perbedaan kecenderungan narsistik antara laki-laki

advertisement
1
PERBEDAAN KECENDERUNGAN NARSISTIK ANTARA LAKI-LAKI
DAN PEREMPUAN PENGGUNA JEJARING SOSIAL INSTAGRAM
Ulya Rahmanita
[email protected]
Sumi Lestari
Afia Fitriani
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya
ABSTRACT
This research aims to find the difference of narcissistic tendency between men and women as
Instagram social network‟s users. The population in this research were instagram social
network‟s users in X university, consist of 60 men and 60 women as the samples, chosen by
purposive sampling technique. The sample characteristics are college students, age 18-24
years old, have personal instagram account and instagram active users. The research‟s data
were obtained by using narcissistic tendency scale. Independent sample t-test is the technique
of analyzing the data in this research. The research‟s result shows that there is no difference
in narcissistic tendency between men and women as instagram social network‟s users (the
significance score is 0,538 > 0,05).
Key words: Narcissistic Tendency, Social Network, Instagram, Sex.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan kecenderungan narsistik antara laki-laki
dan perempuan pengguna jejaring sosial instagram. Populasi dalam penelitian ini adalah
pengguna jejaring sosial instagram di universitas X, dengan sampel 60 orang laki-laki dan 60
orang perempuan. Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa, berumur 1824 tahun, memiliki akun instagram pribadi dan aktif mengakses akun instagramnya. Teknik
sampling menggunakan purposive sample. Data penelitian diperoleh menggunakan skala
kecenderungan narsistik. Analisis data menggunakan teknik independent sampel t-test. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kecenderungan narsistik antara lakilaki dan perempuan pengguna jejaring sosial instagram (nilai signifikansi 0,538 > 0,05).
Kata kunci: Kecenderungan Narsistik, Jejaring sosial, Instagram, Jenis Kelamin.
2
LATAR BELAKANG
Internet merupakan „dunia baru‟ yang penuh pesona. Sejak diciptakan pada kisaran
tahun 1970-an, internet terus memikat untuk dieksplorasi, digali, serta dikembangkan oleh
para ahli dan pemerhati teknologi. Dengan internet, seseorang dapat saling berjumpa dan
bertegur sapa, berdagang dan berbelanja, sekolah dan berwisata ke berbagai belahan bumi
hanya melalui komputer pribadinya (Oetomo, dkk, 2007). Begitu pula dengan banyaknya
aplikasi dan fasilitas diberikan internet yang semakin memanjakan penggunanya. Mediamedia sosial yang dapat membentuk pola hubungan sosial baru di masyarakat juga menjadi
salah satu keuntungan internet, termasuk di Indonesia.
Salah satu fasilitas yang semakin diminati oleh para pengguna internet adalah social
networking atau jejaring sosial. Facebook, twitter, path, tumblr, blogger, my space, friendster
dan instagram adalah beberapa contoh dari banyaknya jejaring sosial yang jumlah
penggunanya terus bertambah tiap bulannya. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa jejaring
sosial di internet makin diminati dan sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat di
dunia maupun di Indonesia.yang sangat diminati oleh pengguna internet. Para pengguna
internet, khususnya para remaja, pada akhirnya hanya menggunakan internet untuk keperluan
jejaring sosial semata sebagai wadah memperluas hubungan sosialnya dalam jarak dekat
maupun jarak jauh (Maulana, 2013).
Selain jejaring sosial di atas, satu lagi layanan yang dapat diakses melalui internet
adalah Instagram (dapat diakses melalui instagram.com) yang baru-baru ini penggunanya
menembus angka 150 juta. Dari total pengguna tersebut, instagram kedatangan 50 juta
pengguna baru dalam 6 bulan terakhir, sebuah peningkatan yang cukup besar dalam durasi
yang singkat (Deliusno, 2013). Instagram sendiri baru diluncurkan pada tahun 2010 oleh
sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan
filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik
Instagram sendiri. Menurut lembaga survei GlobalWebIndex (Hidayat, 2013), instagram
berada di posisi kesepuluh dalam daftar sepuluh aplikasi yang paling banyak dipakai oleh
para pengguna smartphone. Hal ini membuktikan bahwa jejaring sosial instagram ini cukup
mampu bersaing dengan jejaring sosial lain, meski tergolong aplikasi baru.
Berkembangnya jejaring sosial yang juga semakin dekat dengan kehidupan
penggunanya, membuat kita secara sadar ataupun tidak seakan-akan hidup di dalam dunia
yang di mana setiap pemikiran kita, setiap makanan yang kita makan, setiap pengalaman baik
3
yang kita alami, kita merasa harus membaginya melalui Facebook, Twitter, Instagram dan
jejaring sosial lainnya. Meski sebenarnya, kita tidak pernah tahu apakah orang lain yang
berteman dengan kita di jejaring sosial akan peduli dengan apa yang bagikan tersebut (Plante,
2013). Beberapa orang tercatat bahwa mereka sering menggunakan jejaring sosial untuk
memperlihatkan versi ideal dari diri atau kehidupan mereka, cenderung lebih menekankan
pada hal-hal yang positif dan meminimalisir yang negatif. Ini bukan hanya membuat mereka
“menipu” orang lain, tetapi juga “menipu” diri mereka sendiri (Austin, 2013).
Keinginan seseorang untuk menyalurkan aktivitas dan penampilan fisiknya melalui
fotografi berhubungan dengan kecenderungan narsistik yang dimiliki oleh orang tersebut.
Menurut Chaplin (Kristanto, 2012), kata Narsistik atau Narsis, sering disebutkan pada mereka
yang seringkali membanggakan dirinya sendiri atau mereka yang sering berfoto ria untuk
dipamerkan kepada orang lain, salah satunya dengan diunggah ke dalam jejaring sosial
miliknya. Menurut John & Robins (Buffardi & Campbell, 2008), narsisme juga berhubungan
dengan self-views (pandangan diri) yang melambung tinggi dan positif pada sifat-sifat seperti
inteligensi, kekuatan, dan keindahan fisik. Selain itu, Durand dan Barlow (2007) menyatakan
bahwa individu dengan kecenderungan narsis memanfaatkan individu lain untuk kepentingan
diri sendiri dan hanya menunjukkan sedikit empati kepada individu lain.
Kecenderungan narsistik di jejaring sosial facebook sebelumnya pernah diteliti oleh
Kristanto (2008) di mana hasil penelitiannya menyatakan bahwa tingkat kecenderungan
narsistik pengguna facebook mahasiswa psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang termasuk kategori sedang. Sebaliknya penelitian lain menunjukkan bahwa
berdasarkan data yang diperoleh, para pengguna friendster memiliki kecenderungan narsisme
dan harga diri yang dimiliki masih dalam batas rendah, dengan kata lain pengguna friendster
yang memiliki harga diri yang rendah mempunyai kecenderungan narsisme (Adi & Yudiati,
2009). Narsisme juga berhubungan dengan jumlah aktivitas di website yang dilihat dari
jumlah teman dan jumlah wallposts atau pesan dinding yang ia miliki. Pada penelitian ini
juga ditemukan bahwa narsisme secara positif berhubungan dengan unsur kecantikan
fotografi, self-promotion dan sexiness. Pemilik web page tersebut juga cenderung
mempromosikan diri (self-promoting) dan kecantikan mereka melalui foto profil (Buffardi &
Campbell, 2008).
Jejaring sosial saat ini sudah mulai diminati oleh hampir semua lapisan masyarakat,
dari yang tua, muda, anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Profesi dan jenis kelamin juga
4
bukan menjadi halangan seseorang dalam mengakses akun jejaring sosialnya. Secara khusus
dilaporkan oleh Pew Research Center’s Internet dan American life Project Tracking Surveys,
untuk jumlah pengguna jejaring sosial instagram sendiri, perempuan hanya unggul sebesar 6
persen saja dibanding laki-laki (Hadi, 2013). Survei ini membuktikan bahwa pengguna aktif
jejaring sosial tidak terbatas hanya pada satu kaum saja, namun penggunaannya sudah mulai
merata antara laki-laki dan perempuan.
Riset lain juga menyatakan bahwa lebih dari setengah responden mengaku langsung
menggugah foto mereka yang diambil dengan smartphone ke profil media sosialnya, yang
dalam hal ini ternyata perempuan cenderung lebih gesit dan lihai, terbukti 57 persen
perempuan bisa berbagi foto secepat kilat dari smartphone mereka (Savitri, 2013).
Sebaliknya, untuk urusan mengambil gambar diri sendiri atau selfie, laki-laki justru lebih
sering melakukannya daripada wanita. Hasil ini diperoleh dari sebuah survei yang dilakukan
oleh Samsung yang menunjukkan bahwa dari 2.000 orang, 17 persen pria mengaku lebih
sering mengambil foto diri sendiri (selfie), sedangkan persentase perempuan jauh di bawah
itu, yakni hanya 10 persen (Savitri, 2013).
Pada dasarnya, kecenderungan seseorang untuk menggugah suatu gambar atau foto
dengan tujuan untuk mencari perhatian orang lain (need for admiration), merupakan salah
satu ciri seseorang dengan kecenderungan narsistik. Biasanya orang dengan kecenderungan
narsistik ini juga akan diikuti dengan ciri-ciri lain, seperti arrogance, self-centeredness,
greed, dan lack of empathy. Fenomena yang terjadi akibat jejaring sosial instagram ini sangat
menarik untuk diteliti. Baik pada laki-laki maupun perempuan, menggugah suatu foto secara
aktif di jejaring sosial, khususnya instagram, sudah menjadi suatu gaya hidup dan seakanakan telah menjadi semacam norma baru serta begitu kental peranannya dalam dunia modern
(Husnantiya, 2014). Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu diteliti apakah terdapat
perbedaan kecenderungan narsistik antara laki-laki dan perempuan pengguna jejaring sosial
instagram.
LANDASAN TEORI
Kepribadian Narsistik
Narsistik adalah pola kepribadian yang didominasi oleh perasaan dirinya hebat, senang
dipuji dan dikagumi serta tidak ada rasa empati. Kepribadian narsistik memiliki perasaan
yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang sangat penting serta merupakan individu yang
5
unik. Mereka sangat sulit sekali menerima kritik dari orang lain, sering ambisius, dan mencari
ketenaran (Ardani, 2011). Sedangkan, menurut Davidson, dkk (2012) orang-orang dengan
gangguan kepribadian narsistik memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan dan
kemampuan mereka; mereka terfokus dengan berbagai fantasi keberhasilan besar.
American Psychiatric Association (2000) menjelaskan bahwa gangguan kepribadian
narsistik (NPD) sebagai pola yang membesar-besarkan sesuatu (baik dalam fantasi atau
perilaku), kebutuhan untuk dikagumi, dan lemah dalam empati, yang dimulai dari dewasa
awal dan hadir dari berbagai konteks (Campbell & Miller, 2011). Nevid, dkk (2005)
menambahkan orang dengan gangguan kepribadian narsistik umumnya berharap orang lain
melihat kualitas khusus mereka, bahkan saat prestasi mereka biasa saja, dan mereka
menikmati bersantai di bawah sinar pemujaan.
Jenis Kelamin
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan
dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki
dan perempuan, di mana laki-laki memproduksi sperma, sementara perempuan menghasilkan
sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan
biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara
keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di
muka bumi.
Kusumawati (2007) menyatakan bahwa keadaan biologis yang dimiliki oleh laki-laki
maupun perempuan dianggap mampu mempengaruhi tingkah lakunya. Perbedaan anatomi
biologis dan hormon-hormon dalam tubuh dianggap berpengaruh pada perkembangan
emosional dan kapasitas intelektual masing-masing, meskipun tidak dapat dikatakan
semuanya benar. Identifikasi perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan
perempuan menurut Unger (Kusumawati, 2007) memaparkan bahwa laki-laki cenderung
sangat agresif, kurang emosional, lebih aktif, lebih logis, lebih kompetitif, lebih suka
berpetualang dan umumnya selalu tampil sebagai pemimpin. Sebaliknya, perempuan
dipaparkan sebagai manusia yang tidak terlalu agresif, lebih emosional, lebih pasif, kurang
kompetitif, tidak suka berpetualang dan tidak umum tampil sebagai pemimpin.
6
Narsistik pada Laki-laki dan Perempuan
Seorang dengan narsisistik, laki-laki maupun perempuan, masing-masing memiliki
kebutuhan yang sama, seperti lapar akan pemujaan dan merasa hebat, dan kebutuhan tersebut
cenderung didapatkan dengan cara yang berbeda. Mereka juga mengekspresikan kebutuhan
narsistik mereka dengan cara yang berbeda, meski tujuannya adalah sama (Goodman & Leff,
2012).
Perempuan yang narsistik cenderung lebih mengarah kepada masalah body image agar
merasa unggul dan mendapat kekaguman dari orang lain. Mereka memamerkan keindahan
fisik dan seksualitas untuk mendapatkan kekaguman dari rekan laki-laki mereka. Sedangkan,
laki-laki yang narsistik biasanya lebih berfokus pada inteligensi, kekuatan (power), agresi,
uang dan status sosial untuk memenuhi rasa keunggulan dari citra diri mereka yang salah
(Goodman & Leff, 2012).
Richman & Flaherty (Ryan, dkk, 2008) menemukan bahwa laki-laki memperoleh skor
yang lebih tinggi daripada perempuan pada beberapa aitem di Narcissistic Traits Scale,
termasuk aitem yang menggambarkan pemanfaatan, pengakuan dari orang lain, dan kurang
dalam empati. Sebagai tambahan, pada penelitian yang dilakukan Tschanz, dkk, ditemukan
bahwa pada perempuan, pemanfaatan/pengakuan dari orang lain menunjukkan korelasi yang
lebih rendah dengan faktor narsistik lainnya dibandingkan laki-laki. Hal ini memberi kesan
bahwa faktor pemanfaatan dan pengakuan dari orang lain tersebut mungkin kurang umum
pada perempuan dan kurang berpusat pada kecenderungan narsistik mereka (Ryan, dkk,
2008).
METODE
Partisipan dan Desain Penelitian
Jumlah partisipan dalam penelitian ini ialah 120 orang dengan rincian laki-laki
berjumlah 60 orang dan perempuan berjumlah 60 orang. Teknik sampling menggunakan
teknik Non Probability Sampling, yaitu Purposive Sampling atau sampling bertujuan,
sehingga partisipan dipilih berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan oleh peneliti.
Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa universitas X, berusia 18-24
tahun, memiliki akun instagram pribadi dengan ketentuan telah bergabung lebih dari enam
bulan dan memiliki lebih dari 90 jumlah foto serta aktif dalam mengakses akun instagram
(memeriksa pemberitahuan/notifikasi, memeriksa halaman depan atau explore, memberi
7
tanda suka, memberi komentar, maupun mengunggah foto) dengan rata-rata akses 1-2 hari
sekali. Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis komparatif deskriptif.
Alat Ukur dan Prosedur Penelitian
Alat ukur dalam penelitian hanya menggunakan satu jenis skala, yaitu Skala
Kecenderungan Narsistik yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan DSM-IV-TR
(American Psychiatric Association, 2000) mengenai 9 ciri gangguan kepribadian narsistik,
yaitu: (1) Pandangan yang dibesar-besarkan mengenai pentingnya diri sendiri, arogansi; (2)
Terfokus pada keberhasilan, kecerdasan, kecantikan diri; (3) Percaya bahwa dirinya spesial
dan unik sehingga hanya dapat dipahami atau berasosiasi dengan orang lain yang spesial atau
yang berstatus tinggi: (4) Kebutuhan ekstrem untuk dipuja; (5) Perasaan kuat bahwa mereka
berhak mendapat segala sesuatu; (6) Kecenderungan memanfaatkan orang lain; (7) Iri pada
orang lain dan percaya bahwa orang lain iri terhadap dirinya (8) Lemah dalam empati; tidak
mampu untuk melihat atau mengidentifikasi perasaan dan kebutuhan orang lain; dan (9)
Menunjukkan perilaku atau sikap yang sombong dan angkuh.
Skala Kecenderungan Narsistik ini menggunakan Skala Likert yang bertujuan untuk
mengukur tingkat kecenderungan narsistik antara laki-laki dan perempuan pengguna jejaring
sosial instagram. Skala ini memuat 23 aitem pernyataan dengan hasil uji reliabilitas alat ukur
memiliki koefisien sebesar 0,851 dengan nilai corrected item-total correlation berada
diantara 0,215 - 0,654. Skala ini disusun dengan menggunakan validitas isi yang terdiri dari
validitas tampang dan validitas logis. Validitas logis dihitung menggunakan Lawshe’s
Content Validity Ratio (CVR) dengan panel experts berjumlah 3 orang.
Prosedur penelitian yang dilakukan yakni dengan memilih sampel sesuai dengan
karakteristik yang telah ditentukan. Dalam penyebaran instrumen, peneliti mencari sebanyakbanyaknya partisipan yang berada di lingkungan universitas X dan mengambil skor dari
partisipan yang sesuai dengan karakteristik serta mengeliminasi partisipan yang tidak sesuai
dengan karakteristik yang telah ditentukan. Total skala yang disebar sebanyak 253 skala,
namun hanya 120 skala yang dapat digunakan. 120 skala tersebut terdiri dari 60 data dari
partisipan laki-laki dan 60 dari partisipan perempuan. Setelah itu data yang diperoleh akan
dibuat analisis data agar data tersebut dapat dibaca dan diinterpretasikan sehingga
mempunyai makna yang berguna untuk menjawab masalah dan bermanfaat dalam pengujian
hipotesis. Dari hasil analisa kemudian diinterpretasikan untuk mendapatkan makna yang
lebih luas dari hasil penelitian.
8
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data
Tabel 1. Deskripsi Hasil Penelitian Perbedaan Kecenderungan Narsistik Pengguna
Instagram
Kelompok
Perempuan
Laki-laki
N
60
60
Rata-rata
46,07
46,78
Std. Deviasi
5,911
6,778
Std. Error Mean
0,763
0,875
Pada tabel diatas, menunjukkan bahwa subyek perempuan yang berjumlah 60, nilai
rata-rata 46,07 dan untuk standar deviasi dan standart error mean dari kelompok ini adalah
5,911 dan 0,763. Sedangkan, kelompok subyek laki-laki yang juga berjumlah 60, bernilai
rata-rata 46,78 dengan standar deviasi dan standar error mean 6,778 dan 0,875.
Tingkat kecenderungan narsistik pada penelitian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu rendah,
sedang dan tinggi. Jumlah sampel dan presentasenya untuk masing-masing tingkatan pada
tiap-tiap kelompok dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Tingkat kecenderungan narsistik pada kelompok laki-laki dan perempuan
Variabel
Tingkat
Perempuan
Laki-laki
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
Kecenderungan
Tinggi
7
11,67%
4
6,67%
Narsistik
Sedang
41
68,33%
39
65%
Rendah
12
20%
17
28,33%
60
100%
60
100%
Total
Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas subjek memiliki
tingkat kecenderungan narsistik sedang, dengan presentasi 65% (39 orang) pada kelompok
laki-laki dan 68,33% (41 orang) pada kelompok perempuan.
Hasil lain yang dapat diketahui dari penelitian adalah besarnya presentase masingmasing dimensi dalam instrumen penelitian ini, yaitu skala kecenderungan narsistik yang
memengaruhi masing-masing kelompok. Hasil tersebut dirangkum dalam tabel 3 berikut:
9
Tabel 3. Perbandingan Presentase Dimensi pada Kelompok Laki-laki dan Kelompok
Perempuan
No.
1
Kelompok Perempuan
Dimensi
Presentase
Terfokus pada keberhasilan,
60,25%
kecerdasan, kecantikan diri
2
Perasaan kuat bahwa mereka
berhak mendapat segala sesuatu
58,33%
3
Pandangan yang dibesarbesarkan mengenai pentingnya
diri sendiri, arogansi
Percaya bahwa dirinya spesial
dan unik sehingga hanya dapat
dipahami atau berasosiasi
dengan orang lain yang spesial
atau yang berstatus tinggi
Menujukkan perilaku atau sikap
yang sombong dan angkuh
56,88%
Lemah dalam empati; tidak
mampu untuk melihat atau
mengidentifikasi perasaan dan
kebutuhan orang lain
Kecenderungan memanfaatkan
orang lain
45,21%
Iri pada orang lain dan percaya
bahwa orang lain iri terhadap
dirinya
40,42%
4
5
6
8
9
50,97%
50,63%
41,67
Kelompok Laki-laki
Dimensi
Presentase
Terfokus pada
60%
keberhasilan, kecerdasan,
kecantikan diri
Pandangan yang dibesar57,29%
besarkan mengenai
pentingnya diri sendiri,
arogansi
Menujukkan perilaku atau
sikap yang sombong dan
angkuh
Perasaan kuat bahwa
mereka berhak mendapat
segala sesuatu
55%
Percaya bahwa dirinya
spesial dan unik sehingga
hanya dapat dipahami atau
berasosiasi dengan orang
lain yang spesial atau yang
berstatus tinggi.
Kecenderungan
memanfaatkan orang lain
53,33%
Lemah dalam empati;
tidak mampu untuk
melihat atau
mengidentifikasi perasaan
dan kebutuhan orang lain
Iri pada orang lain dan
percaya bahwa orang lain
iri terhadap dirinya
45,21%
44,58%
48,75%
43,54%
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa pada masing-masing kelompok subjek, baik lakilaki maupun perempuan terdapat dimensi yang lebih tinggi dibanding dimensi-dimensi
lainnya, namun diketahui bahwa dimensi tertinggi dan terendah pada masing-masing
kelompok berasal dari dimensi yang sama. Pada kelompok laki-laki dimensi tertinggi adalah
terfokus pada keberhasilan, kecerdasan dan kecantikan diri dengan nilai 60% sedangkan pada
kelompok perempuan sebesar 60,25%. Dimensi terendah adalah pada dimensi iri pada orang
10
lain dan percaya bahwa orang lain iri terhadap dirinya dengan presentase sebesar 40,42%
pada kelompok perempuan dan sebesar 43,54% pada kelompok laki-laki.
Hasil Uji Asumsi Penelitian
Uji asumsi pada penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji
normalitas menunjukkan bahwa variabel kecenderungan narsistik menyebar secara normal
pada kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan. Hal ini dapat dilihat dari uji
normalitas yang menghasilkan nilai Kolmogorof-smirnov sebesar 0,736 untuk kelompok
perempuan dan 0,873 untuk kelompok laki-laki, dengan nilai signifikansi masing-masing
0,650 (p > 0,05) untuk kelompok perempuan dan 0,431 (p > 0,05) untuk kelompok laki-laki.
Sedangkan, melalui hasil uji homogenitas menggunakan Levene’s test, didapat nilai
signifikansi sebesar 0,189 (p ≥ 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variansi dari sampel
yang telah diambil adalah homogen.
Hasil Uji Hipotesis
Hasil dari perhitungan data uji hipotesis yang diperoleh dengan menggunakan
independent sample t-test dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis
Kelompok
Laki-laki dan
Perempuan
Independent Sample tTest
t hitung
Signifikansi
-0,617
0,538
Keterangan
Tidak Berbeda
signifikan
Berdasarkan hasil uji t di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan signifikansi 0,538 >
0,05, maka Ha ditolak, artinya tidak terdapat perbedaan kecenderungan narsistik antara lakilaki dan perempuan pengguna jejaring sosial instagram.
DISKUSI
Pada umumnya kecenderungan narsistik lebih cenderung ditemukan pada laki-laki
dibanding perempuan (American Psychiatric Association, 2000). Namun, hal ini sedikit
berbeda dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti pada pengguna jejaring sosial
instagram, di mana hasil menujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kecenderungan
11
narsistik antara laki-laki dan perempuan pengguna jejaring sosial instagram. Penelitian yang
hampir serupa juga pernah dilakukan oleh Southard (2010) di mana ia menguji perbedaan
narsistik antara laki-laki dan perempuan di dalam suatu hubungan berpacaran. Ryan, dkk
(2008) juga pernah yang menguji tentang perbedaan gender pada narsisme dan kekerasan
pada saat berpacaran., menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan
perempuan pada setiap pengukuran aspek-aspek narsisme pada penelitian tersebut.
Manifestasi kecenderungan narsistik pada laki-laki maupun perempuan, dapat dilihat
dari foto yang diunggah di akun instagram pribadi mereka. Dilihat dari hasil penelitian,
mayoritas subjek memiliki tingkat kecenderungan narsistik sedang, sehingga masih dapat
mengendalikan kecenderungan narsistiknya dengan cukup baik. Menurut Kristanto (2008),
tingkat kecenderungan narsistik sedang mengandung arti bahwa subjek mampu untuk
menghargai dirinya secara positif dengan memahami segala kelebihan dan kelemahan yang
dimilikinya.
Salah satu faktor penting dalam mengekspresikan narsistik adalah jenis kelamin, seperti
yang diutarakan oleh Philipson (Ryan, dkk, 2008). Jenis kelamin menjadi faktor dalam
menentukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan ketika memanifestasikan narsistik ke
dalam perilaku mereka. Goodman & Leff (2012) menjelaskan lebih lanjut apabila seseorang
dengan narsistik, laki-laki maupun perempuan, sebenarnya memiliki kebutuhan yang sama,
seperti lapar akan pemujaan dan merasa hebat. Tapi, kebutuhan tersebut cenderung
didapatkan dan diekspresikan dengan cara yang berbeda, meski tujuannya adalah sama.
Perempuan yang narsistik cenderung lebih mengarah kepada masalah body image agar
merasa unggul dan mendapat kekaguman dari orang lain. Mereka memamerkan keindahan
fisik dan seksualitas untuk mendapatkan kekaguman dari rekan laki-laki mereka. Sedangkan,
laki-laki yang narsistik biasanya lebih berfokus pada inteligensi, kekuatan (power), agresi,
uang dan status sosial untuk memenuhi rasa keunggulan dari citra diri mereka yang salah
(Goodman & Leff, 2012).
Dimensi tertinggi yang ditunjukkan dalam hasil penelitian baik dari kelompok laki-laki
maupun perempuan adalah dimensi yang sama, yaitu terfokus pada keberhasilan, kecerdasan
dan kecantikan diri. Presentase yang didapatkan dari kelompok laki-laki sebesar 60%
sedangkan dari kelompok perempuan adalah 60,25%. Walaupun tidak memiliki perbedaan
yang cukup jauh dibanding kedelapan dimensi lainnya, namun terbukti bahwa dimensi ini
juga merupakan dimensi yang paling mungkin untuk ditampilkan di dalam jejaring sosial
instagram, yaitu melalui media foto.
12
Orang dengan narsistik akan cenderung untuk memberitahu orang lain tentang
keberhasilan, kecerdasan dan kecantikan yang ia yakini melebihi orang lain. Menurut Vazire,
dkk (2008), narsistik dapat bermanifestasi pada penampilan fisik seseorang, seperti
kepentingan tentang penampilan mereka, keinginan untuk menjadi pusat perhatian dan
perubahan penampilan fisik dalam usaha pencarian status sosial. Tidak hanya dalam hal
kecantikan fisik, Campbell, dkk (Campbell & Miller, 2011) juga menemukan bahwa orang
dengan kepribadian narsistik merasa diri mereka lebih tinggi dibanding orang lain, menilai
diri mereka lebih pintar dan berpengalaman, namun tidak lebih mudah dipahami, dibanding
orang kebanyakan. Dikutip dari Robin & Beer (Campbell & Miller, 2011), narsistik juga
lebih sering menanamkan ekspektasi yang tinggi terhadap tugas-tugas kinerja dan mereka
sangat percaya bahwa kesuksesan mereka berdasarkan kualitas dari kemampuan intelektual
mereka sendiri. Sehubungan dengan aspek ini, beberapa contoh jenis foto yang ditampilkan
pengguna instagram adalah foto tentang penampilan, pakaian atau aksesoris yang mereka
kenakan, foto tentang hasil/nilai tes terbaik yang mereka dapatkan, foto buku-buku
ensiklopedia yang sedang dibaca, maupun foto mengenai penghargaan atas keberhasilan yang
ditujukan untuk mendapatkan pujian dan pengakuan dari orang lain.
Penyebab tidak adanya perbedaan kecenderungan narsistik antara laki-laki dan
perempuan pengguna jejaring sosial instagram dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti
teknologi internet, gaya hidup, budaya massa, perubahan stereotype gender dan perubahan
fungsi foto dalam masyarakat. Faktor-faktor penyebab tersebut juga menjadi hal yang dapat
memengaruhi pola pikir maupun perilaku seseorang, baik di dunia online (maya) maupun
dunia offline (nyata).
Teknologi internet, salah satunya jejaring sosial instagram, merupakan salah satu cara
yang memudahkan manusia untuk berinteraksi satu sama lain. Kemudahan mengakses
instagram ini juga didukung oleh tersedianya akses internet yang mudah didapatkan dan
ketersediaan perangkat elektronik dengan harga terjangkau, sehingga masyarakat dapat
dengan mudah memilikinya, termasuk mahasiswa. Grant (Mazman & Uzluel, 2011)
menambahkan bahwa jejaring sosial sebagian besar digunakan oleh remaja dan dewasa awal
sebagai penghubung kepribadian mereka untuk ditunjukkan kepada teman-teman mereka dan
dunia mengenai siapa diri mereka, apa yang mereka pedulikan dan dengan siapa mereka
memiliki pemikiran yang sama. Buffardi & Campbell (2008) menambahkan bahwa para
pengguna jejaring sosial juga seringkali menggugah foto yang bertujuan untuk
mempromosikan diri dan kecantikan mereka melalui foto tersebut.
13
Penyebab kedua yang memengaruhi tidak adanya perbedaan kecenderungan narsistik
antara laki-laki dan perempuan pengguna instagram adalah budaya massa. Menurut
Rasyadian (2012), dalam budaya massa, si pelaku cenderung „latah‟ menyulap atau meniru
segala sesuatu yang sedang naik daun atau laris dilakukan oleh orang lain. Ketika melihat
orang lain merasa nyaman dan aktif terhadap suatu hal –dalam hal ini misalnya jejaring sosial
instagram– terlebih lagi jika hal tersebut memberikan pengaruh yang cukup kuat, misalnya
pengakuan dan pemujaan dari orang lain, maka budaya massa di mana seseorang ingin
mengikuti hal-hal yang dilakukan orang lain, mungkin saja terjadi. Semakin banyak individu
yang memiliki alasan tersebut dalam mengakses jejaring sosial instagramnya, maka
dikhawatirkan akan terus menciptakan individu-individu yang memiliki kecenderungan
kepribadian narsistik. Hal tersebut kemudian membentuk sebuah budaya baru di mana
seseorang meniru dan melakukannya berulang kali sehingga menyebabkan budaya narsis
terus berkembang.
Menurut Twenge (Campbell & Miller, 2011), budaya memiliki pengaruh pada sifatsifat kepribadian narsistik. Semakin individualistik suatu bangsa dan periode waktu yang
menghasilkan lebih banyak produk budaya narsisitik, maka semakin banyak pula individu
yang menyatakan dirinya sebagai seorang narsistik. Dilanjutkan oleh Twenge, hubungan
antara budaya dan sifat individu ialah timbal balik, di mana budaya narsistik mampu
menghasilkan individu yang narsis, begitu pula dengan individu narsistik dapat mendorong
budaya ke arah narsisme yang lebih besar (Campbell & Miller, 2011).
Penyebab selanjutnya adalah life style atau gaya hidup yang dimiliki laki-laki ataupun
perempuan masa kini. Penampilan fisik bukan hanya menjadi prioritas bagi perempuan saja,
tetapi juga terhadap kaum laki-laki. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya iklan
perawatan tubuh maupun wajah bagi laki-laki di berbagai macam media massa, baik cetak
maupun elektronik. Menurut Apsari (2012), kaum pria kini tidak lagi sungkan menggunakan
produk-produk yang sebelumnya merupakan domain bagi kaum wanita, terutama produk
kosmetik. Berkembangnya produk perawatan khusus pria pun, membuktikan pesatnya tren
berdandan ini. Persamaan life style atau gaya hidup antara laki-laki dan perempuan inilah
yang menyebabkan laki-laki ingin menunjukkan perubahan penampilan fisiknya untuk
mendapatkan pengakuan dan pengaguman dari orang lain, sama halnya dengan apa yang
sering dilakukan perempuan pada umumnya. Salah satu cara menunjukkan gaya hidup
tersebut adalah dengan secara aktif mengunggah gaya hidup modern mereka melalui foto di
jejaring sosial instagram untuk diperlihatkan kepada orang lain.
14
Selanjutnya, penyebab lain yang mendukung hasil penelitian ini ialah pergeseran
stereotype gender, di mana perempuan masa kini juga ingin mendapatkan pengakuan yang
sama dengan para laki-laki di mata masyarakat. Beberapa contoh pengakuan tersebut ialah
dalam hal inteligensi, jabatan/kedudukan, keberhasilan diri dan keinginan untuk mendapatkan
status sosial tertentu dalam masyarakat. Konsep keseteraan gender dari waktu ke waktu terus
mengalami pergeseran. Jika perempuan jaman dahulu hanya dipercaya untuk mengurusi
masalah rumah tangga dan mengasuh anak, namun sekarang perempuan semakin diberikan
kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya secara lebih bebas di luar urusan rumah. Hal
ini didukung oleh konsep yang dipegang para perempuan masa kini, yaitu mereka
berpendapat bahwa perempuan yang dibutuhkan masa ini adalah perempuan yang dapat
melakukan segalanya, baik pekerjaan rumah tangga, pengembangan talenta, pintar di dunia
politik, komunikasi, sosial dan mempunyai intelektualitas tinggi (Prabawani, 2011).
Pergeseran peran gender dalam masyarakat modern di bidang pekerjaan/karir, juga
bukan merupakan hal yang mustahil untuk dilakukan karena sumber nafkah dalam
kenyataanya tidak lagi didominasi oleh laki-laki, terbukti dengan banyaknya perempuan yang
menduduki jabatan-jabatan tertinggi di suatu instansi yang pada umumnya diduduki oleh
kaum laki-laki (Astuti, 2012). Dengan adanya pergeseran stereotype tentang gender ini,
menyebabkan perempuan semakin memiliki kecenderungan narsistiknya dan terus
menujukkan bahwa mereka mampu setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek
kehidupannya untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Penyebab terakhir yang memengaruhi tidak adanya perbedaan kecenderungan narsistik
antara laki-laki dan perempuan adalah berubahnya fungsi foto yang selama ini dikenal oleh
masyarakat. Apabila sebelumnya foto dianggap sebagai media untuk memamerkan sebuah
peristiwa atau kepemilikan terhadap suatu hal, namun kini foto juga bisa dijadikan sebagai
alat untuk memberikan informasi dan berkomunikasi satu sama lain secara visual. Menurut
Dominick (Papacharissi, 2011), sebuah penelitian yang dilakukan melalui Social Network
Service (SNS), bahwa foto-foto yang diunggah ke dalam jejaring sosial diketahui sebagai
elemen dari self-presentation. Ia juga menjelaskan bahwa foto memiliki peran besar
bagaimana sebuah identitas diperkenalkan. Carey (Papacharissi, 2011) menekankan bahwa
sebuah pandangan ritual komunikasi yang dapat membantu perkembangan komunitas melalui
aktivitas dengan membagi pengalaman dan nilai-nilai yang sama, yang dalam hal ini dapat
dibagikan melalui gambar atau foto.
Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa orang-orang dapat mendeteksi narsisme tanpa
berkenalan satu sama lain, mereka dapat mendeteksi narsistik melalui halaman jejaring sosial
15
seseorang (Buffardi & Campbell, 2008) dan melalui foto mereka (Vazire, dkk, 2008).
Sedangkan beberapa penelitian yang mulai meneliti hal yang hampir sama, menegaskan
bahwa jika ingin mengetahui apakah seseorang memang memiliki kecenderungan narsistik
atau tidak, dibutuhkan interaksi tatap muka dibanding hanya sekedar kesan terhadap satu atau
beberapa foto ataupun melalui profil jejaring sosialnya saja (Campbell & Miller, 2011).
Faktor tersebut juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan tidak terlihatnya perbedaan
kecenderungan narsistik antara laki-laki dan perempuan pengguna jejaring sosial instagram.
Hal ini disebabkan kecenderungan narsistik sebaiknya bukan hanya dilihat berdasarkan foto
atau profil jejaring sosial seseorang, namun juga perlu dilakukannya penelitian mendalam
mengenai perilaku yang ditunjukkan orang dengan narsistik di luar dunia online, yaitu di
dunia nyata.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P.S. & Yudiati, M. E. A. (2009). Harga Diri dan Kecenderungan Narsisme pada
Pengguna Friendster. Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1. (Online) (http://ejournal.
gunadarma.ac.id), diunduh 4 Maret (2014).
American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Fourth Edition, Text Revision. Washington DC: APA.
Apsari, F. (2012). Hubungan Antara Kecenderungan Narsisme dengan Minat Membeli
Kosmetik Merek Asing pada Pria Metroseksual. Jurnal Talenta Psikologi Vol. 01 No.2,
Agustus 2012. (Online). (http://jurnal.usahidsolo.ac.id), diunduh 4 Maret (2014).
Ardani, T.A. (2011). Psikologi Abnormal. Bandung; CV. Lubuk Agung.
Astuti, P. (2012). Peluang PNS Perempuan dalam Memperoleh Jabatan Struktural: Studi:
Kualitas Kesetaraan Gender di Pemerintah Kota Semarang. Skripsi. (Tidak Diterbitkan).
(Online). (http://ejournal.undip.ac.id), diunduh 15 November (2014).
Austin, M. W. (2013). Self-Deception and Social Media.
(Online)
(http://www.psychologytoday.com/blog/ethics-everyone/201305/self-deception-andsocial-media), diakses 5 Maret (2014).
Buffardi, L. E. & Campbell, W.K. (2008). Narcissism and Social Networking Web Sites.
Personality and Social Psychology Bulletin, Vol. 34 No. 10. (Online).
(http://psp.sagepub.com), diunduh 4 Maret (2014).
Campbell, W.K. & Miller, J.D. (2011). The Handbook of Narcissism and Narcissistic
Personality Disorder: Theoretical Approaches, Empirical Finding and Treatments. New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Deliusno.
(2013).
Instagram
Bakal
"Ramai"
seperti
Facebook.
(Online)
http://tekno.kompas.com/read/2013/09/09/1116267/Instagram.Bakal.Ramai.seperti.Faceb
ook, diakses 9 September (2013).
Durand, V. M. & Barlow, D. H. (2007). Psikologi Abnormal. Jilid I. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Goodman, C.L. & Leff, B. (2012). The Everything Guide to Narcissistic Personality
Disorder. Massachusetts: Adams Media.
Hadi. (2013). Pengguna Media Sosial di Amerika Lebih Banyak Wanita Daripada Pria.
(Online)
(http://inovasi.com/2013/09/14/pengguna-media-sosial-di-amerika-lebihbanyak-wanita-daripada-pria-wanita-lebih-suka-facebook-instagram-pinterest), diakses
29 Maret (2014).
Hidayat, F. (2013). 10 Aplikasi Terbanyak Dipakai oleh Pemilik Smartphone.
(http://www.beritasatu.com/iptek/130424-10-aplikasi-terbanyak-dipakai-oleh-pemiliksmartphone.html), diakses 15 Januari (2014).
Hungu. (2007). Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Grasindo.
17
Husnantiya, M. (2014). Narsis atau Sosiopat, Aktivitas di Media Sosial Tunjukkan
Kepribadian. (Online). http://health.detik.com/read/2014/03/01/092429/2512195/763/1
/narsis-atau-sosiopat-aktivitas-di-media-sosial-tunjukkan-kepribadian, diakses 29 Maret
(2014).
Kristanto, S. (2012). Tingkat Kecenderungan Narsistik Pengguna Facebook. Journal of
Social and Indutrial Psychology 1 (1). (Online). (http://journal.unnes.ac.id), diunduh 4
Maret (2014).
Kusumawati, (2007). Kepemimpinan dalam Perspektif Gender: Adakah Perbedaan?. Jurnal
Administrasi Bisnis Vol. I, No. 1. (Online). (http://ejournalfia.ub.ac.id), diunduh 20
Desember (2014).
Maulana, I. (2013). Sosial Media dan Sikap Politik Anak Muda. (Online)
(http://politik.kompasiana.com/2013/05/01/sosial-media-dan-sikap-politik-anak-muda556054.html), diakses 9 September (2013).
Mazman, S. G. & Usluel, Y.K. (2011). Gender Differences in Using Social Networks.
TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology – April 201, volume 10
Issue2. (Online). (http://www.tojet.net), diunduh 14 November (2014).
Nevid, dkk. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.
Oetomo, B. S. D, dkk. (2007). Pengantar Teknologi Informasi Internet: Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: CV Andi OFFSET.
Papacharissi, Z. (2011). The Networked Self. Identity, Community and Culture on Social
Network Site. New York: Routledge.
Plante, T. (2013). Does social media add steroids to our narcissistic culture?. (Online)
(http://www.psychologytoday.com/blog/do-the-right-thing/201303/does-social-mediaadd-steroids-our-narcissistic-culture), diakses 5 Maret (2014).
Prabawani, R. W. (2011). Wanita Masa Kini: Percaya Diri dan Pendidikan. (Online).
(http://ratihwidi.blog.ugm.ac.id/2011/10/17/wanita-masa-kini-percaya-diri-danpendidikan/), diakses 15 November (2014).
Rasyadian, Y. (2012). Jejaring Sosial: Ruang Besi pada Konstruksi Inovasi dan Identitas
Budaya Massa. Jurnal RANAH Th. II, No. 1, April 2012. (Online).
(http://antropologi.fib.ugm.ac.id), diunduh 14 November (2014).
Ryan, K.M, dkk. (2008). Gender Differences in Narcissism and Courtship Violence in Dating
Couples. Springer Science + Bussiness Media, Sex Roles (2008) 58:802-813. (Online)
(https://www.lycoming.edu), diunduh 19 April (2014).
Savitri, A.W. (2013). Survei Pria Lebih Narsis Daripada Perempuan. (Online).
(http://techno.okezone.com/read/2013/12/02/55/905936/survei-pria-lebih-narsisdaripada-perempuan), diakses 29 Maret (2014).
Southard, A. C. (2010). Sex Differences in Narcissism: Expression of and Relationships with
the Exploitativeness/entitlement Factor. Tesis. (Tidak Diterbitkan). (Online).
(http://libres.uncg.edu/ir/wcu/f/Southard2010.pdf), diunduh 19 April (2014).
18
Vazire, S, dkk. (2008). Portrait of a Narcissist: Manifestations of Narcissism in Physical
Appearance. Journal of Research in Personality 42 (2008). (Online)
(http://psychology.okstate.edu), diunduh 13 November (2014).
Widiani, R. (2013). Efek Positif dan Negatif Terlalu Sering Narsis di Media Sosial. (Online)
(http://www.tribunnews.com/kesehatan/2013/12/18/efek-positif-dan-negatif-terlalusering-narsis-di-media-sosial), diakses 5 Maret (2014).
Download