Startegi Konflik Kognitif STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENURUNKAN MISKONSEPSI MATERI KARAKTERISTIK PERLAPISAN BUMI, TEORI LEMPENG TEKTONIK DAN VULKANISME PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 NGAWI Nowo Hadi Wusono Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Pacsa Sarjana Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peranan strategi konflik kognitif dalam menurunkan miskonsepsi siswa. Metode penelitian menggunanakan metode quasi eksperimen. Pembelajaran pada kelompok eksperimen menggunakan strategi konflik kognitif, dan kelas kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu : metode dokumentasi dan metode tes. Berdasarkan hasil anasisi data, dari perhitungan perbedaan rata-rata prosentase miskonsepsi yang terjadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif mampu menurunkan miskonsepsi siswa lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Kata Kunci: Strategi Konflik Kognitif, Miskonsepsi Siswa, Konsepsi Alternatif Siswa Abstract The objective of the research is to know the role of cognitive conflict strategy in in reducing student’s misconceptions. The research method use quasi-experiment The learning methods in experimental class use cognitive conflict strategy and the control class use konvensional learning methods. Collecting data methods in this research used documentation and test methods. Based on the analysis results of data, it can be concluded that learning use cognitive conflict strategy can reduce student’s misconceptions better than konventional learning. Keywords: Cognitive Conflict Strategy, Student’s Misconceptions, Student’s Alternative Conceptions 1 INTERAKSI. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013 PENDAHULUAN Selama ini guru mengajar dimulai dari penyampaian materi yang akan diajarkan. Kemudian dilanjutkan dengan ceramah mengenai teori-teori, konsep dan pemberian contoh-contoh soal. Dengan proses pembelajaran konvensional semacam ini, guru tampaknya menggunakan asumsi tersembunyi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Padahal Geografi pada materi kelas X sebagian besar berupa pengetahuan fisik dan pengetahuan logika-matematik serta bersifat non observable, yang tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa, tetapi harus dibangun oleh siswa itu sendiri dengan menggunakan struktur pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Hasil-hasil penelitian terdahulu dari Sriartha (2003) dan Ismaimuza (2010) menunjukkan bahwa, pembelajaran yang masih bersifat konvensional, tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan kesulitan pemahaman konsep siswa. Sementara itu Underhil dan Virginia (1992) juga menyatakan bahwa guru dalam fungsinya sebagai fasilitator atau mediator belajar yang kreatif harus terus berupaya bagaimana membangkitkan konflik kognitif terhadap konsepsi awal siswa yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah. Dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat yaitu konflik kognitif, seperti telah dilakukan oleh Ismaimuza (2010), diharapkan kesalahan konsep atau miskonsepsi yang terdeteksi dan bersumber dari konsepsi awal siswa sebelum proses pembelajaran dapat direduksi atau diturunkan, sehinggar penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang lebih ilmiah semakin meningkat. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan strategi konflik kognitif dalam menurunkan miskonsepsi siswa pada mata pelajaran Geografi khususnya pada materi karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan proses vulkanisme. METODE Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di SMA Negeri 2 Ngawi sebanyak 288 orang. Sampel penelitian diambil dua kelas terdiri dari kelas eksperimen (32 siswa) dan kelas kontrol (32 siswa), sehingga semuannya sejumlah 64 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi eksperimen atau disebut juga dengan metode eksperimen semu . Kedua kelompok kelas tersebut sama-sama diberikan pre-test dan post-test, tetapi diberi perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan strategi konflik kognitif dan dilakukan oleh guru mitra dengan menggunakan 2 pengamat dari guru Geografi di SMA Negeri 2 Ngawi, sedangkan kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional yaitu dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Pre-test (tes kemampuan awal) dalam penelitian ini dilakukan sebelum pemberian perlakuan. Hasil tes ini akan menunjukan keadaan konsepsi awal siswa sebelum pemberian perlakuan. Dari hasil tes awal ini kemudian dibuat rancangan instrumen yang akan digunakan dalam perlakuan disesuaikan dengan keadaan awal siswa. Setelah pemberian perlakuan, siswa diberikan soal post-test (tes kemampuan akhir). Dari analisa hasil pre test dan post-test dapat diketahui cara berpikir siswa dalam memahami konsep dan bagaimana penurunan miskonsepsinya. Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu penguasaan materi pelajaran dengan sesedikit mungkin terjadi miskonsepsi dengan menggunakan pengukuran skala prosentase. Untuk mengukur indikator tersebut dilakukan melalui tes. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diantaranya berupa prakonsepsi siswa atau konsep alternatif siswa dalam memahami konsep-konsep pada materi karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan vulkanisme. Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini berupa hasil ketercapaian siswa terhadap konsep-konsep pada tiga materi yaitu karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan vulkanisme yang kemudian dinyatakan dalam prosentase. Tes kemampuan awal dilakukan satu minggu sebelum perlakuan dilaksanakan. Tes ini terdiri dari 30 soal pilihan ganda disertai alasan. Dipilihnya pilihan ganda yang disertai alasan, dimaksudkan agar terlihat pola-pola konsepsinya melalui argumentasi yang diberikan dan juga untuk meminimalisir unsur tebakan. Melalui jawaban itu akan diketahui siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Selain itu, bentuk soal ini dinilai mampu memudahkan proses analisa cara berpikir siswa tentang materi yang akan diajarkan. Analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1) Analisa mengenai bentuk-bentuk miskonsepsi berdasarkan hasil tes kemampuan awal siswa (2) Analisa bentuk-bentuk miskonsepsi berdasarkan hasil tes kemampuan akhir. Setelah data berupa tes kemampuan awal diketahui, kemudian hasil tes kemampuan akhir yang diperoleh di kelas eksperimen dan kelas kontrol berupa konsepsi alternatif siswa juga di analisis yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: siswa tidak memahami (TM), siswa miskonsepsi (MK) dan siswa sudah memahami (M) serta.dinyatakan dalam prosentase. Berdasarkan ke tiga konsepsi alternatif siswa tersebut, masing-masing kelas pada setiap indikator juga dianalisis secara deskriptif persamaan homogenitas atau perbedaan bentuk-bentuk miskonsepsinya, termasuk kategori rendah sekali (0,0015,00%), rendah (>15,00-35,00%), sedang (>35,0065,00%), tinggi(>65,00-85,00%) atau tinggi sekali Startegi Konflik Kognitif (>85,00%). Dari hasil analisis ke dua kelas akan diketahui pula perubahan bentuk miskonsepsi yang terjadi di setiap indikator pada masing-masing kelas untuk ditarik menghinggapai struktur kognitif siswa pada ke dua kelas, (1)miskonsepsi vernacular, yaitu bentuk miskonsepsi yang menempati jumlah terbanyak dengan 17 jenis miskonsepsi. (2) bentuk miskonsepsi salah paham konseptual, terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3) bentuk miskonsepsi faktual yang memiliki 2 bentuk kesalahan konsep. (4) miskonsepsi jenis kepercayaan beku yang hanya memiliki 1 kesalahan konsep. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tes Kemampuan Awal Kedua, pada ke tiga indikator yaitu karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan juga indikator proses vulkanisme,berdasarkan jumlah dan prosentasenya baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen, siswa yang mengalami miskonsepsi memang terjadi perbedaan tetapi masih pada kategori yang sama, yaitu kategori sedang. Untuk lebih jelasnya, hasil rekapitulasi tingkatan miskonsepsi siswa di kelas kontrol dan kelas eksperimen pada ke tiga indikator dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut ini Berdasarkan hasil analisis bentuk miskonsepsi pada ke tiga indikator, yaitu karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan juga indikator proses vulkanisme, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan bentuk miskonsepsinya, antara kelas kontrol dan kelas eksperimen pada ke tiga indikator konsep, memiliki homogenitas pada bentuk miskonsepsi yang telah dialami siswa. dari Homogenitas bentuk miskonsepsi tersebut terlihat 4 bentuk jenis miskonsepsi utama yang Tabel 3.1. Rekapitulasi Tingkatan Miskonsespsi Siswa di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Setiap Indikator 1ndikator Miskonsepsi Siswa Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Jumlah Siswa Prosentase Tingkatan Miskonsepsi Jumlah Siswa Prosentase Tingkatan Miskonsepsi 1 13,14 40,92 sedang 12,28 38,39 sedang 2 17,2 53,75 sedang 20,2 63,125 sedang 3 11,94 37,42 sedang 12,77 39,93 sedang Jumlah 42,28 132,09 45,25 141,445 Rata-rata 14,09 44,03 15,08 47,148 sedang sedang miskonsepsi. Dari jumlah dan prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada ketiga indikator tersebut, terlihat bahwa siswa di dua kelas sama-sama berada pada kategori sedang. Sehingga berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen, siswa yang mengalami miskonsepsi berangkat dari kondisi yang hampir sama dan bersifat homogen. Homogenitas kondisi miskonsepsi antara ke dua kelas tersebut, terlihat berdasarkan prosentase jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi pada ketiga indikator yang sama-sama berada pada kategori sedang. Berdasarkan tabel 3.1. di atas dapat disimpulkan bahwa baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen, siswa yang mengalami miskonsepsi berangkat dari kondisi yang hampir sama dan tidak jauh berbeda. Berdasarkan rata-rata jumlah dan prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi, di kelas kontrol terdapat 14,09 atau 44,03 % siswa yang mengalami miskonsepsi. Sedangkan di kelas eksperimen ditemukan 15,08 atau 47,148% siswa yang mengalami 3 Startegi Konflik Kognitif miskonsepsi pada kelas eksperimen. Penurunan bentuk miskonsepsi vernacular di kelas eksperimen dari jumlah 17 pada tes kemampuan awal menjadi 16 bentuk pada tes kemampuan akhir, terjadi karena pada butir soal A 21 tidak ada satupun siswa yang mengalami kesalahan konsep. (2) bentuk miskonsepsi salah paham konseptual, yang masing-masing kelas masih terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3) bentuk miskonsepsi faktual yang pada tes kemampuan awal, kelas kontrol terdiri dari 2 bentuk, tetapi pada tes kemampuan akhir hanya memiliki 1 bentuk kesalahan konsep. Hal ini karena yang satunya lagi berubah bentuk menjadi miskonsepsi ke 5, yaitu jenis kepercayaan non ilmiah. Sementara itu, di kelas eksperimen 2 bentuk miskonsepsi faktual, masih tetap terjadi. (4) miskonsepsi jenis kepercayaan beku yang masing-masing kelas hanya memiliki 1 kesalahan konsep. (5) bentuk miskonsepsi kepercayaan non ilmiah yang terjadi hanya di kelas kontrol dan terdiri dari 1 kesalahan konsep Hasil Tes Kemampuan Akhir Berdasarkan hasil analisis bentuk miskonsepsi pada tes kemampuan akhir di tiga indikator, yaitu karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan juga indikator proses vulkanisme, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan bentuk miskonsepsinya, antara kelas kontrol dan kelas eksperimen pada ke tiga indikator konsep, telah mengalami perubahan bila di bandingkan pada tes kemampuan awal. Seperti di ketahui, pada tes kemampuan awal ada 4 bentuk miskonsepsi utama yang menghinggapai struktur kognitif siswa pada ke dua kelas, (1) miskonsepsi vernacular, yaitu bentuk miskonsepsi yang menempati jumlah terbanyak dengan 17 jenis miskonsepsi. (2) bentuk miskonsepsi salah paham konseptual, terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3) bentuk miskonsepsi faktual yang memiliki 2 bentuk kesalahan konsep. (4) miskonsepsi jenis kepercayaan beku yang hanya memiliki 1 kesalahan konsep. Kedua, pada ke tiga indikator yaitu karakteristik perlapisan bumi, teori lempeng tektonik dan juga indikator proses vulkanisme, dari jumlah dan prosentase siswa di dua kelas yang mengalami miskonsepsi menunjukkan bahwa, telah terjadi perubahan dari tes kemampuan awal ke tes kemampuan akhir. Hasil rekapitulasi tingkatan miskonsepsi siswa di dua kelas pada ke tiga indikator berdasarkan hasil tes kemampuan akhir dapat dilihat dalam tabel 3.2 berikut ini Berdasarkan hasil dari tes kemampuan awal tersebut ternyata siswa telah mengalami perubahan pada tes kemampuan akhir. Perubahan bentuk miskonsepsi pada tes kemampuan akhir tersebut terlihat pada penambahan dari 4 menjadi 5 bentuk miskonsepsi utama yang terjadi pada kelas kontrol dan masih tetap terdiri dari 4 bentuk jenis miskonsepsi utama yang terjadi pada kelas eksperimen. Perinciannya (1) miskonsepsi vernacular, yaitu bentuk miskonsepsi yang menempati jumlah terbanyak dengan 17 jenis pada kelas kontrol dan sejumlah 16 bentuk Tabel 3.2. Rekapitulasi Tingkatan Miskonsespsi Siswa dari Hasil Tes Kemampuan Akhir di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Setiap Indikator Miskonsepsi Siswa 1ndikator Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Jumlah Siswa Prosentase Tingkatan Miskonsepsi Jumlah Siswa Prosentase Tingkatan Miskonsepsi 1 7,285 22,767 rendah 3,143 9,821 rendah sekali 2 9,2 28,75 rendah 4 12,5 rendah sekali 3 7,05 22,048 rendah 3,5 10,937 rendah sekali Jumlah 23,535 73,56524 10,643 33,258 Rata-rata 7,845 24,521 3,547 11,086 rendah rendah sekali siswa yang mengalami miskonsepsi telah terjadi perubahan. Berdasarkan jumlah dan prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi, di kelas kontrol terdapat Berdasarkan tabel 3.2. di atas dapat disimpulkan bahwa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen setelah tes kemampuan akhir, jumlah dan prosentase 3 Startegi Konflik Kognitif rata-rata sebesar 7,845 atau 24,521 % siswa yang mengalami miskonsepsi. Sedangkan di kelas eksperimen ditemukan rata-rata mencapai 3,547 atau 11,086% siswa yang mengalami miskonsepsi. Dari perbedaan jumlah dan prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi tersebut, juga terlihat bahwa siswa di kelas kontrol berada pada kategori rendah (>15,00-35,00%), sedangkan siswa pada kelas eksperimen berada pada kategori rendah sekali (0,0015,00%). Perbedaan kategori ini mengandung arti bahwa, pada tes kemampuan akhir kelas eksperimen secara signifikan jelas lebih baik dari pada kelas kontrol Berdasarkan perbedaan rata-rata jumlah dan prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi serta adanya perbedaan kategori seperti telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, antara tes kemampuan awal ke tes kemampuan akhir terdapat perubahan tentang jumlah dan prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 3.3. berikut ini. Tabel 3.3. Rekapitulasi Tingkatan Miskonsespsi Siswa di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada Tes Kemampuan Awal dan Tes Kemampuan Akhir Miskonsepsi Siswa Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Jumlah Siswa Prosentase Tingkatan Miskonsepsi Jumlah Siswa Prosentase Tingkatan Miskonsepsi Tes Awal 14,09 44,03 sedang 15,08 47,148 sedang Tes Akhir 7,845 24,521 rendah 3,547 11,086 rendah sekali Penurunan 6,245 19,509 11,533 36,062 3 Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal Perubahan bentuk miskonsepsi ini terlihat dari 5 bentuk miskonsepsi utama yang terjadi pada kelas kontrol dan 4 bentuk jenis miskonsepsi utama yang terjadi pada kelas eksperimen. Perinciannya (1) miskonsepsi vernacular, yaitu bentuk miskonsepsi yang menempati jumlah terbanyak dengan 17 jenis pada kelas kontrol. Sedangkan pada kelas eksperimen terdapat 16 bentuk. Penurunan dari 17 ke 16 bentuk vernacular tersebut terjadi karena di kelas eksperimen pada butir soal A 21 tidak terjadi kesalahan konsep (2) bentuk miskonsepsi salah paham konseptual, yang masing-masing kelas terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3) miskonsepsi faktual yang pada awalnya memiliki 2 bentuk kesalahan konsep di kelas kontrol, pada tes akhir satunya lagi berubah menjadi bentuk kepercayaan non ilmiah. Sedangkan di kelas eksperimen 2 bentuk miskonsepsi, masih tetap terjadi (4) miskonsepsi jenis kepercayaan beku yang masing-masing kelas hanya memiliki 1 kesalahan konsep. (5) bentuk kepercayaan non ilmiah yang terjadi hanya di kelas kontrol dan terdiri dari 1 kesalahan konsep. Berdasar tabel 3.3. di atas, pada hasil tes kemampuan awal, terlihat bahwa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen berada pada kondisi homogen. Hal ini dapat diamati dari kesamaan tingkatan miskonsepsi pada ke dua kelas yang sama-sama berada pada kategori sedang. Artinya, kelas kontrol rata-rata prosentase siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 44,03%, sedangkan kelas eksperimen rata-rata prosentasenya mencapai 47,148%.. Tetapi setelah diadakan tes kemampuan akhir, hasilnya menjadi berbeda. Hal ini juga dapat dilihat pada tabel 3.3. di atas yang menunjukkan bahwa kelas kontrol berada pada kategori rendah (24,521%) , sedangkan kelas eksperimen berada pada kategori rendah sekali (11,086%). Sehingga telah terjadi penurunan miskonsepsi siswa di kelas kontrol sebesar 19,509%, sedangkan di kelas eksperimen terjadi penurunan miskonsepsi siswa sebesar 36,062% Berdasarkan penurunan miskonsepsi siswa di kelas kontrol sebesar 19,509% dan di kelas eksperimen mencapai 36,062% maka dapat disimpulkan bahwa, kondisi miskonsepsi siswa di kelas eksperimen derajat penurunanya jelas lebih baik bila dibandingkan dengan miskonsepsi siswa yang terjadi di kelas kontrol. Artinya, strategi konflik kognitif yang telah diterapkan di kelas eksperimen secara signifikan membawa hasil lebih baik dalam menurunkan miskonsepsi siswa bila dibandingkan dengan metode konvensional yang telah diterapkan di kelas kontrol. Saran Siswa sebelum memasuki kelas, mereka sudah memiliki konsepsi tentang materi yang akan diajarkan. Mengingat konsepsi tersebut memungkinkan mengandung miskonsepsi, maka dalam proses pembelajaran, guru disarankan untuk mengidentifikasi terlebih dahulu miskonsepsi-miskonsepsi tersebut untuk dijadikan acuan dalam merancang strategi pembelajaran yang tepat. Penulis juga menyarankan agar para guru dalam memilih strategi pembelajaran, diharapkan dapat memilih dan menerapkan strategi konflik kognitif dalam upaya mengubah miskonsepsi-miskonsepsi siswa tersebut menjadi konsepsi ilmiah dengan tetap memperhatikan kharakteristik siswa dan materi yang akan diajarkan. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan diskusi hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pada hasil tes kemampuan awal, antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, siswa yang mengalami miskonsepsi kondisinya tidak jauh berbeda. Artinya terjadi homogenitas bentuk miskonsepsi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini terlihat dari 4 bentuk jenis miskonsepsi utama yang menghinggapai struktur kognitif siswa pada ke dua kelas, yaitu (1) miskonsepsi vernacular, yang merupakan bentuk miskonsepsi dengan jumlah terbanyak mencapai 17 jenis miskonsepsi. (2) bentuk miskonsepsi salah paham konseptual, terdiri dari 10 jenis miskonsepsi. (3) bentuk miskonsepsi faktual yang memiliki 2 bentuk kesalahan konsep. (4) miskonsepsi jenis kepercayaan beku yang hanya memiliki 1 kesalahan konsep. Guru ketika proses pembelajaran, hendaknya lebih menekankan pada kemampuan siswa dalam mengemukakan alasan dan argumentasi serta bagaimana siswa mengorganisasi pengalaman mereka. Bukan semata-mata pada kemampuan siswa untuk merefleksikan apa yang telah diinformasikan oleh guru. Oleh karena itu sangat dianjurkan pada para guru geografi dalam mengevaluasi hasil belajar siswa tidak semata-mata berorientasi pada benar atau salahnya jawaban siswa. Entah benar atau salah, guru sebaiknya tetap meminta siswa mengemukakan argumentasi atas jawaban yang telah diberikan oleh mereka. Pada hasil tes kemampuan akhir, setelah kelas eksperimen diberi perlakuan strategi konflik kongnitif dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran konvensional, Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di dua kelas tersebut telah mengalami perubahan dari segi bentuk, jumlah dan prosentase dari masing-masing miskonsepsinya. DAFTAR PUSTAKA 2012. Pedoman Penyusun dan Penulisan Penelitian untuk Tesis 2. Surabaya: UNESA 3 Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216 Abimbola, I.O., and Baba, S. 1996. Misconceptions and Alternative Conceptions in Science Textbooks: The Role of Teachers as Filters. The American Biology Teacher. Abraham, 1992. Understanding and Misunderstanding of Eight Grades of Five Chemistry Concept in Text Book. Journal of Research in Science Teaching. Vol. 29 Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 2007. Identifikasi Kesalahan Dan Miskonsepsi Buku Teks Biologi SMU. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi UPI Anjayani, Eni dan Haryanto ,Tri . 2009. Geografi : Untuk Kelas X SMA/MA. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional Arikunto, S 2002. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta Dahar, R.W. 1989. Konstruktivisme dalam Mengajar dan Belajar. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Pada FP MIPA IKIP Bandung. Dreyfus, A. 1990. Apllying the “Cognitive Conflic” Strategy for Conceptual Change, Some Implicatins, Difficulties and Problems. Journal of Science Education. Vol. 74, No. 5. Gronlund, N. E. 1982. Constructing Achievement Test. Third Edition. USA: Prentice Hall, Inc. Harlen, W. & Symington, D. 1990. Helping Children to Observe. In Harlen (Ed.). Primary Science. Taking the Plunge. London: Meinemman. Ismaimuza, Dasa. 2010. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Strategi Konflik Kognitif Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Dan Sikap Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Matematika Volume 4.No.1 Juni 2010 Kardi, S. 1997. Miskonsepsi terhadap Konsep-Konsep Biologi, Kemungkinan Penyebab dan Cara Penanggulangannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap pada Jurusan Pendidikan Biologi FP MIPA IKIP Surabaya. Kemp, J.E., Morrison, GR., Ross, S.M. 1994. Designing Effective Intruction. New York: Merril, an Imprint of Macmillan College Publishing Company. Mariawan, I. M. 1998. Miskonsepsi Siswa Kelas 1 SLTP Labolatorium STIP Singa Raja Mengenai Pokok Bahasan Gaya dan Tekanan. Laporan Penelitian. Singaraja: STKIP Singaraja. Masjkur, K. 1996. Strategi Konflik Kognitif dan Penerapannya untuk Meluruskan Miskonsepsi dalam Belajar Fisika. Makalah. Disajikan pada Seminar Sosialisasi Hasil Penelitian FP MIPA IKIP Malang. Novak, J. D. & Gowin, D. B. 1985. Learning How to Learn. Cambridge University Press. Osborne, R. 1986. Learning in Science: The Implications of Children’s Science. London: Portsmout N.H. Purtadi, Sukisman dan Permana Sarai, Lis. 2007.Analisis Miskonsepsi Konsep Laju Dan Kesetimbangan Kimia Pada Siswa SMA. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA - UNY Sadia, 1996. Pengembangan Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Singaraja. Disertai. Bandung: Program Pasca Sarjana IKIP Bandung. Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Slavin, R. E. 1997. Educational Psychology: Theory and Practice Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers. Sriartha, I Putu. 2003.Penerapan Metode Diskusi Tipe Buzz Session Dan Modul Berwawasan Konstruktivis Untuk Meningkatkan Konsepsi Ilmiah Dan Kemandirian Mahasiswa Dalam Pembelajaran Kartografi. Singaraja : Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Pendidikan IPS, IKIP Negeri Singaraja Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2009, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung:Sinar Baru Algensindo Suherman, E. 1994. Evaluasi Proses Hasil Belajar Matematika Modul 1-6. Jakarta: Depdikbud Directorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstructivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Thomas, M. F. 1995. An Attempt to Overcome Alternative Conceptions Related to Heat and Temperature. Physics Education, Vol. 30, No. 1. Underhill, R. & Virginia T. 1992. Mathematical Evaluation and Remidiation. Research Ideas for The Clasroom-Early Childhood Matematics. New York: Macmillan Publishing Company. Wardiyatmoko, R. 2006. Geografi SMA Jilid 1 Untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga