MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM MERAWAT DIRI PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR 1/3 PROKSIMAL DEKTRA POST ORIF HARI KE-2 DI RSOP.DR. R SOEHARSO SURAKARTA Disusun Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh : ADE CAHYA LESMANA J200120054 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 i ii iii MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM MERAWAT DIRI PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR 1/3 PROKSIMAL DEKTRA POST ORIF HARI KE-2 DI RSOP.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA Abstrak Pasien setelah operasi ORIF mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari –hari berhubungan dengan menurunnya tonus otot. Adanya keterbatasan gerak menyebabkan menurunnya kekuatan otot, sehingga pasien kehilangan kemandirian dalam merawat dirinya. Perawatan diri merupakan kegiatan sehari – hari dalam mengurus dirinya, baik digunakan tanpa alat maupun menggunakan alat bantu.Tujuan dari penulisan naskah publikasi ilmiah ini yaitu untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan keterbatasan gerak dalam meningkatkan kemandirian dalam merawat dirinya, meliputi pengkajian, intervensi, implementasi, evaluasi. Metode yang digunakan dalam penulisan publikasi ilmiah ini yaiu menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang menjelaskan dan melakukan proses keperawatan. Proses keperawatan tersebut dilakukan dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan. Tindakan keperawatan3 x 24 jam pada pasiaen post opearasi dalam meningkatkan kemandirian dalam merawat diri, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah membantu mengakses ke kamar mandi, menyediakan peralatan mandi dan memberi penjelasan tentang cara mandi diatas tempat tidur dengan maupun tanpamenggunakan sabun, memberi motivasi kepada pasien tentang kemampuan pasien, melatih pasien untuk mandi sendiri dengan pantauan keluarga sebagai bekal mandiri setelah kembali ke rumah meminimalkan ketergantungan pada orang lain, melatih berjalan menggunakan alat bantu seperti krak, melakukan tindakan ROM (Range Of Motion). Program latihan tersebut dapat memperkuat otot dan meningkatkan kemandirian, Pasienmampu beraktifitas dibantu dengan alat, kepercayaan diri pasien kembali, kemandirian pasien dalam merawat dirinya meningkat. Hasil yang di dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan intervensi keperawatan berupa latihan aktivitas seperti,makan, perawatan diri, mandi, penggunaan toileting dengan mengintegrasikan manajemen nyeri pada fase rehabilitasi post ORIF fraktur ekstremitas bawah. Kata kunci : Post ORIF, Kemandirian, Merawat diri, Asuhan Keperawatan, Fraktur. IMPROVING THE INDEPENDENCE IN TREATING PATIENTS WITH SELF 1/3 PROXIMAL FEMUR FRACTURES EKTRA ORIF POST DAY 2 IN RSOP.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA Abstracts ORIF surgery patients after experiencing limitations in performing daily activities -day associated with reduced muscle tone. That the lack of motion causes decreased muscle strength, so that the patient's loss of independence in caring for him. Self-care is a daily activity - the day in taking care of himself, either used no tools or using tools. The purpose of this scientific publication manuscript is to describe nursing care in patients with reduced mobility in enhancing self-reliance in caring for him, including assessment, intervention, implementation, evaluation. The method used in the writing of this scientific publication yaiu using descriptive method with case study approach that explain and perform the nursing process. The nursing process of assessment to the evaluation done nursing. Nursing action 3 x 24 hours at pasiaen post opearasi in improving independence in self-care, nursing actions do is help you access to the bathroom, with toiletries and give an explanation of how the shower on the bed with or without the use of soap, motivate patients about the ability of the patient, to train the patient's own bathroom with the family as a provision for independent monitoring after returning home to minimize dependence on others, trains run using tools such as crack, 1 act ROM (Range of Motion). The exercise program can strengthen muscles and increase the independence, Patient able to indulge aided by tools, patient confidence back, independence in caring for her patients increased.The results can be used as a basis for nursing interventions in the form of activities such as exercise, eating, personal care, bathing, toileting use by integrating the management of pain in post rehabilitation phase ORIF lower limbfractures. Keywords: Post ORIF, self-reliance, self Caring, Nursing, Fracture. 1. PENDAHULUAN Fraktur adalah hilangnya kontiunitas tulang rawan baik bersifat total maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya. Tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2012). Badan kesehatan WHO tahun 2010 menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 7 jutaorang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan, dan sekitar 2 juta orang mengalami cacat fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi yang cukup tinggi adalah insiden fraktur ektermitas bawah, yaitu sebanyak 46,2 % didapat dari kecelakaan (Lukman, 2011). Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Menurut hasil data Riset Kesehatan Dasar tahun 2011, di Indonesia terjadi fraktur yang disebabkan oleh cidera seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam/tumpul. Riset Kesehatan Dasar 2011 menemukan ada sebanyak 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus, dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %) (Nurcahiriah, 2014). Data dari rekam medik di bangsal Ceplok Sriwedari Rumah Sakit Ortopedi Dr. R. Soeharso Surakarta untuk satu bulan terakhir dari tanggal 31 Maret 2016 tercatat sebanyak 20 kasus yang mengakibatkan fraktur pada ekstermitas bawah. Salah satu masalah yang sering berhubungan dengan pasien dalam masalah ortopedi adalah kehilangan kemandirian, termasuk diantaranya pasien post operasi fraktur femur. Pasien ini mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari – hari, berhubungan dengan menurunnya tonus otot. Sehingga mengalami kehilangan kemandirian. Tujuan keperawatan utama untuk pasien dengan masalah tersebut agar 2 pasien dapat melakukan perawatan diri secara total sejauh kemampuan yang bisa dilakukan dengan mandiri (Ropyanto, 2011). Fungsi kemandirian akan menurun pada kegiatan yang memerlukan perubahan posisi yang dominan, seperti berpakaian, mandi, makan, dan penggunaan urinal. Walaupun dilakukan diatas tempat tidur, aktivitas yang menggunakan ekstermitas atas seperti makan, perawatan diri terutama mandi, semua dilakukan diatas tempat tidur. Sehingga kemampuan ekstermitas atas sangat berperan penting dalam aktifitas tersebut. Perbedaan terjadi saat melakukan aktivitas yang memerlukan perubahan posisi diatas tempat tidur, baik bergeser maupun duduk yang mengakibatkan peningkatan nyeri pada area fraktur. Kemampuan ekstremitas bawah berperan penting untuk mencapai keseimbangan. Maka perlu dilatih untuk keseimbangan dengan melatih kaki yang tidak sakit agar tidak mengalami kekakuan otot. Penurunan fungsi ekstremitas bawah memberikan dampak terhadap stabilitas keseimbangan. Keseimbangan terdiri dari keadaan statis, dinamis dan komponen fungsional yang berfokus pada keseimbangan dan kesembuhannya (Ropyanto, 2011). Proses kesembuhan ketidakadekuatan bantuan, memberikan bantuan untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya mampu untuk melakukannya tetapi memberikan bantuan. Bantuan yang berlebihan tersebut dapat mengurangi perkembangan kemampuan klien untuk mandiri. Sehingga berpengaruh terhadap fungsi kemandirian. Bantuan diberikan berlebihan akan mengurangi kesempatan yang berulang - ulang. Latihan terbaik untuk memperbaiki kinerja pasien atau meningkatkan kemandirian adalah melakukan nya secara berulang ulang dengan aktivitas mandiri (Hoppenfield, 2011). Pasien post operasi selama di bangsal sebelum mendapatkan terapi latihan dari fisioterapi masih tergantung pada perawat dan keluarga, karena pasien takut menggerakan ekstermitas bawahnya dan takut merasa sakit, terkadang sudah diberi latihan, pasien masih malas untuk latihan mobilitas. Terlihat dari diri pasien untuk merawat diri pun tampak malas malasan, sebenarnya pasien mampu untuk melakukan aktivitas, tetapi selalu menunggu keluarga untuk membantu melakukan kebutuhan sehari – hari. Hal ini kemungkinan karena ketidaktahuan pasien untuk melakukan pergerakan karena kurang imformasi dan pengetahuan pasien tentang keadaannya. Fungsi latihan tersebut untuk menguatkan otot dan memandirikan pasien agar tidak tergantung kepada orang lain,dan untuk kesiapan pasien kembali ke rumah agar 3 tidak tergantung pada orang lain dalam perawatan dirinya. Latihan tersebut dilakukan oleh pasien dengan bantuan dan pantauan keluargadan perawat. Pentingnya peningkatan kemandirian adalah untuk meningkatkan kemampuan merawat diri pasien, diharapkan mencapai ideal diri. Peningkatan kemandirian juga berdasarkan pada perubahan sistem tubuh dan gangguan fisiknya melalui proses pemulihan dengan program latihan, pasien dapat hidup mandiri tanpa ketergantungan penuh keluarga, dalam tahap pemulihan maupun setelah keluar dari rumah sakit melakukan aktifitas di rumah. Dari data diatas mendorong penulis untuk melakukan studi kasus tentang upaya kemandirian dalam merawat diri 1. METODE PENELITIAN Metode penyusunan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang menjelaskan dan melakukan proses keperawatan. Proses keperawatan tersebut dilakukan dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan. Penulis memberikan asuhan keperawatan dan melakukan tidakan keperawatan dari salah satu pasien yang dirawat di RSOP. Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dibangsal Ceplok Sriwedari pada tanggal 29 Maret – 2 April 2016. Cara yang digunakan dengan anamnesa, pengkajian fisik, disertai data penunjang dan masalah keperawatan untuk menegakkan diagnosa dan intervensi keperawatan. Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan perencanaan yang mengacu pada diagnosa dan intervensi keperawatan. Melakukan evaluasi sesuai dengan rencana tindakan yang diberikan. Jika belum atau tidak teratasi maka perlu disusun rencana atau melanjutkan rencana tindakan yang sebelumnya (Debora, 2011). Promosi latihan fisik mempasilitasi aktivitas fisik yang rutin untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot dan menyeimbangkan aktivitas dan istirahat (Wilkinson, 2015). Program latihan tersebut berguna untuk kesiapan pasien kembali ke lingkungan rumah dengan program tersebut pasien mencapai ideal diri dalam melakukan aktivitasnya secara mandiri. 4 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen kunci dan pondasi proses keperawatan adalah pengkajian. Suatu pengkajian yang mendalam memungkinkan perawat kritikan untuk mendeteksi perubahan cepat, melakukan intervensi dini dan melakukan asuhan (Talbot, A, Laura 2007). 1.1. Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang. Setelah pembedahan ortopedi, perawat tetap melanjutkan rencana perawatan preoperatif, melakukan penyesuaian terhadap status pascaoperatif terbaru. Perawat mengkaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas, dan konsep diri. Selain itu, perawat harus memperhatikan mengenai pengkajian dan 6 pemantauan pasien mengenai potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan. Pengkajian tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas,suara usus, keseimbangan cairan, dan yang mungkin menunjukkan akan terjadinya kemungkinan komplikasi. Temuan abnormal harus segera dilaporkan ke dokter (Smeltzer. C Suzanne 2013). Hasil pengkajian pada asuhan keperawatan dengan pasien post operasi fraktur femur di RSOP. Dr. R. Soeharso Surakarta. Pengkajian dilakukan pada tanggal 29 Maret 2016 pukul 15.00 WIB. Keluhan Utama nyeri pada paha kanan, selanjutnya pasien menjelaskan kronologi kejadiannya. Pasien mengatakan sedang mengepel lantai dirumah, pasien terpeleset dan jatuh dengan bagian paha kanan yang pertama menyentuh lantai. Keluarga membawa pasien ke klinik pengobatan, mendapatkan perawatan selama satu minggu, selanjutnya pasien dibawa keluarga ke RSOP. Dr. R Soeharso Surakarta. Pengkajian fisik dilakukan setelah operasi ORIF hari ke 2, Paha kanan dibalut dari pangkal paha sampai lutut 25 cm, dipergelangan kaki kanan kaki yang sakiit terdapat pembengkakan. Kekuatan otot pada kaki yang satunya dengan kekuatan otot level 3 (mampu mengangkat ditekan lemah tidak jatuh) tidak terjadi kekaukann otot, kaki kiri dapat digerakan. Pengkajian fisik waktu dikaji dengan data yang diperoleh dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan sistematis. Pemeriksaan umum terdiri dari kesadaran pasien, tanda – tanda vital pada saat dikaji. Data yang didapat dari pengkajian tersebut : kesadaran pasien : Composmetris E4M5V6. Pemeriksaan Tanda - Tanda Vital :Tekanan Darah (TD) : 120/80mmHg, Nadi (N) : 88 x/menit, Suhu (S) : 36oC, Rerpiratory Rate (RR) : 22 x/menit. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki meliputi : Pemeriksaan kepala, mata, telinga, leher, fisik kulit, dada dan paru, abdomen, genital, dan kekuatan kelemahan otot. Data yang didapat dari pemeriksaan sistematis dilakukan dari pemeriksaan bagian Kepala : Bentuk kepala mesocepal, kepala bersih tidak ada lesi, tidak terdapat nyeri tekan, rambut berwarna hitam, rambut bergelombang, wajah pasien meringis karena menahan rasa nyeri. Pemeriksaan Mata : Kedua mata simetris, pergerakan antara mata kanan dan kiri sama, tidak terdapat gangguan penglihatan, conjungtiva tidak anemis, pupil isokor. Pemeriksaan Hidung : Lubang kanan dan kiri simetris, tidak ada pembengkakan pada tulang hidung, tidak terdapat sekret, terdapat bulu hidung, tidak terdapat daging tumbuh, tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan Telinga : Simetris antara telinga kanan dan kiri, tidak terdapat 5 gangguan pendengaran, warna telinga sawo matang, tidak ada lesi tidak terjadi nyeri tekan. Pemeriksaan Leher : Simetris bentuk leher, warna leher sawo matang, dan warna merata, tidak ada peradangan di vena jugularis, tidak terdapat jaringan parut, tidak terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan Kulit : Warna kulit sawo matang, warna kulit sawo matang, kulit teraa hangat, tidak terdapat jaringan parut, turgor kulit baik. Pemeriksaan Dada dan Paru Inspeksi : Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, tidak terdapat benjolan, tidak ada lesi, warna kulit merata. Palpasi : Ekpansi paru sama traktil femitus sama, tidak ada nyeri tekan. Perkusi : Resonan di semua lapang paru. Auskultasi : Vesikuler. Pemeriksaan Abdomen inspeksi : Bentuk abdomen simetris, warna kulit merata. Auskultasi terdengar bunyi peristaltik usus 10 x/menit. Perkusi : Tympani. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan Genital : Terpasang selang genital, bersih. Pemeriksaan Ektermitas : Kaki kanan tidak dapat digerakan terdapat balutan dipaha 25 cm dari pangkal paha sampai atas lutut, terdapat pembengkakan di pergelangan kaki dan untuk kaki kanan kekuatan otot level 3, mampu mengangkat ditekan lemah tidak jatuh, tidak terdapat pembengkakan. 1.2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis yang digunakan oleh perawat professional untuk menjelaskan masalah kesehatan, tingkat kesehatan, respons klien terhadap penyakit atau kondisi klien (aktual atau potensial) sebagai akibat dari penyakit yang diderita (Debora, 2011). Setelah ditegakkan diagnosa keperawatan maka disusun suatu perencanaan tindakan keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan adalah tulisan yang dibuat dan digunakan sebagai panduan saat melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah yang muncul (Debora, 2011). Data Objektif : Nyeri di paha kanan, terdapat peradangan dipergelangan kaki yang sakit, pasien terlihat gelisah. Pasienselalumeminta dimandikan keluarga, jika tidak ada keluarga tidak mau mandi. Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada paha sebelah kanan. Provoking (P) : Luka Post Operasi Fraktur Femur, Quality (Q) : Seperti ditarik, Regional (R) : Nyeri pada paha sebelah kanan, Time (T) : Nyeri hilang timbul, klien mengatakan jari kaki sebelah kanan jika digerakan terasa sakit. Keadaan Umum : Pasien tampak baju kusut kotor, pasien tidak mau mandi, tidak mau beraktifitas, mengganti pakaian harus menunggu keluarga. Jika tidak dibantu keluarga atau perawat, pasien tidak mau melakukan kegiatan. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosa keperawatan defisite perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler pembatasan gerak, resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh (Nanda, 2015). Diagnosa prioritas adalah defisit perawatan diri dengan masalah keperawatan perawatan diri tidak terpenuhi, pasien tidak mau mandi, tidak mau beraktifitas, tidak mau mengganti pakaian jika bukan keluarganya yang menggantikan pakaian pasien tidak ganti pakaian, harus menunggu keluarga. Pasien tidak mau melakukan kegiatan apapun, dari ketergantungan tersebut maka menegakkan dignosa yang difokuskan dalam pembahasannya tentang meningkatkan kemandirian dalam perawatan diri. Penulis menegakan diagnosa ini menjadi diagnosa prioritas keperawatan dibanding diagnosa yang lain, karena masalah keperawatan utama dikeluhkan keluarga dalam ketergantungan pasien dan kebersihan pasien. Nyeri dirasakan pasien tidak terlalu sering dan rasa nyeri tidak terlalu berat dengan skala 5, pada 6 saat dikaji sudah melewati tindakan pembedahan dan sudah melewati dua hari fase penyembuhan, pasien. dengan intensitas nyeri pasien dapat terkontrol. Diagnosa kedua adalah Nyeri berhubungan dengan cidera fisik. Adapaun tujuan dari diagnosa tersebut menurut wilkinson (2015). adalah nyeri berkuranng dengan kriteria hasil secara verbal, klien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri menurun, klien tenang, ekpresi wajah rileks. Diagnosa yng ketiga adalah Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, pembatasan gerak. Adapun tujuan dari diagnosa tersebut menurut Wilkinson (2004). Klien mampu melakukan mobilitas fisik seoptimal mungkin, dengan kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri, kekuatan otot meningkat. Diagnosa yang ke empat adalah Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh. Adapun tujuan dari diagnosa tersebut menurut (Wilkinson, 2004). Infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda peradangan (tumor, dolor, kalor, rubor dan fungsiolesa). Tanda – Tanda Vital dalam batas normal, dengan acuan sebagai berikut : Tekanan Darah : 110 - 120/70 - 80mmHg, Nadi : 60 - 100x/menit, RespiratoryRate : 16 22x/menit dan S : 36 - 37,5ºC. 1.3. Intervensi Keperawatan Tujuan tindakan keperawatan dalam 3 x 24 jam diharapkan mampu merawat diri secara mandiri dan kriteria hasil yang didapat dari pasien. Pasien mengatakan dapat dan mampu melakukan aktifitas, menerapkan kegiatan mandiri tersebut pada waktu di Rumah Sakit dalam tahap pemulihan, maupun setelah dirumah. Untuk kegiatan selanjutnya, mampu merawat diri sesuai tingkat kemampuan dan melakukan personal hygine atau kebersihan diri secara mandiri. Personal hygine (kebersihan diri) merupakan perawatan diri yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan diri sendiri, baik secara fisik maupun mental. Tingkat kebersihan diri seseorang umumnya dilihat dari penampilan yang bersih dan rapi, serta upaya yang dilakukan seseorang untuk menjaga kebersihan dan kerapihan tubuhnya setiap hari. Kebersihan diri merupakan langkah awal dalam mewujudkan kesehatan diri, karena tubuh yang bersih meminimalkan risiko seseorang terjangkit suatu penyakit. Maupun status kesehatan serta kondisi dan mental mempengaruhi dalam proses perawatan diri. Orang yang sedang sakit atau mengalami cacat fisik dan gangguan mental akan terhambat kemampuanya untuk merawat diri secara mandiri (Saputra, 2013). Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan adalah kaji kemampuan pasien dalam merawat dirinya, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dalam merawat diri. Bantupasien memenuhi kebutuhan sehari – hari, dengan programm latihan. Sediakan waktu untuk pasien melakukan aktivitas segenap kemampuannya. Berikan pujian terhadap kemampuan yang dicapai oleh pasien dalam menolong dirinya, rasionalnya untuk memotivasi agar mematuhi program rehabilitasi (Wilkinson, 2015). Manajemen perawatan diri terdiri dari mengkaji kemandirian ADL, mengobservasi alat bantu ADL, melibatkan keluarga untuk memenuhi ADL, dan mengajari klien untuk mnadiri, terutama personal hygiene agar tidak terjadi ketergantungan pada orang lain (WHO, 2006). 7 Ketergantungan pasien pada keluarga terutama saat mandi, toileting dan berganti pakaian, dan tindakan yang dilakukan perawat yaitu membantu mengakses ke kamar mandi, menyediakan perlengkapan mandi, menjelaskan cara mandi menggunakan sabun diatas tempat tidur maupun di kamar mandi rasionalnya melatih untuk pasien mandi dengan melakukan sendiri dengan mandiri dipantau keluarga, melakukan perawatan mulut. Walaupun dengan keterbatasan gerak, untuk memenuhi kemampuan toileting tugas perawat hanya menyiapkan alat untuk toiletingnya. Tindakan selanjutnya melatih pasien berjalan menggunakan alat bantu krak. Aktivitas yang menggunakan ekstermitas atas seperti makan, perawatan diri, dan mandi maupun selama perawatan di rumah sakit. Aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga kemampuan ektermitas atas berperan penting (Ropyanto, 2011). Berdasarkan rencana tindakan keperawatan diatas, semua tindakan keperawatan dilakukan oleh penulis : yaitu mengkaji kemampuan pasien dalam merawat diri, membantu pasien memenuhi kebutuhan sehari - hari dan memberikan pujian terhadap kemampuan yang dicapai. Alasan penulis melakukan tindakan tersebut adalah untuk kenyamanan pasien, difokuskandalam merawat diri terutama melatih pasien agar mandi secara mandiri, walaupun belum bisa sepenuhnya mandiri, sebagai program latihan untuk kesiapan pulang dan sebagai tindakan keperawatan di rumah sakit, karena pasien tidak mau mandi, menunggu keluarga untuk dimandikan. Jika keluarga tidak ada tidak mau mandi. Rencana tindakan untuk diagnosa kedua adalah kaji skala nyeri pasien, memberikan posisi semi fowler, immobilisasi pada bagian yang sakit ajarkan teknik relaksasi, kolaboratif pemberian analgetik Hasil penelitian tentang upaya penurunan skala nyeri terhadap pasien post operasi open fraktur dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan skala nyeri, hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ayudianingsih (2009) tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur. Hasil dari penelitian tersebut dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu mengurangi nyeri minimal 50% terhadap 60% sampai 70% pasien dengan keluhan nyeri.. Rencana tindakan untuk diagnosa ketiga adalah : Kaji imobilitas klien, Pertahankan postur tubuh dan posisi yang nyaman, Lakukan kerjasama dengan keluarga dalam perawatan klien, Pertahankan balutan atau bidai sebagai alat immobilisasi di bagian yang sakit, Motivasi klien untuk membatasi pergerakan pada bagian yang fraktur. ROM ( range of motion ) terbukti untuk menigkatkan dan menyelamatkan klien dari kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur hal ini sesuai dengan teori ( Lukman dan Ningsih , 2009) yang menyatakan bahwa fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur, untuk itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui latihan rentang gerak yaitu dengan latihan ROM ( range of motion ). Rencana tindakan untuk diagnosa keempat adalah : Pantau Tanda - Tanda Vital, Kaji tanda-tanda peradangan infeksi, lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik, Lakukan perawatan luka terhadap prosedur invasif, Kolaborasi pemberian antibiotik. 8 1.4. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (potter & perry, 2009). Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa diatas, pada tanggal 29 Maret 2016. Pukul 14.00 WIB adalah Memantau tanda – tanda vital. Data Subyektif (DS) : -. Data Obyektif (DO) : Tekanan Darah : 120/80mmHg, Nadi : 88x/menit, Suhu : 36ºC, RespiratoryRate : 22x/menit. Pukul 15.00 WIB adalah Mengkaji tanda tanda peradangan infeksi. DS : Pasien mengatakan ada pembengkakan di daerah pergelangan kaki. DO : Terdapat pembengkakan. pukul 14.00 WIB Melakukan pendekatam pada klien dan keluarga dengan memonitor skala nyeri. Data Subyektif (DS) : Pasien mengatakan nyeri dibagian paha kanan bekas operasi. Data Obyektif (DO) : Provoking (P) : Nyeri post operasi fraktur femur post ORIF, Quality (Q) : Seperti tertimpa benda berat, Region (R) : Daerah yang nyeri di paha kanan, Seversity/ Scale (S) : 5, Time (T) : Hilang timbul. Pukul 14.35 WIB adalah Memberikan posisi semi fowler. DS : Pasien mengatakan mau diposisiskan semi fowler. DO : Terlihat pasien lebih nyaman. Pukul 15.30 WIB adalah Memonitor kemampuan pasien dalam merawat dirinya. Data Subyektif (DS) : Pasien mengatakan perawatan diri maupun aktivitas dibantu keluarga dan perawat. Data Obyektif (DO) : Perawatan diri tampak dibantu dalam hal mandi toileting dan berganti pakaian, pasien sering menunggu keluarga dalam melakukan aktivtasnya dalam hal perawatan diri. Pukul 16.00 WIB adalah Membantu pasien memenuhi kebutuhan sehari – hari (mandi). DS : Pasien mengatakan lebih segar. Repon DO : Tampak dibantu keluarga dalam perawatan diri rutin terutama mandi dan mengganti pakaian, perawat menyediakan peralatan mandi. Pukul 16.00 WIB. Mengkaji imobilitas klien. Data Subyektif (DS) : Pasien mengatakan hanya bisa berbaring ditempat tidur dan sering merasa sakit pada saat bergerak terutama menggerakan kaki yang sakit. Data Obyektif (DS) : Terdapat pembengkakan di daerah pergelangan kaki yang sakit, pembengkakan otot di daerah pergelangan kaki. Pukul 18.00 WIB adalah Mempertahankan postur tubuh dan posisi yang nyaman. DS : Pasien mengatakan posisinya sudah nyaman. DO : Memberikan posisi pada klien dengan kedua kaki lurus kedepan dan posisi yang tidak memberatkan kaki yang sakit. Dalam dunia keperawatan personal hygine merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus senantiasa terpenuhi. Peran perawat dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk menerapkan prinsip hidup bersih dan sehat. Perawatan diri terhadap pasien bertujuan untuk memelihara kebersihan, menciptakan keindahaan, serta meningkatkan derajat kesehatan dapat mencegah timbulnya penyakit (Wartonah, 2006). Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 30 Maret 2016 pukul 08.00 WIB adalah Memonitor tingkat kemampuan pasien dalam merawat dirinya (Toileting). DS : Pasien mengatakan dibantu keluarga dalam perawatan diri, belum bisa melakukan sendiri dalam perawatan diri. DO : Pasien menggunakan alat waktu BAB, perawat menyiapkan alat waktu pasien mau BAB. Pukul 08.10 WIB adalah Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. DS : Pasien mengatakan merasa sakit pada saat luka dibersihkan. DO : Memerbersihan luka dilakukan agar terhindar dari infeksi luka. Pukul 08.30 WIB adalah Memonitor tanda tanda infeksi. DS :-,. DO : Tidak terjadi peradangan di daerah luka dan 9 tidak terjadi infeksi. Pukul 08.25 WIB adalah Memonitor skala nyeri pasien. DS : Pasien mengatakan nyeri dipaha kanan hilang timbul. DO : Provoking (P) : Luka Post operasi fraktur femur post ORIF, Quality (Q) : Seperti tertimpa beban berat, Region (R) : paha kanan, Seversity/ Scale (S) : Skala nyeri 4, Time (T) : Hilang timbul, pasien tampak meringis menahan sakit. Pukul 10.00 WIB adalah Mengimmobilisasi pada bagian yang sakit mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. DS : Pasien mau mendengarkan dan belajar. DO : pasien paham dan mau mempraktekan cara mengalihkan rasa nyeri tersebut dan menganjurkan kepada pasien, setiap rasa nyeri itu datang lakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengalihkan rasa nyeri. Pukul 11.10 WIB adalah Menyediakan waktu agar pasien melakukan aktifitasnya dengan kemampuan sendiri (makan, berpindah posisi, latihan berjalan). DS : Pasien mengatakan makan dapat dilakukakan dengan mandiri dan berpindah posisi dibantu keluarga, untuk latihan berjalan diawasi oleh keluarga. Pasien sudah mendapatkan terapi dari ahli medis lain untuk latihan berjalan mengoptimalkan otot bahu, menguatkan otot di bagian kaki yang tidak sakit, agar tidak terjadi kekakuan dan sebagai tumpuan saat beraktivitas. DO : Berpindah dibantu dan latihan berjalan dibantu timbul rasa kepercayaan diri dalam merawat dirinya. pukul 12.00 WIB adalah Melakukan kerja sama dengan keluarga dalam perawatan klien. DS : Pasien mengatakan keluarga sangat membantu misal pasien butuh sesuatu dalam hal perawatan diri sangat membantu. DO : Keluarga terlihat membantu apapun, kegiatan yang dilakukan pasien seperti latihan berjalan yang diperintahkan oleh ahli medis lain agar tidak terjadi kekauan otot. Tampak pergelangan kaki pasien membengkak. Pukul 15.00 WIB adalah Memotivasi klien membatasi pergerakan yang fraktur, membatasi pergerakan pada saat di posisi di tempat tidur, diusahakan kaki selalu lurus dan jari kaki ngehadap ke atas jangan sampai jari kaki ngehadap ke samping akan berpengaruh pada penyembuhan nya. Berpengaruh pada bentuk kaki. DS : Pasien paham atas yang diperintah perawat. DO : Pasien terlihat memahami dengan penjelasan perawat. pukul 17.00 WIB adalah Mengkaji tingkat kemampuan pasien dalam merawat dirnya (mandi, berpakaian, berpindah). DS : Pasien mengatakan tidak terganggu dalam berpakaian maupun mandi karena dibantu keluarga. DO : Tampak pada perawatan mandi dibantu keluarga, untuk berjalan menggunakan walker atau tongkat. ROM aktif, mobilitas dan ambulasi terutama latihan berjalan sangat mendukung dalam peningkatan status fungsional dalam meningkatkan kemandirian karena nmemberikan stessor terhadap fase penyembuhan tulang, waktu penyembuhan tulang penting untuk melakukan banyak mobilitas dan pengembalian kekuatan otot sangat memungkinkan, pengembalian fungsi normal untuk beraktifitas dapat berlangsung lebih capat dari pada penyembuhan tulang (Halstead, 2004). Mandi merupakan praktik menjaga kebersihan dengan menggunakan pembersih seperti sabun dan air untuk membuang keringat kotoran dan mikroorganisme dari kulit (Timbly, 2009).aktifitas mandi dilakukan dengan memodifikasi dimana pasien mandi diatas tempat tidur atau pun di kamar mandi dengan tugas perawat membantu dan menyediakan perawatan mandi seperti air , sabun , dan wash lap ini termasuk latihan mandiri buat pasien agar bisa mandi dengan mandiri temasuk program latihan yang diberikan. Pasien dapat mengganti pakaian dengan mandiri teutama pada waktu mengganti celana, perawat menyarankan pasien menggunakan celana dari ektermitas yang sakit dahulan selanjutnya yang sehat untuk melepaskan celana 10 pasien melepaskan celana dari ekstermitas yang sehat dahulu dilanjutkan yang ekstermitas yang sakit, ini termasuk program latihan yang diberkan pada pasien agar pasien dapat melakukan secara mandiri. Tindakan keperawatan pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 08.30 WIB adalah Menyediakan waktu untuk pasien dalam melakukan aktifitas dengan segenap kemampuannya dan diberi penjelasan sebelum tindakan apapun (berpindah di tempat tidur). Memberikan penjelasan tentang cara mandi menggunakan sabun dengan mandiri dan perawat membantu menyiapkan alatnya, perawat sebagai prasarana. DS : pasien dapat melakukan yang diperintah dan mengerti. DO : pasien mengerti dan mempraktekan. Pukul 09.00 WIB adalah Mengkaji tingkat kemampuan pasien dalam merawat diri keamanan mandi secara mandiri. DS : Pasien mengatakan mandi sendiri kadang merasa sulit saat menggosok dibagian tertentu seperti sela – sela, terkadang timbul rasa sakit di bagian kaki yang sakit. DO : Bantuan sebagian, menyediakan peralatan mandi, pasien dapat melakukan mandi dengan mandiri. pukul 09.00 WIB adalah Mengkaji imobilisasi pasien. DS : Pasien mengatakan pergerakan dapat dibantu dengan alat. DO : Pembengkakan kqki dapat diminimalkan. Pukul 10.00 WIB adalah Mempertahankan balutan atau bidai sebagai alat immobilisasi bagian yang sakit dan melakukan tindakan keperawatan ROM sebagian. DS : Pasien mengatakan sakit pada saat melakukan tindakan tersebut. DO : Pasien terlihat kesakitan. pukul 09. 20 WIB adalah Memonitor skala nyeri. DO : Pasien mengatakan nyeri berkurang. DO : Provoking (P) : Luka Post op Fraktur femur Post ORIF, Quality (Q) : Seperti tertimpa benda berat, Region (R) : Paha kanan, Seversity/Scale (S) : Skala 2, nyeri berkurang pasien tampak tidak cemas dengan nyerinya, Pukul 15.00 WIB adalah Memonitor tanda tanda vital DS :-. DO : Tekanan Darah : 120/ 80mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu 36 ºC, RespiratoryRate : 22 x/ menit. Tanda-tanda vital dalam ambang normal. 1.5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah suatu proses yang digunakan untukmengukur dan memonitor kondisi klien serta mengevaluasi tindakankeperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untukmemeriksa semua proses keperawatan (Debora, 2011). Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2016 pukul 21.00 WIB adalah Mengevaluasi setelah diberi asuhan keperawatan hasil yang dapat disimpulkan. Subyektif : pasien mengatakan perawatan diri maupun aktifitas dibantu keluarga dan perawat. Obyektif : tampak ketergantungan kepada orang lain, pasien tidak mau berpindah dari tempat tidur, terlihat dibantu dalam berpakaian, tidak ada kemauan untuk berpindah dari tempat tidur, kemampuan pasien dalam merawqat diri masih kurang, kebutuhan pasien dalam merawat diri terpenuhi . Analisis : Masalah kemandirian dalam merawat diri belum teratasi. Planning : Intervensi dilanjutkan. Menonitor tingkat kemampuan pasien dalam meraawst diri, memberikan waktu agar pasien melakukan aktifitas dengan mandiri,memberikan penjelasan tentang memakai pakaian terutama celana dengan mandiri Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2016 pukul 17.00 WIB adalah Mengevaluasi setelah diberi asuhan keperawatan hasil yang dapat disimpulkan. Subyektif : pasien mengatakan dibantu dalam perawatan diri, untuk makan dapat dilakukan mandiri, dan berpindah posisi dibantu keluarga. Obyektif : Pasien terlihat ada kemamuan untuk merawat diri, mau beraktifitas dan latihan berjalan menggunakan alat bantu pasien tampak memperaktekan yang diperintahkan perawat tentang cara memakai celana., kemampuan pasien dalam merawat diri 11 seperti makan, bab, mengganti pakaian dan latihan berjalan, dapat dilakukan dengan mandiri. Analisis : Masalah kemandirian dalam merawat diri teratasi sebagian. Planning : Intervensi dipertahankan. Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 17.00 WIB adalah Mengevaluasi setelah diberi asuhan keperawatan hasil yang dapat disimpulkan. Subyektif : Pasien mengatakan dapat melakukan aktifitas ringan seperti makan, berpakaian, mandi, dan toileting dibantu keluarga atau dipantau keluarga. Obyektif : Pasien terlihat ada kemamuan untuk merawat diri, aktifitas atau kegiatan sehari – hari sehari hari dapat dilakukan mandiri dengan mengguanakan alat bantu krek atau tongkat. Untuk aktivitas yang masih dibantu yaitu toileting dibantu keluarga, latihan berjalan dapat dilakukan sendiri secara mandiri tanpa disuruh. Analisis : Masalah kemandirian dalam merawat diri teratasi sebagian. Planning : Intervensi dipertahankan Menonitor tingkat kemampuan pasien dalam meraawst diri, memberikan waktu agar pasien melakukan aktifitas dengan mandiri,memberikan penjelasan tentang memakai pakaian terutama celana dengan mandiri Hasil penelitian yang penulis lakukan tentang meningkatkan kemandirian pasien post operasi fraktur femur post ORIF dengan program latihan mampu meningkatkan kemandirian agar tidak tergantung pada orang lain ketika kembali kerumah. Hal ini sesuai dengan tujuan pengembalian kemandirian yaitu mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk kembali kerumah sebagai tahap pencapaian kemandirian yang tertinggi dengan program latihan yang telah dipelajari (Adiantoro, 2010). Berdasarkan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dalam merawat diri, tidak hanya fokus pada peningkatan kemandirian Merawat diri saja, penulis juga melakukan tindakan keperawatan untuk menurunkan nyeri yang bertujuan memberikan rasa nyaman, Resiko infeksi yang bertujuan menghambat terjadinya infeksi, Kerusakan mobilitas fisik bertujuan membantu proses penyembuhan memperbaiki mobilitas fisik. Diagnosa tersebut muncul dan terdapat dalam teori. Diagnosa kedua adalah Nyeri berhubungan dengan cidera fisik. Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 14.00 WIB adalah Subyektif :,.Obyektif : Provoking (P) : Nyeri Post Op Fraktur Femur Post ORIF, Quality (Q) : Seperti tertimpa beban berat, Region(R) : Paha kanan, Seversity/ Scale (S) : Skala nyeri 2, Time (T) : Hilang timbul, Pasien tampak rileks. Analisis : Masalah teratasi. Planning : Intervensi dihentikan. Hasil penelitian yang penulis lakukan tentang upaya penurunan skala nyeri terhadap pasien post operasi open fraktur dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan skala nyeri, hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ayudianingsih (2009) tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur. Hasil dari penelitian tersebut dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu mengurangi nyeri minimal 50% terhadap 60% sampai 70% pasien dengan keluhan nyeri. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, pembatasan gerak. Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 14.00 WIB adalah Subyektif : Pasien mengatakan kakinya yang dulunya bengkak sudah membaik tidak bengkak lagi. Obyektif : Kekuatan otot kembali membaik dan perggelangan kaki yang bengkak tidak terlihat lagi. Analisis : Masalah teratasi sebagian. Planning : Mempertahankan intervensi. 12 ROM ( range of motion ) terbukti untuk menigkatkan dan menyelamatkan klien dari kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur hal ini sesuai dengan teori ( Lukman dan Ningsih , 2009) yang menyatakan bahwa fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur, untuk itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui latihan rentang gerak yaitu dengan latihan ROM ( range of motion ). Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh. Evaluasi dilaksanakan tanggal 31 Maret 2016 Pukul 13.00 WIB adalah dilakukan evaluasi tindakan data yang dapat disimpulkan. Subyektif : Pasien mengatakan lukanya membaik tidak ada rasa gatal. Objektif : Tidak terjadi infeksi di luka pasien, keadaan luka bersih dan tanda - tanda vital normal. Analisis : Masalah teratasi sebagian. Planning : mempertahankan intervensi. 3. PENUTUP a. Kesimpulan Berdasarkan dari kasus yang membahas dan menjelaskantentang meningkatkan kemandirian dalam merawat diri dapat disimpulkan 1) Meningkatkan kemandirian pasien dapat dilakukan dengan program latihan fungsi program latihan tersebut untuk meningkatkan perawatan diri dan meningkatkan kekuatan otot dengan meminimalkan bantuan dari keluarga untuk memandirikan pasien dalam perawatan diri, kesiapan klien dalam melakukan mandiri setelah dirumah nanti. 2) Kelebihan dari program latihan tersebut mempercepat proses penyembuhan dengan meminimalkan kekakuan otot, karena pasien sering bergerak atau beraktifitas. Program latihan ini agar pasien tidak tergantung pada orang lain setelah kembali ke rumah. 3) Kekurangan dari intervensi tersebut adalah hanya fokus dalam perawatan diri saja tidak menyeluruh ke aktivitas pasiennya maka penulis membuat program latihan tersebut. 4) Implementasi yang dilaksanakan berdasarkan intervensi dari masalah keperawatan yang diangkat dandisesuaikan dengan sumber daya yang tersedia. Secara keseluruhan klien kooperatif dalam merespon intervensi keperawatan yang diberikan walaupun terdapat kekurangan dan hambatan hambatan, baik dari pihak klien dan dari pihak penulis dalam melakukan asuhan keperawatan. 5) Evaluasi dari tindakan yang dilakukan dengan masalah meningkatkan kemandirian teratasi sebagian. Planning atau rencana tindakan yang dilakukan adalah melakukan program latihan tersebut mandiri, dengan pantauan keluarga seperti berjalan menggunakan alat bantu krak, menganjurkan klien untukkontrol ke rumah sakit sesuai jadwal yang sudah diberikan. b. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1) Bagi Rumah Sakit 13 Disarankan agar karya tulis ilmiah ini dapat dipakai sebagai masukan sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam meningkatkan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien sesuai dengan masalah serta kebutuhan klien 2) Bagi Institusi Pendidikan Disarankan bagi institusi pendidikan agar penelitian ini dapat dijadikan imformasi dan bisa digunakan sebagai bahan masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khusunya dibidang medikal bedah. 3) Bagi Pembaca Diharapkan hasil Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat dalam menambah wawasan dan dapat dijadikan referensi untuk dikembangkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien terutama tentang meningkatkan kemandirian dalam merawat diri pasien. 4) Bagi Peneliti Bagi peneliti lain diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat lebih optimal dalam melakukan asuhan keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan. PERSANTUN Penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan nuntuk program Diploma III Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penulis sangat mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: a. Prof. Dr. Bambang Setiaji, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Dr. Suwaji, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. c. Okti Sri P., S. Kep, M.Kes., Ns.Sp.Kep.M.B, selaku Ketua Program Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. d. Vinami Yulian,S.Kep., Ns,. Msc, selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. e. Enita Dewi, S.Kep.Ns.MN. selaku Penguji dan Pembimbing Karya Tulis Ilmiah. f. Ibu Arina Maliya, S.Kep., Ns., MSi.Med. selaku dosen Penguji dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. g. Ibu Yuni Astuti Tri Indiarti,S.Kep selaku pembimbing klinik RS Ortopedi Prof,Dr.R. Soeharso Surakarta. h. Segenap Dosen keperawatan UMS yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu. i. Ayah dan Ibu yang sangat saya cintai yang telah memberikan semangat dan doa. j. Temen – temen seperjuangan DIII Keperawatan UMS angkatan 2013 yang telah berjuang bersama dan memberikan semangat untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. k. TIM keperawatan Medikal Bedah atas kerjasama dan semangatnyaselama ini. l. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, semoga amal dan kebaikan yang telah diberikanmendapat imbalan dari Allah SWT 14 DAPTAR PUSTAKA Adianto, H. (2010). Discharge Planning dan Rehabilitas ipasien kardiovaskuler. Dalamhttp//webcache,gooleusercontent.com. diakses tanggal 17 Oktober 2016. Ayudianingsih, Novarizki Galuh., Maliya Arina, 2009. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur Di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Carpenito,Lynda J. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi. 13. Jakarta : EGC. Debora, O. 2011. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Salemba Medika Doenges, Marilynn E. 2015. Manual Diagnosis Keperawatan : Rencana, Intervensi, & Dokumentasi Asuhan Keperawatan, Edisi 3 . Jakarta : EGC. Halstead. J.A. (2004). Orthopedic Nursing : Caring for Patiens with musculoskeletal disorders. Brocton : Western Schools. Helmi,Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal. Jakarta : Salemba Medika. Hoppenfeld, S,. & Murthy,V.L.(2011).Terapi dan rehabilitasi fraktur.Neywork : Lippinscott Williams & Wilkins. Lukman dan Ningsih, 2009. “Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus”. Jurnal GASTER Vol. 10 No. 2 Agustus 2013. Muttaqin, Arif.2012.Buku Saku Gangguan MuskuluskeletalAplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC. Nurchairiah Andi., Hasneli Yesi., Indriati Ganis. 2014.“Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia Rsud Arifin ahmad”.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://jom.unri.ac.id/index.p hp/JOMPSIK/article/download/3438/3334. Jurnal ilmiah kesehatan. Vol. 1 No. 2 diakses 06 November 2016 Potter, P. A. & Perry,A. G. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Ropyanto, Chandra. 2011. Analisis faktor – faktor yang berhubungan dengan status fungsional pasien Paska Open Reduction Internal Fixation( ORIF) Fraktur Ektermitas Bawah, Di. RS.Ortopedi PROF. Soeharso Surakarta. Jurnal Ilmiah Kesehatan. http ://www.lontar.ui.ac.id/file ?file = digital/20281386. Diakses pada tanggal 30 mei 2015. Saputra, Lyndon, 2013.(a)Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Binarupa Aksara. Saputra, Lyndon, 2013.(b)Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Binarupa Aksara. 15 Sigalingging, Ganda. 2013. Buku Panduan Laboratorium Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC. Talbot, A Laura., Marquardt, Mary Meyers. 2007. Pengkajian Keperawatan Kritis. Edisi2. Jakarta: EGC. Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skill and concepts. 9th ed. Philapdelpia : Lippinscott Williams & Wilkins. Wartonah, Tarwoto. 2006.Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. WHO, (2006). Essential Surgical Care,: Injuries of the lower extremity. 25 september 2016. www.who.int/entity/substance_abuse/wha_57_11.pdf. Wilkinson, Juidits M, Ahem, Nancy R. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9 ( NANDA, 2105). Jakarta : EGC. 16