I. 1.1. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut prediksi para ekonom Indonesia, di tengah suasana perekonomian negara yang masih belum menentu sejak tahun 1997, ditambah perkembangan situasi politik yang kurang menguntungkan, ada hal yang tetap memberi harapan bahwa memasuki abad 21 dunia industri di Indonesia akan mengalami perkembangan yang menggembirakan. Apalagi Indonesia dengan populasi penduduknya yang cukup besar merupakan potensi pasar yang cukup baik untuk berbagai produk makanan dan minuman (PT. Campina Ice Cream, 2002) Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat terhadap gizi dan kesehatan tubuh serta adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia yang cenderung memilih makanan dan minuman yang serba praktis, menjadikan produk-produk demikian semakin prospektif. Salah satu produk yang mengandung gizi, praktis dan semakin digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat adalah es krim. Apalagi dengan iklim tropis Indonesia ini, menjadikan produk es krim memiliki potensi pasar yang cukup besar di negeri ini (Indocommercial, 1995) Es krim adalah anggota kelompok hidangan beku yang memiliki tekstur hidangan beku yang memiliki tekstur semi padat, banyak fakta menyebutkan bahwa es krim merupakan salah satu makanan bernilai gizi tinggi. Keunggulan es krim didukung oleh bahan baku utamanya, yaitu susu tanpa lemak dan lemak susu. Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan zat gizi yang lengkap yaitu protein, karbohidrat, mineral, enzim-enzim, gas, serta vitamin A, C dan D. Komponen bioaktif susu di antaranya adalah protein susu, laktosa, asam-asam lemak dan mineral, terutama kalsium yang menyebabkan susu berperan sebagai pangan fungsional yaitu memeiliki efek kesehatan lain selain efek gizinya. Hal ini menyebabkan produk-produk turunan susu pun juga masih memiliki efek fungsional termasuk es krim. Selain mengandung gizi yang tinggi, es krim juga memiliki rasa yang enak dengan berbagai macam jenis rasa, menyegarkan dan teksturnya lembut sehingga es krim sangat digemari berbagai kalangan. Karena hal tersebut, es krim kerap hadir di acara-acara pesta, arisan dan pertemuanpertemuan (Majalah Senior, 2005) Kondisi tersebut membuktikan bahwa bisnis es krim di Indonesia dewasa ini tampaknya memiliki prospek yang cukup bagus. Kondisi ini juga tercermin dari semakin banyaknya tempat counter es krim, baik di supermarket maupun di pusat-pusat perbelanjaan. Konsumsi es krim di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat dalam tahun-tahun mendatang. Pengaruh promosi yang semakin gencar, sangat kuat terhadap penyebaran pasaran. Ditambah lagi, pada saat ini konsumen es krim tidak hanya terbatas pada golongan anak-anak saja, tetapi telah merasuk ke golongan remaja dan orang dewasa. Pada tahun 1995 Indocommercial melakukan proyeksi terhadap konsumsi es krim Indonesia hingga tahun 1998 seperti dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut. 2 Tabel 1. Estimasi Konsumsi Es Krim di Indonesia Tahun 1995-1998 Tahun Jumlah Penduduk (Juta Jiwa) 196,4 199,7 203,2 206,6 1995 1996 1997 1998 Konsumsi per Kapita (ml/th) 72,41 85,44 101, 68 119,00 Konsumsi (000 ltr) Pertumbuhan (%) 14.221 17.062 20.661 24.585 -20,0 21,1 19,0 Sumber: Indocommercial, 1995 (diolah) Sesudah proyeksi tersebut, Indocommercial belum melakukan penelitian selanjutnya tentang industri es krim di Indonesia. Namun dari data Flavour House (2000) yang diperoleh dari pihak internal Indoeskrim Meiji, konsumsi es krim per kapita pada tahun 1999 adalah 0,3 ml per kapita dan menurut (www.harianterbit.com, 2004) konsumsi es krim di Indonesia mencapai 0,5 liter per kapita dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa. Meskipun bila dibandingkan dengan konsumsi negara lain, Indonesia masih tertinggal jauh karena contohnya Eropa mencapai 10 liter per kapita. Pertumbuhan pasar es krim dunia kini mencapai 20 % per tahun (Data internal Indoeskrim Meiji, 2005). Peningkatan konsumsi per kapita dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa konsumsi es krim di Indonesia terus meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut. Tabel 2. Konsumsi Es Krim per Kapita di Indonesia Tahun 1999-2004 Konsumen Konsumsi Es Krim Growth per kapita (liter) 99/04 Indonesia Tahun 1999 Indonesia Tahun 2004 0.3 0.5 Eropa 2004 10 Pertumbuhan Dunia/th --> Sumber Flavour house (2000) 67% www.harianterbit.com (2004) www.harianterbit.com (2004) 20% Data Internal PT.Indoeskrim Meiji (2005) 3 Peningkatan konsumsi es krim membuat beberapa perusahaan mencoba memasuki industri ini. Hingga kini persaingan dalam industri ini menjadi cukup ketat. Pemain dalam bisnis ini cukup banyak, ada yang termasuk produsen kelas pabrikan maupun produsen kelas “rumahan”. Produsen kelas pabrikan terdiri dari beberapa merek antara lain Walls, Campina, Indoeskrim Meiji, Diamond, Tip Top dan Nestle. Sedangkan produsen kelas “rumahan” terdiri dari beberapa nama yang cukup legendaris seperti Ragusa di Jakarta, Lind’s Café di Semarang dan Toko Oen dan Zangrandi di Surabaya. Usia produsen-produsen tersebut sekitar 50 tahunan (Kontan, 2004). Dalam pasar produsen pabrikan, pangsa pasar terbesar kini dipegang oleh Walls yang kemudian diikuti oleh Campina dan Indoeskrim Meiji. Walls yang mendominasi pasar mengambil 50 persen pangsa pasar untuk semua jenis produknya. Campina menempati urutan kedua dengan pangsa pasar 30 persen. Indoeskrim Meiji kini memegang 15 persen dari pasar tersebut dan 5 persen sisa pasar dipegang oleh beberapa pemain lainnya (Indoeskrim Meiji, 2005). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut. Tabel 3. Pangsa Pasar Produsen Es Krim Pabrikan di Indonesia Tahun 2004-2005 Nama Produsen Es Krim Walls Campina Indoeskrim Meiji Lainnya Pangsa Pasar (%) Belanja Iklan Jan – Okt 2006 (Rp milyar) 50 30 15 5 80 20 5 - Sumber : Data Internal Indoeskim Meiji (2004-2005) Menurut Manajer Marketing Campina, Campina mentargetkan pangsa pasar produknya naik hingga 20 % pada tahun 2005. Hal tersebut 4 berdasarkan pada penjualan pada tahun 2004 yang memenuhi target walaupun kondisi perekonomian Indonesia belum terlalu membaik serta penduduk Indonesia itu sendiri yang terdiri dari 220 juta penduduk namun belum secara keseluruhan mengkonsumsi es krim yang juga bernilai gizi tinggi. Karena itu Campina optimis penjualannya akan meningkat. Hal-hal tersebut diatas seperti tingkat konsumsi yang masih dapat dinaikkan serta penjualan salah satu pemain penting dalam industri es krim (Campina) yang meningkat menandakan bahwa terdapat prospek yang menjajikan untuk semua produsen es krim di Indonesia (www.harianterbit.com, 2004). Namun kekuatan dua pemain besar yaitu Walls dan Campina harus dihadapi dengan baik oleh pemain lainnya dan salah satunya adalah Indoeskrim Meiji. Indoeskrim Meiji merupakan salah satu produsen es krim yang cukup dikenal di Indonesia. Indoeskrim Meiji adalah merek yang mengakuisisi es krim merek “Peters” yang sudah ada di Indonesia sejak lama. Hingga kini penjualan Indoeskrim Meiji masih jauh di bawah dua pesaingnya yaitu Walls dan Campina. Namun harap diketahui bahwa belanja iklan yang sangat berpengaruh terhadap awareness dihabiskan oleh Walls Rp 80 Milyar, Campina Rp 20 Milyar sedangkan Indoeskrim Meiji hanya Rp 5 Milyar. Walaupun pangsa pasar Indoeskrim Meiji masih berada di bawah dua pemain lainnya, pihak perusahaan tetap berkeinginan untuk berada di industri ini karena melihat prospek bisnis yang masih baik. Karena itu 5 mereka akan berusaha untuk terus melakukan alternatif-alternatif strategi dari berbagai bidang untuk meningkatkan daya saingnya. Salah satu kunci sukses perusahaan dalam memenangkan persaingan pasar terletak pada proses penciptaan merek. Menurut Aaker (1997), perang pemasaran akan menjadi perang antar merek. Berbagai perusahaan dan investor akan mulai menyadari bahwa merek merupakan aset mereka yang terpenting, sekaligus merupakan visi mengenai bagaimana mempertahankan dan memperkuat posisi perusahaan dalam pasar, sehingga satu-satunya cara untuk dapat menguasai pasar adalah memiliki pasar dengan merek yang dominan. Indoeskrim Meiji merupakan salah satu brand yang berada di bawah bendera PT.Indomilk yang merupakan anak perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur. PT. Indofood merupakan salah satu perusahaan makanan terbesar di Indonesia dimana beberapa lini produknya menggunakan merek yang hampir sama seperti Indomie, Sambal Indofood, dan Indomilk. Indoeskrim Meiji merupakan salah satu pengembangan dari merek-merek tersebut, maka diasumsikan seharusnya dengan brand ini terdapat ekuitas merek yang tinggi dari Indoeskrim Meiji. Berdasarkan hal tersebut Indoeskrim Meiji merasa perlu mengevaluasi tentang merek mereka di pasar untuk mengetahui bagaimana eksistensi merek di pasar hingga kini. Maka diperlukan penelitian tentang merek yang biasa disebut ekuitas merek. Lebih lanjut, Rangkuti (2002) mengemukakan bahwa pada sat ini terdapat tiga teori mengenai ekuitas merek yang banyak digunakan, yaitu 6 teori yang dikaitkan dengan nilai uang (financial value), teori yang dikaitkan dengan perluasan merek (brand extension), dan teori yang diukur dari perspektif Sehubungan dengan berhubungan dengan pelanggan lebih perilaku (customer-based difokuskannya konsumen, brand equity). strategi-strategi maka Indoeskrim yang Meiji berencana ingin melakukan riset berdasarkan teori customer-based brand equity yaitu ekuitas merek yang berhubungan dengan masalah psikologis dan perilaku konsumen. Karena menurut Lassar et al (1995) dengan melihat perilaku pengambilan keputusan pembelian maka manajemen perusahaan dapat menentukan seberapa jauh persepsi ekuitas merek yang dimilki oleh pelanggan terhadap suatu merek. Indoeskrim Meiji terdiri dari tiga kategori produk yaitu Impulse (40 persen), Take Home (30 persen) dan Catering (30 persen). Untuk saat ini perusahaan sedang memfokuskan strategi pemasarannya pada kategori Take Home Ice Cream yaitu es krim literan yang biasanya digunakan untuk family gathering, pesta, arisan dan sebagainya. Perusahaan ingin melihat strategi apa yang bisa dirumuskan agar mendapatkan ekuitas merek yang tinggi dalam kategori Take Home. Berdasarkan permasalahan di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pola pembelian dan perilaku konsumsi Es Krim di Indonesia? 2. Bagaimana persepsi konsumen terhadap Indoeskrim Meiji? 7 3. Bagaimana dimensi kontribusi ekuitas yang merek diberikan meliputi brand perceived quality, brand association, oleh masing-masing awareness, brand dan brand loyalty serta usaha-usaha pemasaran terhadap ekuitas merek Indoeskrim Meiji? 4. Bagaimana implikasi manajerial untuk usaha meningkatkan kekuatan merek untuk meningkatkan penjualan? 1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang dijabarkan dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pola pembelian dan perilaku konsumsi es krim di Indonesia 2. Menganalisis persepsi konsumen terhadap produk Indoeskrim Meiji 3. Menganalisis kontribusi yang diberikan oleh masing-masing dimensi ekuitas merek meliputi brand awareness, brand perceived quality, brand association, dan brand loyalty terhadap ekuitas merek Indoeskrim Meiji 4. Merumuskan implikasi manajerial berkaitan dengan usaha meningkatkan kekuatan merek untuk meningkatkan penjualan. 8 UNTUK SELENGKAPNYA TERSEDIA DI PERPUSTAKAAN MB IPB 9