3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2003). Menurut Arsyad (2000) penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Sementara menurut Lillesand dan Kiefer (1997), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas tegalan, sawah, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, padang alang-alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya (Dit. Landuse, 1967 dalam Arsyad, 2000). 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan FaktorMempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan faktor yang Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Kazaz dan Charles, 2001 dalam Munibah, 2005 ). Sementara menurut Junaedi (2008) perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non-pertanian. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan pertanian melainkan suatu fenomena dinamik yang menyangkut aspek-aspek kehidupan masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Arah ini secara langsung maupun tidak 4 langsung akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, ekonomi nasional dan regional dan tata ruang pertanian wilayah (Winoto, 1995, dalam Junaedi, 2008). Menurut Barlowe (1986), pertambahan jumlah penduduk berakibat pada penambahan kebutuhan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, demikian juga permintaan terhadap hasil non-pertanian juga meningkat. Sesuai dengan perkembangan penduduk dan peningkatan material ini, cenderung menyebabkan persaingan dan konflik diantara penggunaan lahan. Adanya persaingan tidak jarang menimbulkan pelanggaran batas-batas penggunaan lahan, seperti lahan pertanian yang digunakan untuk kegiatan non-pertanian. Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktorfaktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nasoetion (1991) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain : 1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan 2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan) 3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan mendepak kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan 4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien. 2.3 Karakteristik Lahan Barlowe (1986) menyatakan bahwa penggunaan lahan dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yaitu faktor fisik lahan, faktor ekonomi, dan faktor kelembagaan. Faktor fisik lahan yaitu faktor-faktor yang meliputi keseluruhan sifat fisik lahan seperti iklim, air, topografi, tanah, dan vegetasi. Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung mempegaruhi pertumbuhan dan budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengelolaan lahan dan kelestarian 5 lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumberdaya air dan kemungkinan pengairan, bentuk lahan dan topografi, serta karakteristik tanah yang secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Sys et al,. 1991 dalam Gandasasmita, 2001). Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peranan topografi terhadap penggunaan lahan dibedakan berdasarkan unsur-unsurnya adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan elevasi terkait dengan iklim, terutama suhu dan curah hujan. Elevasi juga berpengaruh terhadap peluang untuk pengairan. Peranan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Pengaruh relief akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang berbeda pula. Daerah yang berlereng curam mengalami erosi yang terus-menerus sehingga tanah-tanah ditempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horison lambat dibandingkan dengan tanah-tanah didaerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut dan seterusnya juga mempengaruhi pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993). Tanah merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi penyebaran penggunaan lahan (Barlowe, 1986). Sehubungan dengan fungsinya sebagai sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang paling sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tanah merupakan kumpulan benda alam dipermukaan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan menopang atau mampu menopang pertumbuhan tanaman. Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk dan relief. Perlu dicatat bahan-bahan di bawah tanah atau bahan induk tanah bukanlah selalu berasal dari batuan yang keras, tetapi dapat juga berasal dari bahan-bahan lunak seperti bahan alluvium, abu volkan, tufa volkan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993). Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan paling menentukan keragaman penggunaan lahan. Unsur-unsur iklim seperti hujan, 6 penyinaran matahari, suhu, angin, kelembaban dan evaporasi, menentukan ketersediaan air dan energi, sehingga secara langsung akan mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim ini bervariasi menurut ruang dan waktu, sehingga penggunaan lahan juga beragam sesuai dengan penyebaran iklimnya (Mather 1986 dalam Gandasasmita 2001 ). 2.4 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan Pertanian merupakan kegiatan mengolah tanah dan menanaminya dengan tanaman yang bermanfaat. Kegiatan pertanian memanfaatkan tanah yang subur di dataran rendah. Kegiatan pertanian dibedakan menjadi dua, yaitu pertanian pada lahan basah dan pertanian pada lahan kering (http://www. Google. com/ Kegiatan Ekonomi Berdasarkan Potensi Daerah/ 17 Februari 2009). Menurut Kartono et.al (1989, dalam Gandasasmita 2001) lahan sawah adalah areal pertanian lahan basah atau lahan yang sering digenangi air, serta secara periodik atau terus-menerus ditanami padi. Termasuk dalam hal ini adalah sawah-sawah yang sesekali ditanami tebu, tembakau, rosela atau sayur-sayuran. Berdasarkan sumber air dan ketersediaannya, sawah dibedakan menjadi sawah irigasi dan sawah tadah hujan (IRRI, 1984, dalam Gandasasmita 2001). Tegalan merupakan usaha pertanian tanah kering yang intensitas penggarapannya dilaksanakan secara permanen (www. Dephut. go. id/ 16 Desember 2008). Berbeda dengan sawah yang memerlukan penggenangan, lahan tegalan atau disebut juga areal pertanian lahan kering semusim adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi dan secara permanen ditanami dengan jenis tanaman berumur pendek saja, sedang tanaman keras mungkin hanya dijumpai pada pematang. Termasuk juga dalam kategori ini adalah areal pertanaman padi ladang, areal pertanaman sayuran, dan areal kebun campuran. 2.5 Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Pertanian di Kabupaten Bogor terdiri dari pertanian pangan, sayuran dan hortikultura dan perkebunan. Tanaman pangan padi menyebar hampir di semua kecamatan, dengan variasi luasan yang berbeda. Umumnya padi sawah menyebar di wilayah tengah dan utara, dimana sudah tersedia irigasi, seperti di Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Caringin, Jonggol, 7 Sukamakmur, Cariu, dan lainnya. Tanaman padi gogo menyebar hanya di beberapa kecamatan dalam luasan terbatas. Produktivitas tanaman padi sawah adalah berkisar 4 - 5 ton per ha, sedangkan produktivitas padi gogo 2 - 3 ton per ha. Produktivitas ini sebenarnya masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi lingkungan, seperti menekan bahaya banjir, dan lain-lain dan perbaikan manajemen usaha tani seperti pemberian pupuk tepat dosis dan waktu, penyediaan modal, sarana dan prasarana seperti pembangunan pasar, gilingan padi, dan seterusnya. Kendala penting tanaman padi sawah lainnya adalah luasan padi sawah rata-rata adalah 2.500 m2 per keluarga. Dengan luasan kepemilikan yang rendah ini maka penciptaan usaha selain bertani sawah harus dilakukan terutama dari perikanan atau peternakan. Daerah pertanian hortikultur seperti sayuran dan buah juga menyebar pada hampir semua wilayah, tetapi konsentrasi komoditas tertentu hanya menyebar pada wilayah tertentu. Tanaman jagung menyebar di kecamatan Darmaga, Cisarua, Megamendung, Cileungsi, Klapanunggal, Rancabungur, Cibinong, Ciseeng, Gunung Sindur dan Rumpin. Sedangkan tanaman kedelai menyebar hanya di Tamansari, Kemang, Rancabungur dan Megamendung. Situasi yang sama juga terjadi pada sayuran dan buah. Daerah sayuran mendominasi terbatas pada beberapa kecamatan seperti Cisarua, Darmaga, Leuwisadeng, Cigombong, sedangkan buah berasal dari Tanjungsari, Mekarsari, Jasinga, Tajurhalang, dan lain-lain. Kendala utama dalam komoditas lahan kering (semusim dan tahunan) adalah masih rendahnya produktivitas yang terkait dengan manajemen usaha tani, dan pemasaran. Khususnya untuk tanaman buah, sebenarnya ada varietas lokal yang sudah dikenal tetapi produksi masih rendah. (RPJPD, 2005-2025). 2.7 Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Wiradisastra dan Baba B., 2000). Komponen utama dalam Sistem Informasi Geografi dibagi dalam empat komponen utama, yaitu : 8 perangkat keras, perangkat lunak, organisasi/ manajemen dan pemakai. Kombinasi yang benar antara keempat komponen utaman tersebut akan menentukan suatu proses pengembangan Sistem Informasi Geogarfi. Dalam hal pengintegrasian data penginderaan jauh ke dalam SIG, hal yang perlu dipahami adalah SIG dapat bekerja dengan dua model data yaitu raster berupa grid atau pixel (picture element) contohnya citra satelit atau gambar/ citra hasil scanning, dan vektor berupa titik, garis, dan poligon yang biasanya merupakan hasil digitasi. Sistem Informasi Geografis (SIG) menyajikan informasi keruangan beserta atributnya terdiri dari beberapa komponen utama ialah (Sutanto, 1995): 1) Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer (dari peta tematik seperti peta jenis tanah), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh (data hasil pengolahan citra digital peginderaan jauh), dan lain-lain. 2) Penyiapan data dan pemanggilan kembali ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/ cetak pada kertas). 3) Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat melakukan berbagai macam perintah (misalnya overlay antara dua tema peta, dan sebagainya). 4) Pelaporan data adalah dapat menyajikan data dasar (database), data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabuler. Data yang digunakan untuk pembuatan basis data terdiri dari dua kelompok ialah data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data yang berbentuk peta yang menggambarkan suatu daerah atau wilayah yang mengacu pada lokasi geografi. Data ini haruslah bereferensi geografis dan dipresentasikan dengan koordinat-koordinat bumi yang standar (bukan koordinat lokal). Data atribut dapat berupa data statistik (data jumlah penduduk, luas desa, dan sebagainya) atau dapat pula berupa data kualitatif (misalnya data informasi tanah, drainase baik, sedang, terhambat, dan sebagainya). 2.8 Citra Landsat TM Satelit landsat merupakan satelit tak berawak pertama yang dirancang untuk memperoleh data tentang sumberdaya bumi. Satelit Landsat pertama kali diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972 dengan nama ERTS-1, dan tepat sebelum 9 peluncuran ERTS-B pada tanggal 22 Januari 1975 NASA secara resmi mengganti nama program ERTS menjadi program Landsat. Program landsat telah meluncurkan beberapa generasi, yaitu : generasi pertama terdiri dari Landsat 1, Landsat 2, dan Landsat 3, generasi kedua terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5, dan generasi ketiga yang terdiri dari Landsat 6 dan Landsat 7. Citra Landsat MSS (Multi Spectral Scanner) dan citra Landsat TM (Thematic Mapper) merupakan citra hasil Landsat 5 yang diluncurkan pada 1 Maret 1984 dan beroperasi sampai sekarang. Satelit generasi ini mempunyai ketinggian 705 km. Landsat TM merupakan landsat telah mengalami perbaikan dalam hal kualitas sensor. Sensor TM sebenarnya adalah sensor MSS yang jauh lebih maju dengan peningkatan teknis dan geometrik. Perbaikan landsat MSS dalam bentuk resolusi spasial, perolehan data, dan radiometrik (Lillesand dan Kiefer, 1997). Data teknis Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Teknis Landsat TM 1. 2. 3. 4. 5. No. Jenis Data Ketinggian orbit Sifat orbit Cakupan satuan citra Resolusi temporal Resolusi spektral 6. Resolusi spasial 7. Resolusi radiometrik Keterangan 705 km Selaras matahari (sun synchronous) 185 x 185 km2 16 hari 0.45-0.52 µm : saluran satu 0.52-0.60 µm : saluran dua 0.63-0.69 µm : saluran tiga 0.76-0.90 µm : saluran empat 1.55-1.75 µm : saluran lima 2.08-2.35 µm : saluran enam 10.40-12.50µm : saluran tujuh Saluran 1-5 dan 7 : 30 x 30 m2 Saluran 6 : 120 x 120 m2 8 bit Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997) Resolusi spektral merupakan fungsi dari panjang gelombang yang digunakan dalam perekaman obyek. TM memiliki tujuh saluran spektral yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 2. 10 Tabel 2. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM Saluran Spektral Kegunaan 1 Biru Dirancang untuk membuahkan peningkatkan penentrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi 2 Hijau Terutama dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil dengan maksud untuk membedakan vegetasi dan penilaian kesuburan 3 Merah Untuk memisahkan vegetasi, memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi, juga menajamkan kontras antar kelas vegetasi 4 Inframerah dekat Untuk mendeteksi sejumlah biomassa vegetasi. Hal ini akan membantu identifikasi tanaman dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air 5 Inframerah pendek Untuk penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah 6 Inframerah thermal Untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas 7 Inframerah pendek Untuk memisahkan formasi batuan dan dapat juga untuk pemetaan hidrotermal Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997)