BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Cahaya Cahaya hanya merupakan satu bagian dari berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena sebagai berikut: a) Pijar padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai suhu1000 K. Intensitas meningkat dan penampakan menjadi semakin putih jika suhu naik. b) Muatan Listrik: Jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan molekul memancarkan radiasi dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang ada. c) Electro luminescence: Cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatantertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor. d) Photoluminescence: Radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap, biasanya oleh suatu padatan, dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang. Bila radiasi yang dipancarkan kembali tersebut merupakan fenomena yang dapat terlihat maka radiasi tersebut disebut fluorescence atau phosphorescence Cahaya nampak, seperti yang dapat dilihat pada spektrum elektromagnetik, diberikan dalam Gambar 1, menyatakan gelombang yang sempit diantara cahaya ultraviolet (UV) dan energi inframerah (panas). Gelombang cahaya tersebut mampu merangsang retina mata, yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut pandangan. Gambar 2.1. Radiasi yang tampak 2.2. Definisi Dan Istilah Pada Cahaya 2.2.1. Luminansi Luminansi adalah suatu ukuran untuk terang suatu benda. Luminansi yang terlalu besar akan menyilaukan mata. Luminansi A suatu sumber cahaya atau permukaan yang memantulkan cahaya yaitu intensitas cahayanya dibagi luas semu permukaan. Yang dimaksud dengan luas semu permukaan adalah luas proyeksi sumber cahaya pada suatu bidang rata yang tegak lurus pada arah pandang, dan bukan luas permukaan seeluruhnya. Faktor refleksi suatu permukaan ikut menetukan luminansi terhadap terang suatu benda yang diterangi oleh lampu. L= cd / Dimana : L = luminansi dengan satuan candela/ As = luas semu dengan satuan 2.2.2. Fluks Cahaya Fluks cahaya adalah jumlah cahaya yang jatuh pada setiap sudut ruangan. Satu watt cahaya kira-kira sama dengan 680 lumen. Angka perbandingan 680 ini dinamakan ekivalen pancaran foto metris. Persamaan fluks cahaya dilambangkan Φ dengan satuan lumen (lm). 2.2.2. Intensitas Penerangan Intensitas penerangan atau luminansi disuatu bidang kerja, yaitu fluks cahaya yang jatuh Pada dari bidang itu. Satuan untuk intesitas penerangan adalah lux (lx), dengan lambang E, maka 1 lux = 1 lumen per . Jika suatu bidang yang mempunyai luas A m2 Persamaan intesitas penerangan adalah Erata-rata lux = Dimana , A : luas bidang (m2) Φ : fluks cahaya (lumen) 2.2.3. Efisiensi Cahaya Sumber cahaya buatan biasanya dievaluasi dalam hal keefektifitasan cahaya dari sumber, juga dapat disebut keefektifitasan cahaya secara keseluruhan. Hal ini merupakan perbandingan antara fluks cahaya total yang dipancarkan oleh perangkat dan jumlah total input daya listrik. Fungsi cahaya keseluruhan adalah ukuran efisiensi perangkat dengan output disesuaikan untuk menjelaskan kurva respons spektral (dari fungsi luminositas). Bila dinyatakan dalam bentuk berdimensi (misalnya, sebagai fraksi dari keefektifitasan cahaya maksimum), nilai ini dapat disebut efisiensi cahaya keseluruhan atau efisiensi pencahayaan. Perbedaan utama antara efektivitas radiasi cahaya dan efektivitas sumber cahaya adalah bahwa keadaan akhir untuk energi input yang hilang sebagai panas yang keluar atau sumber cahaya sebagai energi selain dari radiasi elektromagnetik. Efisiensi sebuah sumber radiasi, dalam hal ini lampu, adalah properti dari radiasi yang dipancarkan oleh sumber. Efisiensi mencakup keseluruhan sumber,dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, bahwa efektivitas sebuah lampu bergantung pada rasio daya yang dipancarkan secara keseluruhan(cahaya tampak dan tidak tampak) dibanding dengan daya yang dikonsumsi. Efektivitas suatu lampu dapat di tulis dalam persamaan berikut. η= x 100 % keterangan : Pout = daya listrik yang dikonversi jadi cahaya Pin = daya listrik yang digunakan Untuk memperoleh nilai mendekati = 1, merupakan hal yang sulit. Oleh karena itu, perkembangan teknologi perlampuan selalu mengacu dalam peningkatan efisiensi lampu. Walaupun teknologi secara komersial belum tersedia, namun secara teori sumber cahaya ideal dari gas hijau dalam panjang gelombang 555nm memberikan efisiensi 100%. 2.3. Distribusi Cahaya Distribusi cahaya atau penyebaran cahaya pada suatu ruangan dikenal beberapa istilah antara lain pencahayaan langsung, pencahayaan tidak langsung, pencahayaan semi langsung, pencahayaan semi tak langsung, serta pencahyaan baur. Distribusi cahaya ini ditentukan oleh arah pencahayaan dan efek dari tempat lampu ( armature/luminer) lampu. Secara rinci distribusi cahaya dapat dilihat pada tebel berikut : Tabel 2.3. Jenis-jenis distribusi cahaya Ditribusi cahaya Langsung Semi langsung Tidak langsung Semi tidak langsung Keterangan 90 –100 % sinar ke bawah dan 0-10 % sinar ke atas 60–90 % sinar ke bawah dan 10 – 40 % sinar ke atas 90-100 % sinar ke atas dan 0-10 % sinar ke bawah 60-90 % sinar ke atas dan 10-40 % sinar ke bawah Pencahayaan tak langsung dengan Baur armature/luminar bahan tembus pandang tersebar secara merata Berkaitan dengan fungsi distribusi cahaya dikenal beberapa istilah yaitu : a) Pencahayaan umum ( general lighting), fungsi untuk penerangan umum secara merata dalam ruangan. Misalnya penerangan untuk ruang kerja atau ruang kelas. b) Pencahayaan setempat ( local lighting), fungsi untuk penerangan setempat khususnya pada lokasi konsentrasi kerja seperti penerangan untuk menggambar, belajar atau untuk kerja khusus seperti tukang jam. c) Pencahayaan aksen ( accent lighting), funsi untuk memberikan aksen pada ruangan untuk kepentingan estesis pada interior suatu ruangan. Misalnya penempatan lampu pada dinding atau pada kolom suatu ruangan untuk memperindah ruangan. d) Pencahayaan gabungan (ambient lighting), merupakan pencahayaan keseluruhan dalam ruang yang merupakan gabungan berbagai model pencahayaan yang berfungsi untuk memberikan kesan ruang. 2.4. Lampu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata lampu adalah alat untuk menerangi. Perkembangan lampu berawal dari sebuah lampu pijar yang selalu dicari inovasi kumparan sumber cahaya yang paling efisien. Pada tahun 1870-an, Thomas Alva Edison dari Menlo Park, negara bagian New Jersey, Amerika Serikat, mendapatkan paten pertamanya pada bulan April 1879 untuk lampu pijar. Tahun 1933 filamen karbon diganti dengan filamen tungsten atau Wolfram (Wo) yang dibuat membentuk lilitan kumparan sehingga dapat meningkatkan Eficacy lampu menjadi + 20 Lumen/W. Sistem pembangkitan cahaya buatan ini disebut sistem pemijaran (Incondescence). Revolosi teknologi perlampuan berkembang dengan pesatnya.Pada tahun 1910 pertama kali digunakan lampu pendar (discharge) tegangan tinggi. Prinsip kerja lampu ini menggunakan sistem emisielektron yang bergerak dari Katoda menuju Anoda pada tabung lampu akan menumbuk atom-atom media gas yang ada di dalam tabung tersebut, akibat tumbukan akan menjadi pelepasan energi dalam bentuk cahaya. Sistem pembangkitan cahaya buatan ini disebut Luminescence (berpendarnya energi cahaya keluar tabung). Media gas yang digunakan dapat berbagai macam. Tahun 1932 ditemukan lampu pendar dengan gas Sodium tekanan rendah, dan tahun 1935 dikembangkan lampu pendar dengan gas Merkuri, dan kemudian tahun 1939 berhasil dikembangkan lampu Fluorescen, yang biasa dikenal dengan lampu neon. Selanjutnya lampu xenon tahun 1959. Khusus lampu sorot dengan warna yang lebih baik telah dikembangkan gas Metalhalide (Halogen yang dicampur dengan Iodine) pada tahun 1964, sampai pada akhirnya lampu Sodium tekanan tinggi tahun 1965. Prinsip emisi elektron ini yang dapat meningkatkan efikasi lampu diatas 50 Lumen/W, jauh lebih tinggi dibanding dengan prinsip pemijaran. 2.4.1. Teknologi lampu a. Lampu Fluoresen Lampu memiliki teknologi yang bertahap selalu mengalami perkembangan. Tingkat peningkatan kemampuan sebuah lampu dalam rangka meningkatkan efisiensi sebuah lampu. Abad XX produksi sudah fokus ke penggunaan lampu fluoresent lampu pendar. Pada awalnya perkembangan lampu fluorescent dimulai sejak ditemukannya neon tahun 1910 oleh Georges Claude. Cara kerjanya berbeda dengan lampu pijar. Prinsip kerja lampu ini menggunakan sistem emisi-elektron yang bergerak dari Katoda menuju Anoda pada tabung lampu akan menumbuk atom-atom media gas yang ada di dalam tabung tersebut, akibat tumbukan akan menjadi pelepasan energi dalam bentuk cahaya. Lampu pendar ini digunakan di penerangan umum Perancis hingga tahun 1930, namun tidak ada peningkatan efisiensi dari lampu pijar biasa. Di lain tempat pengembangan dilakukan dengan variasi gas argon dan merkuri. Perkembangan yang signifikan dari lampu neon ini adalah pelapisan menggunakan fluorescent. Tahun 1926 Jacques Risler menerima hak paten di Perancis atas penggunaan fluorescent sebagai pelapis tabung lampu neon. Edmund Germer, Friedrich Meyer, dan Hans Spanner kemudian mematenkan lampu gas bertekanan tinggi tahun 1927. Georgen Inman bersama tim General Electric menciptakan lampu fluorescent praktis yang dijual tahun 1938 dan dipatenkan 1941. Tahun 1973 lampu fluorescent dengan triphosphor pertama kalinya dikembangkan. Sistem ini meningkatkan produksi output kecerahan 50% dan memberikan umur yang lebih panjang.Hal ini melahirkan teknologi yang kemudian disebut compact fluorescent lamp(CFL) atau lampu hematenergi (LHE). Gambar 2.4.1. a) Lampu fluorescent PL b. Ballast Listrik Sebuah ballast lampu elektronik menggunakan rangkaian sebuah rangkaian elektronik untuk memberikan awal yang tepat dan mengoperasikan kondisi listrik untuk menyalakan satu atau lebih lampu neon dan akhir ini juga lampu HID. Ballast elektronik biasanya mengubah frekuensi daya dari listrik standar (misalnya, 60 Hz di AS) menjadi frekuensi 20.000 Hz atau lebih tinggi, secara substansial menghilangkan efek stroboskopik dari flicker (produk dari frekuensi garis) yang berhubungan dengan lampu fluorescent. Hasil observasi berbagai sumber menyatakan flicker ada hubungannya dengan pusing dan epilepsi. Banyaknya gas tetap terionisasi dalam sudut arus, lampu sebenarnya beroperasi pada sekitar efikasi 9% lebih tinggi 10 kHz. Efikasi meningkat tajam sekitar 10 kHz dan terus meningkatkan sampai sekitar 20 kHz. Hal itu disebabkan efisiensi yang lebih tinggi dari ballast itu sendiri dan peningkatan keberhasilan lampu oleh beroperasi pada frekuensi yang lebih tinggi, ballast elektronik menawarkan efikasi sistem yang lebih tinggi untuk rendah tekanan lampu seperti lampu neon. Pada lampu HID tidak ada peningkatan efikasi yang signifikan dalam menggunakan frekuensi yang lebih tinggi, tapi untuk lampu ini kerugian ballast dapat dikurangi pada frekuensi tinggi dan juga penyusutan cahaya yang lebih rendah, berarti waktu operasi meningkat hingga 10 000 jam. Beberapa jenis lampu HID telah mengurangi keandalan ketika dioperasikan pada frekuensi tinggi dalam kisaran 20kHz sampai 200 kHz dan untuk lampu ini digunakan dengan frekuensi dalam kisaran 100-400 Hz, dengan keuntungan yang sama ketahanannya. Elektronik ballast seringkali didasarkan pada SMPS topologi, pertama perbaikan daya input dan kemudian memotong itu pada frekuensi tinggi. Gambar.2.4.1. b) Lampu ballast listrik 2.5. Dasar Teknik Penerangan Setiap pekerjaan memerlukan tingkat pencahayaan pada permukaannya. Pencahayaan yang baik menjadi penting untuk menampilkan tugas yang bersifat visual. Pencahayaan yang lebih baik akan membuat orang bekerja lebih produktif. Membaca buku dapat dilakukan dengan 100 to 200 lux. Hal ini merupakan pertanyaan awal perancang sebelum memilih tingkat pencahayaan yang benar. CIE (Commission International de l’Eclairage) dan IES (Illuminating Engineers Society) telah menerbitkan tingkat pencahayaan yang direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan. Nilai-nilai yang direkomendasikan tersebut telah dipakai sebagai standar nasional dan internasional bagi perancangan pencahayaan (Tabel diberikan dibawah). Pertanyaan kedua adalah mengenai kualitas cahaya. Dalam kebanyakan konteks, kualitas dibaca sebagai perubahan warna. Tergantung pada jenis tugasnya, berbagai sumber cahaya dapat dipilih berdasarkan indeks perubahan warna. Seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini Tabel 2.5. Jenis-jenis pencahayaan Tingkat penerangan (lux) 20 Pencahayaan Umum untuk ruangan dan area yang jarang digunakan dan/atau tugas-tugas atau visual sederhan 50 70 100 150 200 300 450 Pencahayaan umum untuk interior 1500 Pencahayaan tambahan 3000 Contoh-contoh Area Kegiatan Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi luar ruangan, pertokoan didaerah terbuka,halaman tempat penyimpanan Tempat pejalan kaki &panggung. Ruang boiler Halaman Trafo, ruangan tungku, dll. Area sirkulasi di industri, pertokoandan ruang penyimpan. Layanan penerangan yang minimum dalam tugas Meja & mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan membuat arsip. Gantungan baju, pemeriksaan, kantor untuk menggambar, perakitan mesin dan bagian yang halus, pekerjaan warna, tugas menggambar kritis Pekerjaan mesin dan diatas meja yang sangat halus, perakitan mesin presisi kecil dan instrumen; komponen elektronik, pengukuran & pemeriksaan bagian kecil yang rumit (sebagian mungkin diberikan Oleh tugas pencahayaan setempat Pekerjaan berpresisi dan rinci setempat untuk tugas visual yang tepat sekali, misal instrument yang sangat kecil, pembuatan jam tangan, pengukiran Proses rancangan pencahayaan tahap demi tahap digambarkan dibawah dengan bantuan contoh. Gambaran berikut menunjukan parameter ruang yang khusus. Gambar 2.5. Ruangan dengan ukuran Tahap 1: Tentukan penerangan yang diperlukan pada bidang kerja, jenis lampu dan luminer Pengkajian awal harus dibuat terhadap jenis pencahayaan yang dibutuhkan, seringkali keputusan dibuat sebagai fungsi dari estetika dan ekonomi. Untuk pekerjaan kantor yang normal, dibutuhkan pencahayaan 200 lux. Untuk ruang kantor yang ber AC, dipilih lampu neon 36 W dengan tabung kembar. Luminernya berlapis porselen yang cocok untuk lampu yang diletakkan diatas. Penting untuk memperoleh tabel faktor penggunaan untuk luminer ini dari pembuatnya untuk perhitungan lebih lanjut. Tahap 2: Kumpulkan data ruangan dalam format seperti dibawah ini Panjang L1 10 m Lebar L2 10 m Luas lantai L3 100 m2 Tinggi langit-langit L4 3.0 m Langit-langit L5 0,7 p.u Dinding L6 0,5 p.u Lantai L7 0,2 p.u Tinggi bidang kerja dari lantai L8 0.9 p.u Tinggi luminer dari lantai L9 2,9 p.u Ukuran ruangan Pantulan permukaan Tahap 3: Perhitungan indeks ruangan Tahap 4: Perhitungan jumlah fitting yang diperlukan dengan penerapan rumus sebagai berikut: Dimana : N = Jumlah fitting E = Tingkat lux yang diperlukan pada bidang kerja A = Luas ruangan (L x W) F = Flux total (Lumens) dari seluruh lampu dalam satu fitting UF = Faktor penggunaan dari tabel untuk peralatan yang digunakan LLF = Faktor kehilangan cahaya. Kehilangan ini disebabkan oleh penurunan keluaran lampu yang sudah lama dan penumpukan kotoran pada peralatan dan dinding bangunan. LLF = Lumen lampu MF x Luminer MF x Permukaan ruangan MF. 2.6. Alat ukur kuat pencahayaan Alat ukur pencahayaan adalah alat yang digunakan pada pengukuran suatu benda-benda yang dapat menghasilkan cahaya. Berikut adalah beberapa jenis alat ukur yang sering digunakan pada pengukuran cahaya. 2.6.1. Luxmeter Luxmeter merupakan instrumen portabel untuk mengukur penerangan sebuah jenis fotometer. Lux meter paling sederhana terdiri dari foto sel selenium yang mengubah energi cahaya ke energi dari sebuah arus listrik, yang diukur oleh microammeter pointer-tipe dengan skala dikalibrasi di luxes(Ix). Skala yang berbeda-beda sesuai dengan rentang yang berbeda dari cahaya yang sedang diukur, perubahan skala yang dibuat oleh switch bahwa perubahan hambatan di sirkuit listrik. Misalnya, Iu-16 lux meter memiliki tiga rentang pengukuran: sampai 25, hingga 100, dan sampai 500 Iux. Iluminansi yang lebih tinggi bisa diukur dengan menggunakan lampiran cahaya menyebar di photocell, yang melemahkan insiden radiasi dengan faktor tertentu yang konstan melalui berbagai panjang gelombang. Kurva untuk sensitivitas spektral relatif dari selenium photocell dan mata manusia rata-rata tidak sama, akibatnya pembacaan lux meter adalah fungsi dari komposisi spektral radiasi. Instrumen biasanya dikalibrasi dengan lampu pijar, dan ketika luxmeter sederhana digunakan untuk mengukur cahaya yang dihasilkan oleh radiasi dengan komposisi spektral yang berbeda, seperti siang hari atau lampu fluorescent, suatu faktor koreksi yang ditentukan oleh perhitungan. dibawah ini merupakan gambar luxmeter Gambar 2.6.1. Luxmeter 2.6.2. Fotometer Fotometer dalam pengertian umum, fotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur pencahayaan atau penyinaran. Seperti penerapan di fotometri industri, suatu "fotometer" adalah kata umum yang meliputi alat-alat untuk mendeteksi: a) intensitas cahaya hamburan b) penyerapan c) fluoresensi Kebanyakan fotometer berlandaskan pada sebuah fotoresistor atau fotodioda. Masing-masing mengalami perubahan sifat kelistrikan ketika disinari cahaya, yang selanjutnya dapat dideteksi dengan suatu rangkaian elektronik tertentu. Gambar 2.6.2. Fotometer 2.7. Efikasi Cahaya Efikasi cahaya merupakan rasio kecerahan cahaya tiap watt daya dapat berupa fluks cahaya dari output sumber, atau dapat menjadi daya listrik total yang digunakan oleh sumber. Efektivitas sumber cahaya adalah ukuran efisiensi dengan sumber yang memberikan cahaya dari listrik, efikasi pancaran cahaya menggambarkan seberapa baik sejumlah pancaran elektromagnetik tertentu dari sumber yang menghasilkan cahaya tampak. Rasio fluks cahaya tidak mencakup semua panjang gelombang karena tidak semua spektrum efektif dalam merangsang penglihatan manusia. Kepekaan spektral mata manusia, di bagian radiasi inframerah dan ultraviolet dari spektrum berguna untuk penerangan. Efektivitas sumber cahaya keseluruhan adalah hasil dari seberapa baik mengkonversi energi radiasi elektromagnetik, dan seberapa baik radiasi yang dipancarkan terdeteksi oleh mata manusia dibandingkan daya yang ditangkapnya. Satuan yang digunakan adalah dalam Lumen/Watt. Efikasi maksimum yang mungkin yaitu sebesar 683 lm/W. persamaan efikasi sebagai berikut : Efikasi = = lumen / watt 2.8 Penerapan Standar Efisiensi Lampu Hemat Energi. 2.8.1. Standar Efisiensi Standar merupakan salah satu titik ukur dalam menjamin suatu produk. Standar memuat persyaratan minimum yang harus terpenuhi guna menjamin kualitas suatu produk. Termasuk lampu hemat energi (lampu swabalast). Kualitas produk lampu hemat energi. Kualitas produk lampu hemat energi bukan hanya ditinjau dari keselamatan saat pemakaian dan ketahanan dalam penggunaan dalam penggunaan. Efisiensi lampu biasanya diukur dengan tingkat efikasi. Tingkat efisiensi energi, atau energi eficiensi standards levels,ditentukan berbeda-beda tergantung dari negaranya. Di Eropa misalnya, digunakan pendekatan stastik. Sebagai dasar perhitungan digunakan nilai kinerja peralatan rata-rata yang ada di pasaran. Dari nilai tersebut, kemudian ditentukan standar sedemikian rupa sehingga di perkirakan akan diperoleh perbaikan kinerja sekitar 10-15% untuk peralatan yang baru. 2.8.2. Pengaruh Sistem Labelisasi Tanda Hemat Energi Di Indonesia, program untuk menerapkan sstem labelisasi tanda hemat energi pada peralatan rumah tangga sudah ada sejak tahun 2003. Label untuk penandaan alat hemat energi pada peralatan rumah tangga diatur oleh SNI NO. 04-6958-2003, sebagaiman ditunjukkan pada gambar 7dibawah ini Gambar.2.8.2. Label Hemat Energi SNI-04-6958-2003 Bentuk dan ukuran gambar logo merupakan ukuran dasar yang dapat diperbesar/diperkecil secara proporsional sesuai dengan dimensi dan jenis pemanfaatan listrik untuk keperluan rumah tangga dan sejenisnya. Penjelasan : 1) Bingkai label berbentuk bujur sangkar tanpa garis tepi berukuran 120 mm x 120 mm. 2) Bulatan berdiameter 26 mm dengan peta wilayah Indonesia tepat berada di tengah label dilingkupi cincin atmosfer, menunjukan bahwa fokus program pelabelan ini berlaku secara nasional. 3) Tanda bintang dengan diameter bintang 8 mm, jumlah bintang maksimum 4 buah berada di dalam pita yang mengikuti bentuk kurva 1/2 lingkaran dengan lebar 10 mm dan kemiringan 45O, dibagi dalam 4 blok dan dilingkupi garis tebal. Tanda ini dimaksudkan sebagai indikator peringkat hemat energi secara visual. 4) Angka tingkat hemat energi dicantumkan di dalam kotak persegi panjang berukuran 30 mm x 5 mm secara horizontal tepat di sisi kiri bulatan, untuk menunjukan secara tegas besaran tingkat hemat energi yang dicapai/dipenuhi oleh pemanfaatan tenaga listrik tersebut. Penjelasan peringkat hemat energi tertera pada butir 5 halaman 5. 5) Tulisan setiap huruf dan angka pada label menggunakan jenis huruf Arial tebal (Arial bold), kecuali pada kata ‘Energi’yang menggunakan rancangan khusus dengan warna dasar putih bergaris merah, tinggi huruf awal 10 mm dan 8 mm untuk huruf berikutnya, serta panjang total kata ‘Energi’ 67,5 mm. Pembesaran kata ‘Energi’ melengkapi rangkaian kata ‘Tingkat Hemat Energi’ dimaksudkan agar mudah dibaca, menarik dan dimengert sebagai label persyaratan untuk energi yang dikonsumsi oleh pemanfaat tenaga listrik yang diberi label. 6) Model produk dan nomor registrasi disesuaikan dengan nomor registrasi yang diperoleh dari lembaga sertifikasi. 7) Warna Nuansa warna yang digunakan merupakan perwakilan dari eleemenelemen lambang yang diharapkan mampu mewakili apa yang hendak disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat lebih menguatkan citra yang ingin disampaikan melalui label ini. Penjelasan : a) Putih Dasar label yang berwarna putih bersih menunjukan kejelasan maksud dari program pelabelan ini bertitik tolak dari niat yang bersih untuk kemaslahatan bangsa melalui panduan dalam penggunaan pemanfaatan tenaga listrik yang hemat energi oleh masyarakat Indonesia. b) Merah warna merah pada tulisan ‘Energi’ dimaksudkan mengangkat nuansa bahang (heat) yang merupakan salah satu bentuk dasar energi yang sangat dibutuhkan manusia dan harus dikelola secara bijak dan baik. c) Biru warna biru di dalam lingkaran bulatan menunjukan warna langit/atmosfer bumi, dimaksudkan untuk mengingatkan kita agar selalu memeliharanya sehingga bersih dari polusi. d) Hijau warna hijau pada separuh lingkaran merupakan lambang energi hijau (green energy), dimaksudkan sebagai upaya pemanfaatan energi sebijaksana mungkin sehingga tidak merusak lingkung¬an dan selalu menjaga keseimbangan alam. Tingkat hemat energi dikelompokkan dalam 4 tanda bintang. Semakin banyak bintang berarti semakin hemat. f) Kuning warna kuning emas pada tanda bintang, 4 garis sumbu dan peta wilayah Republik Indonesia dimaksudkan bahwa hemat energi menjadi perhatian dan sasaran utama bagi bangsa Indonesia untuk kelestarian pembangunan yang berkesinambungan. 8. Makna logo pada label tingkat hemat energi Bentuk dasar dibuat berdasarkan filosofi dari proses gerak yang ideal dan dinamis yang diwakili oleh cincin lingkaran melingkupi bulatan dengan peta wilayah Republik Indonesia didalamnya, yang merupakan penyatuan dari proses gerak awal dan akhir program hemat energi bangsa Indonesia. Selain itu bentuk lingkaran juga melambangkan siklus energi yang berputar dan saling terkait. Pembubuhan label tingkat hemat energi Label tingkat energi ini dibubuhkan pada pemanfaatan tenaga listrik untuk keperluan rumah tangga dan sejenisnya ditempat yang mudah dilihat dan tidak mudah hilang/terhapus. 2.8.3. Kriteria tingkat hemat energi Kriteria tingkat hemat energi merupakan ukuran yang dijadikan dasar untuk menentukan jumlah bintang yang harus dicantumkan dalam label tingkat hemat energi. Kriteria tingkat hemat energi didasarkan pada keluaran pemanfaatan tenaga listrik yang dimanfaatkan konsumen dibandingkan dengan masukan tenaga listrik yang dikonsumsi pemanfaat tersebut, atau penggunaan tenaga listrik untuk periode tertentu. Kriteria tingkat hemat ini didasarkan atas hasil pengujian yang mengikuti standar dan prosedur uji yang baku (SNI). Dalam hal belum ada SNI, dapat digunakan standar dan prosedur pengujian dari IEC atau standar negara lain yang tidak bertentangan dengan IEC. Tingkat hemat energi ditunjukkan dengan jumlah bintang yang didasarkan atas data hasil pengujian. Contoh label dengan tingkat hemat energi 1 (satu) bintang (gambar kiri), dan label dengan tingkat hemat energi 4 (empat) bintang (gambar kanan). Penerapan label tingkat hemat energi pada pemanfaat tenaga listrik untuk rumah tangga memmbantu konsumen memilih peralatan yang lebih efisien. Hal ini akan mendorong produsen untuk memproduksi peralatan lebih hemat dalam konsumsi energi listrik. Sehingga secara nasional penggunaaan energi dapat ditekan. Untuk mencapai itu semua maka diperlukan standar tingkat hemat energi pada lampu hemat energi dan prosedur uji efisiensi energi peralatan rumah tangga untuk memudahkan dalam penandaan. Hal ini haruslah sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2011 tentang kriteria tanda hemat energi lampu swabalast dengan pemberian tanda bintang pada Lampu Swabalast. Sebagimana akan ditunjukkan sebagai berikut : Tabel 2.8.3. Kriteria pemberian tanda bintang pada lampu hemat energy Daya ( watt) Nilai efikasi (lumen/watt) * ** *** **** 5-9 45-49 >49-52 >52-55 >55 10-15 46-51 >51-54 >54-57 >57 16-26 47-53 >53-56 >56-59 >59 ≤ 26 48-55 >55-58 >58-61 >61