PDF - Jurnal UNESA

advertisement
Startegi Konflik Kognitif
STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENURUNKAN MISKONSEPSI MATERI
KARAKTERISTIK PERLAPISAN BUMI, TEORI LEMPENG TEKTONIK DAN VULKANISME
PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 NGAWI
Nowo Hadi Wusono
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Pacsa Sarjana Universitas Negeri Surabaya
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peranan strategi konflik kognitif dalam menurunkan
miskonsepsi siswa. Metode penelitian menggunanakan metode quasi eksperimen. Pembelajaran pada
kelompok eksperimen menggunakan strategi konflik kognitif, dan kelas kelompok kontrol menggunakan
pembelajaran konvensional. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu : metode dokumentasi dan
metode tes. Berdasarkan hasil anasisi data, dari perhitungan perbedaan rata-rata prosentase miskonsepsi yang
terjadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif mampu
menurunkan miskonsepsi siswa lebih baik dari pada pembelajaran konvensional.
Kata Kunci: Strategi Konflik Kognitif, Miskonsepsi Siswa, Konsepsi Alternatif Siswa
Abstract
The objective of the research is to know the role of cognitive conflict strategy in in reducing student’s
misconceptions. The research method use quasi-experiment The learning methods in experimental class
use cognitive conflict strategy and the control class use konvensional learning methods. Collecting data
methods in this research used documentation and test methods. Based on the analysis results of data, it can be
concluded that learning use cognitive conflict strategy can reduce student’s misconceptions better than
konventional learning.
Keywords: Cognitive Conflict Strategy, Student’s Misconceptions, Student’s Alternative Conceptions
1
INTERAKSI. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013
PENDAHULUAN
Selama ini guru mengajar dimulai dari
penyampaian materi yang akan diajarkan. Kemudian
dilanjutkan dengan ceramah mengenai teori-teori,
konsep dan pemberian contoh-contoh soal. Dengan
proses pembelajaran konvensional semacam ini, guru
tampaknya menggunakan asumsi tersembunyi bahwa
pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari
pikiran guru ke pikiran siswa. Padahal Geografi pada
materi kelas X sebagian besar berupa pengetahuan fisik
dan pengetahuan logika-matematik serta bersifat non
observable, yang tidak dapat dipindahkan secara utuh
dari pikiran guru ke pikiran siswa, tetapi harus
dibangun oleh siswa itu sendiri dengan menggunakan
struktur pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa.
Hasil-hasil penelitian terdahulu dari Sriartha
(2003) dan Ismaimuza (2010) menunjukkan bahwa,
pembelajaran yang masih bersifat konvensional, tidak
dapat menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan
kesulitan pemahaman konsep siswa. Sementara itu
Underhil dan Virginia (1992) juga menyatakan bahwa
guru dalam fungsinya sebagai fasilitator atau mediator
belajar yang kreatif harus terus berupaya bagaimana
membangkitkan konflik kognitif terhadap konsepsi
awal siswa yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah.
Dengan menggunakan strategi pembelajaran yang
tepat yaitu konflik kognitif, seperti telah dilakukan oleh
Ismaimuza (2010), diharapkan kesalahan konsep atau
miskonsepsi yang terdeteksi dan bersumber dari
konsepsi awal siswa sebelum proses pembelajaran
dapat direduksi atau diturunkan, sehinggar penguasaan
mereka terhadap konsep-konsep yang lebih ilmiah
semakin meningkat. Oleh karena itu tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan strategi
konflik kognitif dalam menurunkan miskonsepsi siswa
pada mata pelajaran Geografi khususnya pada materi
karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik
dan proses vulkanisme.
METODE
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas
X di SMA Negeri 2 Ngawi sebanyak 288 orang.
Sampel penelitian diambil dua kelas terdiri dari kelas
eksperimen (32 siswa) dan kelas kontrol (32 siswa),
sehingga semuannya sejumlah 64 orang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu quasi eksperimen atau disebut juga dengan
metode eksperimen semu . Kedua kelompok kelas
tersebut sama-sama diberikan pre-test dan post-test,
tetapi diberi perlakuan yang berbeda. Kelas
eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan
strategi konflik kognitif dan dilakukan oleh guru mitra
dengan menggunakan 2 pengamat dari guru Geografi di
SMA Negeri 2 Ngawi, sedangkan kelas kontrol dengan
menggunakan pembelajaran konvensional yaitu
dengan menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab.
Pre-test (tes kemampuan awal) dalam penelitian
ini dilakukan sebelum pemberian perlakuan. Hasil tes
ini akan menunjukan keadaan konsepsi awal siswa
sebelum pemberian perlakuan. Dari hasil tes awal ini
kemudian dibuat rancangan instrumen yang akan
digunakan dalam perlakuan disesuaikan dengan
keadaan awal siswa. Setelah pemberian perlakuan,
siswa diberikan soal post-test (tes kemampuan akhir).
Dari analisa hasil pre test dan post-test dapat diketahui
cara berpikir siswa dalam memahami konsep dan
bagaimana penurunan miskonsepsinya.
Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini
yaitu penguasaan materi pelajaran dengan sesedikit
mungkin terjadi miskonsepsi dengan menggunakan
pengukuran skala prosentase. Untuk mengukur
indikator tersebut dilakukan melalui tes.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif
diantaranya berupa prakonsepsi siswa atau konsep
alternatif siswa dalam memahami konsep-konsep pada
materi karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng
tektonik dan vulkanisme. Sedangkan data kuantitatif
dalam penelitian ini berupa hasil ketercapaian siswa
terhadap konsep-konsep pada tiga materi yaitu
karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik
dan vulkanisme yang kemudian dinyatakan dalam
prosentase.
Tes kemampuan awal dilakukan satu minggu
sebelum perlakuan dilaksanakan. Tes ini terdiri dari 30
soal pilihan ganda disertai alasan. Dipilihnya pilihan
ganda yang disertai alasan, dimaksudkan agar terlihat
pola-pola konsepsinya melalui argumentasi yang diberikan
dan juga untuk meminimalisir unsur tebakan. Melalui
jawaban itu akan diketahui siswa mengalami
miskonsepsi atau tidak. Selain itu, bentuk soal ini
dinilai mampu memudahkan proses analisa cara
berpikir siswa tentang materi yang akan diajarkan.
Analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1)
Analisa
mengenai
bentuk-bentuk
miskonsepsi
berdasarkan hasil tes kemampuan awal siswa (2)
Analisa bentuk-bentuk miskonsepsi berdasarkan hasil
tes kemampuan akhir. Setelah data berupa tes
kemampuan awal diketahui, kemudian hasil tes
kemampuan akhir yang diperoleh di kelas eksperimen
dan kelas kontrol berupa konsepsi alternatif siswa
juga di analisis yang kemudian dikelompokkan ke dalam
tiga kategori, yaitu: siswa tidak memahami (TM), siswa
miskonsepsi (MK) dan siswa sudah memahami (M)
serta.dinyatakan dalam prosentase. Berdasarkan ke tiga
konsepsi alternatif siswa tersebut, masing-masing kelas
pada setiap indikator juga dianalisis secara deskriptif
persamaan homogenitas atau perbedaan bentuk-bentuk
miskonsepsinya, termasuk kategori rendah sekali (0,0015,00%), rendah (>15,00-35,00%), sedang (>35,0065,00%), tinggi(>65,00-85,00%) atau tinggi sekali
Startegi Konflik Kognitif
(>85,00%). Dari hasil analisis ke dua kelas akan
diketahui pula perubahan bentuk miskonsepsi yang
terjadi di setiap indikator pada masing-masing kelas
untuk ditarik
menghinggapai struktur kognitif siswa pada ke dua
kelas, (1)miskonsepsi vernacular, yaitu bentuk
miskonsepsi yang menempati jumlah terbanyak dengan
17 jenis miskonsepsi. (2) bentuk miskonsepsi salah
paham konseptual, terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3)
bentuk miskonsepsi faktual yang memiliki 2 bentuk
kesalahan konsep. (4) miskonsepsi jenis kepercayaan
beku yang hanya memiliki 1 kesalahan konsep.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Tes Kemampuan Awal
Kedua, pada ke tiga indikator yaitu karakteristik
perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan juga
indikator proses vulkanisme,berdasarkan jumlah dan
prosentasenya baik di kelas kontrol maupun kelas
eksperimen, siswa yang mengalami miskonsepsi
memang terjadi perbedaan tetapi masih pada kategori
yang sama, yaitu kategori sedang. Untuk lebih
jelasnya, hasil rekapitulasi tingkatan miskonsepsi
siswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen pada ke
tiga indikator dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut ini
Berdasarkan hasil analisis bentuk miskonsepsi
pada ke tiga indikator, yaitu karakteristik perlapisan
bumi, teori lempeng tektonik dan juga indikator proses
vulkanisme, dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, berdasarkan bentuk miskonsepsinya, antara
kelas kontrol dan kelas eksperimen pada ke tiga
indikator konsep, memiliki homogenitas pada bentuk
miskonsepsi yang telah dialami siswa.
dari
Homogenitas bentuk miskonsepsi tersebut terlihat
4 bentuk jenis miskonsepsi utama yang
Tabel 3.1. Rekapitulasi Tingkatan Miskonsespsi Siswa di Kelas Kontrol
dan Kelas Eksperimen pada Setiap Indikator
1ndikator
Miskonsepsi Siswa
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Jumlah
Siswa
Prosentase
Tingkatan
Miskonsepsi
Jumlah
Siswa
Prosentase
Tingkatan
Miskonsepsi
1
13,14
40,92
sedang
12,28
38,39
sedang
2
17,2
53,75
sedang
20,2
63,125
sedang
3
11,94
37,42
sedang
12,77
39,93
sedang
Jumlah
42,28
132,09
45,25
141,445
Rata-rata
14,09
44,03
15,08
47,148
sedang
sedang
miskonsepsi. Dari jumlah dan prosentase siswa yang
mengalami miskonsepsi pada ketiga indikator tersebut,
terlihat bahwa siswa di dua kelas sama-sama berada
pada kategori sedang. Sehingga berdasarkan kondisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa baik di kelas kontrol
maupun kelas eksperimen, siswa yang mengalami
miskonsepsi berangkat dari kondisi yang hampir sama
dan bersifat homogen. Homogenitas kondisi
miskonsepsi antara ke dua kelas tersebut, terlihat
berdasarkan prosentase jumlah siswa yang mengalami
miskonsepsi pada ketiga indikator yang sama-sama
berada pada kategori sedang.
Berdasarkan tabel 3.1. di atas dapat disimpulkan
bahwa baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen,
siswa yang mengalami miskonsepsi berangkat dari
kondisi yang hampir sama dan tidak jauh berbeda.
Berdasarkan rata-rata jumlah dan prosentase siswa
yang mengalami miskonsepsi, di kelas kontrol terdapat
14,09 atau 44,03 % siswa yang mengalami
miskonsepsi. Sedangkan di kelas eksperimen
ditemukan 15,08 atau 47,148% siswa yang mengalami
3
Startegi Konflik Kognitif
miskonsepsi pada kelas eksperimen. Penurunan bentuk
miskonsepsi vernacular di kelas eksperimen dari
jumlah 17 pada tes kemampuan awal menjadi 16
bentuk pada tes kemampuan akhir, terjadi karena pada
butir soal A 21 tidak ada satupun siswa yang
mengalami kesalahan konsep. (2) bentuk miskonsepsi
salah paham konseptual, yang masing-masing kelas
masih terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3) bentuk
miskonsepsi faktual yang pada tes kemampuan awal,
kelas kontrol terdiri dari 2 bentuk, tetapi pada tes
kemampuan akhir hanya memiliki 1 bentuk kesalahan
konsep. Hal ini karena yang satunya lagi berubah
bentuk menjadi miskonsepsi ke 5, yaitu jenis
kepercayaan non ilmiah. Sementara itu, di kelas
eksperimen 2 bentuk miskonsepsi faktual, masih tetap
terjadi. (4) miskonsepsi jenis kepercayaan beku yang
masing-masing kelas hanya memiliki 1 kesalahan
konsep. (5) bentuk miskonsepsi kepercayaan non
ilmiah yang terjadi hanya di kelas kontrol dan terdiri
dari 1 kesalahan konsep
Hasil Tes Kemampuan Akhir
Berdasarkan hasil analisis bentuk miskonsepsi
pada tes kemampuan akhir di tiga indikator, yaitu
karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik
dan
juga indikator proses vulkanisme, dapat
disimpulkan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan
bentuk miskonsepsinya, antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen pada ke tiga indikator konsep, telah
mengalami perubahan bila di bandingkan pada tes
kemampuan awal. Seperti di ketahui, pada tes
kemampuan awal ada 4 bentuk miskonsepsi utama
yang menghinggapai struktur kognitif siswa pada ke
dua kelas, (1) miskonsepsi vernacular, yaitu bentuk
miskonsepsi yang menempati jumlah terbanyak dengan
17 jenis miskonsepsi. (2) bentuk miskonsepsi salah
paham konseptual, terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3)
bentuk miskonsepsi faktual yang memiliki 2 bentuk
kesalahan konsep. (4) miskonsepsi jenis kepercayaan
beku yang hanya memiliki 1 kesalahan konsep.
Kedua, pada ke tiga indikator yaitu karakteristik
perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan juga
indikator proses vulkanisme, dari jumlah dan
prosentase siswa di dua kelas yang mengalami
miskonsepsi menunjukkan bahwa, telah terjadi
perubahan dari tes kemampuan awal ke tes
kemampuan akhir. Hasil rekapitulasi tingkatan
miskonsepsi siswa di dua kelas pada ke tiga indikator
berdasarkan hasil tes kemampuan akhir dapat dilihat
dalam tabel 3.2 berikut ini
Berdasarkan hasil dari tes kemampuan awal
tersebut ternyata siswa telah mengalami perubahan
pada tes kemampuan akhir. Perubahan bentuk
miskonsepsi pada tes kemampuan akhir tersebut
terlihat pada penambahan dari 4 menjadi 5 bentuk
miskonsepsi utama yang terjadi pada kelas kontrol dan
masih tetap terdiri dari 4 bentuk jenis miskonsepsi
utama yang terjadi pada kelas eksperimen.
Perinciannya (1) miskonsepsi vernacular, yaitu bentuk
miskonsepsi yang menempati jumlah terbanyak dengan
17 jenis pada kelas kontrol dan sejumlah 16 bentuk
Tabel 3.2. Rekapitulasi Tingkatan Miskonsespsi Siswa dari Hasil Tes Kemampuan Akhir
di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Setiap Indikator
Miskonsepsi Siswa
1ndikator
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Jumlah
Siswa
Prosentase
Tingkatan
Miskonsepsi
Jumlah
Siswa
Prosentase
Tingkatan
Miskonsepsi
1
7,285
22,767
rendah
3,143
9,821
rendah sekali
2
9,2
28,75
rendah
4
12,5
rendah sekali
3
7,05
22,048
rendah
3,5
10,937
rendah sekali
Jumlah
23,535
73,56524
10,643
33,258
Rata-rata
7,845
24,521
3,547
11,086
rendah
rendah sekali
siswa yang mengalami miskonsepsi telah terjadi
perubahan. Berdasarkan jumlah dan prosentase siswa
yang mengalami miskonsepsi, di kelas kontrol terdapat
Berdasarkan tabel 3.2. di atas dapat disimpulkan
bahwa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen
setelah tes kemampuan akhir, jumlah dan prosentase
3
Startegi Konflik Kognitif
rata-rata sebesar 7,845 atau 24,521 % siswa yang
mengalami miskonsepsi. Sedangkan di kelas
eksperimen ditemukan rata-rata mencapai 3,547 atau
11,086% siswa yang mengalami miskonsepsi. Dari
perbedaan jumlah dan prosentase siswa yang
mengalami miskonsepsi tersebut, juga terlihat bahwa
siswa di kelas kontrol berada pada kategori rendah
(>15,00-35,00%), sedangkan siswa pada kelas
eksperimen berada pada kategori rendah sekali (0,0015,00%). Perbedaan kategori ini mengandung arti
bahwa, pada tes kemampuan akhir kelas eksperimen
secara signifikan jelas lebih baik dari pada kelas
kontrol
Berdasarkan perbedaan rata-rata jumlah dan
prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi serta
adanya perbedaan kategori seperti telah diuraikan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa, antara tes
kemampuan awal ke tes kemampuan akhir terdapat
perubahan tentang jumlah dan prosentase siswa yang
mengalami miskonsepsi. Untuk lebih jelasnya lihat
tabel 3.3. berikut ini.
Tabel 3.3. Rekapitulasi Tingkatan Miskonsespsi Siswa di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
pada Tes Kemampuan Awal dan Tes Kemampuan Akhir
Miskonsepsi Siswa
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Jumlah
Siswa
Prosentase
Tingkatan
Miskonsepsi
Jumlah
Siswa
Prosentase
Tingkatan
Miskonsepsi
Tes Awal
14,09
44,03
sedang
15,08
47,148
sedang
Tes Akhir
7,845
24,521
rendah
3,547
11,086
rendah sekali
Penurunan
6,245
19,509
11,533
36,062
3
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal
Perubahan bentuk miskonsepsi ini terlihat dari 5
bentuk miskonsepsi utama yang terjadi pada kelas kontrol
dan 4 bentuk jenis miskonsepsi utama yang terjadi pada
kelas eksperimen. Perinciannya (1) miskonsepsi
vernacular, yaitu bentuk miskonsepsi yang menempati
jumlah terbanyak dengan 17 jenis pada kelas kontrol.
Sedangkan pada kelas eksperimen terdapat 16 bentuk.
Penurunan dari 17 ke 16 bentuk vernacular tersebut
terjadi karena di kelas eksperimen pada butir soal A 21
tidak terjadi kesalahan konsep (2) bentuk miskonsepsi
salah paham konseptual, yang masing-masing kelas
terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3) miskonsepsi faktual
yang pada awalnya memiliki 2 bentuk kesalahan konsep
di kelas kontrol, pada tes akhir satunya lagi berubah
menjadi bentuk kepercayaan non ilmiah. Sedangkan di
kelas eksperimen 2 bentuk miskonsepsi, masih tetap
terjadi (4) miskonsepsi jenis kepercayaan beku yang
masing-masing kelas hanya memiliki 1 kesalahan konsep.
(5) bentuk kepercayaan non ilmiah yang terjadi hanya di
kelas kontrol dan terdiri dari 1 kesalahan konsep.
Berdasar tabel 3.3. di atas, pada hasil tes
kemampuan awal, terlihat bahwa antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen berada pada kondisi homogen. Hal ini
dapat diamati dari kesamaan tingkatan miskonsepsi pada
ke dua kelas yang sama-sama berada pada kategori
sedang. Artinya, kelas kontrol rata-rata prosentase siswa
yang mengalami miskonsepsi sebesar 44,03%, sedangkan
kelas eksperimen rata-rata prosentasenya mencapai
47,148%.. Tetapi setelah diadakan tes kemampuan akhir,
hasilnya menjadi berbeda. Hal ini juga dapat dilihat pada
tabel 3.3. di atas yang menunjukkan bahwa kelas kontrol
berada pada kategori rendah (24,521%) , sedangkan kelas
eksperimen berada pada kategori rendah sekali
(11,086%). Sehingga telah terjadi penurunan miskonsepsi
siswa di kelas kontrol sebesar 19,509%, sedangkan di
kelas eksperimen terjadi penurunan miskonsepsi siswa
sebesar 36,062%
Berdasarkan penurunan miskonsepsi siswa di kelas
kontrol sebesar 19,509% dan di kelas eksperimen
mencapai 36,062% maka dapat disimpulkan bahwa,
kondisi miskonsepsi siswa di kelas eksperimen derajat
penurunanya jelas lebih baik bila dibandingkan dengan
miskonsepsi siswa yang terjadi di kelas kontrol. Artinya,
strategi konflik kognitif yang telah diterapkan di kelas
eksperimen secara signifikan membawa hasil lebih baik
dalam menurunkan miskonsepsi siswa bila dibandingkan
dengan metode konvensional yang telah diterapkan di
kelas kontrol.
Saran
Siswa sebelum memasuki kelas, mereka sudah
memiliki konsepsi tentang materi yang akan diajarkan.
Mengingat
konsepsi
tersebut
memungkinkan
mengandung miskonsepsi, maka dalam proses
pembelajaran, guru disarankan untuk mengidentifikasi
terlebih dahulu miskonsepsi-miskonsepsi tersebut untuk
dijadikan acuan dalam merancang strategi pembelajaran
yang tepat.
Penulis juga menyarankan agar para guru dalam
memilih strategi pembelajaran, diharapkan dapat memilih
dan menerapkan strategi konflik kognitif dalam upaya
mengubah miskonsepsi-miskonsepsi siswa tersebut
menjadi konsepsi ilmiah dengan tetap memperhatikan
kharakteristik siswa dan materi yang akan diajarkan.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan diskusi hasil
penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pada hasil tes
kemampuan awal,
antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen, siswa yang mengalami miskonsepsi
kondisinya tidak jauh berbeda. Artinya terjadi
homogenitas bentuk miskonsepsi pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Hal ini terlihat dari 4 bentuk jenis
miskonsepsi utama yang menghinggapai struktur kognitif
siswa pada ke dua kelas, yaitu (1) miskonsepsi
vernacular, yang merupakan bentuk miskonsepsi dengan
jumlah terbanyak mencapai 17 jenis miskonsepsi. (2)
bentuk miskonsepsi salah paham konseptual, terdiri dari
10 jenis miskonsepsi. (3) bentuk miskonsepsi faktual
yang memiliki 2 bentuk kesalahan konsep. (4)
miskonsepsi jenis kepercayaan beku yang hanya
memiliki 1 kesalahan konsep.
Guru ketika proses pembelajaran, hendaknya lebih
menekankan
pada
kemampuan
siswa
dalam
mengemukakan alasan dan argumentasi serta bagaimana
siswa mengorganisasi pengalaman mereka. Bukan
semata-mata
pada
kemampuan
siswa
untuk
merefleksikan apa yang telah diinformasikan oleh guru.
Oleh karena itu sangat dianjurkan pada para guru
geografi dalam mengevaluasi hasil belajar siswa tidak
semata-mata berorientasi pada benar atau salahnya
jawaban siswa. Entah benar atau salah, guru sebaiknya
tetap meminta siswa mengemukakan argumentasi atas
jawaban yang telah diberikan oleh mereka.
Pada hasil tes kemampuan akhir, setelah kelas
eksperimen diberi perlakuan strategi konflik kongnitif
dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran
konvensional, Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa di dua kelas tersebut telah mengalami
perubahan dari segi bentuk, jumlah dan prosentase dari
masing-masing miskonsepsinya.
DAFTAR PUSTAKA
2012. Pedoman Penyusun dan Penulisan Penelitian
untuk Tesis 2. Surabaya: UNESA
3
Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216
Abimbola, I.O., and Baba, S. 1996. Misconceptions and
Alternative Conceptions in Science Textbooks: The
Role of Teachers as Filters. The American Biology
Teacher.
Abraham, 1992. Understanding and Misunderstanding
of Eight Grades of Five Chemistry Concept in
Text Book. Journal of Research in Science
Teaching. Vol. 29
Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 2007. Identifikasi Kesalahan
Dan Miskonsepsi Buku Teks Biologi SMU.
Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi UPI
Anjayani, Eni dan Haryanto ,Tri . 2009. Geografi : Untuk
Kelas X SMA/MA. Jakarta : Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional
Arikunto, S 2002. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan
Praktek, Jakarta: Rineka Cipta
Dahar, R.W. 1989. Konstruktivisme dalam Mengajar dan
Belajar. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Tetap Pada FP MIPA IKIP Bandung.
Dreyfus, A. 1990. Apllying the “Cognitive Conflic”
Strategy for Conceptual Change, Some Implicatins,
Difficulties and Problems. Journal of Science
Education. Vol. 74, No. 5.
Gronlund, N. E. 1982. Constructing Achievement Test.
Third Edition. USA: Prentice Hall, Inc.
Harlen, W. & Symington, D. 1990. Helping Children to
Observe. In Harlen (Ed.). Primary Science. Taking
the Plunge. London: Meinemman.
Ismaimuza, Dasa. 2010. Pengaruh Pembelajaran Berbasis
Masalah Dengan Strategi Konflik Kognitif Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Dan Sikap Siswa
SMP. Jurnal Pendidikan Matematika Volume 4.No.1
Juni 2010
Kardi, S. 1997. Miskonsepsi terhadap Konsep-Konsep
Biologi, Kemungkinan Penyebab dan Cara
Penanggulangannya. Pidato Pengukuhan Guru
Besar Tetap pada Jurusan Pendidikan Biologi FP
MIPA IKIP Surabaya.
Kemp, J.E., Morrison, GR., Ross, S.M. 1994. Designing
Effective Intruction. New York: Merril, an Imprint
of Macmillan College Publishing Company.
Mariawan, I. M. 1998. Miskonsepsi Siswa Kelas 1 SLTP
Labolatorium STIP Singa Raja Mengenai Pokok
Bahasan Gaya dan Tekanan. Laporan Penelitian.
Singaraja: STKIP Singaraja.
Masjkur, K. 1996. Strategi Konflik Kognitif dan
Penerapannya untuk Meluruskan Miskonsepsi
dalam Belajar Fisika. Makalah. Disajikan pada
Seminar Sosialisasi Hasil Penelitian FP MIPA IKIP
Malang.
Novak, J. D. & Gowin, D. B. 1985. Learning How to
Learn. Cambridge University Press.
Osborne, R. 1986. Learning in Science: The Implications
of Children’s Science. London: Portsmout N.H.
Purtadi, Sukisman dan Permana Sarai, Lis. 2007.Analisis
Miskonsepsi Konsep Laju Dan Kesetimbangan
Kimia Pada Siswa SMA. Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA - UNY
Sadia, 1996. Pengembangan Model Belajar Konstruktivis
dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di Kota Singaraja. Disertai.
Bandung: Program Pasca Sarjana IKIP Bandung.
Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta
Slavin, R. E. 1997. Educational Psychology: Theory and
Practice Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and
Bacon Publishers.
Sriartha, I Putu. 2003.Penerapan Metode Diskusi Tipe
Buzz Session Dan Modul Berwawasan Konstruktivis
Untuk Meningkatkan Konsepsi Ilmiah Dan
Kemandirian Mahasiswa Dalam Pembelajaran
Kartografi. Singaraja : Jurusan Pendidikan Geografi
Fakultas Pendidikan IPS, IKIP Negeri Singaraja
Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2009, Penelitian dan
Penilaian Pendidikan, Bandung:Sinar Baru
Algensindo
Suherman, E. 1994. Evaluasi Proses Hasil Belajar
Matematika Modul 1-6. Jakarta: Depdikbud
Directorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstructivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Thomas, M. F. 1995. An Attempt to Overcome
Alternative Conceptions Related to Heat and
Temperature. Physics Education, Vol. 30, No. 1.
Underhill, R. & Virginia T. 1992. Mathematical
Evaluation and Remidiation. Research Ideas for
The Clasroom-Early Childhood Matematics. New
York: Macmillan Publishing Company.
Wardiyatmoko, R. 2006. Geografi SMA Jilid 1 Untuk
Kelas X. Jakarta: Erlangga
Download