PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK Syarat mengikuti praktikum patologi klinik : nilai pretest ≥ 50. Mahasiswa diharapkan mempersiapkan diri untuk praktikum dengan sungguh – sungguh. Apabila terdapat kesulitan memahami istilah medis, dapat merujuk kembali pada kamus kedokteran Dorland, buku pemeriksaan kaboratorium klinis Gandha Subrata dan buku patofisiologi McAfee. Pada modul 4.2 Mekanisme Penyakit dan Tumbuh Kembang akan dilaksanakan 2 kali praktikum patologi klinik, khususnya pemeriksaan darah (hematologi). Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012, ada beberapa keterampilan pemeriksaan hematologi dengan level kompetensi 4A, yang harus dikuasai penuh oleh dokter umum. Jenis – jenis keterampilan pemeriksaan laboratorium darah (hematologi) tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah. No 1. 2. 3. 4. Keterampilan Pengambilan darah vena (pungsi vena) Pengambilan darah kapiler (finger prick) Persiapan dan pemeriksaan hitung jenis leukosit Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit) 5. Pemeriksaan laju endap darah (LED) 6. Pemeriksaan profil pembekuan (bleeding time dan clotting time) 7. Pemeriksaan golongan darah dan inkompatibilitas 8. Permintaan pemeriksaan hematologi berdasarkan indikasi 9. Permintaan pemeriksaan imunologis berdasarkan indikasi 10. Skin test sebelum pemberian obat injeksi 11. Anamnesis dan konseling anemia defisiensi besi, thalassemia dan HIV 12. Penentuan dan indikasi jenis transfusi Tingkat keterampilan 4A 4A 4A 4A 4A 4A 4A 4A 4A 4A 4A 4A Materi praktikum patologi klinik pada modul 4.2 Mekanisme Penyakit dan Tumbuh Kembang, adalah sebagai berikut : Pertemuan 1 Pengambilan sampel darah Pemeriksaan hemoglobin Hematokrit Jumlah eritrosit Indeks eritrosit Analisis jenis anemia berdasarkan indeks eritrosit Pertemuan 2 Pemeriksaan jumlah leukosit Hitung jenis leukosit (diff. Count) Jumlah trombosit Laju endap darah (LED) Analisis hasil laboratorium PERTEMUAN 1 Tujuan Pembelajaran : mahasiswa mampu : 1. Melakukan pengambilan darah vena dan darah kapiler 2. Mengetahui antikoagulan yang dapat digunakan dalam pengambilan sampel darah 3. Melakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit 4. Mengetahui nilai normal dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan homoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit 5. Menghitung indeks rata – rata eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) 6. Mengetahui nilai normal MCV, MCH dan MCHC dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan 7. Menganalisis penyebab anemia dari contoh kasus yang diberikan. 1.1 PENGAMBILAN DARAH UNTUK PEMERIKSAAN HEMATOLOGI Untuk pemeriksaan hematologi, biasanya dipakai darah kapiler atau darah vena. Darah Lokasi pada dewasa : ujung jari 2,3,4 atau pada bagian lobulus daun kapiler telinga Pada bayi dan anak kecil : boleh juga pada tumit dan jempol kaki Syarat : tempat yang dipilih tidak memperlihatkan tanda – tanda gangguan aliran darah (pucat/sianosis) Cara : - Bersihkan tempat tusukan dengan kapas lakohol 70% (desinfeksi) dan ditunggu kering - Pegang bagian yang akan ditusuk supaya tidak bergerak dan tekan sedikit agar tidak nyeri - Tusuklah dengan cepat menggunakan lanset steril. Tusuk dengan arah tegak lurus garis sidik jari. Tusukan harus cukup dalam supaya darah mudah keluar. Menekan – nekan jari untuk mengeluarkan darah dapat menyebabkan kesalahan karena darah akan bercampur dengan cairan interstitial. - Buanglah tetes darah pertama. Tetes darah berikutnya dapat dipakai untuk pemeriksaan. Darah Lokasi pada dewasa : salah satu vena pada fossa cubiti vena Pada bayi : v. Jugularis superficialis atau sarah dari sinus sagitalis superior. Cara : - Bersihkan tempat tusukan dengan kapas alkohol 70% dan tunggu kering - Pasangkan manset pada lengan atas dan minta pasien untuk mengepal – membuka tangan beberapa kali agar vena terlihat jelas. - Tusukkan jarum dengan bevel menghadap ke atas dengan sudut 15-30O sampai masuk ke lumen vena - Ambillah darah 3-5cc sambil melepaskan manset. - Taruhlah kapas alkohol di atas jarum dan cabutlah jarum - Minta pada pasien untuk menekan kapas tadi beberapa menit untuk menghentikan perdarahan - Buka jarum dan alirkan darah ke dinding tabung yang disediakan (jangan disemprotkan) I.2. ANTIKOAGULANSIA UNTUK PEMERIKSAAN HEMATOLOGI Agar darah yang diperiksa jangan sampai membeku, dapat dipakai antikogulansia. Berikut beberapa antikoagulansia yang dapat dipakai : 1. EDTA (ethylene diamine tetra acetate), sebagai garam natrium atau kaliumnya. EDTA yang sering dipakai dalam bentuk larutan 10%, tetapi kadang dipakai bentuk kristal EDTA agar tidak terjadi pengenceran darah. Bila memakai kristal, perlu menggoncangkan wadah berisi darah-EDTA karena kristalnya tidak mudah larut. 2. Heparin, bekerja sebagai antitrombin. Jarang dipakai karena harganya yang mahal 3. Natiumsitrat 3,8% yaitu larutan isotonik dengan darah. Biasa dipakai dalam pemeriksaan laju endap darah metoda Westergren. 4. Campuran amonium oksalat dan kalium oksalat. I.3 PENETAPAN KADAR HEMOGLOBIN METODA SAHLI Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan bermacam – macam cara. Yang banyak dipakai dalam laboratorium klinik adalah secara fotoelektrik dan kolorimetrik visual. Dokter umum diharapkan dapat melakukan pemeriksaan hemoglobin sederhana secara kolorimetrik visual metoda Sahli. Prinsip : darah + larutan HCL 0,1 N akan terbentuk hematin asam yang berwarna coklat tua. warna tersebut di tambahkan aquadest, hingga warnaya sama dengan warna pada batang standar Cara kerja : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Isi tabung sahli dengan larutan HCL 0,1 N sampai angka 2 g % Hisaplah darah dengan pipet sahli sampai tepat pada tanda 20 uL/ 0,02 ml Bersihkan bagian luar pipet dengan kapas/tissue kering Tiup darah dari pipet ke dalam larutan HCL 0,1 N dalam tabung sahli Bilas pipet sahli beberapa kali dengan larutan HCL dalam tabung sahli (hisap dan tiup beberapa kali) Biarkan 10 menit untuk terbentuknya hematin asam yang sempurna Encerkan larutan hematin asam dengan aquadest tetes demi tetes sambil di aduk sampai warna larutan sama dengan warna batang standart Baca meniskus larutan pada tabung sahli (g% atau g/dl) Ketelitian dengan cara kolorimetrik visual dilaporkan dengan skala ½ g/dl, sehinggan laporannya menjadi 11, 11 ½ , 12, 12 ½ , dan seterusnya. Jangan melaporkan dalam bentuk angka desimal seperti 10,6 15,5 dan seterusnya Nilai Normal : Laki – laki = 14 – 18 g/dL Perempuan = 12 – 16 g/dL Analisis hasil : Hemoglobin (Hb) adalah protein di dalam eritrosit yang berfungsi mengikat oksigen. Bila hemoglobin lebih rendah dari nilai normal maka disebut anemia. Apabila nilai hemoglobin lebih tinggi dari nilai normal maka disebut polisitemia. Banyak kondisi yang dapat menyebabkan anemia di antaranya : - Perdarahan akut / kronis - Pemecahan eritrosit yang abnormal seperti pada thalasemia, malaria, dll - Gangguan produksi eritrosit : defisiensi zat gizi (seperti besi, asam folat), infeksi kronik, infiltrasi sel ganas, kelainan endokrin, gagal ginjal kronik, anemia sederoblastik, efek samping obat, dll. Untuk mengetahui penyebab anemia perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu serum iron, feritin, TIBC, gambaran darah tepi, dan elektroforesa Hb. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara bertahap sesuai indikasi. I.4 PENETAPAN NILAI HEMATOKRIT Nilai hematokrit adalah volume semua hematokrit dalam 100 ml darah dan disebut dengan % dari volume darah itu. Biasanya nilai itu ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler. Pada praktikum kali ini pemeriksaan nilai hematokrit dilakukan dengan darah kapiler (mikrometode). Cara kerja : 1. Isilah tabung mikrokapiler yang khusus dengan darah hingga ¾ bagian 2. Tutuplah kedua ujungnya dengan bahan penutup khusus 3. Masukkan tabung kapiler tersebut ke dalam sentrifuge khusus dengan kecepatan 16.000 rpm selama 3 – 5 menit 4. Bacalah nilai hematokrit dengan menggunakan grafik atau alat khusus 5. Nilai hematokrit : volume eritrosit (merah) dibandingkan dengan volume total Nilai Normal : Laki – laki = 47% ± 7 g/dL Perempuan = 42% ± 5 g/dL Analisis hasil : Peningkatan nilai hematokrit dinamakan hemokonsentrasi, bisa diakibatkan oleh berkurangnya volume plasma, misalnya terjadi pada kasus dehidrasi, demam berdarah dengue, dll. Penurunan nilai hematokrit disebut hemodilusi, dapat ditemukan normal pada ibu hamil setelah trimester 2. I.5 PENGHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT Darah diencerkan dalam pipet eritrosit, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam voluma tertentu: dengan menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit per μL darah dapat diperhitungkan. Sebagai larutan pengencer dipakai larutan Hayem. Cara kerja : A. Mengisi pipet eritrosit. 1. Isaplah darah (kapiler, EDTA atau oksalat) sampai garis tanda 0,5 tepat. 2. Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet 3. Masukkan ujung pipet dalam larutan Hayem sambil menahan darah tetap pada tanda tadi. Pipet dipegang dengan sudut 45O dan larutan Hayem diisap perlahan – lahan sampai garis 101. Hati – hatilah jangan sampai terjadi gelembung!! 4. Angkatlah pipet dari cairan, tutup ujung pipet dengan ujung jari, lalu lepaskan karet penghisap 5. Kocoklah pipet selma 15 – 30 detik. Jika tidak segera akan dihitung, letakkanlah dalam posisi horizontal. B. Mengisi kamar hitung 1. Letakkan kamar hitung yang bersih dengan kaca penutu terpasang mendatar di atas meja 2. Kocokkan pipet yang diisi tadi selama 3 menit terus menerus, jagalah jangan sampai ada cairan yang terbuang 3. Buanglah 3 – 4 tetes cairan dan segera sentuhkan ujung pipet ke kamar hitung dengan sudut 30O pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan kamar hitung terisi cairan perlahan – lahan dengan daya kapilaritasnya sendiri. 4. Biarkan kamar hitung selama 2- 3 menit supaya eritrosit – eritrosit dapat mengendap. C. Menghitung jumlah sel 1. Pakailah lensa objektif kecil (perbesaran 10X), turunkan kondensor dan kecilkan difragma. Tampak kamar hitung dan fokuskan pada bidang bergarisnya. 2. Setelah fokus, pindahkan ke perbesaran 40X 3. Hitunglah semua eritrosit yang terdapat dalam 5 bidang (keempat sudut + kotak tengah). Hitung dari kiri ke kanan, termasuk sel yang menyentuh garis pinggir kiri dan atas. Sedangkan sel yang berada pada garis kanan dan bawah tidak dihitung!! D. Penghitungan 4. Pengenceran dalam pipet eritrosit adalah 200 kali. Luas tiap bidang kecil 1/400 mm2, tinggi kamar 1/10 mm, sedangkan eritrosit dihitung dalam 5 X 16 bidang kecil = 80 bidang kecil, yang luasnya 1/5 mm2. 5. Jadi, jumlah eritrosit / μL darah adalah = jumlah eritrosit yang dihitung X 10.000. Cara penghitungan : Jumlah sel di kamar I = 6 sel Jumlah sel di kamar II = 8 sel Nilai Normal : Laki – laki Perempuan = 4,5 – 5,5 jt/mm3 = 4,0 – 6,0 jt/mm3 Analisis hasil : Penurunan jumlah eritrosit dikenal sebagai anemia karena juga menunjukkan rendahnya kadar hemoglobin. Peningkatan jumlah eritrosit (polisitemia) jarang terjadi, biasanya terjadi akibat meningkatnya eritropoetin misalnya pada populasi yang hidup pada high altitude (dataran tinggi/pegunungan) atau pada perokok. I.6 ANEMIA Anemia didefinisikan sebagai rendahnya konsentrasi hemoglobin dalam darah. Ada berbagai metoda klasifikasi anemia, tetapi yang paling umum adalah berdasarkan indeks eritrosit rata - rata. Indeks eritrosit rata-rata adalah perhitungan yang menentukan besarnya volume eritrosit dan konsentrasi hemoglobin dalam setiap sel. Volume eritrosit menggambarkan ukuran eritrosit, sementara konsentrasi hemoglobin sebanding dengan warna eritrosit. Klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit akan membantu menunjukkan etiologi anemia itu sendiri. Ada 3 perhitungan indeks eritrosit, yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). 1. Mean Corpuscular Volume (MCV) Volume rata- rata eritrosit menunjukkan ukuran eritrosit (normositik, mikrositik dan makrositik. Digunakan sebagai klasifikasi anemia berdasarkan morfologi. ℎ𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡 (%) MCV = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (𝑗𝑢𝑡𝑎) X 10 femtoliter /(μm3) / 10-15 L Nilai normal : 80 – 100 fl (femtoliter) pada dewasa atau 76 – 86 femtoliter (anak < 1 tahun). Hal ini berarti ukuran eritrosit normal (normositik) Abnormal : mikrositik < (80-100 fl) < makrositik 2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) Menunjukkan kadar hemoglobin dalam satu sel eritrosit sehingga menggambarkan warna eritrosit. Dipakai untuk melihat derajat beratnya anemia. ℎ𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛 (𝑔/𝑑𝐿) MCH = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (𝑗𝑢𝑡𝑎) X 10 Nilai normal : 27 – 32 pikogram (pg) pada dewasa atau 23 – 31 pg (anak). Hal ini berarti warna eritrosit normal (normokrom); krom = warna Abnormal : hipokrom < 27 pg 3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) Menunjukkan perbandingan rata – rata kadar hemoglobin dengan volume eritrosit. Digunakan untuk memantau terapi anemia ℎ𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛 (𝑔/𝑑𝐿) MCHC = x 100 ℎ𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡 (%) Nilai normal = 32-36 g/dL Berdasarkan indeks rata-rata eritrosit, anemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu anemia mikrositik, anemia normositik dan anemia makrosiktik. Klasifikasi morfologik anemia dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah. Anemia akibat defisiensi besi dan thalasemia merupakan anemia mikrositik yang paling banyak dijumpai. Anemia normositik dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya penurunan jumlah prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang (anemia aplastik primer), kanker pada sumsum tulang, infeksi virus tertentu, inhibisi autoimun (disebut pure red cell aplasia), rendahnya kadar eritropoetin (chronic renal failure), atau chronic inflammatory diseases yang mempengaruhi ketersediaan zat besi dalam sumsum tulang. Selain itu anemia normositik juga dapat terjadi sekunder sebagai komepensai penurunan masa hidup eritrosit seperti pada kehilangan darah akut, anemia hemolitik, autoimmune hemolytic anemias (AIHA) dimana antibodi atau komplemen berikatan dengan eritosit yang mengakibtatkan destruksi eritrosit, sickle cell anemia, Adanya polimeriasi abnormal hemoglobin dan hereditary spherocytosis or hereditary elliptocytosis, yaitu terdapat defek pada membran eritrosit yang mempengaruhi kemampuan eritrosit untuk masuk ke mikrosirkulasi. Anemia makrositik mencerminkan abnormalitas dari maturasi nukleus atau meningkatnya jumlah eritrosit muda yang lebih besar ukurannya (retikulosit). Ketika inti eritrosit matur muncul, tampak terlalu besar untuk jumlah hemoglobin dalam sitoplasma, dinamakan megaloblastik. Anemia megaloblastik paling sering terjadi karena defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat atau dapat juga terjadi akibat obat yang mengganggu sintesis DNA. Pematangan nukleus yang abnormal juga dapat disebabkan oleh proliferasi klonal di sumsum tulang, yaitu pada kondisi preleukemia yang disebut sindrom myelodysplastic.