16 tanam, perlakuan inokulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan nutrisi yang tersedia tersebut masih diutamakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga pemanenan pada umur 12 minggu setelah tanam menyebabkan tanaman belum optimal memproduksi kurkumin. Adzkia (2006) yang meneliti pola akumulasi kurkumin pada berbagai perlakuan budidaya tanam temulawak melaporkan bahwa ketersediaan pupuk dengan terus menerus dijaga keberadaanya tidak dapat meningkatkan kandungan kurkumin pada bulan-bulan awal pemanenan. Diduga senyawa kurkumin ini hanya dihasilkan saat tumbuhan tercekam atau lingkungan tumbuh tidak memungkinkan (Heldt 1997). Namun penelitian ini mengindikasikan bahwa perlakuan inokulasi cendawan mampu meningkatkan kandungan kurkumin pada rimpang meskipun belum signifikan. Nilai kurkumin tertinggi diperoleh pada rimpang tanaman yang diinokulasikan tunggal Glomus sp.. Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang disintesis dari asam amino fenilalanin. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan fenilalanin adalah senyawa nitrogen, air, dan karbondioksida (Heldt 1997). Namun pendapat Heldt tersebut tidak sepenuhnya berarti bahwa hanya nitrogen, air, dan karbondioksida saja yang mempengaruhi pembentukan kurkumin, sebab kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA (Salisbury & Ross 1995). Pembentukan asetil KoA ini diawali glikolisis yang membutuhkan ATP yang berasal dari fosfat. Fosfat merupakan unsur esensial dari gula fosfat yang berperan dalam pembentukan nukleotida seperti DNA dan RNA. Fosfat berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat (Salisbury & Ross 1995). Jadi secara langsung maupun tidak langsung fosfat turut mempengaruhi pembentukan kurkumin. Hasil panen tanaman temulawak pada umur 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi mampu meningkatkan kadar kurkumin dalam rimpang kering. Namun hanya perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. yang dapat meningkatkan kandungan kurkumin secara signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemanfaatan nutrisi berupa fosfat yang lebih cenderung ke arah pertumbuhan vegetatif oleh tanaman yang diberi perlakuan inokulasi yang menggunakan A. niger baik tunggal maupun ganda. Selain itu kemampuan A. niger menghasilkan hormon auksin (Khastini, Zulfitri 2007) yang berperan pada perkecambahan tanaman, diduga menyebabkan tanaman tersebut lebih dominan menggunakan nutrisinya untuk pembentukan tajuk anakan dibandingkan ke arah pembentukan senyawa metabolit sekunder. Adzkia (2006), melaporkan bahwa komposisi dan waktu aplikasi pemupukan tidak mempengaruhi kadar kurkumin yang signifikan. Hasil berupa konsentrasi kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan untuk jenis dan perlakuan Balitro, BPTO, PSB, dan Lokal masing-masing ialah 0.056, 0.0878, 0.1007, 0.06 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 6 bulan atau 24 minggu setelah tanam dan 0.2155, 0.1960, 0.2336, 0.2279 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 9 bulan atau 36 minggu setelah tanam. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, maka perlakuan inokulasi cendawan endofit pada penelitian ini dapat dikatakan berpotensi meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan pada penelitian ini untuk perlakuan inokulasi A. niger, Glomus sp., GA, G-A, dan kontrol masing-masing ialah sebesar 1.635, 2.925, 1.733, 2.295, 1.1875 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 12 minggu setelah tanam dan 17.543, 42,59, 14,625, 14.538, 0.535 gram/rumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 24 minggu setelah tanam. SIMPULAN DAN SARAN Cendawan endofit akar A. niger dan CMA mampu mengkolonisasi akar tanaman C. xanthorrhiza dan mampu berperan sebagai pupuk hayati yang berpotensi meningkatkan respon pertumbuhan dan kualitas rimpang berupa jumlah kandungan senyawa bioaktif kurkumin didalamnya. Perlakuan yang paling baik dalam meningkatkan jumlah kandungan kurkumin didalam rimpang secara signifikan adalah perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp.. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai interaksi antara A. niger dengan Glomus sp. dan pengaruhnya pada berbagai kondisi lingkungan dan umur tanaman. DAFTAR PUSTAKA Adzkia MA. 2006. Pola Akumulasi Kurkumin Rimpang Induk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Pada Berbagai Masa Tanam dan Perlakuan Budidaya Tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Aggarwal B, Kumar A, Aggarwal M, Shishoida S. 2005. “Kurkumin derived from turmeric (Curcuma longa): A spice for all seasons.” Phytopharmaceuticals in Cancer Chemoprevention, 349-387. Brundrett M, Melville L, Peterson L, editor. 1994. Practical Methods in Mychorriza Research. Canada: Mycologue Publications. Chuang CC, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL. 2006. Solubilization of inorganic phosphates and plant growth promotion by Aspergillus niger. Bio Fertils Soil: DOI 10.1007/s00374-006-0140-3.