Kebijakan Keanekaragaman Hayati Zulfahmi Fakultas Pertanian dan Peternakan Sebelum Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) Sumber daya hayati sebagai common heritage mankind Belum ada kesadaran akan pentingnya konservasi Belum ada implementasi pemanfaatan sumber daya hayati yang berkelanjutan Pemilik teknologi vs pemilik sumber daya hayati tanpa pembagian keuntungan yang adil Prinsip dalam CBD bahwa setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber daya hayati sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri dan mempunyai tanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yurisdiksinya tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasional Protokol Cartagena Protokol Nagoya Convention Biological Diversity • Instrument yang paling komprehensif dan ekplisit berkaitan dengan perlindungan keanekaragaman hayati • CBD ini dianggap sebagai inisiatif yang paling penting karena: 1. Menempatkan dunia menuju arah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan 2. Merupakan suatu instrument global yang merupakan komitmen bersama para anggotanya untuk bekerja dalam arah yang sama 3. Mengakui kedaulatan nasional dan hak-hak negara untuk mengambil manfaat dari sumber daya - sumber daya hayati yang dimilikinya; 4. Mengakui pula hak-hak negara untuk mengakses tehnologi, termasuk biotehnologi baru, yang dapat membantu upaya perlindungan atau ekploitasi sumber daya - sumber daya hayati; 5. Merupakan langkah pertama dari suatu jalan panjang menuju program-program perlindungan keanekaragaman hayati baik pada level nasioal maupaun internasional. CBD ditandatangani oleh 156 negara dan Uni Eropa. Adapun kewajiban-kewajiban negara peserta yang digariskan dalam CBD adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan strategi–strategi nasional, perencanaan–perencanaan serta program–program bagi konservasi dan penggunaan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan. 2. Identifikasi dan monitoring keanekaragaman hayati. 3. Konservasi keanekaragaman hayati secara in situ dan ex situ. 4. Penelitian dan pelatihan serta pendidikan masyarakat. 5. Evaluasi dampak proyek-proyek pembangunan terhadap keanekargaman hayati. 6. Penghormatan terhadap hak-hak atas kekayaan intelektual,di negara manapun hak-hak tersebut didapatkan, yang sesuai dengan tujuan CBD. 7. Pertukaran informasi tentang keanekaragaman hayati. 8. Kerjasama teknis dan ilmu pengetahuan. Tujuan CBD • Pertama, untuk perlindungan keanekaragaman hayati; • Kedua, agar penggunaan keanekaragaman hayati di dalam dan diantara spesies dan ekosistem dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan (sustainable use); • Ketiga, agar tercipta pembagian yang adil terhadap keuntungan-keuntungan yang timbul dari pemanfaatan sumber daya - sumber daya hayati dan alih tehnologi yang relevan. Kelemahan CBD • Kendatipun CBD merupakan instrument hukum internasional yang komprehensif berkaitan dengan perlindungan keanekaragaman hayati, namun tidak luput dari beberapa kelemahan, baik yang hanya bersifat teknis maupun fundamental. Diantara kelemahan -kelemahan tersebut: a. kelemahan yang berkaitan dengan kandungan normatif dari ketentuan–ketentuan CBD. Jika dikaji lebih seksama,kandungan normatif dari kewajiban-kewajiban yang digariskan oleh CBD sangat lemah,bahkan tidak berlebihan jika ketentuan-ketentuan tersebut hanya bersifat himbauan, desakan atau peringatan saja yang ditujukan kepada para anggotanya dalam rangka perlindungan keanekaragaman hayati. b. Dalam kondisi seperti ini, pengelolaan keanekaragaman hayati lebih diposisikan sebagai urusan masing-masing negara yang memiliki sumberdaya-sumberdaya hayati sebagai aset-aset negara berdaulat (sovereign assets) sendiri. Dengan demikian,efektivitas norma-norma CBD sangat tergantung dari iktikat baik negaranegara anggotanya. Protokol Cartagena • Latar belakang: • - berkembangnya ilmu bioteknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia. • Protokol Cartagena bertujuan menjamin tingkat proteksi yang memadai dalam hal persinggahan (transit), penanganan, dan pemanfaatan yang aman dari pergerakan lintas batas OHMG (organisme hasilmodifikasi genetik) Manfaat ratifikasi Protokol Cartagena (UU NO 21 TAHUN 2004) Mengakses informasi mengenai PRG Meningkatkan pelestarian dan pemanfaatan keaanekaragaman hayati secara berkelanjutan Memperoleh manfaat secara optimal dari penggunaan bioteknologi moderen secara aman yang tidak merugikan keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia. PP 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN PRODUK REKAYASA GENETIKA KEPRES 39/2009 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI KOMISI Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) Dibentuk dengan Perpres No.39/2010, untuk melaksanakan pasal 29 ayat (1) PP No.21/2005 (tentang KKH PRG) Anggota : unsur Pemerintah (1 kali masa jabatan, 3 tahun) dan non Pemerintah (dapat diangkat 1 kali lagi) Struktur organisasi: Ketua, Ketua bidang keamanan lingkungan, Ketua bidang keamanan pakan, Ketua bidang keamanan pangan, Anggota Keanggotaan diangkat Presiden atas usul Meneg LH Berkedudukan di Jakarta 12 TUGAS dan FUNGSI KKH PRG Tugas, memberikan: • Rekomendasi keamanan hayati untuk keputusan pelepasan dan/atau peredaran PRG • Sertifikat hasil uji keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan untuk keputusan pelepasan dan/atau peredaran PRG • Saran dan pertimbangan untuk penetapan pedomana pemantauan dampak, opengelolaan risiko dan openarikan PRG dari peredaran • Membantu pengawasan terhadap pemasukan, pemanfaatan PRG, pemeriksaan & pembuktian adanya dampak negatif PRG 13 PROTOKOL NAGOYA AKSES KEPADA SUMBER DAYA GENETIK DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN YANG ADIL DAN SEIMBANG YANG DIHASILKAN DARI PEMANFAATANNYA Protokol Nagoya Tujuan • Menjamin pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama - Mutually Agreed Term (MAT) • Melindungi Sumber Daya Genetik (SDG) dan Pengetahuan Tradisional (PT) • Pemanfaatan yang berkelanjutan • Memfasilitasi akses dengan prasyarat Prior Inform Consent (PIC)- Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal (PADIA) MENCEGAH BIOPIRACY (PENCURIAN SDG) Kementerian Lingkungan Hidup Tindak Lanjut Kesepakatan Protokol Nagoya • Penandatanganan Protokol Nagoya oleh Pemerintah Indonesia (11 Mei 2011) • Proses Ratifikasi Protokol Indonesia Peraturan Nasional • Pengintegrasian kedalam PUU Nasional RUU PSDG • Penyiapan kelembagaan untuk implementasi Protokol Nagoya Integrasi Protokol Nagoya kedalam RUU PSDG untuk memperkuat legislasi nasional dan mendukung implementasi Protokol Nagoya di Indonesia Protokol Nagoya RUU PSDG MENYONSONG IMPLEMENTASI PROTOKOL NAGOYA di DAERAH • Penyusunan Profil Kehati Daerah Inventarisasi data dan informasi ekosistem, species, genetik dan kearifan tradisional Permen LH 29/2009 • Pengembangan Sistem Informasi atau data base Balai Kliring • Pembangunan Taman Kehati Jendela Informasi Kehati Permen 3/2012 • Peningkatan Kemampuan Kelembagaan SISTEM INFORMASI I. BALAI KLIRING KEANEKARAGAMAN HAYATI TUJUAN DAN SASARAN Mempromosikan dan memfasilitasi kerjasama teknis dan ilmiah di antara pihak terkait baik di tingkat nasional dan regional maupun internasional Mengembangkan mekanisme global dalam integrasi dan pertukaran informasi mengenai keanekaragaman hayati Mengembangkan jejaring (network) antara National Focal Point dan mitra kerjanya Penyebarluasan, keterbaruan dan kemudahan akses pada informasi tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keanekaragaman hayati Mendorong terbentuknya kemitraan di antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam kerjasama ilmiah dan teknis baik di tingkat nasional, regional maupun internasional Tersedianya sumber-sumber informasi yang relevan dan dapat diakses oleh pengguna dalam rangka implementasi Konvensi Keanekaragaman Hayati meliputi institusi pemerintah, non-pemerintah, dan swasta II. BALAI KLIRING KEAMANAN HAYATI (Biosafety Clearing House) Fungsi mengelola dan menyajikan informasi kepada publik mengenai prosedur, penerimaan permohonan, proses, dan ringkasan hasil pengkajian; menerima masukan dari masyarakat dan menyampaikan hasil kajian dari masukan masyarakat terkait PRG; menyampaikan informasi mengenai keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, atau Kepala LPNK atas permohonan yang telah dikaji kepada publik; mengelola dan menyajikan informasi yang wajib disediakan oleh BKKH sesuai mandat Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati; Memfasilitasi pertukaran informasi yang bersifat ilmiah, teknis, dan informasi di bidang lingkungan dan hukum, serta pengalaman tentang pemanfaatan PRG. TERIMA KASIH