Teror Seksual Pemimpin Rohani Written by Daniel Ronda Saturday, 29 March 2014 01:13 - Last Updated Wednesday, 29 October 2014 00:23 Oleh Daniel Ronda Kekerasan seksual di televisi dan media lainnya banyak ditayangkan. Ternyata hal ini bukan hanya dilakukan oleh orang yang punya perilaku penyimpangan seksual, tetapi justru dilakukan oleh orang-orang terhormat termasuk pemimpin yang berkaliber dan punya reputasi tinggi di masyarakat. Ini termasuk juga para pemimpin rohani yang tugasnya menggembalakan umat namun justru melakukan teror dan kekerasan seksual lewat pelecehan sampai pemerkosaan. Ada berbagai modus misalnya layanan konseling, pengobatan alternatif dan berbagai cara lainnya. Banyak pemimpin rohani lalu terjebak menggunakan kekuatannya untuk melecehkan perempuan. Sampai hari ini masih banyak wanita dan anak-anak telah menjadi korban dari kekerasan seksual atau teror seksual dan tidak tahu bagaimana harus bertindak. Istilah teror atau terosisme seksual setahu saya pertama kali diungkapkan oleh Carole J. Sheffield untuk menggambarkan bahwa kekerasan seksual bukan hanya bersifat spontan atau kepribadian seseorang, tetapi sudah ada struktur yang rumit dalam sebuah filosofi maskulinitas yang absurd bahkan membudaya dalam budaya tertentu (lihat tulisannya di "Bentangkanlah Sayapmu", Jakarta: Persetia, 1999, hal 158-186). Adanya unsur kekerasan, intimidasi, menakut-nakuti dan tindakan pembunuhan inilah disebut sebagai teror seksual secara terstruktur. Disebut terorisme seksual karena ada unsur ketakutan masif yang tercipta akibat dari kebrutalan pelaku. Kekerasan seksual yang dimaksud itu sendiri meliputi pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, perilaku incest dan pelecehan seksual. Pemerkosaan harus dimaknai sebagai hubungan seksual dengan lawan jenis (dalam hal mayoritas perempuan sebagai korban) tanpa persetujuan dan dengan dilakukan dengan paksaan dan adanya ancaman kekerasan. Sedangkan kekerasan dalam rumah tangga adalah tindakan pemukulan fisik maupun kekerasan verbal kata-kata (psikis) terutama yang menjadi korban adalah perempuan (istri) dan anak-anak. Dan pelecehan seksual adalah diskriminasi seks yang dilakukan dengan intimidasi dan kekerasan di dunia kerja dan bidang kehidupan lainnya baik lewat perkataan, maupun tindakan fisik seperti rabaan dan pegangan di daerah kewanitaan yang sifatnya pribadi. 1/3 Teror Seksual Pemimpin Rohani Written by Daniel Ronda Saturday, 29 March 2014 01:13 - Last Updated Wednesday, 29 October 2014 00:23 Ternyata tidak mudah mengadukan masalah kekerasan seksual kepada fihak keamanan. Yang menjadi ironi adalah respons terhadap teror seksual ini sangat menyedihkan. Banyak aparat berpikir bahwa korban adalah fihak yang menggoda, sehingga empati dan belas kasihan tidak ada pada mereka. Pekerja media pun yang meliput dan mewancarai masalah kekerasan seksual sering tergelincir dengan pertanyaan bahwa seolah-olah korban adalah penggoda yang menjadinya kekerasan seksual atau punya motif pemerasan. Bahkan banyak kasus kekerasan seksual yang masuk pengadilan mendapat hukuman yang sangat ringan sekali, tidak sepadan dengan trauma kejiwaan yang ditanggung korban. Itu sebabnya banyak korban kekerasan seksual memutuskan mendiamkan kasus ini karena malu yang harus ditanggung dan perlakuan yang tidak memadai yang diterima ketika kasus ini harus muncul di publik. Bahkan ketika bertemu dengan aparat, justru korban mendapat kerepotan yang harus berurusan dengan birokrasi dan waktu yang panjang dan melelahkan. Para aparat pun kadang punya konsep bahwa hubungan seks itu terjadi pasti karena kesalahan perempuan sebagai penggoda. Ini yang menjadi ironi dalam pemahaman kebanyakan aparat di Indonesia. Adanya Mitos Seks: Mengapa ada pemimpin yang punya reputasi terhormat tega melakukan kekerasan seksual, padahal punya kedudukan yang baik dalam organisasi atau masyarakat? Carole Sheffield mengidentifikasi sebagai adanya mitos maskulinitas yang ada pada diri pria. Tentu ini disebabkan faktor mitos yang ada pada sebuah masyarakat dan sangat rumit untuk dijelaskan. Misalnya, ada anggapan bahwa perempuan memang ingin diperkosa, wanitalah yang mulai menggoda baik dengan penampilan ataupun kata-kata, dan ketika wanita bilang "tidak", sebenarnya dia bermaksud bilang "ya". Mitos ini hidup di mana pengajaran tentang penghargaan soal wanita sangat minim dalam konteks tertentu. Soal mitos memukul istri, ada yang berpikir memang wanita itu layak dipukuli supaya dengan tamparan di mulutnya maka cerewetnya hilang, atau tendangan di pantatnya membuat pikiran dan hatinya menjadi lurus. Jadi kemarahan suami adalah hal yang wajar agar jangan dibilang tidak memiliki wibawa menjadi pemimpin. Soal mitos pelecehan seksual maka ada anggapan wanita itu memang ingin dipegang atau diraba, karena memang dia menggoda baik dengan pakaiannya yang merangsang dan melakukan hal-hal yang membuat laki-laki merasa memang wanita yang memintanya. Mitos maskulinitas inilah yang hidup dalam banyak pria, bahkan ada juga yang melakukan kekerasan seksual tanpa motif seks, yaitu hanya soal kesenangan, perasaan unggul dan ada juga faktor disorientasi seksual juga. 2/3 Teror Seksual Pemimpin Rohani Written by Daniel Ronda Saturday, 29 March 2014 01:13 - Last Updated Wednesday, 29 October 2014 00:23 Walaupun ini tidak mudah dijelaskan, namun tidak ada jalan lain pemimpin harus belajar menghargai dirinya dan tidak memercayai mitos seks yang beredar selama ini. Pemimpin yang baik harus belajar dan dibekali dengan pelajaran tentang studi perempuan (gender), agar tidak tergelincir kepada mitos maskulinitas. Apalagi kekuasaan akan memperkuat mitos maskulinitas itu sehingga tidak heran banyak pemimpin tergelincir melakukan teror seksual. Apalagi pemimpin rohani, ia justru harus membuktikan diri menjadi teladan dalam kata dan perbuatan dan tidak melakukan perbuatan tercela. Hormati perempuan! (tulisan ulang ini terinspirasi dari Carole J. Sheffield, "Talking to America About Sexual Terrorism"). 3/3