Tabel 2. Penyebaran lahan yang sesuai untuk kedelai di lahan sawah, lahan kering, dan lahan yang belum dimanfaatkan di 17 provinsi. Provinsi Lahan sawah (ha) Lahan kering (ha) Nonpertanian2) Pertanian1) Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Papua Papua Barat 141.171 186.692 76.037 144.326 0 109.050 134.558 881.510 887.525 1.172.223 91.128 208.197 354.421 10.460 18.421 494 2.513 97.360 210.712 518.370 557.283 26.996 580.264 9.648 464.863 783.064 204.680 119.073 37.289 298.597 17.956 143.765 119.049 107.704 108.201 114.772 136.831 481.386 159.429 263.033 0 61.543 77.240 0 0 148.688 333.291 11.711 465.942 1.256.358 803.300 Jumlah 4.418.726 4.296.673 4.421.725 Berupa tegalan/ladang/kebun campuran/perkebunan. Berupa hutan belukar/semak belukar, padang rumput. 1) 2) Teknologi Produksi Kedelai: Arah dan Pendekatan Pengembangan Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan teknologi produksi kedelai yang siap diimplementasikan untuk mendukung program peningkatan produksi nasional. D i antara teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, varietas unggul lebih mudah diterapkan. Hingga saat ini Badan Litbang Pertanian telah melepas lebih dari 60 varietas unggul kedelai, sebagian di antaranya telah berkembang di kalangan petani. Hal ini terbukti dari 90% areal pertanaman kedelai dewasa ini telah ditanami varietas unggul. Beberapa di antara varietas unggul kedelai tersebut memiliki biji yang besar, seperti Burangrang dan Anjasmoro. Kedelai berbiji besar disukai oleh perajin tempe sebagai bahan baku. Hasil varietas unggul tersebut berkisar 2,1-3,3 t/ha. Selain varietas unggul, Badan Litbang Pertanian juga telah menghasilkan teknologi budi daya kedelai menurut agroekosistem, yaitu lahan kering masam, lahan sawah, dan lahan pasang surut. Lahan Kering Masam Dari segi luasnya, lahan kering masam berpotensi untuk usaha tani kedelai. Namun, pengembangan kedelai pada agroekosistem ini dihadapkan kepada kondisi tanah yang kurang subur karena rendahnya pH (4,3-5,5), kandungan aluminium tinggi, kandungan bahan orga- pemilihan lokasi dan teknologi budi daya yang sesuai hingga pengelolaan dan pemasaran hasil. Lahan terlantar ini sangat luas, mencapai 4,4 juta ha yang tersebar di 14 provinsi (Tabel 2). Namun, pengembangan kedelai di wilayah ini perlu memperhatikan jumlah rumah tangga petani, ketersediaan tenaga kerja, serta minat masyarakat setempat untuk mengembangkan usaha tani kedelai (Anny Mulyani). Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Jalan Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123 Telepon : (0251) 323012 327215 Faksimile : (0251) 311256 E-mail: [email protected] nik rendah, ketersediaan hara N, P, K, Ca, dan Mg rendah, serta kemampuan tanah mengikat air juga rendah. Masalah ini dapat dipecahkan melalui penerapan teknologi ameliorasi lahan, seperti penggunaan kapur (kalsit atau dolomit) dan bahan organik, serta penerapan teknologi pemupukan sesuai dengan kondisi tanah setempat. Pengembangan kedelai pada lahan kering masam hendaknya dengan sistem tumpang sari pada areal pertanaman ubi kayu, kelapa sawit atau karet muda. Lahan kering yang selama ini belum dimanfaatkan untuk usaha tani, seperti padang alang-alang atau semak belukar, juga dapat didayagunakan untuk perluasan areal kedelai. Lahan Sawah Di beberapa daerah, kedelai diusahakan pada lahan sawah setelah panen padi, mengikuti pola tanam padi−padi−kedelai, padi−kedelai− bera, padi−kedelai−bawang merah 5 Pada lahan kering masam Lampung, hasil kedelai yang dibudidayakan dengan pendekatan PTT berkisar antara 1,76-2,02 t/ha, lebih tinggi daripada hasil kedelai rata-rata Provinsi Lampung yang hanya 1,10 t/ha. Tabel 1. Beberapa varietas unggul kedelai yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Varietas Wilis Burangrang Kaba Anjasmoro Sinabung Ijen Tanggamus Lawit Potensi hasil (t/ha) Umur (hari) 3,00 2,70 3,25 3,20 3,25 3,25 2,90 2,07 85-90 80-82 85 83-93 83-85 83 88 84 atau kedelai−padi−jagung, bergantung pada kondisi iklim dan kebutuhan petani setempat. Dalam hal ini ketepatan waktu tanam sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai, mengingat terbatasnya waktu untuk penyiapan lahan. Untuk ketepatan waktu tanam yang dikaitkan dengan kondisi lengas tanah dan efisiensi penggunaan tenaga dan biaya produksi, benih kedelai sudah harus ditanam 2-4 hari setelah panen padi, dengan sistem tanpa olah tanah. Agar berproduksi tinggi (> 2,0 t/ha), tanaman kedelai perlu mendapat pengairan 3-4 kali selama pertumbuhannya. Air dapat berasal dari hujan, jaringan irigasi maupun dari tanah dengan sistem pompanisasi. 6 Lahan Pasang Surut Pada lahan pasang surut, pengembangan kedelai 10,0 hendaknya diarah17,0 kan pada lahan po10,4 tensial (tanah mi15,0 neral) dengan tipe 11,0 11,2 luapan C (lahan 11,0 tidak tergenang 10,5 pada pasang besar, permukaan air tanah < 50 cm) dan tipe luapan D (lahan tidak tergenang pada pasang besar, permukaan air tanah > 50 cm). Dari segi kimia tanah, permasalahan dalam budi daya kedelai di lahan pasang surut adalah tingginya tingkat kemasaman tanah dan kandungan Al yang dapat meracuni tanaman. Selain itu, tanah miskin unsur hara N, P, K, Ca, dan Mg. Masalah ini dapat diatasi melalui penerapan teknologi ameliorasi lahan dan pemupukan. Bobot biji (g/100 biji) Pengelolaan Tanaman Terpadu Pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT) adalah salah satu pendekatan dalam usaha tani, yang bertujuan untuk meningkatkan pro- duktivitas tanaman dan pendapatan petani, serta melestarikan lingkungan produksi. Dalam implementasinya, PTT mengintegrasikan komponen teknologi pengelolaan lahan, air, hara, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman secara terpadu. Di Ngawi, Jawa Timur, hasil kedelai yang diusahakan dengan pendekatan PTT mencapai 1,952,20 t/ha. Keuntungan yang diperoleh berkisar antara Rp3,01-3,83 juta per ha pada harga kedelai Rp3.250/kg. Pada lahan kering masam Lampung, hasil kedelai yang dibudidayakan dengan pendekatan PTT berkisar antara 1,76-2,02 t/ ha, lebih tinggi daripada hasil kedelai rata-rata Provinsi Lampung yang hanya 1,10 t/ha. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tani kedelai dengan pendekatan PTT pada lahan kering masam Lampung berkisar antara Rp2,15-3,063 juta per ha. Di Sumatera Utara, hasil kedelai yang dibudidayakan dengan pendekatan PTT berkisar antara 1,922,03 t/ha dengan keuntungan Rp3,40-3,78 juta per ha. Pada lahan pasang surut tipe luapan C di Jambi, hasil kedelai yang dikembangkan dengan pendekatan PTT mencapai 2,1 t/ha Di Indonesia, hasil kedelai 1,82,2 t/ha sudah termasuk tinggi. Dengan umur panen 85-90 hari berarti produktivitas harian kedelai di dalam negeri 20,0-25,9 kg/ ha. Di Amerika Serikat, hasil kedelai rata-rata 2,9 t/ha, tetapi umur panennya 160-170 hari dengan produktivitas harian 17,0-18,1 kg/ ha (Balitkabi). Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian Jalan Raya Kendal Payak Kotak Pos 66 Malang 65101 Telepon : (0341) 801468 Faksimile : (0341) 801496 E-mail : [email protected] Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 1 2008