Jurnal Entropi, 3(1) - Repository | UNHAS

advertisement
POTENSI BAYAM DURI Amaranthus spinosus L. SEBAGAI TANAMAN
HIPERAKUMULATOR ION LOGAM TEMBAGA Cu2+
Rahmi Mukhlisah Syahril*, Nursiah La Nafie, Syarifuddin Liong
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Hasanuddin
Kampus Tamalanrea, Makassar, 90245
*Email: [email protected]
Abstrak. Limbah Cu yang bersumber dari aktivitas industri memiliki sifat toksik
dalam tubuh yang menyerang organ hati, otot dan tulang. Pengolahan limbah Cu
dapat dilakukan dengan teknik fitoremediasi menggunakan tanaman bayam duri.
Kandungan protein dalam bayam duri yang mengandung gugus polar amina
(-NH2), gugus karboksil (-COOH), juga gugus sulfidril (-SH) dapat mengikat
logam berat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan bayam
duri mengakumulasi logam Cu dan mekanisme fitoremediasi yang digunakan.
Dalam penelitian ini dilakukan secara duplo dan satu tanaman kontrol dengan
menggunakan variasi waktu panen 2, 4, 6 dan 8 minggu. Konsentrasi logam Cu
pada jaringan tanaman dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri serapan
atom (SSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi penyerapan logam
terbesar pada pekan kedua yaitu 259,65 mg/kg. Nilai faktor biokonsentrasi < 1
dan faktor translokasi > 1. Berdasarkan data ini bayam duri memiliki mekanisme
fitoremediasi yaitu fitoekstraksi.
Kata Kunci: tembaga, bayam duri, fitoremediasi, hiperakumulator
Abstract. The waste of Cu sourced from industrial activities have toxic properties
in the body that attacks the liver, muscle and bone. Waste treatment Cu can be
done by using phytoremediation using spinach plants thorns. Protein content in
spinach thorns polar group-containing amine (-NH2), carboxyl group (-COOH),
also sulfhydryl groups (-SH) can bind heavy metals. The purpose of this study was
to determine the ability to accumulate Cu thorn spinach and phytoremediation
mechanisms are used. In this study, done in duplicate and the control plants using
harvest time variation 2, 4, 6 and 8 weeks. The concentration of Cu in the plant
tissue was analyzed using atomic absorption spectrophotometry (AAS). The
results showed that the biggest concentration of the metal absorption in the
second week is 259,65 mg/kg. Spinach thorns have bioconcentration factor values
< 1 and factor translocation factor > 1. Based on these data spinach spines have
phytoremediation mechanism that phytoextraction
Keywords: copper, spinach thorns, phytoremediation, hyperaccumulator
Pendahuluan
Penggunaan logam berat dan
bahan organik secara intensif di
dalam industri maupun dalam
aktivitas
rumah tangga telah
menimbulkan pencemaran, baik di
tanah maupun perairan. Pencemaran
yang disebabkan oleh logam berat
memberikan dampak negatif untuk
makhluk hidup, baik dari sifat toksik
maupun karsinogeniknya (Hardiani,
2009).
Beberapa logam berat yang
berbahaya dan sering mencemari
lingkungan adalah merkuri (Hg),
timbal/timah hitam (Pb), arsen (As),
tembaga (Cu), kadmium (Cd), krom
(Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam
berat tersebut diketahui dapat masuk
ke dalam tubuh organisme, dan tetap
tinggal dalam tubuh dalam jangka
waktu yang lama sebagai racun
(Fardiaz, 2008). Salah satu logam
berat adalah logam Cu, dimana Cu
merupakan salah satu unsur hara
mikro yang bersifat esensial (Yanti
dkk, 2013). Menurut Mengel dan
Kirkby (2001) dalam Wahyudi
(2011), unsur Cu sebagai logam
berat yang mencemari tanah bila
ketersediaannya dalam tanah lebih
besar dari 100 ppm, sedangkan pada
tanaman lebih dari
20 ppm.
Salah satu cara yang telah
digunakan
untuk
mengatasi
permasalahan pencemaran logam
berat dalam tanah, diantaranya
fitoremediasi.
Fitoremediasi
merupakan teknik pemulihan tanah
yang terkontaminasi logam berat
dengan menggunakan tanaman,
dimana tanaman sebagai alat untuk
menyerap logam berat dari dalam
tanah (Wahyudi, 2011). Tanaman
yang berpotensi untuk fitoremediasi
adalah tanaman yang termasuk
spesies hiperakumulator. Spesies
hiperakumulator adalah spesies
tanaman
yang
mampu
mengakumulasi logam berat 100 kali
lipat dibandingkan tanaman pada
umumnya (Hardiani, 2009).
fitoremediasi ini berjalan
secara alami dengan enam tahapan
proses yang dilakukan tumbuhan
terhadap zat kontaminan/pencemar
disekitarnya (Pivetz, 2001):
1. Fitoekstraksi yaitu tumbuhan
menarik zat kontaminan dari
media sehingga berakumulasi di
sekitar akar tumbuhan dan
selanjutnya ditranslokasi ke
dalam organ tumbuhan. Proses
ini adalah cocok digunakan
untuk dekontaminasi zat-zat
anorganik.
2. Rizofiltrasi
adalah
proses
adsorpsi atau pengendapan zat
kontaminan oleh akar untuk
menempel pada akar melalui
sistem
hidroponik,
dimana
kontaminan dalam air akan
diabsorpsi oleh akar sehingga
jenuh terhadap kontaminan.
3. Fitostabilisasi, yaitu penempelan
zat-zat kontaminan tertentu pada
akar sehingga tidak akan
terbawa oleh aliran air dalam
media.
Proses
ini
akan
mengurangi
mobilisasi
kontaminan.
4. Rizodegdradasi yaitu penguraian
zat-zat kontaminan oleh aktivitas
mikroba yang berada di sekitar
tumbuhan. Misalnya ragi, fungi
atau bakteri.
5. Fitodegdradasi yaitu proses yang
dilakukan
tumbuhan
untuk
menguraikan zat kontaminan
yang
memiliki
molekul
kompleks menjadi bahan yang
tidak berbahaya dengan susunan
molekul yang lebih sederhana,
yang dapat berguna bagi
pertumbuhan tumbuhan itu
sendiri.
6. Fitovolatilisasi yaitu terjadi
penarikan dan transpirasi zat
kontaminan oleh tumbuhan
dalam tanah sebagai bahan yang
tidak berbahaya lagi untuk
selanjutnya
diuapkan
ke
atmosfir. Teknik ini lebih tepat
untuk fitoremediasi senyawasenyawa organik yang pada
umumnya bersifat volatil.
Kunci
keberhasilan
dari
teknik ini adalah untuk menemukan
tanaman hiperakumulator yang dapat
mengakumulasi logam berat dalam
jumlah yang tinggi, misalnya 100
mg/kg untuk Cd dalam tunas
tanaman, lebih dari 1000 mg/kg
untuk As, Pb, Cu, Ni, dan Co,
sedangkan 10.000 mg/kg untuk Zn
dan Mn. Meskipun lebih dari 400
hiperakumulator
yang
telah
ditemukan di seluruh dunia, sejauh
ini sebagian besar spesies tersebut
ditemukan terbatas pada daerah
tropis
dan
subtropis
(Zhang dkk., 2011).
Tanaman
bayam
duri
Amaranthus
spinosus
L. telah
dimanfaatkan sebagai adsorben
karena mengandung protein yang
memiliki gugus amina (-NH2). Selain
itu juga adanya gugus karboksil
(-COOH), juga gugus sulfidril (-SH)
dalam bayam duri. Disamping itu,
dalam jaringan tanaman terdapat
dinding sel yang tersusun atas
selulosa, lignin yang mengandung
gugus hidroksil (-OH).
Gugusgugus polar ini mampu mengikat
logam berat (Mohamad, 2011).
Menurut Mohamad (2011),
ketika tanaman terkena kontaminasi
logam berat, tanaman ini akan
menghasilkan fitokhelatin yang
membantu
untuk
memfasilitasi
penyerapan logam. Menurut Cobbet
(2000), fitokhelatin (GSH) dalam
tumbuhan membentuk kompleks
dengan logam berat dan berfungsi
sebagai detoksifikan tumbuhan dari
logam berat.
Gambar 1. Struktur Fitokhelatin
(Muliadi, 2010).
Bahan dan Metode
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah baskom,
alat-alat
gelas
laboratorium,
pemanas, desikator, lumpang, jergen,
neraca
analitik,
oven,
spektrofotometer
serapan
atom
(SSA) Buck scientific 205.
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bibit
bayam duri, tanah, pupuk urea,
Cu(NO3)2, HNO3 6 N, HCl,
akuabides, NaOH, H2O2 30%, kertas
saring, kertas pH universal.
Prosedur Penelitian
1. Penyiapan Media Tanah
Tanah yang digunakan dalam
penelitian
ini
diambil
dari
perkebunan sayur-sayuran. Tanah
tersebut dibersihkan dari batuan dan
akar-akaran yang ada. Kemudian
sampel tanah dianalisis kandungan
logam Cu, N, P, K, bahan organik
dan kesuburan tanahnya. Kemudian
kontaminan logam Cu ditambahkan
ke dalam tanah jika konsentrasi Cu
masih kurang. Tanah kemudian
dibiarkan selama dua minggu sambil
diaduk dan diangin-anginkan.
Penumbuhan dan Pemeliharaan
80 °C selama ± 24 jam, kemudian
Tanaman Bayam Duri pada
disimpan dalam desikator selama 20
Media Penelitian
menit dan ditimbang kembali untuk
Bibit tanaman bayam duri
mendapatkan berat konstan dan
dipindahkan dari media pembibitan
penentuan kadar air.
(Seeding Tray) ke baskom (media
Kemudian masing-masing 0,5
penelitian). Bibit tanaman bayam
gram bagian akar, batang dan daun
duri sebanyak 4 bibit ditanam pada
dari tanaman bayam duri ditimbang,
tanah
dalam
baskom
(media
lalu ditambahkan HNO3 6 N dan H2penelitian) yang telah dicemari
O2 30% masing-masing sebanyak 5
logam Cu dan 4 bibit bayam ditanam
mL. Setelah itu bagian akar, batang
dalam baskom dengan tanah yang
dan daun
dipanaskan sehingga
tidak dicemari logam Cu sebagai
semua
bagian
tanaman
larut
kontrol. Dilakukan secara duplo.
sempurna, diuapkan sampai hampir
Selanjutnya
tanaman
bayam
kering, ditambahkan akuabides,
dipelihara dengan cara menyiram
kemudian disaring, diatur pH hingga
tanaman dengan air dan menyiangi
pH 2 dan ditambahkan akuabides
tanaman yang mengganggu (gulma)
hingga volume 50 mL. Konsentrasi
setiap hari.
logam Cu pada bagian akar, batang
3. Analisis Kandungan Logam Cu
dan
daun
diukur
dengan
Pada Akar, Batang dan Daun
menggunakan SSA.
Tanaman Bayam Duri
Panen dilakukan empat kali
Hasil dan Pembahasan
untuk pengamatan dua minggu
Pada penelitian ini dilakukan
sekali,
masing-masing sebanyak
analisis
tanah
sebagai
tahap
satu individu dari media penelitian
pendahuluan untuk mengetahui sifat
dan satu individu dari media kontrol
kimia dan fisika tanah yang meliputi
pada setiap sampling. Sampel
nilai N, P, K tanah, pH, KTK
tanaman bayam duri dicuci bersih,
(Kapasitas Tukar Kation) dan
dan
masing-masing
individu
kandungan bahan organik dalam
dipisahkan antara bagian akar,
tanah.
Parameter
tersebut
batang dan daun. Tiap bagian
mempengaruhi tingkat kesuburan
individu dari sampel tanaman bayam
tanah. Konsentrasi ion logam Cu2+
duri diletakkan dalam wadah yang
dalam tanah juga dianalisis untuk
sudah diketahui bobot kosongnya,
mengetahui
konsentrasi
awal
kemudian
ditimbang
untuk
sebelum penambahan logam Cu.
memperoleh berat basah. Selanjutnya
Hasil analisis pendahuluan dari tanah
masing-masing
bagian
sampel
dapat dilihat pada Tabel 1.
dikeringkan dalam oven pada suhu
Tabel 1. Parameter Penilaian Hasil Analisis Tanah
Nilai
Parameter
Sangat
Sangat
Hasil
Rendah
Sedang
Tinggi
rendah
Tinggi Penelitian
KTK (me/100 g) <5
5-16
17-24
25-40
>40
13,32
C (%)
<1
1-2
2-3
3-5
>5
4,03
N (%)
<0,1
0,1-0,2
0,21-0,5 0,51-0,57 >0,75
0,14
P2O5 (ppm)
<5
5-10
11-15
16-20
>20
16,3
K (me/100 g)
<0,1
0,1-0,3
0,4-0,5
0,6-1,0
>1
0,33
2.
Berdasarkan Tabel 1, tingkat
ditanami
bayam,
menurut
kesuburan tanah yang digunakan
Hadisoeganda (1996), pH pada
pada penelitian ini masih terbilang
kisaran 6-7 merupakan tingkat
kurang karena kurangnya kandungan
keasaman
yang cocok untuk
nitrogen di dalam tanah. Nilai
pertumbuhan bayam.
kandungan N dalam tanah termasuk
Adapun
konsentrasi
ion
2+
kategori rendah yaitu 0,14%,
logam Cu
dalam tanah yaitu
menurut Nurmegawati dkk (2014),
sebesar 32,83 ppm. Pada penelitian
kekurangan kandungan N dalam
ini pengamatan dilakukan sebanyak
tanah akan menghentikan proses
empat kali panen dengan jarak panen
pertumbuhan
dan
reproduksi
dua minggu. Hal ini memberikan
tanaman. Maka pada penelitian ini
pengamatan untuk akumulasi ion
dibutuhkan asupan nitrogen dari luar,
logam Cu2+ terhadap variasi waktu
yaitu dengan penambahan pupuk
panen. Hasil akumulasi logam Cu
urea.
oleh bayam duri setelah dikurangi
Tanah yang digunakan pada
kontrol dapat dilihat pada Tabel 2.
penelitian ini memiliki tingkat
keasaman yang cukup baik untuk
Tabel 2. Hasil Akumulasi ion logam Cu2+ oleh Bayam Duri
Sampel
Morfologi
Waktu Panen (Minggu)
2 (mg/kg)
4 (mg/kg)
6 (mg/kg)
8 (mg/kg)
Akar
62,34
8,74
7,99
3,99
Batang
25,98
9,12
7,98
0,99
Daun
22,56
11,08
9,99
5,92
110,88
28,94
25,96
10,90
Akar
174,33
0,54
0,08
0,97
Batang
49,02
0,26
1,01
1,12
Daun
8,56
0,58
0,48
2,02
231,91
1,38
1,57
4,11
Akar
208,75
-
1,26
1,96
Batang
65,38
-
0,09
3,99
Daun
13,26
10.33
1,97
2,07
Total
287,38
10,33
3,33
8,02
Rata-Rata
259,65
10,33
2,45
6,07
Kontrol
Total
Tanaman 1
(Cu)
Total
Tanaman 2
(Cu)
350
300
250
Konsentrasi (mg/kg)
200
Tanaman 1
150
Tanaman 2
100
Rata-rata
50
0
0
5
10
Waktu Panen
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Waktu dan Konsentrasi Ion Logam Cu2+
Hasil analisis untuk tanaman
pada media tidak terkontaminasi
menunjukkan
terjadi
fluktuatif
penurunan konsentrasi ion logam
Cu2+, sedangkan untuk tanaman pada
media terkontaminasi mengalami
penurunan konsentrasi ion logam
Cu2+ pada minggu keempat dan
mengalami kenaikan konsentrasi ion
logam Cu2+ pada minggu kedelapan.
Hasil analisis yang diperoleh
menunjukkan bahwa tanaman bayam
duri dapat menarik ion logam Cu2+
rata-rata terbesar pada minggu kedua
yaitu 259,65 mg/kg, dan untuk
minggu
berikutnya
mengalami
penurunan konsentrasi penarikan ion
logam Cu2+, yaitu minggu keempat
sebesar 10,33 mg/kg dan minggu
keenam sebesar 2,45 mg/kg. Pada
minggu
kedelapan
mengalami
kenaikan namun tidak begitu
signifikan yaitu 6,07 mg/kg.
Berdasarkan hasil data di atas
dapat dilihat bahwa konsentrasi ion
logam Cu2+ yang dapat ditarik tidak
berbanding lurus dengan waktu
penanaman. Hal ini disebabkan oleh
adanya faktor jarak waktu panen
yang terlalu lama. Semakin lama
waktu kontak tanaman bayam duri
dengan ion logam Cu2+ dalam media
tanam
menyebabkan
semakin
jenuhnya ion Cu2+ untuk berikatan
pada adsorben dalam jaringan
tumbuhan. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Sakakibara dkk
(2014), dimana konsentrasi ion
logam Cu2+ pada tanaman genjer
mengalami penurunan pada hari ke15, diduga karena terjadi proses
desorpsi. Menurut
Huda (2012),
desorpsi merupakan proses kebalikan
dari adsorpsi, dimana terjadi proses
pelepasan kembali spesi-spesi yang
telah berikatan dengan sisi aktif
permukaan adsorben. Pada proses
desorpsi terjadi regenerasi adsorben
sehingga dapat digunakan kembali.
Pada setiap kali panen,
tanaman
menunjukkan
adanya
perkembangan dan pertumbuhan
yang baik, namun terlihat pengaruh
logam
terhadap
pertumbuhan
tanaman. Hal ini dapat dilihat dari
adanya perbedaan tinggi tanaman
pada tanaman media kontrol dan
tanaman
media
terkontaminasi.
Pertambahan tinggi tanaman terjadi
secara fluktuatif. Data tinggi
tanaman setiap panen dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Tinggi Tanaman Bayam
Duri
Waktu
Tinggi
Panen
Sampel
(cm)
(minggu)
Kontrol
31
2
Tanaman 1
25
Tanaman 2
25
Kontrol
53
4
Tanaman 1
45
Tanaman 2
25
Kontrol
63
6
Tanaman 1
57
Tanaman 2
55
Kontrol
71
8
Tanaman 1
66
Tanaman 2
62
Tabel 3 menunjukkan bahwa
tanaman
pada
media
tidak
terkontaminasi lebih tinggi daripada
tanaman pada media terkontaminasi.
Hal ini disebabkan oleh adanya
pengaruh
banyaknya
konsentrasi ion logam Cu2+ dalam
tanah yang terkontaminasi. Menurut
Hardiani (2009), kadar ion logam
Cu2+ yang berlebih dalam media
tanam
dapat
menghambat
pertumbuhan tanaman. Menurut
Sakakibara
(2014),
akumulasi
tembaga
pada
daun
dapat
menganggu keberadaan Fe dan Mg.
Unsur Fe dan Mg berfungsi dalam
proses
pembentukan
pigmen
fotosintesis.
Adanya
perbedaan
pertumbuhan tanaman juga dapat
dilihat dari biomassa tanaman yang
dihasilkan.
Biomassa
tanaman
bayam duri yang dihasilkan dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Biomassa Tanaman Bayam Duri
Sampel
Waktu Panen (Minggu)
2 (g)
4 (g)
6 (g)
8 (g)
Kontrol
1,7
7,95
8,52
8,48
Tanaman 1
1,29
6,09
11,09
9,08
Tanaman 2
0,72
1,42
6,3
11,74
Menurut Keller (2005) dalam
Hardiani (2009) menyatakan bahwa
tanaman
dapat
mengakumulasi
logam dalam jumlah yang besar
tetapi pertumbuhannya sangat lambat
atau biomassa tanaman rendah.
Menurut
Bayu
dkk
(2010)
menyatakan bahwa kejenuhan juga
dapat
dilihat
dari
adanya
pertambahan
biomassa
seiring
lamanya waktu tanam. Kondisi ini
sesuai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan
adanya
pengaruh
konsentrasi logam yang diserap
terhadap biomassa tanaman yang
dihasilkan.
Menurut Liong dkk (2010)
penyerapan logam pada jaringan
tumbuhan dapat diduga karena faktor
kelarutan logam dalam air. Kadar air
rata-rata yang diserap oleh tanaman
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar Air Rata-Rata Pada
Akar, Batang, dan Daun Bayam Duri
Morfologi
Kadar air (%)
Akar
81,88
Batang
86,08
Daun
80,69
Data di atas menunjukkan
bahwa kadar air terbesar pada batang
yaitu 86,08%. Kadar air yang
dihasilkan dalam penelitian tidak
terlalu jauh perbedaannya sehingga
dapat dikatakan bahwa distribusi
logam dalam jaringan tanaman dapat
berjalan dengan baik dari akar
menuju
daun
karena
adanya
penyerapan air yang membantu
proses distribusi logam. Distribusi
ion logam Cu2+ pada akar, batang
dan daun dapat dilihat pada Gambar
2, 3, dan 4.
100
Konsentrasi (mg/kg)
Akar
50
Batang
Daun
0
2
4
6
8
Waktu Panen (minggu)
Gambar 2. Diagram Distribusi Ion Logam Cu2+ pada Tanaman Kontrol
Konsentrasi (mg/kg)
200
150
Akar
100
Batang
Daun
50
0
2
4
6
Waktu Panen (minggu)
8
Gambar 3. Diagram Distribusi Ion Logam Cu2+ pada Tanaman 1
Konsentrasi (mg/Kg)
250
200
150
Akar
100
Batang
Daun
50
0
2
4
6
8
Waktu Panen (minggu)
Gambar 4. Diagram Distribusi Ion Logam Cu2+ pada Tanaman 2
Gambar 2 menunjukkan
distribusi ion logam Cu2+ pada
bayam duri untuk tanaman kontrol
yang paling banyak pada akar untuk
minggu kedua dan paling banyak
pada daun untuk minggu keempat,
keenam dan kedelapan. Gambar 3
dan 4 menunjukkan distribusi ion
logam Cu2+ pada tanaman media
terkontaminasi dimana ion logam
Cu2+ banyak terakumulasi pada akar
untuk minggu kedua sedangkan
minggu keempat, keenam dan
kedelapan paling banyak di daun.
Kemampuan
tanaman
dalam
mendistribusikan logam ke seluruh
bagian tanaman dipengaruhi oleh
jaringan pengangkut tanaman yaitu
xylem dan floem.
Pemindahan logam Cu ke
dalam organ pada tumbuhan sangat
tergantung pada protein yang
dihasilkan oleh tumbuhan tersebut
(Widoretno,
2003).
Tumbuhan
merespon logam berat menggunakan
sistem
pertahanan
dengan
mensintesis protein pengikat seperti
fitokhelatin (PC) (Mejare dan Bulow,
2001). Menurut Salisbury dan Ross
(1995) dalam Haryati dkk (2012) bila
bertemu
dengan
logam
Cu,
fitokhelatin akan membentuk ikatan
sulfida di ujung belerang pada sistein
dan membentuk senyawa kompleks,
sehingga Cu dan logam berat lainnya
akan terbawa menuju jaringan
tumbuhan.
O
O
HS
H
CH2 C
C
NH
O
H
N
O
O
C
OH
O
C
H
(CH2)2 C
O
OH + Cu2+
HO C
NH
C
HC
HS
C
O
HO C
O
H
H H2
(CH2)2C N C C C S
H
NH
O
H2
H2N C C
H2
C NH2
O C
H
N CH
H2C S
CH2
S
O
H
H
CH2 C C N
NH
Cu
C OH
C
H
C O O
H2
H
HC N C C NH2
S CH2
Gambar 11. Reaksi antara Fitokhelatin dengan Logam Cu
Kemampuan tanaman dalam
mentranslokasikan logam juga dapat
diukur dari nilai BCF dan TF. Faktor
biokonsentrasi (BCF) didefinisikan
sebagai rasio antara konsentrasi
logam di akar dengan konsentrasi
logam dalam tanah. Kemampuan
tanaman untuk memindahkan logam
dari akar ke daun diukur dengan
faktor translokasi (TF) yaitu rasio
antara konsentrasi logam dalam daun
dengan konsentrasi logam dalam
akar (Yoon, 2006).
Konsentrasi Logam di akar
BCF =Konsentrasi Logam di Tanah
Konsentrasi Logam di Daun
TF = Konsentrasi Logam di Akar
Nilai BCF dan TF dapat
diperoleh dari data konsentrasi ion
logam Cu2+ pada akar, daun, dan
tanah, seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data Konsentrasi Ion
Logam Cu2+ pada Akar, Daun, dan
Tanah
Konsentrasi Ion Logam
Waktu
Panen
Cu2+ (mg/kg)
(minggu)
Akar
Daun
Tanah
2
191,38
10,91
54,83
4
0,54
0,58
54,83
6
0,67
1,23
54,83
8
1,47
2,05
54,83
Adapun nilai BCF dan TF
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai BCF dan TF
Waktu Panen
BCF
TF
(minggu)
2
3,49
0,06
4
0,01
1,07
6
0,01
1,84
8
0,03
1,39
O
(CH2)2 C OH
Menurut Liong dkk (2010),
nilai BCF lebih dari satu dan nilai TF
kurang
dari
satu
memiliki
mekanisme
jenis
fitostabilisasi.
Sebaliknya nilai BCF kurang dari
satu dan nilai TF lebih dari satu
memiliki
jenis
fitoremediasi
fitoekstraksi.
Pada penelitian ini tanaman
bayam duri melakukan mekanisme
fitoekstraksi. Fitoekstraksi yaitu
mekanisme fitoremediasi dimana
tumbuhan menarik zat kontaminan
dari media sehingga berakumulasi di
sekitar akar tumbuhan. Akar
tumbuhan menyerap polutan dan
selanjutnya ditranslokasi ke dalam
jaringan tumbuhan lainnya. Proses
ini adalah cocok digunakan untuk
dekontaminasi zat-zat anorganik
(pivetz, 2001).
Pada penelitian ini, tanaman
bayam duri mampu mengakumulasi
ion logam Cu2+ sebesar 259,65
mg/kg. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman bayam duri memiliki
potensi sebagai tanaman akumulator
logam Cu2+, namun tidak termasuk
jenis
tanaman
hiperakumulator
logam,
karena
konsentrasi
penyerapan ion logam Cu2+ oleh
bayam duri kurang dari 1000 mg/kg.
Menurut Zhang dkk (2011), tanaman
yang dikategorikan sebagai tanaman
hiperakumulator untuk logam Cu
adalah tanaman yang mampu
mengakumulasi logam Cu lebih
besar dari 1000 mg/kg.
Kesimpulan
Kesimpulan pada
adalah:
penelitian
ini
1. Akumulasi ion logam Cu2+ pada
tanaman bayam duri terbesar pada
minggu kedua yaitu sebesar
259,65 mg/kg
2. Tanaman bayam duri tidak
memiliki potensi sebagai tanaman
hiperakumulator ion logam Cu2+
3. Teknik
fitoremediasi
yang
digunakan oleh bayam duri adalah
fitoekstraksi
Referensi
Balai Penelitian Tanah, 2005,
Pentunjuk Teknis Analisis
Kimia Tanah, Tanaman, Air,
dan Pupuk, Balai Penelitian
Tanah, Bogor.
Bayu, Made. I., Roosmini, D., dan
Tjahaja,
P.
I.,
2010,
Akumulasi Logam Kobalt
Dari
Tanah
Andosol
Menggunakan Sawi India
(Brassica juncea), Program
Studi Teknik Lingkungan,
ITB, Bandung.
Fardiaz, S., 2008, Polusi Air dan
Udara, Kanisius, Yogjakarta.
Hadisoeganda.
A.W.W.,
1996,
Bayam Sayuran Penyangga
Petani Di Indonesia, Balai
Penelitian Tanaman Sayuran,
Bandung.
Hardiani, H., 2009, Potensi Tanaman
Dalam
Mengakumulasi
Logam Cu Pada Media Tanah
Terkontaminasi
Limbah
Padat
Industri
Kertas,
Biosains, 44(1): 27-40.
Haryati, M., T. Purnomo, dan S.
Kuntjoro. 2012. Kemampuan
Tanaman
Genjer
(Limnocharis Flava (L.)
Buch.) Menyerap Logam
Berat Timbal (Pb) Limbah
Cair Kertas pada Biomassa
dan Waktu Pemaparan yang
Berbeda,
LenteraBio,
1(3):131–138.
Huda, 2012, Adsorpsi-Desorpsi
Senyawa Paraquat Diklorida
dengan Silika Gel dari
Limbah
Ampas
Tebu
(Saccharum
officinarum),
Skripsi diterbitkan, Program
Studi Kimia, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogjakarta.
Liong, S., Noor, A., Taba, P., dan
Abdullah, A., 2010, Studi
Fitoakumulasi Pb dalam
Kangkung Darat (Ipomoea
reptans Poir).
Mejare, M., dan Bulow, L., 2001,
Metal-Binding proteins and
Peptides in Bioremediation
and Phytoremediation of
Heavy Metals, Trends in
Biotechnology, 19(2): 67-72.
Muliadi,
2010,
Pengaruh
Penambahan
Glutation
Terhadap Bioakumulasi Ion
Cd2+ Oleh Fitoplankton Laut
Chaetoceros calcitrans dan
Tetraselmis chuii, Tesis tidak
diterbitkan, Program Pasca
Sarjana,
Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Mohamad, E., 2011, Fitoremediasi
Logam
Berat
Kadmium
(Cd) Dalam Tanah
Dengan
Menggunakan
Bayam Duri (Amaranthus
spinosus L), Jurnal Entropi,
3(1): 562-571.
Nurmegawati, Afrizon, dan Sugandi,
D., 2014, Kajian Kesuburan
Tanah Perkebunan Karet
Rakyat Di Provinsi Bengkulu,
Jurnal Littiri, 20(1): 17-26
Pivetz, B.E., 2001, Phytoremediation
of Contaminated Soil and
Ground Water at Hazardous
Waste Sites, Technology
Support Project: 1-36.
Wahyudi, I., 2011, Serapan Tembaga
Oleh
Tanaman
Petsai
(Brassica
chinensis
L.)
Akibat Pemberian Tembaga
Pada Entisol Sidera, Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian,
Universitas
Tadulako.
Widoretno, S., 2003, Pengaruh
Penambahan Nitray dan Cu
Terhadap Konsentrasi Cu
dalam
Organ
Arachis
hypogaea, Biosmart, 5(2): 9497.
Yanti, Y.A., Indrawati, dan Refilda,
2013, Penentuan Kandungan
Unsur Hara Mikro (Zn, Cu,
dan Pb) di dalam Kompos
yang Dibuat dari Sampah
Tanaman Pekarangan dan
Aplikasinya pada Tanaman
Tomat, Jurnal Kimia Unand,
2(1): 34-40.
Yoon, J., Cao, X., Zhao, Q., dan
Lena
Q.Ma,
2006,
Accumulation of Pb, Cu dan
Zn in Native Plants Growing
On A Contaminated Florida
Site,
Science
Of
The
Environment, 368: 456-464.
Zhang, X., Xia, H., Li, Z., Zuang, P.,
dan
Gao,
b.,
2011,
Identification of a new
potential
Cdhyperaccumulator Solanum
photeinocarpum by soil seed
bank-metal
concentration
gradient method, Journal of
Hazardous Materials, 189:
414-41.
Download