ARTIKEL PENGELOLAAN NYERI PADA Tn. T DENGAN POST ORIF (OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION) INDIKASI FRAKTUR CRURIS DEXTRA DI RUANG ANGGREK RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI Oleh : INDAH RAHAYU 0132722 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 PENGELOLAAN NYERI PADA Tn. T DENGAN POST ORIF (Open Reduction Internal Fixation) INDIKASI FRAKTUR CRURIS DEXTRA DI RUANG ANGGREK RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI Indah Rahayu1, Joyo Minardo2, Maksum3 123 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Secara klinis, nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidakyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan sumbangan pengetahuan tentang pengeloaan nyeri pada pasien post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) dengan indikasi Fraktur Cruris Dextra di RSUD Pandan Arang Boyolali. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik autoanamnesa dan aulloanamnesa. Pengelolaan nyeri pada Tn. T dilakukan selama 2 hari. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien dalam mengurangi nyeri, dengan cara mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan kompres hangat (buli-buli hangat), dan pemberian obat analgetik. Hasil pengelolaan didapatkan sesuai dengan kriteria hasil nyeri berkurang, skala nyeri 4, wajah pasien tidak meringis kesakitan, pasien tampak tenang dan rileks, kemudian pendelegasian ke perawat ruangan untuk mengetahuai adanya komplikasi lain. Saran bagi perawat agar lebih banyak mempelajari tentang penatalaksanaan dalam pengurangan nyeri pada pasien fraktur cruris post ORIF Kata kunci Kepustakaan : Pengelolaan Nyeri, Fraktur Cruris : 5 (2006 – 2016) 1 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo ABSTRACT Pain is a condition in the form of an unpleasant feeling. It is highly subjective because of the feeling of pain is different for each person in terms of scale or level, and the only person who can explain or evaluate the pain he endured. Clinically, pain is a condition in which individuals experience and to report any great discomfort or unpleasant sensations. The purpose of this paper is to contribute knowledge about the management of pain in patients post ORIF (Open Reduction Internal Fixation) with an indication of Fraktur cruris Dextra in hospitals Pandan Arang Boyolali. The technique of collecting data was conducted by using autoanamnesa and allowanamnesa technique. The pain management in Mr. G was conducted for 2 days. The method used is to give management in the for patient treatment in reducing pain by teaching breath relaxation technique. The result obtained from the management in accordance with criteria for pain decreased, pain scale 5, no arimace face in patient, patient seemed calm, and nurse delegation other complication. It is suggested to the nurse in order to learn more about management in reducing pain in patient with cruris fracture post ORIF. Keyword : Pain management, Cruris Fracture Literature : 5 (2006-2016) LATAR BELAKANG Menurut Mansjoer (2000) dalam Jitowiyono Sugeng & Weni Kristiyanasari (2012:15) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2014:250) fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Menurut Noor Zairin (2016:541) fraktur cruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula. Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diintegritas tulang. Penyebab terbanyak Fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia,970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran fibula dalam pergerakan ektremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional tungkai dan kaki. Penanganan pada pasien fraktur di Rumah Sakit dapat dilakukan dengan poses pembedahan. Menurut Smeltzer & Bare (2000) Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur ekstremistas meliputi: reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF), fiksasi eksterna, dan graft tulang. Menurut Maslow dalam Potter dan Perry (2006), nyeri masuk kedalam kebutuhan keselamatan dan rasa aman. Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau mengeluarkan ancaman pada tubuh atau kehidupan. Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu di atas pemenuhan kebutuhan fisiologis. 2 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Menurut catatan medis RSUD Pandan Arang Boyolali, jumlah pasien fraktur cruris pada tahun 2014 terdapat 19 kasus dengan 7 pasien perempuan dan 12 pasien laki-laki. Kemudian pada tahun 2015 terdapat kasus sebanyak 11 kasus dengan 1 pasien perempuan dan 10 pasien laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris banyak terjadi pada pasien laki-laki. Sedangkan pada bulan Oktober 2015 – bulan Maret 2016 terdapat 1 kasus. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian fraktur cruris paling tinggi pada tahun 2014. PEMBAHASAN Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan keahlian untuk melakukan observasi, komunikasi, wawancara, dan pemeriksaan fisik yang sangat penting untuk menyelesaikan fase proses keperawatan dan tindakan keperawatan yang tepat (Muttaqin, 2008). Pengkajian dilakukan pada hari Rabu, 13 April 2016 di Ruang Anggrek RSUD Pandan Arang Boyolali dengan metode autoanamnesa dan allowanamnesa. Identitas Tn. T usia 55 tahun dan bertempat tinggal di Klaten. Tn. T bersuku Jawa dan beragama Islam dengan diagnosa medis Fraktur Cruris. Keluhan utama saat dikaji, Klien mengatakan terasa nyeri pada kaki kanan bekas operasi (post operasi). Pada saat dilakukan pengkajian riwayat penyakit sekarang didapatkan data jika Tn. T mengatakan sekitar 2 bulan yang lalu ia menghindari anjing mengunakan sepeda motor kemudian pasien mengalami kecelakaan dan mengakibatkan patah tulang atau fraktur pada kaki kanan. Kemudian oleh keluarganya dibawa ke sangkal putung/terapi tradisional. Selama 2 bulan terakhir pasien merakan jika tidak ada perkembangan pada kakinya dan merasakan nyeri pada kakinya dan pada tanggal 9 April 2016 pasien dan keluarga memutuskan untuk periksa ke RSUD Pandan Arang Boyolali melalui Unit Gawat Darurat. Kemudian dilakukan foto radiologi yang hasilnya ada patah tulang di bagian cruris dextra. Oleh dokter dianjurkan untuk operasi. Pasien belum pernah melakukan operasi sebelumnya. Pasien dan keluarga menyangupi operasi dan pada tanggal 12 April 2016 pasien menjalankan operasi dan kini dirawat di ruang Anggrek. Selanjutnya penulis melakukan pemeriksaan fisik. Data yang diperoleh penulis adalah Kaki kanan fraktur, post orif, belum bisa bergerak hanya jari kaki yang bisa bergerak, tidak ada kebas atau kesemutan. Dengan tanda-tanda vital Tn. T adalah tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 22 x/menit dan suhu 36,8⁰C. Pada pemeriksaan fisik Sistem Muskuloskeletal terdapat balutan post operasi pada ekstremitas bawah dextra, METODE PENGELOLAAN PENGKAJIAN Pengkajian atau tahap pengumpulan data merupakan dasar manajemen asuhan keperawatan yang kegiatannya ditujukan untuk mengumpulkan informasi mengenai klien. Informasi tersebut akan menunjukkan kebutuhan dan masalah kesehatan serta asuhan yang dibutuhkan klien terutama dalam kasus ini adalah dalam melakukan pengelolaan nyeri pada pasien fraktur. Pengkajian ini diawalai dengan pengumpulan data melalui anamnesa meliputi Nama, jenis kelamin, umur, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, pekerjaan, nama penanggu jawab, alamat, dan hubungan dengan klien. Setelah itu melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, pemeriksaa foto rontgsen. Dalam analisis data yang perlu ditekankan dalam rangka untuk diperiksa sekitar riwayat kesehatan yang bertujuan untuk menentukan keadaan sejahtera dan penyakit yang diderita pasien. (Menurut Wijaya, 2013). HASIL Untuk mengatasi masalah tersebut implementasi dilakukan adalah ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kemudian berikan kompres hangat (buli-buli hangat), setelah itu berikan posisi yang nyaman, selanjutnya kolaborasi dalam pemberian terapi obat analgetik, kemudian kaji ulang nyeri dan karakteristik nyeri, dan monitor tanda-tanda vital. 3 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo pasien tampak lemah, muka pasien tampak menahan nyeri (meringis menahan nyeri), P: nyeri timbul saat bergerak, Q: nyeri terasa cekot-cekot/terasa panas, R: pada kaki kanan, S: Skala nyeri 7, T: Nyeri terasa terus menerus . Diagnosa keperawatan adalah diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan, baik aktual maupun potensial. Perawat menggunakan proses keperawatan dalam mengindentifikasi dan menyitesis data klinis serta menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya (Muttaqin, 2008).). Diagnosa utama yang diambil penulis adalah Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan (post ORIF). Penulis mengangkat diagnosa ini sebagai prioritas utama karena masalah tersebut membuat klien tidak nyaman dan bila masalah tersebut tidak segera diatasi maka akan menyebabkan penderitaan dan mengganggu psikologi individu. Menurut Maslow dalam Potter dan Perry (2006), nyeri merupakan kebutuhan urutan kedua pada keselamatan dan keamanan dimana mempertahankan keselamatan fisik, melibatkan keadaan, mengurangi ancaman tubuh seperti infeksi dan jatuh dari tempat tidur. Karena bagaimanapun orang akan terancam kesejahteraan fisik dan emosinya. Apabila masalah tidak segera diatasi maka berdampak pada kondisi kesehatan kenyaman klien. Oleh karena itu melakukan rencana tindakan keperawatan. Intervensi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan, ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Selama perencanaan, dibuat prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan keluarganya, perawat berkonsul kepada anggota tim perawat kesehatan lainnya, menelaah literature yang berkaitan, memodifikasi asuhan, dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan pelaksaan klinik (Potter & Perry, 2006). Intervensi yang ditetapkan penulis untuk menyelesaikan masalah klien yaitu ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kemudian berikan kompres hangat (buli-buli hangat), setelah itu berikan posisi yang nyaman, selanjutnya kolaborasi dalam pemberian terapi obat analgetik, kemudian kaji ulang nyeri dan karakteristik nyeri, dan monitor tanda-tanda vital. Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin saja berbeda dengan urutan yang dibuat pada perencanaan. Pada hari Rabu, 13 Apil 2016 pukul 08.30 WIB memonitor TTV, hasilnya tekanan darah klien 120/70 mmHg, nadi klien 88 x/menit Setelah itu pada jam 09.00 WIB penulis melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri pada klien. Pada jam 09.30 WIB mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, kemudian memberikan kompres hangat (buli-buli hangat) dan pada pukul 16.00 WIB memberikan injeksi obat melalui selang IV. Implementasi kedua dilakukan hari Kamis, 14 April 2016 pukul 07.00 WIB penulis memonitor TTV, dengan hasil hasilnya tekanan darah klien 120/70 mmHg, nadi klien 80 x/menit. Kemudian mengkaji ulang skala dan karakteristik nyeri. Pada hari Kamis, 14 April 2016 pukul 13.00 WIB penulis melakukan evaluasi dan didapatkan data subjektif yaitu klien mengatakan nyeri berkurang, P: bila saat bergerak, Q: nyeri terasa sengkringsengkring, R: nyeri terasa pada kaki kanan post operasi, S: nyeri yang dirasakan skala 4, T: nyeri hilang timbul. Data objektif klien tampak tenang, tidak cemas, rilek danwajah tidak meringis. Kesimpulan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 hari, masalah nyeri pada Tn. T teratasi. Hal ini didapatkan dari hasil evaluasi dimana skala nyeri berkurang dan pasien tenang. 4 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Saran Muttaqin , Arif.(2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem imunologi. Potter, P.A ., & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: EGC. Smeltser, S.C. & Bare. B. G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta: Salemba Medika. Bagi perawat ruangan dan anggota medis lain, diharapkan agar lebih banyak mempelajari tentang penatalaksanaan dalam pengurangan nyeri pada pasien fraktur cruris post ORIF. Bagi Instansi RSUD Pandan Arang Boyolali, diharapkan untuk memfasilitasi mahasiswa dalam pengambilan data untuk mencari gambaran awal. DAFTAR PUSTAKA Burnner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Jitowiyono, Sugeng. Dan Kristiyanasari, Weni. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta: Nuha Medika. 5 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo