Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pengaruh Teman Sebaya Dengan Perilaku Seks Bebas Remaja Kelas XI IPA dan IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014 oleh Agnesia Yuzisca, S. ST ABSTRAK Menurut WHO Tahun 2012, terdapat 47,8% pelajar telah melakukan hubungan seks pranikah. Dari hasil wawancara di SMA 15 Padang tahun 2013 didapatkan 3 tahun belakangan terdapat siswi yang di keluarkan karena hamil diluar nikah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas Remaja Kelas XI IPA dan IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Penelitian ini bersifat Analitik, menggunakan desain penelitian cross sectional penelitian dilakukan di SMA N15 Padang pada 23 Januari s/d 24 Mei 2014. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas XI IPA dan IPS SMA N 15 Padang Tahun 2014 dengan jumlah sampel 72 siswa/i yang diambil dengan cara Simple Random Sampling. Analisis dengan menggunakan uji statistic Chi-Square. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa Univariat dan Bivariat. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa terdapat 45 (62,5%) yang memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang seks bebas, 39 (54,17%) siswa/i yang memiliki pengaruh negatif tentang seks bebas dan 40 (55,56%) siswa/i yang memeiliki perilaku seks bebas tidak beresiko. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku seks bebas remaja di SMA N 15 Padang dan adanya hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seks bebas remaja di SMA N 15 Padang. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teman sebaya mempengaruhi remaja untuk terjerumus ke perilaku seks bebas. Diharapkan SMA N 15 Padang dapat memberikan ekstra kulikuler yang dapat membentuk kepribadian siswa/i dan memberikan pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi kepada siswa/i pada saat pelajaran BK. Kepustakaan : 24 (2005 – 2013) Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol II No II Desember 2014 ISSN 2356-0819 Page 1 PENDAHULUAN Remaja adalah individu yang telah mengalami masa perubahan atau telah berfungsinya hormon reproduksi sehingga seorang individu mengalami perubahan seperti menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria, yang biasanya terjadi antara usia 12 tahun sampai 21 tahun (Sarwono, 2009). Seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, mulai dari tingkah laku yang dilakukannya seperti sentuhan, berciuman (kissing), berciuman belum sampai menempelkan alat kelamin yang biasanya dilakukan dengan memegang payudara atau melalui oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama (necking), dan bercumbuan sampai menempelkan alat kelamin yaitu dengan saling menggesek-gesekan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama (petting), dan yang sudah bersenggama yang dilakukan diluar hubungan pernikahan (Sarwono, 2007). Menurut WHO (World Health Organization) 47,8% pelajar yang duduk di kelas 9 sampai 12 telah melakukan hubungan seks pranikah dan 35% pelajar SMA telah aktif secara seksual (Daili, 2012). Di Negara ASEAN (Association Of South East Asia Nations) salah satunya Malaysia tercatat 135,121 remaja yang hamil di luar nikah, bilangan ini meningkat 42% di banding tahun sebelumnya (Ibrahim, 2011) Menurut Sarwono (2006), ada beberapa faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, diantaranya perubahan-perubahan hormonal yang dapat meningkatkan hasrat seksual remaja, penyebaran informasi yang salah misalnya dari buku-buku dan VCD porno, rasa ingin tahu (curiousity). yang sangat besar, serta kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dikarenakan orang tua menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan sehingga dapat menyebabkan terjadinya kehamilan diusia muda. Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) daerah Sumatera Barat menyimpulkan sebanyak 44,5 % remaja SMP dan SMA aktif melakukan hubungan seks di luar nikah (Cemara, 2011). Berdasarkan data dari BKKBN di Kota Padang tercatat 20,9% remaja hamil di luar nikah dengan rentang usia 17 sampai 22 tahun. Upaya yang dicanangkan oleh BKKBN untuk menekan angka tersebut yaitu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan yang cukup kepada remaja melalui pendirian pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi untuk remaja (Subdibyo,2012). Hasil wawancara di SMA 15 Padang pada 3 orang siswa tanggal 24 September 2013 mengenai adakah remaja yang dikeluarkan dari sekolah karena terjerumus pada seks bebas. Hasil wawancara pada 3 orang siswa tersebut sama-sama menyebutkan 3 tahun belakangan ini terdapat ada siswa perempuan yang dikeluarkan dari sekolah karena hamil di luar nikah tiap tahunnya dan itu terjadi pada siswa jurusan IPA. Dari informasi yang didapat siswa yang hamil diluar nikah tersebut rata-rata mempunyai pacar yang sudah bekerja. 2 Hasil survey awal pada tanggal 6 Desember 2013 di SMA 15 padang kelas XI IPA dan IPS pada 10 siswa yang diwawancara mengenai dampak hubungan seks bebas pada remaja mereka hanya dapat menyebutkan 3 dari dampak hubungan seks bebas yaitu: tertular HIV, Hamil diluar Nikah dan merusak masa depan. Dari informasi yang didapatkan rata-rata siswa yang memiliki pacar biasanya berduaduanya di kampus Unand dan di dalam rumah. Dari uraian diatas dengan tingginya angka prilaku seks bebas dikalangan remaja di SMA 15 Padang, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Keadaan Lingkungan dengan Prilaku Seks Bebas Remaja Kelas XI IPA dan IPS di SMAN 15 Padang Tahun 2014. SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode analitik yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas Remaja kelas XI IPA dan IPS di SMAN 15 Padang Tahun 2014” dengan desain penelitian “Cross Sectional”. Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti atau objek penelitian (Arikunto, 2006). Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA dan IPS di SMAN 15 Padang tahun 2014 yang berjumlah 132 siswa. Teknik pengambilan sampel akan diteliti adalah Simple Random Sampling. Dengan cara menuliskan nama-nama siswa kelas XI IPA SMAN 15 Padang tahun 2013 di atas kertas kecil-kecil kemudian kertas digulung dan diambil secara acak sebanyak sampel. Maka jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 72 siswa dengan kriterial sampel sebagai berikut: a. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi, suatu target dan terjangkau akan diteliti (Nursalam, 2006). Adapun kriteria inklusi sampel yang akan diteliti yaitu: 1) Siswa kelas XI IPA dan IPS 2) Bersedia menjadi responden 3) Hadir pada saat penelitian b. Kriteria ekslusi Kriteria ekslusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek tidak memenuhi kriteria inklusi yaitu: 1) Tidak bersedia menjadi responden 2) Tidak hadir pada saat penelitian 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat Pengetahuan Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Seks Bebas Kelas XI IPA IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014 No Pengetahuan F % 1 Tinggi 12 16,7 2 Sedang 45 62,5 3 Rendah 15 20,8 72 100 Jumlah Pada tabel. 1 dapat dilihat bahwa dari 72 siswa/i terdapat 15 responden (20,8%) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Yuliza (2013) dari Akademi Kebidanan Puteri Andalas Padang didapatkan 85 responden dan hanya 19 (22,4%) responden memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang perilaku seks bebas di SMA N 16 Padang. Menurut Notoadmodjo (2008) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Hal ini terbukti dimana responden menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan yaitu macam-macam perilaku seks bebas sebanyak (18,06%), Pengertian petting sebanyak (38,8%), dan dampak dari melakukan hubungan intim diluar nikah sebanyak (43,06%). 4 2. Pengaruh Teman Sebaya Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Pengaruh Teman Sebaya tentang Seks Bebas Kelas XI IPA IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014 No Pengaruh Teman Sebaya F % 1 Positif 33 45,8 2 Negatif 39 54,2 72 100 Jumlah Pada tabel. 2 di atas dapat dilihat bahwa dari 72 siswa/i terdapat 39 responden (54,2%) memiliki pengaruh negatif tentang seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Menurut Mu’tadin (2010) teman sebaya adalah sekelompok orang yang seumuran dan mempunyai kelompok social yang sama seperti teman sekolah atau teman sekerja, sedangkan Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya yang tmbul dari seseorang atau benda yang ikut membentuk watak, kepercayaan dan perbuatan seseorang. Dapat dilihat dari penelitian ini bahwa responden yang pengaruh teman sebaya yang positif 33 (45,83%) karena responden menyadari bahwa dalam berteman harus dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk agar tidak mudah terjerumus kepada hal yang tidak diinginkan. Sedangkan responden yang memiliki pengaruh teman sebaya negatif 39 (54,17%) dikarenakan responden ingin mencoba hal baru yang dilakukan oleh teman nya dan merasa tertantang untuk melakukannya. Hal ini terbukti dari 72 responden yang menjawab pertanyaan kuesioner pengaruh teman sebaya, dimana terdapat responden yang tidak dapat menjawab paling banyak pada pertanyaan “Didalam mengekpresikan perasan saya terhadap pasangan, saya membuat puisi dan lagu romantis”. 5 3. Perilaku Seks Bebas Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Perilaku Remaja tentang Seks Bebas Kelas XI IPA IPS Di SMA N 15 Padang Tahun 2014 No Perilaku Seks Bebas F % 1 Tidak Beresiko 40 55,6 2 Beresiko 32 44,4 72 100 Jumlah Pada tabel. 3 di atas dapat di lihat bahwa dari 72 siswa/i terdapat 32 responden (44,4%) memiliki perilaku seks bebas beresiko di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Yuliza (2013) bahwa dari 85 responden hanya (12,7%) yang memiliki perilaku seks bebas yang beresiko di SMA N 16 Padang Tahun 2013. Menurut penelitian remaja yang sering berperilaku negatif bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan, media masa, pergaulan bebas, kurang nya perhatian dari orang tua dan minimnya ilmu agama, selain itu SMA N 15 Padang berada pada liingkungan yang banyak tempat memudahkan siswa/i untuk melalukan seks bebas. Hal ini terbukti dari hasil penelitian banyak responden menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan perilaku seks bebas yang beresiko yaitu melakukan onani atau masturbasi (31,9%), Meraba bagian sensitif (13,9%), ciuman bibir (11,1%) dan intercourse (5,6%). Dengan tingginya remaja yang melakukan perilaku seks bebas beresiko ditakutkan meningkatnya angka kejadian remaja hamil di luar nikah. Oleh sebab itu sekolah diharapkan dapat memberikan ekskul yang dapat membentuk kepribadian remaja tersebut. 6 4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Seks Bebas Tabel. 4 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Seks Bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014 N Pengetahuan O Perilaku Tidak Beresiko Beresiko n % n % Total F % 1 Rendah 11 73,3 4 26,7 15 100 2 Sedang 25 55,6 20 44,4 45 100 3 Tinggi 4 33,3 8 66,7 12 100 40 56,6 32 44,4 72 100 Jumlah P = 0,115 Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa proporsi siswa/i yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi ditemukan lebih banyak yang melakukan perilaku seks bebas beresiko (66,7%) dibandingkan yang tidak beresiko (33,3%) di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Hasil uji statistic mennggunakan uji chi-square dengan kemaknaan 95% didapatkan nilai P = 0,115 (P > 0,05), maka dapat di simpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Menurut Notoadmojo (2008) bahwa pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) pengetahuan akan mempengaruhi dalam mengadopsi perilaku, dia harus tau terlebih dahulu apa artinya atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Remaja yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang seks bebas diharapkan tidak melakukan perilaku seks bebas tersebut karena mereka lebih banyak mengetahui dampak dari perilaku seks bebas. Dari Hasil penelitian dapat dilihat siswa/i yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang seks lebih cenderung melakukan perilaku seks bebas beresiko dibandingkan dengan siswa/i yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Maka dapat disimpilkan tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014. 7 5. Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas Tabel 5 Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014 Perilaku Tidak Beresiko Beresiko N % n % No Pengaruh Teman Sebaya 1 Negatif 17 43,6 22 2 Positif 23 69,7 40 55,6 Jumlah Total f % 56,4 39 100 10 30,3 33 100 32 44,4 72 100 P = 0,047 Pada Tabel. 5 dapat dilihat bahwa porposi siswa/i yang memiliki pengaruh Negatif ditemukan lebih banyak melakukan perilaku seks yang beresiko (56,4%) dibandingkan dengan tidak beresiko (43,6%) di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Hasil uji chi-square dengan kemaknaan 95% didapatkan nilai P =0,047 (P <0,05), Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubunan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seks bebas di SMA N 15 Padang. Hasil penelitian menjawab hipotesa bahwa adanya hubungan pengaruh teman sebaya dengan perilaku seks bebas remaja kelas XI IPA dan IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Menurut Mu’tadin (2007) pengaruh teman sebaya adalah sekelompok orang yang seumuran seperti teman sekolah yang mempunyai daya yang dapat membentuk watak, kepercayaan dan perbuataan seseorang. Pengaruh dalam pergaulan remaja ada yang positif dan negatif. Pada pengaruh teman sebaya yang negatif di harapkan remaja tidak terjerumus pada perilaku seks bebas yang dapat merugikan masa depannya. Dari hasil penelitian dapat dilihat siswa/i yang mempunyai pengaruh negatif lebih cenderung melakukan perilaku seks bebas beresiko dibandingkan siswa/i yang memiliki pengaruh positif. Maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pengruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas Remaja Kelas XI IPA dan IPS di SMA N 15 Padang Tahun 2014 yang dilakukan pada tanggal 23 Januari s/d 24 Mei 2014 didaptkan hasil sebagai berikut: 1. Sebanyak 45 (62,5%) siswa/i memiliki tingkat pengetaahuan sedang tentang pengetahuan seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014. 2. Sebanyak 39 (54,2%) siswa/i memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku seks bebas di SMA N 15 Padang Tahun 2014. 8 3. Sebanyak 40 (55.6%) memiliki perilaku seks bebas yang tidak beresiko di SMA N 15 Padang Tahun 2014. 4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perlaku seks bebas remaja di SMA N 15 Padang Tahun 2014. 5. Adanya hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seks bebas remaja di SMA N 15 Padang Tahun 2014. Saran 1. Bagi SMA N 15 Padang Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan SMA N 15 Padang dapat memberikan ekstrakulikuler yang dapat membentuk karakter kepribadian siswa/i. Sehingga siswa/i tidak mudah terpengaruh kepada perilaku seks bebas yang dapat merusak masa depannya. Serta memberikan pengetahuan seks kepada siswa/i dalam pelajaran Bimbingan Konseling. 2. Bagi Akademi Kebidanan Puteri Andalas Diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mahasiswa Akademi Kebidanan Puteri Andalas Padang tentang perilaku seks bebas, agar mahasiswa mamp meningkatkan kualitas dalam memberikan penyuluhan mengenai perilaku seks bebas pada remaja. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal dan penelitian selanjutnya dapat meneliti variabel – variabel lain yang berhubungan dengan perilaku seks bebas pada remaja. DAFTAR PUSTAKA Arikunto.2006. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka BKKBN . 2011. http://berita.plasa.msn.com/nasional/okezone/tekan-angkakehamilan-bkkbn. Diakses tanggal 07-10-2013 BKKBN. 2012. http://nad.bkkbn.go.id/viewArtikel.aspx?ArtikelID=1425. diakses tanggal 02-10-2013 Cemara. 2011. http://www. PKBI.co.id/pkbi/atticles/angka-kejadian-sekspranikah-sumbar. diakses tanggal 15-10-2013 Darma,Guna. 2007. http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/ psychology/2007/ Artikel 10502256.pdf. diakses tanggal 02-10-13 Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Fikar. 2010. Penyimpangan Perilaku Remaja. Jakarta : Qitshi Franciska, Yunetra dan Nesi Novita. 2011. Promosi Kesehatan dalam Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Health. 2013. http://health.okezone.com/read/2013/02/13/482/760944/209remajaIndonesia-hamil-di-luar-nikah. diakses tanggal 05-10-2013 Ibrahim. 2011 .http://ibrahim.News.com/2011/11/01/angka-kejadian-remajahamil-diluar-Nikah. Diakses tanggal 11-01-2013. 9 Julianto. 2012. www.angka/kejadian/remaja/hamil/di/luar/nikah/di/indonesia /2012/,pdf. diakses tanggal 02-10-2013. Koeeko. 2011. http://koeeko.wordpress.com/2011/10/09/pergaulan-bebas-dikalanganremaja-Penyebab-dan-dampaknya. diakses tanggal 02-10-13 Mu’tadin. 2010. Teman Sebaya. Jakarta : Salemba Medika News, Indonesia Raya. 2013. http://www.indonesiarayanews.com/news/gaya -hidup/03/20/2013/48-1-persen-remaja-hamil-di-luar nikah. diakses tanggal 02-10-2013 Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta ___________________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2012 . Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.Rineka Cipta Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta :Raja Grafindo Persada ___________________ . 2009. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja ___________________. 2011. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta :Rajawali Pers Riyanto, Agus dan Budiman. 2013. Kapita Selekta Kuesioner. Jakarta : Salemba Medika Subdibyo. 2012. www. Bkkbn.go.id, angka/kejadian/hamil/diluar/nikah/sumbar. Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Tentang Bahaya Rokok Di SMA PGRI 2 Padang TAHUN 2014 Diakses Tanggal 15-10-2013. Yuliza, Siska. 2013 . Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja dengan Perilaku Seks Bebas Remaja di SMA N 16 Padang Tahun 2013. Padang : KTI 10 Oleh Elma Rezi, S. ST ABSTRAK World Health Organization (WHO) menyatakan jumlah perokok di dunia sampai dengan Februari 2012 mencapai 4 miliar orang. Indonesia sendiri di tahun 2010 menempati peringkat ketiga jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dengan jumlah 390 juta perokok atau 29% per penduduk dan India tercatat 144 juta perokok atau 12,5% per penduduk. Tercatat sekitar 65 juta penduduk merokok secara aktif. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2011), Sumetera Berat memasuki urutan ke 5 di Indonesia. Lebih dari 1,2 juta penduduk di Padang,Sumatera Barat merokok. Jenis penelitian ini adalah Analitik dengan desain Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah siswa/i kelas X di SMA PGRI 2 Padang sebanyak 102 orang dengan sampel 51 orang. Teknik pengambilan sampel secara Proposional Sampling, pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner pada tanggal 28 Mei 2014, data dianalisa secara chi-square dan data yang ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 51 orang responden terdapat 30 orang (58,8%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, 18 orang (35,3%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, 3 orang (5,9%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, 36 orang (70,6%) responden memiliki sikap yang positif dan 15 orang (29,4%) responden memiliki sikap yang negatif, tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap bahaya rokok dengan nila Pvalue = 0,513 (P< 0,05). Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa remaja dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki sikap positif terhadap bahaya rokok pada. Diharapkan kepada lembaga pendidikan dan media masa agar dapat memberikan informasi-informasi yang banyak tentang bahaya rokok pada kesehatan ini, bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian dengan variabel independen yang berbeda. Daftar Bacaan : 17 (2004-2013) PENDAHULUAN 11 World Health Organization (WHO) menyatakan jumlah perokok di dunia sampai dengan Februari 2012 mencapai 4 miliar orang. Indonesia sendiri di tahun 2010 menempati peringkat ketiga jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dengan jumlah 390 juta perokok atau 29% per penduduk dan India tercatat 144 juta perokok atau 12,5% per penduduk. Tercatat sekitar 65 juta penduduk merokok secara aktif. Penduduk Indonesia khususnya remaja, kurang mempedulikan bahaya merokok bagi kesehatannya. Indonesia menempati urutan pertama dalam jumlah perokok remaja terbanyak di dunia (Kurniawan, 2012). Remaja cenderung mencoba perilaku yang belum pernah dilakukannya baik itu perilaku positif maupun negatif. Salah satu contoh perilaku negatif yang sering dilakukan oleh remaja adalah merokok. Hasil penelitian Rising dan Alexander (2011) menyimpulkan bahwa remaja adalah target pasar yang sangat potensial untuk industri rokok. Kebiasaan yang beresiko menyebabkan kematian atau menimbulkan penyakit pada remaja, yaitu: penggunaan rokok, perilaku yang menyebabkan cedera atau kekerasan, alkohol dan obat terlarang, diet ketat (dapat menyebabkan kematian) gaya hidup bebas, serta perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan dan kematian. Menurut Menteri Kesehatan, dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR, PH (2011), Indonesia masih menjadi negara terbesar ke-3 dalam jumlah perokok di dunia. Dari tahun 2000-2010 mengalami peningkatan, baik dikalangan perokok laki-laki maupun perempuan. Jumlah perokok laki-laki dengan usia diatas 15 tahun sudah mencapai 66%. Sedangkan perokok perempuan 4%. Juga yang meningkat adalah perokok pemula yang berusia muda seperti 10-14 tahun. Faktor-faktor dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau lngkungan. Bersosialisasi merupakan cara utama pada remaja untuk mencari jati diri mereka. Biasanya mereka memperhatikan tindakan orang lain dan kadang kala mencoba untuk meniru perlakuannya. Namun sangat disayangkan karena tidak hanya kebiasaankebiasaan yang baik ditiru, melainkan juga kebiasaan buruk, termasuk kebiasaan merokok (Kurniawan, 2012). Berdasarkan survey awal dilakukan dengan wawancara kepada kepala sekolah bahwa di SMA PGRI 2 Padang didapatkan pada tahun-tahun sebelumnya ada beberapa siswa-siswa yang dikeluarkan karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah, dan dari wawancara tesebut didapatkan informasi dari 10 orang siswa-siswi mengenai bahaya rokok terhadap sistem reproduksi adalah 4 dari 10 orang siswasiswi mengetahui bahaya rokok terhadap kesehatan, sedangkan 6 diantaranya tidak mengetahui hal tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap bahaya rokok di SMA PGRI 2 Padang tahun 2014. SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 12 Penelitian ini bersifat analitik yaitu menganalisa tentang hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap remaja tentang bahaya rokok di SMA PGRI 2 Padang tahun 2013 dengan desain cross sectional yaitu variabel dependen diteliti pada waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2005) Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X yang berjumlah 102 orang dengan 3 lokal. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas X SMA PGRI 2, Lubuk Begalung, Padang, dengan sampel dalam penelitian ini sebanyak 51 orang. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat Pengetahuan Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Remaja Terhadap Bahaya Rokok % No Pengetahuan f 1 Tinggi 30 58,8 2 Cukup 18 35,3 3 Rendah 3 5,9 Jumlah 51 100.0 Dari tabel. 1 diatas dapat dilihat bahwa dari 51 orang siswa-siswi terdapat 30 siswa-siswi (58,8 %) yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang bahaya rokok di SMA PGRI 2 Padang. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Risky Novita (2013) ditemukan (57,8%) remaja yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang bahaya rokok di SMA Negeri 2 Surakarta. Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari penglihatan dan pendengaran. Menurut peneliti bahaya rokok yang banyak diketahui remaja hanya secara garis besarnya saja, tidak banyak remaja yang mengetahui dampak negatif yang berkelanjutan tentang rokok tersebut. Banyak juga didapati remaja-remaja yang mengetahui tentang bahaya rokok tersebut tetapi mereka masih saja merokok, dan tidak menghiraukan bahaya tersebut. Responden pada penelitian ini mengetahui bahwa bahaya rokok hanya dapat merusak kesehatan saja, seperti penyakit jantung 13 dan merusak paru-paru, sedangkan bahaya rokok yang berkelanjutan responden ini tidak banyak yang mengetahuinya. Hal ini terbukti dimana responden menjawab pertanyaan no 1 sampai dengan pertanyaan no 10 dalam kuisioner yang berhubungan dengan bahaya rokok hanya sebagian responden yang menjawab benar. 2. Sikap Tabel .2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Remaja Terhadap Bahaya Rokok No Sikap f % 1 Positif 36 70,6 2 Negatif 15 29,4 51 100.0 Jumlah Dari tabel. 2 diatas dapat dilihat bahwa dari 51 orang siswa-siswi terdapat 36 orang siswa-siswi (70,6%) yang memiliki sikap positif tehadap bahaya rokok di SMA PGRI 2 Padang. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Risky Novita (2013) ditemukan (80,7%) remaja yang memiliki sikap positif tentang bahaya rokok di SMA Negeri 2 Surakarta. Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan salah satu kecendrungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak terhadap objek tertentu, dan sikap hanyalah sebagian dari prilaku manusia. Dapat dilihat dari penelitian ini bahwa banyak siswa-siswi yang bersikap positif karena siswa-siswi dapat menyadari bahwa rokok dapat berdampak negatif bagi dirinya dan orang lain, sedangkan siswa-siswi yang memiliki sikap negatif hanya beberapa, mungkin dikarenakan salah pergaulan, faktor lingkungan dan kurangnya pengetahuan siswa-siswi tentang bahaya rokok. Hal ini terbukti dari 51 orang responden yang menjawab pertanyaan kuisioner terdapat pada kuisioner, pertanyaan no 11, pertanyaan no 12, kemudian diikuti pertanyaan no 13. 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Terhadap Bahaya Rokok 14 No Tabel. 3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Terhadap Bahaya Rokok Sikap Tingkat Positif Negatif pengetahuan Total n % n % f % 1 Tinggi 23 76,7 7 23,3 30 100.0 2 Cukup 11 61,1 7 38,9 18 100.0 3 Rendah 2 66,7 1 33,3 3 100.0 Jumlah 36 70,6 15 29,4 51 100.0 Berdasarkan tabel. 3 dapat dilihat bahwa proposi siswa-siswi dengan tingkat pengetahuan tinggi pada sikap positif (76,7%), dibandingkan dengan siswa-siswi yang memiliki sikap negatif (23,3%). Hasil uji chi-square dengan kemaknaan 95% di dapatkan nilai P = 0,513 (P=<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap sikap remaja tentang bahaya rokok di SMA PGRI 2 Padang. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Risky Novita (2013) ditemukan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap remaja tentang bahaya rokok. Hasil penelitian ini adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap bahaya rokok, tingkat pengetahuan selalu mempengaruhi sikap remaja tentang bahaya rokok tersebut, bisa saja sikap tersebut dipengaruhi oleh teman sebaya, efek media masa dan lingkungan. Sikap merupakan aprisiasi dari apa yang difikirkan, siswa-siswi yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan memiliki sikap negatif sering mengabaikan bahaya rokok tersebut karena rasa ingin tahu yang tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN 15 Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Tentang Bahya Rokok Di Kelas X SMA PGRI 2 Padang tahun 2014 yang dilakukan tangga 28 mei 2014 di dapatkan hasil sebagai berikut : 1. 2. 3. Bahwa dari 51 orang responden terdapat 30 orang (58,8%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Bahwa dari 51 orang responden terdapat 36 orang (70,6%) responden memiliki sikap yang positif. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap bahaya rokok pada sistem reproduksi. Saran 1. Bagi Institusi Kebidanan Diharapkan agar institusi kebidanan dapat memberikan dan mengaplikasikan ilmu atau pengetahuan tentang bahaya rokok pada sistem reproduksi kepada mahasiswa agar mahasiswa kebidanan mampu meningkatkan kualitasnya dalam memberikan penyuluhan ke lapangan yang membahas tentang bahaya rokok di sekolah-sekolah agar pengetahuan remaja tentang bahaya rokok pada sistem reproduksi. 2. Bagi SMA PGRI 2 Padang Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, diharapkan sekolah dapat meningkatkan kedisiplinan peraturan sekolah dikarenakan lingkungan sekolah yang berada dikawasan pinggiran kota, kemudian memberikan atau mengenalkan pengetahuan tentang bahaya rokok kepada siswa-siswi . 3. Bagi Peneliti Selanjutanya Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal oleh peneliti selanjutnya dapat meneliti variabel-variabel lain yang berhubungan dengan bahaya rokok. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S, 2006. “ Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik” Jakarta : PT Rineka Cipta. Daju, S, Friska. 2013. “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Tentang Bahaya Merokok Dengan Tindakan Pencegahannya Di Sekolah Menengah Pertama (Smp) Islam Yapim Manado”. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Di unduh dari JURNAL-Friska-Daju-091511065-AKK.pdf. Dayaksini, Tri, Salis Yuniardi, 2010. “Psikologi Lintas Dan Budaya” Malang, Universitas Muhammadiah Malang. DepKes, Poltekes. 2012. “Kesehatan Remaja Prolem Dan Solusinya” Jakarta : Salemba Medika. 16 Erfandi, 2009. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan” Yogyakarta. Di unduh dari http://forbetterhealth.pdf tanggal 10 Desember 2013. Hidayat, Aziz Alimul. 2011. “Metode Penelitian Kebidanan Dan Tekhnik Analisis Data”. Jakarta: salemba medika Jakarta. Kurniawan, Teddy. 2012. “Pengaruh Paparan Iklan Dan Self-Efficacy Terhadap Rpilaku Merokok Remaja”. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Di unduh dari. http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/2611/T1_212008020_ Full Text.pdf. Tanggal 15 November 2013. Kusmaran, Eny. 2011. “Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita”. Jakarta Selatan: Salemba Medika Jakarta. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, S.K.M., M.Com. H.,2005. “Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi” Jakarta: Salemba Medika Jakarta. 2007. “Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku” Jakarta : Rineka Cipta 2010. “Metodologi Penelitian Kesehatan” Jakarta : Rineka Cipta 2012. “Metodologi Penelitian Kesehatan”. Jakarta: Salemba Medika Jakarta. Prasetya, Dwi, Lukyta. 2012. “Pengaruh Negatif Rokok bagi Kesehatan di Kalangan Remaja”. Universitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Di unduh dari http://2Fimadiklus/lukyta/Pengaruh/Negatif/Rokok/bagi/Kesehatan/di/Kalangan/Rem aja.pdf. Tanggal 21 November 2013. RI, DepKes, 2004. “Kawasan Tanpa Rokok” Jakarta. 2009. “Peringatan Kesehatan Akan Bahaya Rokok” Jakarta : Salemba Medika. Riskesdas, 2011. “Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan” Padang, Sumatera Barat. Tjokronegoro, 2008. “Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran” Jakarta : Komisi Pengembangan Dan Riset, Perpustakaan UI (Universitas Indonesia). Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan Kunjungan Ibu Hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang 17 Tahun 2014 Oleh Ezzy Oktarina, S. ST ABSTRAK Departemen kesehatan RI pada tahun 2004 melaporkan bahwa wanita hamil yang mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan selama kurun kehamilan adalah yang berkunjung sekali sebanyak 49% dan yang berkunjung empat kali hanya 34%. Indikator pemantauan teknis diantaranya yaitu cakupan Kunjungan Pertama (K1) dan Kunjungan 4 (K4). Pada tahun 2013 pencapaia K1 = 98,6 %, K4 = 92,2 %. Dari 22 Puskesmas yang ada di Kota Padang, Puskesmas Bungus menempati sasaran ibu hamil terbanyak dan cakupan kunjungan kehamilan yang terendah yaitu pada K4 yaitu 76,7%. Tujuan penelitian adalah mengetahui Hubungan Peran Tenaga Kesehatan Dengan Kelengkapan Kunjungan Ibu Hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 sampai Mei 2014. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu nifas sebanyak 121 orang, dengan sampel sebanyak 55 orang, dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuinsioner, selanjutnya data dianalisa menggunakan analisa statistik chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 55 ibu, terdapat 52,7% ibu hamil mendapatkan peran tenaga kesehatan yang kurang baik, 72,7% ibu hamil yang lengkap dalam kunjungan ibu hamil. Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan kunjungan ibu hamil. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan kunjungan ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Untuk itu diharapkan bagi setiap tenaga kesehatan agar dapat memberikan dukungan kepada ibu hamil, agar ibu hamil memiliki keinginan yang baik untuk memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan secara teratur. Daftar Bacaan : 29 (2006-2013) PENDAHULUAN 18 Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi mewujudkan hidup yang sehat. Pasal 47 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kegiatan (Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Kunjungan Antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan bayi perlu dilakukan minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan (Salmah, 2009). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457 /Menkes/ SK/ X/ 2003 tentang standar pelayanan kesehatan minimal dibidang kesehatan di kabupaten atau kota khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan target tahun 2010 yaitu berupa cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4. K1 yaitu kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Cakupan Kl di bawah 70% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan keterjangkauan pelayanan antenatal yang rendah, yang mungkin disebabkan oleh pola pelayanan yang belum cukup aktif. Rendahnya K1 menunjukkan bahwa akses petugas kepada ibu masih perlu ditingkatkan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa ibu hamil kurang termotivasi dalam melakukan Antenatal Care secara teratur dan tepat waktu antara lain: kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care, kesibukan, tingkat sosial ekonomi yang rendah, dukungan suami yang kurang, kurangnya kemudahan untuk pelayanan maternal, asuhan medik yang kurang baik, kurangnya tenaga terlatih dan obat-obat penyelamat jiwa (Sarwono, 2005). PWS KIA bertujuan untuk memantau secara berkesinambungan pelayanan kesehatan ibu hamil, dari mulai Antenatal Care (ANC) sampai persalinannya serta kesehatan anaknya. Target pencapaian program untuk K1 = 95 % dan K4 = 92 %. Pencapaian K1, K4, Kunjungan Neonatus (KN), dan Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (PN) sudah mencapai target, dan mengalami trend peningkatan sejak tahun 2008. Pada tahun 2008 capaian K1 dan K4 sudah melebihi target, yaitu K1 = 97.9% dan K4 = 88%. Dan pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi K1= 99,3% dan K4 = 89,3%, kemudian tahun 2010 pencapaian K1 mengalami penurunan menjadi 94,8% dan K4= 90,3%. Dan tahun 2011 K1 = 99,8 % dan K4 = 94,0 % dan tahun 2012 pencapaia K1 = 98,6 %, K4 = 92,2 % (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2012). Berdasarkan data yang diperolah dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2012, bahwa dapat dilihat dari cakupan ibu hamil dari 22 Puskesmas yang ada di Kota Padang, Puskesmas Bungus menempati sasaran ibu hamil terbanyak dan cakupan kunjungan kehamilan yang terendah yaitu pada K4 yaitu 76,7%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Bungus Padang tahun 2013 pada bulan Agustus, 19 bahwa kunjungan kehamilan mencapai 305 (55,5%) data total keseluruhan ibu hamil yang melakukan kunjungan kehamilan ke tenaga kesehatan. Menurut survey awal yang dilakukan pada bulan September 2013, mereka memeriksakan kehamilan jika merasa mual dan muntah yang sangat mengganggu atau jika ada keluhan saja, terkadang mereka datang dengan usia kehamilan yang cukup tinggi. Hal ini di sebabkan karena kurangnya informasi yang mereka peroleh dari tenaga kesehatan, dari 10 ibu yang diwawancarai, hanya 3 ibu yang melakukan kunjungan secara teratur, dan 7 ibu lainnya, hanya mengunjungi pelayanan kesehatan jika ada keluhan saja. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti melakukan penelitian tentang “Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan Kunjungan Ibu Hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014”. SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah Analitik yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan dan menggali bagaimana dan mengapa suatu fenomena terjadi. Penelitian ini menggunakan Desain Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan faktor efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja (Elmiyasna, dkk, 2011). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah sasaran ibu nifas yang ada di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang pada bulan Juli sampai September 2013 sebanyak 121 kunjungan. Berdasarkan jumlah populasi yang ada, maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 55 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling yaitu dengan cara acak sederhana, yaitu pengambilan sampel dengan cara membuat undian. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bersedia menjadi responden b. Dapat berkomunikasi dengan baik c. Berada dan berdomisili di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 20 1. Peran Tenaga Kesehatan Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Tenaga Kesehatan di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014 Peran Tenaga Kesehatan f % Kurang Baik Baik Jumlah 29 26 55 52.7 47.3 100 Dari tabel. 1 dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (52,7%) responden mendapatkan peran tenaga kesehatan yang kurang baik di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rani (2011) yang melakukan penelitian tentang hubungan peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah lebih dari separoh (54,6%) responden memiliki dukungan dari tenaga kesehatan. Peran berarti laku, bertindak. Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (Harahap, dkk, 2007). Peran adalah suatu yang diharapkan dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar memenuhi harapan. Peran petugas kesehatan adalah suatu kegiatan yang diharapkan dari seorang petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Setiadi, 2008). Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti memiliki asumsi bahwa peran tenaga kesehatan adalah dimana tenaga kesehatan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi yang lebih jelas tentang kesehatan, dan dengan informasi yang mereka berikan, maka klien dapat mengerti dan memahami informasi yang diberikan petugas kesehatan dalam mengambil sikap dan tindakan yang akan mereka ambil, dalam hal ini tindakan dalam melakukan kunjungan kehamilan, jika tenaga kesehatan dapat menjelaskan serta memberikan informasi tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan, maka ibu hamil akan bergiat dan bersemangat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dengan teratur. 2. Kunjungan Ibu Hamil 21 Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelengkapan Kunjungan Ibu Hamil Di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014 Kelengkapan Kunjungan f % Tidak Lengkap Lengkap Jumlah 15 40 55 27.3 72.7 100 Dari tabel. 2 dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (72,7%) responden yang lengkap dalam kunjungan ibu hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2011) yang melakukan penelitian tentang hubungan peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan kunjungan kehamilan, dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah lebih dari separoh (56,4%) responden melakukan kunjungan kehamilan dengan lengkap. Menurut Manuaba (2009), Antenatal Care (ANC) adalah pengawasan sebelum persalinan terutama untuk ditujukan pada pertumbuhan janin dalam rahim Antenatal Care adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti memiliki asumsi bahwa kunjungan kehamilan dapat dilakukan di tempat pelayanan kesehatan yang menyediakan pemeriksaan kehamilan, seperti Bidan atau dokter spesialis yang menangani kandungan, dalam hal ini ibu hamil yang mengunjungi kehamilan. Pada penelitian ini kunjungan kehamilan sudah lengkap, hal ini dipengaruhi oleh keinginan ibu hamil yang sanga ttinggi dalam mengunjungi pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilan. 3. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan Kunjungan 22 Tabel. 3 Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan Kunjungan Ibu Hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014 Peran Tenaga Kesehata n Kurang Baik Baik Jumlah P = 0,720 9 6 15 Kelengkapan Kunjungan Kehamilan Tidak Lengkap Lengkap f % f % 31 20 69 29 23,1 20 76,9 26 27,3 40 72,7 55 f % 100 100 100 Pada tabel. 3 terlihat bahwa dari 29 responden proporsi peran tenaga kesehatan yang kurang baik lebih banyak di temukan pada kunjungan kehamilan yang lengkap (69%) daripada kunjungan kehamilan yang tidak lengkap (31%). Hasil uji statistik menggunakan uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,720 (p > 0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan kunjungan ibu hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014. Hasil uji statistik menggunakan uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,720 (p > 0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan kunjungan ibu hamil di Kelurahan Bungus Barat Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Padang Tahun 2014. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Andini (2011) yang melakukan penelitian tentang hubungan peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan kunjungan kehamilan, dengan ahsil yang diperoleh adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan kunjungan kehamilan, dengan nilai p=0,002. Kunjungan Antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan bayi perlu dilakukan minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan (Salmah, 2009). Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan Antenatal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik diposyandu, pondok bersalin desa,kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan pelayanan Antenatal Care (ANC) sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil (Sunarsih, 2010). 23 Menurut Pohan (2013), menyebutkan bahwa suatu fenomena yang menggambarkan kurangnya peran petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan, yaitu masih mebedakan derajat sesorang, sehingga apa yang disebut dengan mutu pelayana kesehatan tidak dapat perpenuhi dengan mestinya. Disisi lain untuk menjalankan peran tenaga kesehatan dewasa ini sangat membutuhkan peran tenaga kesehatan itu sendiri, khusunya padapenalayanan kebidanan. Selain itu kurangnya peran tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan tenaga kesehatan merupakan penyebab masalah dalam pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti memiliki asumsi bahwa peran tenaga kesehatan sebenarnya memiliki fungsi yang baik, untuk memberikan motivasi kepada ibu hamil dalam melakukan kunjungan kehamilan. Tetapi pada penelitian ini memiliki hasil yang berbeda, yaitu hasil penelitian yang diperoleh adalah tidak ada hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan kunjungan kehamilan, karena masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi kunjungan kehamilan, seperti, keinginan ibu yang benar-benar ingin memeriksakan kehamilannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian yang diperoleh dari 55 ibu dapat disimpulkan: 1. Lebih dari separoh (52,7%) ibu mendapatkan peran tenaga kesehatan yang kurang baik. 2. Lebih dari separoh (72,7%) ibu yang lengkap dalam kunjungan kehamilan. 3. Tidak ada hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan kunjungan ibu hamil. Saran Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang bisa disampaikan oleh peneliti yaitu: 1. Bagi Peneliti Penelitian yang dilakukan diharapkan akan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan pelayanan serta dapat menerapakan ilmu dari perkuliahan metode penelitian yang didapat di Akademi Kebidanan Puteri Andalas Padang. 2. Bagi Responden Penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan pada waktu nya dan ibu hamil juga dapat mengetahui manfaat dari pemeriksaan kehamilan. 3. Bagi Puskesmas Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas dalam pengambilan data tentang kunjungan kehamilan pada pelayanan kesehatan dan 24 menambah wawasan tenaga kesehatan tentang standar pelayanan Antenatal Care sehingga dapat memberikan memotivasi pada ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal care ke tenaga kesehatan. 4. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khusus untuk dapat menambah informasi dan referensi perpustakaan tentang peran tenaga kesehatan pada kelengkapan kunjungan pada ibu hamil. DAFTAR PUSTAKA Aditama, Chandra Yoga. 2009. Manajemen AdministrasiRumah Sakit. Jakarta: PenerbitUniversitas Indonesia (UI-Press). Andini, 2011. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan Dengan Kelengkapan Kunjungan Kehamilan Bobak , L. 2009. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC Hasibuan, Malayu S. P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara Huber, D. 2006. Leadership and Nursing Care Management. 2nd edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Harahap, dkk. 2007. Kamus besar bahasa Indonesia. Bandung: Balai Pustaka. Jonirasmanto. 2009. Mutu pelayanan rumah sakit. Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC Makhfudli., & Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas : teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Mufdlilah, 2010. Pola Makan dan Gaya Hidup Sehat Selama Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika. Muninjaya. 2009. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku. Kedokteran EGC Nadesul, Handrawan, 2006. Sehat Itu Murah. Jakarta PT. Kompas Media Nusantara Notoatmodjo.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta: PT Rineka. Cipta Notoatmodjo.2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka.Cipta Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2012 Prawirohardjo, 2010. Ilmu kebidanan. Jakara : Bina pustaka Jawetz 25 Pohan. 2013. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Rahmi. 2011. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan Dengan Kelengkapan Kunjungan Kehamilan Rani. 2011. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan Dengan Kelengkapan Ibu Hamil Dalam Melakukan Pemeriksaan Kehamilan Salmah. 2009. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC. Saifuddin. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka. Sabarguna Mars. 2006. Sistem Anggaran Operasional Rumah Sakit. Penerbit: Konsorsium. Yogyakarta. Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Setiadi. 2008. Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta Simamora. 2013. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC Sunarsih. 2010. Dan Vivian. 2010. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KEJADIAN ATONIA UTERI DI RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 26 Oleh Sandra Ilona ABSTRAK Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Faktor penyebab kejadian atonia uteri adalah Usia, Paritas, Bayi besar, Persalinan lama, Kehamilan kembar (Gamelli), General Anastesia, Infeksi, dan Poli Hidranion. RSUP.Dr. M. DJamil Padang merupakan rumah sakit rujukan di daerah Sumatera Barat yang banyak menangani kasus-kasus perdarahan post partum yang salah satu penyebab terbesar adalah atonia uteri. Dimana pada tahun 2009 (2,7%), 2010 (3,2%) dan 2011 (3,7%) atonia uteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia ibu dengan kejadian atonia uteri di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan atonia uteri sebanyak 53 orang 3,7% kasus dari 1462 ibu bersalin di Rumah Sakit RSUP.M. Djamil pada bulan Juli 2012. Teknik pengambilan sampel secara sistematik random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan format isian data pada bulan Juni tahun 2012. Analisa data ditampilkan pada tabel distribusi frekuensi dengan uji chi square. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Lebih dari separoh (52,8%) ibu post partum memiliki usia ibu beresiko. Separoh (50,0%) ibu post partum memiliki memiliki kejadian uterus tidak berkontraksi dengan adekuat. Ada hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan kejadin uterus tidak berkontraksi dengan adekuat di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012. Di harapkan bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan pada ibuibu tentang faktor-faktor yang menyebabkan atonia uteri. Di sarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan atonia uteri. KEPUSTAKAAN : 16 (2001 – 2011) PENDAHULUAN 27 Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang rentan yaitu: ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta janin atau bayi pada masa perinatal. Hal ini ditandai dengan tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia yaitu: 307 per 100.000 kelahiran hidup, (SDKI 2002), penyebab kematian langsung ibu adalah pendarahan (40%-60%), hipertensi dalam kehamilan (20%-30%), dan infeksi nifas (20%-30%). (INDK.KR, THPIEG, PRIME, Pelatihan Asuhan dasar, 2000) . Dalam rencana starategi nasional Making Pregnancy Safe (MPS). Di Indonesia 2001-2010 disebutkan bahwa dalam konteks rencana dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, Visi MPS adalah “Kehamilan dan Persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan dengan sehat” (Saifuddin dkk, 2002) . Perdarahan masih merupakan salah satu sebab dari tiga penyebab utama kesakitan dan kematian maternal di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Pendarahan post partum merupakan salah satunya adalah atonia uteri (75% – 80%), (Nugroho, 2001) . Angka kejadian perdarahan post partum karena atonia uteri yang tercatat di rekam medik instalasi kebidanan Rumah Sakit X>X berdasarkan klasifikasi menurut diagnosis obstetri periode Januari 1998 – Desember 1998, terdapat (0,17%) dari 1673 persalinan dan pada tahun 1999 (0,43%) dari 1162 persalinan. Dan pada tahun 2005 terjadi peningkatan kasus atonia uteri sebesar (1,35%). Faktor-faktor predisposisi yang berperan terhadap terjadinya perdarahan yang mengakibatkan atonia uteri, seperti umur dan persalinan tindakan. Adapun faktor resiko umur adalah umur yang lebih dari 35 tahun dan umur yang kurang dari 20 tahun termasuk komplikasi resiko pada kehamilan dan persalinan, yang kemungkinan besar akan terjadi perdarahan diakibatkan karena atonia uteri. Selain itu faktor predisposisi yang mendukung adalah persalinan tindakan seperti ekstraksi vakum dan ektraksi forsep bisa menyebabkan perdarahan diakibatkan karena atonia uteri dimana uterus tidak berkontraksi secara normal sehingga uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia uteri bisa juga terjadi karena penatalaksanaan yang salah pada kala III, mencoba mempercepat kala tiga dengan mendorong dan memijat uterus sehingga mengganggu mekanisme fisiologi pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan perdarahan, perdarahan yang terusmenerus yang tidak mendapat penanganan cepat akan menyebabkan syok dan kematian. Oleh karena itu sangatlah penting bagi penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan. Salah satu usaha untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu, bidan yang tugas pokoknya membantu menyelamatkan nyawa ibu harus memiliki kemampuan professional, baik secara akademik maupun teknis, untuk mengantisipasi tugas bidan yang semakin komplek dan meningkatkan profesionalismenya dalam menghadapi tuntutan masyarakat serta perkembangan dan teknologi dalam bidang kesehatan khususnya kebidanan, yang lulusannya diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih berkualitas dan professional. 28 Berdasarkan uraian diatas karena masih tingginya angka kejadian Atonia Uteri maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Umur Dengan Kejadian Atonia Uteri Di RSUP dr. M. Jamil Padanag Tahun 2012” SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah Analitik yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan dan menggali bagaimana dan mengapa suatu fenomena terjadi. Penelitian ini menggunakan Desain Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan faktor efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja (Elmiyasna, dkk, 2011). Teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling yaitu dengan cara acak sederhana, yaitu pengambilan sampel dengan cara membuat undian. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bersedia menjadi responden b. Dapat berkomunikasi dengan baik c. Berada pada saat penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Usia Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Ibu di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012 No Usia Ibu f % 1. Berisiko 56 52,8 2. Tidak Berisiko 50 47,2 106 100 Jumlah Berdasarkan tabel. 1 dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (52,8%) memiliki usia ibu berisiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Asmaryani (2010) bahwa terdapat (8,2%) dengan usia ibu berisiko terhadap atonia uteri di Rumah Sakit. Dr. Pringadi Medan. 29 Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Usia aman bagi seorang wanita untuk hamil dan persalinan adalah 20-30 tahun (Prawiroharjo.S, 2002). Wanita yang melahirkan anak pada usia di bawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia di bawah 20 tahun fungsi reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan di atas 35 tahun fungsi reproduksi wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun (Prawirohardjo, 2002). Peneliti juga berpendapat bahwa dengan ditemukannya sebagian besar ibu bersalin dengan umur berisiko sebanyak (52,8%). Hal ini menunjukkan bahwa usia dibawah 20 tahun 2 – 5 kali lebih tinggi terjadi atonia uteri. 2. Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian Atonia Uteri di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tabel. 2 Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian Atonia Uteri di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012 USIA IBU KEJADIAN ATONIA UTERI YA TIDAK (KONTROL) (KONTROL) JUMLAH f % f % f % Beresiko 40 75,4 16 30,2 56 52,8 Tidak Beresiko 13 24,6 37 69,8 50 47,2 Jumlah 53 100 53 100 106 100 p = 0,000 Berdasarkan tabel. 2 dapat dilihat dari 53 orang kasus kejadian atonia uteri ternyata usia berisiko lebih besar megalami atonia uteri 75,5% dibandingkan usia ibu yang tidak berisiko terdapat 24,5%. Setelah dilakukan uji statistik dengan uji chi square didapatkan p value < 0,05 (p=0,000) ini berarti ada hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan kejadian uterus tidak berkontraksi dengan adekuat di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012. 30 Dari nilai odds ratio diperoleh OR sebesar 3,018 dapat diartikan bahwa ibu dengan usia berisiko memiliki peluang 3 kali lebih besar untuk mengalami atonia uteri dibandingkan usia ibu tidak beresiko. Kegagalan uterus untuk berkontraksi maksimal setelah proses keluarnya janin dan plasenta sehingga mengakibatkan perdarahan di uterus yang hebat (Hariyanto, 2002). Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002). Atonia Uteri dapat disebabkan oleh: Paritas (Multiparitas), Umur yang terlalu tua dan terlalu muda, Over distensi Uterus (Makrosomia, amelli, dan Polyhidramnion), General anastesia, Persalinan lama, Infeksi. (Dian .I, 2008) Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus. Kegagalan uterus untuk berkontraksi maksimal setelah proses keluarnya janin dan plasenta sehingga mengakibatkan perdarahan di uterus yang hebat (Hariyanto, 2002). Berdasarkan hasil penelitian atonia uteri cenderung terjadi pada usia berisiko yaitu pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun karena pada usia ini diharapkan tidak terjadi kehamilan sehingga dituntut, kesadaran ibu dan partisipasi aktif ibu untuk ber KB. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Lebih dari separoh (52,8%) ibu post partum memiliki usia ibu beresiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012. 2. Ada hubungan yang bermakna usia ibu dengan kejadian atonia uteri di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012 SARAN 1. Bagi RSUP Dr. M. Djamil Padang. Diharapkan pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan informasi kepada pasangan usia subur untuk mengalami kehamilan pada usia 20 – 35 tahun dan di anjurkan untuk memakai alat kontrasepsi KB. 2. Bagi Pendidikan Diharapkan agar dapat digunakan sebagai bahan masukan kepustakaan untuk menambah wawasan mahasiswi tentang topik yang diteliti. 3. Penelitian Selanjutnya Di sarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan atonia uteri. DAFTAR PUSTAKA Abdul Nasur, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Numed Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian, Rineka Cipta 31 Buku Acuan JPNK. KR, 2007. Asuhan Persalinan Normal Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar, 2008. Profil Kesehatan Padang Hakim, Muhammad, 1996. Ilmu Kebidanan Fisiologis dan Patologis Persalinan, Jakarta http://www.google.com, diakses 05 Maret 2010 http://gandus-gandus.blogspot.com, diakses 05 Maret 2010 Mansyur, Arif, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta Miratu, 2009. Hubungan Usia Dengan Paritas Ibu Bersalin Dengan Kejadian Pendarahan Post Partum di RSUP Dr. M. Djamil Padang, KTI Dharma Lanbouw Mochtar, Rustam, 1998. Synopsis Obstetric, Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Rineka Cipta Prawihardjo, Sarwono, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta , 2002. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Pringadi, 2010. Karakteristik Ibu Dengan Kasus Atonia Uteri, Jakarta Putranto, 2005. Synopsis Obstetrik, Jakarta Saifuddin, 2002. Buku Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : PKKR-POGI bekerja sama dengan YBPS. 32 HUBUNGAN PELATIHAN APN, KEBIJAKAN TERTULIS TENTANG APN DAN SUPERVISI ORGANISASI IBI DENGAN PELAKSANAAN STANDAR ASUHAN PERSALINAN NORMAL OLEH BIDAN DI PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA PADANG TAHUN 2013 Oleh Sukmayenti,S.KM, M.Kes ABSTRAK Standar Asuhan Persalinan Normal (APN) merupakan bagian dari Standar Pelayanan / Asuhan Kebidanan, sehingga sangat penting untuk diketahui dan dilaksanakan oleh tenaga bidan yang hendak membantu persalinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelatihan APN, kebijakan tertulis tentang APN (SOP/Protap) dan supervisi organisasi IBI dengan pelaksanaan standar Asuhan Persalinan Normal (APN) oleh bidan di puskesmas rawat inap Kota Padang. Desain penelitian adalah cross sectional study, dilaksanakan bulan Juli sampai November 2013 dengan jumlah sampel 50 orang (Proportional Random Sampling). Data didapat dengan menggunakan kuesioner dan ceklist. Analisa data dengan univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil analisis univariat menggambarkan bahwa 40% pelaksanaan Standar APN dalam kategori rendah, 78% responden belum pernah ikut pelatihan APN, 32% responden tidak memiliki kebijakan tertulis tentang APN (SOP/Protap) ditempat kerja, 50% responden belum pernah mendapat supervisi dari organisasi IBI. Hasil analisis bivariat menunjukan ada hubungan bermakna antara pelatihan APN dan supervisi organisasi IBI dengan pelaksanaan Standar APN, dan tidak ada hubungan bermakna antara kebijakan tertulis tentang APN dengan pelaksanaan Standar APN. Hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan pelaksanaan Standar APN adalah pelatihan APN. Kesimpulannya kurang dari separoh pelaksanaan Standar APN di Kota Padang dengan kategori rendah, dan faktor dominan yang berhubungan dengan pelaksanaan Standar APN adalah pelatihan APN. Diharapkan kerjasama organisasi IBI dan Dinas Kesehatan dalam menyelenggarakan pelatihan APN sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pelaksanaan Standar APN. 33 PENDAHULUAN Kebijakan Kementrian Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian baik pada ibu maupun pada bayi, pada dasarnya mengacu pada intervensi strategis “Tujuh Pilar Safe Motherhood (Seven Pilars of Safe Motherhood)”, salah satunya adalah “Persalinan Bersih dan Aman”. Dalam hal ini tenaga kesehatan diharapkan mampu mengenali secara dini gejala dan tanda komplikasi persalinan serta mampu mengidentifikasi dan melakukan penatalaksanaan dasar terhadap gejala dan tanda tersebut. Untuk melaksanakan hal di atas, diperlukan Standar Pelayanan Kebidanan sebagai pedoman bagi bidan di Indonesia dalam melaksanakan tugas, peran dan fungsinya sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diberikan. Standar ini dilaksanakan oleh bidan di setiap tingkat pelayanan kesehatan baik di Rumah Sakit, Puskesmas maupun tatanan pelayanan kesehatan lain di masyarakat. Standar Asuhan Persalinan Normal (APN) merupakan bagian dari Standar Pelayanan / Asuhan Kebidanan, sehingga sangat penting untuk diketahui dan dilaksanakan oleh tenaga bidan yang hendak membantu persalinan. Dengan standar para bidan mengetahui kinerja apa yang diharapkan dari mereka, apa yang harus dilakukan, serta kompetensi apa yang diperlukan. SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan desain Cross sectional Study. Lokasi penelitian di Puskesmas rawat inap Kota Padang (6 Puskesma) dan dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh bidan yang bertugas di Puskesmas rawat inap Kota Padang yaitu sebanyak 64 orang. Teknik pengambilan sampel dengan cara proporsional random sampling. Besar sampel ditentukan dengan estimasi presisi tingkat kesalahan 10% dan tingkat kepercayaan 95%, maka jumlah sampel didapatkan sebanyak 50 orang dan di proporsikan pada 6 Puskesmas. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan ceklist. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data variabel independen, sedangkan ceklist digunakan untuk mengumpulkan data variabel dependen. Instrumen kuesioner merupakan instrumen yang telah dilakukan uji validitas (validitas konstruk) dan realibilitas oleh peneliti sebelumnya (Ratifah, 2008), dan telah digunakan dalam penelitiannya. Instrument ceklist merupakan instrumen yang telah standar dipakai diseluruh Indonesia, sehingga kedua instrument ini tidak perlu lagi dilakukan uji validitas dan reabilitas. 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden No Umur (tahun) 1 < 25 2 25 – 30 3 31 – 36 4 37 – 42 5 >42 Jumlah Tabel 1. Karakteristik Responden Menurut Umur f % Rata-rata ± SD Minimal 25 6 3 7 9 50 50 12 6 14 18 100 30,74 22 Maksimal 50 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa 50 % responden berumur < 25 tahun. Rata – rata umur responden adalah 30,74 tahun, umur minimal 22 tahun dan umur maksimal 50 tahun. Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat lahir sampai berulang tahun. Menurut Dessler (2004) usia produktif adalah 25-30 tahun yang pada usia ini seseorang sedang memilih pekerjaaan yang sesuai dengan karir individu tersebut. Usia 30-40 tahun merupakan saat seseorang memantapkan pilihan karir untuk mencapai tujuan dan puncak karir dicapai pada usia 40 tahun. Umur merupakan salah satu faktor personal yang mempengaruhi produktivitas kerja. Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan. Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personil meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Kondisi umur responden tentunya akan berkaitan juga dengan pengalamannya dalam menjalankan profesinya sebagai bidan. Menurut Sastrohadiwiryo (2002) semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak pengalaman yang dimilikinya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja banyak memberikan keahlian dan ketrampilan kerja. Bidan yang pengalaman menjadi salah satu faktor yang akan mendukung terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu. Menurut Azwar (1996) unsur proses (process) yaitu semua tindakan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur yang sangat berperan menentukan berhasil atau tidaknya program pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Tindakan tersebut secara umum dibedakan atas dua macam yakni tindakan medis (medical procedures) dan tindakan non medis (non medical procedures). No 1 2 3 Tabel 2. Karakteristik Responden Menurut Status Kepegawaian Status Kepegawaian f % Tenaga Sukarela 25 50 PTT 3 6 PNS 22 44 Jumlah 50 100 35 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa 50% responden status kepegawaiannya adalah Tenaga Sukarela. Status kepegawaian akan berpengaruh terhadap timbulnya rasa tanggung jawab dengan pekerjaan yang diemban. Bidan yang berstatus PNS cendrung mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan pelayanan kesehatan karena PNS punya ikatan dengan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan. Sementara tenaga kerja sukarela sering merasa masih bebas tanpa ada ikatan yang akan mengikat dalam melakukan suatu pekerjaan, sehingga status kepegawaian bisa saja mempengaruhi bidan dalam pelaksanaan standar APN. Deskripsi Variabel penelitian Pelaksanaan Standar APN 60% 40% Rendah Tinggi Gambar 3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelaksanaan Standar APN oleh Bidan di Puskesmas Rawat Inap Kota Padang Tahun 2013 Pada gambar 3. diketahui bahwa kurang dari separoh responden pelaksanaan standar APN dalam kategori rendah ( 40% ). Standar dalam Pertolongan Persalinan terdiri dari 4 Standar yaitu Standar 9 sampai dengan Standar 12. Standar 9 adalah asuhan saat persalinan, standar 10 adalah persalinan yang aman, standar 11 adalah pengeluaran placenta dengan penegangan tali pusat terkendali, dan standar 12 adalah penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi. Pertolongan sesuai APN didasarkan pada pertolongan persalinan dengan mengusahakan cara paling fisiologis pada ibu hamil normal dan dikondisikan pada pertolongan bidan secara mandiri. Pertolongan APN dapat menimbulkan hasil akhir yaitu berupa kepuasan pasien dan kondisi sejahtera pada ibu dan bayi yang secara tak langsung sangat membantu dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak. 36 Pelatihan APN 22% 78% Pernah Tidak Pernah Gambar 4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pelatihan APN oleh Bidan di Puskesmas Rawat Inap Kota Padang Tahun 2013 Pada gambar 4. diketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah ikut pelatihan APN ( 78% ). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa diperlukannya perhatian pemerintah terhadap peningkatan pelayanan kesehatan kearah yang semakin baik dengan mengadakan berbagai pelatihan terutama pelatihan APN, begitu juga peran organisasi profesi IBI juga tidak kalah pentingnya dalam mendorong dan mengarahkan para bidan untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan mengikuti berbagai pelatihan terutama pelatihan APN. Simamora, mengemukakan bahwa pelatihan atau training dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan dan tehnis pekerjaan tertentu. Jenis pelatihan atau training yang pernah diikuti seseorang yang berhubungan dengan bidang kerjanya akan dapat mempengaruhi ketrampilan dan mental serta akan meningkatkan kepercayaannya pada kemampuan diri. Hal ini tentu akan berpengaruh positif tehadap kinerja dari karyawan yang bersangkutan. Para pegawai harus di didik secara sistematis jika mereka akan melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Kebijakan Tertulis 68% 32% Tidak ada Ada Gambar 5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kebijakan Tertulis di Puskesmas Rawat Inap Kota Padang Tahun 2013 Pada gambar 5. diketahui bahwa kurang dari separoh responden menyatakan tidak ada kebijakan tertulis tentang APN ditempat kerjanya ( 32% ). Kebijakan dan prosedur pelayanan dijelaskan pada standar pelayanan kebidanan ( SPK ) yaitu pada standar V bahwa suatu pelayanan yang diberikan disuatu institusi harus ada kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disahkan oleh pimpinan ( DepKes RI, 2008). Kebijakan tertulis tersebut dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu pekerjaan oleh bidan ditempat kerjanya. 37 Dalam rangka mencapai program sayang ibu dan sayang bayi, maka semua provider rumah sakit dan fasilitas bersalin harus memiliki kebijakan tertulis tentang APN yang disahkan oleh pimpinan dan dikomunikasikan kepada semua staf tenaga kesehatan yang akan terlibat dalam pertolongan persalinan. Kebijakan tertulis berupa Standar Operasional Prosedur ( SOP ) atau Prosedur tetap ( Protap). (DepKes RI, 2008) Supervisi Organisasi IBI 50% 50% Tidak pernah Pernah Gambar 6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Supervisi Organisasi IBI di Puskesmas Rawat Inap Kota Padang Tahun 2013 Responden yang menyatakan pernah supervisi IBI dan yang tidak pernah supervisi IBI sama banyak ( 50% ). Organisasi profesi IBI, memiliki peran penting dalam membimbing pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan oleh bidan, terutama pelayanan pertolongan persalinan di instansi yang melayani pertolongan persalinan seperti di Puskesmas dan. di bidan praktek swasta. Meskipun tidak seluruh bidan menjalankan praktek, tetapi sebagian besar memberikan pelayanan kesehatan terutama dalam menolong persalinan . Melalui supervisi yang dilakukan oleh organisasi profesi IBI, bidan akan dapat menjaga komitmennya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Asuhan persalinan normal yang diberikan bidan di rumah, harus dapat dipastikan dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Tujuan supervisi menurut Purwanto yaitu untuk perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu petugas semata, melainkan juga untuk membina pertumbuhan profesi dalam arti luas, termasuk didalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, pemberian dan pembinaan, pemilihan serta penggunaan metode dan sebagainya. . Hubungan Antar Variabel Dari hasil analisis bivariat diketahui faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan standar APN secara signifikan adalah pelatihan APN dengan nilai p = 0,002, dan supervisi organisasi IBI dengan nilai p = 0,009. Kebijakan tertulis tidak ada hubungan secara signifikan pelaksanaan standar APN. 38 Pelatihan APN akan dapat membuat para petugas pelaksana (provider) memahami proses kehamilan dan persalinan secara benar, kompeten untuk melaksanakan berbagai keterampilan yang dibutuhkan dan mampu untuk melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap komplikasi obstetrik yang dapat mengancam keselamatan ibu hamil atau bersalin, termasuk bayi yang dikandung atau dilahirkannya. Pelatihan APN yang diikuti oleh para bidan, memungkinkan bidan dapat memberikan asuhan persalinan yang adekuat. Hubungan supervisi dengan pelaksanaan penerapan standar APN disebabkan karena melalui supervisi yang dilakukan oleh organisasi IBI, akan dapat mengetahui pelaksanaan standar APN yang telah dijalankan oleh bidan sehingga bagi yang tidak mampu melaksanakan nya bisa diberikan petunjuk oleh organisasi IBI. Menurut Fayol, supervisi adalah salah satu upaya pengarahan dengan pemberian petunjuk dan saran, setelah menemukan alasan dan keluhan pelaksana dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Supervisi yang dilakukan oleh organisasi IBI, akan dapat mengarahkan bidan supaya dapat melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya berdasarkan pada kompetensi dan kewenangan yang diberikan, yang diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Sesuai Permenkes No. 900/Menkes/SK/ VIII/2002 wewenang Bidan mencakup: 1) pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak, 2) pelayanan Keluarga Berencana, 3) pelayanan Kesehatan Masyarakat. Determinan Faktor yang berhubungan dengan Pelaksanaan Standar APN Hasil penelitian membuktikan bahwa pelatihan APN merupakan faktor yang dominan berhubungan secara statistik dengan pelaksanaan standar APN, dengan nilai signifikan sebesar 0,002 dan angka odds ratio sebesar 21,625 artinya kecendrungan responden yang pernah ikut pelatihan APN untuk melaksanakan standar APN dengan kategori tinggi, hampir 22 kalinya jika dibandingkan dengan responden yang tidak pernah ikut pelatihan APN. Agar semua bidan dapat mengikuti pelatihan APN maka diharapkan kerjasama IBI dan Dinas Kesehatan untuk menyelenggarakan pelatihan APN dengan biaya yang terjangkau, serta mendorong bidan untuk gemar mengikuti pelatihan, seminar ataupun workshop. DAFTAR PUSTAKA Azwar, A. 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta Budiarto. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta Dep Kes RI. 1997, Pedoman Kerja Puskesmas , Jilid I, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Dep Kes RI, Jakarta. Dep Kes RI. 2001, Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010, Jakarta. 39 Dep Kes RI. 2003, Pedoman Dasar Pelaksanaan Jaminan Mutu di Puskesmas, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta Dep Kes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Dep Kes RI, Jakarta. Dep Kes RI, 2008, Buku Acuqan Pelatihan APN, JNPK-KR Dep Kes RI, Jakarta. Depkes RI. 2008, Buku Standar Pelayanan Kebidanan, , Depkes RI, Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Padang. 2012, Profil Kesehatan, Dinkes Kota, Padang. Dinas Kesehatan Kota Padang. 2012, Laporan Tahunan, Dinkes Kota, Padang. Dinkes Prop Sumbar, 2008, Buku Instrumen Audit, Dinkes Prop , Padang Dinkes Prop Sumbar, 2008, Buku Catatan Tentang Perkembangan Dalam Praktek Kebidanan, Dinkes Prop , Padang Dinkes Prop Sumbar, 2008, Buku Pedoman Pelaksanaan Standar Pelayanan Kebidanan, Dinkes Prop , Padang El-Manan, 2011, Kamus Pintar Kesehatan Wanita, Penerbit Buku Biru, Jogjakarta Gibson, J.L, et. al, 1996. Organisasi, Perilaku, struktur, Proses, Jilid I, Edisi VIII. Andriani. N (Alih Bahasa), Bina Rupa Aksara, Jakarta Gitosudarmo, dkk. 2000. Perilaku Keorganisasian, Edisi Pertama, Cetakan 2, BPFE, Yogyakarta. Hadiono, Suryo, 2001, Peran Asuhan Persalinan Normal dalam Mewujudkan Paradigma Sehat, Makalah Seminar, Banyumas. Hastono, SP, 2010, Statistik Kesehatan, Rajawali Pers, jakarta Hidayat, Aziz Alimul. 2010, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta Kemenkes RI, 2012, Profil kesehatan, Kemenkes RI, Jakarta. Manuaba, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta. Manuaba, 2002, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Penerbit Arcan, Jakarta. Maria Wattimena, 2008, Penerapan Standar Asuhan Persalinan Normal (APN) oleh Bidan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sorong Papua barat, Tesis MIKM Undip, Semarang. 40 Muninjaya Gde.A.A. 2004, Manajemen Kesehatan, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Notoatmodjo S, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Cetakan Kedua, Edisi Revisi, PT Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmojo. S, 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmojo. S, 2006. Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Nursalam. 2001, Proses dan Dokumentasi: Konsep dan Praktik, Salemba Medika, Jakarta. Nursalam. 2002, Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional, Salemba Medika, Jakarta. PP IBI. 2001, Bidan Menyongsong Masa Depan, 50 Tahun IBI, IBI Jakarta. Purwanto. N. 1997, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Ratifah. 2008, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Penerapan Standar Asuhan Persalinan Normal oleh Bidan di Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Banyumas. Tesis MIKM Undip Semarang. Sastrohadiwiryo, Siswanto, B. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif dan Operasional. Bumi Aksara, Jakarta Sutisna, Endang, 2009, Manajemen Kesehatan, UGM, Yogyakarta Saifuddin, AB. 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. Saifuddin, AB. 2001, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi I, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta. Setiawan, Ari, 2011, Metodologi Penelitian Kebidanan untuk DIII, DIV, S1 dan S2, Nuha Medika, Yogyakarta. Siagian, P. Sondang. 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta. Sinaga,dkk, 2009, Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan APN oleh Bidan di Puskesmas Hutabaginda, Kec. Tarutung. Tesis MIKM USU, Medan. Simamora, Hendri, 1997 Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta. 41 Suharsimi, Arikunto, 2003, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta. Sulianti,dkk, 2012, Hubungan Pelatihan APN dengan Pengetahuan dan Keterampilan Bidan Desa dalam Pertolongan Persalinan di Kota Gorontalo, KIA Dinkes Propinsi Gorontalo. Wiliarti, Panca Indriarti, 2011, Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Bidan Desa standar APN pada kala III dan IV di Kabupaten Grobogan, Tesis MIKM Undip, Semarang. Yanti, 2010, Etika Profesi dan Hukum Kebidanan, Cetakan Pertama, Pustaka Rihama, Yogyakarta. 42 Hubungan Tingkat pengetahuan dan status Pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Tahun 2014 Oleh Defi Yulita ABSTRAK Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah kematian balita sebanyak 13%. Pada tahun 2010 dari 7.308 orang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sekitar 5.768 orang bayi atau sebesar 78,93%. Padatahun 2011 dari 7.045 orang bayi yang mendapatkan ASI eksklusifsekitar 5.068 atausebesar 71,94% dapat dilihat terjadi penurunan cakupan ASI eksklusif di KelurahanCengkehWilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung. Tujuan umum penelitian ini diuntuk mengetahui Hubungan Tingkat pengetahuan dan status Pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif di KelurahanCengkeh Wilayah Kerja Puskesmas LubukBegalung tahun 2014 Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Tempat dan Waktu Penelitiannya dilakukan pada tanggal 14 Mei - 25 Juni 2014.Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 6 – 12 bulan di berjumlah 60,Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling yang berjumlah 38 orang.Data ini diperoleh melalui kuesioner yang diisi langsung oleh responden. Pengolahan data dengan komputerisasi di analisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan Lebih dari separoh (55,3%) ibu memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang ASI Eksklusif, sebagian kecil (34,2%) ibu memiliki pekerjaan dankurang dari separoh (42,1%) ibu tidak memberikan ASI Eksklusif. Dari analisa bivariat dengan uji chi square menunjukkan p = 0,000 dimana p value < 0.05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif dan menunjukkan p = 0,036 dimana p value < 0.05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI Eksklusifpada ibumenyusui di KelurahanCengkeh Wilayah Kerja Puskesmas LubukBegalung tahun 2014 Dapat disimpulkan ibu yang pengetahuan rendah bekerja cenderung tidak memberikan ASI eksklusif. Diharapkan kepada petugas untuk terus memberikan penyuluhan tentang manfaat ASI eksklusif. Daftar Bacaan : 19(2003-2011) Kata Kunci : Tingkat pengetahuan, status Pekerjaan dan pemberian ASI eksklusif 43 PENDAHULUAN Air susu ibu (ASI) adalah merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Dilain pihak, sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencena makanan (Arif, 2009). Memberikan ASI secara eksklusif mempunyai efek psikologis yang menguntungkan, waktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu. Kontak kulit yang dini ini akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan bayi kelak. Perasaan aman ini sangat penting untuk membangun dasar kepercayaan bayi (basic sense oftrust) yaitu dengan mulai mempercayai orang lain (ibu), maka selanjutnya akan timbul rasa percaya pada diri sendiri (Suradi dkk, 2009). Efektifitas ASI dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan dengan berkurangnya kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat susu formula. Penelitian oleh badan kesehatan dunia (WHO) membuktikan bahwa pemberian ASI sampai usia 2 tahun dapat menurunkan angka kematian anak akibat penyakit diare dan infeksi saluran cerna (Hegar dkk, 2008). Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah kematian balita sebanyak 13%. Pemberian makanan pendamping ASI pada saat dan jumlah yang tepat dapat mencegah kematian balita sebanyak 6% sehingga pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai usia >2 tahunbersama makanan pendamping ASI yang tepat mencegah kematian balita sebanyak 19% (Suradi, 2009). Depkes menargetkan penurunan AKB berkurang dari 248 menjadi 206 per 100.000 kelahiran yang dicapai. Sementara angka harapan hidup berkisar rata-rata 70,6 tahun.Setelah diteliti lebih mendalam ternyata faktor penyebab utama terjadinya kematian pada bayi baru lahir dan balita adalah penurunan angka pemberian Inisiasi Menyusui Dini dan ASI eksklusif. (Hasrimayana, 2009). Data Dinas Kesehatan Kota Padang tentang cakupan pemberian ASI eksklusif tahun 2009 dari 17,870 orang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 7,902 orang bayi atau sebesar 44,22%.Pada tahun 2009 dari 7.148 orang bayi, yang mendapatkan ASI eksklusif sekitar 4.946 orang bayi atau sebesar 69,2%. Pada tahun 2010 dari 7.308 orang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sekitar 5.768 orang bayi atau sebesar 78,93%. Padatahun 2011 dari 7.045 orang bayi yang mendapatkan ASI eksklusifsekitar 5.068 atausebesar 71,94% (DKK Padang, 2011). Cakupan data pemberian ASI eksklusif yang didapatkan dari 20 Puskesmas yang ada di Kota Padang ditemukan pemberian ASI eksklusif terendah di Puskesmas LubukBegalung yaitu 48,81%. Dimana jumlah bayi sebanyak 504 orang dan yang hanya diberi ASI secara eksklusif sebanyak 246 bayi (DKK Padang, 2011). 44 Laporan Puskesmas LubukBegalung didapatkan data frekuensi pemberian ASI terendah terdapat di KelurahanCengkeh, dimana jumlah bayi 60 dan yang mendapatkan ASI secara eksklusif hanya 25bayi (28,7%) (Puskesmas Lubukbegalung Padang, 2011). Survei awal yang dilakukan melalui wawancara dengan ibu menyusui di Puskesmas Lubuk Begalung, ditemui 4 ibu yang tidak memberikan ASI secara eklusif di karenakan ibu bekerja, 1 orang ibu memberikan ASI eklusif sampai 4 bulan saja dengan alasan ASI nya tidak cukup untuk bayinya dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI eksklusif. Dan 4 ibu lainya memberikan ASI eksklusif pada bayinya dengan pemberian ASI saja sampai usia 6 bulan dan ada 1 orang ibu yang sampai 2 tahun memberikan ASI pada bayinya dengan makanan tambahan lainnya. Berdasarkan data tersebut maka peneliti melakukan penelitian tentang hubungan Tingkat pengetahuan dan status Pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif di KelurahanCengkeh Wilayah Kerja Puskesmas LubukBegalung tahun 2013. SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah jenispenelitiananalitik. Desain penelitian cross sectinal Dimana variable independen (tingkatanpengetahuandan status pekerjaan ibu menyusui) dan variable dependen (Pemberian ASI Eksklusif) diteliti pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo,2005), Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung, waktu penelitian tanggal 14 Mei - 25 Juni 2014. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 6 – 12 bulan di Kelurahan Cengkeh Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang yang berjumlah 60 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling yang berjumlah 38 orang. Dengan Kriteria menjadi sampel sebagai berikut : a. Orang tua yang mempunyai bayiusia 6 – 12 bulan di Kelurahan Cengkeh wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang b. Bersedia menjadi Responden c. Bisa baca tulis d. Ada ditempat saat penelitian. e. Kunjungan minimal 2 kali, apabila responden telah ditemui 2 kali dan responden tidak ada di tempat maka responden dianggap gugur. 45 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat PengetahuanResponden Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang ASI Eksklsif Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Tingkat Pengetahuan Rendah Tinggi Jumlah f 21 17 38 % 55,3 44,7 100 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh 21 orang (55,3%) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang ASI Eksklusif. Hasil Penelitian ini sama dengan yang dilakukan Dewi (2010) maka dapat terdapat (56,3%) responden memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang ASI eksklusif di Puskesmas Lubuk Begalung. Rendahnya persentase pengetahuan dapat dilihat dari pendidikan responden memiliki berpendidikan SD dan SMP dapat di lihat dari pengisian kuesioner yang menjawab salah tentang berapa lama ASI perah dapat disimpan dalam lemari es 31,5%. 2. Status Pekerjaan Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu Menyusui Tentang ASI Eksklsuif Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Status Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Jumlah f 13 25 38 % 34,2 65,8 100 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kurang dari separoh 13 orang (34,2%) ibu memiliki pekerjaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (1997) menyatakan bahwa kecenderungan makin banyak ibu-ibu yang tidak memberikan ASI pada bayinya salah satu penyebabnya adalah banyaknya ibu-ibu yang bekerja terutama di kota-kota besar. Ketidakhadiran ibu dirumah dalam jangka waktu tertentu untuk bekerja biasanya akan menimbulkan masalah dalam mengatur waktu karena banyaknya jam kerja dan jarak antara tempat bekerja dengan rumah ibu yang jauh. 46 3. Pemberian ASI Eksklusif Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Pemberian ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif Jumlah f 16 22 38 % 42,1 57,9 100 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kurang dari separoh responden sebanyak 16 orang (42,1%) tidak memberikan ASI Eksklusif. HalIni menunjukkan bahwa ibu-ibu kurang mendapatkan informasi mengenai ASI eksklusif, dan manfaat dari ASI eksklusif tersebut. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Dewi (2010) maka dapat terdapat (55,2%) responden tidak memberikan ASI eksklusif di Puskesmas Lubuk Begalung. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tentang pemberian ASI eksklusif antara lain ibu bekerja, faktor psikologis ibu, takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita,ibu yang sakit. 4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Tabel 4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Cengkeh Wilayah KerjaPuskesmas Lubuk Begalung No 1. 2. Tingkat Pengetahuan Rendah Tinggi Jumlah Pemberian ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif Eksklusif Total N % N % N % 15 1 16 71,4 5,9 42,1 6 16 22 28,6 94,1 57,9 21 17 38 100 100 100 Nilai P 0,000 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa Proporsi responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif lebih banyak pada Responden tingkat pengetahuan rendah yaitu 71,4% dibandingkan dengan tingkat pengetahuan tinggi 5,9 %. Berdasarkan analisa data dengan mengunakan uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) ini berarti bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif. 47 Hasil Penelitian ini sama dengan yang dilakukan Dewi (2010) bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif. Rendahnya persentase pengetahuan dapat dilihat dari banyak nya responden yang tidak mengetahui tentang pengertian ASI Eksklusif, 56 %, manfaat ASI Eksklusif 39%. Batas waktu pemberian ASI Eksklusif 23%. dan berapa lama ASI perah dapat disimpan dalam lemari es 31,5%. 5. Hubungan Status Pekerjaan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Tabel 5 Hubungan Status Pekerjaan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung No 1. 2. Status Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Jumlah Pemberian ASI Eksklusif Tidak ASI ASI Eksklusif Eksklusif Total N % 9 69,2 7 28,0 16 42,1 Nilai P N % N % 4 18 22 30,8 72,0 7,9 13 25 38 100 100 100 0,036 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa proporsi responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif lebih banyak pada ibu yang bekerja (69,2%) dibandingkan dengan yang memberikan ASI Eksklusif (28,0%). Berdasarkan analisa data dengan mengunakan uji Chi-Square didapatkan nilai p = 0,036 (p < 0,05) ini berarti bahwa ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan pemberian ASI Eksklusif. Hasil Penelitian ini sama dengan yang dilakukan Dewi (2010) bahwa ada hubungan bermakna antara status ibu bekerja dengan pemberian ASI Eksklusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (1997) menyatakan bahwa kecenderungan makin banyak ibu-ibu yang tidak memberikan ASI pada bayinya salah satu penyebabnya adalah banyaknya ibu-ibu yang bekerja terutama di kota-kota besar. Secara teori juga dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ibu menyusui tidak memberian ASI eksklusif antara lain dikarenakan ibu bekerja, faktor psikologis ibu, takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita,ibu yang sakit. Ketidakhadiran ibu dirumah dalam jangka waktu tertentu untuk bekerja biasanya akan menimbulkan masalah dalam mengatur waktu karena banyaknya jam kerja dan jarak antara tempat bekerja dengan rumah ibu yang jauh sehingga banyak ibu bekerja yang tidak memberikan ASI Eksklusif. . KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusifdi Kelurahan Cengkeh Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang tahun 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut : 48 1. Lebih dari separoh (55,3%) ibu memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang ASI Eksklusif 2. Sebagian kecil(34,2%) ibu bekerja di Kelurahan Cengkeh Kecamatan Lubuk Begalung wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang. 3. Sebagian kecil (42,1%) ibu tidak memberikan ASI Eksklusif 4. Ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif. 5. Ada hubungan bermakna antara ststus pekerjaan dengan pemberian ASI Eksklusif. Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini : 1. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai masalah atau faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif. 2. Bagi Institusi Kesehatan Diharapkan kepada petugas kesehatan agardapat meningkatkan penyuluhan kepada ibu-yang mempunyai bayi 0 – 6 bulan untuk memberikan ASI Eksklusif. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, 2009. (http://www.Kompas.co.id, Ekslusif)Di akses tanggal 9 Maret 2013 Pentingnya pemberian ASI Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Arir, Nurhaeni (2009). ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Yogyakarta : Media Pressindo. Arifin,2006.Peningkatan ASI Eksklusif. Angriwijaya jakarta Dewi, Cici Pristina (2011). “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif” Hegar, Badriul, dkk. (2008). Bedah ASI. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hasri Meyana, (2009). ASI Eksklusif, Yogyakarta : Graha Medika Isnaeni (2007). “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian ASI Eksklusif” KTI pada AKBID X Padang. Jufri, 2004. Kemampuan Intelektual, Jakarta : Numed Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. (2007). Promosi dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. (2010). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 49 Purwanti, Hubertin Sri (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC Suradi ,ruliana. 2010. Indonesia menyusui.Jakarta: badan penerbit IDAI Utami Roesli. 2004. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya .2009.Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya Suradi, Rulina dan Roesli, Utami (2008). Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta : FKUI Anogara,2006. (http://www.lusa .web.id. ASI Ekslusif, diakses9 Maret 2013) 50 Gambarn Tingkat Pengetahuan Ibu Lansia Tentang Menopause di Kelurahan Kampung Lapai Wilayah Kerja Puskesmas Lapai Padang Tahun 2014. Oleh Marisa Hasren ABSTRAK Jumlah wanita usia menopause pada tahun 2000 mencapai 15,5 juta jiwa atau sekitar 7,6 dari keseluruhan jumlah total penduduk di Indonesia fdan jumlah ini diperlykan akan bertambah dari tahun ke tahun,meskipun demikian namun pelayanan kesehatan reproduksi yang sangat dibutuhkan di usia menopausebelum cukup memadai. Jenis penelitian yang dilakuakan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menopause di kelurahan kampung kapai wilayah kerja puskesmas lapai padang berjumlah 136 orang dengan sampel 58 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada bulan 24 Maret-2 Juni 2014. Analisa data ditampilkab pada table distribusi frekuensi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan gambaran tingkat pengetahuan ibu lansia tentang menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang dapat disimpulkan bahwa kurang dari separoh ibu menopause sebanyak. Dari hasil penelitian didapatkan 33 responden (56.9%) rendah pengetahuan tentang Pre Menopause. sedangkan untuk melakukan perubahan tentang Pre Menopause paling banyak sedang sebanyak 26 responden (43.1%). Dan mengetahui tentang masalah paling banyak rendah tentang masalah dengan responden 29 tingkat persentase 50%. Dan yang mengetahui tanda-tanda Pre Menopause banyak yang rendah pengetahuan dengan responden 38 tingkat persentase 65.8%. dan yang mengetahui bagaimana upayanyan banyak yang rendah dengan jumlah responden 31 tingkat persentase 53.4%. Hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak puskesmas dapat meningkatkan pengetahuan ibu menopause tentang menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang. Daftar Pustaka 12 (2003 – 2012) PENDAHULUAN Data Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization pada tahun 2007 menunjukkan, setiap tahun sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. Asia menjadi wilayah dengan jumlah perempuan bergejala awal menopause tertinggi di dunia. 51 Berdasarkan Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa pada tahun 2025. Pada tahun yang sama angka harapan hidup diperkirakan mencapai 73,7 tahun. Sedangkan menurut CIA World Factbook memperkiraan Angka harapan hidup orang Indonesia secara keseluruhan adalah 70.76 tahun. Jika dibagi berdasarkan jenis kelamin, maka angka harapan hidup Pria Indonesia adalah 68.26 tahun dan Wanita 73.38 tahun. Setiap tahunnya, sekitar 25 juta perempuan seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. Jumlah perempuan usia 50 tahun ke atas diperkirakan meningkat dari 500 juta pada saat ini menjadi lebih dari 1 miliar pada 2030. Di Asia, menurut data WHO, pada 2025 jumlah wainta yang berusia tua diperkirakan menjolak dari 107 juta ke 373 juta. Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan menstruasi, yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia. (Saurotun Nisaa, 2004). Menurut Depkes RI Tahun 2006 terdapat batasan-batasan usia lanjut yaitu : kelompok pra usia lanjut 45-59 tahun, kelompok usia lanjut 60 tahun keatas, kelompok usia dengan resiko tinggi 70 tahun keatas. Masa menopause terjadi pada kelompok pra usia lanjut dengan umur 45 – 59 tahun. Wanita yang telah memiliki kesiapan dalam menghadapi menopause tidak akan merasa takut lagi menghadapi menopause. Peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi mengenai menopause dan bagaimana cara menghadapinya sangat penting agar wanita siap menghadapi masa menopause ini (Sastrawinata, 2008). Pada tahun 2006 tidak ada angka pasti wanita menopause di Indonesia, tetapi diperkirakan 10% dari jumlah wanita sudah memasuki masa menopause.Tetapi banyak juga yang berpendapat bahwa proses ini sebagai suatu kelainan sehingga memerlukan pengobatan yang khusus. Di Sumatera Barat jumlah lansia 133.216 juta orang. Kira-kira 50-60% wanita dapat melewati masa menopause dengan tenang, hampir tanpa tanda-tanda gangguan fisik maupun emosional. (Anonim, 2006). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang menunjukkan bahwa dari 20 Puskesmas yang ada di Kota Padang, Puskesmas Lapai memiliki Jumlah lansia terbanyak yang berjumlah 2.150 orang tetapi, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.958 orang (91,07%), sedangkan data yang di dapatkan pada Bulan Desember 2013 di Puskesmas Lapai, jumlah lansia sebanyak 1.109, tetapi yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.020 orang. Di Puskesmas Lapai terdapat 3 Kelurahan yang mempumyai sasaran lansia yaitu : di kelurahan kampung lapai terdapat sasaran lansia sebanyak 136 orang, di Kelurahan Kampung Olo terdapat sasaran lansia sebanyak 41 orang, dan di kelurahan Tabing Gadang terdapat sasaran lansia sebanyak 25 orang. Dari survey awal yang dilakukan di Kelurahan Kampung Lapai diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang menopause 6 orang (60%) rendah dari 10 orang responden. 52 Berdasarkan dari latar belakang dan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Gambaran tingkat pengetahuan ibu lansia tentang menopause di Kelurahan Kampung Lapai Wilayah Kerja Puskesmas Lapai. SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dimana tujuannya menggambarkan bagaimana tingkat pengetahuan ibu lansia tentang menopause di kelurahan kampung lapai Wilayah Kerja Puskesmas Lapai Padang Tahun 2013. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah ibu menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang berjumlah 136 orang. Sampel yang di dapatkan simple adalah 58 orang.pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara simpe random sampling (acak sederhana) pada semua ibu-ibu menoupouse di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang. Kriteria inskulsi dari penelitian ini adalah : 1) Wanita menoupose ( 45-50 tahun ) yang berada di kelurahan kp.Lapai 2) Bersedia menjadi responden dan ada pada saat penellitian 3) Ditemui saat mengadakan penelitian 4) Bisa baca tulis HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pengetahuan Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang pengertian menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai Tahun 2014 No Kategori f 1 2 3 Tinggi Sedang Rendah Jumlah 9 16 33 58 % 15,5 27,6 56,9 100 Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat lebih dari separoh sebanyak 33 ( 56,9% ) responden mengetahui tingkat pengetahuan rendah tentang menopause Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Dari hasil penelitian Yeni Ratnawati tahun 2011 yang telah dilakukan di Desa Mardiasar Temanggung bahwa sebanyak (88,7 %) berpengetahuan Tinggi tentang pengertian menopause. Angka dari penelitian Yeni Ratnawati sama dengan penelitian yang dilakukan di karenakan memiliki kategori umur yang sama 45-59. 53 Menopause adalah terhentinya menstruasi, perubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin menonjol. Berlangsung sekitar 3-4 tahun pada usia antara 50-60 tahun (Manuaba :2006). Tingginya tingkat pengetahuan ibu lansia tentang pengertian menopause disebabkan karena banyaknya informasi dari media masa, lingkungan sekitar, dan petugas kesehatan pada saat posyandu lansia tentang menopause ini. 2. Tanda dan Gejala Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang tanda dan gejala menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai Tahun 2014 No Kategori F % 1 Tinggi 10 17,2 2 Sedang 10 17,2 3 Rendah 38 65,5 Jumlah 58 100 Berdasarkan tabel. 2 dapat dilihat, lebih dari separoh sebanyak 38 ( 65,5% ) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang tanda dan gejala menopause. Penelitian Trisna Dewi Tahun 2012 di RW 18 Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden tentang tanda dan gejala menopouse memiliki pengetahuan sedang sebanyak 24 orang (63,1%), dikarenakan sama kategori sedang dengan pembahasan tanda gejala menopause. Tanda tanda gejala fisik pada menopause ketidakteraturan siklus haid,gejolak rasa panas kekeringan vagina, perubahan kulit, keringat dimalam hari, rambut rontok,rasa lelah, badan menjadi gemuk, jantung berdebar debar.Tanda gejala psikologisnya seperti, ingatan menurun, mudah tersinggung, stress, kecemasan. Jadi dapat disimpulkan tingkat pengetahuan ibu lansia terhadap tanda gejala menopause dikategorikan sedang karena ibu lansia yang perilakunya aktif dan mau tau tentang tanda gejala masa menopause. 54 3. Perubahan Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang perubahan pada masa pre menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai Tahun 2014 No Kategori F % 1 Tinggi 16 27,6 2 Sedang 25 43,1 3 Rendah 17 29,3 Jumlah 58 100 Berdasarkan tabel. 3 kurang dari separoh 25 ( 43,1% )memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang perubahan pada masa pre menopause. Dari hasil penelitian di Kelurahan Kampung Lapai dari 58 responden terdapat 43,1% memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang perubahan pada masa pre menopause. Dari hasil penelitian Ana Samiatul Tahun 2011 di Kelurahan Cilangkap Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya tentang pengetahuan perubahan menopause frekuensi tertinggi adalah kategori rendah, sebanyak 63 orang (56,3%), di karenakan membahas tentang perubahan pada masa pre menopause dari angka penelitian Ana Samiatul sama rendah dengan penelitian yang dilakukan. Perubahan kejiwaan yang dialami wanita menjelang menopause meliputi merasa tua, tidak menarik lagi, rasa tertekan karena takut menjadi tua, mudah tersinggung, mudah terkejut sehingga jantung berdebar- debar dan perubahan fisik seseorang mengalami perubahan pada kulit, lemak bawah kulit kurang sehinnga kulit menjadi kendor. Rendahnya pengetahuan terhadap perubahan perubahan pada masa menopause ini disebabkan karena perubahan perubahan yang timbul dari fisik maupun kejiwaan yang terjadi pada masa menopause di anggap hal yang tidak berbahaya sehingga diabaikan saja. 55 Tabel .4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang penanganan pada masa menopause dikelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang Tahun 2014. No 1 2 3 Kategori Tinggi Sedang Rendah Jumlah f 19 8 31 58 % 32,8 13,8 33,4 100 Pada tabel. 4 dapat dilihat, dari 58 responden terdapat 31 (33,4%) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang masalah pada menopause. Dari hasil penelitian Darmayanti tahun 2012 di Kelurahan Genuksari,Kecamatan Genuk, Kota Semarang tentang upaya penanganan pada masa menopause sebanyak 75 (73,5%) berpengatahuan rendah. Angka penelitian Darmayanti sama dengan penelitian yang dilakukan dikarenakan memiliki pembahasan yang sama. Gejala menopause disebabkan oleh defesiensi estrogen, maka terapi yang logis adalah dengan sulih estrogen. Dalam preparat TSH kombinasi untuk wanita yang uterusnya masih utuh,dilakukan penambahan progestogen untuk mencegah berkembangnya penyakit endometrium. (Glasier dkk, 2006 : 403 Rendahnya pengetahuan ibu lansia tentang upaya persiapan diri menghadapi penanganan masa menopause dikarenakan tidaknya pedulinya ibu lansia terhadap masalah-masalah menopause yang akan terjadi pada dirinya sehingga ibu tidak ada upaya untuk mempersiapkan diri dan ibu menganggap ini semua tidak berbahaya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan yang telah dilakukan di posyandu Lansia Kelurahan Kampung Lapai Wilayah kerja Puskesmas Lapai dapat di gambarkan tingkat pengetahuan Ibu Lansia tentang menopause sebagai berikut 1. Lebih dari separoh (56,9%) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang pengertian menopause 2. Kurang dari separoh (65,5 %) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang tanda dan gejala menopouse 3. Lebih dari separoh (43,1% )Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang perubahan pada masa pre menopause. 4. Kurang dari separoh (33,4 %) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang upaya penanganan pada masa menopause 56 Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Harapan peneliti agar KTI dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui masalah yang ada di lapangan dan sebagai dasar atau data yang dapat membantu selanjutnya. 2. Bagi Institusi kesehatan Diharapkan menjalankan posyandu Lansia secara rutin dan diharapkan tenaga kesehatan beserta kader lebih berperan aktif untuk mengajak dan menarik minat ibu Lansia untuk datang ke Posyandu Lansia agar mendapatkan informasi kesehatan yang berguna bagi ibu Lansia. 3. Bagi Peneliti selanjutnya Diharapakan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti variable lain dan cara ukur yang berbeda agar didapatkan hasil mengenai hal-hal yang menjadi faktor pendukung mengenai pengetahuan ibu lansia tentang menopause. 4. Bagi tempat penelitian Diharapkan untuk kelurahan Kampung Lapai untuk lebih meningkatkan posyandu lansia secara rutin dan diharapkan kepada tenaga kesehatan lebih berperan aktif untuk mengajak dan berperan aktif untuk mengajak dan menarik minat ibu lansia untuk datang ke posyandu lansia agar mendapatkan informasi kesehatan yang berguna. DAFTAR PUSTAKA Glasier, Anna, 2006 Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi : Penerbit Buku Kedokteran EGC Hidayat Alimul, 2011 Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data :Penerbit Salemba Medika Manuaba, 2006 Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Nissa, Hammsa, 2004 Menopause Kiat Lansia Sehat Menuju Khusnul Khatimah : Ma’sum Press Solo Notoatmodjo, Soekidjo, 2003 Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : PT Rineka Cipta 57 Prawirohardjo, Sarwono, 2009 Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Rosidawati Dkk, 2008 Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta : Salemba Medika Wawan dan Dewi, 2011 Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Prilaku Manusia, Yogyakarta : Muha, Medika Damayanti, 2012. Hubungan Tingkat pengetahuan dan upaya penanganan ibu dengan kecemasan dalam menghadapi menopause di Kelurahan Genuksari kecamatan Genuk Kota Semarang Anonim, 2006. Angka kejadian menopause Indonesia Sastrawinata, 2008 Gambaran tingkat penegtahuan ibu lansia tentang menopouse Ana Samiatul, 2011 Gambaran pengetahuan ibu usia 45-50 tentang menopause di kelurahan Cilangkap Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya 58 Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014 Oleh Zufrias Riaty ABSTRAK World Health Organisation (WHO) memperkirakan insidens infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita. Di Indonesia, ISPA menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survey mortalitas yang dilakukan oleh subdit ISPA tahun 2011 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi dan balita di indonesia dengan persentase 22,36% dari seluruh kematian balita. adapun tujuan dari pengetahuan ini adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu balita tentang kejadian ispa pada balita di puskesmas air dingin padang tahun 2014. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik deskriptif dengan desain yang digunakan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah 1960 orang dengan jumlah sampel 95 orang. Teknik pengambilan sampel secara accidental random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisa data dilakukan dengan analisa univariat dan bivariat yang diolah secara komputerisasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 47 orang (49,47%) responden yang memiliki pengetahuan sedang tentang ISPA, sebagian besar atau hampir seluruh yaitu 77 orang (81,05%) responden mengalami kejadian ISPA, dan tidak memiliki hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan p = 0, 27 (p > 0,05) dan sikap p = 0,56 (p > 0,05) tentang kejadian ISPA pada Balita. Diharapkan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Air Dingin Padang khususnya ruangan anak dapat memberikan penyuluhan mengenai ISPA khususnya mengenai penyebab serta tanda dan gejala ISPA pada Balita (ISPA ringan-sedangberat) agar kejadian ISPA pada Balita dapat menurun di Puskesmas Air Dingin Padang. KEPUSTAKAAN : 21 (2010-2013) 59 PENDAHULUAN Berdasarkan WHO (2013) ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular didunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98% kematian itu disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di Negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah. Dimana ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.Angka kejadian ISPA mencapai 46/1000 kelahiran hidup dan itu masih tergolong tinggi (Anik Maryunani,2013). Dilaporkan di kawasan Asia diperkirakan 860.000 balita meninggal setiap tahunnya atau sekitar 98 anak setiap jam. Dimana infeksi saluran pernafasan akut merupakan salah satu penyebab kematian balita di Negara-negara Asia. Indonesia menepati urutan pertama penyebab kematian bayi dan balita. Selain itu ISPA juga berada pada 10 daftar penyakit terbanyak di rumah sakit. Survey mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2008 menepatkan ISPA sebagai penyebab kematian balita terbesar dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Akhmad,2010). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Padang, dari pendataan yang dilakukan di seluruh puskesmas Kota Padang tahun 2011. Kunjungan balita yang menderita ISPA ke 22 puskesmas di kota padang tahun 2011 sebanyak 40548 kasus. Puskesmas Air Dingin yang cakupannya tertinggi dari seluruh puskesmas yang ada di Kota Padang yaitu sebanyak 4627 balita. Menurut hasil penelitian Pendri (2011) dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang 53 orang ibu balita yang memiliki pengetahuan tinggi dan lebih dari separuh, 69 orang yang tidak mengalami kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tersebut.. Data dari puskesmas Air Dingin Kota Padang ISPA menempati peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak dan persentase kasusnya tahun 2009 dengan jumlah kasus 42076 balita dan pada tahun 2010 meningkat sebesar 49,36% dengan jumlah kasus 43160 balita. Dari hasil wawancara dengan 10 orang ibu yang mampu mewakili 3 kelurahan di wilayah kerja puskesmas air dingin padang yang mempunyai balita di Puskesmas, bahwa program penyuluhan tentang ISPA telah diberikan, tetapi untuk menjawab tiap pertanyaan wawancara ibu masih gugup dan ragu-ragu. Berarti pengetahuan tentang ISPA masih tergolong kurang. Berdasarkan data di atas maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Ibu Balita tentang Kejadian ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014”. 60 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu variabel independen dan dependen di kumpulkan pada waktu yang bersamaan serta mencari hubungan antar variabel independent (tingkat pengetahuan dan sikap ibu balita) dengan variabel dependent ( kejadian ISPA). Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin berjumlah 1960 orang. Teknik pengambilan sampel akan diteliti adalah dengan menggunakan teknik accidental random sampling. Berdasarkan perhitungan sampel didapatkan jumlah sampel sebanyak 95 orang. Teknik pengambilan yang digunakan adalah teknik accidental random sampling yaitu pengambilan responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian. 1. Pengetahuan Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014 Tingkat f % Tinggi 25 26,32 Sedang 47 49,47 Rendah 23 24,21 Jumlah 95 100 Pengetahuan Berdasarkan tabel. 1 di atas didapatkan hampir separoh yaitu sebanyak 47 orang (49,47%) responden yang memiliki pengetahuan sedang tentang ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. Berdasarkan teori dari Notoadmojo (2011), Kemampuan seseorang untuk memahami apa dan bagaimana efek dari sesuatu yang dilakukan merupakan dari bentuk pengetahuan.pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini 61 terjadi melalui panca indra manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh pendri susila mengenai pengetahuan ibu balita tentang ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya tahun2012 didapatkan bahwa dari 99 orang ibu balita hanya 53 orang (53,3%) yang memiliki pengetahuan tinggi. Hal ini jelas berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Air Dingin yang saat ini menjadi peringkat pertama untuk kasus ISPA. Berdasarkan hasil penelitian peneliti berasumsi bahwa responden sudah mendapatkan pengetahuan dan informasi mengenai ISPA dari penyuluhan yang diadakan oleh puskesmas Air Dingin Padang. Pengetahuan tersebut juga dapat diukur berdasarkan jawaban responden untuk kuesioner yang disediakan peneliti, lebih separoh responden memiliki pengetahuan sedang mengenai ISPA. 2. Sikap Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Balita di Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014 Sikap F % Positif 65 68.42 Negatif 30 31.58 Jumlah 95 100 Berdasarkan tabel 2 di atas didapatkan lebih dari separoh yaitu sebanyak 65 orang (68,42%) responden memiliki sikap positif tentang ISPA pada balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. Berdasarkan hasil teori Notoatmodjo (2011), Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek dan merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu kehayatan terhadap objek. Dari hasil yang didapat responden sudah memilik sikap positif yang tinggi dalam melakukan pencegahan dan pengobatan ISPA. Peneliti beragumentasi bahwa responden sudah mampu memberikan sikap positif terhadap balita yang terserang ISPA namun angka kejadian ISPA pada balita masih terjadi. Hal ini sesuai dengan dengan teori yang ditemukan, bahwa sikap tidak mempengaruhi kejadian ISPA. Disamping itu, penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa sikap tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA 62 3. Gambaran kejadian ISPA Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014 Kejadian ISPA f % Terjadi 77 81.05 Tidak Terjadi 18 18.95 Jumlah 95 100 Berdasarkan tabel 3 di atas didapatkan sebagian besar yaitu 77 orang (81,05%) responden mengalami kejadian ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang. Kejadian ISPA disebabkan karna berbagai faktor pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, keadaan cuaca atau iklim juga sangat berpengaruh. Disamping itu juga dibutuhkan dukungan keluarga dalam melakukan pencegahan ISPA agar tidak terjadinya ISPA pada Balita. 4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Balita Dengan Kejadian ISPA Tabel 4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014 Tingkat pengetahuan Kejadian ISPA Terjadi Tidak terjadi Total f % F % f % Tinggi 21 22.1 4 4.21 25 26.32 Sedang 35 36.84 12 12.63 47 49.47 Rendah 21 22.1 2 2.1 23 24.21 Jumlah 77 81.04 18 18.96 95 100 Pada tabel 4 di atas didapatkan bahwa 35 orang (36,84%) responden dengan pengetahuan sedang mengalami kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,21, p > 0,05 ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu Balita dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. 63 Aspek pengetahuan yang paling menonjol adalah pada pertanyaan penyebab serta tanda dan gejala ISPA (ISPA ringan-sedang-berat) dimana hanya 24 responden yang mampu menjawab pertanyaan dengan jawaban benar. Berbeda dengan pertanyaan no 6 yang rata-rata responden menjawab betul. Tak hanya itu, pertanyaan lain yang dijawab responden hanya 50% yang betul terletak pada pertanyaan no 1. Pertanyaan pada aspek pencegahan dan pelaksanaan ISPA lah yang mendukung pengetahuan responden sedang tentang ISPA. Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,21, p>0,05 ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu Balita dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk memahami apa dan bagaimana efek dari sesuatu yang dilakukan. Pengetahuan merupakan hasil “ tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga (Notoatmodjo,2011). Penelitian ini didapatkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan kejadian ISPA pada Balita. Ada faktor lain yang menyebabkan kejadian ISPA ini antara lain yaitu pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, keadaan cuaca atau iklim juga sangat berpengaruh. Disamping itu juga dibutuhkan dukungan keluarga dalam melakukan pencegahan ISPA agar tidak terjadinya ISPA pada Balita. 5. Hubungan Sikap Ibu Balita Dengan Kejadian ISPA Tabel 5 Hubungan Sikap Ibu Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang Tahun 2014 Terjadi Sikap Kejadian ISPA Tidak terjadi Total F % F % f % Positif 57 60 8 8.42 65 68.42 Negatif 25 26.32 5 5.26 30 31.58 Jumlah 82 86.32 13 13.68 95 100 Pada tabel 5 didapatkan bahwa lebih dari separoh yaitu 57 orang (60%) responden mengalami kejadian ISPA pada Balita dari sikap ibu Balita yang positif di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,91 , p > 0,05 ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu Balita dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. Aspek peryataan sikap yang mendukung argumentasi ini adalah pernyataan sikap positif no 1,2,3 sedangkan pada pernyataan negative pada pernyataan sikap penimbangan berat badan balita dan 64 tindakan pencegahan yang selalu dilakukan untuk tidak terjadinya ISPA pada balita, rata-rata ibu menjawab dengan sikap yang negative (tidak sesuai harapan). Hasil yang diharapkan hendaknya ibu dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap ISPA agar kejadian ISPA dapat berkurang. Berdasarkan uji chi-square didapatkan nilai p = 0,91 , p > 0,05 ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu Balita dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek dan merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu kenyataan terhadap objek. Sikap dituangkan dalam bentuk tindakan yang kemudian mempengaruhi tingkah dan perilaku seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan. Penelitian ini didapatkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan kejadian ISPA pada Balita. Ada faktor lain yang menyebabkan kejadian ISPA ini antara lain yaitu pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, keadaan cuaca atau iklim juga sangat berpengaruh. Disamping itu juga dibutuhkan dukungan keluarga dalam melakukan pencegahan ISPA agar tidak terjadinya ISPA pada Balita. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian yang telah dilakukan di puskesmas air dingin padang tahun 2014 maka penulis mendapatkan kesimpulan 1. Hampir separoh yaitu sebanyak 47 orang (49,47%) responden yang memiliki pengetahuan sedang tentang ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014 2. Lebih dari separoh yaitu sebanyak 65 orang (68,42%) responden memiliki sikap positif tentang ISPA pada balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. 3. Sebagian besar atau hampir seluruh yaitu 77 orang (81,05%) responden mengalami kejadian ISPA di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. 4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu Balita dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu Balita dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Air Dingin Padang tahun 2014. 65 Saran 1. Bagi Peneliti Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta penelitian ini dapat menaplikasikan pembelajaran metodologi penelitian yang didapatkan akademik. 2. Bagi Puskesmas Diharapkan bagi tenaga kesehatan di puskesmas air dingin padang khususnya ruangan anak dapat memberikan motivasi kepada ibu-ibu balita untuk dapat melakukan tindakan pencegahan serta dapat memberikan penyuluhan mengenai ISPA terutama pada penyebab dan tanda gejala ISPA (ISPA ringan-sedang-berat) yang mana rata-rata responden tidak mengetahui dan memahami tentang kedua hal tersebut. Diharapkan dengan adanya penyuluhan tentang penyebab serta tanda dan gejala ISPA pada balita, angka kejadian ISPA dapat menurun di Puskesmas Air Dingin Padang. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan penelitian ini dapat sebagai bahan masukan mahasiswi kebidanan akademi kebidanan puteri andalas padang sebagai calon bidan. DAFTAR PUSTAKA Akhmad, 2010. Angka Kematian Balita. Diakses dari http://www.healthy.com tanggal 01 November 2013 Aziz, metode penelitian keperawatan dan teknik anlisis. Jakarta : salemba medika Anik maryunani, 2013. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Bandung : Salemba Medika Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Azwar, 2010. Pembentukan Sikap. Jakarta : PT. Mahasatya Bone, 2013. Pendidikan Dan Kesehatan Anak http://www.bone.com. Diakses tanggal 02 November 2013 Data laporan, 2012. Data Laporan 10 Penyakit Terbanyak (ISPA) Puskesmas Air Dingin Padang. Depkes RI, 2008. Klasifikasi ISPA. Diakses dari http://www.cendekia.com tanggal 02 November 2013 Depkes RI, 2010. Infeksi Saluran Pernafasan http://www.cendekia.com tanggal 09 Maret 2014 Akut. Diakses dari 66 Dinas kesehatan kota padang, 2011. Profil Dinas Kesehatan Kota Padang. Mustrrie, 2013 dalam http://musttrie-art.blogspot.com/2013/03/penyebab-gejala-danpengobatan-ispa.html diakses tanggal 8 desember 2013 Notoadmodjo,2011. Promosi Kesehatan Dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta Notoadmodjo,2011. Pendidikan Dan Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta Notoadmodjo,2011. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Pendri, 2011. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu balita tentang kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas lubuk buaya padang tahun 2011. Prawiroharjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Respirater,2013. Kesehatan Anak-ISPA http://www.respiratory.com. Diakses tanggal 01 November 2013. Sarwono, 2010. Kejadian ISPA pada Balita. Diakses dari http://www.cendekia.com tanggal 02 Maret 2014 Setiadi, 2008. Konsep Dasar Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu Sriwahyanti, 2013 dalam http://sriwahyanti.wordpress.com/ diakses tanggal 8 desember 2013 Syahrani,2012. Prevalensi ISPA. Diakses dari http://www.kesehatanbalita.com tanggal 02 November 2013 67 68 Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol II No II Desember 2014 ISSN 2356-0819 Page 69 DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita.2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cunningham,dkk.2005.Obstetri William, Diterjemahkan Oleh Joko Suyono. Depkes RI. 2002.Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan Sebagai Strategi Untuk Mewujudkan Indonesia Sehat 2010. jakarta. Dinas kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Kota Padang : Dinas Kesehatan Padang. Dinas Kesehatan RI.2002. Kekurangan energi kronik pada ibu hamil.www.goegle.com:http.depkes go.id. diakses Maret 2010. Hapzah. 2009. Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Hamil Terhadap Status Gizi Janin,http”//.goegle.com:diakses20 maret 2010. Joeharno.2008. Berat Badan Lahir Rendah. www.goegle.com:httpspot.com/2008. Diakses 19 april 2010. Juminten Saimin,IMS.2006. Hubungan Antara Berat Badan Lahir Dengan Status Gizi Ibu Berdasarkan Ukuran Lingkar Lengan Atas.www.goegle.com:http. Diakses 8 maret 2010. 70 Notoatdmojo, Soekijo.2002.Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Redaksi. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehamilan. Www.goegle.com:http/335445. Diakses 8 maret 2010. Sarwono, Prawiharjo.2002. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sarwono, Prawiharjo. 2006. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Soejiningsih, 2000. Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : EGC. Supariasa, I Dewa Nyoman.2002. Penilaian Status Gizi, Jakarta : EGC. Susilowati. 2008. Dampak Anemia Dan Kurang Energi Protein Pada Ibu Hamil.www.goegle.com:http. Diakses 8 maret 2010. Saifuddin, Bari Abdul,Dkk. 2000. Buku Aturan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Bima sarwono prawiharjo, jakarta : EGC. 71 Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol II No II, Desember 2014 , ISSN : 2356 -0819 72