LAPORAN TTKHKP DAN BADAN POM

advertisement
Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Jagung PRG Event Bt11
I.
Pendahuluan
Jagung PRG event Bt11 adalah produk perusahaan Syngenta yang diklaim
dikembangkan untuk memberikan manfaat bagi ketahanan terhadap hama serangga
lepidoptera pada jagung. Jagung PRG event Bt11 menghasilkan protein Btk (protein
CryIA(b)) dan enzim phosphinothricin acetyl transferase (PAT).
Jagung PRG event Bt11 telah digunakan sebagai pangan dan atau pakan di 18
negara yaitu Amerika Serikat (1996), Jepang (1996), Kanada (1996), Swiss (1998),
Inggris (1998), Uni Eropa (1998), Australia (2001), Argentina (2001), Afrika Selatan
(2002), Korea Selatan (2003), Filipina (2003), Rusia (2003), Taiwan (2004), Cina
(2004), Uruguay (2004), Meksiko (2007), Brasil (2007), dan Kolombia (2008).
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.23.3541 Tahun 2008
tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik,
TTKHKP telah melakukan pengkajian keamanan pangan jagung PRG event Bt11
berdasarkan informasi genetik dan informasi keamanan pangan yang terdiri atas
kesepadanan substansial, alergenisitas, dan toksisitas sebagaimana diuraikan di
bawah ini.
II.
II.1
Informasi Genetik
Elemen Genetik
Jagung PRG event Bt11 mengandung dua gen interes yaitu gen Btk dan gen PAT.
Gen Btk memproduksi protein Btk, yang bertanggung jawab dalam ketahanan
terhadap serangga hama penggerek jagung. Gen PAT mengkode enzim PAT, untuk
toleran terhadap phosphinothricin (herbisida glufosinat). Promoter dan terminator
yang digunakan untuk dua gen interes adalah CaMV-35S dari 35S cauliflower
mosaic virus, dan NOS (nopaline synthase) dari Agrobacterium tumefaciens.
II.2
Sumber Gen
a. Gen Btk adalah perubahan versi full length gen CryIA(b) dari Bacillus
thuringiensis var. kurstaki HD-1. B. thuringiensis adalah bakteri tanah aerob
gram-positif yang dapat membentuk spora serta memproduksi protein kristal.
Protein kristal tersebut efektif berfungsi sebagai insektisida setelah dikonsumsi
oleh serangga spesifik yang sensitif terhadap kristal tersebut. Bacillus
thuringiensis telah digunakan secara komersil sebagai pestisida hayati yang
aman oleh petani sejak tahun 1958.
b. Gen PAT diklon dari mikroorganisme tanah Streptomyces viridochromogenes
strain Tu494. Streptomyces viridochromogenes adalah bakteri tanah gram-positif
yang termasuk Actinomycetae dan dapat membentuk spora. Bakteri tersebut
memproduksi enzim PAT yang memproteksi dirinya dari tripeptida
phosphinothricyl-alanyl-aline
(phosphinothricin-tripeptide),
yang
juga
memproduksi dan menunjukkan toksisitas dengan spektrum luas terhadap
tanaman.
1
II.3
Sistem Transformasi
Jagung PRG event Bt11 dirakit menggunakan plasmid pZO1502 melalui sistem
protoplast transformation/regeneration dengan menggunakan restriction fragment
length polymorphism (RFLP) pada long arm of chromosome 8. Plasmid pZO1502
mengandung dua gen interes yaitu gen Btk dan PAT. Tanaman yang telah
mengalami transformasi dengan dua gen tersebut beregenerasi. Tanaman yang
beregenerasi kemudian disilangkan dan disilangbalikkan dengan galur unggul non
PRG milik Syngenta, dan digunakan sebagai tetua untuk hibrida komersial.
II. 4
Stabilitas Genetik
Analisis molekuler dengan Southern blot telah dilakukan untuk melihat stabilitas gen
sisipan dari generasi ke generasi. Hasilnya menunjukkan bahwa gen sisipan
tersebut stabil dari tiga generasi silang balik 3 (BC3) ke generasi silang balik 6
(BC6). Gen Btk dan PAT dalam jagung PRG event Bt11 mengikuti prinsip segregasi
hukum Mendel. Kedua gen tersebut terpaut dekat dan selalu bersegregasi bersama.
Stabilitas genetik jagung PRG event Bt11 dilaporkan dalam bentuk company report
Syngenta Seed AG dengan judul Molecular Characterization of the Genetically
Modified Bt11 Maize oleh P. Ahl Goy pada tahun 2001.
Berdasarkan hasil pengkajian informasi genetik disimpulkan bahwa:
a. jagung PRG event Bt11 mengandung satu kopi fragmen vektor yang membawa
dua gen Btk dan gen PAT;
b. promoter dan terminator yang digunakan untuk dua gen interes adalah CaMV35S dari 35S cauliflower mosaic virus, dan NOS (nopaline synthase) dari
Agrobacterium tumefaciens;
c. dua gen interes Btk (CryIA(b)) dan PAT yang diintroduksikan ke jagung PRG
event Bt11 masih stabil dari tiga generasi silang balik 3 (BC3) ke generasi silang
balik 6 (BC6); dan
d. dua gen interes Btk (CryIA(b)) dan PAT yang diintroduksikan ke jagung PRG
event Bt11 diwariskan mengikuti hukum Mendel.
III.
Informasi Keamanan Pangan
III.1
Kesepadanan Substansial
Hasil pengkajian kesepadanan substansial dari Jagung PRG event Bt11 diperoleh
setelah memperhatikan empat dokumen yang dilaporkan Novartis Seeds, sebagai
berikut: (1) Chemical Composition Analysis Done with Bt-11 Maize with a European
Background (Laporan Novartis Seeds, tanggal 3 September 1996), (2) Chemical
Composition Analysis Done with Bt-11 Maize with a US Background (Laporan
Novartis Seeds, tanggal 3 September 1996), (3) Novartis Seeds’ Genetically
Modified Bt11 Maize: Further Determination of the Biochemical Composition of
Kernels, including Determination of Anti-nutritional Factors (P. Ahl Goy, Manager
Regulatory Affairs, Novartis Seeds AG, tanggal 6 April 1999), (4) Comparison of
Vitamin and Mineral Composition of Grain from Bt11 Maize and Non-Modified Maize
Hybrids (Novartis Seeds Biotechnology Report No.NSB-004-97, tanggal 11 Juli
1997).
Untuk keperluan analisis komposisi kimia, jagung PRG event Bt11 dan jagung non
PRG ditanam pada tahun 1995 di tiga lokasi, yaitu Greenville, Ayden dan Wade,
semuanya di North Carolina, USA. Sampel jagung selanjutnya dianalisis di Illinois
2
Crop Improvement Association Inc., Champaign, IL, USA. Data menunjukkan bahwa
biji jagung PRG event Bt11 tidak berbeda dari jagung non PRG dalam hal kerapatan
(g/cm3 dari biji jagung pada kadar air standar 15,5%), berat 100 biji jagung, ukuran
biji, % pati, % protein, % minyak, dan % serat. Komposisi vitamin dan mineral
jagung PRG event Bt11 dan jagung non PRG yang ditanam tahun 1995 di tiga lokasi
yang berbeda di USA, yaitu Janesville, Wisconsin, dan Napoleon tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata.
Dengan lebih banyak jagung hibrida yang digunakan, pengujian komposisi di atas
diulang dengan mengambil sampel di beberapa lokasi penanaman, yaitu masingmasing dua lokasi di Wisconsin (WI), Ohio (OH), dan Iowa (IA), serta masing-masing
tiga lokasi di Illinois (IL) dan North Carolina (NC). Umumnya hasil pengujian
kerapatan, berat 100 biji jagung, ukuran biji, % pati, % protein, % minyak, dan %
serat serta profil asam lemak dan asam amino menunjukkan bahwa jagung PRG
event Bt11 tidak berbeda dengan jagung non PRG.
Pada tahun 1998 telah dilakukan analisis proksimat, asam amino, asam lemak,
asam fitat dan inhibitor tripsin pada biji jagung PRG event Bt11 dan jagung non PRG
yang ditanam di tiga lokasi yang berbeda di Perancis. Hasil analisis menunjukkan
tidak ada perbedaan komposisi di antara jagung PRG event Bt11 dan jagung non
PRG terkait dengan modifikasi genetik pada jagung tersebut.
Dari hasil pengkajian kesepadanan substansial di atas dapat disimpulkan bahwa
jagung PRG event Bt11 sepadan secara substansial dengan jagung non PRG.
III.2
Alergenisitas
Homologi sekuen asam amino dianalisis dengan menggunakan program
bioinformatik Basic Local Alignment Search Tool for Protein (BLASTP) versi 2.2.19.
Entry dibandingkan dengan database protein National Center for Biotechnology
Information (NCBI) Entrez Protein Database yang diakses pada tanggal 12 Februari
2010. Hasilnya menunjukkan bahwa 471 protein tidak homolog dengan sekuen
toksin pada database, sedangkan 433 protein menunjukkan kemiripan sekuen asam
amino dengan protein uji yang termasuk dalam golongan protein delta endotoksin
(protein Cry atau protein insektisidal) yang berasal dari 8 spesies atau yang
merupakan konstruksi gen sintetik. Protein lain yang menunjukkan kesamaan
sekuen asam amino termasuk dalam kategori protein hipotetik dengan fungsi nonspesifik dari 7 spesies; protein signal translokasi dan protein dari B. thuringiensis
yang termasuk famili parasporin yang bersifat non-hemolitik, non-insektisidal, dan
mampu menghambat/membunuh sel kanker, tetapi tidak memberikan efek terhadap
sel normal mamalia termasuk manusia.
Pada pengujian bioinformatik untuk analisis homologi sekuen protein CryIA(b) (1471
asam amino) dilakukan pembandingan keseluruhan sekuen dan peptida 80 asam
amino (Peptida 1 : asam amino 1-80, peptida ke-2 : 2-81 dst.), kemudian dilakukan
pencarian 8 asam amino berurutan yang biasa ditemukan pada protein alergen.
Hasilnya menunjukkan tidak ada homologi diantara keseluruhan protein, peptida 80
asam amino berurutan dan segmen 8 asam amino berurutan dengan data alergen.
Uji bioinformatik juga dilakukan dengan program FASTA (FASTA SEARCH
Algorithm versi 3.45 1988) dengan database alergen yang tersimpan di NCBI (tahun
2009) dan FARRP Database. Hasil analisis bioinformatik pembandingan sekuen
3
menunjukkan hasil negatif, sehingga disimpulkan bahwa protein CryIA(b) tidak
memiliki kemiripan dengan protein alergen dan tidak bersifat imunoreaktif.
Uji kesetaraan dalam hal berat molekul; respon imunologi (data Western blot dan
ELISA); uji dengan tripsin; sekuen N-terminal; analisis keberadaan glikosilasi; dan uji
bioaktivitas, menunjukkan kesetaran protein CryIA(b) (Btk HD-1) yang diproduksi
oleh E. coli rekombinan dengan yang diproduksi oleh jagung PRG event Bt11.
Dengan demikian pengujian dengan protein E. coli dapat dijadikan acuan dalam
menyimpulkan uji serupa bagi protein yang diproduksi oleh jagung PRG event Bt11.
Uji daya cerna protein secara in vitro telah dilakukan terhadap enzim PAT dari
jagung PRG event Bt11 dan hasilnya dilaporkan sebagai company report (Study
Number CAB-008-94) yaitu In vitro Digestibility and Inactivation of the Bar Marker
Gene Product Phosphinothricin Acetyltransferase (PAT) under Simulated
Mammalian Gastric Conditions oleh Laura Privalle. Penelitian dilaksanakan di CIBA
Seeds Agricultural Biotechnology Research Unit, CIBA-Geigy Corporation, 3054
Cornwallis Road, Post Office Box 12257, Research Triangle Park, NC, USA 277092257.
Kepekaan enzim PAT terhadap degradasi proteolitik dalam simulated mammalian
gastric fluid (SGF) yang mengandung enzim pepsin diuji melalui visualisasi pada gel
SDS PAGE. Data SDS PAGE dan kuantifikasi aktivitas enzim menunjukan bahwa
enzim PAT dengan cepat terhidrolisis oleh pepsin, bahkan jika konsentrasi pepsin
diturunkan sampai 0,01 kali, terjadi hidrolisis sempurna dalam 2 menit. Pada suhu
37°C enzim cepat mengalami kerusakan dengan atau tanpa pepsin. Pengujian ini
menyimpulkan bahwa enzim PAT akan segera kehilangan aktivitas enzimatiknya
dan dapat dicerna di dalam lambung mamalia seperti halnya protein non PRG.
Dari hasil pengkajian alergenisitas dapat disimpulkan bahwa protein CryIA(b) dan
enzim PAT tidak menunjukkan adanya potensi dapat menimbulkan alergi.
III.3
Toksisitas
A. Protein CryIA(b)
Uji toksisitas akut terhadap protein CryIA(b) dari jagung PRG event Bt11 telah
dilakukan pada mencit putih, dan hasilnya dilaporkan sebagai company report
(Report No: MSL-11985, Job/Project No: ML-92-209/EHL 92069) dengan judul:
“Acute Oral Toxicity Study of Btk HD-1 Tryptic Core Protein in Albino Mice” oleh MW
Naylor, tanggal 16 Juni 1992. Penelitian dilaksanakan di Environmental Health
Laboratory, Monsanto Agricultural Group, 645 S. Newstead, St Louis, Missouri
63110.
Pengujian toksisitas menggunakan mencit putih CD-1 yang dibagi ke dalam tiga
kelompok (jumlah mencit per kelompok masing-masing 10 ekor mencit jantan dan 10
ekor mencit betina), berdasarkan pemberian protein Btk HD-1 tryptic core protein
(protein CryIA(b)) dengan dosis 400, 1000 dan 4000 mg/kg BB. Digunakan dua
kelompok kontrol (masing-masing terdiri dari 10 ekor mencit jantan dan 10 ekor
mencit betina); kelompok kontrol pertama memperoleh larutan dapar karbonat 50
mM dengan dosis 66,66 ml/kg BB, sedangkan kelompok kontrol kedua memperoleh
larutan bovine serum albumin (BSA) dengan dosis 4000 mg/kg BB. Larutan protein
Btk HD-1 tryptic core protein (protein CryIA(b)), larutan dapar dan larutan BSA
diberikan secara cekok (gavage). Percobaan berlangsung selama 7 hari, kemudian
4
pada hari ke-8 dan ke-9 semua mencit yang hidup dibedah (necropsy), selanjutnya
beberapa macam organ diambil untuk diamati secara mikroskopis.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berat badan,
konsumsi ransum, jumlah mencit yang hidup, maupun hasil observasi klinis dan
gross pathology. Pada hari pertama terdapat 1 ekor mencit betina yang mati dari
kelompok yang diberi BSA (kontrol), tidak lama setelah dicekok. Kematian tersebut
disebabkan karena kesalahan prosedur intubasi (pemasukan “selang” untuk cekok)
dan bukan disebabkan karena keracunan oleh bahan yang diuji.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Btk HD-1 tryptic core protein (protein CryIA(b))
tidak menimbulkan efek toksik pada mencit sampai dosis 4000 mg/kg BB yang
diberikan secara cekok (gavage).
B. Enzim PAT
Uji toksisitas akut terhadap enzim PAT dari jagung PRG event Bt11 telah dilakukan
pada mencit putih, dan hasilnya dilaporkan sebagai company report (Laboratory
Study No. 1910-95) yaitu “Acute Oral Toxicity Study in Mice Using the
Phosphinothricin Acetyltransferase” oleh Janice O Kuhn. Penelitian dilaksanakan
dari tanggal 22 Maret 1995 sampai tanggal 9 Mei 1995 di STILLMEADOW, Inc.,
12852 Park One Drive, Sugar Land, Texas 77478.
Pengujian menggunakan mencit putih HSD:ICR yang berumur 8-12 minggu.
Pengujian terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kontrol (tanpa diberi enzim
PAT) dan kelompok perlakuan (diberi enzim PAT dengan dosis 5050 mg/kg BB,
dilakukan secara cekok (gavage) dengan pemberian 19,42 ml/kg BB). Jumlah
mencit per kelompok masing-masing 5 ekor mencit jantan dan 5 ekor mencit betina.
Bahan percobaan dilarutkan dalam larutan CMC 2%.
Selama pengujian dilakukan terdapat satu ekor mencit jantan dari kelompok
perlakuan yang mati, dengan tanda-tanda klinis yaitu pada hari-hari pertama
pengujian, mencit yang mati dari kelompok perlakuan tersebut menunjukkan
penurunan aktivitas. Pada hari ke-6 sampai ke-8, mencit yang mati tersebut
menunjukkan gejala piloerection dan ptosis. Terdeteksi pula adanya gejala
piloerection pada mencit jantan dari kelompok kontrol pada hari ke nol pengujian.
Tidak ada tanda-tanda klinis lain yang ditunjukkan mencit dari kedua kelompok.
Kematian satu ekor mencit dari kelompok perlakuan tersebut diduga disebabkan
oleh tersumbatnya esofagus (berdasarkan pengamatan necropsy) oleh bahan padat
dan bulat. Bahan yang menyumbat tersebut tidak diidentifikasi lebih lanjut, tetapi
diduga penyumbatan tersebut menghalangi masuknya ransum dan air ke dalam
lambung. Hal inilah yang diduga menyebabkan kematian mencit tersebut. Hasil
pengamatan secara necropsy tidak menunjukkan terdapatnya abnormalitas organ
dalam pada kedua kelompok percobaan. Abnormalitas hanya ditemukan pada
mencit yang mati.
Penambahan berat badan mencit tidak dipengaruhi oleh enzim PAT, dan tidak
menunjukkan perbedaan di antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada dosis 5050 mg/kg BB mencit, enzim PAT
bersifat tidak toksik.
5
Dari hasil pengkajian toksisitas tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa protein
CryIA(b) dianggap tidak toksik dan enzim PAT termasuk dalam golongan zat yang
tidak toksik (practically non toxic).
IV.
Kesimpulan
Atas dasar beberapa uraian tentang informasi genetik dari gen Btk yang merupakan
perubahan versi full length gen CryIA(b) dari Bacillus thuringiensis var. kurstaki HD-1
dan gen PAT yang diklon dari mikroorganisme tanah Streptomyces
viridochromogenes strain Tu494 yang disisipkan dalam jagung PRG event Bt11;
analisis kesepadanan substansial antara komposisi jagung PRG event Bt11 dengan
jagung non PRG; serta analisis alergenisitas dan pengujian toksisitas protein
CryIA(b) dan enzim PAT, maka dapat disimpulkan bahwa jagung PRG event Bt11
dapat dinyatakan aman untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan.
Disarankan bahwa selama jagung PRG event Bt11 belum memperoleh sertifikat
aman lingkungan, maka jika ditemukan adanya biji jagung yang tumbuh (tanaman
volunteer) harus segera dimusnahkan. Meskipun demikian, karena hal ini terkait
dengan aspek keamanan lingkungan, maka saran ini dapat diabaikan apabila jagung
PRG event Bt11 telah memperoleh sertifikat keamanan lingkungan.
6
Download