pemanfaatan penginderaan jauh dan sistem informasi

advertisement
1
PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN LAHAN
KRITIS DAS CILIWUNG HULU BOGOR
RIZKY NUGRAHA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2
PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN LAHAN
KRITIS DAS CILIWUNG HULU BOGOR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
RIZKY NUGRAHA
E14104055
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
3
RINGKASAN
RIZKY NUGRAHA. E14104055. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem
Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis Das Ciliwung Hulu Bogor.
Dibimbing oleh : Dra. Nining Puspaningsih M.Si dan Dipo Yudhatama ST. M.Si.
Dalam beberapa dekade belakangan penutupan lahan DAS Ciliwung
bagian hulu telah banyak mengalami perubahan. Areal pemukiman yang ada dari
tahun ketahun semakin meningkat baik dalam jumlah maupun jenisnya yang lebih
mengarah pada kawasan wisata. Tingkat pertambahan penduduk yang begitu pesat
dengan luas DAS relatif tetap (tidak mengalami perubahan) mengakibatkan
semakin meningkatnya konversi lahan yang pada umumnya kurang
memperhatikan faktor konservasi tanah dan air dalam pengelolaannya. Hal ini
menimbulkan masalah besar dalam kehidupan seperti terjadinya lahan kritis,
penurunan tingkat kesuburan tanah, berkurangnya ketersediaan sumber air pada
musim kemarau serta mengakibatkan banjir pada musim hujan. Pemetaaan lahan
kritis pada DAS Ciliwung Hulu diperlukan untuk memberikan tingkat
pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekosistem
yang ada. Dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem
informasi geografis bisa didapatkan informasi spasial yang diinginkan untuk
pemetaan lahan kritis.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan penutupan lahan di
DAS Ciliwung Hulu dengan Citra SPOT 4 tahun 2008 dan Citra Quickbird tahun
2006 dan melakukan pemetaan penyebaran lahan kritis di DAS Ciliwung Hulu.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menentukan tindakan yang tepat dalam
pengelolaan DAS Ciliwung Hulu.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2008 sampai dengan bulan
September tahun 2008. Pengolahan data dilakukan di LAPAN Bagian Penyediaan
Data dan di Laboratorium Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan adalah Citra
Satelit SPOT 4 Multispektral tahun 2008, Citra Satelit Quickbird tahun 2006, dan
Data Spasial berupa Batas Administrasi DAS Ciliwung Hulu, Peta Topografi
DAS Ciliwung Hulu, Peta Erosi DAS Ciliwung Hulu, Peta Solum Tanah DAS
Ciliwung Hulu, Peta Pengelolaan Lahan DAS Ciliwung Hulu, dan Peta arahan
fungsi kawasan. Untuk analisis data, penelitian ini menggunakan seperangkat
komputer yang dilengkapi perangkat lunak ArcView GIS 3.3, ER Mapper 7.0,
Microsoft Office (Microsoft word, Microsoft excel). Alat yang digunakan untuk
pengambilan data lapangan yaitu GPS, kamera digital, dan alat tulis. Beberapa
tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 2 kegiatan yaitu analisis
citra satelit dan analisis data spasial. Analisis citra satelit meliputi pra pengolahan
citra satelit, interpretasi citra, pemeriksaan lapangan (Ground Check), klasifikasi,
analisis penilaian akurasi dan analisis data spasial yang dijadikan parameter
dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 kelas penutupan lahan yaitu
hutan, semak belukar, kebun campuran, tegalan/ladang, sawah, pemukiman,
perkebunan teh, padang rumput, sungai dan jalan. Persentase penutupan lahan
yang paling besar adalah Hutan sebesar 36,96 % (5503,02 ha). Berdasarkan hasil
rata-rata keterpisahan menunjukkan nilai dalam kategori baik (1900 - 1999)
4
sebesar 1983, 37. Nilai tersebut berarti bahwa pengkelasan pada klasifikasi dapat
dibedakan dengan baik antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya.
Terdapat 37 pasang kelas yang dikategorikan sangat baik (excellent), 26 pasang
kelas yang dikategorikan baik (good) dan 2 pasang yang dikategorikan cukup
(fair). Berdasarkan hasil dari uji akurasi didapatkan Overall accuracy sebasar 94,
55% yang berarti kelas penutupan lahan yang dibuat dapat digunakan karena
hasilnya lebih ≥ 85 %. Analisis tingkat kekritisan lahan dilakukan pada 3 kawasan
yaitu kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian dan kawasan lindung
diluar kawasan hutan. Luasan kelas kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung
secara berturut-turut adalah potensial kritis sebesar 3787,73 ha (31,33%), tidak
kritis sebesar 1169,04 ha (9,67 %), agak kritis sebesar 443,15 ha (3,67 %), kritis
18,61 ha (0,15 %) dan sangat kritis 1,21 ha (0.01 %). Luas kekritisan lahan pada
kawasan budidaya pertanian adalah kritis sebesar 3783,89 ha (31,30%), potensial
kritis sebesar 1522,37 ha (12,59%), agak kritis sebesar 879,11 ha (7,27%), sangat
kritis 126,94 ha (1,05%) dan tidak kritis 96,68 ha (0,80 %). Luas kekritisan lahan
pada kawasan lindung non hutan (sempadan) adalah kritis 211,29 ha (1,75 %),
sangat kritis 27,97 ha (0,23%), potensial kritis 11, 81 ha (0,10%), dan agak kritis
8,76 ha (0,07%).
Kata kunci : DAS Ciliwung Hulu, Lahan Kritis, SPOT 4
5
SUMMARY
RIZKY NUGRAHA. E14104055. Use of Remote Sensing and GIS for Critical Land
Mapping in Upper Course Ciliwung Bogor Watershed. Under the supervisions of:
Dra. Nining Puspaningsih M.Si and Dipo Yudhatama ST. M.Si.
During the last decade, land in upper course of Ciliwung Bogor Watershed
has experienced many conversions. There is an annual increase in number and
types of land conversion to tourism oriented settlements. Unfortunately, water and
soil conservations efforts were not taken under consideration. Thus, problems
occurred such as critical land, decrease soil fertility, lack of water resources in dry
season and flooding. Critical land mapping is necessary to determine the right
efforts in the management of upper course of Ciliwung Bogor Watershed until not
disturb ecosystem balanced. In order to perform critical land mapping, remote
sensing and Geographic Information System can be used for spatial information.
The first objective of research was to conduct land cover mapping using
SPOT 4 Image acquired in 2008 combined with Quickbird Image acquired in
2006 and the second objective was to determine critical land distributing map in
upper course of Ciliwung Bogor Watershed. The results of this research can be
use to determine the right efforts in the management of upper course of Ciliwung
Bogor Watershed.
This research was conducted from July to September 2008. Data
processing was carried out at Data Supplying Division of LAPAN and Remote
sensing Laboratory of Forest Management Department, Faculty of Forestry Bogor
Agricultural University. Some of the necessary data to use include 2008 satellite
imaging SPOT 4 Multispectral, 2006 Quickbird satellite imaging, and other
spatial data including upper course Ciliwung Bogor watershed administration
border, topographic map, erosion map, soil layer map, land management map, and
land purposive usage map. ArcView GIS 3.3, ER Mapper 7.0, Microsoft Office
(Microsoft word and Microsoft excel) software were used for data analysis. GPS,
digital camera, and writing tools were used for obtaining field data. This research
comprised of 2 steps which includes satellite image analysis and spatial analysis.
Satellite image analysis includes pre image processing, image interpretation,
ground check, classification, accuracy analysis and spatial analysis to determine
critical land mapping.
The results indicated 10 classes of land cover, which consisted of forest;
The classes were forest, shrubs, mixed plant garden, unirrigated agricultural field,
wet rice field, shelters, tea plantation, grassland, river and road. The biggest
percentage of land cover was forest with 36.69 %. Separated mean value of each
class was 1983.37 and categorized as fair. This number showed that class
classification between each class can be well differentiated. There are 37 classes
were classified as excellent, 26 class were classified as good and 2 classes were
classified as fair.
Result of accuracy test showed that overall accuracy was 97.55%,
suggesting that the land cover classification is suitable for this research. Critical
land analysis was conducted for three areas; conservation forest, agriculture and
non-forest conservation (riverside). Figure conservation forest area class showed
that potential critical area was 3787.73 ha (31.33%), non critical area was 1169.04
6
ha (9.67 %), closely critical area was 443.15 ha (3.67 %), critical area was 18.61
ha (0.15 %), and extremely critical area was 1,21 ha (0.01 %). Agricultural
cultivation area class shows that critical area was 3783.89 ha (31.30%), potential
critical area was 1522.37 ha (12.59%), closely critical area was 879.11 ha
(7.27%), extremely critical area was 96.68 ha (0.80 %), and critical area was
1169.04 ha (9.67 %). Non-forest conservation area (riverside) shows that critical
area was 211.29 ha (1.75 %), extremely critical area was 27.97 ha (0.23%),
potential critical area was 11.81 ha (0.10%), and closely critical area was 8.76 ha
(0.07%).
Keywords: Upper Course Ciliwung Bogor Watershed, Critical Land, SPOT 4
7
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS
Ciliwung Hulu Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan
dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada
Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Oktober 2008
Rizky Nugraha
NRP. E14104055
8
Judul Skripsi
Nama
NIM
Departemen
: Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung
Hulu Bogor
: Rizky Nugraha
: E14104055
: Manajemen Hutan
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Dra. Nining Puspaningsih M.Si
NIP. 131918662
Dipo Yudhatama ST. MSi
NIP. 300001904
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP. 131578788
Tanggal Lulus:
i
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penyusunan Tugas Akhir ini
dapat diselesaikan. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian
ini adalah Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Dalam
Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung Hulu Bogor dibawah bimbingan Dra.
Nining Puspaningsih M.Si dan Dipo Yudhatama ST. M.Si.
Bagi penulis penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai wahana bagi
penulis untuk melatih keterampilan dan wawasan penulis dalam menyusun sebuah
Karya Ilmiah. Kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penyusun tulisan
ini sangat diharapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
perencanaan dan pembangunan hutan di Indonesia.
Bogor, Oktober 2008
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26 Agustus 2006 sebagai anak
terakhir dari lima bersaudara pasangan Bapak Sulaeman dan Ibu Siti Rochyani.
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Tangerang dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) penulis diterima di program Strata 1 Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis mengikuti kegiatan magang untuk
penyelesaian Tugas Akhir (Skripsi) di LAPAN dan praktek kerja lapang di KPH
Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada tahun 2008.
Praktek Pengenalan Hutan pada tahun 2007 di Baturaden-Cilacap, Jawa Tengah
dan Praktek Pengelolaan Hutan di Desa Getas, Kecamatan Randublatung,
Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah
Inventarisasi Sumber Daya Hutan dan mata kuliah Ilmu Ukur Hutan pada tahun
2007, dan mata kuliah Dendrologi pada tahun 2006. Selain itu juga penulis aktif
di Forest Management Student Club tahun 2006 – 2007
dan UKM Uni
Konservasi Fauna (UKF) tahun 2005 – 2006.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
IPB, penulis menyelesaikan skripsi berjudul “Pemanfaatan Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS
Ciliwung Hulu Bogor” dibawah bimbingan Dra. Nining Puspaningsih M.Si dan
Dipo Yudhatama ST. M.Si.
iii
UNCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji hanyalah milik Allah SWT karena hanya dengan kasih sayangNya akhirnya skripsi berjudul “Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung Hulu
Bogor” dapat diselesaikan.
Keberhasilan penulis dalam menyelaesaikan karya ini tentunya tidak
terlepas dari dukungan berbagai pihak yang telah banyak membantu. Pada
kesempatan ini penulis ingin menguncapkan terimakasih kepada :
1. Ayah, Ibu dan kakak – kakak tercinta yang selalu menjadi inspirasi terbesar
dan memberikan semua hal yang terbaik, kasih sayang, cinta dan ketulusan
serta pengorbanan untuk menyekolahkan penulis sampai menyelaesaikan
program sarjana ini,
2. Ibu Dra. Nining Puspaningsih M.Si yang telah banyak memberi nasihat,
bimbingan, arahan, dan kepercayaan serta kesabaran dalam penyelesaian
skripsi ini,
3. Bapak Dipo Yudhatama ST. M.Si (LAPAN) yang telah banyak memberikan
bimbingan dan masukan dalan proses penyusunan Skripsi,
4. Noviyanti Nugraheni yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan yang
terbaik dalam kehidupan penulis,
5. Keluarga besar Lab. Remote Sensing yang selalu memberikan dukungan,
motivasi dan semangat,
6. Rekan – rekan Manajemen Hutan : Amri, Eris, Hendro, Fatah, Nurlita, Ayu,
Vivi, Nanik dan semua yang tidak disebutkan, terimakasih atas dukungan dan
empati yang diberikan selama kuliah,
7. Keluarga Pondok Perjuangan : Bibi dan Mang Wata, Ata “dudul”, Cepi, Tri,
Tommy yang selalu memberikan dorongan dan semangat serta penerimaan
terhadap kekurangan penulis,
8. BPDAS Citarum – Ciliwung atas diskusi dan bantuannya selama penyelesaian
skipsi ini, dan
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
memberikan sumbangsihnya yang tidak ternilai.
iv
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................... 2
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 3
2.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 3
2.3 Metode Penelitian .......................................................................... 5
1. Pra Pengolahan Citra .................................................................. 7
2. Download Citra .......................................................................... 8
3.Pemotongan Citra atau Cropping ................................................ 8
4. Interpretasi Visual Citra Satelit .................................................. 10
5. Pengambilan Data Lapangan (Ground check) ............................ 10
6. Klasifikasi Citra .......................................................................... 10
7. Analisis Penilaian Akurasi ......................................................... 14
8. Analisis Data Spasial .................................................................. 15
BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Letak dan Luas Geografis .............................................................. 19
3.2 Iklim .............................................................................................. 19
3.3 Tanah dan Geologi ........................................................................ 19
3.4 Geomorfologi ................................................................................ 20
3.5 Topografi dan Bentuk Wilayah ..................................................... 20
3.6 Kependudukan ............................................................................... 21
3.7 Pendidikan .................................................................................... 22
v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Survey Lapangan ............................................................................ 23
4.2 Pemetaan Penutuan Lahan ............................................................. 23
4.3 Analisis Data Spasial ..................................................................... 29
1. Kondisi Penutupan Lahan ......................................................... 29
2. Kelas Kemiringan Lereng ......................................................... 31
3. Tingkat Bahaya Erosi ................................................................ 32
4. Pengelolaan Lahan .................................................................... 33
4.4 Analisis Lahan Kritis ..................................................................... 36
KESIMPULAN
A.Kesimpulan .............................................................................................. 41
B. Saran ....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42
LAMPIRAN......................................................................................................... 44
vi
DAFTAR TABEL
Nomor
Hal
Tabel 1
Karakteristik SPOT 4 ............................................................................ 4
Tabel 2
Karakteristik QUICKBIRD .................................................................. 5
Tabel 3
Kriteria tingkat keterpisahan ................................................................. 14
Tabel 4
Matriks kesalahan (confusion matrix)................................................... 15
Tabel 5 Pengkelasan penutupan lahan hasil pengolahan citra ............................ 16
Tabel 6 Pengkelasan kemiringan lereng ............................................................. 16
Tabel 7 Deskripsi tingkat bahaya erosi ............................................................... 17
Tabel 8 Kelas tingkat bahaya erosi .................................................................... 17
Tabel 9 Deskripsi dan skor tingkat pengelolaan ................................................. 18
Tabel 10 Klasifikasi kekritisan lahan berdasarkan besaran nilai......................... 18
Tabel 11 Kelas dan jumlah piksel training area ................................................. 25
Tabel 12 Hasil separabilitas klasifikasi ............................................................... 27
Tabel 13 Matrik kontigensi hasil uji akurasi terhadap area contoh ..................... 28
Tabel 14 Jenis tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor .................................. 26
Tabel 15 Kelas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor ............................. 30
Tabel 16 Pengkelasan kemiringan lereng ............................................................ 31
Tabel 17 Tingkat bahaya erosi DAS Ciliwung Hulu........................................... 32
Tabel 18 Pengelolaan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor .................................... 34
Tabel 19 Tingkat kekritisan lahan berdasarkan kawasan .................................... 36
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Hal
Gambar 1 Lokasi penelitian ................................................................................. 3
Gambar 2 Diagram alir penelitian ........................................................................ 6
Gambar 3 Croping citra SPOT 4 multispektral DAS Ciliwung Hulu .................. 9
Gambar 4 Croping citra QUICKBIRD multispektral DAS Ciliwung Hulu ........ 9
Gambar 5 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor.............................. 26
Gambar 6 Peta kelas kemiringan lereng DAS Ciliwung Hulu Bogor.................. 32
Gambar 7 Peta tingkat bahaya erosi DAS Ciliwung Hulu Bogor ........................ 33
Gambar 8 Peta pengelolaan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor ........................... 34
Gambar 9 Kekritisan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor ..................................... 37
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Hal
Lampiran 1 Titik GCP ......................................................................................... 45
Lampiran 2 Gambar penutupan dan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu ..... 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Sub DAS merupakan unit alam berupa
kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit
yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya
ke sungai utama (Sunarti 2008). Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peran
yang besar sebagai sistem perlindungan dan penyangga kehidupan, oleh karena itu
keberadaannya perlu dikelola dengan baik sehingga peran tersebut dapat tetap
berfungsi secara lestari.
Kondisi penutupan vegetasi dalam bentuk hutan di wilayah Daerah Aliran
Sungai (DAS) sangat menentukan perilaku hidrologinya. Hutan merupakan
pengatur tata air dan tempat penyimpanan air tanah yang baik. Kerusakan hutan
menyebabkan kekeringan pada musim kemarau hingga kebutuhan air bersih
hampir tidak dapat terpenuhi. Banjir dan tanah longsor akan terjadi pada musim
hujan akibat tidak adanya hutan yang dapat menahan air dan menyimpan air
hingga menyebabkan terjadinya aliran permukaan dalam jumlah yang besar.
Tingkat pertambahan penduduk yang begitu pesat, dengan luas DAS yang
relatif tetap tidak mengalami perubahan, akan mengakibatkan semakin
meningkatnya perubahan penggunaan lahan yang pada umumnya kurang
memperhatikan faktor konservasi tanah dan air dalam pengelolaannya.
Pemanfaatan potensi DAS baik sumber daya lahan maupun sumberdaya air yang
tidak
mengindahkan
kaidah-kaidah
konservasi
dan
berlebihan
akan
mengakibatkan degradasi terhadap kondisi DAS dan menyebabkan terjadinya
lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah
karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi (banyaknya alur
drainase) yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungan
sekitarnya (Sukarman 1997).
Dalam beberapa dekade belakangan penutupan lahan DAS Ciliwung
bagian hulu telah banyak mengalami perubahan. Lahan yang semula berupa
kebun campuran, kawasan sempadan sungai dan tegalan berubah menjadi
2
persawahan dan areal pemukiman. Sebagian hutan di DAS Ciliwung Hulu
berubah menjadi pemukiman dan tempat rekreasi. Areal pemukiman yang ada
dari tahun ketahun semakin meningkat baik dalam jumlah maupun jenisnya yang
lebih mengarah pada kawasan wisata (Candra 2003). Kondisi sumberdaya alam
dan lingkungan pada DAS Ciliwung hulu saat ini keadaannya cukup
memprihatinkan dimana kerusakan lingkungan sudah parah akibat pemanfaatan
dan penggunaan lahan yang tidak pada tempatnya serta kebutuhan hidup yang
mendesak. Hal ini menimbulkan masalah besar dalam kehidupan seperti
terjadinya lahan kritis, penurunan tingkat kesuburan tanah, berkurangnya
ketersediaan sumber air pada musim kemarau serta mengakibatkan kebanjiran
pada musim hujan (Candra 2003).
Pemetaaan lahan kritis pada DAS Ciliwung Hulu diperlukan untuk
memberikan tingkat pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu
keseimbangan ekosistem yang ada. Pesatnya perkembangan teknologi dibidang
remote sensing dengan dipadukan pada Sistem Informasi Geografis sangat
berguna dalam memberikan informasi spasial yang diinginkan sehingga pemetaan
dapat dilakukan dengan baik dan mempermudah prosesnya. Dengan kemudahan
dan kelebihan yang diberikan oleh kombinasai Sistem Informasi Geografis yang
di tunjang perkembangan teknologi yan muktahir dibidang remote sensing akan
membantu pemetaan lahan kritis yang ada di DAS Ciliwung hulu.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
•
Melakukan pemetaan penutupan lahan di DAS Ciliwung hulu dengan Citra
SPOT 4 tahun 2008 dan Citra Quickbird tahun 2006
•
Melakukan pemetaan penyebaran lahan kritis di DAS Ciliwung hulu
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah menentukan tindakan yang tepat
dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu
3
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2008 sampai dengan bulan
September tahun 2008 dengan daerah penelitian DAS Ciliwung Hulu yang secara
geografis terletak pada 106o46’00’’ BT – 107o00’00’’ BT dan 6o37’50’’LS –
6o46’00’’ LS. (Gambar 1). Wilayah DAS Ciliwung Hulu meliputi Kabupaten
Bogor dan khususnya di beberapa kecamatan yaitu : Kecamatan Cisarua,
Megamendung, Ciawi, dan Sukaraja (Gambar 1).
Pengolahan data dilakukan di LAPAN Bagian Penyediaan Data dan di
Laboratorium Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Lokasi penelitian
2.2 Alat dan bahan penelitian
Data yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini dibagi ke dalam dua jenis
yaitu :
1. Citra Satelit
•
SPOT 4 P/R : 285-363 tanggal perekaman 20 Januari 2008
4
SPOT (Satellite Pour l'Observation de la Terre) adalah satelit pengamatan
permukaan bumi yang menyediakan resolusi sedang sampai resolusi
tinggi. SPOT dirancang oleh CNES (Centre national d'études spatiales)
atau Pusat Nasional Studi Antariksa Perancis yang bekerja sama dengan
Belgia dan Swedia (Swedish National Space Board-SNSB). Karakteristik
SPOT 4 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik SPOT 4
Tanggal peluncuran 24 Maret 1998, orbit sun-synchronous
Siklus perekaman
26 days
Sensor resolusi spasial tinggi : 2 x HRVIR
Kemampuan
60 x 60 km at nadir
menyapu
27° dari nadir, lateral
Maks. deviasi
20 m pada mode multispektral
Resolusi spasial
10 m pada mode panchromatik
mode Multispektral
0.50 - 0.59 µm
Band spektral
0.61 - 0.68 µm
0.79 - 0.89 µm
1.58 - 1.75 µm
mode Panchromatik
0.61-0.68 µm
Sumber : Lapan (2008)
•
Quickbird hasil download dari Googlemaps daerah DAS Ciliwung Hulu
Bogor tanggal perekaman 26 Juni 2006
Satelit Quickbird adalah satelit pengamatan bumi komersil yang dimiliki
oleh Digital Globe Satelit. Quickbird diluncurkan pada 18 Oktober 2001
dengan menggunakan roket Delta II dari SLC-2W, Pangkalan Angkatan
Udara Vandenberg, California. Satelit ini merupakan salah satu satelit
tercanggih, terbaru dan terbaik karena resolusi spasialnya yang sangat
tinggi, dan datanya sudah bisa didapatkan di pasaran secara komersial.
Satelit Quickbird memiliki dua macam sensor yaitu sensor pankromatik
(hitam dan putih) dengan resolusi spasial 60-70 cm dan sensor
multispektral (berwarna) dengan resolusi spasial 2,4-2,8 m. Karakteristik
Satelit Quickbird dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2 Karakteristik Quickbird
Tanggal peluncuran : 18 Oktober 2001
Sensor :
Pankromatik Multispektral
Resolusi spektral (nm)
445-900
Resolusi spasial
Maks. deviasi dari nadir
Kemampuan menyapu
Resolusi radiometrik
Resolusi temporal
61 cm
45°
16,5 km
11 bits perpiksel
1-3 hari tergantung ukuran
Blue:450-520
Green:520-600
Red:630-690
Near IR:760-900
2,44 m
Sumber : Wikipedia (2006b)
2.
Data Spasial
•
Batas Administrasi DAS Ciliwung Hulu
•
Peta Topografi DAS Ciiwung Hulu
•
Peta Erosi DAS Ciliwung Hulu
•
Peta Solum Tanah DAS Ciliwung Hulu
•
Peta Pengelolaan Lahan DAS Ciliwung Hulu
•
Peta arahan fungsi kawasan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Seperangkat komputer dengan kelengkapan:
•
Software ER Mapper 7.0 sebagai pengolah data citra
•
Photoshop 9, Internet dan software Google Earth sebagai alat download
citra
•
ARCView GIS Ver.3.3
•
Microsoft Office (Microsoft word, Microsoft excel).
2. GPS (Global Positioning System) tipe Garmin 60
3. Kamera digital
4. Alat tulis
2.3 Metode Penelitian
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 2 kegiatan
yaitu analisis citra satelit dan analisis data spasial. Analisis citra satelit meliputi
6
pra pengolahan citra satelit, interpretasi citra, pemeriksaan lapangan (Ground
Check), klasifikasi, analisis penilaian akurasi
dan analisis data spasial yang
dijadikan parameter dalam penelitian ini. Langkah-langkah dalam penelitian ini
dapat dilihat dalam diagram alur penelitian (Gambar 2).
Pengumpulan Data
Citra SPOT 4
Data Spasial
Pra Pengolahan Citra
Koreksi Geometrik Landsat 7 TM,
Quickbird, Cropping
Peta Topografi
Interpretasi Citra, deliniasi
dan klasifikasi
ya
Peta Pengelolaan
Lahan 2007
Analisis DEM
tidak
Peta Erosi,
Peta Solum
Analisis Separabilitas
dan uji akurasi
Peta Tutupan Lahan
Peta Pengelolaan
Lahan
Peta Kelas Lereng
SKORING
Analisis SIG
PETA LAHAN KRITIS
Selesai
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Peta Tingkat Bahaya
Erosi (TBE)
7
1. Pra Pengolahan Citra
Relief permukaan bumi yang begitu kompleks tidak bisa direkam secara
sempurna oleh sensor penginderaan jauh. Oleh karena itu data yang direkam pada
umumnya masih mengandung distorsi yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas data/citra yang diperoleh. Maka untuk menghilangkan
kesalahan data sebelum dilakukan analisa lebih lanjut perlu dilakukan pra
pengolahan citra yang nantinya akan menghasilkan citra yang telah terkoreksi
secara geometrik. Citra SPOT 4 tahun 2008 dan citra Quickbird tahun 2006 pada
penelitian ini sudah terkoreksi secara radiometrik sehingga hanya dilakukan
koreksi geometrik.
Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan posisi obyekobyek yang terekam pada citra karena distorsi-distorsi yang bersifat geometrik.
Langkah
awal
koreksi geometrik adalah menentukan metode yang akan
digunakan untuk melakukan koreksi. Pemilihan metode tergantung jenis data yang
digunakan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
triangulasi. Pada metode ini ada 3 tahapan yang harus dilakukan yaitu :
•
Memilih titik kontrol lapangan (Ground control point).
GCP sedapat mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah
berubah dalam jangka waktu lama. GCP harus tersebar merata pada citra
yang akan dikoreksi dengan mempertimbangkan memilih titik GCP
terlebih dahulu pada setiap jendela citra. Banyaknya GCP yang dibuat
sebanyak 11 titik. Untuk hasil yang baik syarat besarnya RMS tiap titik
harus ≤ 1(Lapan, 2008).
•
Rektifikasi
Rektifikasi merupakan suatu proses melakukan transformasi data dari
suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Rektifikasi
dilakukan dengan proses resampling. Resampling merupakan suatu proses
transformasi citra dengan memberikan nilai piksel terkoreksi. Pelaksanaan
resampling dilakukan dengan proses transformasi dari suatu sistem
koordinat ke sistem koordinat yang lain sedangkan metode yang
digunakan adalah Nearest Neighbour.
8
•
Evaluasi Registrasi
Proses evaluasi registrasi adalah proses untuk melihat apakah antara kedua
data (data citra hasil koreksi dengan data citra referensi) masih atau tidak
mengalami pergeseran. Evaluasi dilakukan dengan overlay kedua data
pada satu jendela algorithm. Jika masih mengalami pergeseran terutama
dengan citra referensi, maka pemilihan titik GCPnya diulang kembali
dengan menambah atau membenarkan letak titik GCPnya, sampai kirakira mendekati citra referensi.
2. Download data Citra
Pada penelitian ini download citra Quickbird di daerah penelitian
dimaksudkan menutupi kekurangan data SPOT 4 yang tertutupi awan. Proses ini
dilakukan karena ketersediaan citra pada google maps di daerah memiliki kualitas
yang lebih baik sehingga dapat digunakan untuk menutupi kekurangan data SPOT
4. Selanjutnya pada citra Quickbird ini dilakukan koreksi geometrik dengan titik
lapangan google earth.
3. Pemotongan Citra atau Cropping
Pemotongan Citra dilakukan guna memperkecil daerah yang dikaji sesuai
dengan area of interest dan juga mereduksi volume data citra supaya proses kerja
komputer bisa lebih ringan. Pada penelitian ini pemotongan citra dilakukan pada
DAS Ciliwung Hulu. Hasil pemotongan citra SPOT 4 dapat dilihat pada gambar 3
dan citra Quickbird pada gambar 4.
9
Gambar 3 Croping Citra SPOT 4 Multispektral DAS Ciliwung Hulu
Gambar 4 Croping Citra Quickbird Multispektral DAS Ciliwung Hulu
10
4. Interpretasi Visual Citra Satelit
Analisis visual (interpretasi secara visual citra satelit) merupakan suatu
kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek yang ada
dipermukaan bumi yang tampak pada citra dengan mengenalinya atas dasar
karakteristik
citra.
Pendekatan
ini
melibatkan
analis/interpreter
untuk
mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan cara interpretasi visual.
Keberhasilan ini sangat tergantung kepada analis dalam mengeksploitir secara
kolektif objek-objek yang tampak pada citra. Elemen-elemen diagnostik dalam
analisis visual yang digunakan adalah: ukuran, rona, warna, tekstur, pola, asosiasi,
bentuk
dan
lokasi.
Unsur-unsur
interpretasi
tersebut
digunakan
untuk
membedakan jenis tutupan lahan. Pada penelitian ini interpretasi dilakukan pada
citra SPOT 4 dan citra Quickbird.
5. Pengambilan data lapangan (Ground Check)
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan beberapa informasi, yaitu
informasi mengenai keadaan penutupan lahan yang sebenarnya di lapangan dan
juga titik-titik koordinat dari penutupan lahan tersebut Pengambilan titik-titik
koordinat tersebut dilakukan dengan bantuan GPS (Global Positioning System).
Selain itu, juga dilakukan pengambilan gambar tipe-tipe penutupan dan
penggunaan lahan serta wawancara terhadap penduduk yang memahami dan
mengenali lokasi penelitian dengan baik. Hasil interpetasi visual yang dilakukan
terhadap citra bisa saja berbeda dengan keadaan di lapangan, oleh karena itu
dilakukan reklasifikasi dengan mengacu pada data hasil pengamatan di lapangan
(Ground check). Hasil reklasifikasi digunakan
pada pembuatan training area
dalam klasifikasi citra.
6. Klasifikasi Citra
Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan atau melakukan
segmentasi terhadap kenampakkan yang homogen dengan menggunakan tehnik
kuantitatif yaitu memasukkan piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategorikategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan piksel yang
bersangkutan. Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
11
klasifikasi terbimbing (supervised classification), dimana analis perlu membuat
area contoh (training area) terlebih dahulu.
Pengkelasan tutupan lahan didasarkan pada hasil interpretasi visual yang
telah direklasifikasi dan cek lapangan. Penutupan lahan didefiniskan sebagai
penyebutan kenampakan biofisik di permukaan bumi yang terdiri dari areal
vegetasi, lahan terbuka, lahan terbangun, serta tubuh air dan lahan basah.
Penggunaan lahan disefinisikan sebagai penyebutan kenampakan sosio-ekonomis
suatu areal, seperti pemukiman, pertanian dan lain-lain. Berikut adalah deksripsi
masing-masing kelas penutupan lahan :
1. Hutan
Seluruh kemanpakan hutan dataran rendah, dataran tinggi, dan perbukitan.
2. Semak Belukar
Kawasan bekas hutan yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan
liputan pohon jarang atau vegetasi rendah
3. Perkebunan teh
Lahan yang ditanami dengan tumbuhan teh baik yang sudah dipanen
(kenampakan berwarna coklat pada citra) maupun yang belum panen
4. Sawah
Sawah irigasi maupun sawah tadah hujan
5. Kebun campuran
Seluruh kenampakan lahan yang ditanami tanaman perkebunan, tanaman
kehutanan maupun kawasan yang ditanam dengan sistem tumpangsari
6. Tegalan/lagang
Semua jenis pertanian yang berselang-seling terkadang dengan semak
7. Padang Rumput
Kemapakan yang lebih mengarah kepada lahan kosong ditumbuhi
rerumputan
8. Pemukiman
Semua bangunan yang ada pada citra diklasifikasikan kedalam pemukiman
termasuk halaman dari vila-vila, gedung-gedung, dan lain-lain
9. Jalan
Jalan aspal (jalan raya) yang terlihat pada citra berwarna hitam kecoklatan
12
10. Sungai
Badan air yang mengalir, pada citra berwarna biru kehitaman
11. Awan
Kenampakan awan yang menutupi suatu kawasan, berwarna putih sampai
putih keabuan
12. Bayangan Awan
Bagian dari permukaan bumi yang menjadi lebih gelap karena sinar matahari
yang menuju bumi terhalang oleh awan
Pada penelitian ini klasifikasi dilakukan pada citra SPOT 4 melalui
beberapa tahapan yaitu :
•
Penentuan Area Contoh
Dalam tahapan ini analis mengidentifikasi area contoh yang mewakili dari
setiap penutupan lahan yang diinginkan dan membangun suatu deskripsi numerik
dari spektral tiap penutupan lahan tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari
pemeriksaan lapangan kemudian dilakukan penentuan dan pemilihan lokasi-lokasi
area contoh (training area) untuk pengambilan informasi statistik tipe-tipe
penutupan lahan. Informasi statistik dari setiap tipe penutupan lahan akan
digunakan untuk menjalankan fungsi akurasi. informasi statistik yang diambil
adalah nilai rata-rata, simpangan baku, nilai digital minimun dan maksimum, serta
matriks varian-kovarian untuk setiap tipe penutupan lahan.
Tahap terpenting dalam klasifikasi terbimbing ini adalah tahap penamaan
piksel (labelling) yang diperoleh dari data training area. Tahap ini juga mencakup
pemeriksaan lapangan (field check) atau dengan bantuan data rujukan lain seperti
potret udara atau peta topografi. Sekali piksel terpilih, maka analis kemudian
memerintahkan komputer untuk mengklasifikasi atau memberikan label/nama
seluruh piksel pada citra berdasarkan nilai statistik masing-masing kelas yang
terpilih dari traning area. Jumlah training area yang perlu dibuat adalah sebanyak
jumlah kategori atau kelas yang didefinisikan. Secara teori jumlah piksel yang
diambil untuk mewakili masing-masing kelas adalah sebanyak band (N) yang
digunakan ditambah satu (N+1), hal tersebut untuk menghindari matrik ragam
13
peragam singular yang matriks kebalikannya tidak bisa dihitung. Pada prakteknya
jumlah piksel yang digunakan untuk setiap kelas adalah 10N bahkan 100N
dimana N adalah jumlah saluran yang digunakan.
•
Metode Kemungkinan Maksimum (Maksimum Likehood Method)
Pada penelitian
ini
metode klasifikasi
yang digunakan
metode
Kemungkinan Maksimum (Maksimum Likehood Method). Menurut Jaya (2006)
metode ini adalah metode klasifikasi yang paling banyak digunakan, dimana DN
pada k band untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas (indepndent),
dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal-peubah ganda
(multivariate-normal distribution).
Metode ini menghasilkan hasil klasifikasi yang lebih akurat pada
mekanisme evaluasi terhadap jarak dan variasi statistik untuk pemisahan setiap
kelasnya. Metode ini mengelompokan piksel yang belum diketahui identitasnya
berdasarkan vektor rata-rata dan matriks ragam peragam dari setiap pola spektral
kelas informasi. Piksel dimasukan menjadi salah satu kelas yang memiliki
probabilitas (peluang) yang tinggi.
•
Analisis Separabilitas
Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan
informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh (traning area) dari setiap
kelas, apakah suatu kelas layak digabung atau tidak dan juga kombinasi band
terbaik untuk klasifikasi.
Pengujian terhadap traning area dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode Transformasi Divergensi (TD). Metode ini digunakan
untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. Nilai TD antara kelas i dan j
dapat diketahui dengan rumus di bawah ini :
[
(
)]
[(
)
Dij = 0.5 Tr (Ci − Cj ) Ci −1 − Cj −1 + 0.5Tr Ci −1 + Cj −1 (µi − µj )(µi − µj )

 − Dij  
TDij =20001 − exp 

 8 

Dengan :
i,j
: dua kelas yang dibandingkan
Ci
: matrik peragam kelas ke-i
Cj
: matrik peragam kelas ke-j
Mi
: vektor rata-rata kelas ke-i
T
]
14
Tr
-1, T
Dij
TDij
: teras matriks
: operasi invers dan transpose matrik
: jarak antara kelas kei dan kelas ke j
: separabilitas antar kelas i dengan kelas j
Transformasi divergensi mempunyai batas nilai 0-2000, adapun kriteria
yang digunakan dalam memisahkan antar kelas dari nilai transformasi divergensi
menurut jaya (2006) dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Kriteria tingkat keterpisahan
Nilai Transformasi Keterpisahan
(Tdij)
2000
1900 – 1999
1700 – 1899
1601 – 1699
TDij < 1600
Keterangan
Sempurna keterpisahannya(Excellent)
Sangat baik keterpisahannya(Good)
Baik keterpisahannya (Fair)
Cukup baik keterpisahannya (Poor)
Tidak terpisahkan (Inseparable)
Sumber : Jaya (2006)
7. Analisis Penilaian Akurasi
Penetapan akurasi dari klasifikasi citra sangat penting untuk mengevaluasi
kualitas peta yang dikembangkan dari data penginderaan jauh. Keakuratan
klasifikasi diperoleh dari perbandingan antara jumlah piksel yang dikelaskan
secara benar pada setiap kelas dengan jumlah contoh yang digunakan.
Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari hasil klasifikasi
terbimbing dengan menggunakan titik-titik kontrol lapangan untuk uji akurasi.
Titik-titik lain yang ditentukan sebanyak kalas-kelas yang telah ditetapkan dalam
klasifikasi pada lokasi diluar area contoh yang telah digunakan sebelumnya.
Keakuratan hasil accuracy assessment dinyatakan dengan nilai
user’s
accuracy,dan producer’s accuracy
Evaluasi akurasi terhadap besarnya kesalahan klasifikasi area contoh untuk
menentukan besarnya persentase ketelitian pemetaan. Evaluasi ketelitian
pemetaan meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar
atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel
dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total.
15
Akurasi ketelitian pemetaan diuji dengan membuat matriks contingency
yang lebih sering disebut dengan matriks kesalahan (confusion matrix). Adapun
bentuk dari matriks kesalahan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Matriks kesalahan (confusion matrix).
Data acuan
(Training Area)
Diklasifikasikan ke kelas
(data kelas di peta)
A
B
C
D
Xii
A
B
C
.....
D
Total kolom
X+k
User’s accuracy
Xkk/X+k
Sumber : Jaya (2006)
Total
Producer’s
baris Xk+ Accuracy Xkk / Xk+
Xkk
N
Akurasi yang biasa dihitung berdasarkan tabel di atas antara lain, User’s
accuracy, Producer’s Accuracy dan overall accuracy. Secara matematis jenisjenis akurasi diatas dapat dinyatakan sebagai berikut :
User ' s accuracy =
X kk
x 100%
X +k
Pr oducer ' s accuracy =
X kk
x 100%
Xk+
r
Overall accuracy =
∑X
k
N
kk
x 100 %
8. Analisis Data Spasial
Berdasarkan hasil pengolahan citra yang telah dikoreksi dan dianalisa
tersebut kemudian dilakukan overlay dari citra hasil interpretasi dengan peta
digital yang dibuat dengan Sistem Informasi Geografis sehingga dapat
menentukan tingkat kekritisan lahan, mulai dari daerah yang rawan kritis sampai
sangat
kritis.
Adapun
parameter
–
parameter
yang
digunakan
untuk
meningkatkan kekritisan lahan adalah keadaan penutpan lahan, kemiringan lereng,
tingkat erosi dan tingkat pengelolaan lahan. Untuk analisis semua parameter
diberi skor. Tingkat kekritisan lahan didasarkan dari total skor parameter yang
digunakan dengan menggunakan formula atau model dari Direktorat Jendra
16
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2004, Departemen Kehutanan sebagai
berikut :
Σ skor = 50% FKP + 20% FKL + 20% FKE + 10% FKM
Dimana : FKP = Faktor Penutupan Lahan
FKL = Faktor Kemiringan Lereng
FKE = Faktor Tingkat Bahaya Erosi
FKM = Faktor Pengelolaan Lahan
Pemberian proporsi nilai pada model yang digunakan untuk menentukan
tingkat kekritisan lahan tidak sama pada setiap parameter, karena diasumsikan
bahwa peranan setiap parameter terhadap terjadinya lahan kritis tidak sama.
Mengacu pada model tersebut maka parameter yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya lahan kritis adalah pentupan lahan diikuti kemiringan lereng dan tingkat
bahaya erosi serta yang paling kecil pengaruhnya adalah pengelolaan lahan.
Selanjutnya skoring pada setiap parameter yang digunakan dapat dilihat pada
tabel 5 – 10.
Tabel 5 Pengkelasan penutupan lahan hasil pengolahan citra
No
Kelas
Penutupan Lahan
1
Sangat Rapat
Hutan
2
Rapat
Semak/Belukar
3
Sedang
Perkebunan teh
4
Jarang
Tegalan Ladang, Kebun campuran,
Sawah
5
Sangat jarang
Padang Rumput, Pemukiman,Jalan
Sungai
Tabel 6 Pengkelasan kemiringan lereng
No
Kelas Kelerengan
(%)
1
0–8
2
8 – 15
3
15 – 25
4
25 – 40
5
40
Skor
5
4
3
2
1
Bentuk Lereng
Skor
Datar
Landai
Agak Curam
Curam
Sangat Curam
5
4
3
2
1
17
Tabel 7 Deskripsi tingkat bahaya erosi
No
Kelas
1
Ringan
3
Sedang
4
Berat
5
Sangat Berat
Deskripsi
Tanah dalam
< 25% lapaisan tanah atas hilang dan atau erosi
alur pada jarak 20 -50 m
Tanah dangkal
< 25% lapsan tanah atas hilang dan/atau erosi
alur pada jarak > 50 m
Tanah dalam
25 – 75 % lapaisan tanah atas hilang dan atau
erosi alur pada jarak kurang dari 20m
Tanah dangkal
25 – 50 % lapsan tanah atas hilang dan/atau
erosi alur pada jarak 20 - 50 m
Tanah dalam
>75% lapaisan tanah atas hilang dan atau erosi
parit pada jarak 20 -50 m
Tanah dangkal
50 – 75 % lapisan tanah atas hilang
Tanah dalam
Semua lapisan tanah atas hilang > 25% lapisan
tanah bawah dan/atau erosi parit dengan
kedalaman sedang pada jarak <20 m
Tanah dangkal
< 75% lapsan tanah atas telah hilang dan/atau
sebagian lapisan tanah bawah telah tererosi
Skor
5
4
3
2
Tabel 8 Kelas tingkat bahaya erosi
Solum Tanah
Dalam > 90
Sedang 60 -90
Dangkal 30 - 60
Sangat Dangkal < 30
< 15
SR
0
R
I
SR
II
B
III
15 - 60
R
I
S
II
B
III
SB
IV
Kelas Erosi
60 -180
180 - 480
S
B
II
III
B
SB
III
IV
SB
SB
IV
IV
SB
SB
IV
IV
> 480
SB
IV
SB
IV
SB
IV
SB
IV
18
Tabel 9 Deskripsi dan skor tingkat pengelolaan
No
Tingkat Pengelolaan
Lahan
1
Baik
2
Sedang
3
Buruk
Deskripsi
Skor
Tindakan konservasi lahan baik dan
terpelihara dengan baik
Tindakan pengamanan yang baik
Tindakan konservasi lahan tidak
lengkap dan tidak terpelihara dengan
baik
Tindakan pengamanan kurang baik
Tidak ada tindakan konservasi
Tindakan pengamanan sangat kurang
5
3
1
Tingkat kekritisan lahan dikelompokkan kedalam tidak kritis, potensial
kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis. Penentuan ini didapat dari hasil overlay
semua parameter yang digunakan dengan mengetahui total skor sesuai dengan
formula sebagai berikut :
Tabel 10 Klasifikasi kekritisan lahan berdasarkan besaran nilai
No
1
2
3
4
5
Tingkat
kekritisan
Lahan
Tidak Kritis
Potensial Kritis
Semi Kritis
Kritis
Sangat Kritis
Kawasan
Hutan
Lindung
120 – 180
181 – 270
271 – 360
361 – 450
451 – 500
Kawasan
Budidaya
Pertanian
115 – 200
201 – 275
276 – 350
351 – 425
426 – 500
Kawasan Lindung
diluar Kaw. Hutan
110 – 200
201 – 275
276 – 350
351 – 425
426 – 500
19
BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Letak dan Luas Geografis
DAS Ciliwung Hulu yang secara geografis terletak pada 106o46’00’’ BT –
107o00’00’’ BT dan 6o37’50’’LS – 6o46’00’’ LS. Berdasarkan BPDAS Citarum –
Ciliwung, luas DAS Ciliwung Hulu adalah 14.876 Ha terbagi kedalam 4 (empat)
Sub DAS yaitu :
1. Sub DAS Ciesek seluas 2.452,78 Ha
2. Sub DAS Hulu Ciliwung seluas 4.593,03 Ha
3. Sub DAS Cibogo Cisarua seluas 4.110,34 Ha
4. Sub DAS Ciseuseupan Cisukabirus seluas 3.719,85 Ha
3.2 Iklim
DAS Ciliwung Hulu mempunyai curah hujan rata-rata sebesar 2929 - 4956
mm/ tahun. Perbedaan bulan basah dan kering sangat menyolok yaitu 10,9 Bulan
basah per tahun dan hanya 0,6 Bulan kering per tahun. Tipe iklim DAS Ciliwung
Hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson ( 1951) yang didasarkan
pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (> 200 mm ) dan Bulan Kering (<
100 mm ) adalah termasuk kedalam Type A.
3.3 Tanah dan Geologi
Jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu meliputi
jenis komplek Aluvial Kelabu, Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol
Coklat, Latosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat. Hal ini
didasarkan atas Peta Tanah Tinjau untuk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor skala
1 : 250.000 dari Pusat Penelitian Tanah Bogor. Dari jenis-jenis tanah diatas, jenis
tanah yang tersebar luas di DAS Ciliwung
Hulu adalah Latosol Coklat
Kemerahan dan Latosol Coklat sebesar 32,89 % dari total luas areal DAS
Ciliwung Hulu. Jenis tanah Latosol dan asosiasinya memiliki sifat tanah yang
baik yaitu tekstur liat berdebu hingga lempung berliat, struktur granular dan
remah, kedalaman efektif umumnya > 90 dan agak tahan terhadap erosi serta sifat
20
kimia tanah pada dasarnya tergolong baik dengan PH tanah agak netral serta
kandungan bahan organik biasanya rendah atau sedang.
DAS Ciliwung
Hulu dibangun oleh formasi geologi vulkanik yaitu
komplek utama Gunung Salak dan komplek Gunung Pangrango. Deskripsi
Litologi Kawasan DAS Ciliwung
Hulu adalah tufa glas lhitnik kristal, tufa
fumice dan batu pasiran tufa, sedangkan kondisi fisiografi daerah kawasan DAS
Ciliwung Hulu merupakan daerah pegunungan dan berbukit. Elevasi umumnya
diatas 150 m dpl dan terdiri atas daerah lungur volkan tua dan muda. Bahan induk
tanah yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu adalah berupa tufa volkanik dan
derivatifnya merupakan bahan dasar pembentuk tanah jenis tanah Latosol Coklat
Kemerahan adalah jenis tanah yang dominan. Adanya pencampuran bahan
vulkanik tua dan yang lebih muda memungkinkan terbentuknya jenis-jenis tanah
lain yang berasosiasi dengan Latosol antara lain adalah tanah Andosol dan
Regosol.
3.4 Geomorfologi
Berdasarkan keadaan geomorfologinya, DAS Ciliwung Hulu didominasi
oleh dataran vulkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung seluas 3767,76 Ha
dan sebagian kecil merupakan alluvial sungai seluas 255,33 Ha.
3.5 Topografi dan Bentuk Wilayah
Berdasarkan bentuk topografinya, wilayah DAS Ciliwung Hulu bervariasi
antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat curam. Pada
wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya tidak merata, sehingga terdapat
daerah gundul yang perlu segera direhabilitasi. Sekitar 30 % kawasan hutan di
DAS Ciliwung Hulu merupakan Hutan Produksi yang didominasi oleh jenis
Pinus, yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. perubahan fungsi
lahan terutama terjadi pada lahan budidaya pertanian dan budidaya non pertanian
(berupa permukiman pedesaan) dengan hak kepemilikan perseorangan yang
kemudian beralih fungsi menjadi lahan budidaya non pertanian berupa
permukiman perkotaan atau lahan untuk pariwisata.
21
3.6 Kependudukan
Kependudukan di wilayah DAS Ciliwung Hulu meliputi beberapa aspek
penjabaran menyangkut jumlah, sex ratio, ukuran keluarga, kelas umur dan beban
tanggungan kerja produktif, mata pencaharian (BPDAS, 2006).
a. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Secara keseluruhan jumlah penduduk di DAS Ciliwung Hulu adalah sebanyak
219.395 jiwa yang terdiri dari 110.688 jiwa laki-laki dan 108.702 jiwa
perempuan dengan jumlah keluarga sebanyak 48.159 Kepala Keluarga.
Berdasarkan kondisi jumlah laki-laki dan perempuan seperti itu, maka sex
ratio yang terjadi adalah 1,02.
Berdasarkan kelas umur penduduk, jumlah penduduk terdiri atas kelas umur 0
– 15 tahun sebanyak 78.571 jiwa, kelas umur 16 - 55 tahun sebanyak 118.431
jiwa dan kelas umur Lansia (>56 tahun) adalah sebanyak 22.388 jiwa.
Keadaan penduduk demikian menunjukkan bahwa jumlah penduduk tidak
produktif lebih kecil sebanyak 100.959 jiwa dari penduduk produktif 118.431.
Hal ini mengakibatkan beban tanggungan tenaga produktif yang cukup besar
yaitu sebesar 85 %.
b. Keadaan Tenaga Kerja, Tekanan Penduduk & Laju Pertumbuhan Penduduk
Tingkat tenaga kerja di wilayah DAS Ciliwung Hulu adalah 1.369,06
jiwa/km2 untuk kepadatan geografis dan 43,54 jiwa/km2 untuk kepadatan
agraris. Kepadatan tenaga kerja yang terbesar yaitu di Kota Bogor (Desa
Katulampa, Sindangrasa, Sindangsari dan Tajur) yaitu sebesar 4.242,06
jiwa/km2 untuk kepadatan geografis dan 129,30 jiwa/km2 untuk kepadatan
agraris. Luas kepemilikan lahan pertanian di wilayah DAS Ciliwung Hulu
adalah seluas 5.039,221 ha dengan jumlah penduduk sekitar 219.395 jiwa.
c. Mata Pencaharian
Dengan jumlah penduduk 219.395 jiwa di seluruh wilayah DAS Ciliwung
Hulu, berbagai macam mata pencaharian penduduk sangat beragam dan yang
paling besar adalah mata pencaharian sebagai petani sejumlah 15.321 jiwa ,
buruh tani sejumlah 12.107 jiwa dan pedagang sejumlah 11.766 jiwa dan yang
lainnya sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ABRI, Buruh Industri Kecil, sopir
angkutan, peternak dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa
22
ketergantungan penduduk akan sumber daya alam berupa tanah /lahan
demikian besar dimana penghidupan penduduk didominasi oleh pemanfaatan
sumber daya alam berupa pertanian. Agar dominasi mata pencaharian
dibidang pertanian tidak mengganggu kelestarian alam dan agar produktifitas
penduduk dan lahan tetap terjaga diperlukan adanya upaya-upaya rehabilitasi
lahan dan konservasi tanah secara baik dan berkesinambungan.
3.7 Pendidikan
Pendidikan merupakan modal di dalam berkehidupan dan bermasyarakat,
dengan pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh anggota masyarakat suatu
daerah akan kelihatan tumbuh dan berkembang melalui pembangunan di berbagai
sektor. Pendidikan dan pengetahuan dapat dimiliki baik secara formal dan non
formal dan untuk itu diperlukan srana pendidikan.
Keadaan sarana pendidikan di wilayah DAS Ciliwung
Hulu pada
umumnya terdiri dari pendidikan TK/RA 20 buah, SD 91 buah, SMP/MTS 15
buah. SMA/Aliyah 5 buah , Pesantren 93 Buah dan Madrasah 60 buah dan
Perguruan Tinggi 2 buah. Berdasarkan jumlah penduduk yang ada , jumlah
penduduk dengan tingkat pendidikan formal 129.116 jiwa atau 58,85 % dari
jumlah seluruh penduduk sedangkan non formal sebanyak 17.609 jiwa atau
sebesar 8 %.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Survey Lapangan
Survey lapangan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi keberadaan penggunaan atau penutupan lahan hasil interpretasi citra
satelit apakah sesuai dengan kondisi yang ada sekarang. Survey lapangan
dilakukan dengan pengambilan titik – titik koordinat pengamatan. Titik – titik
pengamatan diambil pada tempat – tempat yang tidak berubah untuk jangka waktu
yang lama atau mewakili penutupan lahan yang ada. Titik – titik pengamatan
disajikan pada lampiran 1. Berdasarkan pengamatan dilapangan sebagian besar
penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu adalah pemukiman berupa villa
(penginapan) terutama disepanjang jalan utama puncak, pemukiman juga terdapat
pada daerah sempadan sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung.
Budidaya pertanian yang ada berupa sawah, tegalan/ladang, dan kebun campuran.
Padang rumput yang ada lebih mendekati kepada lahan kosong. Semak belukar
tesebar pada kawasan dengan kelerengan landai sampai curam. Pada daerah
megamendung terdapat hutan pinus yang dikelola oleh pihak perhutani,
perbatasan hutan (TN Gede Pangrango) terdapat sedikit rambahan yang berubah
menjadi tegalan/ladang.
Citra Quickbird dikoreksi menggunakan titik lapangan dari google erath,
selanjutnya citra SPOT 4 dikoreksi mengikuti citra Quickbird dan menghasilkan
RMSerror sebesar 0.48 piksel. Menurut Jaya (2006), nilai RMSE tidak boleh
lebih dari 0,5 piksel. Berdasarkan hal tersebut hasil rektifikasi layak untuk
digunakan untuk proses selanjutnya. RMSerror menggambarkan radius kesalahan
yang diperbolehkan.
4.2 Pemetaan Penutupan Lahan
Berdasarkan elemen-elemen interpretasi penutupan lahan citra (rona,
ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan dan situs/asosiasi) yang digunakan dalam
interpretasi tutupan lahan SPOT 4 dan Quickbird DAS Ciliwung hulu Bogor
dihasilkan 10 kelas tutupan lahan yaitu hutan, semak belukar, kebun campuran ,
24
tegalan/ladang, sawah, pemukiman, perkebunan teh, padang rumput, sungai dan
jalan. Pengkelasan tersebut didasarkan pada pengambilan data dilapangan dan
objek yang terlihat pada kedua citra. Pengkelasan tersebut dilakukan mengikuti
citra SPOT 4 sehingga jika pada citra Quickbird dapat dibuat lebih dari 2 kelas
pada suatu penampakan, maka harus mengikuti penampakan yang terlihat pada
citra SPOT 4.
Selanjutnya hasil pengamatan lapangan digunakan untuk training area
dalam klasifikasi citra. Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan atau
melakukan
segmentasi
terhadap
kenampakkan
yang
homogen
dengan
memasukkan piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah
ditentukan berdasarkan nilai kecerahan piksel yang bersangkutan. Metode
klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing
(supervised classification), dimana analis perlu membuat area contoh (training
area) terlebih dahulu. Pengkelasan klasifikasi berbeda dengan interpretasi visual
karena hanya SPOT 4 saja yang diambil nilai pikselnya untuk pembuatan training
area.
Dalam klasifikasi dibuat 12 kelas yaitu Hutan, Semak belukar, Kebun
Campuran, Tegalan/Ladang, Sawah, Pemukiman,
Rumput, Sungai, Jalan, awan dan bayangan awan.
Perkebunan
teh, Padang
Tahap terpenting dalam
klasifikasi terbimbing ini adalah tahap penamaan piksel (labelling) yang diperoleh
dari data training area. Pada penelitian ini jumlah training area yang digunakan
sebesar 6.652 (Tabel 11), maka berdasarkan ketentuan dimana jumlah training
area minimal adalah N+1, maka pengkelasan yang dibuat telah masuk persyaratan
jumlah training area.
Setelah membuat area contoh untuk klasifikasi, dapat dilihat apakah area
contoh suatu kelas dapat teridentifikasi secara statistik atau tidak dengan
melakukan uji separabilitas atau daya keterpisahan. Berdasarkan hasil rata-rata
keterpisahan menunjukkan nilai dalam kategori baik (1900 - 1999) sebesar 1983,
37. Nilai tersebut berarti bahwa pengkelasan pada klasifikasi dapat dibedakan
dengan baik antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya. Terdapat 37
pasang kelas yang dikategorikan sangat baik (excellent), 26 pasang kelas yang
dikategorikan baik (good) dan 2 pasang yang dikategorikan cukup (fair). Pada
Tabel 12 disajikan secara lengkap nilai hasil separabilitas.
25
Tabel 11 Kelas dan jumlah piksel training area
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12
Nama Kelas
Hutan
Semak Belukar
Sawah
Bayangan Awan
Pemukiman
Tegalan/Ladang
Padang Rumput
Kebun Campuran
Sungai
Awan
Perkebunan Teh
Jalan
Total
Jumlah
807
231
105
942
702
552
54
411
51
2391
361
45
6652
Untuk melihat apakah klasifikasi dapat digunakan lebih lanjut untuk
keperluan menghitung lahan kritis maka harus diketahui nilai akurasi dari
klasifikasi. Metode yang paling umum digunakan untuk mengetahui tingkat
akurasi adalah dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrik). Matrik
ini merupakan hasil dari proses klasifikasi dengan pembuatan training area
dimana dari matrik dapat dilihat penyimpangan yaitu berupa kelebihan jumlah
piksel dari kelas lain atau kekurangan jumlah piksel pada masing-masing kelas.
Idealnya seluruh elemen yang bukan diagonal didalam matriks tersebut harus
bernilai nol yang berarti tidak ada penyimpangan dalam klasifikasi. (Lillesand dan
Kiefer, 1990). Tingkat ketelitian sebagai kriteria utama klasifikasi tutupan lahan
yaitu overall accuracy minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus
tidak kurang dari 85 %. (Jaya 2006). Berdasarkan hasil dari uji akurasi didapatkan
Overall accuracy sebasar 94, 55% yang berarti kelas penutupan lahan yang
dibuat dapat digunakan karena hasilnya lebih ≥ 85 %. Untuk kelas penutupan
lahan yang memiliki nilai producer’s accuracy sebesar 100% ini berarti tidak ada
piksel dari dan ke kelas lain. Hasil uji akurasi terhadap
area contoh dapat
dilihatdalam bentuk matrik kontigensi dapat dilihat pada Tabel 13.
Berdasarkan hasil klasifikasi dijital citra SPOT 4 dan Interpretasi citra
Quickbird pada daerah yang tertutup awan maka pada daerah penelitian terdapat
26
10 kelas tutupan lahan yaitu hutan, semak belukar, kebun campuran,
tegalan/ladang, sawah, pemukiman, perkebunan teh, padang rumput, sungai dan
jalan. Luasan masing-masing kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 14 dan
sebaran spasialnya dapat dilihat pada gambar 5.
Tabel 14 Jenis Tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jenis Tutupan Lahan
Hutan
Jalan
Kebun Campuran
Padang Rumput
Pemukiman
Perkebunan Teh
Sawah
Semak Belukar
Sungai
Tegalan/Ladang
Total
Luas (Ha)
5503,02
36,45
714,81
172,63
2799,45
1311,01
1414,28
945,06
55,85
2044,73
± 14997,29
Persentase
36,69
0,24
4,77
1,15
18,67
8,74
9,43
6,30
0,37
13,63
100
Sumber : Hasil interpretasi citra SPOT 4 tahun 2008 dan citra Quickbird tahun 2006
Gambar 5 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor
27
Tabel 12 Hasil Separabilitas Klasifikasi
Kelas
Hutan
Sawah
Semak Belukar
Bay. Awan
Pemukiman
Tegalan/Ladang
Padang Rumput
Kebun Campuran
Sungai
Awan
Perkebunan teh
Jalan
1
0
2000
2000
1999.9
2000
1999.9
2000
1999.4
2000
2000
1988
2000
2
2000
0
1999.8
2000
1924
1966.6
1999.9
1992.9
1955.6
2000
2000
1982.3
3
2000
1999.8
0
1993.1
2000
2000
2000
1612.9
1967.9
2000
2000
1977.1
4
1999.98
2000
1993.19
0
2000
2000
2000
1984.73
2000
2000
2000
1999.95
5
2000
1966.6
2000
2000
0
1999.74
2000
1962.29
1995.42
2000
2000
1996.18
6
1999.9
1999.9
2000
2000
1999.74
0
1999.41
1978.27
1999.27
2000
1995.83
1999.89
7
2000
1992.9
2000
2000
2000
1999.4
0
2000
2000
2000
2000
2000
8
1999.4
1992.6
1912.9
1984.7
1962.2
1987.2
2000
0
1985.1
2000
2000
1899.6
9
2000
1955.6
1967.9
2000
1995.4
1999.2
2000
1985.1
0
2000
2000
1780.4
10
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
0
2000
2000
11
1988
2000
2000
2000
2000
1995.83
2000
2000
2000
2000
0
2000
12
2000
1982.3
1977.1
1999.9
1996.1
1999.8
2000
1899.6
1780.4
2000
2000
0
Average Seprabilitily = 1983, 37 (Baik/Good)
27
28
Tabel 13 Matrik kontigensi hasil uji akurasi terhadap area contoh
Kelas
Hutan
Sawah
Semak Belukar
Bay. Awan
Pemukiman
Tegalan/Ladang
Padang Rumput
Kebun Campuran
Sungai
Awan
Perkebunan teh
Jalan
Column Total
UA (%)
1
765
0
9
3
0
0
0
15
0
0
15
0
807
94,79
2
0
93
0
0
3
6
0
0
3
0
0
0
105
88,57
3
0
0
174
0
0
3
0
54
0
0
0
0
231
75,32
4
0
0
1
912
0
0
0
27
0
0
0
0
940
97,02
5
0
4
0
0
648
3
0
24
6
0
0
9
694
93,37
6
7
9
2
0
27
1
0
0
2
0
72
0
0
0
0
0
12
504
0
0
0
54
0
0
0
291
9
0
3
0
0
0
24
0
0
0
0
6
542
54
411
92,98 100 70,80
8
0
0
0
0
3
3
0
0
42
0
0
3
51
82,35
10
0
0
0
0
1
0
0
0
3
2385
0
0
2389
99,83
11
12 Total
0
0
794
0
0
98
0
0
258
0
0
915
0
0
667
5
0
524
0
0
54
0
0
411
0
0
66
0
0
2385
354
0
393
0
45
63
359
45 6628
98,60 100
PA(%)
96,34
94,89
67,44
99,67
97,15
96,18
100
70,80
63,63
100
90,07
71,42
Overall accuracy = 94, 55%
28
29
Penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu secara umum terbagi menjadi
kawasan hutan lindung, kawasan pertanian baik lahan basah ataupun lahan kering,
kawasan perkebunan dan areal pemukiman. Pada DAS Ciliwung Hulu Bogor
hutan yang ada berfungsi sebagai kawasan hutan lindung dengan status hutan
Negara, terdapat pada Desa Cibeurem dan Desa Citeko, Kecamatan Cisarua dan
Desa Megamendung Kecamatan Megamendung. Kawasan hutan didominasi
vegetasi hasil suksesi alami dimana kerapatan pada hutan lindung semakin
berkurang dan 30% dari kawasan hutan DAS Ciliwung hulu merupakan hutan
produksi tanaman pinus (Candra 2003).
Kawasan pertanian pada DAS Ciliwung hulu didominasi oleh persawahan
dan tegalan/ladang. Berdasarkan peta penutupan lahan kawasan pertanian telah
banyak yang berubah menjadi areal pemukiman. Daerah pertanian ini banyak
terdapat pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. Kawasan
perkebunan terdapat pada Kecamatan Cisarua. Jenis perkebunan adalah
perkebunan teh dimana selain berfungsi sebagai perkebunan teh juga sebagai
kawasan wisata.
Areal pemukiman pada daerah penelitian ini merupakan proporsi lahan
terbesar kedua setelah hutan. Pemukiman yang ada cenderung menyebar dan
berada disepanjang Jalan Raya Puncak. Masih terdapat pola pemukiman pedesaan
dan biasanya dekat dengan areal persawahan, tegalan/ladang dan kebun
campuran. Kebun campuran yang ada umumnya dalah tanaman palawija, kelapa,
dan karet.
Persentase penutupan lahan yang paling besar adalah hutan sebesar 36,96
% (5503,02 ha). Adapun urutan penutupan lahan dari yang terbesar hingga yang
terkecil adalah hutan, pemukiman, ladang/tegalan, sawah, perkebunan teh, semak
belukar, kebun campuran, padang rumput, sungai dan jalan.
4.3 Analisis Data Spasial
Data spasial yang dibutuhkan berdasarkan model dari Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2004 adalah :
1. Kondisi Penutupan Lahan
30
Informasi tentang penutupan lahan diperoleh dari hasil interpretasi citra
penginderaan jauh. Berdasarkan hasil interpretasi citra SPOT 4 tahun 2008 dan
citra Quickbird tahun 2006 terdapat 10 kelas penutupan lahan yaitu hutan, semak
belukar, kebun campuran , tegalan/ladang, sawah, pemukiman, perkebunan teh,
padang rumput, sungai dan jalan. Pengkelasan tersebut didasarkan
pada
pengambilan data dilapangan dan objek yang terlihat pada kedua citra. Untuk
keperluan pemetaan lahan kritis maka berdasarkan pengamatan dilapangan dan
penampakan objek pada persentase penutupan tajuk pohon pada citra maka kelas
penutupan lahan tersebut dikelompokkan menjadi 5 kelas yaitu:
•
Sangat rapat
Hutan adalah semua penampakan vegetasi lebat baik di dataran tinggi ataupun
di perbukitan pada DAS Ciliwung Hulu Bogor,
•
Rapat
Semak belukar adalah kawasan bekas hutan yang telah tumbuh kembali atau
kawasan dengan liputan pohon jarang atau vegetasi rendah,
•
Sedang
Semua penampakan perkebunan teh
•
Jarang
Kawasan pertanian secara umum pada DAS Ciliwung Hulu ditanami dengan
tanaman dengan daur pendek,
•
Sangat jarang
Kawasan yang lebih mengarah ke lahan kosong dan areal terbangun
Luasan setiap kelas penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 15 dan
sebaran spasialnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 15 Kelas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor
Kelas
Sangat Rapat
Rapat
Sedang
Jarang
Sangat jarang
Penutupan Lahan
Hutan
Semak/Belukar
Perkebunan teh
Tegalan Ladang, Kebun campuran, Sawah
Padang Rumput, Pemukiman,Jalan
Sungai
Total
Luas (ha)
5503,02
945,06
1311,01
4173,82
3064
±14997.29
Persentase
36,69
6,30
8,74
27,83
20,43
100
31
2. Kelas Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng berpengaruh terhadap terjadinya lahan kritis karena
semakin curam tingkat kemiringan lereng, maka akan semakin besar potensi
terjadinya lahan kritis. Bentuk topografi wilayah DAS Ciliwung Hulu Bogor
bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat
curam. Berdasarkan pengolahan peta topografi daerah penelitian diubah menjadi
kelas lereng menggunakan analisis permukaan atau DEM (Digital Elevation
Model), daerah penelitian diklasifikasikan menjadi 5 kelas kemiringan lereng.
Luasan setiap kelas kemiringan lereng daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel
16 dan sebaran spasialnya pada Gambar 6.
Tabel 16 Pengkelasan Kemiringan Lereng
Kelas Kelerengan
Kecamatan
Persentase
Ciawi
0 – 8 (Datar)
2521,61
504,81
2199,77
66,02
5292,21
35,29
8 – 15 (Landai)
1490,24
32,96
1024,16
70,29
2617,66
17,45
15 – 25 (Agak Curam)
1547,04
30,22
1117,83
20,86
2715,94
18,11
25 -40 (Curam)
2633,83
1046,84
3680,66
24,54
566,18
124,65
690,83
4,61
±14997,29
100
>40 (Sangat Curam)
Total
Megamendung
Luas (Ha)
Cisarua
Sukaraja
Kelas kemiringan lereng yang mendominasi daerah penelitian ini adalah
kelas kemiringan lereng datar (0 – 8 %) dengan luas sebesar 5292, 21 ha (35,29
%). Kelas kemiringan lereng sangat curam (45 – 100 %) merupakan kelas
kemiringan dengan luasan terkecil sebesar 690,83 ha (4,61 %). Kemiringan lereng
datar terluas terdapat pada Kecamatan Cisarua seluas 2521, 61 ha (47, 64%)
sementara untuk luasan terkecil terdapat pada Kecamatan Sukaraja seluas 66,02
ha (1,25 %).
32
Gambar 6 Peta kelas kemiringan lereng DAS Ciliwung Hulu Bogor
3. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Peta tingkat bahaya erosi (TBE) didapatkan dari peta erosi dan peta solum
tanah tahun 2007 yang bersumber dari BPDAS Citarum – Ciliwung. Pemetaan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dilakukan dengan cara mengoverlay peta erosi
dengan solum tanah. Dalam penelitian ini Tingkat Bahaya Erosi diklasifikasikan
menjadi 4 kelas yaitu ringan, berat, sedang, dan sangat berat. Luasan setiap kelas
tingkat bahaya erosi (TBE) dapat dilihat pada Tabel 17 dan sebaran spasialnya
pada Gambar 7.
Tabel 17 Tingkat Bahaya Erosi DAS Ciliwung Hulu
TBE
Kecamatan
Cisarua
Ciawi
Megamendung
Sukaraja
2987.47
Ringan
9.14
Berat
60.94
Sedang
Sangat Berat 5719.14 562.74
1710.90
153.98
42.74
3591.50
31.88
0.06
126.82
Total
Luas (Ha)
Persentase
4698.37
194.99
103.74
10000.19
31.33
1.3
0.69
66.68
±14997,29
100
33
Kelas tingkat bahaya erosi yang mendominasi pada daerah penelitian
adalah kelas tingkat bahaya erosi sangat berat seluas 10000,19 ha (66,68 %)
dengan luasan proporsi terbesar terdapat pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan
Megamendung. Kelas tingkat bahaya erosi yang terkecil adalah kelas tingkat
bahaya erosi sedang seluas 103,74 ha (0,69%) dengan luasan proporsi terbesar
terdapat pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung.
Gambar 7 Peta tingkat bahaya erosi DAS Ciliwung Hulu Bogor
4. Pengelolaan Lahan
Pengelolaan lahan diartikan sebagai tindakan yang diberikan terhadap
pengunaan lahan yang diperlukan agar tanah tidak rusak dan tanah dapat
digunakan secara berkelanjutan. Dalam hal ini adalah pengelolaan tanaman dan
konservasi lahan. Pengelolaan merupakan salah satu parameter yang digunakan
untuk menilai kekritisan lahan. Penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap
pengelolaan lahan. Untuk kawasan lindung, penilaian dilihat dari aspek
pengamanan dan ada tidaknya pengawasan. Untuk kawasan pertanian dilihat dari
adanya terasering atau penanaman searah kontur, adanya tanaman penutup tanah
yang cukup. Untuk kawasan perkebunan apakah adanya alur/parit sebagai
penahan erosi. Untuk areal pemukiman apakah pembangunannya menggunakan
34
tindakan konservasi seperti luas bangunan yang ada tidak melebihi luas tanah
yang ada, apakah faktor jarak diperhitungkan antara rumah yang satu dengan yang
lainnya. Tingkat pengelolaan akan sangat berpengaruh terhadap kerusakkan suatu
lahan. Pada Tabel 18 disajikan luasan tiap kelas pengelolaan lahan dan sebaran
spasialnya pada Gambar 8.
Tabel 18 Pengelolaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor
Kecamatan
Kelas
Cisarua
5005.59
605.36
3156.71
Baik
Buruk
Sedang
Ciawi Megamendung
1808.48
109.64
378.07
462.23
3312.57
Total
Sukaraja
0.20
158.56
Luas (ha)
Persentase
6814.07
1093.26
7090.07
45.44
7.29
47.28
±14997,29
100
Gambar 8 Peta pengelolaan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor
Dengan asumsi pada setiap jenis tutupan lahan mempunyai tindakan
pengelolaan yang sama maka pengelolaan lahan dikelaskan menjadi 3 yaitu :
•
Baik
Kawasan yang memiliki pengawasan yang baik, tata batas yang jelas,
pengelolaan tanamannnya baik dan tindakan konservasi tanah diperhatikan.
35
Tutupan lahan yang masuk kelas kelas ini adalah kawasan hutan dan
perkebunanan teh. Kawasan hutan pada DAS ini merupakan kawasan lindung
yang berstatus hutan negara sehingga tindakan pengelolaan cukup baik dari
segi pengamanan, tata batas, vegetasi yang rapat merupakan hasil dari suksesi
alami. Jika dilihat dari segi tata batas perkebunan teh memiliki batas yang
jelas, pengelolaannya sangat dijaga mengingkat kawasan perkebunan pada
daerah penelitian merupakan kawasan produksi teh. Konservasi lahan dilihat
dari parit, pembuatan teras-teras, dan pengelolaan tanah yang searah kontur
sebagai tindakan konservasi.
•
Sedang
Kawasan yang memiliki pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang
cukup baik dan pengamanannya kurang baik. Tutupan lahan yang masuk
dalam kelas ini adalah semak belukar, kawasan pertanian (sawah,
tegalan/ladang, dan kebun campuran), serta sebagian pemukiman. Bekas hutan
(semak belukar) yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan liputan
pohon jarang atau vegetasi rendah serta tidak terawat baik dari segi
pengelolaan tanaman dan konservasi lahan. Kawasan pertanian baik
tegalan/ladang, kebun campuran, maupun sawah pada dasarnya memiliki
tindakan pengelolaan yang baik tapi tidak ada batasan area yang jelas. Untuk
pemukiman yang tidak rapat dengan adanya ruang terbuka hijau dan dibangun
pada areal datar sampai landai.
•
Buruk
Kawasan yang tidak memiliki tindakan konservasi lahan. Tutupan lahan yang
masuk dalam kelas ini adalah padang rumput, jalan, sungai, dan sebagian
pemukiman. Jalan yang dimaksud adalah jalan aspal yang telah mengalami
pengerasan akibat tujuan tertentu sehingga tidak mempunyai kemampuan
penyerapan air, pemukiman yang dibangun dengan rapat yang akan
berpengaruh terhadap penyerapan air. Sempadan sungai merupakan kawasan
lindung selain kawasan hutan lindung yang
harus dijaga sehingga dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Namun jika dilihat dari keadaan lapangan
kanan kiri sungai telah banyak yang beralih fungsi menjadi pemukiman.
36
Kelas pengelolaan yang mendominasi pada daerah penelitian ini adalah
kelas pengelolaan sedang dengan luas sebesar 7090,07 ha (47,28%) dan kelas
pengelolaan baik dengan luasan sebesar 6814,07 (45,44%). Kelas pengelolaan
lahan sedang terluas terdapat pada Kecamatan Megamendung sebesar 3312,57 ha
dan luasan terkecil terdapat pada Kecamatan Sukaraja sebesar 0,20 ha .
4.4 Analisis Kekritisan Lahan
Berdasarkan model dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial 2004, Departemen Kehutanan, tingkat kekritisan lahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu tidak kritis, potensial kritis, semi kritis,
kritis, dan sangat kritis. Analisis tingkat kekritisan lahan dibatasi pada 3 kawasan
yaitu kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian dan kawasan lindung
diluar kawasan hutan. Klasifikasi kekritisan lahan berdasarkan besaran nilai setiap
kawasan disajikan pada Tabel 10. Pemetaan kekritisan lahan dilakukan dengan
overlay semua parameter (penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya
erosi dan pengelolaan lahan). Pembobotan nilai berbeda-beda sesuai dengan
peranan masing-masing parameter dalam terbentuknya kekritisan lahan. Hasil
overlay akan mempunyai nilai hasil penggabungan dari beberapa parameter yang
digunakan. Luasan tingkat kekritisan lahan disajikan pada Tabel 19 dan sebaran
spasialnya pada gambar 9.
Tabel 19 Tingkat kekritisan lahan berdasarkan kawasan
Hutan Lindung
Kelas
tidak kritis
potensial
kritis
agak kritis
kritis
sangat kritis
Total
Luas
(ha)
1169.04
%
Kawasan budidaya
pertanian
Kawasan lindung
non hutan
Luas (ha)
Luas (ha)
%
%
Luas
2008
Luas *
2003
9.67
96.68
0.80
-
0.00
1265.72
2631.96
3787.73
31.33
1522.37
12.59
11.81
0.10
5321.90
3538.37
443.15
3.67
879.11
7.27
8.76
0.07
1331.02
3453.85
18.61
0.15
3783.89
31.30
211.29
1.75
4013.78
2438.18
1.21
0.01
126.94
1.05
27.97
0.23
156.12
1668.10
5419.73
44.83
6408.98
53.02
259.83
2.15
12088.54
13730.46
Ket * : Luasan hasil penelitian Candra 2003
37
Gambar 9 Kekritisan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
Gambar 9 Kekritisan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor
Jika dibandingkan hasil penilitian ini (Tabel 19) dalam jangka 5 antara
tahun 2003 dan tahun 2008, terlihat luasan kekritisan lahan pada DAS Ciliwung
Hulu Bogor mengalami banyak perubahan. Untuk kelas tidak kritis luasannya
berkurang dari 2631.96 Ha menjadi 1265.72 Ha, kelas potensial kritis luasannya
bertambah dari 3538.37 Ha menjadi 5321.90 Ha, kelas agak kritis luasannya
berkurang dari 3453.85 Ha menjadi 1331.20 Ha dan kelas kritis luasannya
bertambah dari 2438.18 Ha menjadi 4013.78 Ha.
Hasil penelitian ini tidak dapat dibandingkan secara tepat karena data dan
metoda yang digunakan ada yang berbeda tapi hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai gambaran bahwa tingkat kekritisan lahan semakin besar. Hal ini
disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan dari tahun 2003 ke tahun 2008.
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber
daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
Pembangunan berkelanjutan (Keppres No. 32 tahun 1990).
38
Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan lindungan
kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara
kesuburan tanah. Berdasarkan peta RTRW tahun 2003, Kawasan hutan dalam
daerah penelitian ini merupakan kawasan hutan lindung yang secara administrasi
terletak pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. Luasan kelas
kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung secara berturut-turut adalah
potensial kritis sebesar 3787,73 ha (31,33%), tidak kritis sebesar 1169,04 ha (9,67
%), agak kritis sebesar 443,15 ha (3,67 %), kritis 18,61 ha (0,15 %) dan sangat
kritis 1,21 ha (0.01 %) dari luas keseluruhan. Kelas tidak kritis dan potensial kritis
memiliki penutupan lahan yang sangat rapat berupa hutan dengan tingkat
kemiringan lereng landai hingga curam, tingkat bahaya erosi sangat berat dan
pengelolaan lahan baik. Kelas agak kritis pada umumnya berada pada tingkat
kemiringan sangat curam. Untuk kelas kritis dan sangat kritis pada hutan lindung
pada umumya penutupan lahan yang ada berupa hutan telah berubah menjadi
padang rumput. Kelas kritis dan sangat kritis terdapat pada Kecamatan Cisarua
Desa Cibereum. Pada dasarnya kawasan hutan lindung di DAS Ciliwung Hulu
masih memegang peranan sebagai pelindung bagi daerah sekitarnya. Berbagai
cara untuk menangani lahan kritis telah dilakukan untuk salah satunya melalui
program reboisasi. Reboisasi bertujuan untuk mempertahankan mutu hutan
lindung dan diharapkan dapat meningkatkan daya pulih fungsi ekosistem hutan.
Kawasan budidaya pertanian adalah kawasan yang diperuntukkan untuk
budidaya pertanian termasuk didalamnya pertanian lahan kering, lahan basah dan
perkebunan. Kawasan budidaya pertanian paling banyak terdapat pada Kecamatan
Megamendung kemudian Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Cisarua, dan
Kecamatan Ciawi. Berdasarkan sebaran spasialnya kelas kekritisan lahan yang
mendominasi adalah lahan kritis dengan luas sebesar 3783,89 ha (31,30 %) dan
luasan terkecil adalah kelas tidak kritis sebesar 96,68 ha (0,80 %). Pada kawasan
bududaya pertanian kelas tidak kritis sampai agak kritis terdapat Kecamatan
Cisarua di Desa Tugu Selatan, Cibereum, Citeko dan pada Kecamatan
Megamendung di Desa Kuta, Megamendung, Cilember. Kondisi penutupan lahan
dari kelas rapat hingga sedang berupa semak belukar dan perkebunan teh, tingkat
39
kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat bahaya erosi ringan serta tingkat
pengelolaan lahan baik hingga sedang. Untuk kelas kritis memiliki penutupan
lahan jarang, tingkat bahaya erosi sangat berat, pengelolaan sedang dan kelas
kemiringan lereng beragam, pada Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Ciawi
datar hingga landai sedangkan Kecamatan Cisarua landai hingga curam. Untuk
tingkat sangat kritis terdapat pada kecamatan cisarua di desa tugu selatan,
sukawangi, dan cibereum. Memiliki kelas penutupan lahan sangat jarang,
kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat bahaya erosi sangat berat dan
pengelolaan lahan yang buruk. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa
sebagian kawasan budidaya pertanian di DAS Ciliwung Hulu memiliki tingkat
kritis yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena
berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi berat. Salah satu upaya
untuk mengatasi lahan kritis pada daerah ini adalah penghijauan. Penghijauan
merupakan upaya untuk memulihkan atau memperbaiki kembali keadaan lahan
kritis di luar kawasan hutan agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan
pengatur tata air yang baik serta mempertahankan dan meningkatkan daya guna
lahan sesuai peruntukkannya. Salah satunya dengan agroforestry. Agroforestry
merupakan perpaduan tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan. Tanaman
yang ditanam pada lahan tersebut dipilih tanaman potensial (adaptif pada kondisi
lahan kritis) yang berfungsi ekologis tapi juga berfungsi ekonomis. Seperti
tanaman dari family leguminosae (kaliandra, lamtoro gung, dan sengon) yang
dapat memperkuat teras dengan perakaran yang dalam, tahan terhadap musim
kering dan pertumbuhannya cepat. Pengelolaan dalam penggunaan lahan juga
diperlukan agar tanah tidak rusak dan tanah dapat digunakan
secara
berkelanjutan.
Kawasan
lindung
selain
hutan
adalah
kawasan
yang
termasuk
perlindungan setempat yaitu sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar
waduk/danau dan kawasan mata air (Keppres No. 32 tahun 1990). Berdasarkan
interpretasi citra pada DAS Ciliwung Hulu terdapat kawasan sempadan sungai
yaitu kawasan kanan kiri sungai Ciliwung Hulu dengan lebar 50 m karena pada
daerah penelitian sungai yang ada kurang dari 30 m. Tingkat kekritisan lahan
yang mendominasi adalah kritis seluas 211,29 ha (1,75 %) dan sangat kritis seluas
40
27,97 ha (0,23%). Sedangkan kelas agak kritis adalah kelas dengan luasan terkecil
sebesar 8,76 ha (0,07 %). Pada sempadan sungai tidak terdapat kelas tidak kritis.
Pada kawasan ini kelas kritis dan sangat kritis ditandai dengan penutupan lahan
jarang-sangat jarang berupa areal pertanian (sawah, tegalan/ladang, kebun
campuran) dan pemukiman, kelas kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat
bahaya erosi sangat berat dan pengelolaan sedang sampai buruk, yang
membedakan dengan kelas agak berat hanya pada tingkat bahaya erosinya berat.
Untuk kelas potensial kritis ditandai dengan kelas penutupan lahan rapat berupa
semak belukar, kelas kemiringan lereng datar, tingkat bahaya erosi sangat berat
dan pengelolaan lahan sedang. Sempadan sungai secara administrasi terdapat di
Kecamatan Ciawi, Sukaraja, Megamendung dan Cisarua. Pada kawasan ini yang
perlu dilakukan adalah penghijauan disepanjang DAS secara berkelanjutan.
41
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan :
1. Dari interperetasi citra SPOT 4 kombinasi citra Quickbird, kelas
penutupan lahan yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu Bogor adalah
hutan, semak belukar, kebun campuran , tegalan/ladang, sawah,
pemukiman, perkebunan teh, padang rumput, sungai dan jalan. Dengan
persentase terbesar adalah hutan sebesar 36,69 %.
2. Dari analisis data spasial didapatkan peta penyebaran lahan kritis pada
kawasan
hutan
lindung, kawasan budidaya pertanian, dan kawasan
lindung selain hutan (sempadan sungai). Persentase lahan kritis pada
kawasan hutan lindung sebesar 0,15%, kawasan budidaya pertanian
sebesar 31,30% dan kawsan hutan lindung selain hutan (sempadan sungai)
sebesar 1,75%.
3. Dengan penggunaan Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis
pemetaan lahan kritis dapat dilakukan dengan lebih efisien baik baik dari
segi waktu, biaya dan tenaga.
B. Saran
1. Perlu dilakukan upaya konservasi dalam pengelolaan lahan terutama pada
kelas lereng curam sampai sangat curam seperti pembuatan tanaman
penutup, pembuatan terassering searah kontur sehingga dapat mengurangi
laju erosi
42
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2006. Konservasi tanah dan Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor
Candra, A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis di Daerah Aliran Sungai
Ciliwung Hulu Kabupaten/Kota Bogor Dengan Menggunakan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2004. Petunjuk
Tehnis Penyusunan Data Spasial lahan Kritis. Departemen Kehutanan.
Jaya, I.N.S. 2006. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Penginderaan Jarak Jauh.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Keppres No. 32.1990. http:// www.wgtenure.org/file/Peraturan_Perundangan [ 5
Agustus 2008]
Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Diterjemahkan oleh Dulbari et al. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Manan, S. 1992. Ekologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kursus Peltihan
Pengelolaan Sungai Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan Holistik. Bogor.
Prahasta, E. 2008. REMOTE SENSING Praktis penginderaan Jauh dan
Pengolahan citra Dijital dengan Perangkat Lunak ER Mapper. Informatika.
Bandung.
Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geogarafi.
Informatika. Bandung.
Prasatya, R D. 2006. Kajian Spasial Sebaran Vegetasi Mengguakan Citra Ikonos
dan Sistem Informasi Geografis : Studi Kasus di Sub Das Ciliwung Hulu.
Jurusan Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Purwadhi, F.S.H. 2001. Interpretasi Citra Dijital. Grasindo. Jakarta.
Pusat Data Penginderaan Jauh. 2008. Bimbingan Teknis Pengolahan Dan
Pemanfaatan Data satelit Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Potensi
Daerah. LAPAN. Jakarta.
Sarief, S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.
Setyawan, M. 2007. Pendugaan Potensi Tegakan Hutan Lahan Kering Dengan
Tehnik Double Sampling Menggunakan Citra Resolusi Tinggi Di
Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Jurusan Manajemen Hutan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
43
Sukarman. 1997. Statistik Sumber Daya Lahan/Tanah di Indonesia. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Sunarti. Pengelolaan DAS Berbasis Bioregion. Suatu Altenatif Menuju
Pengelolaan Berkelanjutan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.
Wikipedia.2006b. Quickbird (Satellite).http://en.wikipedia.org/wiki/Quickbird [2
November 2007]
44
LAMPIRAN
45
Lampiran 1 Titik GCP
Point
X
1
713959.99873
2
719004.76317
3
718306.19958
4
714516.28060
5
712767.12869
6
708591.58860
7
717094.19660
8
713237.22960
9
711056.56773
10
711977.99160
11
708340.62160
12
711164.75280
13
715800.28560
14
720027.09760
15
711407.53026
16
710202.51060
17
712094.66960
18
709696.18915
19
711354.42660
20
707276.21360
21
714502.69161
22
710110.91772
23
707477.64760
24
713959.31060
25
712462.86595
26
712984.75806
27
704717.01060
28
714153.58960
29
713347.27865
30
710559.99881
31
704736.27360
32
714755.26951
33
716248.83360
34
715854.22160
35
709062.70160
36
704797.91460
37
707908.03360
38
717498.48252
39
712308.21160
40
708700.56060
41
718454.15160
Y
9261944.97743
9259349.69713
9259477.63011
9257784.65500
9263129.51104
9260249.61800
9260321.10100
9263287.42100
9265057.03994
9263352.58300
9260969.80100
9264032.17615
9258946.86800
9259547.91300
9261881.93244
9261169.17700
9262891.10100
9263609.51867
9260213.63300
9260527.28500
9256545.14511
9262713.48466
9260857.95600
9259284.34800
9265035.05621
9259099.69951
9264534.24800
9260457.74600
9260721.66050
9263703.10939
9265475.69000
9258934.54318
9262138.82300
9259587.30200
9264416.08100
9266241.09700
9262098.46200
9259661.92266
9261625.30900
9265003.51000
9261956.95400
KETERANGAN
Pemukiman
Tegalan/ladang
Tegalan/ladang
Perkebunan Teh
Pemukiman
Sawah
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Sawah
Sungai
Semak Belukar
Perkebunan Teh
Tegalan/ladang
Tegalan/ladang
Tegalan/ladang
Pemukiman
Sawah
Pemukiman
Sawah
Tegalan/ladang
Tegalan/ladang
Pemukiman
Pemukiman
Perkebunan Teh
Semak Belukar
Pemukiman
Sawah
Sawah
Sawah
Pemukiman
Semak Belukar
Sawah
Pemukiman
Tegalan/ladang
Tegalan/ladang
Pemukiman
Pemukiman
Sawah
Perkebunan Teh
46
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
54
55
56
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
707527.73060
716394.68060
714425.47060
711997.25460
706012.57260
715238.09040
716786.54160
717882.87160
710758.81058
714535.54360
719961.05360
716060.97813
715964.84460
705404.96860
716618.12960
717939.55860
708283.38360
708137.15176
709079.08319
708748.44260
714172.30160
713348.24355
719194.94460
706597.35627
716343.38803
713885.56160
715050.07909
709190.38660
713634.04360
707549.74560
716935.83375
715340.86366
9262167.51400
9257605.21700
9263698.81600
9259751.66500
9265989.69000
9260511.80211
9257968.46900
9258660.44800
9261769.78094
9255721.36000
9261292.69300
9260846.10062
9256441.54400
9264254.14900
9257630.01700
9261020.37500
9261841.21900
9262167.54113
9261507.30777
9261378.27800
9264071.79400
9261381.56751
9260306.51300
9264240.67361
9260439.81230
9258529.63900
9262029.67064
9265041.92600
9256912.75100
9265379.40600
9259600.49144
9260856.92904
Sawah
Tegalan/ladang
Tegalan/ladang
Sawah
Tegalan/ladang
Padang Rumput
Perkebunan Teh
Perkebunan Teh
Tegalan/ladang
Hutan
Perkebunan Teh
Tegalan/ladang
Hutan
Tegalan/ladang
Perkebunan Teh
Hutan
Pemukiman
Kebun campuran
Kebun campuran
Sawah
Hutan
Jalan
Hutan
Sungai
Jalan
Perkebunan Teh
Sawah
Sawah
Hutan
Tegalan/ladang
Semak Belukar
Tegalan/ladang
47
Lampiran 2 Gambar penutupan dan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu
(a)
(c)
(e)
(g)
(b)
(d)
(f)
(h)
48
(i)
(k)
(j)
(l)
Keterangan :
(a). Sawah; (b). Pemukiman; (c). Kebun campuran; (d). Semak belukar; (e).
Tegalan/Ladang; (f). Perkebunan teh; (g). Hutan dataran tinggi; (h). Hutan pinus;
(i). Jalan; (j). Padang Rumput; (k). Kebun Campuran; (i). Sungai.
Download