PASTEURISASI HIGH TEMPERATURE SHORT TIME (HTST) SUSU TERHADAP Listeria monocytogenes PADA PENYIMPANAN REFRIGERATOR SKRIPSI Oleh SYAHRIANA SABIL I 111 11 273 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 PASTEURISASI HIGH TEMPERATURE SHORT TIME (HTST) SUSU TERHADAP Listeria monocytogenes PADA PENYIMPANAN REFRIGERATOR Oleh SYAHRIANA SABIL I 111 11 273 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 ii PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Syahriana Sabil NIM : I 111 11 273 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atasu seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya. Makassar, Maret 2015 Ttd Syahriana Sabil iii HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian : Pasteurisasi High Temperature Short Time HTST) Susu terhadap Listeria monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator. Nama : Syahriana Sabil Nomor Induk Mahasiswa : I 111 11 273 Fakultas : Peternakan Skripsi ini Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh: Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka,M.Sc. Pembimbing Utama Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco. M.Sc. Dekan drh. Farida Nur Yuliati, M.Si. Pembimbing Anggota Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka,M.Sc. Ketua Program Studi Tanggal Lulus : 2 Maret 2015 iv KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pasteurisasi High Temperature Short Time (HTST) Susu terhadap Listeria monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator. Penulis dengan rendah hati mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini utamanya: 1. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. sebagai pembimbing utama dan Ibu drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si. selaku pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat serta motivasi sejak awal penelitian samapai selesainya penulisan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Effendi Abustam, M.Sc., Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., M.P., dan Ibu Endah Murpiningrum, S.Pt., M.P. yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis. 3. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu Wakil Dekan I dan Ibu Wakil Dekan II serta Bapak Wakil Dekan III. 4. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Ternak Bapak Dr. Muhammad Irfan Said S.Pt, M.P dan Bapak Ketua Jurusan Produksi Ternak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt. 5. Bapak Prof. Dr .Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc. selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis berstatus mahasiswa. v 6. Ibu Dr. Ir. Hj. Hastang, M.Si. selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapang (PKL) sekaligus tante yang telah memposisikan dirinya sebagai ibu dalam membimbing, mendoakan dan mendorong penulis untuk menyelesaikan study dengan pengalaman yang banyak. Terima kasih kepada pegawai dan petugas PD. RPH Kota Makassar yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan PKL. 7. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. 8. Kepada Ibu dan Bapak Pegawai Fakultas Peternakan terima kasih atas dukungan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini. 9. Kedua orang tua, ayahanda H. Muhammad Sabil Adam, S. Pd. dan ibunda Hj. Sitti Maryam, S. Pd. atas segala doa, motivasi, teladan, pengetahuan dan dukungan penuh kasih sayang terbesar dan selamanya sehingga penulis selalu berusaha dengan semangat dan percaya diri. Kepada kedua kakak penulis Maryani Sabil beserta suaminya Muhammad Abu Saad, S.PdI. dan Marhaeni Sabil, S.Pd., M.Pd. beserta suaminya Arif Susanto, S.Pd. yang selalu memberikan doa, bantuan dan dukungan. Adik dan satu-satunya saudara laki-laki penulis Ibnu Hibban Sabil yang telah banyak memberikan semangat dan selalu menjaga penulis dengan penuh sikap tegas serta selalu mengingatkan kodrat saya sebagai perempuan untuk menjaga kesopanan dalam berpakaian. Keponakan penulis Muhammad Rafli Maarif yang selalu menjadi sahabat setia penulis untuk bercerita meskipun tanpa feed back dan selalu menjadi teman bermain di saat lelah menghampiri. vi 10. Terima kasih Kepada Bunda Hadijah dan Om Ikhsan Cesar, saudara sepupu Safri Hasrul, Ichsan Hasrul dan Fauziah Hasdin. 11. Teman satu tim penelitian Aprisal Nur terima kasih atas kerja sama dan bantuannya mulai dari rencana sampai selesainya penelitian. 12. Kakanda Muhammad Irfan, S.Pt., Ayu Soraya, Kartina, Sarianti dan Kakanda Imam Jufri yang telah banyak membantu dan memberikan pengetahuan selama penelitian. Kepada Yusmar dan Ibnu Thalib, terima kasih telah membantu dalam peminjaman alat penelitian. 13. Sahabatku sweety Kiki Rezki Muchlis, Siti Hardianti N., Nurul Adha, Harumi Bunga Kasih Zainuddin dan Nurul Ilmi Harun yang setia bertahan menemani dan mendukung penulis meskipun sikap yang selalu menjengkelkan namun rasa sayangnya lebih besar daripada rasa bencinya. 14. Teman kelas kecil awal kuliah (kelas B) tanpa terkecuali. Kepada Andi Husmaentin, Asrianti, Suarti, Dhani, Evy, Syirah, Yuli, Fani, Nunu, Azmi, Ayu Praset, Ica, Evo, Rifki, A.Faisal, Arfian, Eko, Indirwan, Utomo, Gunbus, Hamri, Yusri, Raka, Erwin, Lohesti, Saldi, Anugrah, Fitrah, Silva, Arie, Tri Sukma, Erik, Irma dan Yosua, terima kasih telah menjadi teman yang baik dari awal kuliah hingga saat ini. 15. Rekan-rekan Solandeven 2011 terima kasih telah banyak menjadi inspirasi penulis untuk selalu belajar di tengah tingginya perbedaan di antara kita. Rachmat Budianto Kahar, terima kasih telah menjadi saudara dan sahabat yang menerima kekurangan penulis. vii 16. HIMATEHATE_UH terima kasih atas segala pengorbanan, bantuan, pengertian, ilmu dan persahabatan selama ini. Kepada sahabat Andi Muhammad Fuad, Alifran Esarianto, Muh. Qurnaldy Hakim, Sri Hastuti Ningsih, Rajma Fastawa, Abi Rangga Kanino, Andi Pancawati, Sitti Masita, Handayani, Sitti Sarah, Fitrianingsih, Ahmad Yasir, Nur Aryati, Budi Utomo, terima kasih atas kepercayaan dan kerja samanya selama ini. Terima kasih pula kepada Iwan Herdiyadi, Yusrawati, Kartina, Nur Ichwan, Karmila, Anti, Rudi, Sari, Agus, Indah, Asmi, Aisyah dan Andhar. 17. Kakanda Arham Janwar, S.Pt., Kakanda Syamsuddin, S.Pt., Kakanda Basri, S.Pt., Kakanda Dewi Ramadhani, S.Pt., Kakanda Rani Asjayani, S.Pt., Kakanda Muhammad Amin, S.Pt., Kakanda Purnama, S.Pt., M.Si., Kakanda Syachroni, S.Pt., Kakanda Andri Teguh Prabowo, Kakanda Haikal, Kakanda Lukman Hakim, terima kasih atas bantuan dan motivasinya kepada penulis. 18. Terima kasih rekan-rekan Asisten Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, Mikrobiologi Hewan dan Ilmu Nutrisi Ternak Dasar atas bantuan, pengalaman dan ilmu yang diberikan selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan. 19. SEMA FAPET-UH atas segala pengalaman dan ilmu yang telah diajarkan kepada penulis. Terima kasih pula kepada HIMAPROTEK-UH, HUMANIKA-UH dan HIMSENA-UH. viii 20. Kepada Rumput 07, Bakteri 08, Merpati 09, Lion 10, Matador 10, Situasi 10, Flock Mantality 012, Larfa 013 dan Ant’ 014. 21. Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 87 khususnya Kecamatan Mare, Kabupaten Bone. Kepada teman posko Desa Tellu Boccoe Nurul Anisa, Apriani Sima, Deby Susan Kamawo, Gustiani, Arfandi Sanubari, Ashar dan Kak Imam Ma’arief, terima kasih atas kebersamaan yang telah kalian ciptakan serta dukungan dan motivasi kepada penulis. 22. Kepada sahabat Ririn Feriana, Muhammad Basir Sultani dan Andi Nasruddin Najman terima kasih telah menjadi sahabat dari bangku sekolah hingga sekarang. 23. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih telah membantu dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu diharapkan saran untuk perbaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi saya sendiri. Aamiin. Makassar, Maret 2015 Syahriana Sabil ix ABSTRAK SYAHRIANA SABIL (I 111 11 273). Pasteurisasi High Temperature Short Time (HTST) Susu terhadap Listeria monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator. Dibimbing oleh RATMAWATI MALAKA dan FARIDA NUR YULIATI. Pasteurisasi High Temperature Short Time (HTST) merupakan proses pemanasan susu di bawah titik didih yang diharapkan dapat membunuh Listeria monocytogenes (L. monocytogenes) karena bersifat patogen dan mengakibatkan listeriosis yang merupakan penyakit zoonosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pasteurisasi HTST terhadap daya tahan hidup L. monocytogenes dan kemampuan tumbuh pada penyimpanan suhu refrigerator. Susu segar dipasteurisasi suhu 75, 80, 85, 90 dan 95 oC selama 1 menit dan dilakukan penyimpanan pada suhu refrigerator selama 1 hari, 1 minggu dan 2 minggu. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah jumlah bakteri L. monocytogenes yang diinokulasi pada media Listeria Selektif Agar. Analisis data penelitian adalah analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bakteri terduga L. monocytogenes paling banyak pada suhu kontrol yaitu 7,91 cfu/ml. Suhu pasteurisasi 75, 80 dan 85 oC berturut-turut mengandung bakteri terduga L. monocytogenes 5,83, 3,82 dan 1,18 cfu/ml, sedangkan suhu 90 dan 95 oC adalah 0 cfu/ml. Suhu pasteurisasi terbaik pada penelitian ini adalah 90 dan 95 oC selama 1 menit dengan penyimpanan 1 hari pada suhu refrigerator. Penelitian ini disimpulkan bahwa L. monocytogenes tahan terhadap pemanasan suhu 75, 80 dan 85 oC selama 1 menit tetapi semakin tinggi suhu pemanasan maka jumlah bakteri yang mati semakin banyak, L. monocytogenes tidak tahan pada pemanasan 90 dan 95 oC, L monocytogenes dapat tumbuh pada penyimpanan suhu refrigerator (suhu 4 oC) dan kontaminasi silang dapat terjadi setelah dilakukan pasteurisasi dan pada saat prosesing. Kata Kunci: Pasteurisasi HTST, susu segar, Listeria monocytogenes, suhu refrigerator. x ABSTRACT SYAHRIANA SABIL (I 111 11 273). Pasteurization High Temperature Short Time (HTST) Milk to Listeria monocytogenes in the Refrigerator of Storage. Supervised by RATMAWATI MALAKA and FARIDA NUR YULIATI. Pasteurization of High Temperature Short Time (HTST) is the process of heating milk under the boiling point that expected to kill Listeria monocytogenes (L. monocytogenes) because pathogenic and causes listeriosis that is one of zoonotics. The purpose of this study was to determine the effect of HTST pasteurization on survival of L. monocytogenes and its ability to grow at refrigerator of temperature storage. Fresh milk is pasteurized temperature of 75, 80, 85, 90 and 95 ° C for a minute and put at a temperature storage of refrigerator for a day, a week and two weeks. The parameters that measured in this study was the total of bacteria L. monocytogenes that inoculated to media Listeria Selective Agar. In analyzing the data, was descriptive statistical analysis. The results showed that the number of bacteria at the most unexpected of L. monocytogenes at a temperature control is 7.91 cfu/ml. Pasteurization temperatures 75, 80 and 85 °C respectively unexpected L. monocytogenes bacteria 5.83, 3.82 and 1.18 (log10) cfu/ml, whereas 90 and 95 °C temperature is 0 cfu/ml. Best pasteurization temperature in this study was 90 and 95 °C for a minute with a day refrigerator of storage temperature. This study concluded that L. monocytogenes is resistant to heating temperature of 75, 80 and 85 °C for a minute but the higher heating temperature so the number of dead bacteria more, L. monocytogenes died at heating 90 and 95 °C, but L monocytogenes can grow refrigerator of storage temperature (temperature of 4 °C). Cross-contamination can occur after pasteurization and the process of time. Keywords: Pasteurization HTST, fresh milk, Listeria monocytogenes, temperature of refrigerator. xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. xii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Susu ............................................................................. 3 Tinjauan Umum Susu Pasteurisasi.......................................................... 7 Tinjauan Umum Bakteri Listeria monocytogenes .................................. 10 Penelitian-Penelitian Sebelumnya........................................................... 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat .................................................................................. 15 Materi Penelitian ..................................................................................... 15 Prosedur Penelitian ................................................................................. 15 Analisa Data ............................................................................................ 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Bakteri Listeria monocytogenes ................................................. 19 Kemungkinan Tumbuh Listeria monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator ............................................................. 24 xii KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29 LAMPIRAN ................................................................................................... 33 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 38 xiii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Standar Kontaminasi Bakteri pada Susu .............................................. 9 2. Kasus – kasus Food Borne Listeriosis ................................................. 13 3. Persentase Tingkat Perbedaan Jumlah Bakteri .................................... 21 xiv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Listeria monocytogenes dengan Pewarnaan Gram ............................... 11 2. Alur Penelitian Tahap Pertama............................................................. 17 3. Alur Penelitian Tahap Kedua ............................................................... 18 4. Jumlah Bakteri Listeria monocytogenes .............................................. 20 5. Pertumbuhan Listeria monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator ................................................................... 24 xv DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Jumlah Bakteri Listeria monocytogenes............................................... 33 2. Kemungkinan tumbuh Listeria monocytogenes Pada Penyimpanan Suhu Refrigerator ................................................. 33 3. Morfologi dan Pewarnaan Gram .......................................................... 33 4. Morfologi Bakteri pada Cawan ........................................................... 34 5. Pewarnaan Gram .................................................................................. 35 6. Prosedur Kerja Penelitian ..................................................................... 36 xvi PENDAHULUAN Susu adalah media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Penanganan susu yang tidak tepat dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya (zoonosis). Tindakan pencegahan terhadap bahaya konsumsi susu dapat ditangani dengan pemanasan. Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan susu. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan susu dapat membunuh sebagian besar mikroba. Proses pemanasan membuat susu menjadi lebih aman. Salah satu pengawetan dengan menggunakan pemanasan adalah pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan suhu rendah di bawah 100 oC. Pasteurisasi bertujuan untuk menonaktifkan enzimenzim dan memperpanjang daya simpan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Low Temperature Long Time (LTLT) dengan suhu 63 oC selama 30 menit dan High Temperature Short Time (HTST) dengan suhu 72 oC selama 15 detik. Pasteurisasi dilanjutkan dengan proses pendinginan pada suhu 4 o C sehingga menambah daya simpan susu. Susu segar yang dipasteurisasi secara HTST diharapkan dapat membunuh mikroorganisme dan semua bakteri patogen yang tidak diinginkan, termasuk Listeria monocytogenes (L. monocytogenes). Proses pasteurisasi tidak dapat mematikan spora bakteri, terutama bakteri yang bersifat termoresisten atau tahan terhadap suhu tinggi. Hasil penelitian Nadal et al. (2007) menyatakan bahwa L. monocytogenes masih mampu bertahan hidup pada perlakuan pasteurisasi dengan suhu 72 oC selama 15 detik. 1 Listeria monocytogenes adalah bakteri patogen penyebab wabah asal pangan (food borne bacterial) yang mengakibatkan penyakit listeriosis pada manusia dan ternak yang peka. Harsoyo dan Andini (2002) menyatakan bahwa L. monocytogenes merupakan salah satu penyebab penyakit yang serius dengan tingkat kematian mencapai 20-30%. Listeria monocytogenes terdistribusi luas di lingkungan, dapat ditemukan di tanah, feses ternak, air dan pembusukan tanaman. Ternak yang terinfeksi L. monocytogenes umumnya tidak menunjukkan gejala sakit namun dapat mengkontaminasi lingkungan sekitarnya, makanan asal ternak seperti daging, susu serta produk ternak lainnya. Adanya pertumbuhan L. monocytogenes pada susu segar yang dipasteurisasi HTST merupakan titik kritis untuk kesehatan manusia. Susu pasteurisasi yang disimpan dalam refrigerator (suhu 4 oC) diharapkan dapat memperpanjang daya simpan susu. Hal inilah yang melatabelakangi dilakukannya penelitian mengenai pasteurisasi High Temperature Short Time (HTST) susu terhadap L. monocytogenes pada penyimpanan refrigerator. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pasteurisasi High Temperature Short Time (HTST) terhadap daya tahan hidup L. monocytogenes dan kemampuan tumbuh pada penyimpanan suhu refrigerator. Kegunaan penelitian ini adalah sumber informasi ilmiah baik mahasiswa, dosen dan masyarakat dalam upaya pemanfaatan pasteurisasi HTST yang tepat untuk menghambat pertumbuhan L. monocytogenes dan melihat pengaruhnya terhadap kemampuan tumbuh pada penyimpanan suhu refrigerator. 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Susu Susu merupakan bahan makanan bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang susu segar (2011) menyatakan bahwa susu segar (raw milk) adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Definisi susu menurut Hadiwiyoto (1994) dalam Malaka (2010) adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambahkan bahan-bahan lain. Komponen-komponen yang terkandung dalam susu adalah sebagai berikut: 1. Air Air adalah komponen terbanyak dalam susu dengan jumlah mencapai 84-89%. Air merupakan tempat terdispersinya komponen-komponen susu yang lain. Komponen-komponen yang terdispersi secara molekuler adalah laktosa, garam-garam mineral dan beberapa vitamin (Hadiwiyoto, 1994). 2. Karbohidrat Laktosa merupakan karbohidrat yang menyebabkan susu terasa manis. Kandungan laktosa dalam susu adalah 4,5% (Rutgers dan Ebing, 1992). 3 Hadiwiyoto (1994) menjelaskan bahwa komposisi susu sangat lengkap, seperti karbohidrat, laktosa, protein, lemak, vitamin dan air. 3. Lemak Susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang di dalamnya terkandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Lemak terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil dan berdiameter antara 1-20 (Varnam dan Sutherland, 1994). 4. Protein Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki daya cerna tinggi dan kaya akan protein, laktosa, mineral dan vitamin. Protein susu terdiri atas kasein, laktalbumin dan laktoglobulin. Kasein merupakan protein yang terbanyak jumlahnya daripada laktalbumin dan laktoglobulin. Namun di samping ketiga jenis protein tersebut terdapat pula protein lainnya sebagai enzim dan immunoglobulin. Protein dalam susu dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama yaitu kasein dan whey. Kasein adalah protein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin, sedangkan whey adalah protein yang dapat terdenaturasi oleh panas dengan suhu sekitar 65 oC (Varnam dan Sutherland, 1994). 5. Enzim Susu mengandung beberapa enzim, diantaranya lipase, fosfatase, peroksidase, katalase, galaktose, dehidrogenase dan laktose. Enzim utama yang normal terdapat di dalam susu adalah laktoperoksidase, antinoksidase, katalase, aldolase, laktase dan ribonuklease, kelompok fosfatase, lipase, esterase, protease, amilase dan oksidase. Enzim-enzim yang berfungsi sebagai 4 indikator panas adalah fosfatase dan peroksidase dan enzim yang menyebabkan kerusakan adalah lipase (Varnam dan Sutherland, 1994). 6. Vitamin Vitamin yang terdapat dalam susu adalah vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K dan vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B dan vitamin C (Varnam dan Sutherland, 1994). Winarno (1992) menyatakan bahwa susu mengandung vitamin A yang terlarut dalam lemak. 7. Mineral Susu mengandung mineral yang sangat sedikit, khususnya besi. Susu merupakan sumber phospor yang baik dan sangat kaya akan kalsium (Winarno, 1992). Susu mengandung komposisi nutrisi yang beragam. Faktor yang mempengaruhi komposisi susu adalah jenis ternak (genetika), waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, umur sapi, penyakit, makanan ternak dan faktor dari luar. Hadiwiyoto (1994) menyatakan bahwa komposisi rata-rata susu adalah lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, mineral 0,72% dan zat lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim fosfolipid dan vitamin. Faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas susu adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah bangsa sapi, keturunan, masa laktasi, umur, kondisi ternak, siklus estrus dan kebuntingan, sedangkan faktor eksternal adalah musim, frekuensi pemerahan, pergantian pemerah, masa kering, calving interval, obat-obatan, hormon, penyakit dan makanan serta nutrisi (Ako, 2012). 5 Setya (2012) menyatakan bahwa secara alami komposisi susu dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut: 1. Faktor keturunan a. Jenis sapi (varietas) b. Individu sapi 2. Faktor makanan a. Jumlah makanan yang diberikan b. Komposisi makanan yang diberikan 3. Faktor iklim Produksi susu pada musim dingin mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi. 4. Faktor selama penanganan dan penyimpanan a. Pengaruh suhu Pada suhu 30 –70 oF komposisi susu relatif tidak berubah. b. Waktu laktasi Susu yang dihasilkan pada hari ke-4 dan ke-5 fase laktasi mengandung NaCl yang tinggi sehingga rasanya lebih asin. Laktasi hari ke-5 dan seterusnya menghasilkan susu dengan kadar lemak dan protein yang semakin meningkat dan kadar laktosanya semakin berkurang. c. Prosedur pemerahan Interval pemerahan yang lama akan memberi kesempatan sapi untuk memproduksi lemak lebih banyak sehingga akan didapatkan susu yang mempunyai kadar lemak yang tinggi. 6 5. Umur sapi Umur sapi yang tua akan memproduksi susu dengan kandungan lemak berkurang tapi glabula lemaknya sangat kecil. Susu akan bebas dari kontaminasi bakteri jika diperah dari sapi yang sehat, terawat dengan baik dan proses pengolahan dilakukan dengan benar. Proses produksi yang benar adalah menggunakan alat perah yang steril, dilakukan di tempat yang bersih dan pemerahan dilakukan dengan teknik asepsis (Herendra, 2009). Tinjauan Umum Susu Pasteurisasi Susu pasteurisasi adalah susu segar yang diolah melalui proses pemanasan dengan tujuan mencegah kerusakan susu akibat aktivitas mikroorganisme perusak (patogen) dengan tetap menjaga kualitas nutrisi susu. Abubakar dkk. (2008) dalam Herendra (2009) menyatakan bahwa pasteurisasi adalah proses sterilisasi bahan baku yang tidak tahan panas seperti susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme tetapi hanya mematikan kuman yang patogen dan yang tidak membentuk spora. Proses ini sering diikuti teknik lain seperti pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi. Proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu 62 oC selama 30 menit atau suhu 72 oC selama 15 detik. Pasteurisasi tidak dapat mematikan bakteri non patogen, terutama bakteri pembusuk. Susu pasteurisasi bukan merupakan susu awet. Penyimpanan susu pasteurisasi dilanjutkan dengan metode pendinginan. Metode pendinginan pada suhu maksimal 10 o C 7 memperpanjang daya simpan susu pasteurisasi. Mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang pada suhu 3-10 oC (Setya, 2012). Pasteurisasi adalah salah satu proses terpenting dalam penanganan susu. Proses pasteurisasi perlu dilakukan dengan benar sehingga membuat susu memiliki umur simpan yang lebih lama. Suhu dan waktu pasteurisasi adalah faktor penting yang harus diukur dalam menentukan kualitas dan kondisi umur simpan susu segar. Metode Pasteurisasi yang umum digunakan adalah sebagai berikut (Setya, 2012): 1. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15–16 detik pada suhu 71,7–75 oC dengan alat Plate Heat Exchanger. 2. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT) yaitu proses pemanasan susu pada suhu 61 oC selama 30 menit. 3. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature/UHT) yaitu memanaskan susu pada suhu 131 oC selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas. Tjahjadi dan Marta (2011) menyatakan bahwa tujuan pengolahan susu pasteuriasi adalah sebagai berikut: 1. Membunuh semua bakteri patogen (penyebab penyakit) yang umumnya dijumpai pada bahan pangan, yaitu bakteri - bakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat. 8 2. Memperpanjang daya tahan simpan bahan pangan dengan jalan mematikan bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim pada bahan pangan yang asam (pH <4,5). Syarat kontaminasi mikroba pada susu di Indonesia telah dibakukan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI, 2000) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Standar kontaminasi bakteri pada susu Jenis Kontaminasi Mikroba Jumlah Total Coliform Escherichia coli (Patogen) Enterococci Staphylococcus aureus Clostridium sp. Salmonella sp. Camphylobacter sp. Listeria sp. Batas Maksimum Kontaminasi Mikroba (CFU/ml) Susu Susu Steril/ Susu Segar Susu Bubuk Pasteurisasi UHT 6 4 4 1X10 <3X10 5X10 <10/0,1 2X101 <0,1X101 0 0 0 0 0 0 2 2 1 1X10 1X10 1X10 0 1X102 1X101 1X101 0 0 0 0 0 Negatif Negatif Negatif Negatif 0 0 0 0 0 0 0 0 Sumber : Badan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI, 2000). Proses pasteurisasi dapat menghancurkan 90–99% bakteri yang ada di dalam susu. Pasteurisasi dapat merusak vitamin C dan kemungkinan menjadikan laktosa kasein dan unsur lemak pada susu menjadi kecil. Efek yang ditimbulkan dari proses pasteurisasi adalah dapat mempertahankan nilai nutrisi dan karakteristik sensori bahan pangan hasil pasteurisasi (Setya, 2012). Pasteurisasi hanya dapat mempertahankan umur simpan bahan pangan untuk beberapa hari saja, dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna, aroma dan flavor yang mengakibatkan degradasi vitamin bahan. Pasteurisasi susu dengan suhu tinggi dapat menambah daya simpan susu segar selama 1 sampai 2 minggu (Setya, 2012). 9 Tinjauan Umum Bakteri Listeria monocytogenes 1. Karakteristik Umum Listeria monocytogenes Kusumawati (2000) menyatakan bahwa L. monocytogenes termasuk dalam genus Listeria yang mempunyai kekerabatan dekat dengan Bacillus, Lactobacillus dan Streptococcus. Pertumbuhan L. monocytogenes sama dengan pertumbuhan bakteri lain, yaitu dipengaruhi oleh faktor kandungan nutrisi medium pertumbuhan, pH, suhu, aktivitas air (Aw) dan potensial redoks. Kalsifikasi L. monocytogenes adalah sebagai berikut : Kingdom Phyllum Classis Ordo Familia Genus Species : Bacteria : Firmicutes : Bacilli : Bacillales : Listeriaceae : Listeria : Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes adalah bakteri Gram positif, tidak berspora, anaerob fakultatif, berbentuk batang pendek dan ujung bulat dengan panjang sel 6-20 µm. Sel- sel yang masih muda tampak seperti kokus (bulat). Listeria monocytogenes mempunyai flagela yang menyebabkan bersifat motil serta menunjukkan sifat dapat bergulung (tumbling) pada suhu 25 oC, tetapi pada suhu 35 oC tidak bersifat motil sebab terjadi kerusakan 1-6 flagela peritrikus yang bersifat dapat balik. Koloni L. monocytogenes mempunyai kenampakan abu-abu kebiruan (Jay, 1997). Gambar 1. menunjukkan L. monocytogenes dengan pewarnaan Gram. 10 Gambar 1. Listeria monocytogenes dengan pewarnaan Gram Sumber : Kusumawati (2000). Listeria monocytogenes tumbuh dengan baik pada beberapa media umum seperti Brain Heart Infusion (BHI), Trypticase Soy (TPS) dan Triptose Borth (TB). Listeria monocytogenes dapat tumbuh pada media MacConkey Agar (MCA), berbeda dengan bakteri Gram positif lainnya (Sneath et al., 1986). Secara umum L. monocytogenes dapat tumbuh pada kisaran pH 4,1-9,6 dengan pH optimum 6–8. Pertumbuhan bakteri tersebut merupakan fungsi dari suhu inkubasi dan komposisi nutrisi tempat tumbuhnya (Jay, 1997). Kisaran suhu pertumbuhan antara 1–45 oC dengan suhu optimum 30–37 oC dan tumbuh pada Aw berkisar antara 0,90–0,93 (Kusumawati, 2000). Bakteri L. monocytogenes dapat memproduksi enzim yapng disebut listeriolisin O (LLO). Enzim LLO merupakan faktor utama pada proses patogenesis L. monocytogenes. Pembentukan enzim ini terutama terjadi selama fase ekponensial dari pertumbuhan bakteri dengan level maksimum 8–10 jam. Selain dipengaruhi oleh pH, pembentukannya sangat tergantung pada suhu dan 11 kandungan glukosa. Pembentukan LLO paling baik pada suhu 37 oC dengan kandungan glukosa 0,2%, pembentukannya akan berkurang pada suhu 26 oC dengan kandungan glukosa yang tinggi (Cary et al., 2000). 2. Patogenisitas dan Insiden Listeorisis Penyakit yang diakibatkan oleh Listeria disebut listeriosis. Listeria monocytogenes merupakan spesies yang paling banyak menyebabkan listeriosis pada manusia. Listeriosis pada manusia tidak ditandai dengan serangkaian gejala yang unik karena penyakit yang timbul tergantung status dan kondisi pertahanan tubuh inangnya. Wanita hamil yang terkena penyakit listeriosis tidak memperlihatkan gejala serius, jika ada hanya gejala influenza. Akibat yang timbul apabila wanita hamil mengalami listeriosis adalah keguguran, lahir prematur atau lahir mati (still birth). Jika bayi yang baru lahir terinfeksi saat persalinan, gejala listeriosis pada umumnya adalah meningitis yang dimulai saat bayi berusia usia 1– 4 minggu (Kusumawati, 2000). Kelompok orang yang mempunyai pertahanan tubuh tertekan (penderita AIDS, pecandu alkohol, penderita diabetes, penyakit jantung, orang yang baru mengalami pembedahan dan yang sedang mengalami terapi corticosteroid) rentan terhadap listeriosis dengan angka kematian yang cukup signifikan. Gejala listeriosis yang sering muncul pada kelompok yang rentan adalah meningitis dan sepsis. Umumnya waktu inkubasi kasus listeriosis pada orang dewasa adalah satu sampai beberapa minggu (Jay, 1997). 12 Pada dekade terakhir ini L. monocytogenes merupakan bakteri patogen penyebab keracunan pangan yang sangat berpengaruh pada industri pangan. Kasus keracunan dan wabah akibat konsumsi bahan pangan yang mengandung L. monocytogenes, membuktikan bahwa bakteri tersebut berpotensi sebagai penyebab keracunan pangan yang merupakan ancaman serius bagi kesehatan. Potensi L. monocytogenes untuk menyebabkan keracunan pangan juga didukung oleh kemampuannya untuk tumbuh pada suhu penyimpanan dingin (refrigerator) dan bahkan mampu bertahan pada suhu penyimpanan beku (Kusumawati, 2000). Beberapa kasus foodborne listeriosis yang dilaporkan oleh Jay (1997) seperti tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Kasus – kasus Food Borne Listeriosis Tahun 1966 1980 1981 1985 1987-1989 1990 1992 1993 1994 1995 Sumber Jumlah Kasus / Korban Jiwa Susu / Olahan susu Shellfish (kerang) Coleslaw Keju tipe Mexican Pate Pate Lidah babi dalam jeli Pork rillettes Susu cokelat Keju brie 279/109 22/6 41/18 142/48 366/63 11/6 279/85 39/0 52/0 17/0 Lokasi Jerman Selandia Baru Kanada California Inggris Australia Perancis Perancis Amerika Perancis Sumber : Jay (1997). Penelitian-Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai pengaruh pasteurisasi HTST terhadap daya tahan hidup bakteri Listeria monocytogenes pada susu segar telah dilakukan oleh Fleming et al. (1985) yang melaporkan bahwa dalam dua dekade tahun silam ada 45% sampel susu dari kasus mastitis pada sapi perah di Australia menunjukkan 13 terdapat L. monocytogenes dari sampel susu yang sudah dipasteurisasi, keju dan es krim. Penelitian juga dilakukan oleh Navratilova et al. (2004) dan menyimpulkan bahwa terdapat sampel positif L. monocytogenes berasal dari susu yang dipasterurisasi HTST dengan suhu 72,6 oC selama 15 detik, kemungkinan adanya mikroba ini dalam susu akibat kontaminasi sekunder. Penelitian oleh Juff dan Deeth (2007) menemukan bahwa L. monocytogenes tahan hidup pada pemanasan sub pasteurisasi 62 oC selama 15 menit, tidak hidup pada pemanasan batch pasteurisasi 63 oC selama 30 menit dan tidak hidup pada HTST pasteurisasi 72 oC selama 15 menit. Hasil penelitian oleh Nadal et al. (2007) mengemukakan bahwa bakteri L. monocytogenes mampu tumbuh pada suhu 1 -50 oC dan masih mampu bertahan hidup pada perlakuan pasteurisasi dengan suhu 72 oC selama 15 detik dan dapat hidup pada pH 4,3–9,4. 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2014, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hewan dan Ilmu Kesehatan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoclaf, oven, tabung reaksi, rak tabung, gelas ukur, spoit ukuran 1 ml dan 10 ml, waterbath, gegep, inkubator, timbangan analitik, sendok, kompor listrik, lemari pendingin, termometer, objek glass, mikroskop, cawan petri, cool box, bunsen, erlenmeyer, pipet tetes, tube sheker, colony counter, magnetik stirrer dan ose. Materi utama penelitian ini adalah susu segar yang diperoleh dari Sinjai dan Enrekang, akuades, Listeria Selektif Agar (LSA), kristal violet, lugol, safranin, alkohol 70% dan 95%, kapas, kertas, plastik wrap, aluminium foil, kertas label dan spiritus. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel susu dari Sinjai dan Enrekang dengan menggunakan cool box. 2. Pembuatan susu pasteurisasi HTST. Susu yang akan dipasteurisasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml setiap tabung. Susu pasteurisasi HTST dipanaskan pada 5 suhu yang berbeda (suhu 75 oC, 80 oC, 85 oC , 90 oC dan 95 oC) dengan masing- 15 masing waktu 1 menit dan 1 tabung susu segar (tanpa pasteurisasi) digunakan sebagai kontrol. Selanjutnya susu yang telah dipasteurisasi dan kontrol dilakukan pengujian parameter dan sampel yang lain disimpan di refrigerator (4 oC) selama 1 hari, 1 minggu dan 2 minggu. 3. Pengujian parameter Perhitungan jumlah bakteri. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan setelah pasteurisasi dan penyimpanan susu (pasteurisasi dan kontrol) selama 1 hari dengan metode pour plate (cawan tuang). Sampel yang akan diuji diencerkan 101 106. Sampel sebanyak 1 ml dari pengenceran yang digunakan dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu menambahkan LSA suhu 45–50 oC sekitar 15 ml kemudian cawan petri digoyang-goyangkan membentuk angka 8 dengan tujuan agar bakteri menyebar rata. Listeria Selektif Agar didiamkan sampai memadat lalu diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35 oC selama 24 jam dalam keadaan terbalik. Selanjutnya melakukan perhitungan jumlah bakteri dengan menggunakan colony counter. Melakukan hal yang sama untuk sampel penyimpanan 1 hari, 1 minggu dan 2 minggu. Pengamatan morfologi. Koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri diamati warna, sifat, tepi, elevasi, permukaan, ukuran bakteri dan warna media. Pewarnaan Gram. Bakteri yang akan diwarnai diambil 1 ose lalu difiksasi di atas objek glass, selanjutnya meneteskan kristal violet dan didiamkan 1-2 menit lalu dicuci dengan akuades, kemudian memberikan lugol dan didiamkan 1-2 menit lalu dicuci dengan alkohol 95% sampai bersih dan diikuti akuades. Preparat diberikan safranin dan didiamkan selama 1-2 menit lalu dicuci dengan akuades kemudian 16 dikeringkan. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan melihat warna dan bentuk bakteri. Alur pengambilan sampel susu sapi perah di Kabupaten Sinjai dan Enrekang dan pembuatan susu pasteurisasi HTST disajikan pada Gambar 2. Pengambilan sampel susu perah Menyimpan sampel susu di cool box + es batu Sampel dibawa ke Makassar menggunakan cool box + es batu Pasteurisasi susu pada suhu 75 oC, 80 oC, 85 oC, 90 oC dan 95 oC masing-masing selama 1 menit dengan ulangan sebanyak 5 kali Penyimpanan susu pasteurisasi di lemari pendingin (suhu ±4 oC) selama 1 hari, 1 minggu dan 2 minggu Gambar 2. Alur penelitian tahap pertama. 17 Alur pengujian daya tahan hidup L. monocytogenes disajikan pada Gambar 3. Susu segar (kontrol) Susu pasteurisasi Pengenceran Dihomogenkan Inokulasi pada media Listeria Selektif Agar Inkubasi selama 24 jam untuk masing-masing penyimpanan 1 hari, 1 minggu dan 2 minggu pada suhu 35 oC Perhitungan, pengamatan morfologi koloni bakteri dan pewarnaan Gram Gambar 3. Alur penelitian tahap kedua. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriptif, yaitu penyajian data dalam bentuk diagram dan tabel (jumlah bakteri). Total jumlah bakteri pada susu segar dan susu pasteurisasi dihitung persentasenya dari selisih sebelum dan setelah pasteurisasi. 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Pasteurisasi merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mematikan bakteri patogen. Pasteurisasi tidak mengubah komposisi susu sehingga komposisinya masih setara susu segar (Jay, 1996). Menurut Sanjaya et al. (2009) sebaiknya susu dipasteurisasi pada suhu 75 oC, karena pada suhu tersebut sudah dapat mematikan L. monocytogenes. Jumlah Bakteri Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes merupakan bakteri berspora dan perlu untuk dideteksi keberadaanya dalam pangan. Menurut Badan Standardisasi Nasional Indonesia dalam SNI (2000) menyatakan standar kontaminasi bakteri Listeria Sp. pada susu segar dan susu pasteurisasi adalah 0. Pasteurisasi merupakan pemanasan di bawah titik didih. Suhu pasteurisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75 oC, 80 oC, 85 oC, 90 oC dan 95 oC selama 1 menit. Suhu yang diterapkan dalam penelitian ini sesuai dengan kisaran yang direkomendasikan Sudarwanto (2012) yaitu susu pasteurisasi adalah susu yang mengalami pemanasan di bawah titik didih susu (100,16 oC). Pasteurisasi susu HTST merupakan pemanasan susu pada suhu 71-74 oC selama 15-30 detik atau pada suhu 85-127 oC selama 8 detik. Pasteurisasi HTST dengan berbagai variasi suhu selama 1 menit tidak menjamin matinya L. monocytogenes seperti hasil penelitian yang disajikan pada Gambar 4. 19 Jumlah Bakteri cfu/ml (Log 10) 9 8 7 7,91 6 5,83 5 4 3,82 3 2 1 1,18 0 Kontrol 75 80 0 90 85 0 95 Suhu pasteurisasi (oC) Gambar 4. Jumlah bakteri L. monocytogenes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bakteri terduga L. monocytogenes paling banyak pada suhu kontrol yaitu 7,91 cfu/ml. Listeria monocytogenes pada kontrol (susu segar) lebih banyak karena susu segar tidak dipanaskan sehingga bakteri dapat berkembang dalam susu karena susu adalah media yang sesuai bagi pertumbuhan bakteri. Sedangkan susu selain kontrol mengalami pemanasan sehingga menekan pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian yang sama diperoleh Malaka dkk. (2014) bahwa tersangka Listeria Sp. pada susu segar di Sulawesi Selatan melebihi 3,0 × 106. Pada susu segar, mikroorganisme dapat berasal dari permukaan badan sapi, pakan, udara, air dan peralatan untuk memerah dan penyimpanan. Persentase tingkat perbedaan jumlah bakteri setelah dan sebelum dipasteurisasi disajikan pada Tabel 3. 20 Tabel 3. Persentase tingkat perbedaan jumlah bakteri No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Suhu Pasteurisasi Kontrol 75 oC 80 oC 85 oC 90 oC 95 oC Jumlah Bakteri cfu/ml (Log10) 7,91 5,83 3,82 1,18 0 0 % Jumlah Bakteri 100% 73,70% 65,53% 30,89% 0% 0% Tabel 3. menunjukkan bahwa pada suhu 75 oC, 80 oC dan 85 oC bakteri terduga L. monocytogenes dapat tumbuh dengan jumlah sekitar 30-73%. Semakin tinggi suhu pasteurisasi maka semakin rendah jumlah Listeria monocytogenes. Hal ini sesuai dengan pendapat Fox dan Cameron (1989) bahwa pasteurisasi pada suhu 71-75 oC selama 15 detik hanya membunuh 95% bakteri yang ada dalam susu sehingga kualitas sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan setelah pemanasan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adanya L. monocytogenes pada susu adalah kontaminasi setelah proses pasteurisasi. Pasteurisasi susu pada suhu tinggi 90 oC dan 95 oC selama 1 menit tidak ada L. monocytogenes yang tumbuh sehingga aman untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjahjadi dan Marta (2011) menyatakan bahwa tujuan pengolahan susu pasteuriasi adalah membunuh semua bakteri patogen (penyebab penyakit) dan memperpanjang daya tahan simpan bahan pangan dengan jalan mematikan bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim pada bahan pangan yang asam. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah bakteri terduga L. monocytogenes yang terdapat dalam susu mentah dan susu pasteurisasi suhu 75, 80 dan 85 oC selama 1 menit tidak layak untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai 21 dengan aturan SNI (2000) yang menyatakan bahwa standar kontaminasi bakteri Listeria Sp. pada susu segar dan susu pasteurisasi sama sekali tidak boleh ada atau jumlah L. monocytogenes harus nol (0). Susu yang dipasteurisasi suhu 90 dan 95 oC selama 1 menit pada penelitian ini layak untuk dikonsumsi karena berdasarkan hasil perhitungan jumlah bakteri terduga L. monocytogenes adalah 0. Pasteurisasi diharapkan mampu mematikan bakteri patogen yang ada pada susu segar. Murdiati dkk. (2004) menyatakan bahwa tujuan pasteurisasi adalah menghilangkan mikroba patogen yang membahayakan kesehatan manusia tanpa merubah rasa, konsistensi dan kandungan nutrisi susu. Menurut Hobss dan Roberts (1997) tujuan dari pasteurisasi adalah untuk membunuh bakteri patogen dan bakteri non patogen (pembusuk atau perusak), sekaligus untuk meningkatkan mutu susu. Penelitian Navratilova et al. (2004) memberikan hasil yang sama bahwa terdapat sampel positif L. monocytogenes berasal dari susu yang dipasteurisasi HTST dengan suhu 72,6 oC selama 15 detik, kemungkinan adanya mikroba ini dalam susu akibat kontaminasi sekunder setelah proses pasteurisasi. Penelitian Nadal et al. (2007) juga menemukan adanya L. monocytogenes masih mampu bertahan hidup pada perlakuan pasteurisasi HTST susu dengan suhu 72 oC selama 15 detik. Daya tahan hidup L. monocytogenes masih baik pada pasteurisasi HTST suhu 72-85 oC. Hal berbeda ditemukan oleh Juff dan Deeth (2007) dalam penelitiannya bahwa L. monocytogenes tidak hidup pada pasteurisasi HTST 72 oC selama 15 menit. Menurut Doyle et al. (1987) bahwa jika L.monocytogenes dalam 22 Polymorph Nuclear Leucocyte (PMNL) dalam susu sebagai faktor sehingga bakteri ini tahan terhadap pasteurisasi, kemudian terjadi degradasi PMNL dan Listeria Sp. keluar ke dalam susu setelah disimpan pada refrigerator selama 3–4 hari yang menyebabkan bakteri ini kemudian sensitif kembali terhadap pemanasan. Kemungkinan lain adanya L. monocytogenes pada susu pasteurisasi adalah kontaminasi setelah pasteurisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarwanto (2012) yang menyatakan bahwa bakteri patogen akan mati pada proses pasteurisasi yang sempurna. Adanya wabah listeriosis akibat mengkonsusmsi susu pasteurisasi berkaitan dengan penkontaminasi setelah proses pasteurisasi. Menurut Kusumawati (2000) makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar akan aman dikonsumsi karena L. monocytogenes mati pada suhu 75 o C. Chotiah (2006) menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan mutu susu yang telah mendapat perlakuan tertentu (pasteurisasi) adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasan. Kontaminasi setelah pasteurisasi memiliki peluang yang sangat besar sebagai penyebab adanya L. monocytogenes pada susu pasteurisasi HTST karena bakteri ini selalu ada hampir di setiap aktifitas manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Malaka dkk. (2014) yang menyatakan bahwa L. monocytogenes tersebar luas di alam dan berhubungan dengan tanah, tanaman atau feses hewan serta selalu ada dalam lingkungan processing makanan terutama pada berbagai jenis susu dan produk susu yang sering dihubungkan dengan lingkungan peternakan sapi perah. 23 Kemungkinan Tumbuh L. monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator Penyimpanan susu pasteurisasi dilanjutkan dengan metode pendinginan. Metode pendinginan pada suhu maksimal 10 oC memperpanjang daya simpan susu pasteurisasi (Setya, 2012). Menurut Sanjaya et al. (2009) sebaiknya penyimpanan susu di dalam refrigerator tidak lebih dari 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan tumbuh bakteri terduga Listeria monocytogenes pada susu pasteurisasi HTST pada penyimpanan suhu refrigerator dapat dlihat pada Gambar 5. Jumlah bakteri cfu/ml (log10) 9 8 7 8,41 7,92 7,41 6 6,74 6,98 6,85 6,20 5 4,83 4 6,94 4,18 4,67 3,08 3 4,29 3,85 1 HARI 3,59 3,45 1 MINGGU 2 MINGGU 2 1 0 0 KONTROL 75 80 85 Suhu pasteurisasi (oC) 90 0 95 Gambar 5. Pertumbuhan L. monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator. Gambar 5. menunjukkan bahwa kontaminasi saat penyimpanan suhu refrigerator memang terjadi. Susu pasteurisasi suhu 90 dan 95 oC tidak terdeteksi Listeria monocytogenes pada penyimpanan 1 hari, tetapi setelah penyimpanan 1 dan 2 minggu terdapat bakteri terduga L. monocytogenes. Semakin lama susu disimpan maka semakin banyak pula jumlah Listeria Sp. Volk dan Wheeler 24 (1990) menyatakan bahwa susu dapat terkontaminasi oleh bakteri patogen atau nonpatogen yang berasal dari sapi itu sendiri, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama susu disimpan maka jumlah koloni terduga L. monocytogenes semakin banyak pula. Adanya kontaminasi L. monocytogenes berarti susu tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan aturan SNI (2000) yang menyatakan bahwa standar kontaminasi bakteri Listeria Sp. pada susu segar dan susu pasteurisasi adalah 0. Susu pasteurisasi suhu 90 dan 95 oC layak untuk dikonsumsi karena tidak ada sama sekali kontaminasi bakteri Listeria Sp. Adanya kontaminasi L. monocytogenes pada susu segar dan susu pasteurisasi HTST selama penyimpanan refrigerator karena sifat dari L. monocytogenes yang dapat tumbuh pada suhu rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarwanto (2012) yang menyatakan bahwa saat ini L. monocytogenes dan Yersinia enterocolitica merupakan bakteri yang sering menyebabkan wabah penyakit akibat mengkonsumsi susu pasteurisasi, karena kedua bakteri tersebut merupakan pencemar yang dapat tumbuh pada suhu refrigerasi. Kemampuan L. monocytogenes untuk tumbuh pada suhu rendah memungkinkan bakteri ini berkembang biak dalam makanan yang disimpan di lemari pendingin (refrigerator). Hal ini didukung oleh pandapat Kusumawati (2000) yang menyatakan bahwa potensi L. monocytogenes untuk menyebabkan keracunan pangan juga didukung oleh kemampuannya untuk tumbuh pada suhu 25 penyimpanan dingin (1-10 oC) sebagai bakteri psikrofilik dan bahkan mampu bertahan pada suhu penyimpanan beku. Selain faktor kemampuan untuk tumbuh pada suhu rendah, adanya L. monocytogenes selama masa penyimpanan dapat dipengaruhi oleh degradasi Polymorph Nuclear Leucocyte (PMNL) dalam susu sebagai faktor, kontaminasi silang setelah pasteurisasi dan cara pengambilan sampel. Hal ini dapat dilihat bahwa meskipun L. monocytogenes mati pada pemanasan 90 dan 95 oC selama 1 menit tetapi kemudian terdeteksi kembali setelah penyimpanan 1 minggu pada refrigerator. Kusumawati (2000) menyatakan bahwa resiko terbesar adanya wabah listeriolisis adalah kontaminasi silang, jika makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah/peralatan yang terkontaminasi. Hal tersebut didukung oleh pendapat Ueda et al. (2006) yang menyatakan bahwa bahwa sebagian besar infeksi L. monocytogenes bersumber dari makanan yang terkontaminasi. Susu pasteurisasi merupakan bentuk lain dari susu segar dan merupakan salah satu cara untuk memperpanjang daya tahan susu segar (Rennie, 1989). Jaminan kualitas dan keamanan pada susu pasteurisasi diharapkan akan dapat meningkatkan konsumsi susu secara umum, dan secara tak langsung akan mendorong upaya peningkatan produksi susu. Gejala listeriosis meliputi septicemia (infeksi pada aliran darah), meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada otak dan selaputnya), encephalitis (radang otak) dan infeksi kandungan atau leher rahim pada wanita hamil yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester 26 kedua/ketiga) atau bayi lahir lalu meninggal. Kusumawati (2000) menyatakan bahwa gejala listeriosis diawali dengan influenza dan demam berkepanjangan. Listeriosis ditandai dengan adanya gejala-gejala pada saluran pencernaan yaitu mual, muntah, dan diare dapat merupakan bentuk awal dari listeriosis yang lebih parah, namun mungkin juga hanya gejala itu yang terjadi. Salah satu cara penanganan dalam usaha mengawetkan susu adalah dengan perlakuan pemanasan sedang atau pasteurisasi (Sofos, 1993). Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari mengkonsumi pangan mentah, melakukan pasteurisasi HTST terlebih dahulu sesuai dengan Good Manufactirung Procedur (GMP) dan menerpkan sanitasi higieni serta aseptis dalam setiap menangani makanan. 27 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Listeria monocytogenes tahan terhadap pemanasan suhu 75, 80 dan 85 oC selama 1 menit tetapi semakin tinggi suhu pemanasan maka jumlah bakteri yang mati semakin banyak. 2. Listeria monocytogenes tidak tahan pada pemanasan 90 dan 95 oC. 3. Listeria monocytogenes dapat tumbuh pada penyimpanan suhu refrigerator (suhu 4 oC). 4. Kontaminasi silang dapat terjadi setelah dilakukan pasteurisasi dan pada saat prosesing. Saran Sebaiknya pasteurisasi HTST susu dilakukan pada suhu 90 dan 95 oC selama 1 menit dan tidak menyimpan susu di refrigerator lebih dari 1 hari. 28 DAFTAR PUSTAKA Ako, A. 2012. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press. Bogor. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2000. Batas maksimum kontaminasi mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. SNI No. 01-6366-2000. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2011. Susu segar pada Sapi. SNI 013141-2011. Cary, J. W., J. E. Linz and D. Bhatnagar. 2000. Microbial foodborne diseases: Mechanisms of pathogenesis and toxin synthesis. First Edition. Technomic Publishing Company Inc. New Holland Avenue, Lancester, Pennsylvania, USA. pp. 295 – 316. Chotiah, S. 2006. Daftar Koleksi Biakan Mikroba Balitvet Culture Collection. Edisi tahun 2006. Balai Besar Penelitian Veteriner. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Hlm. 24-25. Doyle, M. P., K. A. Glass, J. T. Beery, G. A. Garcia, D. J. Pollard and R. D. Schultzz. 1987. Survival of Listeria monocytogenes in milk during high temperature short time pasteurization. Applied and Environmental Microbiology, 53 (7): 1433 – 1438. Fleming, D.W., S.L.Cochi, K.L.Mac Donald, J.Brondium, P.S.Hayes, B.D. Holmes, A.Audurier, C.V.Brome and A.L.Reingold. 1985. Pasteurised as vechicle of infection in an outbreak of listeriosis. New Engl. J. Med. 312 : 336-338. Fox, B. A. dan A. G. Cameron. 1989. Food Science, Nutrition and Health. 5th ed. Edward Arnold. London. Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty. Yogyakarta. Harsoyo dan L. Andini. 2002. Pengaruh iradiasi dan penyimpanan Listeria monocytogenes yang diinokulasi pada daging kambing. Program Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Herendra. 2009. Pengaruh proses distribusi terhadap peningkatan angka kuman pada susu sapi segar di peternakan Ram Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Skripsi Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 29 Hobbs, B. C. and D. Roberts. 1997. Food Poisoning and Food Hygiene. 5th edition. Edward Arnold. London. Jay, J.M. 1996. Modern food microbiology. Fifth Ed. International Thomson Publishing, Chapman and Hall Book, Dept. BC. p. 469−471. u . 1997. Modern Food Microbiology 5th edition. International Thomson Publishing. New York. Juff, H dan H. Deeth. 2007. Scientific evaluation of pasteurisation for pathogen reduction in milk and milk production. Food Standars Australia, New Zealand. Pp. 84 - 85. Kusumawati, N. 2000. Peranan bakteri asam laktat dalam menghambat Listeria monocytogenes pada bahan pangan. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, 1 (1): 14 - 28. Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar. Malaka, R., F.N. Yuliati, K.P. Indah, E. Murpiningrum. 2014. Isolasi dan identifikasi Listeria monocytogenes dari susu segar di Sulawesi Selatan. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar. Murdiati, T.B., A. Priadi, S. Rachmawati dan Yuningsih. 2004. Susu pasteurisasi dan penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). JITV 9(3): 172-180. Nadal, A., A. Coll, N. Cook and M. Pla. 2007. A molecular beacon-based realtime NASBA assay for detection of Listeria monocytogenes in food products: Role of target mRNA secondary structure on NASBA design. J. Microbiol. Methods 68: 623 – 632. Navratilopa, P., J. Schlegelova, A. Sustackova, E. Navrapnicova, J. Lukasova and E. Klimova. 2004. Prevalence of Listeria monocytogenes in milk, meat and foodstuff on animal origin and the phenotype of antibiotic resistance of isolated strains. Vet.Med.-Czech, 49 (7) : 243 – 252. Rennie, D. M. 1989. Food control in environmental health. Butterworths. pp. 3-20. Rutgers, K. dan P. Ebing. 1992. Penyediaan Produk Susu Berskala Kecil. Terjemahan: S. Idris dan I. Tohari. Penerbit Universitas Brawijaya. Malang. 30 Sanjaya A, W., Sudarwanto M. and Robert K. 2009. Detection of Listeria Monocytogenes in Pasteurized Mil Sold In Bogor and Its Relationship With Human Health. Faculty of Veterinary Medicine; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setya, A. W. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi. Surakarta. Sneath, P. M. A., N. S. Mair, M. E. Sharpe and J. G. Holt. 1986. Bergey's Manual of Systematic Bacteriology. Baltimore. Sofos, J. N. 1993. Current microbiological consideration in food preservation. Int. J. Food Microbiol. 19: 87-108. Sudarwanto, M. 2012. Pemeriksaan Susu dan Produk Olahannya. IPB Press. Bogor. Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran. Bandung. Ueda F., K. Ogasawara dan R. Hondo. 2006. Characteristics of Listeria monocytogenes isolated from imported meat in Japan. JpnJ Infect Dis 59: 54-56. Varnam, A.H. dan P. Sutherland. 1994. Milk and Milk Products, Technology Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall. New York. Volk, W.A. and M.F.Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi ke-5. Penerbit Erlangga. Jakarta Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 31 LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Jumlah bakteri Listeria monocytogenes Suhu Pasteurisasi (oC) Kontrol 75 80 85 90 95 Jumlah L. monocytogenes 7.91 5.83 3.82 1.18 0 0 Lampiran 2. Kemungkinan tumbuh Listeria monocytogenes pada refrigerator Suhu Pasteurisasi (oC) 1 hari Kontrol 75 80 85 90 95 7.41 6.20 4.83 3.08 0 0 Penyimpanan 1 minggu 7.92 6.74 6.85 4.18 3.85 3.45 2 minggu 8.41 6.98 6.94 4.67 4.29 3.59 Lampiran 3. Morfologi dan pewarnaan Gram Koloni 1 2 3 4 5 6 7 Warna Sifat Tepi Putih Putih Kuning Coklat tua Transparan Coklat tua Putih Opaq Translucent Translucent Opaq Berinti Opaq Opaq Bergerigi Bergerigi Bergerigi Rata Bergerigi Bergerigi Bergerigi Elevasi Cembung Cembung Cembung Datar Cembung Cembung Cembung Permuk aan Licin Licin Licin Licin Bergaris Bergaris Licin Media Hitam Kuning Hitam Hitam Kuning Kuning Kuning-orange Ukuran Gram 1-2 mm 1-2 mm 1-2 mm 3 mm 4 mm 5 mm 2 mm Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif 33 Lampiran 4. Morfologi bakteri pada cawan 34 Lampiran 5. Pewarnaan Gram 35 Lampiran 6. Prosedur kerja penelitian Persiapan alat dan bahan Pasteurisasi susu Pengenceran dan inokulasi Penyimpanan di inkubator dan perhitungan bakteri 36 Pengamatan dan pencatatan morfologi Pewarnaan Gram dan pengamatan mikroskop 37 RIWAYAT HIDUP Syahriana Sabil, lahir pada tanggal 10 Januari 1993 di Gilingeng Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Muhammad Sabil Adam dan St. Maryam. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh Penulis adalah TK Tomporeng Deceng di Kecamatan Ulaweng Kab. Bone yang lulus pada tahun 1999 dan melanjutkan Sekolah Madrasah Ibtidaiyyah Negeri (MIN) 3 Kecamatan Ulaweng Kab. Bone dan lulus tahun 2005. Kemudian setelah lulus di MIN, Penulis melanjutkan di SMP Negeri 1 Ulaweng tahun 2008, kemudian di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Watampone, lulus pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Penulis pernah aktif sebagai asisten praktikum Ilmu Nutris Ternak Dasar pada tahun 2013. Saat ini Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak Universitas Hasanuddin (HIMATEHATE_UH) dan sebagai asisten praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak (TPHT) dan asisten praktikum Mikrobiologi Hewan di Fakultas Peternakan. 38