Museum Benteng Vredeburg sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Benteng Vredeburg Yogyakarta
Berdirinya benteng Vredeburg di Yogyakarta tidak lepas dari
lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti yang membelah
Mataram menjadi dua. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berhasil
menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan
Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I) adalah merupakan
hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri
raja-raja Jawa waktu itu.
Perjanjian yang berhasil dikeluarkan karena campur tangan VOC
selalu mempunyai tujuan akhir memecah belah dan mengadu domba
pihak-pihak yang bersangkutan. Orang Belanda yang berperan penting
dalam lahirnya Perjanjian Giyanti tersebut adalah Nicolaas Harting, yang
menjabat Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa (Gouverneur en
Directeur van Java’s noordkust) sejak bulan Maret 1754 (Agus Sulistya,
2001:5).
Pada hakekatnya perjanjian tersebut adalah perwujudan dari usaha
untuk membelah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian yaitu Kasunanan
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Untuk selanjutnya Kasultanan
Yogyakarta diperintah oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian
bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alogo Adul
27
Rachman Sayidin Panata Gama Khalifatulah I. Sedang Kasunanan
Surakarta diperintah oleh Paku Buwono III.
Dalam Babad Giyanti disebutkan bahwa yang dipilih menjadi
kraton sebagai pusat kerajaan Yogyakarta adalah hutan Beringin. Sri
Sultan Hamengku Buwono I mengumumkan bahwa wilayah yang menjadi
daerah kekuasaannya tersebut diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat
dengan ibukota Ngayogyakarta. Hutan ini mula-mula adalah tempat
peristirahatan Sunan Pakubuwono II dengan nama pesanggrahan
Garjitowati, untuk selanjutnya beliau menggantinya dengan nama Ayogya
atau Ngayogya. Nama Ngayogyakarta ditafsirkan dari kata “Ayuda” dan
“Karta”. Kata “a” berarti tidak dan “yuda” berarti perang, jadi Ayuda
mengandung pengertian tidak ada perang atau damai. Sedangkan “Karta”
memiliki pengertian aman dan tentram, jadi Ngayogyakarta dapat diartikan
sebagai kota yang aman dan tentram (Agus Sulistya, 2001:6).
Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9
Oktober 1755. Setelah kraton mulai ditempati kemudian segera dibangun
bangunan pendukung lainnya. Kemajuan kraton semakin pesat sehingga
hal ini membawa kekhawatiran bagi pihak Belanda. Oleh karena itu pihak
Belanda mengusulkan kepada Sultan agar diijinkan membangun sebuah
benteng di dekat kraton. Pada tahun 1760 mulai dibangun sebuah
bangunan yang digunakan sebagai benteng kompeni. Pembangunan
benteng ini pada mulanya masih sangat sederhana, dan pada tahun 1767
oleh gubernur pantai Utara Jawa di Semarang meminta kepada Sultan agar
28
benteng kompeni itu dibangun lebih kuat untuk menjamin keamanan
orang-orang Belanda. Akan tetapi dalam perkembangannya pembangunan
tersebut mengalami kelambatan. Menurut Gubernur J. Vos pada tahun
1771 pembangunan benteng di Yogyakarta belum banyak yang
terselesaikan. Pada tahun 1774 di bawah pimpinan Gubernur J. R. Van
Den Burg mengusahakan untuk mendesak Sultan agar pembangunan
benteng segera terselesaikan. Pembangunan benteng selesai pada tahun
1787 dan dibawah pimpinan Gubernur Johannes Sieberg diresmikan
menjadi benteng kompeni atau benteng VOC dengan nama Rustenburgh
atau tempat beristirahat (Tashadi, dkk, 1993:12).
Pembangunan benteng tersebut dengan dalih agar Belanda dapat
menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. akan tetapi dibalik dalih
tersebut, Belanda mempunyai maksud tersendiri yaitu untuk memudahkan
Belanda dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam
kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton
dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi
indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng
strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dengan kata lain bahwa
berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila
sewaktu-waktu Sultan mengkhianati Belanda dan berubah memusuhi
Belanda.
Pada tanggal 31 Desember 1799 kantor dagang Belanda di India
Timur mengalami kebangkrutan. Maka dari itu benteng berada dalam
29
kekuasaan Bataavsche Republiek (Republik Bataf) di bawah Gubernur
Van den Berg hingga tahun 1807. Namun tidak lama kemudian pada tahun
1811 diambil alih oleh Koninklijk Holland (Kerajaan Belanda) di bawah
Gubernur Daendels. Hal ini karena Napoleon Bonaparte diangkat sebagai
kaisar Perancis, sedangkan Louis Napoleon diangkat sebagai raja Belanda
yang waktu itu menjadi jajahan Perancis (Suharja, 2011:25). Dalam upaya
mewujudkan
kekuatan
politik
Eropa,
Daendels
memerintahkan
pembangunan rumah Residen. Residen diubah menjadi minister sebagai
wakil pemerintahan Belanda. Lokasi yang dipilih untuk pembangunan
rumah bagi minister adalah berada di depan benteng Rustenburg. Pasukan
yang berada di dalam benteng Rustenburg memiliki tugas untuk menjaga
keselamatan minister.
Di bidang pertahanan, Daendels juga memperkuat posisi pasukan.
Benteng Rustenburg yang terbuat dari kayu tidak lagi layak untuk menjadi
simbol kekuatan militer pemerintahan Belanda, sehingga benteng diubah
menjadi bangunan batu dengan bentuk segi empat. Pada setiap sudutnya
dibangun sebuah kubu tempat penjagaan para petugas jaga dengan lubang
menembak. Bangunan benteng dibuat lebih tinggi dan lebih tebal, hal ini
difungsikan untuk bisa mengawasi lingkungan sekitar benteng dan juga
mengawasi kompleks kraton Yogyakarta. Benteng Rustenburg mengalami
perkembangan yang cukup pesat, dan pada tahun 1867 di Yogyakarta
mengalami gempa bumi sehingga benteng memerlukan perbaikan. Setelah
30
pemugaran selesai oleh Daendels nama benteng Rustenburg dirubah
menjadi benteng Vredeburg (benteng perdamaian).
B. Perkembangan Benteng Vredeburg dari Masa ke Masa
Pada masa pemerintahan Belanda benteng Vredeburg ditempati
oleh 500 orang prajurit, tenaga medis, dan juga para residen karena sering
digunakan sebagai tempat berlindung para residen yang bertugas di
Yogyakarta.
Sejalan dengan perkembangan politik yang terjadi di Indonesia dari
waktu ke waktu, maka terjadi pula perubahan atas status kepemilikan dan
fungsi bangunan Benteng Vredeburg. Secara kronologis perkembangan
status tanah dan bangunan benteng Vredeburg sejak awal dibangunnya
(1760) sampai dengan runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda (1942) adalah
sebagai berikut :
1) Tahun 1760-1788
Pada tahun 1760 benteng VOC di Yogyakarta masih sangat
sederhana. Secara de facto pemanfaatan benteng adalah oleh VOC
namun secara de yure tanah adalah milik kesultanan, sehingga
pembangunan benteng harus mendapat izin Sultan. Dari tahun ke
tahun pembangunan benteng belum juga mengalami penyempurnaan.
Pembangunan benteng yang sangat lambat ini di pengaruhi oleh
ketidaksetujuan Sultan yang merupakan penyumbang segala meterial
dan pekerja, meskipun akhirnya diberi izin oleh pihak Sultan namun
dalam perkembangannya Sultan selalu menghambat pembangunan
31
benteng sehingga pada tahun 1781 bangunan benteng masih juga
belum sempurna. Untuk mempercepat penyempurnaan benteng, VOC
memberikan pinjaman kepada Sultan sehingga pembangunan benteng
dipercepat. Pada tahun 1785, Johannes Siberg meresmikan dengan
nama Rustenburg.
2) 1788-1799
Pada periode ini, benteng Rustenburg di manfaatkan oleh VOC
sebagai benteng pertahanan. Segala aktivitas VOC yang berhubungan
dengan politik di Yogyakarta dikerjakan di benteng Rustenburg.
Hingga pada pertengahan abad ke-18 VOC mengalami kemunduran.
Korupsi dan kecurangan pegawai menjadikan keuangan VOC
mengalami kebangkrutan. Peperangan di berbagai daerah yang banyak
menyedot anggaran keuangan juga membawa dampak yang cukup
signifikan bagi kebangkrutan VOC. Selain itu pengeluaran gaji yang
besar karena luasnya wilayah kekuasaan VOC, pembayaran devident
(keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan keuangan
VOC. Keadaan ini juga diperparah dengan bertambahnya persaingan
dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis. Selain itu juga
perubahan politik Belanda dengan berdirinya republik Bataf 1795
yang demokratis dan liberal yang menganjurkan perdagangan bebas.
Hal itu sangat memberatkan eksistensi VOC di Indonesia, sehingga
dengan alasan tersebut VOC resmi dibubarkan pada tanggal 31
Desember 1799. Sedangkan kekayaan yang ditinggalkan yaitu berupa
32
kantor dagang, gudang, benteng, kapal, serta daerah kekuasaan di
Indonesia (Suharja, Agus Sulistya, 2011:36).
3) Tahun 1799-1807
Pada tahun 1795 terjadi perubahan politik di Belanda, yang
akhirnya terjadinya pembentukan negara baru yang diberi nama
Republik Bataf (Bataavsche Republiek) pada 19 Januari 1795. Pada
periode ini, benteng dikuasai dan dimanfaatkan oleh Republik Bataf.
Fungsinya masih sama yaitu sebagai tempat pertahanan.
4) Tahun 1807-1811
Pada periode ini penguasaan benteng di Yogyakarta dikuasai
oleh Koninklijk Holland (Kerajaan Belanda). Pada tahun 1808
Herman Willem Daendels dilantik menjadi Gubernur Jendral dan
ditugaskan untuk memerintah di Hindia Belanda. Dalam upaya
melakukan reorganisasi pemerintahan di pantai Timur Laut Jawa,
mulailah dilakukan penurunan jabatan pada pegawai pemerintahan di
pantai Timur Laut Jawa serta mengganti pangkat residen untuk daerah
Surakarta dan Yogyakarta dirubah dengan minister. Selain itu
Daendels mengadakan perkuatan angkatan perang, salah satunya
adalah perkuatan benteng sehingga benteng Rustenburg mengalami
pembangunan ke bentuk yang kokoh dan kuat. Setelah mengalami
pembangunan, Daendels mengganti nama benteng ini dengan nama
Vredeburg (benteng perdamaian).
33
5) Tahun 1811-1816
Pada bulan Mei 1811 kedudukan Daendels digantikan oleh Jan
Williem Jansen. Namun pemerintahannya tidak lama karena terjadi
serbuan Inggris yang mendaratkan pasukannya tanggal 4 Agustus
1811. Meskipun dibantu oleh pasukan-pasukan raja-raja Jawa, tetapi
serangan dari pasukan Inggris tidak dapat ditangkis sehingga pada
tanggal 18 September 1911 Gubernur Jansen menyerah. Sehingga
Jawa berada dibawah penguasaan Inggris dengan Thomas Stamford
Raffles sebagai Letnan Gubernur Jendral. Oleh karena itu benteng
berada dibawah penguasaan Inggris. Fungsi benteng tidak mengalami
perubahan yaitu tetap sebagai benteng pertahanan dan markas
pasukan.
Raffles melakukan penyerbuan kedalam Kraton Yogyakarta
dengan merampas barang-barang yang ada di dalam kraton. Barangbarang hasil rampasan tersebut diangkut ke Loji besar. Loji besar
adalah sebutan bagi Benteng Vredeburg. Sedangkan barang-barang
berupa surat dibawa ke Loji kebon (Gedung Agung). Selain itu Sultan
Hamengkubuwana II berhasil ditangkap dan ditawan di dalam benteng
Vredeburg.
6) Tahun 1816-1942
Pada periode ini benteng Vredeburg kembali dikuasai oleh
Belanda, setelah lepas dari kekuasaan Inggris. Pada masa ini di sekitar
benteng banyak digunakan sebagai tempat pemukiman bagi orang-
34
orang Belanda. Benteng Vredeburg digunakan sebagai markas
pasukan dan perlengkapan perang kompeni belanda.
Pada saat pemberontakan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta,
Yogyakarta berhasil dikuasainya dan mengisolasinya. Dalam waktu
itu Sultan Hamengku Buwana V berhasil diselamatkan dan diamankan
di dalam Benteng Vredeburg (Suharja, Agus Sulistya, 2011:44).
Setelah berakhirnya Perang Diponegoro, hampir tidak ada
konflik antara pihak kasultanan dengan VOC. Hal ini membawa
pengaruh terhadap fungsi benteng yang semula berfungsi sebagai
markas pertahanan sudah bergeser menjadi hunian. Sarana hiburan di
dalam benteng juga telah dibangun, hal ini dikuatkan dengan adanya
societeit di dalam kompleks benteng yang diperkirakan ada sejak
tahun 1838 menyusul terjadinya pembongkaran anjungan timur laut
benteng Vredeburg. Selain itu terjadi pemugaran akibat gempa bumi
di Yogyakarta pada tanggal 10 Juni 1867 yang membawa dampak
terhadap elemen bangunan yang semula sebagai benteng pertahanan
mulai berubah ke elemen-elemen hunian. Parit sebagai sarana
pertahanan di sebelah utara sudah mulai dihilangkan dan kemudian
dibuat jalan tembus ke utara benteng untuk mengadakan akses sarana
dan prasarana pendukung benteng.
7) Tahun 1942-1945
Dalam periode ini, Jepang berhasil menguasai wilayah
Indonesia. Di Yogyakarta pusat kekuatan tentara Jepang disamping
35
ditempatkan di Kotabaru juga dipusatkan di Benteng Vredeburg.
Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah
Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam.
Disamping itu benteng Vredeburg juga digunakan sebagai
tempat penahanan bagi tawanan orang Belanda maupun Indo Belanda
yang ditangkap. Kaum politisi Indonesia juga berhasil ditangkap
karena mengadakan gerakan menentang Jepang. Guna mencukupi
kebutuhan senjata, tentara Jepang mendatangkan persenjataan dari
Semarang. Sebelum dibagikan ke pos-pos yang memerlukan, terlebih
dulu disimpan di Benteng Vredeburg. Gudang mesiu terletak di setiap
sudut benteng kecuali di sudut Timur Laut. Hal itu dengan
pertimbangan bahwa di kawasan tersebut keamanan lebih terjamin.
Penempatan gudang mesiu di setiap sudut benteng dimaksudkan untuk
mempermudah di saat terjadi perang secara mendadak.
Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari
tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, ketika proklamasi telah
berkumandang dan nasionalisasi bangunan-bangunan yang dikuasai
Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun secara de facto
dikuasai oleh Jepang tetapi secara yuridis formal status tanah tetap
milik kasultanan (V. Agus Sulistya 2011:35).
8) Pada masa kemerdekaan
Benteng Vredeburg pada masa kemerdekaan banyak mengalami
peralihan
fungsi.
Dibawah
Instansi
Militer
yang
kemudian
36
dipergunakan sebagai asrama dan markas pasukan yang tergabung
dalam pasukan dengan kode Staf “Q” dibawah Komandan Letnan
Muda I Radio, yang bertugas mengurusi perbekalan militer. Benteng
Vredeburg disamping difungsikan sebagai markas juga sebagai
gudang perbekalan termasuk senjata, mesiu dll. Pada tahun 1946 di
dalam kompleks Benteng Vredeburg didirikan Rumah Sakit Tentara
untuk melayani korban pertempuran.
Selanjutnya Benteng Vredeburg dipergunakan sebagai markas
tentara Belanda yang tergabung dalam Informatie Voor Geheimen
(IVG), yaitu dinas rahasia tentara Belanda. Disamping itu Benteng
Vredeburg juga difungsikan sebagai asrama prajurit Belanda dan juga
dipakai untuk menyimpan senjata berat seperti tank, panser dan
kendaraan militer lainnya.
Ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949, sebagai usaha
untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa RI bersama
dengan TNI masih ada, Benteng Vredeburg menjadi salah satu sasaran
di antara bangunan-bangunan lain yang dikuasai Belanda.
Pada tanggal 5 November 1984, bangunan bekas Benteng
Vredeburg akan difungsikan sebagai museum Perjuangan Nasional
yang pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. Dengan pertimbangan bahwa
bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut merupakan bangunan
bersejarah yang sangat besar artinya maka pada tahun 1981 bangunan
37
bekas Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai benda cagar budaya
berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981.
C. Museum Benteng Vredeburg
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan museum
khusus sejarah perjuangan nasional. Keberadaan Museum Benteng
Vredeburg merupakan predikat yang disandang oleh kota Yogyakarta
yaitu sebagai kota sejarah, kota wisata, dan kota pendidikan, (V. Agus
Sulistya 2011:2).
Museum Benteng Vredeburg terletak di ujung Selatan Jalan
Malioboro, di depan Gedung Agung salah satu dari tujuh istana
kepresidenan di Indonesia dan Istana Sultan Yogyakarta Hadiningrat atau
Kraton. Benteng Vredeburg ini memiliki denah berbentuk persegi dan
menghadap barat. Sebelum memasuki pintu gerbang utama terdapat
sebuah jembatan sebagai jalan penghubung utama arus keluar masuk
Benteng Vredeburg. Benteng ini dikelilingi oleh sebuah parit yang masih
bisa terlihat sampai sekarang. Benteng berbentuk persegi ini mempunyai
menara pantau di keempat sudutnya. Kubu atau bastion berada di keempat
sudut benteng. Keempat bastion itu diberi nama Jayawisesa (Barat Laut),
Jayapurusa (Timur Laut), Jayaprokosaningprang (Barat Daya), dan
Jayaprayitna (Tenggara). Pada bagian dalam benteng Vredeburg terdapat
bangunan yang disebut gedung Pengapit Utara dan Selatan. Bangunan ini
38
pada mulanya diperkirakan digunakan sebagai kantor administrasi
(Suharjo, 2011:32).
Koleksi Museum Benteng Yogyakarta menyajikan beberapa jenis
koleksi :
1). Bangunan-bangunan peninggalan Belanda, yang dipugar sesuai
bentuk aslinya,
2). Diorama-diorama yang menggambarkan perjuangan sebelum
Proklamasi Kemerdekaan sampai dengan masa Orde Baru,
3). Koleksi benda-benda bersejarah, foto-foto, dan lukisan tentang
perjuangan
nasional
dalam
merintis,
mencapai,
mempertahankan, serta mengisi kemerdekaan Indonesia.
D. Museum Benteng Vredeburg Sebagai Sumber belajar Sejarah
Pendidikan sejarah memiliki arti penting dalam pembangunan
bangsa. Dengan mempelajari sejarah berarti mampu melihat kekurangan
dan keberhasilan masa yang telah silam untuk dijadikan pelajaran di masa
mendatang. Nilai-nilai kesejarahan dapat berupa cadi, monumen, museum
dan lain sebagainya. Museum memberi manfaat edukatif, inovatif,
rekreatif, dan imajinatif kepada masyarakat pada umumnya dan kepada
siswa SMA pada khususnya.
Di dalam Museum Benteng Vredeburg terdapat berbagai koleksi
pameran diorama yang sangat bermanfaat dalam media pembelajaran atau
sebagai sumber belajar sejarah. Dalam menyampaikan materi sejarah
media pendidikan sangatlah penting, oleh karena itu pemanfaatan diorama
39
dalam museum akan menambah kajian sumber belajar sejarah di SMA.
Peserta didik akan lebih tertarik dalam mempelajari materi sejarah dengan
demikian tujuan pendidikan di SMA akan tercapai secara optimal.
Pemanfaatan koleksi maupun diorama museum harus sesuai
dengan standart kompetensi dan kompetensi dasar materi sejarah di SMA.
Pendidik harus dapat mengklasifikasikan pameran diorama-diorama untuk
kemudian disesuaikan dengan silabus dan kurikulum SMA yang
didalamnya
terdapat
Standar
kompetensi
dan
kompetensi
dasar.
Kurikulum pada tingkatan pertama sebagai serangkaian tujuan pendidikan
yang menggambarkan sebagai kemampuan pengetahuan dan ketrampilan,
nilai dan sikap yang harus dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik dari
suatu satuan jenjang pendidikan. Pada tingkatan kedua merupakan
kerangka materi yang memberikan gambaran tentang bidang-bidang
pelajaran yang perlu dipelajari para pelajar untuk menguasai serangkaian
kemampuan, nilai, dan sikap yang secara institusional harus dikuasai oleh
para pelajar setelah selesai dengan pendidikannya. Pada tingkatan ketiga
kurikulum diartikan sebagai garis besar materi dari suatu bidang pelajaran
yang telah dipilih untuk dijadikan objek belajar. Pada tingkatan keempat
adalah panduan dan buku pelajaran yang harus disusun untuk menunjang
terjadinya proses belajar mengajar (Soedijarto 1993:10).
Dalam menyampaikan materi yang berkaitan pemanfaatan diorama
museum, pendidik harus bisa memilah-milah dan menyesuaikan diorama
sebagai sumber belajar dengan kurikulum yang ada. Hal ini bertujuan
40
untuk membentuk kesinambungan antara diorama yang ditentukan dengan
materi pelajaran. Penyajian diorama didalam museum akan memberikan
manfaat edukatif bagi pendidikan, yaitu sebagai sumber belajar sejarah
dan sebagai media pembelajaran dengan tujuan mengkomunikasikan
sejarah yang ada. Hal ini akan terlihat lebih jelas dan mudah dipahami
dalam mempelajari sejarah.
Museum Benteng Vredeburg menyajikan koleksi-koleksi museum
dalam bentuk pameran untuk mengkomunikasikan koleksi museum. Baik
tata pameran tetap maupun tata pameran temporer yang mengangkat tematema tertentu yang kadang hanya terkait dengan suatu peristiwa tertentu.
Tata pameran di Museum Benteng Vredeburg secara garis besar
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu tata pemeran luar gedung dan tata
pemeran di dalam gedung. Tata pameran di luar gedung adalah gedunggedung Benteng Vredeburg yang berdiri sedemikian rupa sehingga
menjadi satu bentuk tata bangunan yang kompleks sebagai bangunan
peninggalan masa kolonial Belanda di Yogyakarta. Sedangkan tata
pameran di dalam gedung adalah tata pameran yang disajikan di dalam
gedung (Djamal Marsudi, 1985:26).
Museum
Benteng
Vredeburg
mengalami
pemugaran
yang
membawa dampak bagi kualitas museum itu sendiri. Pemugaran pertama
kali pada tanggal 16 April 1985 untuk dijadikan Museum Perjuangan.
Pemugaran pada bangunan museum dilakukan beberapa kali hingga pada
tanggal 23 November 1992 Benteng Vredeburg resmi menjadi Museum
41
Perjuangan Nasional. Pemugaran selanjutnya dilakukan pada tahun 2011,
yaitu berupa revitalisasi ruangan yang menyajikan tampilan lebih modern
dan berteknologi. Penambahan koleksi berupa tampilan perangkat LCD
frame digital dan LED Touch Screen, pembuatan panel dan elemenelemen baru berupa photospot. Dengan adanya penambahan koleksi
museum akan menambah minat dan kunjungan para pelajar serta pendidik
dan bagi khalayak umum. Revitalisasi museum yang kearah modern ini
akan membawa nilai tambah bagi masyarakat dan pendidikan khususnya,
yaitu sebagai media informasi, media edukasi dan rekreasi. Hal ini akan
menambahkan minat dan wawasan bagi peserta didik.
E. Koleksi Museum Benteng Vredeburg dan Kaitannya Dengan Materi
Sejarah SMA
Berikut adalah koleksi pameran diorama yang sesuai dengan
Standart kompetensi di SMA.
1. Ruang Pameran Diorama I.
Diorama ini sesuai dengan Standar Kompetensi : menganalisis
perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai
dengan pendudukan Jepang. Kompetensi Dasar : Menganalisis hubungan
antara perkembangan paham-paham baru dan transformasi sosial dengan
kesadaran dan pergerakan kebangsaan. Untuk kelas XI program Ilmu
Pengetahuan Sosial, semester 2 adalah sebagai berikut:
42
a. Kongres Budi Utomo di Yogyakarta
Lokasi
:
Ruang makan Kweekschool Yogyakarta (SMU 11,
Jl. AM. Sangaji Yogyakarta).
Waktu
:
3 s.d. 5 Oktober 1908.
Adegan
:
Sutomo sedang menyampaikan gagasannya di
konggres 1 Boedi Oetomo di Gedung Kweekschool
Yogyakarta yang dipimpin oleh Dr. Wahidin
Soedirohoesodo.
Uraian singkat
:
Boedi Oetomo merupakan organisasi pergerakan nasional
Indonesia modern pertama kali berdiri. Organisasi tersebut lahir pada
tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta. Pada tanggal 8 Agustus 1908
diadakan pertemuan guna membicarakan Kongres pertama Boedi
Oetomo. Dalam pertemuaan tersebut telah disepakati bahwa kongres
akan diadakan di kota Yogyakarta. Kongres dibuka dengan resmi pada
tanggal 3 Oktober 1908 dan berlangsung hingga tanggal 5 Oktober
1908 bertempat di Gendung Kweekschool, Jetis Yogyakarta. Kongres
dihadiri 400 peserta.
Hasil dari kongres tersebut antara lain :
1) Tujuan dari perkumpulan ialah mengusahakan kemajuan
yang selaras untuk negeri dan bangsa, terutama memajukan
pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik,
industri dan kebudayaan.
43
2) Menetapkan ketua pengurus besar yang pertama yaitu RTA
Tirto Koesoemo (Bupati Karang Anyar) dan wakilnya Dr.
Wahidin Soedirohoesodo.
b. Lahirnya Organisasi Muhammadiyah
Lokasi
:
Kauman, Gondomanan Yogyakarta.
Waktu
:
18 November 1912.
Adegan
:
Kyai Haji Ahmad Dahlan sedang menyampaikan
gagasannya dalam pertemuan saat
berdirinya
organisasi
diputuskan
Muhammadiyah
di
Yogyakarta.
Uraian singkat:
Pada tanggal 18 November 1912. Kyai Haji Ahmad Dahlan
sedang menyampaikan gagasannya dalam pertemuan saat diputuskan
berdirinya Organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta. K.H. Ahmad
Dahlan berupaya untuk mengadakan usaha Tajdid (reformasi), yaitu
pembaharuan pengalaman kehidupan Islam di Indonesia, yang
dikembalikan kepada kemurnian sumber aslinya (Al Quran dan AsSunnah). Gagasan ini kemudian didukung oleh para ulama antara lain
KH. Muhammad, KH. R. Jaelani, KH. Anies dan KH. R. Fekih.
Sebagai ketua adalah KH. Ahmad Dahlan dan sekertarisnya KH.
Abdullah Siraj. Organisasi ini bertumpu pada cita-cita agama.
Sebagian aliran modernis Islam, organisasi ini ingin memperbaiki
agama dan umat Islam Indonesia.
44
c. Berdirinya Taman Siswa
Lokasi
:
Jl. Tanjung No.23 (sekarang Jl. Gadjah Mada No.32)
Yogyakarta.
Waktu
:
Tanggal 3 Juli 1922
Adegan
:
Ki
Hadjar
Dewantara
sedang
menyampaikan
gagasannya pada saat dicetuskannya berdirinya
National Onderwijs Instituut Tamansiswa.
Uraian singkat:
Taman Siswa berlokasi di Jl. Tanjung No. 32 (sekarang Jl.
Gajah Mada No.32) Yogyakarta. Pada tanggal 3 Juli 1922. Ki Hadjar
Dewantara sedang menyampaikan gagasannya pada saat dicetuskan
berdirinya
National
Onderwijs
Instituut
Tamansiswa.
Sistem
pendidikan yang ada didalamnya menganut sistem Among, yang
mendasarkan pada Kemerdekaan dan Kodrat Alam. Berbeda dengan
BU, Tamansiswa (TS) yang lahir 14 tahun kemudian merupakan
organisasi yang bertujuan mengembangkan edukasi dan cultural.
d. Kongres Perempuan Indonesia I
Lokasi
:
Dalem Joyodipuran, Jl. Kintelan 139 (sekarang Jl.
Brigjen Katamso 23 Yogyakarta)
Waktu
:
Tanggal 22 s.d. 25 Desember 1928
Adegan
:
Pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I di
Yogyakarta dipimpin oleh Ny. Soekonto.
45
Uraian singkat:
Kongres Perempuan Indonesia I ini diprakasai oleh Ny.
Soekonto (dari wanita Utomo), Ny. Hadjar Dewantoro (dari wanita
Taman Siswa) dan Ny. Sujatin (dari Putri Indonesia) dan didukung
oleh tujuh organisassi wanita, antara lain : Wanita Utomo, Wanita
Taman Siswa, Putri Indonesia, Wanita Katholik, Jong Java bagian
gadis-gadis, Aisyah dan Jong Islamieted Bond Dames Afdeling
(JIBDA). Setelah diadakannya kongres yang berlangsung pada tanggal
22 s.d. 25 Desember 1928, kongres berhasil memutuskan :
1) Mendirikan badan federasi bersama Perserikatan Perkumpulan
Perempuan Indonesia (PPPI).
2) Menerbitkan surat kabar, yang redaksinya dipercayakan kepada
pengurus PPPI.
3) Mendirikan Studie Fonds yang akan menolong gadis-gadis yang
tidak mampu.
4) Memperkuat pendidikan kepanduan putri.
5) Mencegah perkawinan anak-anak.
Mengirimkan mosi kepada pemerintah (Hindia Belanda) agar
secepatnya diadakan fonds bagi janda dan anak-anak, Tunjangan
kepada pensiun jangan dicabut, sekolah-sekolah putri diperbanyak.
e. Kongres Jong Java di Yogyakarta
Lokasi
:
Dalem Joyodipuran, Jl. Kintelan 139 (sekarang Jl.
Brigjen Katamso 23 Yogyakarta).
46
Waktu
:
Tanggal 25 s.d. 31 Desember 1928.
Adegan
:
Pelaksanaan
Kongres
Jong
Java
di
Dalem
Joyodipuran Yogyakarta.
Uraian singkat:
Kongres Jong Java berlokasi di dalem Joyodipuran, Jl. Kintelan
139 (sekarang Jl. Brigjen Katamso 23 Yogyakarta). Pada tanggal 25
sampai dengan 31 Desember 1928. Dimana pelaksanaan kongres Jong
Java ke XI di dalem Joyodipuran Yogyakarta. Kongres ini sangat
penting karena memutuskan Jong Java bersedia mengadakan fusi
dengan Organisasi lain. Dalam kongres ke XII di Semarang tanggal
23-29 Desember 1929 Jong Java mengadakan fusi dengan organisasi
lain dan melebur ke dalam Indonesia Muda.
Diorama yang ini sesuai dengan Standar kompetensi : menganalisis
perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh barat sampai
dengan pendudukan Jepang. Kompetensi dasar : Menganalisis proses
interaksi Indonesia-Jepangdan dampak pendudukan militer Jepang terhadap
kehidupan masyarakat di Indonesia. Untuk kelas XI program Ilmu
Pengetahuan Sosial, semester 2 adalah :
f. Masuknya Jepang Di Yogyakarta
Lokasi
:
Perempatan Tugu, Jetis, Yogyakarta.
Waktu
:
6 Maret 1942.
Adegan
:
Pasukan Jepang memasuki kota Yogyakarta dari
arah Timur (Jl. Solo).
47
Uraian singkat:
Jepang mulai memasuki Yogyakarta dari jalan Solo menuju
Jl.Malioboro. Guna menarik simpati rakyat Yogyakarta para serdadu
Jepang menyerukan “Nippon Indonesia”, mengumandangkan lagu
Indonesia Raya. Secara demonstratif membawa gambar Ratu Belanda
dan kemudian ditusuk-tusuk dengan bayonet. Lagu Indonesia Raya
diperbolehkan berkumandang, bahkan Merah Putihpun bebas berkibar.
Hal itu tidak lain hanya untuk menarik simpati rakyat agar tidak
menyusahkan usahanya dalam melumpuhkan Belanda di Indonesia.
g. Latihan militer PETA/ HEIHO/ Anak-anak sekolah/ Seinendan/
Keibodan.
Lokasi
:
Lapangan Bumijo, Jl. Tentara Pelajar (depan
Gedung SMU 17 I).
Waktu
:
Tahun 1942-1945.
Adegan
:
Pelaksanaan latihan kemiliteran bagi anak-anak
sekolah dan pemuda pada masa pendudukan Jepang
di lapangan Bumijo.
Uraian singkat:
Sejak tanggal 8 Maret 1942 melalui perjanjian Kalijati, Jepang
resmi berkuasa di Indonesia. Dengan sistem militer yang telah
dilaksanakan oleh tentara Jepang, sehingga di segala bidang diterapkan
sistem miiter. Jepang membentuk sistem organisasi kemiliteran yang
antara lain Seinendan, Keibodan, Heiho dan untuk melatih para perwira
48
di kalangan bangsa Indonesia dibentuklah PETA. Ketika Jepang mulai
terdesak
dalam
perang
Pasifik,
Jepang
memperkuat
latihan
kemiliterannya sehingga memerlukan dukungan rakyat. Para pelajar dan
anak-anak pun turut serta untuk diikutsertakan dalam latihan kemiliteran.
2. Ruang Pameran Diorama II
Diorama ini sesuai dengan Standar Kompetensi : Menganalisis
perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde
Baru. Kompetensi Dasar : menganalisis peristiwa sekitar proklamasi 17
Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia. Untuk kelas
XII progam Ilmu Pengetahuan Sosial, semester I adalah sebagai berikut :
a. Sri Sultan Hamengku Buwono IX memimpin rapat dalam rangka
dukungan terhadap Proklamasi.
Lokasi
:
Gedung Wilis, Kepatihan, Yogyakarta.
Waktu
:
19 Agustus 1945.
Adegan
:
Sri Sultan Hamengku Buwono IX sedang
memimpin rapat yang dihadiri oleh para
pemimpin berbagai kelompok pemuda di
kepatihan Yogyakarta.
Uraian singkat:
Rapat untuk mendukung Proklamasi dihadiri oleh para
pemimpin kelompok pemuda dari golongan agama, nasionalis,
kepanduan dan keturunan Cina yang berjumlah kurang lebih 100
orang di Keptaihan Yogyakarta.
49
b. Penurunan bendera Hinomaru dan pengibaran bendera Merah Putih di
gedung Cokan Kantai (Gedung Agung).
Lokasi
:
Gedung Agung Jl. Ahmad Yani Yogyakarta.
Waktu
:
21 September 1945.
Adegan
:
Para pemuda antara lain Slamet, Sutan Ilyas,
Supardi, Rusli dan seorang pemudi Siti
Ngasiyah
sedang
mengganti
bendera
Hinomaru dengan bendera Merah Putih di
atap Gedung Cokan Kantai (Gedung Agung,
sekarang).
Uraian singkat:
Peristiwa itu terjadai pada tanggal 21 September 1945 setelah
berita Proklamasi sampai ke Yogyakarta. Pada waktu itu para pemuda
antar lain Slamet, Sutan Ilyas, Supardi, Rusli dan Siti Ngaisyah
mengganti bendera Hinomaru dengan bendera merah putih di atap
Gedung Cokan Kantai. Peristiwa besar ini kemudian dikenal dengan
Insiden Bendera Cokan Kantai.
c. Pertempuran Kotabaru
Lokasi
:
Kotabaru, Yogyakarta dan sekitarnya.
Waktu
:
7 Oktober 1945.
Adegan
:
Rakyat sebagian besar pemuda pelajar dan
BKR mengadakan kontak senjata dengan
50
temtara
Jepang
di
Kotabaru
(markas
Batalyon Kido, atau Kido Butai).
Uraian singkat:
Para pemuda dan pejuang mengadakan penyerangan terhadap
Jepang di Kotabaru. Hal ini terjadi karena Jepang tidak mau
menyerahkan senjata-senjatanya kepada pihak pejuang Indonesia.
Moh. Saleh dan RP. Sudarsono berhasil masuk dalam tangsi Jepang
dan menemui Mayor Otzuka. Kedua pimpinan itu mendesak kepada
Mayor Otzuka untuk menyerahkan senjata-senjatanya. Kemudian
Mayor Otzuka menyerahkan senjata Jepang tetapi hanya kepada
Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengku
Buwono IX.
d. Peristiwa perebutan senjata dari tentara Jepang Oleh Polisi Istimewa,
pemuda dan masa rakyat.
Lokasi
:
Gayam, Yogyakarta.
Waktu
:
23 September 1945.
Adegan
:
Polisi Istimewa dibawah pimpinan Oni
Sastroadmodjo dan masa rakyat melucuti
senjata Jepang di Gayam.
Uraian singkat :
Pada tanggal 23 September 1945, tentara Jepang secara diamdiam berhasil melucuti senjata kesatuan Polisi Istimewa di Gayam.
Selaku komandan kompi Istimewa, Oni Sastroadmodjo segera
51
melaporkan kejadian ini kepada komisaris polisi RP. Sudarsono. Oleh
karena itu segera dilakukan perundingan dengan pimpinan Jepang
namun perundingan tersebut gagal. Masa rakyat dan polisi mengepung
markas dan gudang senjata Jepang di Gayam. Akhirnya senjatasenjata itu dapat direbut kembali.
e. Pengangkutan Eks tahanan warga negara Belanda dan Eks tentara
Jepang.
Lokasi
:
Stasiun Tugu Yogyakarta.
Waktu
:
28 April 1946.
Adegan
:
Bekas tawanan Belanda dan Jepang diangkut
dengan
kereta
api
dari
stasiun
Tugu
Yogyakarta menuju Jakarta.
Uraian singkat:
Pada tanggal 29 September 1945 mulai didaratkan Allied
Forces for Netherlands East Indies (AFNEI) di Jakarta. bertujuan
untuk melucuti dan mengembalikan tentara Jepang ke daerah asalnya,
mengevakuasi Allied Prisoneer War and Interneer (APWI), yaitu
tawanan Jepang dan Belanda, mengambil alih daerah dudukan Jepang,
dan menjaga keamanan dan ketertiban sehingga pemerintahan sipil
berfungsi kembali. Pada tanggal 28 April 1946 dari Yogyakarta
diberangkatkan kurang lebih 550 orang tawanan Belanda dan Jepang
dengan menggunakan kereta api istimewa dari stasiun Tugu menuju
52
setasiun Manggarai Jakarta. Tugas pengawalan ini dilakukan oleh
Kompi Widodo.
f. Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Lokasi
:
Markas Besar Umum Tentara Keamanan
Rakyat
(TKR)
Yogyakarta,
(sekarang
Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama)
Jl. Jendral Soedirman Yogyakarta.
Waktu
:
5 Oktober 1945.
Adegan
:
Panglima Besar Soedirman memberi amanat
setelah
acara
konferensi
TKR
yang
memutuskan beliau sebagai Panglima Besar.
Uraian singkat :
Pada tanggal 5 Oktober 1945, dikeluarkan Maklumat yang
berbunyi “Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka
diadakanlah satu Tentara Keamanan Rakyat (TKR).” Dalam sidang
tanggal 15 Oktober 1945 di Jakarta, kabinet memutuskan bahwa
Markas Besar Umum (MBU) TKR berkedudukan di Yogyakarta.
Tanggal 12 Novenber 1945 diadakan konferensi TKR yang dihadiri
oleh para panglima dan komandan divisi se Jawa dan Sumatra di
MBU TKR. Hasil Konferensi antara lain memutuskan mengangkat
Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar.
53
g. Kongres pemuda di Yogyakarta.
Lokasi
:
Alun-Alun Utara Yogyakarta dan Balai
Mataram Yogyakarta.
Waktu
:
10 s.d. 11 November 1945.
Adegan
:
Presiden Soekarno menuju mimbar tempat
diadakannya rapat raksasa dalam acara
Kongres Pemuda Indonesia di Yogyakarta.
Uraian singkat :
Kongres pemuda dipimpin oleh Chaerul Saleh dan dihadiri oleh
332 utusan dari 30 organisasi pemuda di Indonesia. Dalam kongres itu
pula dihadiri oleh Presiden Soekarno, Moh Hatta, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, dan Sri Paku Alam VIII sebagai pemberi
amanat bagi kongres tersebut. Hasil dari kongres tersebut adalah
diadakan penggabungan semua gerakan pemuda dalam satu badan
yang dinamakan Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia
(BKPRI).
h. Pemerintahan Republik Indonesia hijrah ke Yogyakarta.
Lokasi
:
Stasiun Tugu Yogyakarta
Waktu
:
4 Januari 1946
Adegan
:
Presiden Soekarno dan para pembesar negara
yang lain tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta
ketika hijrah dari Jakarta.
54
Uraian singkat :
Tanggal 4 Januari 1946, Presiden Soekarno, Drs. Moh. Hatta
dan para pemimpin negara lainnya hijrah ke Yogyakarta dengan
menggunakan Kereta Api. Hal itu bertujuan untuk mempermudah
apabila sewaktu-waktu terjadi perundingan dengan Belanda. Sejak
saat itu pula Yogyakarta menjadi ibukota RI.
i. Pelantikan Jendral Soedirman sebagai panglima besar TNI.
Lokasi
:
Gedung Kepresidenan Yogyakarta (Gedung
Agung).
Waktu
:
28 Juni 1947.
Adegan
:
Jenderal
Apanglima
Soekarno,
Soedirman
Besar
yang
dilantik
TNI
juga
sebagai
oleh
Presiden
disertai
dengan
pelantikan pucuk pimpinan TNI yang lain.
Uraian singkat :
Pada tanggal 12 November 1945 diadakan konferensi TKR di
Yogyakarta yang dihadiri komandan divisi di Jawa dan Sumatra. Hasil
konferensi bahwa Kolonel Soedirman terpilih sebagai panglima besar
TKR dan Oerip Soemohardjo tetap sebagai kepala staf umum.
Kemudian tanggal 3 Juni 1947 Tentara Nasinal Indonesia (TNI)
disahkan. Setelah dengan resmi TNI berdiri maka pada tanggal 28
Juni 1947 di istana Presiden Yogyakarta (Gedung Agung) Jenderal
55
Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar Tentara Nasional
Indonesia.
3. Ruang Pameran Diorama III
Diorama dengan Standar Kompetensi : Menganalisis perjuangan bangsa
Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru. Kompetensi Dasar :
menganalisis perkembangan politik dan ekonomi pada masa awal
kemerdekaan sampai tahun 1950. Untuk kelas XII program Ilmu Pengetahuan
Sosial, semester I adalah sebagai berikut :
a.
Agresi Militer Belanda II.
Lokasi
:
Jl. Solo Yogyakarta.
Waktu
:
19 Desember 1948.
Adegan
:
Pasukan
lapangan
Belanda
setelah
Maguwo
berhasil
(Sekarang
menguasai
Adisucipto)
mengadakan sapu bersih terhadap apa yang ditemui
di sepanjang jalan menuju kota Yogyakarta.
Uraian singkat :
Pada tanggal 19 Desember 1948 Angkatan Perang Belanda
menyerang kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo. Melancarlah
Agresi Militer II. Hal ini memaksa Panglima Besar Sudirman memimpin
gerilya ke luar kota melawan pasukan pendudukan dan mengeluarkan
Perintah Kilat No. 1/PB/D/1948. Rakyat dengan semangat yang
ditiupkan dari Sultan Hamengkubuwana IX dan Panglima Besar
Sudirman, kemudian banyak melancarkan aksi perlawanan terhadap
56
Belanda. Namun tentara Belanda berhasil menguasai seluruh kota
Yogyakarta. sedangkan Presiden Soekarno, wakil presiden Moh. Hatta,
H.Agus S., KSAU Suryadi Suryadarma ditawan Belanda.
b. Perlawanan Gerilyawan TNI di Yogyakarta selatan.
Lokasi
:
Dusun Mrisi, Kasihan, Bantul.
Waktu
:
19 Februari 1949.
Adegan
:
Penghadangan patroli Belanda di Dusun Mrisi oleh
Batalyon Sardjono.
Uraian singkat :
Perlawanan gerilya rakyat yang bersifat semesta dari seluruh
lapisan rakyat pada permulaan tahun 1949 menyebabkan Belanda kalang
kabut, sehingga Belanda melakukan tindakan-tindakan sedikit anarkhis
dengan dalih mencari gerilyawan. Nasionalisme rakyat Yogyakarta
terlihat pada kesatuan mereka untuk mempertahankan wilayah dari
bayang-bayang Belanda. Seperti yang terjadi di Dusun Mrisi, Yogyakarta
bagian selatan penghadangan patroli Belanda oleh Batalyon Sadjono
sebagai aksi perlawanan Gerilyawan.
c. Serangan Umum 1 Maret 1949
Lokasi
:
Stasiun Tugu Yogyakarta, Hotel Tugu (bekas Bank
Jakarta).
Waktu
:
1 Maret 1949.
57
Adegan
:
Pasukan gerilyawan TNI serta para pejuang lainnya
mengadakan serangan terhadap Hotel Tugu dalam
aksi Serangan mum 1 Maret 1949.
Uraian singkat :
Akibat adanya Agresi Militer Belanda (AMB) yang kedua, para
gerilyawan TNI dan para pejuang lainnya mengadakan serangan umum
yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan Umum ini
memiliki tujuan, antara lain :
1) Tujuan Politik, yaitu untuk mendukung perjuangan perwakilan RI
di Dewan Keamanan PBB, melawan kampanya Belanda yang
menyatakan bahwa Aksi Polisionilnya di Indonesia telah berhasil,
karena TNI sudah dihancurkan dan Yogyakarta sudah kembali
normal.
2) Tujuan Psikologis, yaitu untuk mengobarkan semangat juang
rakyat dan TNI.
3) Tujuan militer,
yaitu
untuk
membuktikan kepada dunia
Internasional bahwa TNI masih tetap utuh, selain itu untuk
membuktikan bahwa keberadaan Belanda di Yogyakarta adalah
tidak sah, dan berpengaruh terhadap tekad kesetiaan TNI.
d. Pasukan Gerilya masuk kota Yogyakarta.
Lokasi
:
Kampung Pengok, Gondokusuman, Yogyakarta.
Waktu
:
Juni 1949.
58
Adegan
:
Pasukan gerilyawan TNI (MA pimpinan Letnan
Wiyogo Admodarminto) masuk kota dari arah
Timur melalui kampung Pengok, Gondokusuman
Yogyakarta dijemput Sri Paku Alam VII. Tampak
Kolonel GPH. Djati Koesoemo dan Mayor Kasno.
Uraian singkat :
Pasukan MA yang dipimpin oleh Letnan Wiyogo Atmodarminto
masuk kota pada tahap III. sebelumnya mereka menyiapkan diri di
Gejayan. Kemudian di Gejayan dijemput oleh Sri Paku Alam VIII.
Pasukan mulai masuk kota didampingi oleh Sri Paku Alam VIII dengan
rute Pelem kecut–Demangan–Pengok dan kemudian menempatkan pos
komandonya untuk sementara di Rumah Sakit Pusat dan dilanjutkan
dengan upacara pengibaran bendera Merah Putih di halaman Rumah
Sakit.
e. Konferensi inter Indonesia
Lokasi
:
Hotel Tugu (bekas Bank Jakarta) Jl. Pangeran
Mangkubumi.
Waktu
:
19-22 Juli 1949.
Adegan
:
Drs. Mohammad Hatta sedang memimpin sidang
Konferensi Indonesia yang pertama di Hotel Tugu
Yogyakarta.
59
Uraian singkat :
Prinsip-prinsip
dari
hasil
persetujuan
Roem
Royen
yang
ditandatangani tanggal 7 Mei 1949, menyebutkan antara lain RI akan
turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag dengan
maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan dengan tidak
bersyarat. Oleh karena itu sebelum KMB dilaksanakan diperlukan
pendekatan antara RI dengan Bijeenkomst Voor Federal Overleg (BFO)
terutama dalam pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Untuk
itu diadakan Konferensi Inter Indonesia (KII) yang pertama pada tanggal
19-22 Juli 1949.
KII yang pertama ini membicarakan tentang pembentukan RIS
terutama tentang susunan dan hak-hak negara bagian atau otonom,
bentuk kerjasama RIS dengan Belanda dalam perserikatan Uni, dan
masalah kewajiban RIS dan Belanda akibat penyerahan kekuasaan.
f. Pelantikan Presiden Republik Indonesia Serikat.
Lokasi
:
Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil, Kraton
Kasultanan Yogyakarta.
Waktu
:
17 Desember 1949.
Adegan
:
Pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik
Indonesia Serikat (RIS) oleh ketua Mahkamah
Agung Mr. Kusuma Admaja.
60
Uraian singkat :
Pada tanggal 15-16 Desember 1949, sesudah hasil Konferensi
Meja Bundar (KMB) diterima
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia segera diadakan sidang pemilihan Presiden RIS. Pada tanggal
17 Desember 1949 bertempat di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil,
Kraton Ksultanan Yogyakarta, Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik
Indonesia Serikat (RIS) oleh ketua Mahkamah Agung Mr. Kusuma
Admaja dengan disaksikan para tamu undangan yang hadir.
g. Pemerintah Republik Indonesia Serikat pindah ke Jakarta.
Lokasi
:
Lapangan terbang Maguwo (sekarang Adisucipto)
Yogyakarta.
Waktu
:
28 Desember 1949
Adegan
:
Presiden Soekarno menginspeksi pasukan menjelang
keberangkatannya ke Jakarta untuk memangku
jabatannya yang baru sebagai Presiden RIS.
Uraian singkat :
Sebagai Presiden RIS maka Ir. Soekarno harus kembali ke Jakarta
untuk melaksanakan tugasnya. Maka keesokan harinya tanggal 28
Desember 1949, dari lapangan terbang Maguwo. Presiden Soekarno
berangkat menuju Jakarta. Sebelumnya berkenan pula menginpeksi
pasukan yang mengantarkan keberangkatannya ke Jakarta. Menjelang
keberangkatannya ke Jakarta, beliau berkenan menuliskan kesannya atas
kota Yogyakarta yang berbunyi sebagai berikut:
61
“Yogyakarta menjadi termashur oleh karena jiwa kemerdekaannya.
Hidupkanlah terus jiwa kemerdekaan itu.”
Soekarno
28 Desember 1949
4. Ruang Pameran Diorama IV
Diorama ini sesuai dengan Standar kompetensi : Menganalisis
perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru.
Kompetensi dasar : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama
dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain : PKI Madiun 1948,
DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30 S/PKI 1965). Untuk kelas
XII program Ilmu Pengetahuan Sosial, semester I adalah sebagai berikut :
a. Konferensi Rencana Colombo tahun 1959.
Lokasi
:
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Waktu
:
26 Oktober s.d. 14 November 1959.
Adegan :
Presiden Soekarno membuka Konferensi tingkat
Menteri pada tanggal 11 November 1959, dalam
rangkaian Konferensi Rencana Colombo XI.
Uraian singkat :
Konferensi Rencana Colombo 1959 dilaksanakan di Indonesia.
Yogyakarta dipilih sebagai kota yang nantinya ditunjuk dalam
penyelenggaraan Konferensi Rencana Colombo. Hal ini berdasarkan
pertimbangan bahwa Yogyakarta sampai saat itu telah dua kali
62
menyelanggarakan konferensi Internasional. Konferensi Rencana
Colombo XI di Yogyakarta diikuti kurang lebih 150 orang delegasi
dari 21 negara.
b. Tri Komando Rakyat.
Lokasi
:
Alun-alun Utara, Yogyakarta.
Waktu
:
19 Desember 1961.
Adegan :
Presiden Soekarno berpidato dan mencetuskan Tri
Komando
Rakyat
(TRIKORA)
dalam
rangka
pembebasan Irian Barat dari kekuasaan Belanda.
Uraian singkat :
Dalam sidang Dewan Pertahanan Nasional (Depertan) tanggal
14 Desember 1961 diputuskan untuk membentuk Komando Tertinggi
Pembebasan Irian Barat. Untuk lebih meningkatkan perjuangan,
Depertan merumuskan Tri Komando rakyat (TRIKORA). Trikora
dicetuskan oleh Presiden Soekarno di Yogyakarta pada tanggal 19
Desember 1961. Isi dari Trikora tersebut ialah :
1)
Gagalkan pembentukan negara boneka Papua bikinan Belanda
kolonial.
2)
Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
3)
Bersiaplah untuk mobilisasi umum.
c. Peristiwa G30 S/PKI di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi
:
Kentungan, Yogyakarta.
Waktu
:
Oktober 1965.
63
Adegan :
Penggalian jenazah Pahlawan Revolusi Brigjen
Katamso dan Kolonel Sugiyono di kompleks
Batalyon I, Kentungan.
Uraian singkat :
Tanggal 1 Oktober 1965 Yogyakarta telah dikuasai oleh
pemberontak. Markas Korem 072 diduduki oleh pemberontak dan
Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono diculik oleh pemberontak
dan dibunuh di kompleks Batalyon L Kentungan. Setelah dilakukan
penyelidikan lokasi penguburan Jenazah kedua Perwira TNI AD,
pada tanggal 20 Oktober 1965 baru dimulai penggalian Jenazah.
Setelah terbukti jenazah masih ditemukan maka ditimbun kembali.
Kemudian untuk penggalian dan pengangkatan jenazah dilakukan
pada tanggal 21 Oktober 1965. Untuk mengenang peristiwa tersebut
maka dilokasi terjadinya pembunuhan dibangun sebuah monumen
dengan nama Monumen Pahlawan Pancasila.
d. Penumpasan G 30 S/PKI serta rapat kebulatan tekat di Alun-alun Utara
Yogyakarta.
Lokasi :
Alun-alun Utara Yogyakarta.
Waktu
20 Oktober 1965.
:
Adegan :
Kolonel Widodo sedang menyampaikan amanatnya
dalam rapat kebualatan tekad mengutuk PKI di
Alun-alun Utara Yogyakarta.
64
Uraian singkat :
Pemberontakan yang dilakukan PKI dengan G 30 S/PKI nya di
Jakarta berhasil ditumpas oleh pasukan Angkatan Darat dan kesatuan
lainnya. Setelah Jakarta maka sasaran selanjutnya dalam operasi
penumpasan G 30 S/PKI adalah di Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Guna menyambut kedatangan pasukan
tersebut maka partai-partai Islam dan organisasi-organisasi Islam
segera mempersiapkan diri, yaitu dengan mempersiapkan rapat akbar
umat Islam untuk mengganyang G 30 S/PKI.
Hasil
dari
rapat
tersebut
adalah
rapat
akbar
akan
diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 1965. Dalam rapat tersebut
akan dicetuskan kebulatan tekad yang menyatakan mengutuk G 30
S/PKI dan Dewan Revolusi.
4. Koleksi Museum
Beberapa koleksi museum yang sesuai dengan Standar kompetensi :
Menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh
Barat sampai dengan pendudukan Jepang. Kompetensi dasar : Menganalisis
perkembangan pengaruh Barat dan perubahan ekonomi, demografi, dan
kehidupan sosial budaya masyarakat di indonesia pada masa kolonial. Untuk
kelas XI program Ilmu Pengetahuan Sosial, semester 2 adalah berupa koleksi
mata uang peninggalan pada masa kependudukan Belanda dan Jepang. Selain
itu berupa koleksi lukisan-lukisan masa perjuangan Bangsa Indonesia
melawan penjajah.
65
Download