland). Wawancara Kuesioner demografi Hasil Ukur Kategorik 0. ASI 1. Susu Formula 14 2. pH Simbol yang Pengukuran Indikator berhubungan dengan pH universal konsentrasi ion + hidrogen (H ) atau aktivitas larutan dibandingkan larutan standar yang diberikan. Secara numerik, pH ini kirakira sama dengan logaritma negatif konsentrasi H+ yang dinyatakan dengan molaritas, pH 7 merupakan keadaan netral; diatas 7 terjadi peningkatan alkalinitas sedangkan di bawah 7 peningkatan keasaman (asiditas). (Kamus Kedokteran Dorland) Numerik Tanpa satuan, dari skala 0-14 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian berikut adalah survey yang bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk mempelajari perbandingan antara faktor-faktor risiko dengan efek, melalui model pendekatan atau observasi sekaligus dalam satu waktu. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Tanah Sareal Bogor. Waktu penelitian adalah pada bulan September 2010. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi dan Sampel Subjek penelitian ini diambil dari populasi pasien di Puskesmas Tanah Sareal Bogor yang memiliki bayi berusia 1 bulan pada bulan September 2010. Sedangkan sampel yang diambil peneliti menggunakan purposive sampling yang merupakan salah satu metode dari non-probability sampling. Pada cara ini peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subjektifnya, bahwa responden dapat memberikan hasil memadai untuk penelitian yang dilakukan. Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 30 untuk masing-masing kelompok, sehingga total adalah 60 sampel. 3.3.2. Cara Pengambilan Sampel Cara pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dengan metode purposive sampling, dengan penentuan tempat pengambilan sampel berdasarkan hasil rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. 14 15 3.3.3. Kriteria Sampel 3.3.3.1. Kriteria Inklusi • Bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI di Puskesmas Tanah Sareal Bogor bulan September 2010. • Bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi susu formula di Puskesmas Tanah Sareal Bogor bulan September 2010. 3.3.3.2. Kriteria Eksklusi • Bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI sekaligus susu formula di Puskesmas Tanah Sareal Bogor bulan September 2010. • Bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI dan bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi susu formula namun orang tua bayi tidak bersedia mengikuti penelitian. 3.4. Cara Kerja Penelitian 3.4.1. Variabel Dalam penelitian ini ini yang menjadi kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut: • Variabel bebas (variabel Independent): pH feses pada bayi usia 1 bulan di Puskesmas Tanah Sareal Bogor bulan September 2010. • Variabel tergantung (variabel dependent): Penggunaan ASI ataupun susu formula pada bayi usia 1 bulan di Puskesmas Tanah Sareal Bogor bulan September 2010. 3.4.2. Pengumpulan Data Penelitian dilakukan bila telah memperoleh persetujuan setelah penjelasan atau informed consent dari subjek penelitian. 3.4.3. Instrumen Penelitian Instruman penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematik sehingga lebih mudah diolah. 16 Dalam penelitian ini pengumpulan data dengan menggunakan: • Indikator universal untuk mengukur pH. • Kuesioner demografi untuk mengetahui penggunaan ASI ataupun susu formula. Bayi usia 1 bulan di Puskesmas Tanah Sareal Informed consent dan pengisian kuesioner demografi oleh orangtua bayi Bayi yang minum ASI Bayi yang minum susu formula Pengukuran pH dengan indikator universal Pencatatan hasil pengukuran 3.4.4. Pengolahan dan Penyajian Data Data yang diperoleh diedit dan dikoding untuk kemudian dimasukkan dan diolah dengan menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) for Windows versi 16. Data disajikan dalam bentuk diagram dan tabular. 3.5. Manajemen Data 3.5.1. Tekhnik Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengukuran pH pada feses menggunakan indikator universal pH untuk mengetahui gambaran pH pada bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI ataupun yang mengkonsumsi susu formula. 17 3.5.2. Tekhnik Analisis Data Dalam penelitian ini, setelah dilakukan uji normalitas pada data yang diperoleh untuk menganalisisnya dan mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel, maka peneliti menggunakan teknik korelasi chi-square dengan perhitungan menggunakan perangkat lunak Statistical Program for Social Science (SPSS) for Windows versi 16. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini direncanakan data didapat dari 60 pasien Puskesmas Tanah Sareal bulan September 2010 yang memiliki bayi usia 1 bulan, dengan pembagian 30 bayi untuk masing-masing kelompok. Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 4.1. Hasil Pengukuran pH Feses Kelompok ASI Statistik Median Nilai pH 6 Dari penelitian yang dilakukan, setelah data diuji normalitas diketahui bahwa sebaran data yang diperoleh tidak normal [Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05], oleh sebab itu untuk menggambarkan rata-rata pH feses pada bayi yang mengkonsumsi ASI digunakan nilai median, yaitu sebesar 6, hasil ini mendekati serupa dengan penelitian terdahulu yaitu rata-rata pH feses bayi yang mengkonsumsi ASI adalah sebesar 5,74 (Balmer dan Wharton, 1989). Hal serupa juga dikemukakan pada jurnal lain, bahwa pH feses bayi yang diberi ASI akan cenderung asam (Boehm G., et.al, 2004). Hasil pH yang asam pada feses bayi usia 1 bulan tersebut disebabkan oleh aktifitas metabolisme prebiotik (dalam hal ini oligosakarida) oleh bakteri normal pada saluran cerna (Balmer dan Wharton, 1989). Kondisi pH yang cenderung asam diharapkan dapat menekan kolonisasi dari bakteri patogen seperti E. Coli (Schell, 2002), begitu juga yang diungkapkan oleh penelitian Balmer dan Wharton (1989), presentase koloni bakteri lain selain bifidobacter pada feses bayi yang minum ASI memang menjadi sangat minimal. 18 19 Tabel 4.2. Sebaran pH Feses untuk Kelompok ASI Nilai pH 5 6 7 TOTAL Jumlah 14 13 3 30 Persentase (%) 46,7 43,3 10 100 Dari penelitian, pada kelompok bayi yang mengkonsumsi ASI pH feses 5 sejumlah 14 bayi (46,7%), pH feses 6 sejumlah 13 bayi (43,3%), pH feses 7 sejumlah 7 bayi (10%). Namun tidak terdapat data yang menyatakan jumlah pada masing-masing nominal pH pada penelitian sebelumnya, sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan. Keadaan demikian dapat dikaitkan kembali dengan penelitian Balmer dan Wharton (1989) mengenai jumlah koloni flora normal saluran cerna seperti bifidobacter yang mendominasi dibandingkan bekteri lain, lalu stafilokokus pada feses bayi yang diberi ASI. Sebagaimana yang diungkapkan oleh sumber lainnya bahwa kedua jenis bakteri ini menghasilkan asam laktat di akhir proses metabolisme karbohidrat (Brooks, 2005). Tabel 4.3. Hasil Pengukuran pH Feses Kelompok Susu formula Statistik Median Nilai pH 7 Dari penelitian yang dilakukan, setelah data diuji normalitas diketahui bahwa sebaran data yang diperoleh tidak normal [Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05], oleh sebab itu untuk menggambarkan rata-rata pH feses pada bayi yang mengkonsumsi susu formula digunakan nilai median, yaitu sebesar 7, hasil ini mendekati serupa dengan penelitian terdahulu yaitu rata-rata pH feses bayi yang mengkonsumsi susu formula adalah sebesar 7,07 (Balmer dan Wharton, 1989). Hasil penelitian ini berbeda dengan yang diutarakan oleh Boehm (2004) bahwa pH feses bayi yang diberi susu formula khususnya yang mengandung FOS/GOS akan menjadi asam sebagaimana pH feses bayi yang diberi ASI. 20 Tabel 4.4. Sebaran pH Feses untuk Kelompok Susu Formula Nilai pH 6 7 8 9 TOTAL Jumlah 3 13 10 4 30 Persentase (%) 10 43,3 33,3 13,3 100 Dari penelitian yang dilakukan, pada kelompok bayi yang mengkonsumsi susu formula pH feses 6 sejumlah 3 bayi (10%), pH feses 7 sejumlah 13 bayi (43,3%), pH feses 8 sejumlah 10 bayi (33,3%), dan pH feses 9 sejumlah 4 bayi (13,3%). Namun tidak terdapat data yang menyatakan jumlah pada nominal masing-masing pH pada penelitian sebelumnya, sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan. Dari penelitian sebelumnya, jumlah bakteri yang terstimulasi pertumbuhannya sangat minimal, termasuk untuk jenis bifidobacter dan stafilokokus (Balmer dan Wharton, 1989). Tabel 4.5. Sebaran pH Feses Dilihat dari Kandungan FOS dan GOS pada Kelompok Susu Formula Kandungan FOS/GOS FOS dan GOS TOTAL pH <7 2 1 3 pH ≥7 27 0 27 TOTAL 29 1 30 Dari penelitian yang dilakukan pada kelompok susu formula, didapatkan bahwa 29 dari 30 susu yang dikonsumsi oleh sampel mengandung FOS/GOS sedangkan sisanya, yaitu 1 sampel, didapatkan bahwa susu yang dikonsumsi mengandung gabungan dari FOS dan GOS. Pada kelompok sampel yang mengkonsumsi susu mengandung FOS/GOS, sejumlah 2 bayi memiliki pH feses <7 sedangkan 27 bayi lainnya memiliki pH feses ≥7, sedangkan untuk susu formula yang mengandung FOS dan GOS didapatkan hasil pH feses yang <7. 21 Bervariasinya pH feses ini dapat dikaitkan oleh kandungan FOS dan GOS pada setiap susu yang berbeda-beda. Tercatat bahwa untuk FOS sendiri sebesar 600mg-3450mg/100g dan untuk GOS tercatat sebesar 5300mg/100g. Walaupun tidak dikatakan berapa jumlah minimum yang harus terkandung agar memberikan efek serupa dengan ASI, jika dibandingkan dengan oligosakarida yang terdapat pada ASI yakni sebesar 10-12gram per liternya, justru memberikan pengaruh yang lebih nyata terhadap pH feses sehingga terbukti bahwa memang ASI menjadi lebih baik dibandingkan dengan susu formula sekalipun yang mengandung FOS/GOS. Tabel 4.6. Hubungan Konsumsi ASI terhadap pH Feses Jenis susu ASI Susu formula pH <7 ≥7 <7 ≥7 Total 27 3 3 27 OR (95% CI) P value 81.000 0.000 Dari data yang diperoleh, tergambar bahwa pH feses pada bayi yang diberi ASI memiliki pH yang lebih rendah, yakni <7 dengan jumlah 27 bayi, dibandingkan dengan pH feses bayi yang diberi susu formula justru cenderung lebih tinggi yakni≥7 dengan jumlah 27 bayi, hal serupa diungkapk an penelitian sebelumnya, yaitu rata-rata untuk pH feses bayi yang diberi ASI akan lebih asam dibandingkan dengan yang diberi susu formula, yang pada keadaan tersebut jumlah koloni bifidobacter pada kelompok bayi yang mengkonsumsi ASI lebih mendominasi dibandingkan yang diberi susu formula (Balmer dan Wharton, 1989) dan keberadaan bifidobacter terkait dengan penurunan jumlah penyakit klinik (Boehm, 2004). Berdasarkan dari data yang diperoleh, konsumsi ASI memiliki hubungan bermakna secara statistik terhadap kondisi pH feses bayi usia 1 bulan yang lebih asam, dimana nilai P = 0,000 (< 0,05). 22 Berdasarkan dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa bayi yang mengkonsumsi ASI memiliki peluang lebih besar dalam mengalami kondisi pH feses yang lebih asam, ini terlihat dari odds ratio = 81.000 yang berarti peluang bayi yang mengkonsumsi ASI memiliki pH lebih asam adalah 81 kali bila dibandingkan dengan bayi yang mengkonsumsi susu formula. Namun perlu kembali dipahami bahwa hal tersebut dipengaruhi kembali oleh banyak faktor seperti volume ASI (bukan kualitas ASI) yang diberikan kepada bayi dimana hal tersebut dipengaruhi oleh asupan nutrisi semasa ibu tersebut menyusui (PERINASIA, 2007). Berikut ini adalah jawaban responden kelompok susu formula terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan penggunaan susu formula: 30 25 susu formula dapat disamakan dengan ASI 20 ASI tidak keluar 12 15 9 10 lain-lain 5 4 tidak menjawab 5 0 alasan menggunakan susu formula Diagram 4.1. Sebaran Alasan Menggunakan Susu Formula Terlihat bahwa alasan penggunaan susu formula dari responden adalah memiliki masalah dengan produksi ASI mereka, yaitu sejumlah 12 orang (40%), lalu sejumlah 9 orang (30%) merasa susu formula dapat disamakan dengan ASI, kemudian lain-lain sejumlah 5 orang (16,7%) dan yang terakhir sejumlah 4 responden tidak memberikan jawaban atas pertanyaan ini. 23 Masalah produksi ASI sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya persiapan dan teknik dari menyusui (PERINASIA, 2007). Persiapan menyusui sendiri meliputi persiapan psikologis sejak masa kehamilan, dimana kondisi tersebut kembali dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya dukungan dari tenaga medis, pengalaman menyusui sebelumnya, serta dukungan dari pihak lain seperti keluarga, kerabat dan teman (PERINASIA, 2007). Sedangkan teknik menyusui sendiri meliputi posisi ibu dan cara pelekatan bayi dalam menyusui yang beragam dan dapat disesuaikan oleh kondisi ibu dan bayi, misalnya, hal tersebut tentu akan berbeda ketika seorang ibu menyusui seorang bayi dengan ibu yang menyusui bayi kembar (PERINASIA, 2007). Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI adalah masalah status gizi ibu. Dapat dikatakan pula, bahwa produksi ASI tidak semata-mata dipengaruhi oleh makanan dalam diit ibu, tetapi juga oleh cadangan di dalam tubuh (PERINASIA, 2007). Secara fisiologis, produksi ASI sendiri dipengaruhi oleh rangsangan mekanoreseptor di puting payudara yang dilakukan oleh bayi saat menghisap puting (Sherwood, 2001). Rangsangan ini akan menstimulus dua bagian hipofisis, yaitu bagian anterior dimana selanjutnya akan menstimulus hormon prolaktin yang berguna untuk meningkatkan sekresi susu, serta bagian posterior dimana selanjutnya akan menstimulus hormon penyemprotan susu (Sherwood, 2001). oksitosin yang berguna untuk 24 Responden yang menjawab bahwa susu formula dapat disamakan dengan ASI beralasan bahwa bayi mereka tidak puas dengan ASI saja dan hanya dengan susu formula bayi mereka merasa puas, padahal konsumsi ASI saja sangat disarankan untuk bayi usia 0-6 bulan dengan jumlah sesuka bayi dan tanpa ada jam pemberian (PERINASIA, 2007). Hal lain yang mempengaruhi kondisi ini adalah pengaruh iklan susu formula sehingga menimbulkan kekeliruan opini masyarakat (PERINASIA, 2007). Sementara responden yang menjawab lain-lain terbentur karena pekerjaan mereka diluar sebagai ibu rumah tangga, sehingga memilih susu formula sebagai pengganti ASI. Untuk ibu bekerja, cara pemberian ASI yang disarankan adalah dengan memeras ASI, sehingga ibu dapat memperoleh ASI yang ditinggalkan di rumah untuk bayi mereka (PERINASIA, 2007). 30 25 20 kandungan susu 15 15 8 7 10 harga lebih murah dibandingkan merek lain lain-lain 5 0 keunggulan susu formula Diagram 4.2. Sebaran Keunggulan Susu Formula yang Dikonsumsi Terlihat bahwa keunggulan dari susu formula yang dikonsumsi menurut jawaban dari responden adalah karena harga susu yang mereka pakai lebih murah dibandingkan dengan merek susu formula lainnya yakni sejumlah 15 orang (50%) berkata demikian, selanjutnya sejumlah 8 orang (26,7%) menjawab kandungan susu formula yang mereka gunakan diunggulkan oleh produsen susu formula tersebut, sebagaimana yang tercantum pada kemasan susu, sedangkan sisanya yaitu sejumlah 7 orang (23,3%) menjawab lain-lain, dengan tidak memberikan jawaban. 25 30 25 20 19 20 tahu dan benar 15 11 10 hanya pernah dengar tidak tahu 10 5 0 0 0 Prebiotik FOS/GOS Diagram 4.3. Sebaran Jawaban Mengenai Prebiotik dan FOS/GOS Dari pertanyaan mengenai prebiotik dan FOS/GOS diketahui bahwa tidak terdapat satupun responden yang tahu dan menyebutkan benar mengenai keduanya. Sejumlah 20 (66,7%) responden pernah mendengar prebiotik dan 10 (33,3%) responden lainnya mengaku tidak tahu, sedangkan hanya sejumlah 11 (36,7%) responden pernah mendengar FOS/GOS dan 19 (63,3%) responden lainnya mengaku tidak tahu. Diketahui bahwa, responden yang mayoritas adalah ibu rumah tangga pada penelitian ini memang tidak mengetahui secara pasti dan benar mengenai prebiotik maupun FOS/GOS, namun mereka yang pernah mendengar memang mengetahui hal tersebut dari kemasan susu dan iklan-iklan produk susu ditelevisi, dimana produsen lebih mengiklankan prebiotik dan probiotik (flora normal saluran cerna) dibandingkan dengan spesifik FOS/GOS. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan • Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata pH feses pada bayi yang mengkonsumsi ASI adalah 5,63. • Berdasarkan data yang diperoleh, hasil pengukuran pH feses terbanyak pada bayi yang mengkonsumsi ASI adalah 5 dengan jumlah 14 bayi. • Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata pH feses pada bayi yang mengkonsumsi susu formula adalah 7,50. • Berdasarkan data yang diperoleh, hasil pengukuran pH feses terbanyak pada bayi yang mengkonsumsi susu formula adalah 7 dengan jumlah 13 bayi. • Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan bermakna secara statistik antara penggunaan ASI ataupun susu formula dengan kondisi pH feses bayi P = 0,000 (< 0,05). 5.2. Saran • Perlunya penyuluhan yang intensif mengenai pentingnya pemberian ASI kepada ibu-ibu, terutama mereka yang baru memiliki bayi/baru saja melahirkan, serta memberikan informasi dan edukasi bagi ibu-ibu yang memiliki masalah dalam produksi ASI. • Penelitian ini baik untuk dilanjutkan dengan jumlah sampel yang lebih besar agar sebaran pH lebih tergambar dengan baik atau bahkan dengan pengembangan penelitian seperti perbandingan flora pada feses bayi yang mengkonsumsi ASI dan susu formula mengandung FOS dan GOS. 26 27 DAFTAR PUSTAKA • Anonim. Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC, Jakarta, 1998, hal 6778, 846. • Balmer, SE., and Wharton. Archives of Disease in Childhood. Sorrento Maternity Hospital, Brimingham, 1989, p 1672-7. • Bambang, WO., Yermia, FS., Pemodelan Lama Pemberian ASI Eksklusif pada Rumah Tangga Miskin Dengan Metode Regresi Pohon di Provinsi Sulawesi Tengah. ITS, Surabaya, 2010, Latar Belakang hal 1. • Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC, Jakarta, 1996. • Boehm, G., et. al. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004, p 772-3. • Brooks, GF., et.al. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran. EGC, Jakarta, 2005, hal 124-9, 281, 317-9. • Hasanah, Chus. Derajat Keasaman (pH). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2008, hal 11-2. • Juge, Nathalie. Mekanisme Melekatnya Probiotik di Dinding Saluran Cerna. Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta, 2010. • Murray, RK., et. al. Biokimia Harper. EGC, Jakarta, 2003, hal 138. • Perkumpulan Perinatalogi Indonesia. Bahan Bacaan Manajemen Lakstasi. Jakarta, 2007, hal 1-9. • Priani, Nunuk. Metabolisme Bakteri. Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003, hal 5-8. • Schell, MA., et. al. The genome Sequence of Bifidobacterium longum Reflects its Adaption to the Human Gastrointestinal Tract. National Academy of Science, USA, 2002, p 14422-7. • Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC, Jakarta, 2001, hal 732-4. 28 • WHO. Global Strategy on Infant and Young Child Feeding. UNICEF, Genewa, 2002. 29 LAMPIRAN 1. KUESIONER DEMOGRAFI LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Umur : Alamat : Pekerjaan : Bersedia tanpa ada paksaan mengisi kuesioner data demografi berikut dan mengikuti pemeriksaan pH feses bayi: Nama : Umur : Bogor,....................................2010 (....................................................) 30 (LANJUTAN) 1. Apa yang ibu berikan kepada bayi sejak usia 0-1 bulan: ( ) ASI ( ) Susu formula, sebutkan: . . . Pertanyaan selanjutnya hanya untuk jawaban “susu formula” . Pilih salah satu jawaban saja. 2. Alasan ibu memberikan susu formula: ( ) Merasa susu formula sama dengan ASI atau dapat diunggulkan ( ) ASI tidak keluar/ada masalah dengan ASI ( ) Alasan lain, sebutkan: . . . 3. Apa yang diunggulkan/diutamakan oleh susu formula yang ibu pilih: ( ) Kandungan dari susu, yang jarang dimiliki susu lain, sebutkan: ( ) Harga yang lebih murah dibandingkan merek lain ( ) Lain-lain, sebutkan: . . . 4. Apa yang ibu ketahui tentang Prebiotik: ( ) Ya, saya tahu pasti. Prebiotik adalah: . . . ( ) Hanya pernah dengar ( ) Tidak tahu ataupun tidak pernah dengar 5. Apa yang ibu ketahui tentang FOS atau GOS: ( ) Ya, saya tahu pasti. FOS atau GOS adalah: . . . ( ) Hanya pernah dengar ( ) Tidak tahu ataupun tidak pernah dengar TERIMA KASIH 31 LAMPIRAN 4. UJI NORMALITAS One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pH feses bayi pH feses bayi ASI susu formula N a Normal Parameters Most Extreme Differences 30 30 Mean 5.63 7.50 Std. Deviation .669 .861 Absolute .295 .253 Positive .295 .253 Negative -.242 -.186 1.615 1.384 .011 .043 Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Case Processing Summary Cases Valid N pH feses bayi ASI Missing Percent 30 100.0% N Total Percent 0 .0% N Percent 30 100.0% 32 (LANJUTAN) Descriptives Statistic pH feses bayi ASI Mean Std. Error 5.63 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 5.38 Upper Bound 5.88 5% Trimmed Mean 5.59 Median 6.00 Variance .447 Std. Deviation .669 Minimum 5 Maximum 7 Range 2 Interquartile Range 1 Skewness Kurtosis .122 .586 .427 -.589 .833 Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic pH feses bayi ASI .295 a. Lilliefors Significance Correction df Shapiro-Wilk Sig. 30 .000 Statistic .764 df Sig. 30 .000 33 (LANJUTAN) 34 (LANJUTAN) Case Processing Summary Cases Valid N Ph feses bayi susu formula Missing Percent 30 100.0% N Total Percent 0 .0% N Percent 30 100.0% 35 (LANJUTAN) Descriptives Statistic pH feses bayi susu formula Mean 7.50 95% Confidence Interval Lower Bound 7.18 for Mean Upper Bound Std. Error .157 7.82 5% Trimmed Mean 7.50 Median 7.00 Variance .741 Std. Deviation .861 Minimum 6 Maximum 9 Range 3 Interquartile Range 1 Skewness Kurtosis .174 .427 -.491 .833 Tests of Normality a Kolmogorov-Smirnov Statistic pH feses bayi susu formula .253 a. Lilliefors Significance Correction df Shapiro-Wilk Sig. 30 .000 Statistic .873 df Sig. 30 .002 36 (LANJUTAN) 37 (LANJUTAN) 38 LAMPIRAN 3. RIWAYAT PENULIS Nama : FERIAL Tempat dan Tanggal Lahir : BOGOR, 08 AGUSTUS 1989 Alamat : JL. RAYA CILEBUT TIMUR NO. 17 RT 01/03 BOGOR 16710 Email : [email protected] Telepon : 021-99543055/0857-16579116 Riwayat Pendidikan : 1. 1995-2001 : SD NEGERI POLISI 4 BOGOR 2. 2001-2004 : SMP NEGERI 2 BOGOR 3. 2004-2007 : SMA NEGERI 2 BOGOR