F:\Majalah Ilmiah\SIAP CETAK\NEWEST March 9

advertisement
Damianus Journal of Medicine;
Teknologi eye tracker dan aplikasinya dalam berbagai bidang medis
Vol.9 No.1 Februari 2010: hlm. 23–29
TINJAUAN PUSTAKA
Teknologi eye tracker dan aplikasinya
dalam berbagai bidang medis
Abdi Kelana Putra, Luxandre Agung
ABSTRACT
Departemen Ilmu Penyakit Mata,
Fakultas Kedokteran Unika Atma
Jaya, Jl. Pluit Raya 2, Jakarta
14440
Eye tracker is a device to do eye tracking, a method to measure eye positions
and movements, point of gaze ("where we are looking"), and motion of the eye
relative to the head. Eye tracker is available in several types, including light
reflection detector, video camera, and magnetic tracking. Eye tracker has been
used widely in medical treatment, including for diagnosis, surgery, and research.
In opthalmology, eye tracker is applied to assess eye movement in strabismus,
amblyopia, vestibulo-occular disorder, and after LASIK procedure. In neuropsychiatry, eye tracker is used to examine dementia, Alzheimer, autism, ADHD,
and schizoprenia.
Key words: eye tracker, eye tracking
PENDAHULUAN
Mata manusia mampu membedakan objek pada selang
waktu yang amat singkat karena memiliki otot-otot
penggerak bola mata yang menggerakkan bola mata
dengan kecepatan tinggi. Untuk tujuan tersebut, otototot penggerak bola mata memiliki kemampuan
menggerakkan bola mata dengan kecepatan tinggi.
Sejak awal abad ke-19, studi tentang gerakan bola
mata telah dimulai. Hal tersebut dibuktikan dengan
banyaknya penelitian mengenai gerak bola mata
dengan peralatan sederhana, misalnya cermin,
teleskop, dan pin hole. Pada tahun 1879, Javal menemukan suatu fakta menarik mengenai gerakan bola
mata. Berlawanan dengan keyakinan orang saat itu,
bahwa bola mata bergerak secara mulus selama proses membaca tulisan, Javal menemukan adanya sebuah pola khusus dalam gerakan bola mata selama
proses membaca. Pola ini terdiri dari fiksasi dan saccades. Fiksasi didefinisikan sebagai berhentinya
gerakan dalam waktu yang singkat, sedangkan saccades merupakan perpindahan cepat. Jadi, dalam proses membaca sederet kalimat, mata akan memulainya dengan keadaan fiksasi kemudian dilanjutkan dengan perpindahan yang cepat ke bagian kalimat yang
lain, kemudian fiksasi lagi, kemudian berpindah lagi,
demikian seterusnya hingga membentuk sebuah pola
yang teratur. Sebuah literatur menyebutkan bahwa
bola mata manusia dapat melakukan saccades sebanyak 3–4 kali dalam setiap detik.1,2
Penelitian yang dilakukan oleh Javal ini kemudian
diperkuat dengan diciptakannya eye tracker pertama
oleh Huey pada tahun 1898. Huey menciptakan sebuah lensa kontak dengan lubang pada bagian pupil.
Lensa kontak ini terkoneksi dengan sebuah pointer aluminium yang dapat bergerak seiring dengan pergerakan
bola mata. Dari penelitian ini Huey menyimpulkan
bahwa sesungguhnya dalam proses membaca, fovea
tidaklah melihat seluruh bagian kalimat, melainkan
hanya bagian-bagian dimana bola mata terfiksasi.2
Yarbus yang melakukan studi lanjutan menemukan
hubungan antara pergerakan mata dengan proses
berpikir manusia. Yang menjadi objek penglihatan bukan sederetan kalimat melainkan sebuah gambar.
Ternyata dalam proses melihat gambar, tidak terdapat
pola teratur seperti pada proses membaca. Meskipun
terjadi fiksasi dan saccades, pola yang terbentuk akan
berbeda pada setiap individu, tergantung dari informasi apa yang hendak diperoleh si individu bersangkutan dari objek yang dilihatnya. Apa yang terekam
Vol. 9, No.1, Februari 2010
23
DAMIANUS Journal of Medicine
oleh pergerakan bola mata mencerminkan unsur
gambar yang mendapat atensi terbesar. Fiksasi
berulang pada titik yang sama terjadi bukan untuk
melihat unsur lainnya melainkan untuk melakukan
eksaminasi ulang pada unsur yang telah dilihat
sebelumnya.2,3
Tipe ketiga menggunakan elektroda yang mengukur
perubahan aktivitas listrik disekitar bola mata. Bola
mata merupakan sumber energi listrik potensial yang
terus-menerus sehingga pengukuran ini dapat dikerjakan dalam suasana kegelapan sekalipun. Alat ini memiliki dua buah kutub, positif dan negatif yang masingmasing diletakkan pada kornea dan retina. Elektro-
EYE TRACKER
okulogram (EOG) adalah elektroda kontak yang di-
Secara garis besar, eye tracker dibagi atas tiga tipe.
Tipe pertama berupa lensa kontak khusus yang dilekatkan pada mata. Lensa ini memiliki cermin yang
tertanam atau sensor magnetik. Pergerakan dari lensa
kontak ini diukur dengan asumsi bahwa lensa tidak
bergeser secara signifikan seiring dengan bergeraknya bola mata. Tipe kedua adalah tipe non-kontak berupa video kamera atau sensor optik yang didesain
secara khusus sehingga dapat mengeluarkan sinar
inframerah dan menangkap kembali sinar tersebut setelah direfleksikan oleh bola mata. Perubahan refleksi
sinar tersebut akibat pergerakan bola mata dianalisis
sehingga mampu memberikan informasi yang
diperlukan.2,3
letakkan pada kulit disekeliling bola mata untuk menangkap sinyal listrik.3
Dewasa ini, eye tracker tipe ketiga paling banyak diaplikasikan. Eye tracker yang paling modern saat ini
menggunakan kontras untuk menentukan lokasi dari
titik tengah pupil dan menggunakan sinar infra merah
dan sinar non-collimated yang menyerupai infra merah
untuk menciptakan suatu refleksi kornea. Vektor yang
tercipta antara kedua fitur tersebut kemudian digunakan untuk menghitung titik temu pandangan seseorang dengan sebuah permukaan setelah kalibrasi
yang sederhana pada setiap individu.5
Sejarah membuktikan, studi mengenai pergerakan
bola mata telah menghasilkan teori-teori yang amat
menarik. Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kreativitas manusia, terciptalah pengaplikasiannya dalam berbagai bidang antara lain medis,
psikologi, teknologi informasi, transportasi dan bahkan
aplikasi secara komersial, misalnya dalam periklanan
dan pemasaran.4
Di bidang medis, eye tracker lazim digunakan antara
lain dalam cabang mata (ophthalmologi), psikiatripsikologi, dan neurologi. Di negara-negara maju, aplikasi eye tracker sebagai alat bantu riset dan diagnostik
pada bidang-bidang medis tersebut telah banyak
Gambar 1. Berbagai refleksi kornea yang terjadi karena
posisi kepala yang berbeda-beda.
Refleksi kornea tampak sebagai titik putih terang, dengan posisi di kanan pupil (A). Posisi relatif pupil dan
refleksi kornea berubah seiring rotasi mata pada
sumbu vertikal (B) dan sumbu horisontal (C). Posisi
refleksi tidak berubah bila kepala bergerak dan posisi
mata stabil (D).3
24
dikembangkan. Di Indonesia penggunaan teknologi
ini masih jarang atau belum dikenal. Salah satu yang
mungkin sudah diterapkan adalah eye tracker yang
terintegrasi pada alat operasi Laser Insitu Keratomileusis (LASIK).4,6
Dalam artikel ini akan dibahas beberapa aplikasi eye
tracker dalam bidang medis.
Vol. 9, No.1, Februari 2010
Teknologi eye tracker dan aplikasinya dalam berbagai bidang medis
DIAGNOSIS OFTALMOLOGI
LASIK (LASER IN-SITU KERATOMILEUSIS
Untuk mendiagnosis strabismus, dapat digunakan eye
tracker video yang dihubungkan ke kepala pasien atau
yang terintegrasi dalam layar komputer, dengan pasien diminta untuk memperhatikan serangkaian gambar atau membaca kalimat dan direkam pola pergerakan matanya serta refleks kornea. Metode ini dapat
mendiagnosis strabismus lebih cepat daripada metode konvensional (contoh metode Hirschberg, metode prisma, cover test) dan dengan lebih akurat, dapat
mengidentifikasi deviasi bola mata hingga 20 ke segala
arah.4,7
LASIK adalah suatu prosedur operasi korneal untuk
perbaikan refraksi (miopia, hiperopia atau astigmatisme), menggunakan mikrokeratom atau laser femtosecond yang terkomputerisasi.9
Umumnya teknologi eye tracker telah diaplikasikan
pada metode LASIK, untuk melacak pergerakan mata
saat dilakukan pemotongan lapisan kornea. Eyetracker pada alat LASIK mendeteksi translasi lateral
pada koridor pupil atau pusat dari limbus.5
Ambliopia (lazy eye)
Ambliopia adalah suatu keadaan yang bisa disebabkan oleh adanya gangguan fisik (contoh katarak kongenital, hipoplasia nervus optikus), strabismus atau
ketidakseimbangan gangguan refraksi (anisometropia); keadaan ini menyebabkan pasien memfiksasi
penglihatannya hanya pada satu mata, sedangkan
mata yang jarang digunakan mengalami penurunan
penglihatan.7
Penggunaan eye tracker untuk mendiagnosis ambliopia menggunakan metode yang sama seperti pada
strabismus. Ambliopia bisa ditegakkan bila diketahui
hanya satu mata pasien yang terfokus saat diminta
untuk melihat atau membaca serangkaian gambar dan
tulisan pada layar komputer.4,7
Gambar 3. Prosedur LASIK.
Anggapan bahwa pergerakan mata hanya terdiri dari
translasi lateral tidaklah tepat, karena dapat menurunkan efektifitas hasil perbaikan refraksi setelah operasi LASIK yang disebut sebagai parallax error. Untuk
mengatasinya, telah dikembangkan sistem eye tracker
baru yang mampu melacak tidak hanya translasi horizontal pada sumbu X dan Y, tetapi juga pergerakan
axial pada sumbu Z. Dengan teknologi baru ini, posisi
bola mata dipantau hingga 200 kali per detik (per 4-6
milisecond), dan dengan otomatis akan menghentikan
laser bila ada pergerakan bola mata sejenak, sehingga
menurunkan potensi parallax error.5,8
Penggunaan teknologi baru ini telah terbukti meningkatkan efektifitas perbaikan refraksi pada prosedur
LASIK, terutama menurunkan secara signifikan kemungkinan gangguan residual silindris pada pasien
astigmatisme.
Gambar 2. Penggunaan eye tracker yang terintegrasi pada
layar komputer untuk mendiagnosis gangguan penglihatan.
Gambar 4 menggambarkan simulasi profil kornea pada pasien dengan myopia (-8.00 D) setelah operasi
LASIK, di mana pada gambar (A) menunjukkan per-
Vol. 9, No.1, Februari 2010
25
DAMIANUS Journal of Medicine
Gambar 4. Gambaran simulasi profil kornea pada pasien
dengan myopia.
mukaan kornea yang lebih halus dengan menggunakan eye tracker tipe baru, dibandingkan menggunakan
metode lama pada gambar (B).8
DIAGNOSIS GANGGUAN VESTIBULOOKULAR
Refleks vestibulookular (RVO) menghasilkan gerakan
bola mata yang kompensatoar bagi gerakan kepala
yang dideteksi alat vestibular pada telinga bagian
dalam. Pasien dengan gangguan RVO dapat mengalami sensasi pergerakkan lingkungan sekitar yang
ilusioner (oscillopsia) saat menggerakkan kepala; dengan gejala gangguan keseimbangan saat berjalan,
kesulitan mencerna informasi visual saat bergerak
(misalnya sulit mengenali wajah saat sedang berjalan),
kesulitan memperthankan fokus pandangan, dan juga
penurunan ketajaman penglihatan.9
Teknologi eye tracker dapat digunakan untuk mengidentifikasi gangguan RVO pada pasien. Dalam hal
ini digunakan sistem eye tracker video dengan headset yang dikenakan pada pasien, eye tracker dikalibrasi untuk memantau refleksi korneal dan pemusatan
pupil relatif dengan pergerakkan kepala. Pada individu
dengan RVO yang adekuat, pada pergerakan kepala,
mata akan berotasi berlawanan dengan arah kepala
dan akan mempertahankan fokus yang stabil. Bila terdapat gangguan RVO, maka akan terlacak saccade/
sakade (gerakan refiksasi cepat) untuk mengkompensasi ketidak seimbangan RVO.2,6,9
KOMUNIKASI UNTUK PENYANDANG CACAT
Penggunaan eye tracker lain dalam dunia medis adalah untuk komunikasi pada pasien penyandang cacat,
contohnya pada pasien yang mengalami trauma kecelakaan yang kehilangan fungsi ekstremitas, atau penderita gangguan neurologi seperti Sindroma Guillain
Barre, Cerebral Palsy, Locked In Syndrome. Pasienpasien tersebut disambungkan pada eye tracker dan
komputer, memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dengan keyboard virtual; di mana pasien bisa
mengetik, menggerakkan mouse, mengirim e-mail
atau bahkan menjelajahi internet hanya dengan
gerakan bola mata saja.6,10
Head Tracker
Receiver
Eye Tracker
Gambar 6. Perlacakan fokus mata saat Browsing
menggunakan eye tracker.
DEMENSIA DAN ALZHEIMER
Gambar 5. Penggunaan eye tracker untuk memantau
refleks vestibulookular pada pasien dengan lesi vestibular
perifer unilateral akibat trauma telinga.
26
Pengunaan eye tracker yang sedang dikembangkan
adalah identifikasi dini gejala Alzheimer atau demensia. Metode ini dilakukan dengan menunjukkan se-
Vol. 9, No.1, Februari 2010
Teknologi eye tracker dan aplikasinya dalam berbagai bidang medis
rangkaian gambar pada pasien secara bertahap. Rangkaian gambar pertama diikuti dengan rangkaian gambar
kedua; dimana sebagian isi rangkaian gambar kedua
sama dengan rangkaian gambar pertama di-tambah
dengan gambar-gambar baru.
Pada orang normal (tanpa gangguan memori), saat
diperlihatkan rangkaian gambar kedua, mata dan otak
hanya akan terfokus pada gambar-gambar baru, sedangkan pada pasien dengan gejala Alzheimer atau
demensia lainnya, akan juga terfokus pada sebagian
atau seluruh gambar-gambar yang sudah pernah dilihat rangkaian gambar pertama, karena otak tidak
menyimpan memori akan gambar-gambar sebelumnya.6,11,13
A
AUTISME
Dalam bidang psikologi, eye tracker berguna dalam
diagnosis dan juga penelitian mengenai autisme. Dalam hal ini, aplikasi eye tracker didasarkan pada pengetahuan bahwa penyandang autisme mempunyai
fokus cara kerja otak dan juga fokus penglihatan yang
berbeda dengan orang normal.12
Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 7; gambar
A menunjukkan bahwa dalam pola interaksi normal,
fokus pandangan seseorang akan berkisar terutama
pada lawan bicaranya, sedangkan pada penyandang
autisme, contohnya pada gambar B; jika berusaha
dilibatkan dalam suatu percakapan, fokus pandangan
mereka tidak menentu.11-13
Gambar 7. Simulasi pasil penggunaan eye tracker untuk
diagnosis autisme.
kasinya adalah dengan meminta pasien untuk melihat
dan mengikuti serangkaian pola titik dan garis pada
monitor, dengan fokus mata direkam setiap 5 detik.
B
ADHD (ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER)
ADHD adalah suatu gangguan neurologi perilaku
(neurobehavioural) dengan gejala kesulitan pemusatan perhatian, hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Kelainan ini diperkirakan terjadi pada 5% anak-anak, dengan masalah yang sering timbul antara lain kesulitan
mempertahankan perhatian untuk menyelesaikan
tugas dan gangguan kontrol perilaku impulsive.1
Telah banyak studi ADHD yang berkaitan dengan pergerakan bola mata. Penggunaan eye tracker dalam
studi-studi ini terutama untuk pemantauan saccades
(gerakan cepat bola mata). Salah satu contoh apli-
Gambar 8. Tes ADHD dengan Eye Tracker.
Gambar 8 di atas merupakan hasil tes ADHD di mana
pada individu tanpa gangguan atensi, pola fokus mata
dan saccade akan terus mengikuti pola yang ditampil-
Vol. 9, No.1, Februari 2010
27
DAMIANUS Journal of Medicine
kan dimonitor seperti pada gambar (a), sedangkan
pada individu dengan ADHD, pola fokus matanya tidak
menentu dan sulit mempertahankan fokus pada pola
titik dan garis di monitor, seperti ditunjukkan gambar
(b).1,11,13
SCHIZOPHRENIA
Salah satu peran eye tracker yang sudah cukup lama
dikembangkan (sejak 1970) adalah dalam tes untuk
kelainan schizophrenia. Pada beberapa tes untuk
schizophrenia, eye tracker digunakan untuk memantau saccade mata yang muncul saat melihat objek
yang ditampilkan pada monitor. Dalam hal ini telah diketahui bahwa mata manusia memiliki kemampuan
untuk berotasi secara perlahan dan "halus" saat mengikuti objek yang bergerak. Telah diteliti bahwa pasien
dengan schizophrenia akan mengalami kesulitan jika
diminta untuk mengikuti gerakan suatu objek secara
perlahan, penderita schizophrenia akan cenderung
menunjukkan gerakan saccade yang cepat dan dengan pola yang khas.3,4,13
Suatu tes lain disebut tes antisaccade, di mana subjek
tes diminta untuk tidak mengikuti objek yang bergerak
pada layar, dan diminta untuk membuat gerakan mata
yang berlawanan dengan arah gerak objek, penderita
shizophrenia akan kesulitan untuk mengikuti perintah
tersebut.
Tes ketiga menunjukkan bahwa penderita shizophrenia memiliki pola gerakan bola mata dan fokus mata
yang khas saat diminta untuk memperhatikan dan mengenali gambar atau foto-foto wajah dengan berbagai
tampilan emosi (marah, sedih, gembira, dan lain-lain).
majuan yang bisa didapat dari aplikasi teknologi ini,
alangkah baiknya jika minimal kita sudah mengetahui
dan mengenal mengenai teknologi eye tracker ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Galgani F, Sun Y, Lanzi P, et al. Automatic Analysis of
Eye Tracking Data for Medical Diagnosis. IEEE Symposium on Computanional Intelligence and Data Mining. Nashville. 2009. CIDM. Available at: http://ww
w.evl.uic.edu/files/pdf/CIDM2009.pdf
2.
Fussel SR, Setlock LD. Using Eye-Tracking techniques to study collaboration on physical tasks: Implications for Medical Research. Available at:
w w w. a n d r e w. c m u . e d u / u s e r / s f u s s e l l / M a n u scripts_Folder/Eye-tracking6.pdf
3.
Richardson CD, Spivey MJ. Eye-Tracking: Characteristics and Methods. Encyclopedia of Bioma-terials and
Biomedical Engineering. 2004 available at:
www.eyethink.org/public ations_assets/EyeTracking
EBBE.Pdf
4.
Richardson CD, Spivey MJ. Eye-Tracking: Research
Areas and Applications Encyclopedia of Biomaterials
and Biomedical Engineering. 2004. Available
a t : w w w. e ye t h i n k . o r g / p u b l i c a t i o n s _ a s s e t s /
EyeTrackingEBBE.pdf
5.
Bueller M, Mrochen M, Grundig M, et al. 6-D Eye Tracking. Cataract and Refractive Surgery Today.2008.
Available
at:
http://www.crstoday.com/PD
F%20Articles/0108/CRST0108_05. pdf
6.
Duchowski AT. A breadth first survey of eye tracking
applications. Behavior research methods, instruments, and computer. 2002. BRMIC Available at:
andrewd.ces.clemson.ed u/research/vislab/docs/
BET107cr. pdf
7.
Riordan-Eva P, W hitcher JP. Vaughan & Ashbury's
General Ophthalmology 17th Edition. New York. 2008.
Lange. P 232-236
8.
Lee YC. Active Eye-tracking Improves LASIK Results.
Journal of Refractive Surgery. Vol.23 No.6.June 07.
9.
Allison RS, Eizenman M, Cheung BS. Combined head
and eye tracking system for dynamic testing of the
vestibular system. IEEE Transaction on Biomedical
Enginering, Vol.43, No 11. November 1996
KESIMPULAN
Penggunaan eye tracker dalam dunia medis, baik
dalam rit atau diagnosis, merupakan suatu teknologi
modern yang terus berkembang dan dengan aplikasi
yang cukup luas. Saat ini penggunaannya serta pengetahuan mengenai eye tracker masih terpusat pada
negara-negara maju, sedangkan penerapan teknologi
ini pada negara berkembang termasuk Indonesia
mungkin masih terbatas dana dan sumber daya manusia, akan tetapi melihat berbagai keuntungan dan ke-
28
10. Gips J, Olivieri P. EagleEyes: An Eye Control Sys-tem
for Persons with Disabilities. The Eleventh Interna-
Vol. 9, No.1, Februari 2010
Teknologi eye tracker dan aplikasinya dalam berbagai bidang medis
tional Conference on Technology and Per-sons with
Disabilities. Los Angeles. 1996. Available at http://
www.cs.bc. edu/~eagleeye/papers/paper1/paper1.
html
12. O'Neil J. Experiment offers look through eyes of autism. New York Times. June 11th.2002. Available at:
h t tp : //w w w. n ytim es. c o m /2 0 0 2 / 0 6 / 11 /h e alt h /
11EYE.html
11. Steinhauer SR. Pupillary Responses, Cognitive
Psyhcophysiology and Psychopathology. Available at
http:// www.wpic.pitt.edu/research/biometrics/Publicat io n s /B io m e tr i c s % 2 0 A rc h i ves % 2 0 P D F /8 7 4 2002%20Steinhauer% 20PUPILWEB.pdf
13. Ross, et al. Association Between Eye Tracking Disorder in Schizophrenia and Poor Sensory Integration.
Available at ajp.psychiatryonline.org/cgi/con tent/full/
155/10/1352
Vol. 9, No.1, Februari 2010
29
Download