TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak merupakan tanaman semak tahunan dengan tinggi 50-200 cm, tumbuh tegak lurus dan berumpun. Permukaan daun berwarna hijau tua, bergarisgaris cokelat, dan berbintik jernih hijau, daun semu, berbentuk seperti mata lembing memanjang. Bunganya pendek, berkembang secara teratur, dan berwarna putih atau kuning muda bercampur warna merah. Penampang rimpang berwarna kuning muda sampai kuning tua (Gambar 1), aromanya tajam dan rasanya pahit (Sugiarto dan Putera 2008). Gambar 1 Rimpang Temulawak Taksonomi Temulawak menurut Supriadi (2008) adalah kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Monocotyledonae ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. 5 Rimpang Temulawak mengandung zat berkhasiat seperti pati sekitar 48%54%, minyak atsiri sekitar 3%-12%, dan zat warna kuning yang disebut kurkumin. Fraksi kurkumin mempunyai aroma yang khas, tidak toksik, terdiri dari kurkumin I, demetoksikurkumin (kurkumin II), dan bisdemetoksikurkumin (kurkumin III) (Ravindran et al. 2005). Minyak atsiri merupakan cairan warna kuning atau kuning jingga, berbau aromatik tajam. Kadarnya tergantung pada ketinggian tempat tumbuh. Diketahui bahwa daerah Cileungsi merupakan lingkungan tumbuh yang paling sesuai untuk budidaya Temulawak dengan produktivitas bioaktif tinggi. Teknik budidaya anorganik diketahui menghasilkan kadar xanthorrhizol dan kurkuminoid lebih baik (Darusman et al. 2007). Secara turun temurun Temulawak telah banyak digunakan di beberapa daerah di Indonesia dan dipercaya berkhasiat untuk obat sakit ginjal, antiinflamasi, imunostimulan, obat sakit pinggang, asma, sakit kepala, masuk angin, maag (gastritis), mengobati cacar air, sariawan, jerawat, sakit perut. Beberapa industri menggunakan Temulawak sebagai bahan dasar pembuatan jamu (Syukur dan Hemani 2007). Kurkumin pada Temulawak mempunyai daya hambat yang baik terhadap aktivitas bakteri, dapat digunakan sebagai obat antibakteri pada saluran pencernaan dan pernapasan (Winarto 2003, Mahendra 2005). Selain kurkumin, Temulawak juga mengandung flavonoid yang merupakan antioksidan. Campuran Temulawak, Temu Ireng, Jahe Merah, dan Sambiloto digunakan sebagai antikoksidia pada ayam (Trobos 2012). Temulawak dapat menghambat serangan virus dari berbagai lini mulai dari mencegah penetrasi, mencegah multifikasi, sampai dengan mencegah keluarnya virus dari sel (Dalimarta 2000). Temu Ireng Temu Ireng merupakan tanaman semak, berbatang semu, berdaun tunggal, berwarna hijau kecoklatan, memiliki bunga majemuk dan rimpang induk yang besar, berdaging dan mengerucut. Ciri utama rimpang Temu Ireng adalah bagian dalam berwarna agak kebiruan, kulit luar berwarna kuning mengkilat, dan ujungnya berwarna merah muda (Agung dan Putera 2008). Rimpang Temu Ireng adalah bagian yang paling umum digunakan sebagai obat (Gambar 2). 6 Gambar 2 Rimpang Temu Ireng Taksonomi Temu Ireng dalam Sastroamidjojo (2001) adalah kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Liliopsida ordo : Zingiberales famili : Zingiberaceae genus : Curcuma spesies : Curcuma aeruginosa Roxb. Ekstrak rimpang Temu Ireng mengandung minyak atsiri, tannin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, ß, γ-elemene, inderazulene, kurkumin, demetoksikurkumin, saponin, bisdemetoksikurkumin, monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid. Syukur dan Hernani (2007) menyatakan bahwa rimpang Temu Ireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan cacingan, obat perut kembung, obat luka, mempercepat masa nifas, obat batuk, asma, kudis, encok, meningkatkan kontraksi uterus dan sebagai obat anti jamur. Carpain merupakan alkaloid pahit pada Temu Ireng yang dapat merangsang lambung bekerja dengan baik sehingga timbul nafsu makan dan performa yang dicapai menjadi lebih baik (Limananti dan 7 Triratnawati 2003). Para pencinta ayam laga menggunakan Temu Ireng sebagai jamu untuk mempercepat pertumbuhan (Purwodadi 2012). Kombinasi Temu Ireng dan tanaman obat lain seperti Temulawak, dan Jahe Merah digunakan untuk anti koksidia. Kombinasi Temulawak 10%, Jahe Merah 10%, dan Temu Ireng 80% mampu menekan populasi ookista Eimeria tenela setara dengan penggunaan sulfa (Januwati 2012). Meniran Meniran merupakan rumput berdaun kecil, berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan. Batang berbentuk bulat, basah dengan tinggi kurang dari 50 cm. Daun bersirip genap, setiap satu tangkai daun terdiri atas daun majemuk yang mempunyai ukuran kecil dan berbentuk lonjong (Gambar 3). Bunga muncul di ketiak daun dan menghadap ke arah bawah. Meniran mengandung senyawa kimia berupa zat filantin, tannin, niranti, filokrisna, kuersitin (flavonoid), hipofilantin, pseudokhiratin, dan nirurin (Agung dan Putera 2008). Meniran juga kaya akan mineral, terutama Kalium. Semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan, baik akar, batang, daun, maupun bunga. Gambar 3 Tanaman Meniran 8 Taksonomi Meniran menurut Tjandrawinata et al. (2005) adalah: Kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Magnoliopsida ordo : Euphorbiales famili : Euphorbiaceae genus : Phyllanthus spesies : Phyllanthus niruri L Flavonoid dari Meniran dipakai sebagai pemacu aktivitas sistem imun atau imunomodulator (Suhirman dan Winarti 2010, Jasaputra 2005). Jika aktivitas sistem imun berkurang, maka kandungan flavonoid dalam Meniran akan mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor sel untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya jika sistem imun kerjanya berlebihan, maka Meniran berkhasiat dalam mengurangi kerja sistem imun tersebut. Uji pra-klinis dilakukan terhadap tikus dan mencit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Meniran dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T & B, sekresi sitokin spesifik (IFN-γ, interleukin, dan tumor nekrosis faktor alfa/ TNF-α), aktivasi sistem komplemen, dan aktivasi sel fagosit (makrofag dan monosit). Selain itu, juga terjadi peningkatan sel sitotoksik, seperti Natural Killer Cell (Tjandrawinata et al. 2005). Kombinasi ekstrak Meniran dengan Temulawak dapat menghambat aktivitas simian retrovirus-2 (Karyawati 2011). Sambiloto Sambiloto merupakan herba atau terna semusim dengan tinggi 50-90 cm. Batang berbentuk segi empat dan bercabang banyak dengan nodus yang membesar. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, berbentuk lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian bawah berwarna hijau muda (Gambar 4). Tumbuhan ini berkhasiat sebagai obat hepatitis, kencing manis, darah tinggi, kanker, kusta, asma, leptospirosis, radang amandel, malaria, pneumonia, dan bronkhitis. Bagian yang dimanfaatkan adalah daun dan batang yang dipanen pada saat mulai berbunga (Sugiarto dan Putera 2008). 9 Gambar 4 Tanaman Sambiloto Taksonomi Sambiloto menurut Aji (2009) adalah: kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta kelas : Magnoliopsida ordo : Scrophulariales famili : Acanthaceae genus : Andrographis spesies : Andrographis paniculata Ness. Zat aktif utama yang terkandung dalam Sambiloto adalah Andrographolide yang mempunyai multi efek farmakologis (Winarto 2003, Taha 2009). Rasanya yang pahit mampu meningkatkan nafsu makan karena dapat merangsang sekresi kelenjar saliva dan meningkatkan produksi antibodi sehingga kekebalan tubuh meningkat. Andrographolide pada Sambiloto mampu menghambat perlekatan (attachment) virus dengan reseptor pada sel (Taha 2009). Zat aktif lain yang diduga terdapat di dalam Sambiloto adalah saponin, dan tannin (Daniel 2005). Komponen flavonoid, dapat meningkatkan proliferasi dan induksi IL-2 limfosit perifer darah (Elfahmi 2006). Kandungan flavonoid pada Sambiloto dari uji fitokimia yang telah dilakukan mampu melindungi dinding usus terhadap 10 lipid peroksidasi akibat infeksi Eimeria tenela (Yelita et al. 2006). Sambiloto berpotensi sebagai anthelmentik alami dan antimikroba alami (Roy et al. 2010). Penelitian Balai Besar Veteriner menghasilkan inovasi berupa penggunaan campuran bahan tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan Jahe (Zingiber officinale) untuk pencegahan dan obat aflatoksikosis (keracunan aflatoksin) pada unggas (Januwati 2010). Hasil inovasi ini dalam bentuk serbuk Sambiloto dan Jahe yang dicampurkan pada pakan unggas dengan dosis 0.2% Sambiloto dan 0.5% Jahe (berat kering). Hasil inovasi penggunaan Sambiloto dan Jahe (0.2% dan 0.5%) yang dicampurkan pada pakan unggas dapat meningkatkan nilai titer ND, dapat memperbaiki kelainan organ hati yang rusak karena aflatoksin. Ayam Broiler Ayam domestik Gallus gallus atau Gallus domesticus merupakan ayam hutan asia Gallus bankvia yang didomestikasi dan dibawa ke Amerika oleh para imigran Asia abad sekitar ke-17 (Campbell et al. 2003). Ayam ras pedaging disebut juga broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsabangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging, karena hanya dalam waktu 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Gambar 5). Ayam broiler baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an ketika pemerintah Indonesia mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya (Prihatman 2000). Kelompok ayam yang dihasilkan melalui proses pemuliabiakan oleh breeder farm untuk tujuan ekonomis tertentu disebut dengan strain (Suprijatna et al. 2005). Adapun jenis strain ayam broiler yang banyak beredar di Indonesia antara lain adalah Vedett, Missouri, Goto, dan Cobb (Prihatman 2000). 11 Gambar 5 Ayam penelitian Taksonomi ayam menurut Suprijatna et al. (2005) adalah kingdom : Animalia filum : Chordata subfilum : Vertebrata kelas : Aves ordo : Galliformes genus : Gallus spesies : Gallus domesticus Ayam merupakan hewan berdarah panas dengan tingkat metabolisme tinggi. Ayam umur sehari (DOC – Day Old Chick) memiliki suhu tubuh 39°C. Suhu tersebut meningkat secara bertahap setelah hari ke-4 dan mencapai suhu maksimal pada hari ke-10. Suhu ayam dewasa berkisar antara 40.6°C – 40.7°C (Suprijatna et al. 2005). Sistem perkandangan yang ideal ayam ras meliputi: persyaratan temperatur berkisar antara 32.2-35 °C, kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah angin kencang, model kandang disesuaikan dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang boks, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang boks yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang litter atau kandang bateray (Prihatman 2000). 12 Limpa Limpa adalah organ limfoid sekunder yang berfungsi sebagai tempat memproduksi limfosit, menyaring dan menghancurkan sel darah merah yang tua dan rusak, menjerat benda asing, menghancurkan bakteri dan virus dan pada masa fetal, limpa adalah hematopoiesis aktif (Samuelson 2007). Struktur utama limpa terdiri atas dua bagian. Satu bagian untuk penyimpanan eritrosit dan penjeratan antigen, yang disebut pulpa merah. Satu bagian lagi untuk mekanisme tanggap kebal, yaitu pulpa putih (Gambar 6). a d c b Gambar 6 Histopatologi limpa (Vaughan 2002). Arteri trabekularis ditunjukkan oleh huruf a, vena centralis huruf b, pulpa putih huruf c, folikel limfoid sekunder huruf d, dan tanda panah menunjukkan daerah pulpa merah. Keterkaitan antara pulpa merah dan pulpa putih didasarkan atas penyebaran pembuluh darahnya. Pembuluh yang masuk ke limpa berjalan memasuki limpa berjalan mengikuti trabekula muskularis memasuki daerah fungsionalnya. Segera setelah meninggalkan trabekula, tiap arteriol dikelilingi oleh limfoid yang disebut Periarteriolar Limfoid Sheat (PALS). Arteriol ini bermuara secara langsung atau tidak langsung, ke dalam sinus yang menyalurkan ke venula limpa. Di sekitar PALS tersebar folikel primer yang kaya akan sel limfosit B. Jika terjadi rangsangan antigen, folikel ini membentuk folikel sekunder menjadi Germinal Center. Setiap folikel kelilingi oleh selapisan sel limfosit T yang disebut zona mantel. Pulpa putih dan pulpa merah dipisahkan oleh sinus pembatas, yaitu suatu selubung retikulum dan satu zona pembatas yang terdiri atas sel fibroblastic reticulum (Tizard 2004). Antigen yang dimaksud dapat berupa molekul asing yang kompleks berupa protein, polisakarida, dan lipida. Selain sel-sel limfosit, pulpa putih menyimpan komponen sel lain dalam jumlah sedikit. Sel-sel tersebut adalah sel endotelial, sel fagosit mononuklear, sel retikulum fibroblastik. Sel endotel merupakan bagian penyusun dari vena sentralis di tengah-tengah pulpa putih. Sel retikulum fibroblastik merupakan bagian yang menyusun kompartemen tiga dimensi dari limpa. Sel fagosit mononuklear merupakan sel yang berperan dalam fagositosis (Djiksara dan Kraal 2000).