1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dan air memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain. Salah satu bentuk hubungan itu ditunjukkan oleh proses penyediaan air di dalam tanah yang dibutuhkan makhluk hidup. Jumlah sumberdaya air tidak berubah tetapi jumlah air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup semakin terbatas baik ditinjau dari segi kuantitas, kualitas maupun waktu ketersediaannya. Kebutuhan makhluk hidup terhadap air begitu penting dan disadari atau tidak, ketersediaan air semakin berkurang. Jika air hujan jatuh ke permukaan tanah maka pergerakan air akan diteruskan ke dua arah, yaitu air limpasan atau aliran permukaan secara horisontal (run-off) dan air yang bergerak secara vertikal yang disebut air infiltrasi (Arsyad, 2006). Tersedianya air di dalam tanah tidak terlepas dari adanya peranan laju infiltrasi. Infiltrasi menyebabkan air merembes masuk ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Dimana interaksinya kompleks antara intensitas hujan, karakteristik, dan kondisi permukaan tanah (Dairah dan Rachman, 2006). Air hujan yang jatuh di permukaan tanah terbuka tanpa adanya tanaman penutup sebagian akan meresap ke dalam tanah, sedangkan sebagian lagi akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah dan sisanya merupakan lapisan air pada permukaan tanah yang akan menjadi aliran air (Arsyad, 2006). Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem yang didalamnya terdapat berbagai penggunaan lahan. Perbedaan dalam penggunaan lahan memberikan respon infiltrasi yang berbeda pula. Kondisi ini dapat menjadi parameter ketersediaan air di suatu lahan. Telah diketahui secara umum bahwa penggunaan lahan dengan berbagai variasinya, dapat berpengaruh terhadap infiltrasi. Suatu jenis penggunaan lahan dapat berperan untuk mempercepat laju infiltrasi tetapi jenis penggunaan lahan lain mungkin justru menghambatnya. Dengan demikian, penelitian tentang faktor-faktor yang mengendalikan produksi air pada suatu DAS terutama faktor penggunaan lahan dalam meresapkan air perlu 2 dilakukan. Pengukuran infiltrasi di lapangan merupakan salah satu indikator biofisik yang penting untuk DAS. Proses infiltrasi pada umumnya terjadi cepat pada awalnya, yang kemudian melambat dan disusul oleh kondisi yang konstan. Dengan demikian dapat diduga seberapa besar kebutuhan air yang diperlukan oleh suatu jenis tanah pada suatu luasan tertentu untuk membasahinya dari kondisi kering lapang hingga keadaan kelembaban airnya menjadi konstan. Pengujian laju infiltrasi in situ ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa kecepatan dan besaran masuknya atau meresapnya air secara vertikal ke dalam tubuh tanah. Dengan mengamati atau menguji sifat ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang kebutuhan air irigasi yang diperlukan bagi suatu jenis tanah untuk jenis tanaman tertentu pada suatu saat. Data laju infiltrasi ini juga dapat digunakan untuk menduga kapan suatu run-off akan terjadi bila suatu jenis tanah telah menerima sejumlah air tertentu baik melalui curah hujan ataupun irigasi dari suatu tandon air di permukaan tanah. Infiltrasi sebagai salah satu fase dari sirkulasi hidrologi penting untuk diketahui karena akan berpengaruh terhadap limpasan permukaan, banjir, erosi, ketersediaan air untuk tanaman, air tanah, dan ketersediaan aliran sungai di musim kemarau. Pada konsepnya, limpasan permukaan adalah aliran air yang terjadi setelah turunnya hujan dan mengalir di atas pemukaan tanah. Secara singkat ketika terjadi proses presipitasi, air akan menuju daratan dan lautan. Sebagian air hujan tertampung di danau/rawa (depression storage), sebagian mengalir di darat yang kemudian disebut overlandflow, sebagian lagi akan membentuk aliran permukaan (surface runoff /direct run off), lalu sebagai bagian dari aliran sungai (stream flow), dan sebagian lagi terserap ke dalam tanah (infiltrasi) di daerah recharge (penyimpanan) yang akan menjadi air tanah (Vieux, 2005). Nilai infiltrasi sangat penting dalam mengetahui besarnya curah hujan yang menjadi potensi untuk meresap dan melimpas setelah mencapai permukaan tanah sedangkan hujan sangat sulit dikendalikan (Rohmat dan Indratmo, 2004). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka kapasitas infiltrasi perlu diukur karena nilai kapasitas infiltrasi tanah merupakan suatu informasi yang berharga 3 bagi perancangan dan penentuan kegiatan irigasi dan pemilihan berbagai jenis komoditas yang akan ditanam di suatu lahan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan lahan dan sifat fisik tanah terhadap laju infiltrasi di DAS Ciambulawung.