POTENSI BAYAM DURI Amaranthus spinosus L. SEBAGAI TANAMAN HIPERAKUMULATOR ION LOGAM TEMBAGA Cu2+ Rahmi Mukhlisah Syahril*, Nursiah La Nafie, Syarifuddin Liong Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Hasanuddin Kampus Tamalanrea, Makassar, 90245 *Email: [email protected] Abstrak. Limbah Cu yang bersumber dari aktivitas industri memiliki sifat toksik dalam tubuh yang menyerang organ hati, otot dan tulang. Pengolahan limbah Cu dapat dilakukan dengan teknik fitoremediasi menggunakan tanaman bayam duri. Kandungan protein dalam bayam duri yang mengandung gugus polar amina (-NH2), gugus karboksil (-COOH), juga gugus sulfidril (-SH) dapat mengikat logam berat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan bayam duri mengakumulasi logam Cu dan mekanisme fitoremediasi yang digunakan. Dalam penelitian ini dilakukan secara duplo dan satu tanaman kontrol dengan menggunakan variasi waktu panen 2, 4, 6 dan 8 minggu. Konsentrasi logam Cu pada jaringan tanaman dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom (SSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi penyerapan logam terbesar pada pekan kedua yaitu 259,65 mg/kg. Nilai faktor biokonsentrasi < 1 dan faktor translokasi > 1. Berdasarkan data ini bayam duri memiliki mekanisme fitoremediasi yaitu fitoekstraksi. Kata Kunci: tembaga, bayam duri, fitoremediasi, hiperakumulator Abstract. The waste of Cu sourced from industrial activities have toxic properties in the body that attacks the liver, muscle and bone. Waste treatment Cu can be done by using phytoremediation using spinach plants thorns. Protein content in spinach thorns polar group-containing amine (-NH2), carboxyl group (-COOH), also sulfhydryl groups (-SH) can bind heavy metals. The purpose of this study was to determine the ability to accumulate Cu thorn spinach and phytoremediation mechanisms are used. In this study, done in duplicate and the control plants using harvest time variation 2, 4, 6 and 8 weeks. The concentration of Cu in the plant tissue was analyzed using atomic absorption spectrophotometry (AAS). The results showed that the biggest concentration of the metal absorption in the second week is 259,65 mg/kg. Spinach thorns have bioconcentration factor values < 1 and factor translocation factor > 1. Based on these data spinach spines have phytoremediation mechanism that phytoextraction Keywords: copper, spinach thorns, phytoremediation, hyperaccumulator Pendahuluan Penggunaan logam berat dan bahan organik secara intensif di dalam industri maupun dalam aktivitas rumah tangga telah menimbulkan pencemaran, baik di tanah maupun perairan. Pencemaran yang disebabkan oleh logam berat memberikan dampak negatif untuk makhluk hidup, baik dari sifat toksik maupun karsinogeniknya (Hardiani, 2009). Beberapa logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan adalah merkuri (Hg), timbal/timah hitam (Pb), arsen (As), tembaga (Cu), kadmium (Cd), krom (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat masuk ke dalam tubuh organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun (Fardiaz, 2008). Salah satu logam berat adalah logam Cu, dimana Cu merupakan salah satu unsur hara mikro yang bersifat esensial (Yanti dkk, 2013). Menurut Mengel dan Kirkby (2001) dalam Wahyudi (2011), unsur Cu sebagai logam berat yang mencemari tanah bila ketersediaannya dalam tanah lebih besar dari 100 ppm, sedangkan pada tanaman lebih dari 20 ppm. Salah satu cara yang telah digunakan untuk mengatasi permasalahan pencemaran logam berat dalam tanah, diantaranya fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan teknik pemulihan tanah yang terkontaminasi logam berat dengan menggunakan tanaman, dimana tanaman sebagai alat untuk menyerap logam berat dari dalam tanah (Wahyudi, 2011). Tanaman yang berpotensi untuk fitoremediasi adalah tanaman yang termasuk spesies hiperakumulator. Spesies hiperakumulator adalah spesies tanaman yang mampu mengakumulasi logam berat 100 kali lipat dibandingkan tanaman pada umumnya (Hardiani, 2009). fitoremediasi ini berjalan secara alami dengan enam tahapan proses yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/pencemar disekitarnya (Pivetz, 2001): 1. Fitoekstraksi yaitu tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan dan selanjutnya ditranslokasi ke dalam organ tumbuhan. Proses ini adalah cocok digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik. 2. Rizofiltrasi adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar melalui sistem hidroponik, dimana kontaminan dalam air akan diabsorpsi oleh akar sehingga jenuh terhadap kontaminan. 3. Fitostabilisasi, yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. Proses ini akan mengurangi mobilisasi kontaminan. 4. Rizodegdradasi yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada di sekitar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi atau bakteri. 5. Fitodegdradasi yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang memiliki molekul kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul yang lebih sederhana, yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. 6. Fitovolatilisasi yaitu terjadi penarikan dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam tanah sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya diuapkan ke atmosfir. Teknik ini lebih tepat untuk fitoremediasi senyawasenyawa organik yang pada umumnya bersifat volatil. Kunci keberhasilan dari teknik ini adalah untuk menemukan tanaman hiperakumulator yang dapat mengakumulasi logam berat dalam jumlah yang tinggi, misalnya 100 mg/kg untuk Cd dalam tunas tanaman, lebih dari 1000 mg/kg untuk As, Pb, Cu, Ni, dan Co, sedangkan 10.000 mg/kg untuk Zn dan Mn. Meskipun lebih dari 400 hiperakumulator yang telah ditemukan di seluruh dunia, sejauh ini sebagian besar spesies tersebut ditemukan terbatas pada daerah tropis dan subtropis (Zhang dkk., 2011). Tanaman bayam duri Amaranthus spinosus L. telah dimanfaatkan sebagai adsorben karena mengandung protein yang memiliki gugus amina (-NH2). Selain itu juga adanya gugus karboksil (-COOH), juga gugus sulfidril (-SH) dalam bayam duri. Disamping itu, dalam jaringan tanaman terdapat dinding sel yang tersusun atas selulosa, lignin yang mengandung gugus hidroksil (-OH). Gugusgugus polar ini mampu mengikat logam berat (Mohamad, 2011). Menurut Mohamad (2011), ketika tanaman terkena kontaminasi logam berat, tanaman ini akan menghasilkan fitokhelatin yang membantu untuk memfasilitasi penyerapan logam. Menurut Cobbet (2000), fitokhelatin (GSH) dalam tumbuhan membentuk kompleks dengan logam berat dan berfungsi sebagai detoksifikan tumbuhan dari logam berat. Gambar 1. Struktur Fitokhelatin (Muliadi, 2010). Bahan dan Metode Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom, alat-alat gelas laboratorium, pemanas, desikator, lumpang, jergen, neraca analitik, oven, spektrofotometer serapan atom (SSA) Buck scientific 205. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bayam duri, tanah, pupuk urea, Cu(NO3)2, HNO3 6 N, HCl, akuabides, NaOH, H2O2 30%, kertas saring, kertas pH universal. Prosedur Penelitian 1. Penyiapan Media Tanah Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari perkebunan sayur-sayuran. Tanah tersebut dibersihkan dari batuan dan akar-akaran yang ada. Kemudian sampel tanah dianalisis kandungan logam Cu, N, P, K, bahan organik dan kesuburan tanahnya. Kemudian kontaminan logam Cu ditambahkan ke dalam tanah jika konsentrasi Cu masih kurang. Tanah kemudian dibiarkan selama dua minggu sambil diaduk dan diangin-anginkan. Penumbuhan dan Pemeliharaan 80 °C selama ± 24 jam, kemudian Tanaman Bayam Duri pada disimpan dalam desikator selama 20 Media Penelitian menit dan ditimbang kembali untuk Bibit tanaman bayam duri mendapatkan berat konstan dan dipindahkan dari media pembibitan penentuan kadar air. (Seeding Tray) ke baskom (media Kemudian masing-masing 0,5 penelitian). Bibit tanaman bayam gram bagian akar, batang dan daun duri sebanyak 4 bibit ditanam pada dari tanaman bayam duri ditimbang, tanah dalam baskom (media lalu ditambahkan HNO3 6 N dan H2penelitian) yang telah dicemari O2 30% masing-masing sebanyak 5 logam Cu dan 4 bibit bayam ditanam mL. Setelah itu bagian akar, batang dalam baskom dengan tanah yang dan daun dipanaskan sehingga tidak dicemari logam Cu sebagai semua bagian tanaman larut kontrol. Dilakukan secara duplo. sempurna, diuapkan sampai hampir Selanjutnya tanaman bayam kering, ditambahkan akuabides, dipelihara dengan cara menyiram kemudian disaring, diatur pH hingga tanaman dengan air dan menyiangi pH 2 dan ditambahkan akuabides tanaman yang mengganggu (gulma) hingga volume 50 mL. Konsentrasi setiap hari. logam Cu pada bagian akar, batang 3. Analisis Kandungan Logam Cu dan daun diukur dengan Pada Akar, Batang dan Daun menggunakan SSA. Tanaman Bayam Duri Panen dilakukan empat kali Hasil dan Pembahasan untuk pengamatan dua minggu Pada penelitian ini dilakukan sekali, masing-masing sebanyak analisis tanah sebagai tahap satu individu dari media penelitian pendahuluan untuk mengetahui sifat dan satu individu dari media kontrol kimia dan fisika tanah yang meliputi pada setiap sampling. Sampel nilai N, P, K tanah, pH, KTK tanaman bayam duri dicuci bersih, (Kapasitas Tukar Kation) dan dan masing-masing individu kandungan bahan organik dalam dipisahkan antara bagian akar, tanah. Parameter tersebut batang dan daun. Tiap bagian mempengaruhi tingkat kesuburan individu dari sampel tanaman bayam tanah. Konsentrasi ion logam Cu2+ duri diletakkan dalam wadah yang dalam tanah juga dianalisis untuk sudah diketahui bobot kosongnya, mengetahui konsentrasi awal kemudian ditimbang untuk sebelum penambahan logam Cu. memperoleh berat basah. Selanjutnya Hasil analisis pendahuluan dari tanah masing-masing bagian sampel dapat dilihat pada Tabel 1. dikeringkan dalam oven pada suhu Tabel 1. Parameter Penilaian Hasil Analisis Tanah Nilai Parameter Sangat Sangat Hasil Rendah Sedang Tinggi rendah Tinggi Penelitian KTK (me/100 g) <5 5-16 17-24 25-40 >40 13,32 C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5 4,03 N (%) <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-0,57 >0,75 0,14 P2O5 (ppm) <5 5-10 11-15 16-20 >20 16,3 K (me/100 g) <0,1 0,1-0,3 0,4-0,5 0,6-1,0 >1 0,33 2. Berdasarkan Tabel 1, tingkat ditanami bayam, menurut kesuburan tanah yang digunakan Hadisoeganda (1996), pH pada pada penelitian ini masih terbilang kisaran 6-7 merupakan tingkat kurang karena kurangnya kandungan keasaman yang cocok untuk nitrogen di dalam tanah. Nilai pertumbuhan bayam. kandungan N dalam tanah termasuk Adapun konsentrasi ion 2+ kategori rendah yaitu 0,14%, logam Cu dalam tanah yaitu menurut Nurmegawati dkk (2014), sebesar 32,83 ppm. Pada penelitian kekurangan kandungan N dalam ini pengamatan dilakukan sebanyak tanah akan menghentikan proses empat kali panen dengan jarak panen pertumbuhan dan reproduksi dua minggu. Hal ini memberikan tanaman. Maka pada penelitian ini pengamatan untuk akumulasi ion dibutuhkan asupan nitrogen dari luar, logam Cu2+ terhadap variasi waktu yaitu dengan penambahan pupuk panen. Hasil akumulasi logam Cu urea. oleh bayam duri setelah dikurangi Tanah yang digunakan pada kontrol dapat dilihat pada Tabel 2. penelitian ini memiliki tingkat keasaman yang cukup baik untuk Tabel 2. Hasil Akumulasi ion logam Cu2+ oleh Bayam Duri Sampel Morfologi Waktu Panen (Minggu) 2 (mg/kg) 4 (mg/kg) 6 (mg/kg) 8 (mg/kg) Akar 62,34 8,74 7,99 3,99 Batang 25,98 9,12 7,98 0,99 Daun 22,56 11,08 9,99 5,92 110,88 28,94 25,96 10,90 Akar 174,33 0,54 0,08 0,97 Batang 49,02 0,26 1,01 1,12 Daun 8,56 0,58 0,48 2,02 231,91 1,38 1,57 4,11 Akar 208,75 - 1,26 1,96 Batang 65,38 - 0,09 3,99 Daun 13,26 10.33 1,97 2,07 Total 287,38 10,33 3,33 8,02 Rata-Rata 259,65 10,33 2,45 6,07 Kontrol Total Tanaman 1 (Cu) Total Tanaman 2 (Cu) 350 300 250 Konsentrasi (mg/kg) 200 Tanaman 1 150 Tanaman 2 100 Rata-rata 50 0 0 5 10 Waktu Panen Gambar 1. Grafik Hubungan antara Waktu dan Konsentrasi Ion Logam Cu2+ Hasil analisis untuk tanaman pada media tidak terkontaminasi menunjukkan terjadi fluktuatif penurunan konsentrasi ion logam Cu2+, sedangkan untuk tanaman pada media terkontaminasi mengalami penurunan konsentrasi ion logam Cu2+ pada minggu keempat dan mengalami kenaikan konsentrasi ion logam Cu2+ pada minggu kedelapan. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa tanaman bayam duri dapat menarik ion logam Cu2+ rata-rata terbesar pada minggu kedua yaitu 259,65 mg/kg, dan untuk minggu berikutnya mengalami penurunan konsentrasi penarikan ion logam Cu2+, yaitu minggu keempat sebesar 10,33 mg/kg dan minggu keenam sebesar 2,45 mg/kg. Pada minggu kedelapan mengalami kenaikan namun tidak begitu signifikan yaitu 6,07 mg/kg. Berdasarkan hasil data di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi ion logam Cu2+ yang dapat ditarik tidak berbanding lurus dengan waktu penanaman. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor jarak waktu panen yang terlalu lama. Semakin lama waktu kontak tanaman bayam duri dengan ion logam Cu2+ dalam media tanam menyebabkan semakin jenuhnya ion Cu2+ untuk berikatan pada adsorben dalam jaringan tumbuhan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sakakibara dkk (2014), dimana konsentrasi ion logam Cu2+ pada tanaman genjer mengalami penurunan pada hari ke15, diduga karena terjadi proses desorpsi. Menurut Huda (2012), desorpsi merupakan proses kebalikan dari adsorpsi, dimana terjadi proses pelepasan kembali spesi-spesi yang telah berikatan dengan sisi aktif permukaan adsorben. Pada proses desorpsi terjadi regenerasi adsorben sehingga dapat digunakan kembali. Pada setiap kali panen, tanaman menunjukkan adanya perkembangan dan pertumbuhan yang baik, namun terlihat pengaruh logam terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan tinggi tanaman pada tanaman media kontrol dan tanaman media terkontaminasi. Pertambahan tinggi tanaman terjadi secara fluktuatif. Data tinggi tanaman setiap panen dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tinggi Tanaman Bayam Duri Waktu Tinggi Panen Sampel (cm) (minggu) Kontrol 31 2 Tanaman 1 25 Tanaman 2 25 Kontrol 53 4 Tanaman 1 45 Tanaman 2 25 Kontrol 63 6 Tanaman 1 57 Tanaman 2 55 Kontrol 71 8 Tanaman 1 66 Tanaman 2 62 Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman pada media tidak terkontaminasi lebih tinggi daripada tanaman pada media terkontaminasi. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh banyaknya konsentrasi ion logam Cu2+ dalam tanah yang terkontaminasi. Menurut Hardiani (2009), kadar ion logam Cu2+ yang berlebih dalam media tanam dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Menurut Sakakibara (2014), akumulasi tembaga pada daun dapat menganggu keberadaan Fe dan Mg. Unsur Fe dan Mg berfungsi dalam proses pembentukan pigmen fotosintesis. Adanya perbedaan pertumbuhan tanaman juga dapat dilihat dari biomassa tanaman yang dihasilkan. Biomassa tanaman bayam duri yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Biomassa Tanaman Bayam Duri Sampel Waktu Panen (Minggu) 2 (g) 4 (g) 6 (g) 8 (g) Kontrol 1,7 7,95 8,52 8,48 Tanaman 1 1,29 6,09 11,09 9,08 Tanaman 2 0,72 1,42 6,3 11,74 Menurut Keller (2005) dalam Hardiani (2009) menyatakan bahwa tanaman dapat mengakumulasi logam dalam jumlah yang besar tetapi pertumbuhannya sangat lambat atau biomassa tanaman rendah. Menurut Bayu dkk (2010) menyatakan bahwa kejenuhan juga dapat dilihat dari adanya pertambahan biomassa seiring lamanya waktu tanam. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi logam yang diserap terhadap biomassa tanaman yang dihasilkan. Menurut Liong dkk (2010) penyerapan logam pada jaringan tumbuhan dapat diduga karena faktor kelarutan logam dalam air. Kadar air rata-rata yang diserap oleh tanaman dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar Air Rata-Rata Pada Akar, Batang, dan Daun Bayam Duri Morfologi Kadar air (%) Akar 81,88 Batang 86,08 Daun 80,69 Data di atas menunjukkan bahwa kadar air terbesar pada batang yaitu 86,08%. Kadar air yang dihasilkan dalam penelitian tidak terlalu jauh perbedaannya sehingga dapat dikatakan bahwa distribusi logam dalam jaringan tanaman dapat berjalan dengan baik dari akar menuju daun karena adanya penyerapan air yang membantu proses distribusi logam. Distribusi ion logam Cu2+ pada akar, batang dan daun dapat dilihat pada Gambar 2, 3, dan 4. 100 Konsentrasi (mg/kg) Akar 50 Batang Daun 0 2 4 6 8 Waktu Panen (minggu) Gambar 2. Diagram Distribusi Ion Logam Cu2+ pada Tanaman Kontrol Konsentrasi (mg/kg) 200 150 Akar 100 Batang Daun 50 0 2 4 6 Waktu Panen (minggu) 8 Gambar 3. Diagram Distribusi Ion Logam Cu2+ pada Tanaman 1 Konsentrasi (mg/Kg) 250 200 150 Akar 100 Batang Daun 50 0 2 4 6 8 Waktu Panen (minggu) Gambar 4. Diagram Distribusi Ion Logam Cu2+ pada Tanaman 2 Gambar 2 menunjukkan distribusi ion logam Cu2+ pada bayam duri untuk tanaman kontrol yang paling banyak pada akar untuk minggu kedua dan paling banyak pada daun untuk minggu keempat, keenam dan kedelapan. Gambar 3 dan 4 menunjukkan distribusi ion logam Cu2+ pada tanaman media terkontaminasi dimana ion logam Cu2+ banyak terakumulasi pada akar untuk minggu kedua sedangkan minggu keempat, keenam dan kedelapan paling banyak di daun. Kemampuan tanaman dalam mendistribusikan logam ke seluruh bagian tanaman dipengaruhi oleh jaringan pengangkut tanaman yaitu xylem dan floem. Pemindahan logam Cu ke dalam organ pada tumbuhan sangat tergantung pada protein yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut (Widoretno, 2003). Tumbuhan merespon logam berat menggunakan sistem pertahanan dengan mensintesis protein pengikat seperti fitokhelatin (PC) (Mejare dan Bulow, 2001). Menurut Salisbury dan Ross (1995) dalam Haryati dkk (2012) bila bertemu dengan logam Cu, fitokhelatin akan membentuk ikatan sulfida di ujung belerang pada sistein dan membentuk senyawa kompleks, sehingga Cu dan logam berat lainnya akan terbawa menuju jaringan tumbuhan. O O HS H CH2 C C NH O H N O O C OH O C H (CH2)2 C O OH + Cu2+ HO C NH C HC HS C O HO C O H H H2 (CH2)2C N C C C S H NH O H2 H2N C C H2 C NH2 O C H N CH H2C S CH2 S O H H CH2 C C N NH Cu C OH C H C O O H2 H HC N C C NH2 S CH2 Gambar 11. Reaksi antara Fitokhelatin dengan Logam Cu Kemampuan tanaman dalam mentranslokasikan logam juga dapat diukur dari nilai BCF dan TF. Faktor biokonsentrasi (BCF) didefinisikan sebagai rasio antara konsentrasi logam di akar dengan konsentrasi logam dalam tanah. Kemampuan tanaman untuk memindahkan logam dari akar ke daun diukur dengan faktor translokasi (TF) yaitu rasio antara konsentrasi logam dalam daun dengan konsentrasi logam dalam akar (Yoon, 2006). Konsentrasi Logam di akar BCF =Konsentrasi Logam di Tanah Konsentrasi Logam di Daun TF = Konsentrasi Logam di Akar Nilai BCF dan TF dapat diperoleh dari data konsentrasi ion logam Cu2+ pada akar, daun, dan tanah, seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data Konsentrasi Ion Logam Cu2+ pada Akar, Daun, dan Tanah Konsentrasi Ion Logam Waktu Panen Cu2+ (mg/kg) (minggu) Akar Daun Tanah 2 191,38 10,91 54,83 4 0,54 0,58 54,83 6 0,67 1,23 54,83 8 1,47 2,05 54,83 Adapun nilai BCF dan TF dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai BCF dan TF Waktu Panen BCF TF (minggu) 2 3,49 0,06 4 0,01 1,07 6 0,01 1,84 8 0,03 1,39 O (CH2)2 C OH Menurut Liong dkk (2010), nilai BCF lebih dari satu dan nilai TF kurang dari satu memiliki mekanisme jenis fitostabilisasi. Sebaliknya nilai BCF kurang dari satu dan nilai TF lebih dari satu memiliki jenis fitoremediasi fitoekstraksi. Pada penelitian ini tanaman bayam duri melakukan mekanisme fitoekstraksi. Fitoekstraksi yaitu mekanisme fitoremediasi dimana tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan. Akar tumbuhan menyerap polutan dan selanjutnya ditranslokasi ke dalam jaringan tumbuhan lainnya. Proses ini adalah cocok digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik (pivetz, 2001). Pada penelitian ini, tanaman bayam duri mampu mengakumulasi ion logam Cu2+ sebesar 259,65 mg/kg. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman bayam duri memiliki potensi sebagai tanaman akumulator logam Cu2+, namun tidak termasuk jenis tanaman hiperakumulator logam, karena konsentrasi penyerapan ion logam Cu2+ oleh bayam duri kurang dari 1000 mg/kg. Menurut Zhang dkk (2011), tanaman yang dikategorikan sebagai tanaman hiperakumulator untuk logam Cu adalah tanaman yang mampu mengakumulasi logam Cu lebih besar dari 1000 mg/kg. Kesimpulan Kesimpulan pada adalah: penelitian ini 1. Akumulasi ion logam Cu2+ pada tanaman bayam duri terbesar pada minggu kedua yaitu sebesar 259,65 mg/kg 2. Tanaman bayam duri tidak memiliki potensi sebagai tanaman hiperakumulator ion logam Cu2+ 3. Teknik fitoremediasi yang digunakan oleh bayam duri adalah fitoekstraksi Referensi Balai Penelitian Tanah, 2005, Pentunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Bayu, Made. I., Roosmini, D., dan Tjahaja, P. I., 2010, Akumulasi Logam Kobalt Dari Tanah Andosol Menggunakan Sawi India (Brassica juncea), Program Studi Teknik Lingkungan, ITB, Bandung. Fardiaz, S., 2008, Polusi Air dan Udara, Kanisius, Yogjakarta. Hadisoeganda. A.W.W., 1996, Bayam Sayuran Penyangga Petani Di Indonesia, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung. Hardiani, H., 2009, Potensi Tanaman Dalam Mengakumulasi Logam Cu Pada Media Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas, Biosains, 44(1): 27-40. Haryati, M., T. Purnomo, dan S. Kuntjoro. 2012. Kemampuan Tanaman Genjer (Limnocharis Flava (L.) Buch.) Menyerap Logam Berat Timbal (Pb) Limbah Cair Kertas pada Biomassa dan Waktu Pemaparan yang Berbeda, LenteraBio, 1(3):131–138. Huda, 2012, Adsorpsi-Desorpsi Senyawa Paraquat Diklorida dengan Silika Gel dari Limbah Ampas Tebu (Saccharum officinarum), Skripsi diterbitkan, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogjakarta. Liong, S., Noor, A., Taba, P., dan Abdullah, A., 2010, Studi Fitoakumulasi Pb dalam Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir). Mejare, M., dan Bulow, L., 2001, Metal-Binding proteins and Peptides in Bioremediation and Phytoremediation of Heavy Metals, Trends in Biotechnology, 19(2): 67-72. Muliadi, 2010, Pengaruh Penambahan Glutation Terhadap Bioakumulasi Ion Cd2+ Oleh Fitoplankton Laut Chaetoceros calcitrans dan Tetraselmis chuii, Tesis tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar. Mohamad, E., 2011, Fitoremediasi Logam Berat Kadmium (Cd) Dalam Tanah Dengan Menggunakan Bayam Duri (Amaranthus spinosus L), Jurnal Entropi, 3(1): 562-571. Nurmegawati, Afrizon, dan Sugandi, D., 2014, Kajian Kesuburan Tanah Perkebunan Karet Rakyat Di Provinsi Bengkulu, Jurnal Littiri, 20(1): 17-26 Pivetz, B.E., 2001, Phytoremediation of Contaminated Soil and Ground Water at Hazardous Waste Sites, Technology Support Project: 1-36. Wahyudi, I., 2011, Serapan Tembaga Oleh Tanaman Petsai (Brassica chinensis L.) Akibat Pemberian Tembaga Pada Entisol Sidera, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako. Widoretno, S., 2003, Pengaruh Penambahan Nitray dan Cu Terhadap Konsentrasi Cu dalam Organ Arachis hypogaea, Biosmart, 5(2): 9497. Yanti, Y.A., Indrawati, dan Refilda, 2013, Penentuan Kandungan Unsur Hara Mikro (Zn, Cu, dan Pb) di dalam Kompos yang Dibuat dari Sampah Tanaman Pekarangan dan Aplikasinya pada Tanaman Tomat, Jurnal Kimia Unand, 2(1): 34-40. Yoon, J., Cao, X., Zhao, Q., dan Lena Q.Ma, 2006, Accumulation of Pb, Cu dan Zn in Native Plants Growing On A Contaminated Florida Site, Science Of The Environment, 368: 456-464. Zhang, X., Xia, H., Li, Z., Zuang, P., dan Gao, b., 2011, Identification of a new potential Cdhyperaccumulator Solanum photeinocarpum by soil seed bank-metal concentration gradient method, Journal of Hazardous Materials, 189: 414-41.