PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT DAN JUMLAH

advertisement
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT DAN
JUMLAH ERITROSIT PADA DARAH DENGAN EDTA 10%
VOLUME 10 µL DAN 200 µL
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan
pada Program Studi D3 Analis Kesehatan
Oleh :
FITRI KUSTIANI
NIM. 13DA277015
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT DAN JUMLAH
ERITROSIT PADA DARAH DENGAN EDTA 10% VOLUME 10 µL DAN
200 µL1
Fitri Kustiani2, Atun Farihatun3, Doni Setiawan4
INTISARI
Pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit
merupakan bagian dari pemeriksaan hematologi di Laboratorium. Salah
satu faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hematologi adalah
perbandingan antikoagulan dengan darah. Tujuan penelitian ini adalah
untuk melihat apakah ada perbedaan hasil antara volume EDTA 10 µL
dan 200 µL.
Penelitian ini bersifat eksperimen, yaitu melakukan pemeriksaan
hematokrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit dengan dua volume EDTA
10% yang berbeda. Penelitian dilakukan terhadap 30 sampel darah
mahasiswi D3 Analis Kesehatan di Laboratorium Klinik STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
Hasil analisa data menunjukkan perbedaan rata-rata dari kedua
kelompok. Rata-rata nilai hematokrit volume 10 µL dan 200 µL adalah
38,13% dan 25,33% dengan besar α = 0,05 diperoleh nilai signifikasi
0,000 (<0,05). Rata-rata nilai hemoglobin adalah 13,39 g/dL dan 10,52
g/dL dan diperoleh nilai signifikasi 0,000 (<0,05). Rata-rata jumlah eritrosit
adalah 4.236.000 sel/mL dan 4.006.666 sel/mL diperoleh nilai signifikasi
0,292 (<0,05).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang
signifikan antara pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin pada darah
EDTA 10% volume 10 µL dan 200 µL. Sedangkan pada pemeriksaan
jumlah eritrosit tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Kata Kunci
: Hematokrit, Hemoglobin, Jumlah Eritrosit, Antikoagulan
EDTA.
Kepustakaan : 21, (2005-2015).
Keterangan : 1 judul, 2 mahasiswa, 3 nama pembimbing I, 4 nama
pembimbing II
iv
THE DIFFERENCE IN THE LEVELS OF HEMOGLOBIN, HEMATOKRIT
AND ERYTHROCYTES BLOOD
EDTA 10% VOLUME 10 µL AND 200 µL1
Fitri Kustiani2, Atun Farihatun3, Doni Setiawan4
ABSTRACT
Examination hematokrit, hemoglobin and number of erythrocytes is
part of an examination of laboratory hematology. One of the factors that
influence the examination of Hematology is a comparison of
anticoagulants with blood. The purpose of this research is to see whether
there is any difference in the results between the volume of EDTA 10 µL
and 200 µL.
This research are experiments, i.e. checks hematokrit, hemoglobin
and number of erythrocytes with two volumes of EDTA 10% different.
Research done to 30 blood sample Student Health in the laboratory
Analysts D3 Clinic STIKes Muhammadiyah Ciamis.
The results of the analysis of the data shows the average difference
of the two groups. The average value of the hematokrit volume 10 µL and
200 µL is 38,13% and 25,33% with a large α = 0,05 retrieved value
significance 0,000 (<0,05). The average value of hemoglobin is 13,39 g/dL
and 10,52 g/dL and retrieved value significance 0,000 (<0,05). Average
number of erythrocytes is 4.236.000 sel/mL and 4.006.666 sel/mL
retrieved value significance 0,292 (<0,05).
The conclusion from this study is there is a significant difference
between an examination and blood hemoglobin hematokrit EDTA 10%
volume 10 µL and 200 µL. While the number of erythrocytes on
examination there was no significant difference.
Keywords
: Hematokrit, Hemoglobin, Erythrocytes, Amount Of
Anticoagulant EDTA.
Library
: 21, (2005-2015).
Description : 1 the title, 2 students, 3 name of supervisor I, 4 name of
supervisor II
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah merupakan jaringan cair yang didalamnya terdapat dua
bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Jenis sel darah yaitu eritrosit
(sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit. Volume
darah dalam tubuh secara keseluruhan adalah 1/12 berat badan atau
kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45%
sisanya terdiri dari sel darah (Pearce, 2006).
Pemeriksaan
laboratorium
merupakan
pemeriksaan
yang
digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa suatu kondisi, memantau
perkembangan penyakit dan melihat efektifitas pengobatan. Hasil
suatu tes laboratorium harus dapat dipertanggung jawabkan. Karena
itu, perlu diperhatikan mengenai prosedur dan teknik pemeriksaannya
(Robert M. dan Youngson, 2009).
Pemeriksaan hematokrit merupakan salah satu dari sekian
banyak tes laboratorium. Nilai hematokrit adalah volume eritrosit dalam
100 mL darah yang dinyatakan dalam % volume darah. Biasanya nilai
hematokrit ditentukan dengan darah kapiler atau darah vena
(Gandasoebrata R, 2010).
Terdapat
dua
metode
pemeriksaan
hematokrit
yaitu
makrohematokrit dan mikrohematokrit. Namun metode pemeriksaan
secara mikro lebih sering digunakan karena lebih cepat dan mudah
dibandingkan dengan metode makro yang membutuhkan sampel lebih
banyak dan waktu yang lama. Metode pemeriksaan secara mikro
berprinsip pada darah dengan antikoagulan disentrifuge dalam jangka
waktu dan kecepatan tertentu, sehingga sel darah dan plasma
terpisah dalam keadaan mapat. Presentase volume kepadatan sel
darah merah terhadap volume darah semula dicatat sebagai hasil
pemeriksaan hematokrit (Gandasoebrata R, 2010).
1
2
Hemoglobin merupakan zat protein yang terdapat dalam sel
darah merah (eritrosit) yang memberi warna merah pada darah dan
merupakan pengangkut oksigen utama dalam tubuh (Riswanto, 2013).
Menurut Riswanto (2013) terdapat berbagai macam cara atau
metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar hemoglobin
dalam darah, diantaranya adalah metode tallquist, tembaga sulfat,
sahli
dan
sianmethaemoglobin.
Metode
sianmethaemoglobin
(hemoglobin sianida) adalah metode yang paling luas digunakan
karena reagen dan instrument dapat dengan mudah dikontrol
terhadap standar yang stabil handal dan kesalahannya hanya
mencapai 2% dibandingkan metode lain. Metode sianmethaemoglobin
merupakan
metode
yang
dianjurkan
untuk
penetapan
kadar
hemoglobin di laboratorium oleh WHO. Metode fotometrik saat ini
sudah diintegrasikan ke dalam alat pengukur hitung otomatis dengan
menggunakan Hematology Analyzer (Riswanto, 2013).
Hitung jumlah eritrosit merupakan suatu pemeriksaan untuk
menentukan jumlah eritrosit dalam 1 µL darah. Satuan yang
digunakan yaitu sel/mm3, sel/µL, x 103 sel/mL, x 106 sel/L. Metode
yang
digunakan
dalam
pemeriksaan
eritrosit
adalah
secara
mikroskopik dengan menggunakan bilik hitung pada kotak eritrosit (0,2
mm x 0,2 mm) (Nugraha, 2015).
EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) adalah antikoagulan
yang paling sering digunakan dalam pemeriksaan laboratorium
hematologi. Garam di-kalium (K2EDTA) dan garam di-natrium
(Na2EDTA) merupakan EDTA dalam bentuk serbuk sedangkan bentuk
cairnya tri-kalium (K3EDTA). Kelebihan menggunakan antikoagulan
EDTA adalah karena sifat aditifnya yang tidak merubah morfologi sel
dan menghambat agregasi trombosit dengan lebih baik
dari
antikoagulan lainnya (Nugraha, 2015).
Darah
EDTA
dapat
dipakai
untuk
beberapa
macam
pemeriksaan hematologi, seperti penetapan kadar hemoglobin, hitung
3
jumlah leukosit, eritrosit, trombosit, retikulosit, hematokrit, penetapan
laju endap darah (LED) menurut Westergren dan Wintrobe, tetapi
tidak dapat dipakai untuk percobaan hemoragik dan pemeriksan faal
trombosit (Gandasoerata R, 2010).
Pemakaian antikoagulan masih sembarang dilakukan, padahal
hal ini jelas ada ketentuan untuk pemakaian konsentrasi antikoagulan
dan darah yang berdampak pada hasil pemeriksaan. Apabila
perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat
menyebabkan kesalahan pada hasil. Jika volume EDTA berlebihan,
maka sel–sel eritrosit akan mengkerut sehingga nilai hematokrit
menurun (Handayani, 2009; Riswanto, 2013).
Menurut
R.
Gandasoebrata
(2010)
antikoagulan
EDTA
digunakan 1 mg dalam bentuk serbuk untuk 1 mL darah dan dalam
bentuk cair pada konsentrasi 10% adalah 10 µL dalam 1 mL darah
(1:100). Sedangkan menurut Riswanto (2013) menyatakan bahwa
pemakaian antikoagulan dalam bentuk cair adalah 1 mL EDTA 10%
untuk 5 mL darah (1:5). Allah berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 30
yang berbunyi:
Artinya : “Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shaleh,
tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
mengerjakan amalannya dengan baik” (QS Al-Kahfi [18] : 30).
Ayat tersebut menerangkan bahwa iman dan amal shaleh
adalah dua istilah yang saling berkaitan. Iman harus dibuktikan dengan
amal, dan amal harus dilandasi dengan iman. Oleh karena itu Allah
menegaskan bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amalan orang
beriman yang dikerjakan dengan baik dan benar. Berkaitan dengan hal
tersebut, seperti pada pemeriksaan sampel di Laboratorium tenaga
4
analis dituntut untuk melakukan pemeriksaan sampel dengan benar,
jujur, teliti dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan seperti pada
pengambilan
sampel,
perbandingan
antikoagulan,
penambahan
reagen dan lain-lain sehingga hasil yang dikeluarkan adalah benar dan
tepat.
Ayat tersebut juga berkenaan dengan hadis Riwayat Bukhari
dan Muslim dijelaskan “Apabila seorang hakim memutuskan hukum,
lalu ia berijtihad (dalam keputusannya itu) dan ternyata ia benar, maka
baginya dua pahala. Apabila ia memutuskan hukum lalu ia berijtihad,
ternyata keliru (dalam berijtihadnya itu), maka baginya hanya satu
pahala” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hal tersebut, dengan adanya perbedaan teori
mengenai volume EDTA yang digunakan, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang perbedaan kadar hemoglobin, hematokrit
dan hitung jumlah eritrosit pada 1 mL darah dengan menggunakan
antikoagulan EDTA 10 % volume 10 µL dan 200 µL.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil permasalahan yaitu
“Apakah ada perbedaan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah
eritrosit pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10%
dengan volume 10 µL dan 200 µL?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit pada darah yang menggunakan antikoagulan
EDTA 10% dengan volume 10 µL dan 200 µL.
2. Tujuan Khusus
5
a. Mengetahui kadar hemoglobin metode sianmethaemoglobin
pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10%
volume 10 µL.
b. Mengetahui kadar hemoglobin metode sianmethaemoglobin
pada darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10%
volume 200 µL.
c. Mengetahui nilai hematokrit metode mikrohematokrit pada
darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume 10
µL.
d. Mengetahui nilai hematokrit metode mikrohematokrit pada
darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume
200 µL.
e. Mengetahui jumlah eritrosit metode haemocytometer pada
darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume 10
µL.
f.
Mengetahui jumlah eritrosit metode haemocytometer pada
darah yang menggunakan antikoagulan EDTA 10% volume
200 µL.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah keterampilan dalam melakukan pemeriksaan
hematokrit,
eritrosit
dan
hemoglobin
metode
manual
dan
mendapatkan hasil perbedaan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit metode manual pada darah EDTA 10% volume 10
µL dan 200 µL.
2.
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan baru khususnya Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes
Muhammadiyah Ciamis yang dapat menjadi acuan bagi peneliti
yang akan meneliti lebih lanjut.
6
3.
Bagi Tenaga Kesehatan
Memberikan
informasi
tentang
perbedaan
kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit pada darah EDTA
10% volume 10 µL dan 200 µL.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan yang dilakukan
oleh peneliti pernah dilakukan oleh Santosa (2005), yaitu “Mengetahui
hasil pengukuran hematokrit metode mikro pada darah yang
menggunakan antikoagulan EDTA volume 10 µL dan 50 µL
pada
konsentrasi 10%”. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan antara
volume EDTA 10 µL dan 50 µL.
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah
pada salah satu variabel dependen (terikat) yang diteliti yaitu nilai
hematokrit. Adapun perbedaan dengan penelitian tersebut adalah
populasi, sampel, waktu, tempat, dua variable terikatnya yaitu
hemoglobin dan hitung jumlah eritrosit dan variabel bebasnya yaitu
penelitian ini membedakan nilai hematokrit, hemoglobin dan hitung
jumlah eritrosit pada volume EDTA 10% volume 10 µL dan 200 µL
berdasarkan perbedaan teori. Sedangkan pada penelitian Santosa
(2005) membedakan nilai hematokrit pada volume EDTA 10 µL dan
50 µL berdasarkan kesenjangan teori dengan praktek lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Darah
a. Pengertian Darah
Darah merupakan jaringan cair yang di dalamnya
terdapat dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Jenis
sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah
putih) dan trombosit. Volume darah dalam tubuh secara
keseluruhan adalah 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter.
Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya
terdiri dari sel darah. Angka ini dinyatakan dengan nilai
hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan berkisar
antara 40–47% (Pearce, 2006).
b. Karakteristik Darah
Pada umumnya karakteristik darah meliputi warna,
viskositas, pH, volume dan komposisinya (Tarwoto dan
Wartonah, 2008).
1) Warna
Warna merah muda pada arteri menunjukkan bahwa
banyaknya oksigen yang berikatan dengan hemoglobin
dalam sel darah merah. Sedangkan warna merah tua
pada vena dikarenakan kurangnya oksigen yang berikatan
dengan hemoglobin.
2) Viskositas
Tiga
per
empat
viskositas
darah
lebih
tinggi
dibandingkan viskositas air yaitu sekitar 1,048 sampai
1,066.
3) pH
pH darah bersifat basa dengan pH 7,35 sampai 7,45.
7
8
4) Volume
Volume darah orang dewasa adalah sekitar 70
sampai 75 mL/Kg berat badan atau sekitar 4 sampai 5 liter
darah.
5) Komposisi
Dua komponen utama penyusun darah adalah
plasma darah dan sel darah.
a) Plasma darah yaitu 55% bagian cair darah yang
sebagian besar terdiri dari 92% air, 7% protein, 1%
nutrient, hasil metabolisme, gas pernapasan, enzim,
hormon-hormon, faktor pembekuan dan garam-garam
organik. Serum albumin merupakan protein
dalam
plasma yg terdiri dari alpha – 1 globulin, alpha - 2
globulin, beta globulin, dan gamma globulin. Selain itu
fibrinogen, protombin dan protein esensial untuk
koagulasi juga merupakan protein dalam plasma.
Serum albumin dan gamma globulin sangat penting
untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan
gamma
globulin
juga
mengandung
antibodi
(immunoglobulin) seperti IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE
untuk pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme.
b) Sel-sel darah yaitu bagian padat dari darah yang
terdiri dari 45% eritrosit (sel darah merah), leukosit
(sel darah putih), dan trombosit atau platelet. Sel
darah merah merupakan unsur terbanyak yaitu sekitar
44% sedangkan sisanya 1% adalah sel darah putih
dan trombosit. Sel darah putih terdiri dari basofil,
eosinofil, neutrofil, limfosit dan monosit.
(Tarwoto dan Wartonah, 2008).
9
c. Susunan Darah
1) Sel Darah Merah atau Eritrosit
Sel darah merah merupakan sel yang memiliki
fungsi khusus untuk mengangkut oksigen ke jaringanjaringan
tubuh
karbondioksida
dan
dan
membantu
proton
yang
pembuangan
dihasilkan
oleh
metabolisme jaringan tubuh. Sel darah merah merupakan
sel terbanyak dengan struktur sederhana dibandingkan
sel tubuh lainnya. Bentuknya bulat pipih seperti cakram
bikonkaf berupa sekedar membran yang membungkus
larutan hemoglobin yang merupakan 95% total protein
dalam sel darah merah, tanpa adanya organela sel
termasuk inti sel (Sofro M, 2012).
Masa
hidup
eritrosit
sejak
dibentuk
jaringan
hematopoietik adalah 120 hari. Pada orang dewasa sehat
terdapat sekitar 4,7-6,1 juta sel/µL pada laki-laki dan pada
perempuan sekitar 4,2-5,4 juta sel/µL. Jumlah sel darah
merah ini akan menghasilkan nilai hematokrit sebesar 4753% pada laki-laki dan pada perempuan 36,1–44,3%
(Sofro M, 2012).
2) Sel Darah Putih atau Leukosit
Sel darah putih merupakan komponen darah yang
sangat penting yang berperan dalam sistem kekebalan
tubuh. Dikenal ada tiga jenis leukosit, yaitu limfosit (baik B
maupun T), granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil), dan
monosit. Limfosit B berfungsi menghasilkan antibodi,
sedangkan limfosit T berperan utama dalam mekanisme
imun seluler seperti membunuh sel-sel yang terinfeksi
virus atau sel-sel kanker. Monosit adalah calon makrofag
yang berperan dalam pagositosit. Sementara itu granulosit
neutrofil memfagositasi bakteri dan berperan dalam
10
inflamasi akut. Basofil menyerupai mastosit, mengandung
histamine dan heparin serta berperan dalam reaksi
hipersensitivitas imunologik, sedangkan eosinofil berperan
dalam reaksi alergi dan infeksi penyakit cacing (Sofro M,
2012).
Dalam darah tepi, jumlah leukosit relatif paling
sedikit dibandingkan dua sel darah lainnya dengan masa
hidup 13–20 hari. Pada orang dewasa normal jumlah
keseluruhan leukosit adalah sekitar 4.500–10.000 sel/µL
dengan persentasi limfosit 25–35%, granulosit neutrofil
(segmen) 50–70%, basofil 0,4–1%, eosinofil 1–3% dan
monosit 4–6%. Leukosit meningkat disebut leukositosis,
dan leukosit menurun disebut leukopenia (Sofro M, 2012)
3) Sel Penggumpal atau Pembeku Darah (Trombosit atau
Platelet)
Fungsi
pembekuan
sel
ini
darah
dalam
dan
darah
hemostasis
adalah
untuk
(menghentikan
perdarahan). Dalam darah tepi, sel pembeku darah ini
berjumlah
sekitar
150.000–400.000
sel/µL.
Pada
gangguan kesehatan trombosit dapat menurun yang
disebut thrombositopenia atau dapat meningkat disebut
thrombositosis (Sofro M, 2012).
Trombosit mempunyai masa hidup satu sampai dua
minggu atau kira-kira 8 hari. Trombosit tersusun atas
substansi fospolipid yang penting dalam pembekuan dan
juga
menjaga
keutuhan
pembuluh
darah
serta
memperbaiki pembuluh darah yang kecil yang rusak.
Trombosit diproduksi di dalam sumsum tulang kemudian
sekitar 80% beredar di sirkulasi darah dan hanya 20%
yang disimpan dalam limpa sebagai cadangan (Tarwoto
dan Wartonah, 2008).
11
d. Fungsi Darah
1) Transportasi internal
Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi
metabolisme
seperti
respirasi,
nutrisi,
sekresi,
mempertahankan air, dan regulasi metabolisme.
2) Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme yang
merupakan fungsi dari sel darah putih.
3) Proteksi terhadap cedera dan perdarahan
Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit
karena adanya factor pembekuan, fibrinolitik yang ada
dalam plasma.
4) Mempertahankan temperatur tubuh
Darah membawa panas dan bersirkulasi ke seluruh tubuh.
Hasil metabolisme juga menghasilkan energi dalam
bentuk panas.
(Tarwoto dan Wartonah, 2008).
2. Eritrosit
a. Definisi
Sel darah merah (eritrosit) merupakan sel yang memiliki
fungsi khusus untuk mengangkut oksigen ke jaringan-jaringan
tubuh dan membantu pembuangan karbondioksida dan proton
yang dihasilkan oleh metabolisme jaringan tubuh. Sel darah
merah merupakan sel terbanyak dengan struktur sederhana
dibandingkan sel tubuh lainnya (Sofro M, 2012).
Eritrosit adalah sel darah yang berupa cakram bikonkaf
kecil, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari
samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling
bertolak belakang. Dalam setiap millimeter kubik darah
terdapat 5.000.000 sel darah. Kalau dilihat satu per satu
warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar
12
kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya
terdiri atas pembungkus luar atau stroma, berisi massa
hemoglobin (Pearce, 2014).
Eritrosit harus diproduksi dalam jumlah yang memadai,
dan hemoglobin sel-sel ini secara kuantitatif harus normal dan
dipertahankan dalam suatu status fungsional agar dapat
menyalurkan oksigen. Penurunan jumlah eritrosit dapat
menyebabkan anemia, suatu keadaan yang ditandai dengan
menurunnya
kadar
hemoglobin
yang
mengakibatkan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (Riswanto, 2013).
Jumlah eritrosit dan hemoglobin tidak selalu meningkat
atau menurun bersamaan. Sebagai contoh, penurunan jumlah
eritrosit disertai kadar hemoglobin sedikit meningkat atau
normal terjadi pada kasus anemia pernisiosa, serta jumlah
eritrosit sedikit meningkat atau normal disertai dengan
penurunan hemoglobin terjadi pada anemia defisiensi zat besi
(ADB) (Riswanto, 2013).
b. Fungsi Eritrosit
Sel eritrosit mengandung hemoglobin yang mengikat
dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke berbagai sel atau
jaringan tubuh. Eritrosit mengangkut karbondioksida dari sel
atau jaringan ke paru-paru untuk dibuang. Karbondioksida
tersebut merupakan hasil akhir metabolisme kebanyakan
senyawa organik dalm tubuh (Riswanto, 2010).
c. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit
Menghitung jumlah eritrosit dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu manual dan otomatis. Metode manual
dilakukan dengan metode bilik hitung dan metode otomatis
dilakukan
dengan
menggunakan
alat
otomatis
hematology Analyzer (Gandasoebrata R, 2010).
yaitu
13
Hitung jumlah eritrosit merupakan suatu pemeriksaan
untuk menentukan jumlah eritrosit dalam 1 µL darah. Satuan
yang digunakan yaitu sel/mm3, sel/µL, x 103 sel/mL, x 106
sel/L. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan eritrosit
adalah secara mikroskopik dengan menggunakan bilik hitung
pada kotak eritrosit (0,2 mm x 0,2 mm) (Nugraha, 2015).
Jumlah eritrosit dalam darah lebih banyak sehingga
pengenceran darah dilakukan lebih tinggi dibandingkan
leukosit yaitu 100 kali atau 200 kali. Jika jumlah eritrosit dalam
darah meningkat dan jumlahnya meningkat terlalu jauh dari
normal,
maka
perlu
pengenceran
lebih
tinggi
untuk
mempermudah perhitungan di bawah mikroskop dan menjaga
keakuratan hasil pemeriksaan. Jika eritrosit dalam darah
menurun,
maka
dapat
dilakukan
cara
memperkecil
pengenceran darah atau menghitung luas bidang lebih dari 5
kotak eritrosit dengan tujuan untuk menghindari kesalahan
dalam perhitungan (Nugraha, 2015).
Ukuran eritrosit yang sangat kecil dapat menjadi
kesulitan dalam menghitung jumlah eritrosit dalam bilik hitung
dibandingkan menghitung jumlah leukosit, sehingga dapat
menjadi faktor kesalahan pemeriksaan. Oleh karena itu
perhitungan eritrosit di bawah mikroskop menggunakan bilik
hitung Improved Neubauer dilakukan pada kotak yang lebih
kecil dari leukosit yaitu 0,20 mm x 0,20 mm yang di dalamnya
terbagi menjadi 16 kotak kecil dengan ukuran 0,05 mm x 0,05
mm. Kesalahan menggunakan metode ini berkisar 15%
sampai 20% (Nugraha, 2015).
Larutan pengencer yang digunakan dalam hitung
jumlah eritrosit adalah Hayem. Larutan pengencer eritrosit
tersusun atas berbagai macam garam yang dilarutkan ke
dalam akuades untuk menghasilkan larutan isotonis yang
14
dapat melisiskan sel selain eritrosit. Secara umum faktor
kesalahan dalam pemeriksaan jumlah eritrosit terletak pada
teknik pengenceran dan perhitungan (Nugraha, 2015).
Prinsip hitung jumlah eritrosit metode bilik hitung yaitu
darah akan diencerkan dengan penambahan reagen Hayem,
dalam suasana isotonis sel selain eritrosit akan lisis dan
mudah dihitung di bawah mikroskop.
Sel
eritrosit
dihitung
di
bawah
mikroskop
pada
pembesaran 40 kali. Kotak yang dihitung adalah 16 kotak kecil
dengan ukuran 0,05 mm × 0,05 mm pada 5 kotak sedang
eritrosit dengan ukuran 0,20 mm × 0,20 mm. Eritrosit dihitung
secara zigzag dengan aturang kanan-bawah atau kiri-bawah.
Gambar 2.1 Kamar Hitung
Sumber : Riswanto (2013)
Perhitungan
1) Faktor pengenceran darah 200x
2) Volume satu biang tengah = 1/20 x 1/20 x 1/10 x 80 kotak
= 1/50 = 50 mm3
3) Misalkan didapatkan nilai N sel pada bidang sedang di
tengah jadi :
Jumlah eritrosit per mm3 = P x V x N
15
Keterangan :
N = Jumlah sel yang ditemukan
V = Volume
P = Pengenceran
(Pangesti, 2012)
d. Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
1) Pemipetan atau pengenceran tidak tepat.
2) Larutan pengencer tercemar darah atau bahan lainnya.
3) Terjadi gelembung udara pada saat menghisap sampel
darah (terutama untuk penggunaan pipet Thoma).
4) Alat yang dipergunakan seperti pipet, bilik hitung dan kaca
penutupnya kotor dan basah.
5) Ketidaktelitian dalam menghitung sel.
6) Penghitungan mikroskopik menggunakan pembesaran
lemah (10x).
7) Dehidrasi dapat menyebabkan hemokonsentrasi, yaitu
suatu kondisi dimana komponen darah tidak dapat dengan
mudah meninggalkan aliran darah. Hemokonsentrasi ini
dapat menyebabkan meningkatnya nilai eritrosit.
8) Merokok dalam jumlah berlebihan dapat menaikan nilai
eritrosit.
9) Umur dapat mempengaruhi hasil dari pemeriksaan hitung
jumlah eritrosit.
10) Jenis kelamin Peningkatan cairan tubuh yang normal
selama kehamilan memiliki efek pengenceran pada
eritrosit (hemodilusi) yang menyebabkan jumlah eritrosit
rendah.
11) Faktor
lingkungan
seperti
dan
kelembaban
mempengaruhi komposisi cairan tubuh
yang dapat
mempengaruhi hasil tes.
suhu
16
12) Perbandingan
darah
dengan
antikoagulan.
Jika
antikoagulan berlebih maka eritrosit akan mengalami
krenasi atau mengkerut
(Riswanto, 2013)
e. Tujuan Pemeriksaan Eritrosit
Memantau kadar sel darah merah dalam darah
f.
Nilai Rujukan
1) Bayi Baru Lahir
: 4,8 – 7,2 juta sel/µL
2) Anak
: 3,8 – 5,5 juta sel/µL
3) Pria Dewasa
: 4,6 – 6,0 juta sel/µL
4) Wanita Dewasa : 4,0 – 5,0 juta sel/µL
(Nugraha, 2015)
g. Masalah Klinis
1) Penurunan Jumlah Eritrosit
Kehilangan darah, anemia, infeksi kronis, leukemia,
myeloma multiple, cairan per intravena berlebih, gagal
ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebih.
2) Peningkatan Jumlah Eritrosit
Polisitemia
vera,
hemokonsentrasi/dehidrasi,
dataran
tinggi, kor pulmonal, penyakit kardiovaskuler.
(Nugraha, 2015)
3. Hemoglobin
a. Definisi
Hemoglobin merupakan zat protein yang terdapat
dalam sel darah merah (eritrosit) yang memberi warna merah
pada darah dan merupakan pengangkut oksigen utama dalam
tubuh (Riswanto, 2013).
Sebagai salah satu contoh protein, hemoglobin adalah
suatu protein majemuk yang mengandung unsure non-protein
yaitu heme. Pada makhluk hidup, secara fisiiologis kompleks
17
protein heme berfungsi mengangkut oksigen, mengikat
oksigen, mengatur elektron dan fotosintesis (M. Sofro, 2012).
Jumlah hemoglobin dalam darah normal kira-kira 15
gram setiap 100 mL darah., dan jumlah ini biasanya disebut
100 persen (Pearce, 2006)
b. Fungsi Hemoglobin
Eritrosit dalam darah mengangkut O2 dari paru-paru ke
jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa
CO2
ke
paru-paru.
Pada
saat
molekul
hemoglobin
mengangkut dan melepas O2 masing-masing rantai globin
dalam molekul hemoglobin bergerak pada satu sama lain.
Fungsi utama hemoglobin adalah sebagai berikut :
1) Mengatur pertukaran oksigen dan karbondioksida di
dalam jaringan tubuh.
2) Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke
seluruh jaringan tubuh.
3) Membawa karbondioksida dari jaringan tubuh sebagai
hasil metabolisme ke paru-paru untuk dibuang
(Hoffbrand, A.V dan Pettit, J.E, 2014)
c. Pemeriksaan Hemoglobin
Terdapat berbagai macam cara atau metode yang
dapat digunakan untuk menentukan kadar hemoglobin dalam
darah, diantaranya adalah metode tallquist, tembaga sulfat,
sahli dan sianmethaemoglobin. Metode sianmethaemoglobin
menjadi rekomendasi dalam penetapan kadar hemoglobin
karena kesalahannya hanya mencapai 2% dibandingkan
metode lain (Nugraha, 2015).
1) Metode Tallquist
Pemeriksaan ini didasarkan pada warna darah
karena hemoglobin berperan dalam memberikan warna
merah dalam eritrosit, konsentrasi hemoglobin dalam
18
darah
sebanding
dengan
warna
darah
sehingga
pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membandingkan
warna terhadap warna standar yang telah diketahui
konsentrasi hemoglobinnya dalam satuan persen (%).
Standar warna pada Tallquist memiliki 10 gradasi dari
warna merah muda sampai merah tua dengan rentang
10% sampai 100% dan setiap gradasi selisihnya 10%.
Metode ini tidak digunakan lagi karena tingkat kesalahan
pemeriksaan
mencapai
30-50%,
salah
satu
faktor
kesalahan adalah standar warna yang tidak stabil (tidak
dapat mempertahankan warna asalnya) dan mudah
memudar karena standar berupa warna dalam kertas
(Nugraha, 2015).
2) Metode Tembaga Sulfat (CuSO4)
Metode ini didasarkan pada berat jenis, CuSO4
yang digunakan memiliki berat jenis 1,053. Penetapan
kadar hemoglobin metode ini dilakukan dengan cara
meneteskan darah pada wadah atau gelas yang berisi
larutan CuSO4 BJ 1,053 sehingga darah akan terbungkus
tembaga proteinase, yang mencegah perubahan BJ
dalam 15 menit. Jika darah tenggelam dalam waktu 15
detik, maka kadar hemoglobin lebih dari 12,5 g/dL. jika
darah menetap ditengah-tengah atau muncul kembali ke
permukaan, maka kadar hemoglobin kurang dari 12,5
g/dL. Jika tetesan darah tenggelam secara perlahan, hasil
meragukan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ulang
atau konfirmasi dengan metode lain yang lebih baik.
Metode ini bersifat kualitatif, sehingga penetapan kadar
hemoglobin ini pada umunya hanya digunakan untuk
penetapan
kadar
hemoglobin
pada
pendonor
atau
19
pemeriksaan hemoglobin yang bersifat masal (Nugraha,
2015).
3) Metode Sahli
Metode ini merupakan pemeriksaan hemoglobin
yang didasarkan pada pembentukan warna (visualisasi
atau kolorimetri). Darah yang direaksikan dengan HCl
akan membentuk asam hematin dengan warna coklat
yang terbentuk akan disesuaikan pada standar dengan
cara diencerkan menggunakan akuades. Pemeriksaan ini
masih sering dilakukan pada beberapa laboratorium klinik
kecil dan puskesmas karena memerlukan alat sederhana,
namun
pemeriksaan
penyimpangan
hasil
ini
memiliki
mencapai
15%
kesalahan
atau
sampai
30%.
Beberapa faktor kesalahan tersebut terjadi karena pada
metode ini tidak semua hemoglobin diubah menjadi asam
hematin seperti methemoglobin,
sulfhemoglobin dan
karboksihemoglobin. Selain faktor metode, alat yang
digunakan juga dapat menjadi faktor kesalahan, warna
standar yang sudah lama, kotor atau dibuat oleh banyak
pabrik
sehingga intensitas warna
standar berbeda.
Diameter ukuran tabung sahli sebagai pengencer. Selain
itu faktor kesalahan dapat terjadi ketika pemeriksaan,
misalnya pemipetan kurang tepat, pemakaian batang
pengaduk
yang
menghomogenkan
terlalu
sering
pengenceran,
digunakan
sumber
untuk
cahaya,
kemampuan untuk membedakan warna serta kelelahan
mata (Nugraha, 2015).
Prinsip pemeriksaan hemoglobin metode sahli
adalah darah yang ditambahkan asam HCl 0,1 N, maka
hemoglobin akan diubah menjadi asam hematin yang
berwarna coklat tua. Warna yang terbentuk diencerkan
20
menggunakan akuades sampai warna yang terjadi sama
dengan warna standar.
4) Metode Sianmethemoglobin
Metode ini merupakan pemeriksaan berdasarkan
kolorimetri dengan menggunakan alat spektrofotometer
atau fotometer, sama dengan pemeriksaan hemoglobin
menggunakan oksihemoglobin dan alkali-hematin. Metode
ini
menjadi
rekomendasi
dalam
penetapan
kadar
hemoglobin karena kesalahannya hanya mencapai 2%.
Reagen
yang
digunakan
disebut
Drabkins
yang
mengandung berbagai macam senyawa kimia sehingga
jika direaksikan dengan darah dapat menghasilkan warna
yang sebanding dengan kadar hemoglobin di dalam
darah. Faktor kesalahan pemeriksaan metode ini pada
umumnya bersumber dari alat pengukur, reagen dan
teknik analisis (Nugraha, 2015).
Metode sianmethaemoglobin (hemoglobin sianida)
adalah metode yang paling luas digunakan karena reagen
dan instrument dapat dengan mudah dikontrol terhadap
standar yang stabil dan handal (Riswanto, 2013).
Metode ini merupakan metode yang dianjurkan
untuk penetapan kadar hemoglobin di laboratorium oleh
WHO. Metode fotometrik saat ini sudah diintegrasikan ke
dalam
alat
pengukur
hitung
otomatis
dengan
menggunakan Hematology Analyzer (Riswanto, 2013).
Prinsip metode ini adalah reagen Drabkins yang
mengandung kalium sianida dan kalium ferrisianida jika
ditambahkan dengan darah akan membentuk reaksi kimia.
Ferrisianida akan membentuk Fe dalam hemoglobin dari
ferro
(Fe2+)
menjadi
ferri
(Fe3+)
membentuk
methemoglobin. Kemudian bergabung dengan kalium
21
sianida membentuk sianmethemoglobin dengan warna
yang stabil. Warna yang terbentuk sebanding dengan
kadar hemoglobin dalam darah dan diukur pada fotometer
dengan panjang gelombang 540 nm. Kadar hemoglobin
ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi atau
dihitung menggunakan factor (Nugraha, 2015).
Membuat kurva kalibrasi dan faktor
a) Buat pengenceran larutan standar dengan larutan
Drabkins dengan kadar hemoglobin yang berbeda,
paling sedikit 3 larutan standar.
b) Ukur menggunakan fotometer atau spektrofotometer
pada panjang gelombang 540 nm dengan larutan
Drabkins sebagai blanko.
c) Buat
kurva
dengan
absis
(sumbu
X)
adalah
konsentrasi kadar hemoglobin dan ordinat (sumbu Y)
sebagai absorban standar.
d) Menentukan hemoglobin sampel dilakukan dengan
cara memplotkan absorban standar pada kurva atau
absorban sampel dikalikan dengan faktor.
e) Faktor ditentukan dengan menggunakan rumus
Faktor (F) =
Nilai rerata kadar hemoglobin
Nilai rerata absorban standar
Hemoglobin g/dL = Absorban x F
(Nugraha, 2015)
d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan Hemoglobin
1) Terjadinya bekuan darah
2) Tidak mengocok darah sewaktu akan diperiksa
3) Menggunakan reagen yang kadaluarsa
4) Panjang gelombang tidak tepat.
5) Penurunan
asupan
atau
kehilangan
cairan
akan
meningkatkan kadar hemoglobin akibat hemokonsentrasi,
22
dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar
hemoglobin (Riswanto, 2013)
6) Waktu inkubasi yang kurang menyebabkan eritrosit belum
dilisiskan sehingga tidak bereaksi dengan sempurna
dengan sianida dan menyebabkan kadar hemoglobin
tinggi.
(Kee, 2008)
e. Tujuan Pemeriksaan Hemoglobin
Tujuan dari pemeriksaan hemoglobin adalah membantu
untuk mendiagnosa anemia dan dapat menentukan deficit
cairan tubuh akibat peningkatan kadar hemoglobin (Nugraha,
2015).
f.
Nilai Rujukan
1) Bayi baru lahir
: 14 – 24 g/dL
2) Bayi
: 10 – 17 g/dL
3) Anak
: 11 – 16 g/dL
4) Pria Dewasa
: 13,5 – 17 g/dL
5) Wanita Dewasa
: 12 – 15 g/dL
(Nugraha, 2015)
g. Masalah Klinis
1) Hemoglobin meningkat
Dehidrasi atau hemokonsentrasi, polisitemia, daerah
dataran tinggi, luka bakar yang parah, gagal jantung
kronis, pengaruh obat-obatan (gentamisin, metildopa).
2) Hemoglobin menurun
Anemia
(defisiensi
zat
besi,
aplastik,
hemolitik),
perdarahan hebat, sirosis hati, leukemia penyakit hodkin,
sarkoidosis, kanker (usus besar dan usus halus, rectum,
hati, tulang), talasemia mayor, kehamilan, penyakit ginjal.
(Riswanto, 2013)
23
4. Hematokrit
a. Pengertian Hematokrit
Hematokrit terdiri dari 2 perkatan yaitu Haem yang
berarti
darah,
Krinein
yang
berarti
memisahkan.
Nilai
hematokrit ialah volume eritrosit dalam 100 mL darah yang
dinyatakan dalam persen (%) volume darah. Biasanya nilai
hematokrit ditentukan dengan darah kapiler atau darah vena
(Gandasoebrata, R. 2008).
Nilai hematokrit dapat digunakan sebagai tes skrining
sederhana untuk anemia, sebagai referensi kalibrasi untuk
metode otomatis hitung sel darah, juga secara kasar
digunakan
untuk
membimbing
keakuratan
pengukuran
hemoglobin yaitu nilai hematokrit sama dengan tiga kali kadar
hemoglobin (Kiswari, 2014).
Terdapat dua metode pemeriksaan hematokrit yaitu
makrohematokrit
dan
mikrohematokrit.
Pada
metode
makrohematokrit, specimen darah yang digunakan adalah
darah vena yang dimasukan ke dalam tabung wintrobe dan
disentrifuge
terpisah
pada kecepatan tertentu sehingga
dari
plasmanya
secara
sempurna.
eritrosit
Metode
mikrohematokrit, specimen darah berasal dari vena atau
kapiler yang dimasukan ke dalam pipa kapiler atau tabung
mikrokapiler yang memiliki ukuran 7 cm dengan diameter
tabung 1 mm. Tabung mikrohematokrit yang berisi darah
diputar dengan kecepatan tinggi dalam waktu tertentu hingga
eritrosit terpisah dari plasmanya. Perbandingan eritrosit
ditentukan
dengan
menggunakan
alat
ukur.
Metode
mikrohematokrit sangat efektif dan efisien karena selain
sederhana, sampel darah yang digunakan sedikit dengan
waktu pemeriksaan lebih singkat dibandingkan metode
makrohematokrit (Nugraha, 2015).
24
Antikoagulan yang baik untuk pemeriksaan hematorit
adalah asam heparin dan Ethylen Diamin Tetraacetik Acid.
Sampel darah vena dan dan darah kapiler mempunyai nilai
hematokrit yang sama, nilai keduanya lebih besar daripada
hematokrit total pada tubuh (Kiswari, 2014).
Darah kapiler digunakan bila jumlah darah yang
dibutuhkan hanya sedikit. Bila lebih dari 0,5 mL maka lebih
baik menggunakan darah vena (Kiswari dan Agung, 2005).
Pada
pembendung
sampling
yang
darah
terlalu
vena
lama
pemakaian
atau
kuat
ikatan
dapat
mengakibatkan hemokonsentrasi. Hemolisis juga dapat terjadi
jika spuit dan jarum yang digunakan basah atau tidak
melepaskan jarum spuit terlebih dahulu ketika memasukan
darah ke dalam botol sampel (Gandasoebrata R, 2010).
Hematokrit
merupakan
angka
yang
menunjukkan
persentasi zat padat dalam darah, dengan demikian jika
terjadi pembesaran cairan darah keluar dari pembuluh darah,
sementara zat-zat padat masih ada dalam pembuluh darah
maka akan terjadi peningkatan kadar hematokrit. Biasanya
kadar hematokrit normal berkisar 3 kali lebih besar dari kadar
hemoglobin (Gandasoebrata R, 2010).
b. Pengukuran Kadar Hematokrit
Penetapan kadar hematokrit dengan cara langsung
atau manual dapat dilakukan dengan metode makrohematokrit
atau metode mikrohematokrit. Pada metode mikrohematokrit
menggunakan tabung kapiler yang panjangnya 75 mm dan
diameter 1 mm, tabung ini ada dua jenis ada yang dilapisi
antikoagulan EDTA atau heparin di dalamnya dan ada yang
tanpa antikoagulan. Metode ini mempunyai keunggulan lebih
cepat, sampel yang dibutuhkan sedikit, dan sederhana
(Gandasoebrata R, 2010).
25
Pada metode makrohematokrit menggunakan tabung
Wintrobe yang mempunyai diameter dalam 2,5–3 mm,
panjang 110 mm dengan skala interval 1 mm sepanjang 100
mm dan volumenya adalah 1 mL. Cara makrohematokrit
jarang digunakan karena membutuhkan sampel yang banyak
dan waktu yang lama (Gandasoebrata R, 2010)
Prinsip
pemeriksaan
dipisahkan dari plasma
hematokrit
adalah
eritrosit
dengan cara disentrifuge dan
dinyatakan dalam persen (%) (Gandasoebrata R, 2010).
Metode pemeriksaan secara mikro sering digunakan
karena lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan metode
makro yang membutuhkan sampel lebih banyak dan waktu
yang lama. Metode pemeriksaan secara mikro berprinsip pada
darah dengan antikoagulan disentrifuge dalam jangka waktu
dan kecepatan tertentu, sehingga sel darah dan plasma
terpisah
dalam
keadaan
mapat.
Presentase
volume
kepadatan sel darah merah terhadap volume darah semula
dicatat sebagai hasil pemeriksaan hematokrit (Gandasoebrata
R, 2010).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hematokrit
secara teknis
1) Diameter tabung
Diameter tabung yang bervariasi dapat menyebabkan
kesalahan
pembacaan
sehingga
tabung
untuk
pengukuran hematokrit distandarkan dari Inggris dengan
diameter tabung 2,5 mm. semakin besar diameter tabung,
maka hasil nilai hematokri akan rendah.
2) Bila menggunakan darah kapiler, tetesan darah yang
pertama keluar harus dilap dengan tissue
mengandung cairan intertisial.
karena
26
3) Perbandingan jumlah darah dengan antikoagulan. Jika
antikoagulan
berlebihan
maka
akan
mengakibatkan
eritrosit mengkerut sehingga nilai hematokrit menurun.
4) Pencampuran
darah
dengan
antikoagulan
harus
homogen.
5) Sentrifuge dengan pemusingan yang kurang kuat akan
mendapatkan endapan sel darah merah yang tidak
maksimal. Pemusingan yang terlalu cepat juga dapat
menyebabkan berkurangnya sel darah merah.
6) Darah yang diperiksa tidak boleh mengandung bekuan.
7) Darah yang dimasukkan ke dalam tabung hematokrit
harus memenuhi ¾ bagian tabung.
8) Tabung
hematokrit
yang
mengandung
antikoagulan
heparin di daerah iklim tropis akan mudah rusak, oleh
karena itu harus disimpan dalam lemari es.
9) Suhu Penyimpanan
Tempat penyimpanan sebaiknya dilakukan pada suhu 4
selama tidak lebih dari 6 jam.
10) Pembacaan pada skala hematokrit
(Purwaningsih, 2011).
d. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
hasil
pemeriksaan
hematokrit secara klinis
1) Ukuran Eritrosit
Ukuran sel darah merah dapat mempengaruhi
viskositas darah. Viskositas darah tinggi maka nilai
hematokrit juga akan tinggi.
2) Jumlah Eritrosit
Apabila jumlah eritrosit dalam keadaan banyak
(polisitemia) maka nilai hematokrit akan meningkat dan
jika eritrosit sedikit (anemia) maka nilai hematokrit akan
menurun.
27
3) Bentuk Eritrosit
Apabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka
akan terjadi trapped plasma (plasma yang terperangkap)
sehingga nilai hematokrit akan meningkat.
4) Obat-obatan
Pengaruh obat seperti : antibiotik (kloramfenikol dan
penisilin), dan obat radioaktif dapat menurunkan kadar
hematokrit.
(Purwaningsih, 2011).
e. Tujuan Pemeriksaan Hematokrit
Pemeriksaan hematokrit bertujuan untuk mengukur
konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah, yang dapat
mendeteksi adanya anemia, kehilangan darah,gagal ginjal
kronis, defisiensi vitamin C dan B.
Untuk mengetahui adanya ikterus yang dapat diamati
dari warna plasma, dimana warna yang terbentuk kuning atau
kuning tua.Dapat juga digunakan untuk menentukan rata-rata
volume eritrosit yang merupakan screening test dalam
mendeteksi adanya hyperbilirubinemia.
Warna plasma yang diperoleh dari pemusingan yang
berwana kuning atau kuning tua baik dalam keadaan fisiologi
atau patologi merupakan indikasi naiknya bilirubin dalam
darah, misalnya pada infeksi hepatitis (Purwaningsih, 2011).
f.
Nilai Rujukan Hematokrit
1) Laki-laki dewasa
: 40 – 52%
2) Perempuan dewasa
: 35 – 47%
3) Bayi baru lahir
: 44 – 72%
4) Anak usia 1 – 3 tahun
: 35 – 43%
5) Anak usia 4 – 5 tahun
: 31 – 43%
6) Anak usia 6 – 10 tahun
: 33 – 45%
(Riswanto, 2013)
28
g. Masalah Klinis
1) Peningkatan Nilai Hematokrit
Ht tinggi (>50%) dapat ditemukan pada berbagai
kasus yang menyebabkan kenaikan Hb, antara lain
penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi/diare, diabetes
mellitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht>60%.
2) Penurunan Nilai Hematokrit
Ht rendah (<30%) dapat ditemukan pada anemia,
sirosis hati, gagal jantung, perlemakan hati, hemolisis,
pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah
Ht<15%.
(Hardjoeno, 2007).
5. Antikoagulan
a. Definisi
Antikoagulan
adalah
zat
yang
mencegah
penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau
dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan
untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses
pembekuan. Jika tes membutuhkan darah atau plasma,
spesimen harus dikumpulkan dalam sebuah tabung yang
berisi antikoagulan. Spesimen dengan antikoagulan harus
dicampur segera setelah pengambilan spesimen untuk
mencegah
pembentukan
microclot.
Pencampuran
yang
lembut sangat penting untuk mencegah hemolisis (Riswanto,
2013).
b. Jenis-jenis antikoagulan
1) EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid)
Pada umumnya EDTA tersedia dalam bentuk
garam sodium (natrium) atau potassium (kalium), yang
berguna
untuk
mencegah
koagulasi
dengan
cara
29
mengikat kalsium. EDTA memiliki keunggulan dibanding
dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi
sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi,
seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, LED, hitung
leukosit, hitung trombosit, retikulosit, apusan darah, dan
sebagainya (Riswanto, 2013).
Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA
(Na2EDTA) dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium
EDTA (K3EDTA). Na2EDTA
dan K2EDTA
biasanya
digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA
biasanya digunakan dalam bentuk cair. Dari ketiga jenis
EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik dan
dianjurkan
oleh
ICSH
(International
Council
for
Standardization in Hematology) dan CLSI (Clinical and
Laboratory Standards Institute). Tabung EDTA tersedia
dalam bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube)
dengan tutup lavender (purple) atau pink seperti yang
diproduksi oleh Becton Dickinson (Riswanto, 2013).
K2EDTA biasanya digunakan dengan konsentrasi
1-1,5 mg/mL darah. Pemakaian dalam bentuk cair dapat
dilakukan dengan membuat larutan 10%. Pemakaiannya
adalah 1 mL EDTA 10% untuk 5 mL darah (1:5).
Penggunaannya harus tepat. Bila jumlah EDTA kurang,
darah dapat mengalami koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA
kelebihan,
eritrosit
mengalami
krenasi,
trombosit
membesar dan mengalami disintegrasi. Setelah darah
dimasukkan
ke
dalam
pencampuran/homogenisasi
tabung,
dengan
segera
cara
lakukan
membolak-
balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk
menghindari penggumpalan trombosit dan pembentukan
bekuan darah (Riswanto, 2013).
30
Menurut R.Gandasoebrata (2010) antikoagulan
EDTA digunakan 1 mg dalam bentuk serbuk untuk 1 mL
darah dan dalam bentuk cair pada konsentrasi 10%
adalah 10 µL dalam 1 mL darah (1:100).
Antikoagulan yang paling banyak digunakan di
laboratorium baik pemerintah maupun swasta pada
umumnya
adalah
antikoagulan
EDTA
Karena
ada
beberapa keuntungan menggunakan EDTA yaitu :
a) Lebih ekonomis
b) Dapat
digunakan
untuk
parameter
lain
dalam
pemeriksaan hematologi rutin
c) Mudah diperoleh
d) Penggunaannya sangat mudah, baik serbuk maupun
dalam bentuk larutan
e) Tersedia dalam gram Natrium (Na) dan Kalium (K)
2) Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7.2H2O)
Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi
kalsium. Trisodium sitrat dihidrat 3,2% buffer natrium sitrat
(109
mmol/L)
direkomendasikan
untuk
pengujian
koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah
1 bagian citrate dan 9 bagian darah. Secara komersial,
tabung sitrat dapat dijumpai dalam bentuk tabung hampa
udara dengan tutup berwarna biru terang (Riswanto,
2013).
Spesimen harus segera dicampur segera setelah
pengambilan untuk mencegah aktivasi proses koagulasi
dan pembentukan bekuan darah yang menyebabkan hasil
tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan membolakbalikkan tabung sebanyak 4-5 kali secara lembut, karena
pencampuran yang terlalu kuat dan berkali-kali (lebih dari
31
5 kali) dapat mengaktifkan penggumpalan platelet dan
mempersingkat waktu pembekuan (Riswanto, 2013).
Darah sitrat harus segera dicentrifuge selama 15
menit
dengan kecepatan
maksimal
2
konsentrasi
jam
1500 rpm dan dianalisa
setelah
3,8%
sampling.
digunakan
untuk
Natrium
sitrat
pemeriksaan
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) atau LED cara
Westergreen. Penggunaannya adalah 1 bagian sitrat
untuk 4 bagian darah (Riswanto, 2013).
3) Heparin
Heparin banyak digunakan pada analisa kimia
darah, enzim, kultur sel, OFT (osmotic fragility test).
Konsentrasi dalam penggunaan adalah : 15 IU/mL +/- 2,5
IU/mL
atau
0,1–0,2
mg/mL
darah.
Heparin
tidak
dianjurkan untuk pemeriksaan apusan darah karena
menyebabkan latar belakang biru (Riswanto, 2013).
Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen
harus segera dihomogenisasi 6 kali dan disentrifuge 13002000 rpm selama 10 menit kemudian plasma siap
dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam waktu
maksimal 2 jam setelah sampling (Riswanto, 2013).
4) Oksalat
a) Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja
dengan cara mengikat kalsium. Penggunaannya 1
bagian
oksalat
dan
9
bagian
darah.
Biasanya
digunakan untuk pembuatan adsorb plasma dalam
pemeriksaan hemostasis.
b) Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini digunakan pada
pemeriksaan
glukosa.
Kalium
oksalat
berfungsi
sebagai antikoagulan dan NaF berfungsi sebagai
antiglikolisis dengan cara menghambat kerja enzim
32
Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar
glukosa darah stabil.
(Riswanto, 2013)
B. Kerangka Konsep
Kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit
Faktor yang mempengaruhi
Perbandingan antikoagulan
EDTA dengan darah
1. Kapiler dan vena
2. Suhu penyimpanan
3. Pembendungan
yang terlalu lama
10 µL EDTA
200 µL EDTA
Kadar hemoglobin,
hematokrit, dan eritrosit
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
33
C. Hipotesis Penelitian
Ha
: Ada perbedaan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit dan jumlah eritrosit pada 1 mL darah yang
menggunakan antikoagulan EDTA10% volume 10 µL dan
200 µL.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, dkk. (2011) Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Bina
Aksara.
Al-Quran Cordoba. (2012) Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia.
Dahlan, Sopiyudin M. (2008) Langkah-langkah Membuat Proposal
Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Sagung
Seto.
Dorlan, W.A. Newman. (2011) Kamus Kedokteran (Albertus Agung
Mahmode et al. Penerjemah). Jakarta : EGC.
Gandasoebrata, R. (2010) Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan ke 16.
Jakarta: Dian Rakyat.
Handayani, Tri. (2009) Pengaruh Antikoagulan EDTA 10% volume 10 µL
dan 50 µL Terhadap Pemeriksaan Jumlah Leukosit di
Laboratorium Cendia Semarang (KTI). Semarang : Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Harjdjoeno, H. (2007) Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik.
Edisi III. Makassar: LPI UNHAS.
Hoffbrand, A.V. dan P.A.H. Moss. (2013) Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta : EGC.
Imam As-Syaukani. (2010) Tafsir Fathul Qadir Jilid 6. Kairo : Dar El-Hadist
Kairo.
Kiswari dan Agung. (2005) Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.
Jakarta : EGC.
Kiswari, Rukman. (2014) Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Erlangga.
Notoatmojo, Soekidjo. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nugraha, Gilang. (2015) Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Dasar. Jakarta Timur : CV Trans Info Media.
Pangesti, Ira. (2012) Eritrosit. Jakarta : Unimus.
Pearce, Evelyn C. (2006) Anatomi dan Fisiologis Untuk Paramedis. PT.
Gramedia.
56
57
Purwaningsih, Indah. (2011) Perbedaan Hasil Kadar Hematokrit Secara
Manual dan Otomatis. Semarang : UMS.
Riswanto. (2013) Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogya :
Alfamedia.
Robert, M dan Youngson, (2009) Pustaka Kesehatan Populer : Mengenal
Pemeriksaan laboratorium. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Santosa, Budi. (2005) Perbedaan Hasil Pengukuran Hematokrit Metode
Mikro pada Darah yang menggunakan Antikoagulan EDTA 10
µL dan 50 µL pada Konsentrasi 10%. Semarang : Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Sofro M, Abdul Salam. (2012) Darah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tarwoto dan Wartonah. (2008) Keperawatan Medical Bedah Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta : Perpustakaan Nasional.
Download