Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pengaruh Teman Sebaya

advertisement
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pengaruh Teman Sebaya
Dengan Perilaku Seks Bebas Remaja Kelas XI IPA dan IPS
di SMA N 15 Padang Tahun 2014
oleh
Agnesia Yuzisca, S. ST
ABSTRAK
Menurut WHO Tahun 2012, terdapat 47,8% pelajar telah melakukan
hubungan seks pranikah. Dari hasil wawancara di SMA 15 Padang tahun 2013
didapatkan 3 tahun belakangan terdapat siswi yang di keluarkan karena hamil diluar
nikah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan
dan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas Remaja Kelas XI IPA dan
IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014.
Penelitian ini bersifat Analitik, menggunakan desain penelitian cross sectional
penelitian dilakukan di SMA N15 Padang pada 23 Januari s/d 24 Mei 2014. Populasi
pada penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas XI IPA dan IPS SMA N 15 Padang
Tahun 2014 dengan jumlah sampel 72 siswa/i yang diambil dengan cara Simple
Random Sampling. Analisis dengan menggunakan uji statistic Chi-Square. Teknik
analisa data yang digunakan adalah analisa Univariat dan Bivariat.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa terdapat 45 (62,5%) yang memiliki
tingkat pengetahuan sedang tentang seks bebas, 39 (54,17%) siswa/i yang memiliki
pengaruh negatif tentang seks bebas dan 40 (55,56%) siswa/i yang memeiliki perilaku
seks bebas tidak beresiko. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan dengan perilaku seks bebas remaja di SMA N 15 Padang dan adanya
hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seks bebas
remaja di SMA N 15 Padang.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teman sebaya mempengaruhi
remaja untuk terjerumus ke perilaku seks bebas. Diharapkan SMA N 15 Padang dapat
memberikan ekstra kulikuler yang dapat membentuk kepribadian siswa/i dan
memberikan pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi kepada siswa/i pada saat
pelajaran BK.
Kepustakaan : 24 (2005 – 2013)
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol II No II Desember 2014 ISSN 2356-0819
Page 1
PENDAHULUAN
Remaja adalah individu yang telah mengalami masa perubahan atau telah
berfungsinya hormon reproduksi sehingga seorang individu mengalami perubahan
seperti menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria, yang biasanya terjadi
antara usia 12 tahun sampai 21 tahun (Sarwono, 2009).
Seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik
dengan lawan jenis maupun sesama jenis, mulai dari tingkah laku yang dilakukannya
seperti sentuhan, berciuman (kissing), berciuman belum sampai menempelkan alat
kelamin yang biasanya dilakukan dengan memegang payudara atau melalui oral seks
pada alat kelamin tetapi belum bersenggama (necking), dan bercumbuan sampai
menempelkan alat kelamin yaitu dengan saling menggesek-gesekan alat kelamin
dengan pasangan namun belum bersenggama (petting), dan yang sudah bersenggama
yang dilakukan diluar hubungan pernikahan (Sarwono, 2007).
Menurut WHO (World Health Organization) 47,8% pelajar yang duduk di
kelas 9 sampai 12 telah melakukan hubungan seks pranikah dan 35% pelajar SMA
telah aktif secara seksual (Daili, 2012). Di Negara ASEAN (Association Of South
East Asia Nations) salah satunya Malaysia tercatat 135,121 remaja yang hamil di luar
nikah, bilangan ini meningkat 42% di banding tahun sebelumnya (Ibrahim, 2011)
Menurut Sarwono (2006), ada beberapa faktor yang dianggap berperan dalam
munculnya permasalahan seksual pada remaja, diantaranya perubahan-perubahan
hormonal yang dapat meningkatkan hasrat seksual remaja, penyebaran informasi yang
salah misalnya dari buku-buku dan VCD porno, rasa ingin tahu (curiousity). yang
sangat besar, serta kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dikarenakan
orang tua menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan diusia muda.
Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) daerah Sumatera Barat
menyimpulkan sebanyak 44,5 % remaja SMP dan SMA aktif melakukan hubungan
seks di luar nikah (Cemara, 2011).
Berdasarkan data dari BKKBN di Kota Padang tercatat 20,9% remaja hamil di
luar nikah dengan rentang usia 17 sampai 22 tahun. Upaya yang dicanangkan oleh
BKKBN untuk menekan angka tersebut yaitu meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan yang cukup kepada remaja melalui pendirian pusat informasi dan
konseling kesehatan reproduksi untuk remaja (Subdibyo,2012).
Hasil wawancara di SMA 15 Padang pada 3 orang siswa tanggal 24 September
2013 mengenai adakah remaja yang dikeluarkan dari sekolah karena terjerumus pada
seks bebas. Hasil wawancara pada 3 orang siswa tersebut sama-sama menyebutkan 3
tahun belakangan ini terdapat ada siswa perempuan yang dikeluarkan dari sekolah
karena hamil di luar nikah tiap tahunnya dan itu terjadi pada siswa jurusan IPA. Dari
informasi yang didapat siswa yang hamil diluar nikah tersebut rata-rata mempunyai
pacar yang sudah bekerja.
2
Hasil survey awal pada tanggal 6 Desember 2013 di SMA 15 padang kelas XI
IPA dan IPS pada 10 siswa yang diwawancara mengenai dampak hubungan seks
bebas pada remaja mereka hanya dapat menyebutkan 3 dari dampak hubungan seks
bebas yaitu: tertular HIV, Hamil diluar Nikah dan merusak masa depan. Dari
informasi yang didapatkan rata-rata siswa yang memiliki pacar biasanya berduaduanya di kampus Unand dan di dalam rumah.
Dari uraian diatas dengan tingginya angka prilaku seks bebas dikalangan
remaja di SMA 15 Padang, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana Hubungan
Tingkat Pengetahuan dan Keadaan Lingkungan dengan Prilaku Seks Bebas Remaja
Kelas XI IPA dan IPS di SMAN 15 Padang Tahun 2014.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode analitik yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pengaruh Teman Sebaya
dengan Perilaku Seks Bebas Remaja kelas XI IPA dan IPS di SMAN 15 Padang
Tahun 2014” dengan desain penelitian “Cross Sectional”.
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti atau objek penelitian
(Arikunto, 2006). Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas XI IPA dan IPS di SMAN 15 Padang tahun 2014 yang berjumlah 132
siswa.
Teknik pengambilan sampel akan diteliti adalah Simple Random Sampling.
Dengan cara menuliskan nama-nama siswa kelas XI IPA SMAN 15 Padang tahun
2013 di atas kertas kecil-kecil kemudian kertas digulung dan diambil secara acak
sebanyak sampel. Maka jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 72 siswa
dengan kriterial sampel sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi, suatu target dan terjangkau akan diteliti (Nursalam, 2006).
Adapun kriteria inklusi sampel yang akan diteliti yaitu:
1) Siswa kelas XI IPA dan IPS
2) Bersedia menjadi responden
3) Hadir pada saat penelitian
b. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek tidak memenuhi
kriteria inklusi yaitu:
1) Tidak bersedia menjadi responden
2) Tidak hadir pada saat penelitian
3
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Tingkat Pengetahuan
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Seks Bebas Kelas
XI IPA IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014
No
Pengetahuan
F
%
1
Tinggi
12
16,7
2
Sedang
45
62,5
3
Rendah
15
20,8
72
100
Jumlah
Pada tabel. 1 dapat dilihat bahwa dari 72 siswa/i terdapat 15 responden
(20,8%) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang seks bebas di SMA N 15
Padang Tahun 2014.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Yuliza (2013) dari Akademi
Kebidanan Puteri Andalas Padang didapatkan 85 responden dan hanya 19 (22,4%)
responden memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang perilaku seks bebas di SMA
N 16 Padang.
Menurut Notoadmodjo (2008) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan
pendengaran.
Hal ini terbukti dimana responden menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan yaitu macam-macam perilaku seks bebas
sebanyak (18,06%), Pengertian petting sebanyak (38,8%), dan dampak dari
melakukan hubungan intim diluar nikah sebanyak (43,06%).
4
2. Pengaruh Teman Sebaya
Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Pengaruh Teman Sebaya tentang Seks Bebas
Kelas XI IPA IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014
No
Pengaruh Teman Sebaya
F
%
1
Positif
33
45,8
2
Negatif
39
54,2
72
100
Jumlah
Pada tabel. 2 di atas dapat dilihat bahwa dari 72 siswa/i terdapat 39 responden
(54,2%) memiliki pengaruh negatif tentang seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun
2014.
Menurut Mu’tadin (2010) teman sebaya adalah sekelompok orang yang
seumuran dan mempunyai kelompok social yang sama seperti teman sekolah atau
teman sekerja, sedangkan Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
daya yang tmbul dari seseorang atau benda yang ikut membentuk watak, kepercayaan
dan perbuatan seseorang.
Dapat dilihat dari penelitian ini bahwa responden yang pengaruh teman sebaya
yang positif 33 (45,83%) karena responden menyadari bahwa dalam berteman harus
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk agar tidak mudah
terjerumus kepada hal yang tidak diinginkan. Sedangkan responden yang memiliki
pengaruh teman sebaya negatif 39 (54,17%) dikarenakan responden ingin mencoba
hal baru yang dilakukan oleh teman nya dan merasa tertantang untuk melakukannya.
Hal ini terbukti dari 72 responden yang menjawab pertanyaan kuesioner pengaruh
teman sebaya, dimana terdapat responden yang tidak dapat menjawab paling banyak
pada pertanyaan “Didalam mengekpresikan perasan saya terhadap pasangan, saya
membuat puisi dan lagu romantis”.
5
3. Perilaku Seks Bebas
Tabel. 3
Distribusi Frekuensi Perilaku Remaja tentang Seks Bebas
Kelas XI IPA IPS Di SMA N 15 Padang Tahun 2014
No Perilaku Seks Bebas
F
%
1
Tidak Beresiko
40
55,6
2
Beresiko
32
44,4
72
100
Jumlah
Pada tabel. 3 di atas dapat di lihat bahwa dari 72 siswa/i terdapat 32 responden
(44,4%) memiliki perilaku seks bebas beresiko di SMA N 15 Padang Tahun 2014.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Yuliza (2013) bahwa dari 85
responden hanya (12,7%) yang memiliki perilaku seks bebas yang beresiko di SMA N
16 Padang Tahun 2013.
Menurut penelitian remaja yang sering berperilaku negatif bisa dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, media masa, pergaulan bebas, kurang nya perhatian dari orang
tua dan minimnya ilmu agama, selain itu SMA N 15 Padang berada pada liingkungan
yang banyak tempat memudahkan siswa/i untuk melalukan seks bebas.
Hal ini terbukti dari hasil penelitian banyak responden menjawab pertanyaan
yang berhubungan dengan perilaku seks bebas yang beresiko yaitu melakukan onani
atau masturbasi (31,9%), Meraba bagian sensitif (13,9%), ciuman bibir (11,1%) dan
intercourse (5,6%). Dengan tingginya remaja yang melakukan perilaku seks bebas
beresiko ditakutkan meningkatnya angka kejadian remaja hamil di luar nikah. Oleh
sebab itu sekolah diharapkan dapat memberikan ekskul yang dapat membentuk
kepribadian remaja tersebut.
6
4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Seks Bebas
Tabel. 4
Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Seks Bebas
di SMA N 15 Padang Tahun 2014
N
Pengetahuan
O
Perilaku
Tidak Beresiko
Beresiko
n
%
n
%
Total
F
%
1
Rendah
11
73,3
4
26,7
15
100
2
Sedang
25
55,6
20
44,4
45
100
3
Tinggi
4
33,3
8
66,7
12
100
40
56,6
32
44,4
72
100
Jumlah
P = 0,115
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa proporsi siswa/i yang memiliki tingkat
pengetahuan tinggi ditemukan lebih banyak yang melakukan perilaku seks bebas
beresiko (66,7%) dibandingkan yang tidak beresiko (33,3%) di SMA N 15 Padang
Tahun 2014.
Hasil uji statistic mennggunakan uji chi-square dengan kemaknaan 95%
didapatkan nilai P = 0,115 (P > 0,05), maka dapat di simpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku seks bebas di SMA
N 15 Padang Tahun 2014.
Menurut Notoadmojo (2008) bahwa pengetahuan sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) pengetahuan akan mempengaruhi
dalam mengadopsi perilaku, dia harus tau terlebih dahulu apa artinya atau manfaat
perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya.
Remaja yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang seks bebas diharapkan
tidak melakukan perilaku seks bebas tersebut karena mereka lebih banyak mengetahui
dampak dari perilaku seks bebas. Dari Hasil penelitian dapat dilihat siswa/i yang
memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang seks lebih cenderung melakukan
perilaku seks bebas beresiko dibandingkan dengan siswa/i yang memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah. Maka dapat disimpilkan tidak ada hubungan bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan perilaku seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun
2014.
7
5. Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas
Tabel 5
Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas
di SMA N 15 Padang Tahun 2014
Perilaku
Tidak Beresiko
Beresiko
N
%
n
%
No
Pengaruh
Teman
Sebaya
1
Negatif
17
43,6
22
2
Positif
23
69,7
40
55,6
Jumlah
Total
f
%
56,4
39
100
10
30,3
33
100
32
44,4
72
100
P = 0,047
Pada Tabel. 5 dapat dilihat bahwa porposi siswa/i yang memiliki pengaruh
Negatif ditemukan lebih banyak melakukan perilaku seks yang beresiko (56,4%)
dibandingkan dengan tidak beresiko (43,6%) di SMA N 15 Padang Tahun 2014.
Hasil uji chi-square dengan kemaknaan 95% didapatkan nilai P =0,047 (P
<0,05), Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubunan yang bermakna antara pengaruh
teman sebaya dengan perilaku seks bebas di SMA N 15 Padang.
Hasil penelitian menjawab hipotesa bahwa adanya hubungan pengaruh teman
sebaya dengan perilaku seks bebas remaja kelas XI IPA dan IPS di SMA N 15 Padang
Tahun 2014. Menurut Mu’tadin (2007) pengaruh teman sebaya adalah sekelompok
orang yang seumuran seperti teman sekolah yang mempunyai daya yang dapat
membentuk watak, kepercayaan dan perbuataan seseorang.
Pengaruh dalam pergaulan remaja ada yang positif dan negatif. Pada pengaruh
teman sebaya yang negatif di harapkan remaja tidak terjerumus pada perilaku seks
bebas yang dapat merugikan masa depannya. Dari hasil penelitian dapat dilihat
siswa/i yang mempunyai pengaruh negatif lebih cenderung melakukan perilaku seks
bebas beresiko dibandingkan siswa/i yang memiliki pengaruh positif. Maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan
perilaku seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pengruh
Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas Remaja Kelas XI IPA dan IPS di SMA N
15 Padang Tahun 2014 yang dilakukan pada tanggal 23 Januari s/d 24 Mei 2014
didaptkan hasil sebagai berikut:
1. Sebanyak 45 (62,5%) siswa/i memiliki tingkat pengetaahuan sedang tentang
pengetahuan seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014.
2. Sebanyak 39 (54,2%) siswa/i memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku seks
bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014.
8
3. Sebanyak 40 (55.6%) memiliki perilaku seks bebas yang tidak beresiko di SMA N
15 Padang Tahun 2014.
4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perlaku
seks bebas remaja di SMA N 15 Padang Tahun 2014.
5. Adanya hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku
seks bebas remaja di SMA N 15 Padang Tahun 2014.
Saran
1. Bagi SMA N 15 Padang
Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan SMA N 15 Padang dapat
memberikan ekstrakulikuler yang dapat membentuk karakter kepribadian siswa/i.
Sehingga siswa/i tidak mudah terpengaruh kepada perilaku seks bebas yang dapat
merusak masa depannya. Serta memberikan pengetahuan seks kepada siswa/i dalam
pelajaran Bimbingan Konseling.
2. Bagi Akademi Kebidanan Puteri Andalas
Diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan
mahasiswa Akademi Kebidanan Puteri Andalas Padang tentang perilaku seks bebas,
agar mahasiswa mamp meningkatkan kualitas dalam memberikan penyuluhan
mengenai perilaku seks bebas pada remaja.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal dan penelitian
selanjutnya dapat meneliti variabel – variabel lain yang berhubungan dengan perilaku
seks bebas pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto.2006. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Rineka
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
PT. Rineka
BKKBN . 2011. http://berita.plasa.msn.com/nasional/okezone/tekan-angkakehamilan-bkkbn. Diakses tanggal 07-10-2013
BKKBN. 2012. http://nad.bkkbn.go.id/viewArtikel.aspx?ArtikelID=1425. diakses
tanggal 02-10-2013
Cemara. 2011. http://www. PKBI.co.id/pkbi/atticles/angka-kejadian-sekspranikah-sumbar. diakses tanggal 15-10-2013
Darma,Guna.
2007.
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/
psychology/2007/ Artikel 10502256.pdf. diakses tanggal 02-10-13
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fikar. 2010. Penyimpangan Perilaku Remaja. Jakarta : Qitshi
Franciska, Yunetra dan Nesi Novita. 2011. Promosi Kesehatan dalam Pelayanan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Health. 2013. http://health.okezone.com/read/2013/02/13/482/760944/209remajaIndonesia-hamil-di-luar-nikah. diakses tanggal 05-10-2013
Ibrahim. 2011 .http://ibrahim.News.com/2011/11/01/angka-kejadian-remajahamil-diluar-Nikah. Diakses tanggal 11-01-2013.
9
Julianto. 2012. www.angka/kejadian/remaja/hamil/di/luar/nikah/di/indonesia
/2012/,pdf. diakses tanggal 02-10-2013.
Koeeko. 2011. http://koeeko.wordpress.com/2011/10/09/pergaulan-bebas-dikalanganremaja-Penyebab-dan-dampaknya. diakses tanggal 02-10-13
Mu’tadin. 2010. Teman Sebaya. Jakarta : Salemba Medika
News, Indonesia Raya. 2013. http://www.indonesiarayanews.com/news/gaya
-hidup/03/20/2013/48-1-persen-remaja-hamil-di-luar
nikah. diakses tanggal 02-10-2013
Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
___________________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
PT Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012 . Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.Rineka
Cipta
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta :Raja Grafindo Persada
___________________ . 2009. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja
___________________. 2011. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta :Rajawali
Pers
Riyanto, Agus dan Budiman. 2013. Kapita Selekta Kuesioner. Jakarta : Salemba
Medika
Subdibyo. 2012. www. Bkkbn.go.id, angka/kejadian/hamil/diluar/nikah/sumbar.
Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja
Tentang Bahaya Rokok Di SMA PGRI 2 Padang
TAHUN 2014
Diakses Tanggal 15-10-2013.
Yuliza, Siska. 2013 . Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja dengan
Perilaku Seks Bebas Remaja di SMA N 16 Padang Tahun 2013.
Padang : KTI
10
Oleh
Elma Rezi, S. ST
ABSTRAK
World Health Organization (WHO) menyatakan jumlah perokok di dunia
sampai dengan Februari 2012 mencapai 4 miliar orang. Indonesia sendiri di tahun
2010 menempati peringkat ketiga jumlah perokok terbesar di dunia setelah China
dengan jumlah 390 juta perokok atau 29% per penduduk dan India tercatat 144 juta
perokok atau 12,5% per penduduk. Tercatat sekitar 65 juta penduduk merokok secara
aktif. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2011), Sumetera Berat memasuki
urutan ke 5 di Indonesia. Lebih dari 1,2 juta penduduk di Padang,Sumatera Barat
merokok.
Jenis penelitian ini adalah Analitik dengan desain Cross Sectional. Populasi
pada penelitian ini adalah siswa/i kelas X di SMA PGRI 2 Padang sebanyak 102
orang dengan sampel 51 orang. Teknik pengambilan sampel secara Proposional
Sampling, pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner pada tanggal
28 Mei 2014, data dianalisa secara chi-square dan data yang ditampilkan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 51 orang responden terdapat 30 orang
(58,8%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, 18 orang (35,3%)
responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, 3 orang (5,9%) responden
memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, 36 orang (70,6%) responden memiliki
sikap yang positif dan 15 orang (29,4%) responden memiliki sikap yang negatif, tidak
ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap
bahaya rokok dengan nila Pvalue = 0,513 (P< 0,05).
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa remaja dengan
tingkat pengetahuan tinggi memiliki sikap positif terhadap bahaya rokok pada.
Diharapkan kepada lembaga pendidikan dan media masa agar dapat memberikan
informasi-informasi yang banyak tentang bahaya rokok pada kesehatan ini, bagi
peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian dengan variabel independen yang
berbeda.
Daftar Bacaan : 17 (2004-2013)
PENDAHULUAN
11
World Health Organization (WHO) menyatakan jumlah perokok di dunia
sampai dengan Februari 2012 mencapai 4 miliar orang. Indonesia sendiri di tahun
2010 menempati peringkat ketiga jumlah perokok terbesar di dunia setelah China
dengan jumlah 390 juta perokok atau 29% per penduduk dan India tercatat 144 juta
perokok atau 12,5% per penduduk. Tercatat sekitar 65 juta penduduk merokok secara
aktif. Penduduk Indonesia khususnya remaja, kurang mempedulikan bahaya
merokok bagi kesehatannya. Indonesia menempati urutan pertama dalam jumlah
perokok remaja terbanyak di dunia (Kurniawan, 2012).
Remaja cenderung mencoba perilaku yang belum pernah dilakukannya baik
itu perilaku positif maupun negatif. Salah satu contoh perilaku negatif yang sering
dilakukan oleh remaja adalah merokok. Hasil penelitian Rising dan Alexander (2011)
menyimpulkan bahwa remaja adalah target pasar yang sangat potensial untuk industri
rokok.
Kebiasaan yang beresiko menyebabkan kematian atau menimbulkan penyakit
pada remaja, yaitu: penggunaan rokok, perilaku yang menyebabkan cedera atau
kekerasan, alkohol dan obat terlarang, diet ketat (dapat menyebabkan kematian) gaya
hidup bebas, serta perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan dan kematian.
Menurut Menteri Kesehatan, dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR, PH
(2011), Indonesia masih menjadi negara terbesar ke-3 dalam jumlah perokok di dunia.
Dari tahun 2000-2010 mengalami peningkatan, baik dikalangan perokok laki-laki
maupun perempuan. Jumlah perokok laki-laki dengan usia diatas 15 tahun sudah
mencapai 66%. Sedangkan perokok perempuan 4%. Juga yang meningkat adalah
perokok pemula yang berusia muda seperti 10-14 tahun.
Faktor-faktor dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau lngkungan.
Bersosialisasi merupakan cara utama pada remaja untuk mencari jati diri mereka.
Biasanya mereka memperhatikan tindakan orang lain dan kadang kala mencoba untuk
meniru perlakuannya. Namun sangat disayangkan karena tidak hanya kebiasaankebiasaan yang baik ditiru, melainkan juga kebiasaan buruk, termasuk kebiasaan
merokok (Kurniawan, 2012).
Berdasarkan survey awal dilakukan dengan wawancara kepada kepala sekolah
bahwa di SMA PGRI 2 Padang didapatkan pada tahun-tahun sebelumnya ada
beberapa siswa-siswa yang dikeluarkan karena ketahuan merokok di lingkungan
sekolah, dan dari wawancara tesebut didapatkan informasi dari 10 orang siswa-siswi
mengenai bahaya rokok terhadap sistem reproduksi adalah 4 dari 10 orang siswasiswi mengetahui bahaya rokok terhadap kesehatan, sedangkan 6 diantaranya tidak
mengetahui hal tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap bahaya rokok di SMA PGRI 2 Padang
tahun 2014.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
12
Penelitian ini bersifat analitik yaitu menganalisa tentang hubungan tingkat
pengetahuan terhadap sikap remaja tentang bahaya rokok di SMA PGRI 2 Padang
tahun 2013 dengan desain cross sectional yaitu variabel dependen diteliti pada waktu
bersamaan (Notoatmodjo, 2005)
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X yang berjumlah 102
orang dengan 3 lokal. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas X
SMA PGRI 2, Lubuk Begalung, Padang, dengan sampel dalam penelitian ini
sebanyak 51 orang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Tingkat Pengetahuan
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Remaja Terhadap Bahaya Rokok
%
No
Pengetahuan
f
1
Tinggi
30
58,8
2
Cukup
18
35,3
3
Rendah
3
5,9
Jumlah
51
100.0
Dari tabel. 1 diatas dapat dilihat bahwa dari 51 orang siswa-siswi terdapat 30
siswa-siswi (58,8 %) yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang bahaya rokok
di SMA PGRI 2 Padang.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Risky Novita (2013)
ditemukan (57,8%) remaja yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang bahaya
rokok di SMA Negeri 2 Surakarta.
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari penglihatan dan
pendengaran.
Menurut peneliti bahaya rokok yang banyak diketahui remaja hanya secara
garis besarnya saja, tidak banyak remaja yang mengetahui dampak negatif yang
berkelanjutan tentang rokok tersebut. Banyak juga didapati remaja-remaja yang
mengetahui tentang bahaya rokok tersebut tetapi mereka masih saja merokok, dan
tidak menghiraukan bahaya tersebut. Responden pada penelitian ini mengetahui
bahwa bahaya rokok hanya dapat merusak kesehatan saja, seperti penyakit jantung
13
dan merusak paru-paru, sedangkan bahaya rokok yang berkelanjutan responden ini
tidak banyak yang mengetahuinya.
Hal ini terbukti dimana responden menjawab pertanyaan no 1 sampai dengan
pertanyaan no 10 dalam kuisioner yang berhubungan dengan bahaya rokok hanya
sebagian responden yang menjawab benar.
2. Sikap
Tabel .2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Sikap Remaja Terhadap Bahaya Rokok
No
Sikap
f
%
1
Positif
36
70,6
2
Negatif
15
29,4
51
100.0
Jumlah
Dari tabel. 2 diatas dapat dilihat bahwa dari 51 orang siswa-siswi terdapat 36
orang siswa-siswi (70,6%) yang memiliki sikap positif tehadap bahaya rokok di SMA
PGRI 2 Padang.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Risky Novita (2013)
ditemukan (80,7%) remaja yang memiliki sikap positif tentang bahaya rokok di SMA
Negeri 2 Surakarta.
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan salah satu kecendrungan
untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang
menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak terhadap objek tertentu,
dan sikap hanyalah sebagian dari prilaku manusia.
Dapat dilihat dari penelitian ini bahwa banyak siswa-siswi yang bersikap
positif karena siswa-siswi dapat menyadari bahwa rokok dapat berdampak negatif
bagi dirinya dan orang lain, sedangkan siswa-siswi yang memiliki sikap negatif hanya
beberapa, mungkin dikarenakan salah pergaulan, faktor lingkungan dan kurangnya
pengetahuan siswa-siswi tentang bahaya rokok.
Hal ini terbukti dari 51 orang responden yang menjawab pertanyaan kuisioner
terdapat pada kuisioner, pertanyaan no 11, pertanyaan no 12, kemudian diikuti
pertanyaan no 13.
3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Terhadap Bahaya
Rokok
14
No
Tabel. 3
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap
Remaja Terhadap Bahaya Rokok
Sikap
Tingkat
Positif
Negatif
pengetahuan
Total
n
%
n
%
f
%
1
Tinggi
23
76,7
7
23,3
30
100.0
2
Cukup
11
61,1
7
38,9
18
100.0
3
Rendah
2
66,7
1
33,3
3
100.0
Jumlah
36
70,6
15
29,4
51
100.0
Berdasarkan tabel. 3 dapat dilihat bahwa proposi siswa-siswi dengan tingkat
pengetahuan tinggi pada sikap positif (76,7%), dibandingkan dengan siswa-siswi yang
memiliki sikap negatif (23,3%).
Hasil uji chi-square dengan kemaknaan 95% di dapatkan nilai P = 0,513
(P=<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan terhadap sikap remaja tentang bahaya rokok di SMA PGRI
2 Padang.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Risky Novita (2013) ditemukan
tidak ada hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap remaja tentang bahaya rokok.
Hasil penelitian ini adanya hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan dan sikap remaja terhadap bahaya rokok, tingkat pengetahuan selalu
mempengaruhi sikap remaja tentang bahaya rokok tersebut, bisa saja sikap tersebut
dipengaruhi oleh teman sebaya, efek media masa dan lingkungan. Sikap merupakan
aprisiasi dari apa yang difikirkan, siswa-siswi yang memiliki tingkat pengetahuan
tinggi dan memiliki sikap negatif sering mengabaikan bahaya rokok tersebut karena
rasa ingin tahu yang tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
15
Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap
Remaja Tentang Bahya Rokok Di Kelas X SMA PGRI 2 Padang tahun 2014 yang
dilakukan tangga 28 mei 2014 di dapatkan hasil sebagai berikut :
1.
2.
3.
Bahwa dari 51 orang responden terdapat 30 orang (58,8%) responden memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi.
Bahwa dari 51 orang responden terdapat 36 orang (70,6%) responden memiliki
sikap yang positif.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap
remaja terhadap bahaya rokok pada sistem reproduksi.
Saran
1. Bagi Institusi Kebidanan
Diharapkan agar institusi kebidanan dapat memberikan dan mengaplikasikan
ilmu atau pengetahuan tentang bahaya rokok pada sistem reproduksi kepada
mahasiswa agar mahasiswa kebidanan mampu meningkatkan kualitasnya dalam
memberikan penyuluhan ke lapangan yang membahas tentang bahaya rokok di
sekolah-sekolah agar pengetahuan remaja tentang bahaya rokok pada sistem
reproduksi.
2. Bagi SMA PGRI 2 Padang
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, diharapkan sekolah dapat
meningkatkan kedisiplinan peraturan sekolah dikarenakan lingkungan sekolah yang
berada dikawasan pinggiran kota, kemudian memberikan atau mengenalkan
pengetahuan tentang bahaya rokok kepada siswa-siswi .
3. Bagi Peneliti Selanjutanya
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal oleh peneliti
selanjutnya dapat meneliti variabel-variabel lain yang berhubungan dengan bahaya
rokok.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S, 2006. “ Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik” Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Daju, S, Friska. 2013. “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Tentang
Bahaya Merokok Dengan Tindakan Pencegahannya Di Sekolah Menengah Pertama
(Smp) Islam Yapim Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Manado. Di unduh dari JURNAL-Friska-Daju-091511065-AKK.pdf.
Dayaksini, Tri, Salis Yuniardi, 2010. “Psikologi Lintas Dan Budaya” Malang,
Universitas Muhammadiah Malang.
DepKes, Poltekes. 2012. “Kesehatan Remaja Prolem Dan Solusinya” Jakarta :
Salemba Medika.
16
Erfandi, 2009. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan” Yogyakarta. Di
unduh dari http://forbetterhealth.pdf tanggal 10 Desember 2013.
Hidayat, Aziz Alimul. 2011. “Metode Penelitian Kebidanan Dan Tekhnik Analisis
Data”. Jakarta: salemba medika Jakarta.
Kurniawan, Teddy. 2012. “Pengaruh Paparan Iklan Dan Self-Efficacy Terhadap
Rpilaku Merokok Remaja”. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis. Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga. Di unduh dari.
http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/2611/T1_212008020_
Full Text.pdf. Tanggal 15 November 2013.
Kusmaran, Eny. 2011. “Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita”. Jakarta Selatan:
Salemba Medika Jakarta.
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, S.K.M., M.Com. H.,2005. “Promosi Kesehatan
Teori Dan Aplikasi” Jakarta: Salemba Medika Jakarta.
2007. “Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku” Jakarta : Rineka Cipta
2010. “Metodologi Penelitian Kesehatan” Jakarta : Rineka Cipta
2012. “Metodologi Penelitian Kesehatan”. Jakarta: Salemba Medika Jakarta.
Prasetya, Dwi, Lukyta. 2012. “Pengaruh Negatif Rokok bagi Kesehatan di Kalangan
Remaja”. Universitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan
Luar Sekolah. Di unduh dari
http://2Fimadiklus/lukyta/Pengaruh/Negatif/Rokok/bagi/Kesehatan/di/Kalangan/Rem
aja.pdf. Tanggal 21 November 2013.
RI, DepKes, 2004. “Kawasan Tanpa Rokok” Jakarta.
2009. “Peringatan Kesehatan Akan Bahaya Rokok” Jakarta : Salemba Medika.
Riskesdas, 2011. “Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan” Padang,
Sumatera Barat.
Tjokronegoro, 2008. “Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran” Jakarta : Komisi
Pengembangan Dan Riset, Perpustakaan UI (Universitas Indonesia).
Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan
Kunjungan Ibu Hamil di Kelurahan Bungus Barat
Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang
17
Tahun 2014
Oleh
Ezzy Oktarina, S. ST
ABSTRAK
Departemen kesehatan RI pada tahun 2004 melaporkan bahwa wanita hamil
yang mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan selama kurun kehamilan adalah yang
berkunjung sekali sebanyak 49% dan yang berkunjung empat kali hanya 34%.
Indikator pemantauan teknis diantaranya yaitu cakupan Kunjungan Pertama (K1) dan
Kunjungan 4 (K4). Pada tahun 2013 pencapaia K1 = 98,6 %, K4 = 92,2 %. Dari 22
Puskesmas yang ada di Kota Padang, Puskesmas Bungus menempati sasaran ibu
hamil terbanyak dan cakupan kunjungan kehamilan yang terendah yaitu pada K4
yaitu 76,7%. Tujuan penelitian adalah mengetahui Hubungan Peran Tenaga
Kesehatan Dengan Kelengkapan Kunjungan Ibu Hamil di Kelurahan Bungus Barat
Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014.
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional study. Penelitian
ini dilakukan pada bulan November 2013 sampai Mei 2014. Populasi pada penelitian
ini adalah seluruh ibu nifas sebanyak 121 orang, dengan sampel sebanyak 55 orang,
dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuinsioner,
selanjutnya data dianalisa menggunakan analisa statistik chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 55 ibu, terdapat 52,7% ibu hamil
mendapatkan peran tenaga kesehatan yang kurang baik, 72,7% ibu hamil yang
lengkap dalam kunjungan ibu hamil. Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga
kesehatan dengan kelengkapan kunjungan ibu hamil.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan
kunjungan ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Untuk itu diharapkan bagi
setiap tenaga kesehatan agar dapat memberikan dukungan kepada ibu hamil, agar ibu
hamil memiliki keinginan yang baik untuk memeriksakan kehamilannya pada tenaga
kesehatan secara teratur.
Daftar Bacaan
: 29 (2006-2013)
PENDAHULUAN
18
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting dalam
menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi
mewujudkan hidup yang sehat. Pasal 47 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan dalam
bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kegiatan
(Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).
Kunjungan Antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu
dan bayi perlu dilakukan minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai
berikut : kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, kehamilan
trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester ketiga
(28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan (Salmah, 2009).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457 /Menkes/ SK/ X/
2003 tentang standar pelayanan kesehatan minimal dibidang kesehatan di kabupaten
atau kota khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan target tahun 2010 yaitu
berupa cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4. K1 yaitu kunjungan ibu hamil yang
pertama kali pada masa kehamilan. Cakupan Kl di bawah 70% (dibandingkan jumlah
sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan keterjangkauan
pelayanan antenatal yang rendah, yang mungkin disebabkan oleh pola pelayanan yang
belum cukup aktif. Rendahnya K1 menunjukkan bahwa akses petugas kepada ibu
masih perlu ditingkatkan.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa ibu hamil kurang
termotivasi dalam melakukan Antenatal Care secara teratur dan tepat waktu antara
lain: kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care, kesibukan, tingkat
sosial ekonomi yang rendah, dukungan suami yang kurang, kurangnya kemudahan
untuk pelayanan maternal, asuhan medik yang kurang baik, kurangnya tenaga terlatih
dan obat-obat penyelamat jiwa (Sarwono, 2005).
PWS KIA bertujuan untuk memantau secara berkesinambungan pelayanan
kesehatan ibu hamil, dari mulai Antenatal Care (ANC) sampai persalinannya serta
kesehatan anaknya. Target pencapaian program untuk K1 = 95 % dan K4 = 92 %.
Pencapaian K1, K4, Kunjungan Neonatus (KN), dan Persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan (PN) sudah mencapai target, dan mengalami trend peningkatan sejak
tahun 2008. Pada tahun 2008 capaian K1 dan K4 sudah melebihi target, yaitu K1 =
97.9% dan K4 = 88%. Dan pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi K1= 99,3% dan
K4 = 89,3%, kemudian tahun 2010 pencapaian K1 mengalami penurunan menjadi
94,8% dan K4= 90,3%. Dan tahun 2011 K1 = 99,8 % dan K4 = 94,0 % dan tahun
2012 pencapaia K1 = 98,6 %, K4 = 92,2 % (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2012).
Berdasarkan data yang diperolah dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun
2012, bahwa dapat dilihat dari cakupan ibu hamil dari 22 Puskesmas yang ada di Kota
Padang, Puskesmas Bungus menempati sasaran ibu hamil terbanyak dan cakupan
kunjungan kehamilan yang terendah yaitu pada K4 yaitu 76,7%. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Puskesmas Bungus Padang tahun 2013 pada bulan Agustus,
19
bahwa kunjungan kehamilan mencapai 305 (55,5%) data total keseluruhan ibu hamil
yang melakukan kunjungan kehamilan ke tenaga kesehatan.
Menurut survey awal yang dilakukan pada bulan September 2013, mereka
memeriksakan kehamilan jika merasa mual dan muntah yang sangat mengganggu atau
jika ada keluhan saja, terkadang mereka datang dengan usia kehamilan yang cukup
tinggi. Hal ini di sebabkan karena kurangnya informasi yang mereka peroleh dari
tenaga kesehatan, dari 10 ibu yang diwawancarai, hanya 3 ibu yang melakukan
kunjungan secara teratur, dan 7 ibu lainnya, hanya mengunjungi pelayanan kesehatan
jika ada keluhan saja.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti melakukan penelitian tentang
“Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan Kunjungan Ibu Hamil di
Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014”.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah Analitik yaitu penelitian yang
bertujuan untuk memperoleh penjelasan dan menggali bagaimana dan mengapa suatu
fenomena terjadi. Penelitian ini menggunakan Desain Cross Sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan faktor efek
dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat,
tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja (Elmiyasna, dkk, 2011).
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah sasaran
ibu nifas yang ada di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus
Padang pada bulan Juli sampai September 2013 sebanyak 121 kunjungan.
Berdasarkan jumlah populasi yang ada, maka didapatkan jumlah sampel
sebanyak 55 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random
Sampling yaitu dengan cara acak sederhana, yaitu pengambilan sampel dengan cara
membuat undian. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bersedia menjadi responden
b. Dapat berkomunikasi dengan baik
c. Berada dan berdomisili di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja
Puskesmas Bungus
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
20
1. Peran Tenaga Kesehatan
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Tenaga Kesehatan di
Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus
Padang Tahun 2014
Peran Tenaga Kesehatan
f
%
Kurang Baik
Baik
Jumlah
29
26
55
52.7
47.3
100
Dari tabel. 1 dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (52,7%) responden
mendapatkan peran tenaga kesehatan yang kurang baik di Kelurahan Bungus Barat
Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014.
Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rani (2011) yang
melakukan penelitian tentang hubungan peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan
ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, dengan hasil penelitian yang
diperoleh adalah lebih dari separoh (54,6%) responden memiliki dukungan dari
tenaga kesehatan.
Peran berarti laku, bertindak. Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran
ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
di masyarakat (Harahap, dkk, 2007). Peran adalah suatu yang diharapkan dari
seseorang dalam situasi sosial tertentu agar memenuhi harapan. Peran petugas
kesehatan adalah suatu kegiatan yang diharapkan dari seorang petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat (Setiadi, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti memiliki asumsi bahwa
peran tenaga kesehatan adalah dimana tenaga kesehatan adalah seseorang yang dapat
memberikan informasi yang lebih jelas tentang kesehatan, dan dengan informasi yang
mereka berikan, maka klien dapat mengerti dan memahami informasi yang diberikan
petugas kesehatan dalam mengambil sikap dan tindakan yang akan mereka ambil,
dalam hal ini tindakan dalam melakukan kunjungan kehamilan, jika tenaga kesehatan
dapat menjelaskan serta memberikan informasi tentang pentingnya melakukan
pemeriksaan kehamilan, maka ibu hamil akan bergiat dan bersemangat untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan dengan teratur.
2. Kunjungan Ibu Hamil
21
Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelengkapan Kunjungan Ibu
Hamil Di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus
Padang Tahun 2014
Kelengkapan Kunjungan
f
%
Tidak Lengkap
Lengkap
Jumlah
15
40
55
27.3
72.7
100
Dari tabel. 2 dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (72,7%) responden yang
lengkap dalam kunjungan ibu hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja
Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi
(2011) yang melakukan penelitian tentang hubungan peran tenaga kesehatan dengan
kelengkapan kunjungan kehamilan, dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah
lebih dari separoh (56,4%) responden melakukan kunjungan kehamilan dengan
lengkap.
Menurut Manuaba (2009), Antenatal Care (ANC) adalah pengawasan sebelum
persalinan terutama untuk ditujukan pada pertumbuhan janin dalam rahim Antenatal
Care adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan
ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya
dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya
hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti memiliki asumsi bahwa
kunjungan kehamilan dapat dilakukan di tempat pelayanan kesehatan yang
menyediakan pemeriksaan kehamilan, seperti Bidan atau dokter spesialis yang
menangani kandungan, dalam hal ini ibu hamil yang mengunjungi kehamilan. Pada
penelitian ini kunjungan kehamilan sudah lengkap, hal ini dipengaruhi oleh keinginan
ibu hamil yang sanga ttinggi dalam mengunjungi pelayanan kesehatan untuk
memeriksakan kehamilan.
3. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan Kunjungan
22
Tabel. 3
Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan Kunjungan Ibu Hamil
di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja
Puskesmas Bungus Padang
Tahun 2014
Peran
Tenaga
Kesehata
n
Kurang Baik
Baik
Jumlah
P = 0,720
9
6
15
Kelengkapan Kunjungan
Kehamilan
Tidak
Lengkap
Lengkap
f
%
f
%
31
20
69
29
23,1
20
76,9
26
27,3
40
72,7
55
f
%
100
100
100
Pada tabel. 3 terlihat bahwa dari 29 responden proporsi peran tenaga kesehatan
yang kurang baik lebih banyak di temukan pada kunjungan kehamilan yang lengkap
(69%) daripada kunjungan kehamilan yang tidak lengkap (31%). Hasil uji statistik
menggunakan uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,720 (p > 0,05) artinya tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan
kunjungan ibu hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus
Padang Tahun 2014.
Hasil uji statistik menggunakan uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,720 (p >
0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan
dengan kelengkapan kunjungan ibu hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja
Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Andini
(2011) yang melakukan penelitian tentang hubungan peran tenaga kesehatan dengan
kelengkapan kunjungan kehamilan, dengan ahsil yang diperoleh adalah tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan
kunjungan kehamilan, dengan nilai p=0,002.
Kunjungan Antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu
dan bayi perlu dilakukan minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai
berikut : kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, kehamilan
trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester ketiga
(28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan (Salmah, 2009).
Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional
untuk mendapatkan pelayanan Antenatal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan.
Istilah kunjungan disini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik
diposyandu, pondok bersalin desa,kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak
memberikan pelayanan Antenatal Care (ANC) sesuai dengan standar dapat dianggap
sebagai kunjungan ibu hamil (Sunarsih, 2010).
23
Menurut Pohan (2013), menyebutkan bahwa suatu fenomena yang
menggambarkan kurangnya peran petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan
kesehatan, yaitu masih mebedakan derajat sesorang, sehingga apa yang disebut
dengan mutu pelayana kesehatan tidak dapat perpenuhi dengan mestinya. Disisi lain
untuk menjalankan peran tenaga kesehatan dewasa ini sangat membutuhkan peran
tenaga kesehatan itu sendiri, khusunya padapenalayanan kebidanan. Selain itu
kurangnya peran tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan tenaga kesehatan
merupakan penyebab masalah dalam pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti memiliki asumsi bahwa
peran tenaga kesehatan sebenarnya memiliki fungsi yang baik, untuk memberikan
motivasi kepada ibu hamil dalam melakukan kunjungan kehamilan. Tetapi pada
penelitian ini memiliki hasil yang berbeda, yaitu hasil penelitian yang diperoleh
adalah tidak ada hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan kunjungan
kehamilan, karena masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi kunjungan
kehamilan, seperti, keinginan ibu yang benar-benar ingin memeriksakan
kehamilannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian yang diperoleh dari 55 ibu dapat disimpulkan:
1. Lebih dari separoh (52,7%) ibu mendapatkan peran tenaga kesehatan yang
kurang baik.
2. Lebih dari separoh (72,7%) ibu yang lengkap dalam kunjungan kehamilan.
3. Tidak ada hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara peran tenaga kesehatan
dengan kelengkapan kunjungan ibu hamil.
Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang bisa
disampaikan oleh peneliti yaitu:
1. Bagi Peneliti
Penelitian yang dilakukan diharapkan akan menambah pengetahuan dan
pengalaman dalam memberikan pelayanan serta dapat menerapakan ilmu dari
perkuliahan metode penelitian yang didapat di Akademi Kebidanan Puteri Andalas
Padang.
2. Bagi Responden
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan ibu hamil tentang
pemeriksaan kehamilan pada waktu nya dan ibu hamil juga dapat mengetahui manfaat
dari pemeriksaan kehamilan.
3. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas dalam
pengambilan data tentang kunjungan kehamilan pada pelayanan kesehatan dan
24
menambah wawasan tenaga kesehatan tentang standar pelayanan Antenatal Care
sehingga dapat memberikan memotivasi pada ibu hamil untuk melakukan kunjungan
antenatal care ke tenaga kesehatan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khusus untuk dapat
menambah informasi dan referensi perpustakaan tentang peran tenaga kesehatan pada
kelengkapan kunjungan pada ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Chandra Yoga. 2009. Manajemen AdministrasiRumah Sakit. Jakarta:
PenerbitUniversitas Indonesia (UI-Press).
Andini, 2011. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan Dengan Kelengkapan Kunjungan
Kehamilan
Bobak , L. 2009. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Hasibuan, Malayu S. P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Huber, D. 2006. Leadership and Nursing Care Management. 2nd edition.
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Harahap, dkk. 2007. Kamus besar bahasa Indonesia. Bandung: Balai Pustaka.
Jonirasmanto. 2009. Mutu pelayanan rumah sakit.
Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC
Makhfudli., & Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas : teori dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Mufdlilah, 2010. Pola Makan dan Gaya Hidup Sehat Selama Kehamilan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Muninjaya. 2009. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku. Kedokteran EGC
Nadesul, Handrawan, 2006. Sehat Itu Murah. Jakarta PT. Kompas Media Nusantara
Notoatmodjo.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta: PT Rineka. Cipta
Notoatmodjo.2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT
Rineka.Cipta
Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2012
Prawirohardjo, 2010. Ilmu kebidanan. Jakara : Bina pustaka Jawetz
25
Pohan. 2013. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC
Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Rahmi. 2011. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan Dengan Kelengkapan Kunjungan
Kehamilan
Rani. 2011. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan Dengan Kelengkapan Ibu Hamil
Dalam Melakukan Pemeriksaan Kehamilan
Salmah. 2009. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC.
Saifuddin. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina
Pustaka.
Sabarguna Mars. 2006. Sistem Anggaran Operasional Rumah Sakit. Penerbit:
Konsorsium. Yogyakarta.
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Setiadi. 2008. Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta
Simamora. 2013. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC
Sunarsih. 2010. Dan Vivian. 2010. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta
HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KEJADIAN ATONIA UTERI DI
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012
26
Oleh
Sandra Ilona
ABSTRAK
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Faktor penyebab kejadian atonia
uteri adalah Usia, Paritas, Bayi besar, Persalinan lama, Kehamilan kembar (Gamelli),
General Anastesia, Infeksi, dan Poli Hidranion. RSUP.Dr. M. DJamil Padang
merupakan rumah sakit rujukan di daerah Sumatera Barat yang banyak menangani
kasus-kasus perdarahan post partum yang salah satu penyebab terbesar adalah atonia
uteri. Dimana pada tahun 2009 (2,7%), 2010 (3,2%) dan 2011 (3,7%) atonia uteri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia ibu dengan kejadian
atonia uteri di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012.
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan case
control. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan atonia uteri
sebanyak 53 orang 3,7% kasus dari 1462 ibu bersalin di Rumah Sakit RSUP.M.
Djamil pada bulan Juli 2012. Teknik pengambilan sampel secara sistematik random
sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan format isian data pada
bulan Juni tahun 2012. Analisa data ditampilkan pada tabel distribusi frekuensi
dengan uji chi square.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Lebih dari separoh (52,8%) ibu post
partum memiliki usia ibu beresiko. Separoh (50,0%) ibu post partum memiliki
memiliki kejadian uterus tidak berkontraksi dengan adekuat. Ada hubungan yang
bermakna antara usia ibu dengan kejadin uterus tidak berkontraksi dengan adekuat di
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012.
Di harapkan bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan pada ibuibu tentang faktor-faktor yang menyebabkan atonia uteri. Di sarankan bagi peneliti
selanjutnya untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan atonia uteri.
KEPUSTAKAAN : 16 (2001 – 2011)
PENDAHULUAN
27
Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh
rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang rentan yaitu:
ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta janin atau bayi pada masa perinatal. Hal ini
ditandai dengan tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia yaitu: 307 per
100.000 kelahiran hidup, (SDKI 2002), penyebab kematian langsung ibu adalah
pendarahan (40%-60%), hipertensi dalam kehamilan (20%-30%), dan infeksi nifas
(20%-30%). (INDK.KR, THPIEG, PRIME, Pelatihan Asuhan dasar, 2000) .
Dalam rencana starategi nasional Making Pregnancy Safe (MPS). Di
Indonesia 2001-2010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana dalam pembangunan
kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, Visi MPS adalah “Kehamilan dan Persalinan
di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan dengan sehat”
(Saifuddin dkk, 2002) .
Perdarahan masih merupakan salah satu sebab dari tiga penyebab utama
kesakitan dan kematian maternal di Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Pendarahan post partum merupakan salah satunya adalah atonia uteri (75% – 80%),
(Nugroho, 2001) . Angka kejadian perdarahan post partum karena atonia uteri yang
tercatat di rekam medik instalasi kebidanan Rumah Sakit X>X berdasarkan klasifikasi
menurut diagnosis obstetri periode Januari 1998 – Desember 1998, terdapat (0,17%)
dari 1673 persalinan dan pada tahun 1999 (0,43%) dari 1162 persalinan. Dan pada
tahun 2005 terjadi peningkatan kasus atonia uteri sebesar (1,35%).
Faktor-faktor predisposisi yang berperan terhadap terjadinya perdarahan yang
mengakibatkan atonia uteri, seperti umur dan persalinan tindakan. Adapun faktor
resiko umur adalah umur yang lebih dari 35 tahun dan umur yang kurang dari 20
tahun termasuk komplikasi resiko pada kehamilan dan persalinan, yang kemungkinan
besar akan terjadi perdarahan diakibatkan karena atonia uteri. Selain itu faktor
predisposisi yang mendukung adalah persalinan tindakan seperti ekstraksi vakum dan
ektraksi forsep bisa menyebabkan perdarahan diakibatkan karena atonia uteri dimana
uterus tidak berkontraksi secara normal sehingga uterus menjadi lunak dan pembuluh
darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar.
Atonia uteri bisa juga terjadi karena penatalaksanaan yang salah pada kala III,
mencoba mempercepat kala tiga dengan mendorong dan memijat uterus sehingga
mengganggu mekanisme fisiologi pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan
pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan perdarahan, perdarahan yang terusmenerus yang tidak mendapat penanganan cepat akan menyebabkan syok dan
kematian. Oleh karena itu sangatlah penting bagi penolong persalinan untuk
mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang
mungkin terjadi selama proses persalinan.
Salah satu usaha untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan
memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu, bidan yang tugas pokoknya membantu
menyelamatkan nyawa ibu harus memiliki kemampuan professional, baik secara
akademik maupun teknis, untuk mengantisipasi tugas bidan yang semakin komplek
dan meningkatkan profesionalismenya dalam menghadapi tuntutan masyarakat serta
perkembangan dan teknologi dalam bidang kesehatan khususnya kebidanan, yang
lulusannya diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih berkualitas dan
professional.
28
Berdasarkan uraian diatas karena masih tingginya angka kejadian Atonia Uteri
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara
Umur Dengan Kejadian Atonia Uteri Di RSUP dr. M. Jamil Padanag Tahun 2012”
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah Analitik yaitu penelitian yang
bertujuan untuk memperoleh penjelasan dan menggali bagaimana dan mengapa suatu
fenomena terjadi. Penelitian ini menggunakan Desain Cross Sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan faktor efek
dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat,
tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja (Elmiyasna, dkk, 2011).
Teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling yaitu
dengan cara acak sederhana, yaitu pengambilan sampel dengan cara membuat undian.
Kriteria sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bersedia menjadi responden
b. Dapat berkomunikasi dengan baik
c. Berada pada saat penelitian
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Usia
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Ibu
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012
No
Usia Ibu
f
%
1.
Berisiko
56
52,8
2.
Tidak Berisiko
50
47,2
106
100
Jumlah
Berdasarkan tabel. 1 dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (52,8%) memiliki
usia ibu berisiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Asmaryani (2010) bahwa
terdapat (8,2%) dengan usia ibu berisiko terhadap atonia uteri di Rumah Sakit. Dr.
Pringadi Medan.
29
Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Usia
aman bagi seorang wanita untuk hamil dan persalinan adalah 20-30 tahun
(Prawiroharjo.S, 2002). Wanita yang melahirkan anak pada usia di bawah 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia di
bawah 20 tahun fungsi reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan di atas 35 tahun fungsi reproduksi wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan
pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada perdarahan
pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun (Prawirohardjo, 2002).
Peneliti juga berpendapat bahwa dengan ditemukannya sebagian besar ibu
bersalin dengan umur berisiko sebanyak (52,8%). Hal ini menunjukkan bahwa usia
dibawah 20 tahun 2 – 5 kali lebih tinggi terjadi atonia uteri.
2. Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian Atonia Uteri di RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Tabel. 2
Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian Atonia Uteri
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012
USIA IBU
KEJADIAN ATONIA UTERI
YA
TIDAK
(KONTROL)
(KONTROL)
JUMLAH
f
%
f
%
f
%
Beresiko
40
75,4
16
30,2
56
52,8
Tidak Beresiko
13
24,6
37
69,8
50
47,2
Jumlah
53
100
53
100
106
100
p = 0,000
Berdasarkan tabel. 2 dapat dilihat dari 53 orang kasus kejadian atonia uteri
ternyata usia berisiko lebih besar megalami atonia uteri 75,5% dibandingkan usia ibu
yang tidak berisiko terdapat 24,5%.
Setelah dilakukan uji statistik dengan uji chi square didapatkan p value < 0,05
(p=0,000) ini berarti ada hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan kejadian
uterus tidak berkontraksi dengan adekuat di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012.
30
Dari nilai odds ratio diperoleh OR sebesar 3,018 dapat diartikan bahwa ibu
dengan usia berisiko memiliki peluang 3 kali lebih besar untuk mengalami atonia uteri
dibandingkan usia ibu tidak beresiko.
Kegagalan uterus untuk berkontraksi maksimal setelah proses keluarnya janin
dan plasenta sehingga mengakibatkan perdarahan di uterus yang hebat (Hariyanto,
2002). Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002). Atonia Uteri dapat disebabkan oleh:
Paritas (Multiparitas), Umur yang terlalu tua dan terlalu muda, Over distensi Uterus
(Makrosomia, amelli, dan Polyhidramnion), General anastesia, Persalinan lama,
Infeksi. (Dian .I, 2008) Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala
III persalinan, dengan memijat dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan
plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Kegagalan uterus untuk berkontraksi maksimal setelah proses keluarnya janin
dan plasenta sehingga mengakibatkan perdarahan di uterus yang hebat (Hariyanto,
2002). Berdasarkan hasil penelitian atonia uteri cenderung terjadi pada usia berisiko
yaitu pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun karena pada usia ini
diharapkan tidak terjadi kehamilan sehingga dituntut, kesadaran ibu dan partisipasi
aktif ibu untuk ber KB.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Lebih dari separoh (52,8%) ibu post partum memiliki usia ibu beresiko di RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2012.
2. Ada hubungan yang bermakna usia ibu dengan kejadian atonia uteri di RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2012
SARAN
1. Bagi RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Diharapkan pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan
informasi kepada pasangan usia subur untuk mengalami kehamilan pada usia 20 –
35 tahun dan di anjurkan untuk memakai alat kontrasepsi KB.
2. Bagi Pendidikan
Diharapkan agar dapat digunakan sebagai bahan masukan kepustakaan untuk
menambah wawasan mahasiswi tentang topik yang diteliti.
3. Penelitian Selanjutnya
Di sarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan atonia uteri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Nasur, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Numed
Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian, Rineka Cipta
31
Buku Acuan JPNK. KR, 2007. Asuhan Persalinan Normal
Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar, 2008. Profil Kesehatan Padang
Hakim, Muhammad, 1996. Ilmu Kebidanan Fisiologis dan Patologis Persalinan,
Jakarta
http://www.google.com, diakses 05 Maret 2010
http://gandus-gandus.blogspot.com, diakses 05 Maret 2010
Mansyur, Arif, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta
Miratu, 2009. Hubungan Usia Dengan Paritas Ibu Bersalin Dengan Kejadian
Pendarahan Post Partum di RSUP Dr. M. Djamil Padang, KTI Dharma Lanbouw
Mochtar, Rustam, 1998. Synopsis Obstetric, Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Rineka Cipta
Prawihardjo, Sarwono, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Jakarta
, 2002. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Pringadi, 2010. Karakteristik Ibu Dengan Kasus Atonia Uteri, Jakarta
Putranto, 2005. Synopsis Obstetrik, Jakarta
Saifuddin, 2002. Buku Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta :
PKKR-POGI bekerja sama dengan YBPS.
32
HUBUNGAN PELATIHAN APN, KEBIJAKAN TERTULIS TENTANG
APN DAN SUPERVISI ORGANISASI IBI DENGAN PELAKSANAAN
STANDAR ASUHAN PERSALINAN NORMAL OLEH BIDAN DI
PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA PADANG TAHUN 2013
Oleh
Sukmayenti,S.KM, M.Kes
ABSTRAK
Standar Asuhan Persalinan Normal (APN) merupakan bagian dari Standar
Pelayanan / Asuhan Kebidanan, sehingga sangat penting untuk diketahui dan
dilaksanakan oleh tenaga bidan yang hendak membantu persalinan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan pelatihan APN, kebijakan tertulis tentang APN
(SOP/Protap) dan supervisi organisasi IBI dengan pelaksanaan standar Asuhan
Persalinan Normal (APN) oleh bidan di puskesmas rawat inap Kota Padang.
Desain penelitian adalah cross sectional study, dilaksanakan bulan Juli
sampai November 2013 dengan jumlah sampel 50 orang (Proportional Random
Sampling). Data didapat dengan menggunakan kuesioner dan ceklist. Analisa data
dengan univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil analisis univariat menggambarkan
bahwa 40% pelaksanaan Standar APN dalam kategori rendah, 78% responden belum
pernah ikut pelatihan APN, 32% responden tidak memiliki kebijakan tertulis tentang
APN (SOP/Protap) ditempat kerja, 50% responden belum pernah mendapat supervisi
dari organisasi IBI.
Hasil analisis bivariat menunjukan ada hubungan bermakna antara pelatihan
APN dan supervisi organisasi IBI dengan pelaksanaan Standar APN, dan tidak ada
hubungan bermakna antara kebijakan tertulis tentang APN dengan pelaksanaan
Standar APN. Hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor dominan yang
berhubungan dengan pelaksanaan Standar APN adalah pelatihan APN.
Kesimpulannya kurang dari separoh pelaksanaan Standar APN di Kota Padang
dengan kategori rendah, dan faktor dominan yang berhubungan dengan pelaksanaan
Standar APN adalah pelatihan APN. Diharapkan kerjasama organisasi IBI dan Dinas
Kesehatan dalam menyelenggarakan pelatihan APN sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan pelaksanaan Standar APN.
33
PENDAHULUAN
Kebijakan Kementrian Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan
angka kematian baik pada ibu maupun pada bayi, pada dasarnya mengacu pada
intervensi strategis “Tujuh Pilar Safe Motherhood (Seven Pilars of Safe
Motherhood)”, salah satunya adalah “Persalinan Bersih dan Aman”. Dalam hal ini
tenaga kesehatan diharapkan mampu mengenali secara dini gejala dan tanda
komplikasi persalinan serta mampu mengidentifikasi dan melakukan penatalaksanaan
dasar terhadap gejala dan tanda tersebut. Untuk melaksanakan hal di atas, diperlukan
Standar Pelayanan Kebidanan sebagai pedoman bagi bidan di Indonesia dalam
melaksanakan tugas, peran dan fungsinya
sesuai dengan kompetensi dan
kewenangan yang diberikan. Standar ini dilaksanakan oleh bidan di setiap tingkat
pelayanan kesehatan baik di Rumah Sakit, Puskesmas maupun tatanan pelayanan
kesehatan lain di masyarakat.
Standar Asuhan Persalinan Normal (APN) merupakan bagian dari Standar
Pelayanan / Asuhan Kebidanan, sehingga sangat penting untuk diketahui dan
dilaksanakan oleh tenaga bidan yang hendak membantu persalinan. Dengan standar
para bidan mengetahui kinerja apa yang diharapkan dari mereka, apa yang harus
dilakukan, serta kompetensi apa yang diperlukan.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah observasional dengan desain Cross sectional Study. Lokasi
penelitian di Puskesmas rawat inap Kota Padang (6 Puskesma) dan dilaksanakan pada
bulan Juli sampai November 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh bidan yang
bertugas di Puskesmas rawat inap Kota Padang yaitu sebanyak 64 orang. Teknik
pengambilan sampel dengan cara proporsional random sampling. Besar sampel
ditentukan dengan estimasi presisi tingkat kesalahan 10% dan tingkat kepercayaan
95%, maka jumlah sampel didapatkan sebanyak 50 orang dan di proporsikan pada 6
Puskesmas. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan
ceklist. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data variabel independen,
sedangkan ceklist digunakan untuk mengumpulkan data variabel dependen. Instrumen
kuesioner merupakan instrumen yang telah dilakukan uji validitas (validitas konstruk)
dan realibilitas oleh peneliti sebelumnya (Ratifah, 2008), dan telah digunakan dalam
penelitiannya. Instrument ceklist merupakan instrumen yang telah standar dipakai
diseluruh Indonesia, sehingga kedua instrument ini tidak perlu lagi dilakukan uji
validitas dan reabilitas.
34
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
No
Umur
(tahun)
1
< 25
2
25 – 30
3
31 – 36
4
37 – 42
5
>42
Jumlah
Tabel 1.
Karakteristik Responden Menurut Umur
f
%
Rata-rata ± SD Minimal
25
6
3
7
9
50
50
12
6
14
18
100
30,74
22
Maksimal
50
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa 50 % responden berumur < 25 tahun.
Rata – rata umur responden adalah 30,74 tahun, umur minimal 22 tahun dan umur
maksimal 50 tahun.
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat lahir sampai berulang
tahun. Menurut Dessler (2004) usia produktif adalah 25-30 tahun yang pada usia ini
seseorang sedang memilih pekerjaaan yang sesuai dengan karir individu tersebut.
Usia 30-40 tahun merupakan saat seseorang memantapkan pilihan karir untuk
mencapai tujuan dan puncak karir dicapai pada usia 40 tahun. Umur merupakan salah
satu faktor personal yang mempengaruhi produktivitas kerja. Umur berkaitan erat
dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan. Kedewasaan adalah tingkat
kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis.
Umumnya kinerja personil meningkat sejalan dengan peningkatan usia.
Kondisi umur responden tentunya akan berkaitan juga dengan pengalamannya
dalam menjalankan profesinya sebagai bidan. Menurut Sastrohadiwiryo (2002)
semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak pengalaman yang dimilikinya,
sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit pengalaman yang
diperolehnya. Pengalaman bekerja banyak memberikan keahlian dan ketrampilan
kerja.
Bidan yang pengalaman menjadi salah satu faktor yang akan mendukung
terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu. Menurut Azwar (1996) unsur proses
(process) yaitu semua tindakan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan merupakan
salah satu unsur yang sangat berperan menentukan berhasil atau tidaknya program
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Tindakan tersebut secara umum
dibedakan atas dua macam yakni tindakan medis (medical procedures) dan tindakan
non medis (non medical procedures).
No
1
2
3
Tabel 2.
Karakteristik Responden Menurut Status Kepegawaian
Status Kepegawaian
f
%
Tenaga Sukarela
25
50
PTT
3
6
PNS
22
44
Jumlah
50
100
35
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa 50% responden status kepegawaiannya
adalah Tenaga Sukarela. Status kepegawaian akan berpengaruh terhadap timbulnya
rasa tanggung jawab dengan pekerjaan yang diemban. Bidan yang berstatus PNS
cendrung mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan karena PNS punya ikatan dengan pemerintah untuk melaksanakan
pembangunan dibidang kesehatan. Sementara tenaga kerja sukarela sering merasa
masih bebas tanpa ada ikatan yang akan mengikat dalam melakukan suatu pekerjaan,
sehingga status kepegawaian bisa saja mempengaruhi bidan dalam pelaksanaan
standar APN.
Deskripsi Variabel penelitian
Pelaksanaan Standar APN
60% 40%
Rendah
Tinggi
Gambar 3.
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelaksanaan Standar APN oleh Bidan
di Puskesmas Rawat Inap Kota Padang Tahun 2013
Pada gambar 3. diketahui bahwa kurang dari separoh responden pelaksanaan
standar APN dalam kategori rendah ( 40% ). Standar dalam Pertolongan Persalinan
terdiri dari 4 Standar yaitu Standar 9 sampai dengan Standar 12. Standar 9 adalah
asuhan saat persalinan, standar 10 adalah persalinan yang aman, standar 11 adalah
pengeluaran placenta dengan penegangan tali pusat terkendali, dan standar 12 adalah
penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi.
Pertolongan sesuai APN didasarkan pada pertolongan persalinan dengan
mengusahakan cara paling fisiologis pada ibu hamil normal dan dikondisikan pada
pertolongan bidan secara mandiri. Pertolongan APN dapat menimbulkan hasil akhir
yaitu berupa kepuasan pasien dan kondisi sejahtera pada ibu dan bayi yang secara tak
langsung sangat membantu dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
anak.
36
Pelatihan APN
22%
78%
Pernah
Tidak Pernah
Gambar 4.
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelatihan APN oleh Bidan di
Puskesmas Rawat Inap Kota Padang Tahun 2013
Pada gambar 4. diketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah ikut
pelatihan APN ( 78% ). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa diperlukannya
perhatian pemerintah terhadap peningkatan pelayanan kesehatan kearah yang semakin
baik dengan mengadakan berbagai pelatihan terutama pelatihan APN, begitu juga
peran organisasi profesi IBI juga tidak kalah pentingnya dalam mendorong dan
mengarahkan para bidan untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam
memberikan pelayanan kesehatan dengan mengikuti berbagai pelatihan terutama
pelatihan APN.
Simamora, mengemukakan bahwa pelatihan atau training dimaksudkan untuk
memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan dan tehnis pekerjaan tertentu. Jenis
pelatihan atau training yang pernah diikuti seseorang yang berhubungan dengan
bidang kerjanya akan dapat mempengaruhi ketrampilan dan mental serta akan
meningkatkan kepercayaannya pada kemampuan diri. Hal ini tentu akan berpengaruh
positif tehadap kinerja dari karyawan yang bersangkutan. Para pegawai harus di didik
secara sistematis jika mereka akan melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Kebijakan Tertulis
68%
32%
Tidak ada
Ada
Gambar 5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kebijakan
Tertulis di Puskesmas Rawat Inap Kota Padang Tahun 2013
Pada gambar 5. diketahui bahwa kurang dari separoh responden menyatakan
tidak ada kebijakan tertulis tentang APN ditempat kerjanya ( 32% ). Kebijakan dan
prosedur pelayanan dijelaskan pada standar pelayanan kebidanan ( SPK ) yaitu pada
standar V bahwa suatu pelayanan yang diberikan disuatu institusi harus ada kebijakan
tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disahkan oleh
pimpinan ( DepKes RI, 2008). Kebijakan tertulis tersebut dapat dijadikan pedoman
dalam melaksanakan suatu pekerjaan oleh bidan ditempat kerjanya.
37
Dalam rangka mencapai program sayang ibu dan sayang bayi, maka semua
provider rumah sakit dan fasilitas bersalin harus memiliki kebijakan tertulis tentang
APN yang disahkan oleh pimpinan dan dikomunikasikan kepada semua staf tenaga
kesehatan yang akan terlibat dalam pertolongan persalinan. Kebijakan tertulis berupa
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) atau Prosedur tetap ( Protap). (DepKes RI,
2008)
Supervisi Organisasi IBI
50% 50%
Tidak pernah
Pernah
Gambar 6.
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Supervisi Organisasi IBI di
Puskesmas Rawat Inap Kota Padang Tahun 2013
Responden yang menyatakan pernah supervisi IBI dan yang tidak pernah
supervisi IBI sama banyak ( 50% ). Organisasi profesi IBI, memiliki peran penting
dalam membimbing pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan oleh bidan, terutama
pelayanan pertolongan persalinan di instansi yang melayani pertolongan persalinan
seperti di Puskesmas dan. di bidan praktek swasta. Meskipun tidak seluruh bidan
menjalankan praktek, tetapi sebagian besar memberikan pelayanan kesehatan
terutama dalam menolong persalinan
.
Melalui supervisi yang dilakukan oleh organisasi profesi IBI, bidan akan dapat
menjaga komitmennya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Asuhan persalinan normal yang diberikan bidan di rumah, harus dapat dipastikan
dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Tujuan supervisi menurut Purwanto yaitu untuk perbaikan dan perkembangan
proses belajar mengajar secara total. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan supervisi
tidak hanya untuk memperbaiki mutu petugas semata, melainkan juga untuk membina
pertumbuhan profesi dalam arti luas, termasuk didalamnya pengadaan fasilitas yang
menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan,
pemberian dan pembinaan, pemilihan serta penggunaan metode dan sebagainya.
.
Hubungan Antar Variabel
Dari hasil analisis bivariat diketahui faktor yang berhubungan dengan
pelaksanaan standar APN secara signifikan adalah pelatihan APN dengan nilai p =
0,002, dan supervisi organisasi IBI dengan nilai p = 0,009. Kebijakan tertulis tidak
ada hubungan secara signifikan pelaksanaan standar APN.
38
Pelatihan APN akan dapat membuat para petugas pelaksana (provider)
memahami proses kehamilan dan persalinan secara benar, kompeten untuk
melaksanakan berbagai keterampilan yang dibutuhkan dan mampu untuk melakukan
upaya-upaya pencegahan terhadap komplikasi obstetrik yang dapat mengancam
keselamatan ibu hamil atau bersalin, termasuk bayi yang dikandung atau
dilahirkannya. Pelatihan APN yang diikuti oleh para bidan, memungkinkan bidan
dapat memberikan asuhan persalinan yang adekuat.
Hubungan supervisi dengan pelaksanaan penerapan standar APN disebabkan
karena melalui supervisi yang dilakukan oleh organisasi IBI, akan dapat mengetahui
pelaksanaan standar APN yang telah dijalankan oleh bidan sehingga bagi yang tidak
mampu melaksanakan nya bisa diberikan petunjuk oleh organisasi IBI. Menurut
Fayol, supervisi adalah salah satu upaya pengarahan dengan pemberian petunjuk dan
saran, setelah menemukan alasan dan keluhan pelaksana dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
Supervisi yang dilakukan oleh organisasi IBI, akan dapat mengarahkan bidan
supaya dapat melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya berdasarkan pada kompetensi
dan kewenangan yang diberikan, yang diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes). Sesuai Permenkes No. 900/Menkes/SK/ VIII/2002 wewenang Bidan
mencakup: 1) pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak, 2)
pelayanan Keluarga Berencana, 3) pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Determinan Faktor yang berhubungan dengan Pelaksanaan Standar APN
Hasil penelitian membuktikan bahwa pelatihan APN merupakan faktor yang
dominan berhubungan secara statistik dengan pelaksanaan standar APN, dengan nilai
signifikan sebesar 0,002 dan angka odds ratio sebesar 21,625 artinya kecendrungan
responden yang pernah ikut pelatihan APN untuk melaksanakan standar APN dengan
kategori tinggi, hampir 22 kalinya jika dibandingkan dengan responden yang tidak
pernah ikut pelatihan APN.
Agar semua bidan dapat mengikuti pelatihan APN maka diharapkan kerjasama
IBI dan Dinas Kesehatan untuk menyelenggarakan pelatihan APN dengan biaya yang
terjangkau, serta mendorong bidan untuk gemar mengikuti pelatihan, seminar ataupun
workshop.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta
Budiarto. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC,
Jakarta
Dep Kes RI. 1997, Pedoman Kerja Puskesmas , Jilid I, Direktorat Jenderal
Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Dep Kes RI, Jakarta.
Dep Kes RI. 2001, Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di
Indonesia 2001-2010, Jakarta.
39
Dep Kes RI. 2003, Pedoman Dasar Pelaksanaan Jaminan Mutu di Puskesmas,
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta
Dep Kes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
Dep Kes RI, Jakarta.
Dep Kes RI, 2008, Buku Acuqan Pelatihan APN, JNPK-KR Dep Kes RI, Jakarta.
Depkes RI. 2008, Buku Standar Pelayanan Kebidanan, , Depkes RI, Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2012, Profil Kesehatan, Dinkes Kota, Padang.
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2012, Laporan Tahunan, Dinkes Kota, Padang.
Dinkes Prop Sumbar, 2008, Buku Instrumen Audit, Dinkes Prop , Padang
Dinkes Prop Sumbar, 2008, Buku Catatan Tentang Perkembangan Dalam Praktek
Kebidanan, Dinkes Prop , Padang
Dinkes Prop Sumbar, 2008, Buku Pedoman Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kebidanan, Dinkes Prop , Padang
El-Manan, 2011, Kamus Pintar Kesehatan Wanita, Penerbit Buku Biru, Jogjakarta
Gibson, J.L, et. al, 1996. Organisasi, Perilaku, struktur, Proses, Jilid I, Edisi VIII.
Andriani. N (Alih Bahasa), Bina Rupa Aksara, Jakarta
Gitosudarmo, dkk. 2000. Perilaku Keorganisasian, Edisi Pertama, Cetakan 2, BPFE,
Yogyakarta.
Hadiono, Suryo, 2001, Peran Asuhan Persalinan Normal dalam Mewujudkan
Paradigma Sehat, Makalah Seminar, Banyumas.
Hastono, SP, 2010, Statistik Kesehatan, Rajawali Pers, jakarta
Hidayat, Aziz Alimul. 2010, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data,
Salemba Medika, Jakarta
Kemenkes RI, 2012, Profil kesehatan, Kemenkes RI, Jakarta.
Manuaba, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan
Bidan, EGC, Jakarta.
Manuaba, 2002, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Penerbit Arcan, Jakarta.
Maria Wattimena, 2008, Penerapan Standar Asuhan Persalinan Normal (APN) oleh
Bidan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sorong Papua barat, Tesis
MIKM Undip, Semarang.
40
Muninjaya Gde.A.A. 2004, Manajemen Kesehatan, Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Notoatmodjo S, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Cetakan Kedua, Edisi
Revisi, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmojo. S, 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmojo. S, 2006. Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Nursalam. 2001, Proses dan Dokumentasi: Konsep dan Praktik, Salemba Medika,
Jakarta.
Nursalam. 2002, Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional, Salemba Medika, Jakarta.
PP IBI. 2001, Bidan Menyongsong Masa Depan, 50 Tahun IBI, IBI Jakarta.
Purwanto. N. 1997, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Ratifah. 2008, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Penerapan
Standar Asuhan Persalinan Normal oleh Bidan di Puskesmas Rawat Inap
Kabupaten Banyumas. Tesis MIKM Undip Semarang.
Sastrohadiwiryo, Siswanto, B. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan
Administratif dan Operasional. Bumi Aksara, Jakarta
Sutisna, Endang, 2009, Manajemen Kesehatan, UGM, Yogyakarta
Saifuddin, AB. 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Saifuddin, AB. 2001, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Edisi I, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
Setiawan, Ari, 2011, Metodologi Penelitian Kebidanan untuk DIII, DIV, S1 dan S2,
Nuha Medika, Yogyakarta.
Siagian, P. Sondang. 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,
Jakarta.
Sinaga,dkk, 2009, Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan APN oleh Bidan di
Puskesmas Hutabaginda, Kec. Tarutung. Tesis MIKM USU, Medan.
Simamora, Hendri, 1997 Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit STIE YKPN,
Yogyakarta.
41
Suharsimi, Arikunto, 2003, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Sulianti,dkk, 2012, Hubungan Pelatihan APN dengan Pengetahuan dan Keterampilan
Bidan Desa dalam Pertolongan Persalinan di Kota Gorontalo, KIA Dinkes
Propinsi Gorontalo.
Wiliarti, Panca Indriarti, 2011, Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja
Bidan Desa standar APN pada kala III dan IV di Kabupaten Grobogan, Tesis
MIKM Undip, Semarang.
Yanti, 2010, Etika Profesi dan Hukum Kebidanan, Cetakan Pertama, Pustaka Rihama,
Yogyakarta.
42
Hubungan Tingkat pengetahuan dan status Pekerjaan ibu menyusui
dengan pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Cengkeh
Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung
Tahun 2014
Oleh
Defi Yulita
ABSTRAK
Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah kematian balita sebanyak
13%. Pada tahun 2010 dari 7.308 orang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sekitar
5.768 orang bayi atau sebesar 78,93%. Padatahun 2011 dari 7.045 orang bayi yang
mendapatkan ASI eksklusifsekitar 5.068 atausebesar 71,94% dapat dilihat terjadi
penurunan cakupan ASI eksklusif di KelurahanCengkehWilayah Kerja Puskesmas
Lubuk Begalung. Tujuan umum penelitian ini diuntuk mengetahui Hubungan Tingkat
pengetahuan dan status Pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif di
KelurahanCengkeh Wilayah Kerja Puskesmas LubukBegalung tahun 2014
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Tempat
dan Waktu Penelitiannya dilakukan pada tanggal 14 Mei - 25 Juni 2014.Populasi
dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 6 – 12 bulan di berjumlah
60,Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling yang berjumlah 38
orang.Data ini diperoleh melalui kuesioner yang diisi langsung oleh responden.
Pengolahan data dengan komputerisasi di analisis secara univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan Lebih dari separoh (55,3%) ibu memiliki
tingkat pengetahuan rendah tentang ASI Eksklusif, sebagian kecil (34,2%) ibu
memiliki pekerjaan dankurang dari separoh (42,1%) ibu tidak memberikan ASI
Eksklusif. Dari analisa bivariat dengan uji chi square menunjukkan p = 0,000 dimana p
value < 0.05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
dengan pemberian ASI Eksklusif dan menunjukkan p = 0,036 dimana p value < 0.05
yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian
ASI Eksklusifpada ibumenyusui di KelurahanCengkeh Wilayah Kerja Puskesmas
LubukBegalung tahun 2014
Dapat disimpulkan ibu yang pengetahuan rendah bekerja cenderung tidak
memberikan ASI eksklusif. Diharapkan kepada petugas untuk terus memberikan
penyuluhan tentang manfaat ASI eksklusif.
Daftar Bacaan : 19(2003-2011)
Kata Kunci : Tingkat pengetahuan, status Pekerjaan dan pemberian ASI eksklusif
43
PENDAHULUAN
Air susu ibu (ASI) adalah merupakan satu-satunya makanan tunggal paling
sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi
yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu
sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Dilain
pihak, sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencena
makanan (Arif, 2009).
Memberikan ASI secara eksklusif mempunyai efek psikologis yang
menguntungkan, waktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu. Kontak
kulit yang dini ini akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan bayi kelak.
Perasaan aman ini sangat penting untuk membangun dasar kepercayaan bayi (basic
sense oftrust) yaitu dengan mulai mempercayai orang lain (ibu), maka selanjutnya
akan timbul rasa percaya pada diri sendiri (Suradi dkk, 2009).
Efektifitas ASI dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan dengan
berkurangnya kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi yang mendapat ASI
dibanding bayi yang mendapat susu formula. Penelitian oleh badan kesehatan dunia
(WHO) membuktikan bahwa pemberian ASI sampai usia 2 tahun dapat menurunkan
angka kematian anak akibat penyakit diare dan infeksi saluran cerna (Hegar dkk,
2008).
Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah kematian balita sebanyak
13%. Pemberian makanan pendamping ASI pada saat dan jumlah yang tepat dapat
mencegah kematian balita sebanyak 6% sehingga pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai usia >2 tahunbersama makanan
pendamping ASI yang tepat mencegah kematian balita sebanyak 19% (Suradi, 2009).
Depkes menargetkan penurunan AKB berkurang dari 248 menjadi 206 per
100.000 kelahiran yang dicapai. Sementara angka harapan hidup berkisar rata-rata
70,6 tahun.Setelah diteliti lebih mendalam ternyata faktor penyebab utama terjadinya
kematian pada bayi baru lahir dan balita adalah penurunan angka pemberian Inisiasi
Menyusui Dini dan ASI eksklusif. (Hasrimayana, 2009).
Data Dinas Kesehatan Kota Padang tentang cakupan pemberian ASI eksklusif
tahun 2009 dari 17,870 orang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 7,902
orang bayi atau sebesar 44,22%.Pada tahun 2009 dari 7.148 orang bayi, yang
mendapatkan ASI eksklusif sekitar 4.946 orang bayi atau sebesar 69,2%. Pada tahun
2010 dari 7.308 orang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sekitar 5.768 orang bayi
atau sebesar 78,93%. Padatahun 2011 dari 7.045 orang bayi yang mendapatkan ASI
eksklusifsekitar 5.068 atausebesar 71,94% (DKK Padang, 2011).
Cakupan data pemberian ASI eksklusif yang didapatkan dari 20 Puskesmas
yang ada di Kota Padang ditemukan pemberian ASI eksklusif terendah di Puskesmas
LubukBegalung yaitu 48,81%. Dimana jumlah bayi sebanyak 504 orang dan yang
hanya diberi ASI secara eksklusif sebanyak 246 bayi (DKK Padang, 2011).
44
Laporan Puskesmas LubukBegalung didapatkan data frekuensi pemberian ASI
terendah terdapat di KelurahanCengkeh, dimana jumlah bayi 60 dan yang
mendapatkan ASI secara eksklusif hanya 25bayi (28,7%) (Puskesmas Lubukbegalung
Padang, 2011).
Survei awal yang dilakukan melalui wawancara dengan ibu menyusui di
Puskesmas Lubuk Begalung, ditemui 4 ibu yang tidak memberikan ASI secara eklusif
di karenakan ibu bekerja, 1 orang ibu memberikan ASI eklusif sampai 4 bulan saja
dengan alasan ASI nya tidak cukup untuk bayinya dan kurangnya pengetahuan ibu
tentang pemberian ASI eksklusif. Dan 4 ibu lainya memberikan ASI eksklusif pada
bayinya dengan pemberian ASI saja sampai usia 6 bulan dan ada 1 orang ibu yang
sampai 2 tahun memberikan ASI pada bayinya dengan makanan tambahan lainnya.
Berdasarkan data tersebut maka peneliti melakukan penelitian tentang
hubungan Tingkat pengetahuan dan status Pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian
ASI eksklusif di KelurahanCengkeh Wilayah Kerja Puskesmas LubukBegalung tahun
2013.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenispenelitiananalitik. Desain
penelitian cross sectinal Dimana variable independen (tingkatanpengetahuandan
status pekerjaan ibu menyusui) dan variable dependen (Pemberian ASI Eksklusif)
diteliti pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo,2005), Penelitian ini dilakukan di
Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung, waktu penelitian
tanggal 14 Mei - 25 Juni 2014.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 6 – 12
bulan di Kelurahan Cengkeh Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang yang
berjumlah 60 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random
sampling yang berjumlah 38 orang. Dengan Kriteria menjadi sampel sebagai berikut :
a. Orang tua yang mempunyai bayiusia 6 – 12 bulan di Kelurahan Cengkeh wilayah
kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang
b. Bersedia menjadi Responden
c. Bisa baca tulis
d. Ada ditempat saat penelitian.
e. Kunjungan minimal 2 kali, apabila responden telah ditemui 2 kali dan responden
tidak ada di tempat maka responden dianggap gugur.
45
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Tingkat PengetahuanResponden
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu
Menyusui Tentang ASI Eksklsif Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Begalung
Tingkat Pengetahuan
Rendah
Tinggi
Jumlah
f
21
17
38
%
55,3
44,7
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh 21 orang
(55,3%) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang ASI Eksklusif.
Hasil Penelitian ini sama dengan yang dilakukan Dewi (2010) maka dapat
terdapat (56,3%) responden memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang ASI
eksklusif di Puskesmas Lubuk Begalung.
Rendahnya persentase pengetahuan dapat dilihat dari pendidikan responden
memiliki berpendidikan SD dan SMP dapat di lihat dari pengisian kuesioner yang
menjawab salah tentang berapa lama ASI perah dapat disimpan dalam lemari es
31,5%.
2. Status Pekerjaan
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Ibu Menyusui Tentang ASI Eksklsuif Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Begalung
Status Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
Jumlah
f
13
25
38
%
34,2
65,8
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kurang dari separoh 13 orang
(34,2%) ibu memiliki pekerjaan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (1997) menyatakan bahwa
kecenderungan makin banyak ibu-ibu yang tidak memberikan ASI pada bayinya salah
satu penyebabnya adalah banyaknya ibu-ibu yang bekerja terutama di kota-kota besar.
Ketidakhadiran ibu dirumah dalam jangka waktu tertentu untuk bekerja
biasanya akan menimbulkan masalah dalam mengatur waktu karena banyaknya jam
kerja dan jarak antara tempat bekerja dengan rumah ibu yang jauh.
46
3. Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
Di Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Begalung
Pemberian ASI Eksklusif
Tidak ASI Eksklusif
ASI Eksklusif
Jumlah
f
16
22
38
%
42,1
57,9
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kurang dari separoh responden
sebanyak 16 orang (42,1%) tidak memberikan ASI Eksklusif. HalIni menunjukkan
bahwa ibu-ibu kurang mendapatkan informasi mengenai ASI eksklusif, dan manfaat
dari ASI eksklusif tersebut.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Dewi (2010) maka dapat terdapat
(55,2%) responden tidak memberikan ASI eksklusif di Puskesmas Lubuk Begalung.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tentang pemberian ASI
eksklusif antara lain ibu bekerja, faktor psikologis ibu, takut kehilangan daya tarik
sebagai seorang wanita,ibu yang sakit.
4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di
Kelurahan Cengkeh Wilayah KerjaPuskesmas Lubuk Begalung
No
1.
2.
Tingkat
Pengetahuan
Rendah
Tinggi
Jumlah
Pemberian ASI
Eksklusif
Tidak
ASI
Eksklusif
Eksklusif
Total
N
%
N
%
N
%
15
1
16
71,4
5,9
42,1
6
16
22
28,6
94,1
57,9
21
17
38
100
100
100
Nilai P
0,000
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa Proporsi responden yang tidak
memberikan ASI Eksklusif lebih banyak pada Responden tingkat pengetahuan rendah
yaitu 71,4% dibandingkan dengan tingkat pengetahuan tinggi 5,9 %. Berdasarkan
analisa data dengan mengunakan uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05)
ini berarti bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan
pemberian ASI Eksklusif.
47
Hasil Penelitian ini sama dengan yang dilakukan Dewi (2010) bahwa ada
hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif.
Rendahnya persentase pengetahuan dapat dilihat dari banyak nya responden yang
tidak mengetahui tentang pengertian ASI Eksklusif, 56 %, manfaat ASI Eksklusif
39%. Batas waktu pemberian ASI Eksklusif 23%. dan berapa lama ASI perah dapat
disimpan dalam lemari es 31,5%.
5. Hubungan Status Pekerjaan Dengan Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 5
Hubungan Status Pekerjaan Dengan Pemberian ASI Eksklusif
Di Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung
No
1.
2.
Status
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
Jumlah
Pemberian ASI Eksklusif
Tidak ASI ASI
Eksklusif Eksklusif
Total
N
%
9 69,2
7 28,0
16 42,1
Nilai P
N
%
N
%
4
18
22
30,8
72,0
7,9
13
25
38
100
100
100
0,036
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa proporsi responden yang tidak
memberikan ASI Eksklusif lebih banyak pada ibu yang bekerja (69,2%) dibandingkan
dengan yang memberikan ASI Eksklusif (28,0%). Berdasarkan analisa data dengan
mengunakan uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,036 (p < 0,05) ini berarti bahwa
ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan pemberian ASI Eksklusif.
Hasil Penelitian ini sama dengan yang dilakukan Dewi (2010) bahwa ada
hubungan bermakna antara status ibu bekerja dengan pemberian ASI Eksklusif. Hal
ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (1997) menyatakan bahwa kecenderungan
makin banyak ibu-ibu yang tidak memberikan ASI pada bayinya salah satu
penyebabnya adalah banyaknya ibu-ibu yang bekerja terutama di kota-kota besar.
Secara teori juga dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ibu
menyusui tidak memberian ASI eksklusif antara lain dikarenakan ibu bekerja, faktor
psikologis ibu, takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita,ibu yang sakit.
Ketidakhadiran ibu dirumah dalam jangka waktu tertentu untuk bekerja
biasanya akan menimbulkan masalah dalam mengatur waktu karena banyaknya jam
kerja dan jarak antara tempat bekerja dengan rumah ibu yang jauh sehingga banyak
ibu bekerja yang tidak memberikan ASI Eksklusif.
.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan
pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusifdi Kelurahan Cengkeh
Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang tahun 2013 dapat disimpulkan
sebagai berikut :
48
1. Lebih dari separoh (55,3%) ibu memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang ASI
Eksklusif
2. Sebagian kecil(34,2%) ibu bekerja di Kelurahan Cengkeh Kecamatan Lubuk
Begalung wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang.
3. Sebagian kecil (42,1%) ibu tidak memberikan ASI Eksklusif
4. Ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemberian ASI
Eksklusif.
5. Ada hubungan bermakna antara ststus pekerjaan dengan pemberian ASI Eksklusif.
Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini :
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai masalah atau faktor lain yang
mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif.
2. Bagi Institusi Kesehatan
Diharapkan kepada petugas kesehatan agardapat meningkatkan penyuluhan kepada
ibu-yang mempunyai bayi 0 – 6 bulan untuk memberikan ASI Eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, 2009. (http://www.Kompas.co.id,
Ekslusif)Di akses tanggal 9 Maret 2013
Pentingnya
pemberian
ASI
Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Arir, Nurhaeni (2009). ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Yogyakarta : Media
Pressindo.
Arifin,2006.Peningkatan ASI Eksklusif. Angriwijaya jakarta
Dewi, Cici Pristina (2011). “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu
Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif”
Hegar, Badriul, dkk. (2008). Bedah ASI. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Hasri Meyana, (2009). ASI Eksklusif, Yogyakarta : Graha Medika
Isnaeni (2007). “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian ASI
Eksklusif” KTI pada AKBID X Padang.
Jufri, 2004. Kemampuan Intelektual, Jakarta : Numed
Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
(2007). Promosi dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
(2010). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
49
Purwanti, Hubertin Sri (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC
Suradi ,ruliana. 2010. Indonesia menyusui.Jakarta: badan penerbit IDAI
Utami Roesli. 2004. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya
.2009.Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya
Suradi, Rulina dan Roesli, Utami (2008). Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta :
FKUI
Anogara,2006. (http://www.lusa .web.id. ASI Ekslusif, diakses9 Maret 2013)
50
Gambarn Tingkat Pengetahuan Ibu Lansia Tentang Menopause
di Kelurahan Kampung Lapai Wilayah Kerja Puskesmas
Lapai Padang Tahun
2014.
Oleh
Marisa Hasren
ABSTRAK
Jumlah wanita usia menopause pada tahun 2000 mencapai 15,5 juta jiwa atau
sekitar 7,6 dari keseluruhan jumlah total penduduk di Indonesia fdan jumlah ini
diperlykan akan bertambah dari tahun ke tahun,meskipun demikian namun pelayanan
kesehatan reproduksi yang sangat dibutuhkan di usia menopausebelum cukup
memadai.
Jenis penelitian yang dilakuakan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini
adalah ibu menopause di kelurahan kampung kapai wilayah kerja puskesmas lapai
padang berjumlah 136 orang dengan sampel 58 orang. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan kuesioner pada bulan 24 Maret-2 Juni 2014. Analisa data
ditampilkab pada table distribusi frekuensi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan gambaran tingkat pengetahuan
ibu lansia tentang menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas
lapai padang dapat disimpulkan bahwa kurang dari separoh ibu menopause sebanyak.
Dari hasil penelitian didapatkan 33 responden (56.9%) rendah pengetahuan tentang
Pre Menopause. sedangkan untuk melakukan perubahan tentang Pre Menopause
paling banyak sedang sebanyak 26 responden (43.1%). Dan mengetahui tentang
masalah paling banyak rendah tentang masalah dengan responden 29 tingkat
persentase 50%. Dan yang mengetahui tanda-tanda Pre Menopause banyak yang
rendah pengetahuan dengan responden 38 tingkat persentase 65.8%. dan yang
mengetahui bagaimana upayanyan banyak yang rendah dengan jumlah responden 31
tingkat persentase 53.4%.
Hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak puskesmas dapat meningkatkan
pengetahuan ibu menopause tentang menopause di kelurahan kampung lapai wilayah
kerja puskesmas lapai padang.
Daftar Pustaka 12 (2003 – 2012)
PENDAHULUAN
Data Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization pada tahun 2007
menunjukkan, setiap tahun sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan
mengalami menopause. Asia menjadi wilayah dengan jumlah perempuan bergejala
awal menopause tertinggi di dunia.
51
Berdasarkan Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS), Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa
pada tahun 2025. Pada tahun yang sama angka harapan hidup diperkirakan mencapai
73,7 tahun. Sedangkan menurut CIA World Factbook memperkiraan Angka harapan
hidup orang Indonesia secara keseluruhan adalah 70.76 tahun. Jika dibagi berdasarkan
jenis kelamin, maka angka harapan hidup Pria Indonesia adalah 68.26 tahun dan
Wanita 73.38 tahun. Setiap tahunnya, sekitar 25 juta perempuan seluruh dunia
diperkirakan mengalami menopause. Jumlah perempuan usia 50 tahun ke atas
diperkirakan meningkat dari 500 juta pada saat ini menjadi lebih dari 1 miliar pada
2030. Di Asia, menurut data WHO, pada 2025 jumlah wainta yang berusia tua
diperkirakan menjolak dari 107 juta ke 373 juta.
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan
menstruasi, yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi.
Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan perubahan di dalam organ
tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia. (Saurotun Nisaa, 2004).
Menurut Depkes RI Tahun 2006 terdapat batasan-batasan usia lanjut yaitu :
kelompok pra usia lanjut 45-59 tahun, kelompok usia lanjut 60 tahun keatas,
kelompok usia dengan resiko tinggi 70 tahun keatas. Masa menopause terjadi pada
kelompok pra usia lanjut dengan umur 45 – 59 tahun. Wanita yang telah memiliki
kesiapan dalam menghadapi menopause tidak akan merasa takut lagi menghadapi
menopause. Peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi mengenai
menopause dan bagaimana cara menghadapinya sangat penting agar wanita siap
menghadapi masa menopause ini (Sastrawinata, 2008).
Pada tahun 2006 tidak ada angka pasti wanita menopause di Indonesia, tetapi
diperkirakan 10% dari jumlah wanita sudah memasuki masa menopause.Tetapi
banyak juga yang berpendapat bahwa proses ini sebagai suatu kelainan sehingga
memerlukan pengobatan yang khusus. Di Sumatera Barat jumlah lansia 133.216 juta
orang. Kira-kira 50-60% wanita dapat melewati masa menopause dengan tenang,
hampir tanpa tanda-tanda gangguan fisik maupun emosional. (Anonim, 2006).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang
menunjukkan bahwa dari 20 Puskesmas yang ada di Kota Padang, Puskesmas Lapai
memiliki Jumlah lansia terbanyak yang berjumlah 2.150 orang tetapi, yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.958 orang (91,07%), sedangkan data
yang di dapatkan pada Bulan Desember 2013 di Puskesmas Lapai, jumlah lansia
sebanyak 1.109, tetapi yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.020 orang.
Di Puskesmas Lapai terdapat 3 Kelurahan yang mempumyai sasaran lansia
yaitu : di kelurahan kampung lapai terdapat sasaran lansia sebanyak 136 orang, di
Kelurahan Kampung Olo terdapat sasaran lansia sebanyak 41 orang, dan di kelurahan
Tabing Gadang terdapat sasaran lansia sebanyak 25 orang. Dari survey awal yang
dilakukan di Kelurahan Kampung Lapai diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu
tentang menopause 6 orang (60%) rendah dari 10 orang responden.
52
Berdasarkan dari latar belakang dan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Gambaran tingkat pengetahuan ibu
lansia tentang menopause di Kelurahan Kampung Lapai Wilayah Kerja Puskesmas
Lapai.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dimana tujuannya
menggambarkan bagaimana tingkat pengetahuan ibu lansia tentang menopause di
kelurahan kampung lapai Wilayah Kerja Puskesmas Lapai Padang Tahun 2013.
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah ibu menopause di kelurahan
kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang berjumlah 136 orang. Sampel
yang di dapatkan simple adalah 58 orang.pengambilan sampel pada penelitian ini
dilakukan secara simpe random sampling (acak sederhana) pada semua ibu-ibu
menoupouse di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang.
Kriteria inskulsi dari penelitian ini adalah :
1) Wanita menoupose ( 45-50 tahun ) yang berada di kelurahan kp.Lapai
2) Bersedia menjadi responden dan ada pada saat penellitian
3) Ditemui saat mengadakan penelitian
4) Bisa baca tulis
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pengetahuan
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang pengertian
menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja
puskesmas lapai Tahun 2014
No
Kategori
f
1
2
3
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
9
16
33
58
%
15,5
27,6
56,9
100
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat lebih dari separoh sebanyak 33 (
56,9% ) responden mengetahui tingkat pengetahuan rendah tentang menopause
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Dari hasil penelitian Yeni Ratnawati tahun 2011 yang telah dilakukan di Desa
Mardiasar Temanggung bahwa sebanyak (88,7 %) berpengetahuan Tinggi tentang
pengertian menopause. Angka dari penelitian Yeni Ratnawati sama dengan penelitian
yang dilakukan di karenakan memiliki kategori umur yang sama 45-59.
53
Menopause adalah terhentinya menstruasi, perubahan dan keluhan psikologis
dan fisik makin menonjol. Berlangsung sekitar 3-4 tahun pada usia antara 50-60 tahun
(Manuaba :2006). Tingginya tingkat pengetahuan ibu lansia tentang pengertian
menopause disebabkan karena banyaknya informasi dari media masa, lingkungan
sekitar, dan petugas kesehatan pada saat posyandu lansia tentang menopause ini.
2. Tanda dan Gejala
Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang tanda dan gejala
menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja
puskesmas lapai Tahun 2014
No
Kategori
F
%
1
Tinggi
10
17,2
2
Sedang
10
17,2
3
Rendah
38
65,5
Jumlah
58
100
Berdasarkan tabel. 2 dapat dilihat, lebih dari separoh sebanyak 38 ( 65,5% )
memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang tanda dan gejala menopause.
Penelitian Trisna Dewi Tahun 2012 di RW 18 Kelurahan Baciro,
Gondokusuman, Yogyakarta diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
tanda dan gejala menopouse memiliki pengetahuan sedang sebanyak 24 orang
(63,1%), dikarenakan sama kategori sedang dengan pembahasan tanda gejala
menopause.
Tanda tanda gejala fisik pada menopause ketidakteraturan siklus haid,gejolak
rasa panas kekeringan vagina, perubahan kulit, keringat dimalam hari, rambut
rontok,rasa lelah, badan menjadi gemuk, jantung berdebar debar.Tanda gejala
psikologisnya seperti, ingatan menurun, mudah tersinggung, stress, kecemasan.
Jadi dapat disimpulkan tingkat pengetahuan ibu lansia terhadap tanda gejala
menopause dikategorikan sedang karena ibu lansia yang perilakunya aktif dan mau
tau tentang tanda gejala masa menopause.
54
3. Perubahan
Tabel. 3
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang perubahan pada
masa pre menopause di kelurahan kampung lapai wilayah
kerja puskesmas lapai Tahun 2014
No
Kategori
F
%
1
Tinggi
16
27,6
2
Sedang
25
43,1
3
Rendah
17
29,3
Jumlah
58
100
Berdasarkan tabel. 3 kurang dari separoh 25 ( 43,1% )memiliki tingkat
pengetahuan rendah tentang perubahan pada masa pre menopause. Dari hasil
penelitian di Kelurahan Kampung Lapai dari 58 responden terdapat 43,1% memiliki
tingkat pengetahuan rendah tentang perubahan pada masa pre menopause.
Dari hasil penelitian Ana Samiatul Tahun 2011 di Kelurahan Cilangkap
Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya tentang pengetahuan perubahan
menopause frekuensi tertinggi adalah kategori rendah, sebanyak 63 orang (56,3%), di
karenakan membahas tentang perubahan pada masa pre menopause dari angka
penelitian Ana Samiatul sama rendah dengan penelitian yang dilakukan.
Perubahan kejiwaan yang dialami wanita menjelang menopause meliputi
merasa tua, tidak menarik lagi, rasa tertekan karena takut menjadi tua, mudah
tersinggung, mudah terkejut sehingga jantung berdebar- debar dan perubahan fisik
seseorang mengalami perubahan pada kulit, lemak bawah kulit kurang sehinnga kulit
menjadi kendor.
Rendahnya pengetahuan terhadap perubahan perubahan pada masa menopause
ini disebabkan karena perubahan perubahan yang timbul dari fisik maupun kejiwaan
yang terjadi pada masa menopause di anggap hal yang tidak berbahaya sehingga
diabaikan saja.
55
Tabel .4
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang penanganan pada
masa menopause dikelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai
padang Tahun 2014.
No
1
2
3
Kategori
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
f
19
8
31
58
%
32,8
13,8
33,4
100
Pada tabel. 4 dapat dilihat, dari 58 responden terdapat 31 (33,4%) memiliki
tingkat pengetahuan rendah tentang masalah pada menopause.
Dari hasil penelitian Darmayanti tahun 2012 di Kelurahan
Genuksari,Kecamatan Genuk, Kota Semarang tentang upaya penanganan pada masa
menopause sebanyak
75 (73,5%) berpengatahuan rendah. Angka penelitian
Darmayanti sama dengan penelitian yang dilakukan dikarenakan memiliki
pembahasan yang sama.
Gejala menopause disebabkan oleh defesiensi estrogen, maka terapi yang
logis adalah dengan sulih estrogen. Dalam preparat TSH kombinasi untuk wanita
yang uterusnya masih utuh,dilakukan penambahan progestogen untuk mencegah
berkembangnya penyakit endometrium. (Glasier dkk, 2006 : 403
Rendahnya pengetahuan ibu lansia tentang upaya persiapan diri menghadapi
penanganan masa menopause dikarenakan tidaknya pedulinya ibu lansia terhadap
masalah-masalah menopause yang akan terjadi pada dirinya sehingga ibu tidak ada
upaya untuk mempersiapkan diri dan ibu menganggap ini semua tidak berbahaya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan yang telah dilakukan di posyandu Lansia
Kelurahan Kampung Lapai Wilayah kerja Puskesmas Lapai dapat di gambarkan
tingkat pengetahuan Ibu Lansia tentang menopause sebagai berikut
1. Lebih dari separoh (56,9%) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah
tentang pengertian menopause
2. Kurang dari separoh (65,5 %) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah
tentang tanda dan gejala menopouse
3. Lebih dari separoh (43,1% )Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah
tentang perubahan pada masa pre menopause.
4. Kurang dari separoh (33,4 %) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah
tentang upaya penanganan pada masa menopause
56
Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Harapan peneliti agar KTI dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui
masalah yang ada di lapangan dan sebagai dasar atau data yang dapat membantu
selanjutnya.
2. Bagi Institusi kesehatan
Diharapkan menjalankan posyandu Lansia secara rutin dan diharapkan tenaga
kesehatan beserta kader lebih berperan aktif untuk mengajak dan menarik minat ibu
Lansia untuk datang ke Posyandu Lansia agar mendapatkan informasi kesehatan yang
berguna bagi ibu Lansia.
3.
Bagi Peneliti selanjutnya
Diharapakan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti variable lain dan
cara ukur yang berbeda agar didapatkan hasil mengenai hal-hal yang menjadi faktor
pendukung mengenai pengetahuan ibu lansia tentang menopause.
4.
Bagi tempat penelitian
Diharapkan untuk kelurahan Kampung Lapai untuk lebih meningkatkan
posyandu lansia secara rutin dan diharapkan kepada tenaga kesehatan lebih berperan
aktif untuk mengajak dan berperan aktif untuk mengajak dan menarik minat ibu lansia
untuk datang ke posyandu lansia agar mendapatkan informasi kesehatan yang
berguna.
DAFTAR PUSTAKA
Glasier, Anna, 2006
Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Hidayat Alimul, 2011
Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data :Penerbit Salemba Medika
Manuaba, 2006
Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Nissa, Hammsa, 2004
Menopause Kiat Lansia Sehat Menuju Khusnul Khatimah : Ma’sum
Press Solo
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : PT Rineka Cipta
57
Prawirohardjo, Sarwono, 2009
Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rosidawati Dkk, 2008
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta : Salemba Medika
Wawan dan Dewi, 2011
Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Prilaku Manusia, Yogyakarta
: Muha, Medika
Damayanti, 2012.
Hubungan Tingkat pengetahuan dan upaya penanganan ibu dengan
kecemasan dalam menghadapi menopause di Kelurahan Genuksari
kecamatan Genuk Kota Semarang
Anonim, 2006.
Angka kejadian menopause Indonesia
Sastrawinata, 2008
Gambaran tingkat penegtahuan ibu lansia tentang menopouse
Ana Samiatul, 2011
Gambaran pengetahuan ibu usia 45-50 tentang menopause di kelurahan
Cilangkap Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya
58
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Kejadian
ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014
Oleh
Zufrias Riaty
ABSTRAK
World Health Organisation (WHO) memperkirakan insidens infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas
40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita. Di
Indonesia, ISPA menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi
dan balita. Selain itu ISPA juga berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah
sakit. Survey mortalitas yang dilakukan oleh subdit ISPA tahun 2011 menempatkan
ISPA sebagai penyebab kematian bayi dan balita di indonesia dengan persentase
22,36% dari seluruh kematian balita. adapun tujuan dari pengetahuan ini adalah
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu balita tentang kejadian ispa
pada balita di puskesmas air dingin padang tahun 2014.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik deskriptif dengan desain yang
digunakan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah 1960 orang dengan
jumlah sampel 95 orang. Teknik pengambilan sampel secara accidental random
sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Teknik
analisa data dilakukan dengan analisa univariat dan bivariat yang diolah secara
komputerisasi.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 47 orang (49,47%)
responden yang memiliki pengetahuan sedang tentang ISPA, sebagian besar atau
hampir seluruh yaitu 77 orang (81,05%) responden mengalami kejadian ISPA, dan
tidak memiliki hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan p = 0, 27 (p >
0,05) dan sikap p = 0,56 (p > 0,05) tentang kejadian ISPA pada Balita.
Diharapkan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Air Dingin Padang
khususnya ruangan anak dapat memberikan penyuluhan mengenai ISPA khususnya
mengenai penyebab serta tanda dan gejala ISPA pada Balita (ISPA ringan-sedangberat) agar kejadian ISPA pada Balita dapat menurun di Puskesmas Air Dingin
Padang.
KEPUSTAKAAN : 21 (2010-2013)
59
PENDAHULUAN
Berdasarkan WHO (2013) ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas penyakit menular didunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA
setiap tahun, 98% kematian itu disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah.
Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama
di Negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah. Dimana ISPA
juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas
pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.Angka kejadian ISPA
mencapai 46/1000 kelahiran hidup dan itu masih tergolong tinggi (Anik
Maryunani,2013).
Dilaporkan di kawasan Asia diperkirakan 860.000 balita meninggal setiap
tahunnya atau sekitar 98 anak setiap jam. Dimana infeksi saluran pernafasan akut
merupakan salah satu penyebab kematian balita di Negara-negara Asia. Indonesia
menepati urutan pertama penyebab kematian bayi dan balita. Selain itu ISPA juga
berada pada 10 daftar penyakit terbanyak di rumah sakit. Survey mortalitas yang
dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2008 menepatkan ISPA sebagai penyebab
kematian balita terbesar dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita
(Akhmad,2010).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Padang, dari pendataan yang
dilakukan di seluruh puskesmas Kota Padang tahun 2011. Kunjungan balita yang
menderita ISPA ke 22 puskesmas di kota padang tahun 2011 sebanyak 40548 kasus.
Puskesmas Air Dingin yang cakupannya tertinggi dari seluruh puskesmas yang ada di
Kota Padang yaitu sebanyak 4627 balita.
Menurut hasil penelitian Pendri (2011) dengan judul Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang
53 orang ibu balita yang memiliki pengetahuan tinggi dan lebih dari separuh, 69 orang
yang tidak mengalami kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya
tersebut..
Data dari puskesmas Air Dingin Kota Padang ISPA menempati peringkat
pertama dari 10 penyakit terbanyak dan persentase kasusnya tahun 2009 dengan
jumlah kasus 42076 balita dan pada tahun 2010 meningkat sebesar 49,36% dengan
jumlah kasus 43160 balita. Dari hasil wawancara dengan 10 orang ibu yang mampu
mewakili 3 kelurahan di wilayah kerja puskesmas air dingin padang yang mempunyai
balita di Puskesmas, bahwa program penyuluhan tentang ISPA telah diberikan, tetapi
untuk menjawab tiap pertanyaan wawancara ibu masih gugup dan ragu-ragu. Berarti
pengetahuan tentang ISPA masih tergolong kurang.
Berdasarkan data di atas maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
berjudul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Ibu Balita tentang Kejadian
ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014”.
60
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain penelitian yang
digunakan adalah cross sectional yaitu variabel independen dan dependen di
kumpulkan pada waktu yang bersamaan serta mencari hubungan antar variabel
independent (tingkat pengetahuan dan sikap ibu balita) dengan variabel dependent (
kejadian ISPA).
Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai
anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin berjumlah 1960 orang. Teknik
pengambilan sampel akan diteliti adalah dengan menggunakan teknik accidental
random sampling.
Berdasarkan perhitungan sampel didapatkan jumlah sampel sebanyak 95
orang. Teknik pengambilan yang digunakan adalah teknik accidental random
sampling yaitu pengambilan responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu
tempat sesuai dengan konteks penelitian.
1. Pengetahuan
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas
Air Dingin Padang Tahun 2014
Tingkat
f
%
Tinggi
25
26,32
Sedang
47
49,47
Rendah
23
24,21
Jumlah
95
100
Pengetahuan
Berdasarkan tabel. 1 di atas didapatkan hampir separoh yaitu sebanyak 47
orang (49,47%) responden yang memiliki pengetahuan sedang tentang ISPA di
Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
Berdasarkan teori dari Notoadmojo (2011), Kemampuan seseorang untuk
memahami apa dan bagaimana efek dari sesuatu yang dilakukan merupakan dari
bentuk pengetahuan.pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini
61
terjadi melalui panca indra manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh pendri susila mengenai
pengetahuan ibu balita tentang ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya
tahun2012 didapatkan bahwa dari 99 orang ibu balita hanya 53 orang (53,3%) yang
memiliki pengetahuan tinggi. Hal ini jelas berbeda dengan penelitian yang telah
dilakukan di Puskesmas Air Dingin yang saat ini menjadi peringkat pertama untuk
kasus ISPA.
Berdasarkan hasil penelitian peneliti berasumsi bahwa responden sudah
mendapatkan pengetahuan dan informasi mengenai ISPA dari penyuluhan yang
diadakan oleh puskesmas Air Dingin Padang. Pengetahuan tersebut juga dapat diukur
berdasarkan jawaban responden untuk kuesioner yang disediakan peneliti, lebih
separoh responden memiliki pengetahuan sedang mengenai ISPA.
2. Sikap
Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Balita di Puskesmas
Air Dingin Padang Tahun 2014
Sikap
F
%
Positif
65
68.42
Negatif
30
31.58
Jumlah
95
100
Berdasarkan tabel 2 di atas didapatkan lebih dari separoh yaitu sebanyak 65
orang (68,42%) responden memiliki sikap positif tentang ISPA pada balita di
Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
Berdasarkan hasil teori Notoatmodjo (2011), Sikap adalah reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek dan merupakan
suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu
kehayatan terhadap objek.
Dari hasil yang didapat responden sudah memilik sikap positif yang tinggi
dalam melakukan pencegahan dan pengobatan ISPA. Peneliti beragumentasi bahwa
responden sudah mampu memberikan sikap positif terhadap balita yang terserang
ISPA namun angka kejadian ISPA pada balita masih terjadi. Hal ini sesuai dengan
dengan teori yang ditemukan, bahwa sikap tidak mempengaruhi kejadian ISPA.
Disamping itu, penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa sikap tidak
berpengaruh terhadap kejadian ISPA
62
3. Gambaran kejadian ISPA
Tabel. 3
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas
Air Dingin Padang Tahun 2014
Kejadian ISPA
f
%
Terjadi
77
81.05
Tidak Terjadi
18
18.95
Jumlah
95
100
Berdasarkan tabel 3 di atas didapatkan sebagian besar yaitu 77 orang
(81,05%) responden mengalami kejadian ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang.
Kejadian ISPA disebabkan karna berbagai faktor pencemaran udara dalam
rumah, ventilasi rumah, keadaan cuaca atau iklim juga sangat berpengaruh.
Disamping itu juga dibutuhkan dukungan keluarga dalam melakukan pencegahan
ISPA agar tidak terjadinya ISPA pada Balita.
4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Balita Dengan Kejadian ISPA
Tabel 4
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Balita Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita di Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014
Tingkat
pengetahuan
Kejadian ISPA
Terjadi
Tidak terjadi
Total
f
%
F
%
f
%
Tinggi
21
22.1
4
4.21
25
26.32
Sedang
35
36.84
12
12.63
47
49.47
Rendah
21
22.1
2
2.1
23
24.21
Jumlah
77
81.04
18
18.96
95
100
Pada tabel 4 di atas didapatkan bahwa 35 orang (36,84%) responden dengan
pengetahuan sedang mengalami kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin
Padang tahun 2014.
Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,21, p > 0,05 ini berarti tidak
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu Balita dengan kejadian ISPA
pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
63
Aspek pengetahuan yang paling menonjol adalah pada pertanyaan penyebab
serta tanda dan gejala ISPA (ISPA ringan-sedang-berat) dimana hanya 24 responden
yang mampu menjawab pertanyaan dengan jawaban benar. Berbeda dengan
pertanyaan no 6 yang rata-rata responden menjawab betul. Tak hanya itu, pertanyaan
lain yang dijawab responden hanya 50% yang betul terletak pada pertanyaan no 1.
Pertanyaan pada aspek pencegahan dan pelaksanaan ISPA lah yang mendukung
pengetahuan responden sedang tentang ISPA. Berdasarkan uji chi-square didapatkan
nilai p = 0,21, p>0,05 ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu Balita dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin
Padang tahun 2014.
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk memahami apa dan
bagaimana efek dari sesuatu yang dilakukan. Pengetahuan merupakan hasil “ tahu”
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu,
pengindraan melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan
telinga (Notoatmodjo,2011).
Penelitian ini didapatkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan
kejadian ISPA pada Balita. Ada faktor lain yang menyebabkan kejadian ISPA ini
antara lain yaitu pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, keadaan cuaca atau
iklim juga sangat berpengaruh. Disamping itu juga dibutuhkan dukungan keluarga
dalam melakukan pencegahan ISPA agar tidak terjadinya ISPA pada Balita.
5. Hubungan Sikap Ibu Balita Dengan Kejadian ISPA
Tabel 5
Hubungan Sikap Ibu Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di
Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014
Terjadi
Sikap
Kejadian ISPA
Tidak terjadi
Total
F
%
F
%
f
%
Positif
57
60
8
8.42
65
68.42
Negatif
25
26.32
5
5.26
30
31.58
Jumlah
82
86.32
13
13.68
95
100
Pada tabel 5 didapatkan bahwa lebih dari separoh yaitu 57 orang (60%)
responden mengalami kejadian ISPA pada Balita dari sikap ibu Balita yang positif di
Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,91 , p > 0,05 ini berarti tidak
ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu Balita dengan kejadian ISPA pada
Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. Aspek peryataan sikap yang
mendukung argumentasi ini adalah pernyataan sikap positif no 1,2,3 sedangkan pada
pernyataan negative pada pernyataan sikap penimbangan berat badan balita dan
64
tindakan pencegahan yang selalu dilakukan untuk tidak terjadinya ISPA pada balita,
rata-rata ibu menjawab dengan sikap yang negative (tidak sesuai harapan). Hasil yang
diharapkan hendaknya ibu dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap ISPA agar
kejadian ISPA dapat berkurang. Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,91 ,
p > 0,05 ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu Balita dengan
kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek dan merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu kenyataan terhadap objek. Sikap dituangkan dalam
bentuk tindakan yang kemudian mempengaruhi tingkah dan perilaku seseorang dalam
menjalankan suatu kegiatan.
Penelitian ini didapatkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan
kejadian ISPA pada Balita. Ada faktor lain yang menyebabkan kejadian ISPA ini
antara lain yaitu pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, keadaan cuaca atau
iklim juga sangat berpengaruh. Disamping itu juga dibutuhkan dukungan keluarga
dalam melakukan pencegahan ISPA agar tidak terjadinya ISPA pada Balita.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian yang telah dilakukan di puskesmas air dingin padang tahun
2014 maka penulis mendapatkan kesimpulan
1.
Hampir separoh yaitu sebanyak 47 orang (49,47%) responden yang memiliki
pengetahuan sedang tentang ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014
2.
Lebih dari separoh yaitu sebanyak 65 orang (68,42%) responden memiliki sikap
positif tentang ISPA pada balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
3.
Sebagian besar atau hampir seluruh yaitu 77 orang (81,05%) responden
mengalami kejadian ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
4.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu Balita dengan
kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
5.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu Balita dengan kejadian
ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014.
65
Saran
1. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta penelitian ini
dapat menaplikasikan pembelajaran metodologi penelitian yang didapatkan akademik.
2. Bagi Puskesmas
Diharapkan bagi tenaga kesehatan di puskesmas air dingin padang khususnya
ruangan anak dapat memberikan motivasi kepada ibu-ibu balita untuk dapat
melakukan tindakan pencegahan serta dapat memberikan penyuluhan mengenai ISPA
terutama pada penyebab dan tanda gejala ISPA (ISPA ringan-sedang-berat) yang
mana rata-rata responden tidak mengetahui dan memahami tentang kedua hal
tersebut. Diharapkan dengan adanya penyuluhan tentang penyebab serta tanda dan
gejala ISPA pada balita, angka kejadian ISPA dapat menurun di Puskesmas Air
Dingin Padang.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat sebagai bahan masukan mahasiswi kebidanan
akademi kebidanan puteri andalas padang sebagai calon bidan.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, 2010. Angka Kematian Balita. Diakses dari http://www.healthy.com
tanggal 01 November 2013
Aziz, metode penelitian keperawatan dan teknik anlisis. Jakarta : salemba medika
Anik maryunani, 2013. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Bandung :
Salemba Medika
Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Azwar, 2010. Pembentukan Sikap. Jakarta : PT. Mahasatya
Bone, 2013. Pendidikan Dan Kesehatan Anak http://www.bone.com. Diakses
tanggal 02 November 2013
Data laporan, 2012. Data Laporan 10 Penyakit Terbanyak (ISPA) Puskesmas Air
Dingin Padang.
Depkes RI, 2008. Klasifikasi ISPA. Diakses dari http://www.cendekia.com tanggal 02
November 2013
Depkes RI, 2010. Infeksi Saluran Pernafasan
http://www.cendekia.com tanggal 09 Maret 2014
Akut.
Diakses
dari
66
Dinas kesehatan kota padang, 2011. Profil Dinas Kesehatan Kota Padang.
Mustrrie, 2013 dalam http://musttrie-art.blogspot.com/2013/03/penyebab-gejala-danpengobatan-ispa.html diakses tanggal 8 desember 2013
Notoadmodjo,2011. Promosi Kesehatan Dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta
Notoadmodjo,2011. Pendidikan Dan Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Notoadmodjo,2011. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Pendri, 2011. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu balita tentang kejadian
ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas lubuk buaya padang tahun 2011.
Prawiroharjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Respirater,2013. Kesehatan Anak-ISPA http://www.respiratory.com. Diakses tanggal
01 November 2013.
Sarwono, 2010. Kejadian ISPA pada Balita. Diakses dari http://www.cendekia.com
tanggal 02 Maret 2014
Setiadi, 2008. Konsep Dasar Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu
Sriwahyanti, 2013 dalam http://sriwahyanti.wordpress.com/ diakses tanggal 8
desember 2013
Syahrani,2012. Prevalensi ISPA. Diakses dari http://www.kesehatanbalita.com
tanggal 02 November 2013
67
68
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol II No II Desember 2014 ISSN 2356-0819
Page 69
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita.2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Cunningham,dkk.2005.Obstetri William, Diterjemahkan Oleh Joko Suyono.
Depkes RI. 2002.Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan Sebagai Strategi Untuk
Mewujudkan Indonesia Sehat 2010. jakarta.
Dinas kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Kota Padang : Dinas Kesehatan Padang.
Dinas Kesehatan RI.2002. Kekurangan energi kronik pada ibu
hamil.www.goegle.com:http.depkes go.id. diakses Maret 2010.
Hapzah. 2009. Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Hamil Terhadap Status Gizi
Janin,http”//.goegle.com:diakses20 maret 2010.
Joeharno.2008. Berat Badan Lahir Rendah. www.goegle.com:httpspot.com/2008. Diakses
19 april 2010.
Juminten Saimin,IMS.2006. Hubungan Antara Berat Badan Lahir Dengan Status Gizi Ibu
Berdasarkan Ukuran Lingkar Lengan Atas.www.goegle.com:http. Diakses 8 maret
2010.
70
Notoatdmojo, Soekijo.2002.Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Redaksi. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehamilan.
Www.goegle.com:http/335445. Diakses 8 maret 2010.
Sarwono, Prawiharjo.2002. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Sarwono, Prawiharjo. 2006. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Soejiningsih, 2000. Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : EGC.
Supariasa, I Dewa Nyoman.2002. Penilaian Status Gizi, Jakarta : EGC.
Susilowati. 2008. Dampak Anemia Dan Kurang Energi Protein Pada Ibu
Hamil.www.goegle.com:http. Diakses 8 maret 2010.
Saifuddin, Bari Abdul,Dkk. 2000. Buku Aturan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Bima sarwono prawiharjo, jakarta : EGC.
71
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol II No II, Desember 2014 , ISSN : 2356 -0819
72
Download