BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak Katarak berasal dari bahasa Yunani, Katarrhakies yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama, kecuali pada katarak karena trauma dan kongenital. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abuabu. Kekeruhan lensa ditemukan pada berbagai lokalisasi pada lensa seperti korteks dan nukleus. Katarak umumnya adalah penyakit umur lanjut, akan tetapi dapat juga terjadi akibat kelainan kongenital, atau penyakit penyulit mata lokal menahun. Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit okular lainnya. Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus dapat menimbulkan katarak (Ilyas, 2012). Katarak memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh orang awam sampai menjadi cukup padat dan menimbulkan kebutaan. Namun katarak pada stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar, dan slitlamp (Vaughan, 2000). 2.2 Patofisiologi Katarak Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan 7 kalsium meningkat, namun kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Pada lensa yang mengalami katarak, tidak ditemukan glutation (Vaughan, 2000). Perkembangan katarak meningkat pada pasien diabetes mellitus. Meningkatnya kasus dibetes sejalan dengan meningkatnya kejadian katarak. Enzim aldose reduktase berperan mengubah glukosa menjadi sorbitol. Akumulasi sorbitol intraseluler menyebabkan perubahan osmotik yang mengakibatkan serat lensa menurun. Peningkatan akumulasi sorbitol menciptakan efek hiperosmotik dan akhirnya membentuk kekeruhan lensa. Selanjutnya kadar glukosa meningkat di dalam humor aquos yang menyebabkan glikasi lensa sehingga terjadi kerusakan pada lensa (Illyas, 2012). Pada katarak traumatik, terjadi pembengkakan lensa akibat trauma tumpul maupun tajam. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus maupun korpus vitreum masuk ke dalam struktur lensa. Mata menjadi merah, dan mungkin terjadi perdarahan intraokular (Vaughan, 2000). 2.3 Gejala dan Tanda Katarak Katarak terkadang tidak menimbulkan rasa sakit tetapi mengganggu penglihatan, seperti penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap tanpa rasa sakit pada umur tua. Seseorang yang menderita katarak akan mengalami kesulitan untuk membaca dan kehilangan persepsi warna karena pada saat melihat tulisan akan terlihat warna yang cenderung kuning. Salah satu keluhan dini pada katarak adalah silau. Hal ini terjadi karena berkurangnya refleks terhadap cahaya yang disebabkan oleh opasitas lensa. Warna pupil keruh (putih susu) karena opasitas lensa. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai kekeruhan cukup padat, yaitu pada stadium matur dan hipermatur yang menyebabkan kebutaan. Secara klinis tingkatan katarak ditentukan oleh tajam penglihatan dengan asumsi tidak ada penyakit lain. Selain pemeriksaan tajam penglihatan juga dilakukan pemeriksaan dengan oftalmoskop, lup, atau lampu celah (slitlamp) dengan pupil yang dilebarkan. Tajam penglihatan umumnya turun secara langsung sebanding dengan kepadatan katarak (Vaughan, 2000). 2.4 Teori Henrik L. Blum Menurut Blum, status kesehatan seseorang atau masyarakat merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal manusia.Secara garis besar status kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetik. Faktor lingkungan mempengaruhi sebanyak 45 persen, faktor perilaku 30 persen, faktor pelayanan kesehatan 20 persen, dan faktor genetik hanya berpengaruh 5 persen terhadap status kesehatan (Hapsari, 2009): 1.4.1 Lingkungan Lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan yang terbesar terhadap derajat kesehatan masyarakat dan kemudian diikuti perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan umumnya digolongkan menjadi dua kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan social. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya air, udara, tanah, iklim. Dalam penelitian ini, aspek lingkungan lebih ditekankan pada paparan sinar matahari langsung. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, kepercayaan, pendidikan dan ekonomi. Faktor lingkungan yang dikaji dalam penelitian ini menekankan pada pekerjaan dan trauma pada mata sebagai faktor risiko katarak. 1. Pekerjaan Pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan paparan sinar ultraviolet. Pekerjaan di luar gedung akan lebih sering terpajan sinar ultraviolet langsung daripada pekerja di dalam gedung. Sinar ultraviolet akan diserap oleh protein lensa sehingga merusak struktur protein lensa, selanjutnya menyebabkan kekeruhan pada lensa. Penelitian oleh Ulandari, (2012) dimana hasil uji statistik pada analisis multivariat menunjukkan nilai OR=13; 95%CI=1,71-113,25, ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan di luar gedung dengan kejadian katarak, maka dapat disimpulkan bahwa pekerjaan di luar gedung merupakan faktor risiko untuk terjadinya katarak. Terdapat hubungan yang kuat antara pekerjaan yang terpapar sinar matahari langsung pada responden umur 20-29 tahun dengan katarak dengan nilai OR=5,9: 95%CI=2,1-17,1 (Sinha, dkk.,2009). Penelitian Tana L, (2009) melaporkan pajanan sinar matahari langsung pada pekerjaan diluar gedung lebih tiggi 1,3 kali dibanding pekerjaan di dalam gedung. Terkait dengan faktor pajanan kronis terhadap sinar matahari terdapat jenis pekerjaan yang berisiko terpajan sinar matahari seperti petani dan nelayan. 2. Trauma Pada Mata Trauma atau cedera pada mata mengakibatkan terjadinya erosi epitel pada lensa. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa mencembung. Penderita lebih banyak berasal dari pekerja industri yang tidak menggunakan alat pelindung pada mata (Vaughan, 2000). Katarak traumatik dapat terjadi setelah terjadi trauma pada mata, biasanya terjadi pada pekerja lapangan umur produktif (Sharma, dkk., 2016). Rasyid, dkk., (2010) dalam penelitiannya menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara trauma pada mata dengan kejadian katarak. Katarak terjadi akibat adanya kecelakaan yang mengenai mata dan dapat terjadi pada semua umur, dapat berupa pukulan keras, tembus, menyayat, dan bahan kimia. 2.4.2 Perilaku Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan, kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manumur itu sendiri, di samping itu dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan, ekonomi dan perilaku lain yang melekat pada diri manusia. Faktor perilaku yang dikaji dalam penelitian ini menekankan pada perilaku yang berpengaruh terhadap kesehatan, khususnya kesehatan mata yaitu perilaku merokok, dan tidak mengkonsumsi sayur/buah setiap hari. 1. Perilaku merokok Perilaku merokok berkaitan dengan terpaparnya mata dengan asap rokok secara terus menerus. Asap rokok mengandung radikal bebas yang dapat merusak protein dan lipid membran sel pada korteks lensa. Penelitian Pratiwi, (2011) menunjukkan kebiasaan merokok merupakan faktor risiko katarak OR=2,6. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Pujianto (2004), dalam penelitiannya menyatakan bahwa merokok memiliki risiko untuk terjadi katarak sebesar 5,8 kali lebih besar dibanding tidak merokok. 2. Tidak mengkonsumsi sayur/buah setiap hari Sayur/buah banyak mengandung antioksidan. Antioksidan mampu menangkal atau meredam dampak negatif radikal bebas dalam tubuh. Antioksidan banyak ditemukan di dalam lensa dan berfungsi untuk menjaga transparansi lensa. Peningkatan kematangan katarak terjadi karena penurunan kadar antioksidan pada lensa. Beberapa antioksidan dapat diperoleh dari makanan maupun sediaan suplemen makanan antara lain vitamin C, vitamin E, karotenoid, dan flavonoid. Dalam penelitian Rustama, (2014) terdapat hubungan kadar antioksidan dengan kekeruhan lensa yang bermakna secara statistik. Penurunan aktivitas antioksidan merusak keseimbangan redoks lensa yang mengarah pada pembentukan katarak. Pemberian antioksidan dapat memberi proteksi jangka panjang terhadap katarak serta dapat memperlambat progresivitas katarak. 2.4.3 Keturunan (Genetik) Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manumur yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes mellitus. Faktor keturunan yang dikaji dalam penelitian ini menekankan pada umur dan riwayat penyakit DM. 1. Umur Katarak pada umumnya terjadi karena proses penuaan. Besarnya jumlah penderita katarak berbanding lurus dengan jumlah penduduk umur lanjut. Proses penuaan menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh, biasanya terjadi pada umur diatas 50 tahun (Illyas, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Arimbi, (2012) pada responden kategori umur 55-64 tahun berisiko menderita katarak 5,6 kali dibandingkan pada kategori kelompok umur 30-44 tahun dengan 95%CI = 1,8-17,3. Pada penelitian Pujianto, (2004) umur ≥60 tahun merupakan variabel yang paling berpengaruh untuk terjadinya katarak, risiko katarak mencapai 9 kali dibanding umur < 66 tahun. 2. Riwayat Diabetes Mellitus (DM) Pada Keluarga Meningkatnya kasus DM sejalan dengan meningkatnya kejadian katarak. Peningkatan akumulasi sorbitol menciptakan efek hiperosmotik dan akhirnya membentuk kekeruhan lensa. Penelitian oleh Arimbi, (2012) pada hasil tabulasi silang diperoleh OR = 4,9 dengan 95%CI (2,09-11,9) menunjukkan responden pada kategori penderita DM mempunyai risiko untuk menderita katarak sebanyak 4,9 kali dibanding dengan responden kategori tidak DM. Penelitian Fauzi, (2014) pada analisis bivariat menunjukkan penderita DM mempunyai risiko untuk menderita katarak sebanyak 3,7 kali. 2.4.4 Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan terhadap kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan.