hubungan konsumsi asi terhadap ph feses bayi usia 1 bulan di

advertisement
HUBUNGAN KONSUMSI ASI TERHADAP PH FESES
BAYI USIA 1 BULAN DI PUSKESMAS TANAH
SAREAL BOGOR BULAN SEPTEMBER 2010
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Ferial
NIM: 107103000001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memeperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika dikemudian hari terbuktibahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 06 Oktober 2010
Ferial
ii
0I0z raqop{o 90'}€}ndlc
'su€Dtet qe11nre,{epp{Jlr"fs
Brulrauetu ulposreq edes
eluur'urel
Euano
NIn
1p
qelroq
Bue,( ts>1ues
s,ft"{ pup uapldtlUseq uapdrueul
nelu e,{es l1se u.&u1 ue>Inq rur e.&u1 €/{\qeqp{nqre} u?rl uelpnue{lp ?)IIf
'c
'sue>l"f qeprefeplHJuefs.iNln Ip n>ppeq 6ued uenpepl ueEuop rcnses
rrnpmlu?c edes qe1e1 rul uesqnuod ur€lsp ue>prm8 e'{es Susr{ Jsqlrms €ntues
.Z
-ewlt?{ qelpredeplH
JIr€,(S
NIn Ip I Elells rele8 qoloradeureur
ueXere.(sred n1us
tlel"s ntrnuetuelu
{n1tm ue>pl"lp Eue{ e{es gse afuur1 yrseq ueqedn-roru ruI ue4rleued
uerodel 'I
:?I\q€q ue4utrer(ueul edes lut ueEusq
YAUYX NYTTSVflX i{YVIVI.Nf,fld UVflITf,T
H
I€f'I
VIUYXYf
W OIOZ/H
HVTTNJVAY(IH dIuYAS
IUICIN IATYTSI SYIISUflAINN
NVIYHSSIX NIAITI NY(I IIVUIIXOCfi)I SVITIDIV.{
uf,Jxoc r{Y)IlflcNfld Ionrs nlYu9oud
petuorg'I I'peme1e4 ?ule1
Eurquuqure4
,l
IOOOOOEOII,OI
:WIN
iE!ffi
qelo
(pe:'S) rr?reD[ope)
euefres r?leg qeloredue6l 1em.(ser6 rqnueruel4l'{$un uuturlese) nrull
usp uureplope) selln>led're14oq rn{rprpued lpntS tue.6or4 upe$e4 Ue>InFIC
uuqlleued uerodel
0r0z
uggl lflrdfls
NVTNg UOCOg TYIUVS HVNVI SYWSfl)TSNd I(I NVINg
r vlsn I,{.YS sfisfld Hd dv(Ivrruflr Isv IsrunsNox NvcNn{nH
IArudS 'eglnT rrss?HJeusfs
'rp'{I
AI
puvdslqp"W L w{' rp' @":TFtd
/-
v
(-)
NIN XT}Id utu[o(I
NIn XDt.{ CdSd lpordsx
SVIATDTV.{ NYNIdIAIId
qqa'pnfnp"rH IrunN'rp
petuolg'11'purrruled
,ffiW
eutreU
6+f'
'il)
Erqquqqrnod ucp Euuplg snlox
Jfn8uag
IIINCNfld NVI!\SO
0I0z rsqoqo 90'uu?{e.f
'roploq uu{lplpued pnlg ue.rEor4 uped (po: 'S) u?replope1 eue@S
qes
releE qslorodureu
qeles
qelel
nEeqes
eurrre}rp
r-q
uerllleued
uerodul
'0102 reqoDlo
1e;e.{s
99 eped uel€qesey ruull uep wreDlope) s?lF{ud rp Eueprs urslep w{}[n1p
qelel '(t00000t0lr0l :ruIN) I?treC qelo ue4n[elp 0I0Z UflAI IflId[S NyTnfl
uo50g TvfuYs HYNYI sYrusDrsnd r(I NYTns t YIsn I.{.ys sflsf,.{
Hd dyOVHUflI ISy IST1SNOX NVCNnggg ppnfrsq ueplleue4 uu-rodu1
NVIfN YIIINVd NVHVSflCNfld
ABSTRAK
Ferial. PSPD. Hubungan Konsumsi ASI terhadap pH Feses Bayi Usia 1 Bulan di
Puskesmas Tanah Sareal Bogor Bulan September 2010.
ASI merupakan makanan terbaik terutama bagi bayi usia 0-6 bulan. Dari segi
kandungannya saja, prebiotik ASI yaitu oligosakarida memberikan pengaruh
positif pada aktifitas metabolisme dari flora normal saluran pencernaan bayi
terlihat pada pH feses yang menjadi asam, namun keberadaan susu formula
terutama yang mengandung prebiotik FOS dan GOS disinyalir dapat memberikan
efek serupa dengan ASI. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian agar
mendapatkan hubungan konsumsi ASI terhadap pH feses serta gambaran pH feses
dikedua kelompok bayi dengan menerapkan metode cross sectional. Hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara konsumsi ASI dengan
pH feses bayi usia 1 bulan dengan P = 0.000 dan pH feses bayi usia 1 bulanyang
mengkonsumsi ASI cenderung lebih asam dibandingkan dengan bayi usia 1 bulan
yang mengkonsumsi susu formula.
Kata kunci: Bayi usia 1 bulan, ASI, susu formula, oligosakarida, FOS/GOS, pH
feses.
ABSTRACT
Ferial. PSPD. Relation of Breast Feeding Consumption with pH Faeces of Infant
aged 1 month at Puskesmas Tanah Sareal Bogor on September 2010.
Breast milk is the best food especially for infants aged 0-6 months. In terms of the
content, prebiotics of breast milk called oligosaccharide have a positive influence
on metabolic activity of normal flora on digestive tract seen in pH of faecal which
become acidic, but the presence of formula which contain prebiotics FOS and
GOS is allegedly can give a similiar effect with breast milk. Therefore, research
needs to be done in order to get relation of breast milk consumption with pH of
faecal and description of faecal pH in both groups of infants with cross sectional
method. The results showed that there was a significant relation between
consumption of breast milk with pH of faecal infant aged 1 month with P = 0.000
and pH of faecal in breast feeding infant aged 1 month are more acidic than
formula feeding infant.
Keyword: Infant aged 1 month, breast milk, formula feeding, oligosaccharide,
FOS/GOS, pH of faecal.
vi
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan Keaslian Karya ........................................................ ii
Lembar Persetujuan Pembimbing ............................................................ iii
Lembar Pengesahan ................................................................................... iv
Kata Pengantar ........................................................................................... v
Abstrak ........................................................................................................ vi
Daftar Isi ...................................................................................................... vii
Daftar Tabel dan Diagram ......................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Hipotesis ..................................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ............................................................................5
B. Kerangka Konsep ........................................................................ 11
C. Definisi Operasional ................................................................... 12
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................ 14
B. Lokasi dan Waktu ....................................................................... 14
C. Populasi dan Sampel ................................................................... 14
D. Cara Kerja Penelitian .................................................................. 15
E. Manajemen Data ......................................................................... 16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 18
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 26
Daftar Pustaka ............................................................................................... 27
Lampiran 1. Kuesioner demografi ................................................................ 29
Lampiran 2. Uji Normalitas .......................................................................... 31
Lampiran 3. Riwayat Penulis ........................................................................ 38
vii
DAFTAR TABEL, DIAGRAM dan GAMBAR
Tabel 1.1. Perbandingan pH Feses Bayi
Tabel 4.1. Hasil Pengukuran pH Feses Kelompok ASI
Tabel 4.2. Sebaran pH Feses untuk Kelompok ASI
Tabel 4.3. Hasil Pengukuran pH Feses Kelompok Susu Formula
Tabel 4.4. Sebaran pH Feses untuk Kelompok Susu Formula
Tabel 4.5. Sebaran pH Feses Dilihat dari Kandungan FOS dan GOS pada
Kelompok Susu Formula
Tabel 4.6. Hubungan Konsumsi ASI terhadap pH Feses
Diagram 4.1. Sebaran Alasan Menggunakan Susu Formula
Diagram 4.2. Sebaran Keunggulan Susu Formula yang Dikonsumsi
Diagram 4.3. Sebaran Mengenai Prebiotik dan FOS/GOS
Gambar 1.1. Presentasi Koloni Bakteri yang Ditemukan di Feses
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, masalah gizi balita menjadi masalah besar karena berkaitan
erat dengan indikator kesehatan umum seperti angka kesakitan dan angka
kematian bayi dan balita. Untuk menanggulangi masalah tersebut, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia mendorong dilakukannya gerakan keluarga sadar
gizi (Kadarzi), yang salah satunya mengenai pemberian ASI eksklusif pada bayi
sampai usia 6 bulan.
Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang terbaik bagi bayi karena
mengandung zat-zat gizi dengan komposisi paling lengkap. Pemberian makanan
pada bayi yang optimal adalah menyusui bayi segera setelah lahir dan
memberikan ASI eksklusif, yaitu hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman
lain sampai bayi berumur 6 bulan (WHO, 2002).
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2006-2007, data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia 2 bulan
hanya mencakup 67% dan sisanya sebesar 13% telah diberi susu formula.
Persentase tersebut terus berubah dan menjadi berkebalikan seiring dengan
bertambahnya usia. Pada bayi yang berusia 2-3 bulan hanya sebesar 54% yang
tetap diberi ASI, dan pada bayi berusia 7-9 bulan hanya sebesar 19%, dan
berdasarkan dari hasil survei tersebut, 1 dari 3 bayi berusia 2-3 bulan telah diberi
makanan tambahan (Bambang dan Yernia, 2010).
Bila dikaitkan, produsen susu kerap kali melakukan promosi dalam
berbagai bentuk termasuk mempopulerkan kandungan prebiotik seperti FOS dan
GOS, sebagaimana yang sekarang tengah terjadi di masyarakat.
1
2
Menurut sebuah jurnal didapatkan bahwa penggabungan alami antara FOS
dan GOS yang kini sedang populer dan terdapat pada susu formula, dapat
memberikan efek serupa dengan ASI berupa efek prebiotik pada flora normal
saluran cerna bayi dan menghasilkan pH asam pada feses yang menandakan
aktifitas metabolisme dari flora normal saluran cerna tersebut (Boehm, et.al,
2004), namun hal sebaliknya telah didapatkan hasil yang berbeda oleh sebuah
studi penelitian bahwa kandungan susu formula tidak memberikan hasil serupa
dengan oligosakarida pada ASI sebagai prebiotik kepada flora normal saluran
cerna bayi, dimana stimulasi oligosakarida tersebut terlihat pada pH feses bayi
yang mengkonsumsi ASI akan lebih asam dibandingkan bayi yang diberi susu
formula (Balmer dan Wharton 1989).
Hal inilah yang menjadi alasan penting bagi peneliti untuk mengadakan
sebuah penelitian terhadap masalah tersebut dengan cara melakukan pengukuran
pH feses menggunakan indikator universal sehingga dapat mengetahui hubungan
pemberian ASI terhadap pH feses yang dinilai dapat mewakili gambaran aktifitas
flora normal saluran cerna (Balmer dan Wharton, 1989) serta bagaimana
gambaran pH feses pada bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI dan yang
mengkonsumsi susu formula.
1.2.
Rumusan Masalah
•
Bagaimanakah hasil pengukuran pH feses pada bayi usia 1 bulan yang
mengkonsumsi ASI?
•
Bagaimanakah hasil pengukuran pH feses pada bayi usia 1 bulan yang
mengkonsumsi susu formula?
•
Adakah hubungan antara konsumsi ASI dengan pH feses pada bayi
usia 1 bulan?
3
1.3.
Hipotesis
•
pH feses bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI akan cenderung
asam.
•
pH feses bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi susu formula
cenderung lebih basa.
•
Terdapat hubungan bermakna antara konsumsi ASI terhadap pH feses
yang lebih asam pada bayi usia 1 bulan.
1.4.
Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum:
•
Mengetahui hubungan ASI terhadap pH feses bayi usia 1
bulan.
1.4.2. Tujuan Khusus:
•
Diketahuinya
pH
feses
bayi
usia
1
bulan
yang
feses
bayi
usia
1
bulan
yang
mengkonsumsi ASI.
•
Diketahuinya
pH
mengkonsumsi susu formula.
1.5.
Manfaat Penelitian:
1.5.1. Bagi masyarakat:
•
Menjadi informasi bahwa ASI tetap pilihan terbaik
terutama dalam hal prebiotiknya yaitu oligosakarida yang
terlihat melalui hasil pengukuran pH feses yang lebih asam.
•
Menjadi sebuah informasi yang bersifat persuasif bahwa
ASI adalah pilihan terbaik untuk konsumsi bayi, terutama
usia 0-6 bulan terkait dengan program pemberian ASI
eksklusif.
4
1.5.2. Bagi institusi:
•
Menjadi dasar bukti medis secara ilmiah tentang pengaruh
prebiotik dalam hal ini oligosakarida yang terkandung pada
ASI serta FOS dan GOS yang terkandung dalam susu
formula dalam mempengaruhi pH feses bayi usia 1 bulan
yang merupakan gambaran dari aktifitas metabolisme flora
normal saluran cerna.
1.5.3.
Bagi peneliti:
•
Sebagai
salah
satu
prasyarat
kelulusan
dalam
menyelesaikan program sarjana kedokteran.
•
Peneliti dapat mengetahui sejauh mana hubungan konsumsi
ASI terhadap pH feses bayi usia 1 bulan.
•
Peneliti dapat mengetahui sejauh mana konsumsi susu
formula mempengaruhi pH feses bayi usia 1 bulan dari.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
•
Air Susu Ibu
Secara umum, imunitas atau daya tahan tubuh adalah kemampuan yang
dimiliki oleh tubuh untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus maupun benda asing lainnya (Nelson, 1996).
Sistem imunitas bayi telah ada sejak lahir, namun baru sebagian yang
berkembang. Hal ini berarti bayi lebih rentan terhadap infeksi pada tahun-tahun
pertama kehidupannya. Dengan demikian mereka memerlukan tindakan khusus
sebagai perlindungan dan dukungan. Penelitian membuktikan bahwa ASI
berperan penting untuk membentuk sistem imunitas pada bayi (Nelson, 1996).
Dengan kata lain, pemberian ASI secara eksklusif dapat memperkuat daya
tahan tubuh bayi (Nelson, 1996). Pemberian ASI bukanlah sekedar memberi
makanan kepada bayi. Ketika ibu mendekap bayi yang sedang disusui, pandangan
matanya tertuju kepada bayi dengan nuansa kasih sayang dan keinginan untuk
dapat memenuhi kebutuhan si bayi. Sikap ibu menimbulkan rasa nyaman dan
aman pada bayi. Ia merasa dimengerti, dipenuhi kebutuhannya, disayangi,
dicintai. Lewat ASI bayi dan ibu sama-sama belajar mencintai dan merasakan
nikmatnya dicintai (PERINASIA, 2007).
Pemberian ASI dari ibu yang sehat berhubungan dengan rendahnya angka
kejadian dari penyakit
infeksi maupun alergi. Meskipun efek tersebut
disebebakan oleh banyak faktor, hal ini lebih dapat dimengerti bahwa semua flora
saluran pencernaan dari pemberian ASI mengandung semacam anti-infeksi dan ini
penting untuk menstimulasi faktor pembentukan sistem imun setelah kelahiran.
Secara singkat, efek dari ASI terhadap perkembangan flora usus (saluran cerna)
bukan merupakan penyebab tunggal, namun dapat dipahami bahwa oligosakarida
dari ASI memiliki peranan penting dalam hal ini (Boehm, et. al, 2004).
5
6
•
Oligosakarida, FOS dan GOS
Oligosakarida merupakan komponen terbesar ketiga di dalam ASI setelah
laktosa dan lemak, mencapai 10-12 gram per liter. Oligosakarida adalah sejenis
karbohirat rantai pendek, yang berfungsi sebagai prebiotik. Oligosakarida
menghasilkan dua hingga sepuluh unit monosakarida pada hidrolisis (Murray,
2003).
Oligosakarida tidak dicerna ataupun diserap oleh saluran pencernaan,
sehingga akan mencapai usus besar dalam keadaan utuh. Di sinilah oligosakaraida
digunakan sebagai makanan untuk bakteri yang baik di dalam usus, seperti
Bifidobacteria dan Lactobacilli melalui proses fermentasi, sehingga jumlahnya
terus bertambah (Cermin Dunia Kedokteran, 2010).
ASI disebut memiliki efek prebiotik karena mendukung dominasi jumlah
bakteri flora normal. Oligosakarida di dalam ASI lah yang memberikan kontribusi
kepada efek prebiotik ini. Meningkatnya jumlah bakteri baik di dalam usus besar
memberikan perlindungan terhadap tubuh bayi (Cermin Dunia Kedokteran, 2010).
Oligosakarida di dalam ASI terbukti merupakan faktor penting yang
berperan untuk memperkuat daya tahan tubuh bayi yang baru lahir (Cermin Dunia
Kedokteran, 2010).
Komposisi oligosakarida yang terkandung dalam ASI sangatlah kompleks.
Karena itu, ASI sulit untuk dicerna, oligosakarida dapat terdeteksi dalam feses dan
urin dengan baik pada bayi yang diberi ASI. Selain efek prebiotik, terdapat juga
fakta bahwa oligosakarida dari ASI dapat berperan sebagai analog reseptor yang
menghalangi melekatnya patogen terhadap permukaan epitel dan berinteraksi
dengan sel imun (Eiwegger Th, et al., unpublished data). Karena begitu
kompleksnya, oligosakarida dengan struktur yang identik dengan oligosakarida
dalam
ASI tidak
terdapat
dalam bahan
makanan. Alternatif
lainnya,
penggabungan alami antara galakto-oligosakarida (GOS) dan frukto-oligosakarida
(FOS) telah teridentifikasi sebagai bahan prebiotik yang efektif selama masa
pertumbuhan (Boehm, et. al, 2004).
7
Pada beberapa percobaan klinis diperlihatkan bahwa pemberian makanan
berformulasi campuran antara GOS dan FOS rantai panjang memberikan hasil
pada semua flora usus (saluran cerna) serupa pada apa yang ditemukan pada
pemberian ASI. Dibandingkan dengan ASI, GOS dan FOS tetap terdapat pada
sepanjang jalur gastrointestinal dan oleh karena itu dapat terdeteksi pada feses
bayi yang diberi suplementasi formula GOS/FOS (Boehm, et. al, 2004).
Dengan melihat karakteristik dari feses, terdapat pengaruh signifikan dari
GOS/FOS : pemberian suplemen berformulasi oligosakarida meningkatkan
frekuensi dan kepadatan dari konsistensi feses dibandingkan dengan formula
standar sehingga karakteristik fesesnya sangat mirip dengan feses bayi dengan
pemberian ASI (Boehm, et. al, 2004).
Dalam
penelitian,
telah
diuji
efek
dari
perbedaan
konsentrasi
penggabungan GOS/FOS oleh teknik plating tradisional dan teknik biologi
molekular modern. Dimana dengan menggunakan teknik plating, hanya bakteri
hidup yang dapat terdeteksi, semua bakteri dihitung dengan menggunakan teknik
biologi molekular yang dimana hasilnya jelas menunjukan bahwa dengan
penggunaan gabungan GOS/FOS, jumlah bifidobakter dapat meningkat dan
efeknya lebih ditujukan untuk bakteri yang hidup daripada jumlah bakteri total
(Boehm, et. al, 2004).
Peningkatan jumlah bifidobakteri dan penurunan pH feses berperan dalam
menurunkan penyakit klinik, yang mana menunjukan jumlah pasti atau presentasi
total dari bakteri (Boehm, et. al, 2004).
Hasil akhir penelitian tersebut diperoleh data berupa bayi yang diberikan
suplemen berformulasi GOS/FOS terstimulasi semua flora usus dan hasilnya
dalam metabolisme fisiologis bakteri penting sama baiknya sebagaimana pH feses
bayi yang diberi ASI. Efek tersebut didukung oleh karakteristik feses yang mirip
dengan feses bayi yang diberi ASI dan menghilangnya penyakit klinik (Boehm,
et. al, 2004).
8
Meskipun demikian, Balmer dan Wharton (1989) mengemukakan hasil
berbeda pada penelitian mereka yang terdahulu. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dinyatakan bahwa pada hari ke-28, pH feses bayi yang diberi ASI
cenderung lebih asam dibandingkan dengan bayi yang diberi formula.
Tabel 1.1. Perbandingan pH Feses Bayi
Sumber: Balmer dan Wharton, 1989
Karena ASI dianggap sebagai makanan paling baik pada bayi, berdasarkan
hasil penelitian ini, maka diasumsikan pH normal pada bayi adalah berkisar di
rata-rata 5,74.
Begitu juga dengan hasil dari pemeriksaan jumlah koloni yang terdapat di
kedua kelompok studi, menyatakan bahwa presentasi dari bifidobacter yang
terdapat pada kelompok bayi yang mengkonsumsi ASI menjadi lebih dominan
dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri yang lain, tidak demikian pada
kelompok bayi yang diberi asupan formula (Balmer dan Wharton, 1989).
Gambar 1.1. Presentasi Koloni Bakteri yang Ditemukan di Feses
9
Sumber: Balmer dan Wharton, 1989
•
Flora Normal Saluran Cerna
Saluran pencernaan merupakan organ dengan sistem imun terluas di tubuh
manusia, sel-sel yang menyusun usus dilindungi oleh lapisan pelindung mukus
yang secara terus-menerus mengalami proses regenerasi. Selain melindungi,
ternyata mukus ini juga memberikan keuntungan bagi bakteri sebagai media
melekatnya di dinding usus (Cermin Dunia Kedokteran, 2010).
Melekatnya bakteri pada mukus ini ternyata diakibatkan oleh suatu zat
protein yang dimiliki oleh bakteri tersebut (seperti yang dimiliki oleh
Lactobacilus reuteri). Zat tersebut dinamakan mucus binding protein, yang
ternyata dijumpai dalam jumlah lebih banyak pada bakteri penghasil asam laktat,
dengan adanya bakteri ini maka bakteri dapat menempel dan melakukan interaksi
dengan host (Cermin Dunia Kedokteran, 2010).
Lactobacillus merupakan kelompok bakteri gram positif, anaerobik
fakultatif atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian kelompok
bakteri asam laktat, karena kebanyakan anggotanya dapat merubah laktosa dan
gula lainnya dalam asam laktat. Pada manusia, bakteri ini dapat ditemukan di
dalam vagina dan sistem pencernaan. Produk asam laktatnya membuat lingkungan
bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan (Schell,
2002).
Bifidobacter merupakan kelompok bakteri gram positif, anaerobik yang
hidup saluran pencernaan dan vagina. Bifidobacter merupakan kelompok bakteri
yang berada di usus besar, membantu pencernaan. Bakteri ini mendominasi pada
saluran pencernaan bayi yang mengkonsumsi susu formula, namun jumlahnya
lebih sedikit pada bayi yang diberi susu formula (Schell, et. al, 2002).
Stafilokokus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun
dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Bakteri ini tumbuh dengan
cepat pada beberapa tipe media dan dengan aktif melakukan metabolisme,
melakukan fermentasi karbohidrat menghasilkan asam laktat dan tidak
10
menghasilkan gas. Beberapa merupakan flora normal yang terdapat pada kulit dan
selaput lendir manusia (Brooks, 2005).
•
Metabolisme pada Bakteri
Fermentasi adalah proses yang berlangsung dalam keadaan anaerob,
dimana dalam proses ini tidak melibatkan serangkaian transfer elektron yang
dikatalisis oleh enzim yang terdapat dalam membran sel. Dalam hal ini elektron
dan proton distranfer langsung dari senyawa yang oksidasi menuju senyawa
organik intermediet yang lain yang akhirnya membentuk produk fermentasi yang
stabil. Oleh karena itu pada proses fermentasi terjadi akumulasi produk yang
organisme tidak mampu mengoksidasi lebih lanjut (Nunuk, 2003).
Sehingga, tanpa respirasi atau fotosintesis, sel bergantung sepenuhnya
pada fosforilasi substrat untuk energinya (Brooks, 2005).
Selama fermentasi produk intermediet yang terbentuk dari katabolisme
senyawa organik seperti glukosa berperan sebagai aseptor elektron terakhir
menyebabkan terbentuknya senyawa produk akhir fermentasi yang stabil (seperti
asam laktat pada Lactobacillus). Sebagai contoh, pada umumnya mikroorganisme
mengubah gula menjadi asam piruvat. Dalam hal ini juga membentuk NADH dan
harus melepaskan elektronnya kepada aseptor jika organisme melakukan
metabolisme lebih lanjut. Hal ini dipenuhi dengan cara menggunakan asam
piruvat atau beberapa produk dari asam piruvat sebagai aseptor elekktron terakhir
(Nunuk, 2003). Jalur Embden-Meyerhof merupakan suatu mekanisme yang umum
ditemukan untuk fermentasi glukosa, menggunakan kinase dan aldolase untuk
mengubah heksosa (C6) fosfat menjadi dua molekul triosa (C3) Fosfat dan
seterusanya menghasilkan laktat sebagai hasil akhir fermentasi dan menyebabkan
pengasaman medium (Brooks, 2005).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah: dengan tidak adanya transfor
elektron selama fermentasi ikatan fosfat berenergi tinggi tidak terbentuk melalui
fosfolirasi oksidatif melainkan proses yang disebut dengan fosfolirasi substrat.
11
Dalam hal ini senyawa intermedit diokasidasi, energi yang dilepaskan dikonversi
langsung kedalam ikatan yang mengandung energi tinggi (Nunuk, 2003).
12
•
Pengukuran pH
Merupakan pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan. Larutan
dengan harga pH rendah dinamakan asam, sedangkan yang harga pH
tinggi dinamakan basa. Skala pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14
(basa kuat) dengan 7 adalah harga tengah atau netral mewakili air murni
(Rahayu, 2009).
Untuk menentukan nilai pH suatu zat, tidak dapat dilakukan
dengan menggunakan kertas lakmus, fenoolftalen, metil merah dan
indikator-indikator lain, karena warnanya sama saja untuk rentang pH
yang cukup lebar. Nilai pH dapat ditentukan dengan indikator pH
(indikator universal) yang memperlihatkan warna bermacam-macam untuk
tiap nilai pH yang relatif sempit (Hasanah, 2009).
Indikator universal memberikan warna tertentu jika diteteskan atau
dicelupkan ke dalam larutan asam atau basa. Warana yang terbentuk
kemudian dicocokkan dengan standar yang sudah diketahui nilai pH nya
(Hasanah, 2009).
Hal ini karena, indikator dilengkapi dengan peta warna, sehingga
kita bisa menentukan nilai pH zat berdasarkan warna-warna tersebut.
Dengan mengetahui nilai pH maka dapat ditentukan apakah larutan
bersifat asam, basa atau netral (Hasanah, 2009).
2.2.
Kerangka Konsep
bersifat lebih
asam
Mengkonsumsi
ASI
Bayi usia
1 bulan
Mengkonsumsi
Pengukuran pH
feses dengan
indikator universal
Bersifat lebih
basa
susu formula
INPUT
bersifat netral
PROSES
OUTPUT
13
2.3. Definisi Operasional
No.
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat
Skala
Ukur
1.
Susu
1. Sekresi cairan
kelenjar mamma
yang membentuk
makanan alamiah
untuk mamalia muda
(Kamus Kedokteran
Dorland).
2. Cairan yang
menyerupai sekresi
kelenjar mamma
(Kamus Kedokteran
Dorland).
Wawancara
Kuesioner
demografi
Hasil
Ukur
Kategorik
0. ASI
1. Susu
Formula
14
2.
pH
Simbol yang
Pengukuran
Indikator
berhubungan dengan
pH
universal
konsentrasi ion
+
hidrogen (H ) atau
aktivitas larutan
dibandingkan larutan
standar yang
diberikan. Secara
numerik, pH ini kirakira sama dengan
logaritma negatif
konsentrasi H+ yang
dinyatakan dengan
molaritas, pH 7
merupakan keadaan
netral; diatas 7 terjadi
peningkatan
alkalinitas sedangkan
di bawah 7
peningkatan
keasaman (asiditas).
(Kamus Kedokteran
Dorland)
Numerik
Tanpa
satuan,
dari skala
0-14
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Jenis penelitian berikut adalah survey yang bersifat deskriptif analitik
dengan menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan
untuk mempelajari perbandingan antara faktor-faktor risiko dengan efek, melalui
model pendekatan atau observasi sekaligus dalam satu waktu.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Tanah Sareal Bogor. Waktu penelitian
adalah pada bulan September 2010.
3.3.
Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi dan Sampel
Subjek penelitian ini diambil dari populasi pasien di Puskesmas Tanah
Sareal Bogor yang memiliki bayi berusia 1 bulan pada bulan September 2010.
Sedangkan sampel yang diambil peneliti menggunakan purposive
sampling yang merupakan salah satu metode dari non-probability sampling. Pada
cara ini peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subjektifnya,
bahwa responden dapat memberikan hasil memadai untuk penelitian yang
dilakukan. Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 30 untuk
masing-masing kelompok, sehingga total adalah 60 sampel.
3.3.2. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability
sampling dengan metode purposive sampling, dengan penentuan tempat
pengambilan sampel berdasarkan hasil rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kota
Bogor.
14
15
3.3.3. Kriteria Sampel
3.3.3.1.
Kriteria Inklusi
•
Bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI di Puskesmas Tanah
Sareal Bogor bulan September 2010.
•
Bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi susu formula di Puskesmas
Tanah Sareal Bogor bulan September 2010.
3.3.3.2.
Kriteria Eksklusi
•
Bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI sekaligus susu formula
di Puskesmas Tanah Sareal Bogor bulan September 2010.
•
Bayi usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI dan bayi usia 1 bulan
yang mengkonsumsi susu formula namun orang tua bayi tidak
bersedia mengikuti penelitian.
3.4.
Cara Kerja Penelitian
3.4.1. Variabel
Dalam penelitian ini ini yang menjadi kedua variabel tersebut adalah
sebagai berikut:
•
Variabel bebas (variabel Independent):
pH feses pada bayi usia 1 bulan di Puskesmas Tanah Sareal Bogor bulan
September 2010.
•
Variabel tergantung (variabel dependent):
Penggunaan ASI ataupun susu formula pada bayi usia 1 bulan di
Puskesmas Tanah Sareal Bogor bulan September 2010.
3.4.2. Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan bila telah memperoleh persetujuan setelah penjelasan
atau informed consent dari subjek penelitian.
3.4.3. Instrumen Penelitian
Instruman penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematik sehingga lebih mudah
diolah.
16
Dalam penelitian ini pengumpulan data dengan menggunakan:
•
Indikator universal untuk mengukur pH.
•
Kuesioner demografi untuk mengetahui penggunaan ASI ataupun
susu formula.
Bayi usia 1 bulan di Puskesmas
Tanah Sareal
Informed consent dan
pengisian kuesioner demografi
oleh orangtua bayi
Bayi yang minum ASI
Bayi yang minum susu formula
Pengukuran pH dengan
indikator universal
Pencatatan hasil pengukuran
3.4.4. Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang diperoleh diedit dan dikoding untuk kemudian dimasukkan dan
diolah dengan menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) for
Windows versi 16. Data disajikan dalam bentuk diagram dan tabular.
3.5.
Manajemen Data
3.5.1. Tekhnik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengukuran pH pada feses
menggunakan indikator universal pH untuk mengetahui gambaran pH pada bayi
usia 1 bulan yang mengkonsumsi ASI ataupun yang mengkonsumsi susu formula.
17
3.5.2. Tekhnik Analisis Data
Dalam penelitian ini, setelah dilakukan uji normalitas pada data yang
diperoleh untuk menganalisisnya dan mengetahui ada tidaknya hubungan antara
kedua variabel, maka peneliti menggunakan teknik korelasi chi-square dengan
perhitungan menggunakan perangkat lunak Statistical Program for Social Science
(SPSS) for Windows versi 16.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini direncanakan data didapat dari 60 pasien Puskesmas
Tanah Sareal bulan September 2010 yang memiliki bayi usia 1 bulan, dengan
pembagian 30 bayi untuk masing-masing kelompok. Hasil penelitian yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Hasil Pengukuran pH Feses Kelompok ASI
Statistik
Median
Nilai pH
6
Dari penelitian yang dilakukan, setelah data diuji normalitas diketahui
bahwa sebaran data yang diperoleh tidak normal [Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05],
oleh sebab itu untuk menggambarkan rata-rata pH feses pada bayi yang
mengkonsumsi ASI digunakan nilai median, yaitu sebesar 6, hasil ini mendekati
serupa dengan penelitian terdahulu yaitu rata-rata pH feses bayi yang
mengkonsumsi ASI adalah sebesar 5,74 (Balmer dan Wharton, 1989). Hal serupa
juga dikemukakan pada jurnal lain, bahwa pH feses bayi yang diberi ASI akan
cenderung asam (Boehm G., et.al, 2004).
Hasil pH yang asam pada feses bayi usia 1 bulan tersebut disebabkan oleh
aktifitas metabolisme prebiotik (dalam hal ini oligosakarida) oleh bakteri normal
pada saluran cerna (Balmer dan Wharton, 1989). Kondisi pH yang cenderung
asam diharapkan dapat menekan kolonisasi dari bakteri patogen seperti E. Coli
(Schell, 2002), begitu juga yang diungkapkan oleh penelitian Balmer dan Wharton
(1989), presentase koloni bakteri lain selain bifidobacter pada feses bayi yang
minum ASI memang menjadi sangat minimal.
18
19
Tabel 4.2. Sebaran pH Feses untuk Kelompok ASI
Nilai pH
5
6
7
TOTAL
Jumlah
14
13
3
30
Persentase (%)
46,7
43,3
10
100
Dari penelitian, pada kelompok bayi yang mengkonsumsi ASI pH feses 5
sejumlah 14 bayi (46,7%), pH feses 6 sejumlah 13 bayi (43,3%), pH feses 7
sejumlah 7 bayi (10%). Namun tidak terdapat data yang menyatakan jumlah pada
masing-masing nominal pH pada penelitian sebelumnya, sehingga tidak dapat
dilakukan perbandingan.
Keadaan demikian dapat dikaitkan kembali dengan penelitian Balmer dan
Wharton (1989) mengenai jumlah koloni flora normal saluran cerna seperti
bifidobacter yang mendominasi dibandingkan bekteri lain, lalu stafilokokus pada
feses bayi yang diberi ASI. Sebagaimana yang diungkapkan oleh sumber lainnya
bahwa kedua jenis bakteri ini menghasilkan asam laktat di akhir proses
metabolisme karbohidrat (Brooks, 2005).
Tabel 4.3. Hasil Pengukuran pH Feses Kelompok Susu formula
Statistik
Median
Nilai pH
7
Dari penelitian yang dilakukan, setelah data diuji normalitas diketahui
bahwa sebaran data yang diperoleh tidak normal [Asymp. Sig. (2-tailed) < 0.05],
oleh sebab itu untuk menggambarkan rata-rata pH feses pada bayi yang
mengkonsumsi susu formula digunakan nilai median, yaitu sebesar 7, hasil ini
mendekati serupa dengan penelitian terdahulu yaitu rata-rata pH feses bayi yang
mengkonsumsi susu formula adalah sebesar 7,07 (Balmer dan Wharton, 1989).
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang diutarakan oleh Boehm (2004)
bahwa pH feses bayi yang diberi susu formula khususnya yang mengandung
FOS/GOS akan menjadi asam sebagaimana pH feses bayi yang diberi ASI.
20
Tabel 4.4. Sebaran pH Feses untuk Kelompok Susu Formula
Nilai pH
6
7
8
9
TOTAL
Jumlah
3
13
10
4
30
Persentase (%)
10
43,3
33,3
13,3
100
Dari penelitian yang dilakukan, pada kelompok bayi yang mengkonsumsi
susu formula pH feses 6 sejumlah 3 bayi (10%), pH feses 7 sejumlah 13 bayi
(43,3%), pH feses 8 sejumlah 10 bayi (33,3%), dan pH feses 9 sejumlah 4 bayi
(13,3%). Namun tidak terdapat data yang menyatakan jumlah pada nominal
masing-masing pH pada penelitian sebelumnya, sehingga tidak dapat dilakukan
perbandingan.
Dari
penelitian
sebelumnya,
jumlah
bakteri
yang
terstimulasi
pertumbuhannya sangat minimal, termasuk untuk jenis bifidobacter
dan
stafilokokus (Balmer dan Wharton, 1989).
Tabel 4.5. Sebaran pH Feses Dilihat dari Kandungan FOS dan GOS pada
Kelompok Susu Formula
Kandungan
FOS/GOS
FOS dan GOS
TOTAL
pH <7
2
1
3
pH ≥7
27
0
27
TOTAL
29
1
30
Dari penelitian yang dilakukan pada kelompok susu formula, didapatkan
bahwa 29 dari 30 susu yang dikonsumsi oleh sampel mengandung FOS/GOS
sedangkan sisanya, yaitu 1 sampel, didapatkan bahwa susu yang dikonsumsi
mengandung gabungan dari FOS dan GOS.
Pada kelompok sampel yang mengkonsumsi susu mengandung FOS/GOS,
sejumlah 2 bayi memiliki pH feses <7 sedangkan 27 bayi lainnya memiliki pH
feses ≥7, sedangkan untuk susu formula yang mengandung FOS dan GOS
didapatkan hasil pH feses yang <7.
21
Bervariasinya pH feses ini dapat dikaitkan oleh kandungan FOS dan GOS
pada setiap susu yang berbeda-beda. Tercatat bahwa untuk FOS sendiri sebesar
600mg-3450mg/100g dan untuk GOS tercatat sebesar 5300mg/100g. Walaupun
tidak dikatakan berapa jumlah minimum yang harus terkandung agar memberikan
efek serupa dengan ASI, jika dibandingkan dengan oligosakarida yang terdapat
pada ASI yakni sebesar 10-12gram per liternya, justru memberikan pengaruh
yang lebih nyata terhadap pH feses sehingga terbukti bahwa memang ASI menjadi
lebih baik dibandingkan dengan susu formula sekalipun yang mengandung
FOS/GOS.
Tabel 4.6. Hubungan Konsumsi ASI terhadap pH Feses
Jenis susu
ASI
Susu formula
pH
<7
≥7
<7
≥7
Total
27
3
3
27
OR (95% CI)
P value
81.000
0.000
Dari data yang diperoleh, tergambar bahwa pH feses pada bayi yang diberi
ASI memiliki pH yang lebih rendah, yakni <7 dengan jumlah 27 bayi,
dibandingkan dengan pH feses bayi yang diberi susu formula justru cenderung
lebih tinggi yakni≥7 dengan jumlah 27 bayi, hal serupa diungkapk an penelitian
sebelumnya, yaitu rata-rata untuk pH feses bayi yang diberi ASI akan lebih asam
dibandingkan dengan yang diberi susu formula, yang pada keadaan tersebut
jumlah koloni bifidobacter pada kelompok bayi yang mengkonsumsi ASI lebih
mendominasi dibandingkan yang diberi susu formula (Balmer dan Wharton,
1989) dan keberadaan bifidobacter terkait dengan penurunan jumlah penyakit
klinik (Boehm, 2004).
Berdasarkan dari data yang diperoleh, konsumsi ASI memiliki hubungan
bermakna secara statistik terhadap kondisi pH feses bayi usia 1 bulan yang lebih
asam, dimana nilai P = 0,000 (< 0,05).
22
Berdasarkan dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa bayi yang
mengkonsumsi ASI memiliki peluang lebih besar dalam mengalami kondisi pH
feses yang lebih asam, ini terlihat dari odds ratio = 81.000 yang berarti peluang
bayi yang mengkonsumsi ASI memiliki pH lebih asam adalah 81 kali bila
dibandingkan dengan bayi yang mengkonsumsi susu formula. Namun perlu
kembali dipahami bahwa hal tersebut dipengaruhi kembali oleh banyak faktor
seperti volume ASI (bukan kualitas ASI) yang diberikan kepada bayi dimana hal
tersebut dipengaruhi oleh asupan nutrisi semasa ibu tersebut menyusui
(PERINASIA, 2007).
Berikut ini adalah jawaban responden kelompok susu formula terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan penggunaan susu
formula:
30
25
susu formula dapat
disamakan dengan ASI
20
ASI tidak keluar
12
15
9
10
lain-lain
5
4
tidak menjawab
5
0
alasan menggunakan susu formula
Diagram 4.1. Sebaran Alasan Menggunakan Susu Formula
Terlihat bahwa alasan penggunaan susu formula dari responden adalah
memiliki masalah dengan produksi ASI mereka, yaitu sejumlah 12 orang (40%),
lalu sejumlah 9 orang (30%) merasa susu formula dapat disamakan dengan ASI,
kemudian lain-lain sejumlah 5 orang (16,7%) dan yang terakhir sejumlah 4
responden tidak memberikan jawaban atas pertanyaan ini.
23
Masalah produksi ASI sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya persiapan dan teknik dari menyusui (PERINASIA, 2007). Persiapan
menyusui sendiri meliputi persiapan psikologis sejak masa kehamilan, dimana
kondisi tersebut kembali dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya dukungan dari
tenaga medis, pengalaman menyusui sebelumnya, serta dukungan dari pihak lain
seperti keluarga, kerabat dan teman (PERINASIA, 2007). Sedangkan teknik
menyusui sendiri meliputi posisi ibu dan cara pelekatan bayi dalam menyusui
yang beragam dan dapat disesuaikan oleh kondisi ibu dan bayi, misalnya, hal
tersebut tentu akan berbeda ketika seorang ibu menyusui seorang bayi dengan ibu
yang menyusui bayi kembar (PERINASIA, 2007).
Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI adalah masalah status gizi
ibu. Dapat dikatakan pula, bahwa produksi ASI tidak semata-mata dipengaruhi
oleh makanan dalam diit ibu, tetapi juga oleh cadangan di dalam tubuh
(PERINASIA, 2007).
Secara fisiologis, produksi ASI sendiri dipengaruhi oleh rangsangan
mekanoreseptor di puting payudara yang dilakukan oleh bayi saat menghisap
puting (Sherwood, 2001). Rangsangan ini akan menstimulus dua bagian hipofisis,
yaitu bagian anterior dimana selanjutnya akan menstimulus hormon prolaktin
yang berguna untuk meningkatkan sekresi susu, serta bagian posterior dimana
selanjutnya
akan
menstimulus
hormon
penyemprotan susu (Sherwood, 2001).
oksitosin
yang
berguna
untuk
24
Responden yang menjawab bahwa susu formula dapat disamakan dengan
ASI beralasan bahwa bayi mereka tidak puas dengan ASI saja dan hanya dengan
susu formula bayi mereka merasa puas, padahal konsumsi ASI saja sangat
disarankan untuk bayi usia 0-6 bulan dengan jumlah sesuka bayi dan tanpa ada
jam pemberian (PERINASIA, 2007). Hal lain yang mempengaruhi kondisi ini
adalah pengaruh iklan susu formula sehingga menimbulkan kekeliruan opini
masyarakat (PERINASIA, 2007).
Sementara responden yang menjawab lain-lain terbentur karena pekerjaan
mereka diluar sebagai ibu rumah tangga, sehingga memilih susu formula sebagai
pengganti ASI. Untuk ibu bekerja, cara pemberian ASI yang disarankan adalah
dengan memeras ASI, sehingga ibu dapat memperoleh ASI yang ditinggalkan di
rumah untuk bayi mereka (PERINASIA, 2007).
30
25
20
kandungan susu
15
15
8
7
10
harga lebih murah
dibandingkan merek lain
lain-lain
5
0
keunggulan susu formula
Diagram 4.2. Sebaran Keunggulan Susu Formula yang Dikonsumsi
Terlihat bahwa keunggulan dari susu formula yang dikonsumsi menurut
jawaban dari responden adalah karena harga susu yang mereka pakai lebih murah
dibandingkan dengan merek susu formula lainnya yakni sejumlah 15 orang (50%)
berkata demikian, selanjutnya sejumlah 8 orang (26,7%) menjawab kandungan
susu formula yang mereka gunakan diunggulkan oleh produsen susu formula
tersebut, sebagaimana yang tercantum pada kemasan susu, sedangkan sisanya
yaitu sejumlah 7 orang (23,3%) menjawab lain-lain, dengan tidak memberikan
jawaban.
25
30
25
20
19
20
tahu dan benar
15
11
10
hanya pernah dengar
tidak tahu
10
5
0
0
0
Prebiotik
FOS/GOS
Diagram 4.3. Sebaran Jawaban Mengenai Prebiotik dan FOS/GOS
Dari pertanyaan mengenai prebiotik dan FOS/GOS diketahui bahwa tidak
terdapat satupun responden yang tahu dan menyebutkan benar mengenai
keduanya. Sejumlah 20 (66,7%) responden pernah mendengar prebiotik dan 10
(33,3%) responden lainnya mengaku tidak tahu, sedangkan hanya sejumlah 11
(36,7%) responden pernah mendengar FOS/GOS dan 19 (63,3%) responden
lainnya mengaku tidak tahu.
Diketahui bahwa, responden yang mayoritas adalah ibu rumah tangga pada
penelitian ini memang tidak mengetahui secara pasti dan benar mengenai
prebiotik maupun FOS/GOS, namun mereka yang pernah mendengar memang
mengetahui hal tersebut dari kemasan susu dan iklan-iklan produk susu ditelevisi,
dimana produsen lebih mengiklankan prebiotik dan probiotik (flora normal
saluran cerna) dibandingkan dengan spesifik FOS/GOS.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
•
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata pH feses pada bayi yang
mengkonsumsi ASI adalah 5,63.
•
Berdasarkan data yang diperoleh, hasil pengukuran pH feses terbanyak
pada bayi yang mengkonsumsi ASI adalah 5 dengan jumlah 14 bayi.
•
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata pH feses pada bayi yang
mengkonsumsi susu formula adalah 7,50.
•
Berdasarkan data yang diperoleh, hasil pengukuran pH feses terbanyak
pada bayi yang mengkonsumsi susu formula adalah 7 dengan jumlah 13
bayi.
•
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan bermakna secara statistik
antara penggunaan ASI ataupun susu formula dengan kondisi pH feses
bayi P = 0,000 (< 0,05).
5.2.
Saran
•
Perlunya penyuluhan yang intensif mengenai pentingnya pemberian ASI
kepada ibu-ibu, terutama mereka yang baru memiliki bayi/baru saja
melahirkan, serta memberikan informasi dan edukasi bagi ibu-ibu yang
memiliki masalah dalam produksi ASI.
•
Penelitian ini baik untuk dilanjutkan dengan jumlah sampel yang lebih
besar agar sebaran pH lebih tergambar dengan baik atau bahkan dengan
pengembangan penelitian seperti perbandingan flora pada feses bayi yang
mengkonsumsi ASI dan susu formula mengandung FOS dan GOS.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
•
Anonim. Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC, Jakarta, 1998, hal 6778, 846.
•
Balmer, SE., and Wharton. Archives of Disease in Childhood. Sorrento
Maternity Hospital, Brimingham, 1989, p 1672-7.
•
Bambang, WO., Yermia, FS., Pemodelan Lama Pemberian ASI Eksklusif
pada Rumah Tangga Miskin Dengan Metode Regresi Pohon di Provinsi
Sulawesi Tengah. ITS, Surabaya, 2010, Latar Belakang hal 1.
•
Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC, Jakarta,
1996.
•
Boehm, G., et. al. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition.
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004, p 772-3.
•
Brooks, GF., et.al. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Mikrobiologi
Kedokteran. EGC, Jakarta, 2005, hal 124-9, 281, 317-9.
•
Hasanah, Chus. Derajat Keasaman (pH). Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung, 2008, hal 11-2.
•
Juge, Nathalie. Mekanisme Melekatnya Probiotik di Dinding Saluran
Cerna. Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta, 2010.
•
Murray, RK., et. al. Biokimia Harper. EGC, Jakarta, 2003, hal 138.
•
Perkumpulan Perinatalogi Indonesia. Bahan Bacaan Manajemen Lakstasi.
Jakarta, 2007, hal 1-9.
•
Priani, Nunuk. Metabolisme Bakteri. Universitas Sumatera Utara, Medan,
2003, hal 5-8.
•
Schell, MA., et. al. The genome Sequence of Bifidobacterium longum
Reflects its Adaption to the Human Gastrointestinal Tract. National
Academy of Science, USA, 2002, p 14422-7.
•
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC, Jakarta,
2001, hal 732-4.
28
•
WHO. Global Strategy on Infant and Young Child Feeding. UNICEF,
Genewa, 2002.
29
LAMPIRAN 1.
KUESIONER DEMOGRAFI
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Pekerjaan
:
Bersedia tanpa ada paksaan mengisi kuesioner data demografi berikut dan
mengikuti pemeriksaan pH feses bayi:
Nama
:
Umur
:
Bogor,....................................2010
(....................................................)
30
(LANJUTAN)
1. Apa yang ibu berikan kepada bayi sejak usia 0-1 bulan:
(
) ASI
(
) Susu formula, sebutkan: . . .
Pertanyaan selanjutnya hanya untuk jawaban “susu formula” . Pilih
salah satu jawaban saja.
2. Alasan ibu memberikan susu formula:
(
) Merasa susu formula sama dengan ASI atau dapat diunggulkan
(
) ASI tidak keluar/ada masalah dengan ASI
(
) Alasan lain, sebutkan: . . .
3. Apa yang diunggulkan/diutamakan oleh susu formula yang ibu pilih:
(
) Kandungan dari susu, yang jarang dimiliki susu lain, sebutkan:
(
) Harga yang lebih murah dibandingkan merek lain
(
) Lain-lain, sebutkan: . . .
4. Apa yang ibu ketahui tentang Prebiotik:
(
) Ya, saya tahu pasti. Prebiotik adalah: . . .
(
) Hanya pernah dengar
(
) Tidak tahu ataupun tidak pernah dengar
5. Apa yang ibu ketahui tentang FOS atau GOS:
(
) Ya, saya tahu pasti. FOS atau GOS adalah: . . .
(
) Hanya pernah dengar
(
) Tidak tahu ataupun tidak pernah dengar
TERIMA KASIH
31
LAMPIRAN 4.
UJI NORMALITAS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
pH feses bayi
pH feses bayi
ASI
susu formula
N
a
Normal Parameters
Most Extreme Differences
30
30
Mean
5.63
7.50
Std. Deviation
.669
.861
Absolute
.295
.253
Positive
.295
.253
Negative
-.242
-.186
1.615
1.384
.011
.043
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
pH feses bayi ASI
Missing
Percent
30
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
Percent
30
100.0%
32
(LANJUTAN)
Descriptives
Statistic
pH feses bayi ASI
Mean
Std. Error
5.63
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound
5.38
Upper Bound
5.88
5% Trimmed Mean
5.59
Median
6.00
Variance
.447
Std. Deviation
.669
Minimum
5
Maximum
7
Range
2
Interquartile Range
1
Skewness
Kurtosis
.122
.586
.427
-.589
.833
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
pH feses bayi ASI
.295
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig.
30
.000
Statistic
.764
df
Sig.
30
.000
33
(LANJUTAN)
34
(LANJUTAN)
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Ph feses bayi susu formula
Missing
Percent
30
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
Percent
30
100.0%
35
(LANJUTAN)
Descriptives
Statistic
pH feses bayi susu
formula
Mean
7.50
95% Confidence Interval Lower Bound
7.18
for Mean
Upper Bound
Std. Error
.157
7.82
5% Trimmed Mean
7.50
Median
7.00
Variance
.741
Std. Deviation
.861
Minimum
6
Maximum
9
Range
3
Interquartile Range
1
Skewness
Kurtosis
.174
.427
-.491
.833
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
pH feses bayi susu
formula
.253
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig.
30
.000
Statistic
.873
df
Sig.
30
.002
36
(LANJUTAN)
37
(LANJUTAN)
38
LAMPIRAN 3.
RIWAYAT PENULIS
Nama
: FERIAL
Tempat dan Tanggal Lahir
: BOGOR, 08 AGUSTUS 1989
Alamat
: JL. RAYA CILEBUT TIMUR NO. 17 RT 01/03
BOGOR 16710
Email
: [email protected]
Telepon
: 021-99543055/0857-16579116
Riwayat Pendidikan
: 1. 1995-2001 : SD NEGERI POLISI 4 BOGOR
2. 2001-2004 : SMP NEGERI 2 BOGOR
3. 2004-2007 : SMA NEGERI 2 BOGOR
Download