1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja adalah masa dimana seorang anak mengalami masa peralihan dari anak-anak ke Dewasa. Selama masa peralihan ini, seorang remaja pun mengalami banyak perubahan baik secara biologis maupun cara berpikirnya. Idealnya remaja yang berkembang dengan baik akan menunjukkan perilaku yang baik pula, sebaliknya remaja yang menunjukkan perilaku negative bukan perkembangan yang normal pada remaja. Masa remaja adalah fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu,masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada fase kedua kehidupan, Parded (dalam Swastika,2017) Selama periode transisi ini, seorang remaja yang sedang mencari identitas diri akan melakukan berbagai cara untuk menunjukkan eksistensi diri demi mendapatkan pengakuan dari orang lain. Banyak sarana untuk mengekspresikan diri dengan semakin berkembangnya zaman, teknologi telah berkembang pesat sebagai media komunikasi. Salah satunya adalah media sosial sebagai media online untuk berkomunikasi dengan keluarga, teman, sahabat atau partner kerja dan bisa diakses oleh siapa saja diseluruh dibelahan dunia. Salah satu media sosial yang popular dikalangan pengguna internet adalah Instagram. Instagram merupakan aplikasi yang dapat diunggah oleh pengguna 2 smartphone yang berfungsi untuk berbagi foto dan video yang memungkinkan pengguna mengambil video dan membagikannya keakun milik pengguna instagram itu sendiri. Dengan adanya instagram, kita dapat mengetahui kegiatan orang lain berdasarkan postingannya. Tidak hanya itu, instagram memiliki fitur like dan komen yang memiliki keunikan tersendiri pada aplikasi yang satu ini. Saat ini pengguna instagram di Indonesia mencapai urutan ke-4 dengan pengguna terbanyak setelah Amerika, Brasil dan India. Portal diskon tanah air, CupoNation melakukan studi tentang penggunaan media sosial yang digunakan oleh netizen Indonesia sebanyak 56 juta atau 20.97 persen pengguna (okezone.com) Banyak remaja yang menggunakan instagram sebagai media pencarian jati diri atau identitasnya, untuk menumbuhkan eksistensi di sosial media instagram, remaja menggunggah foto diri (selfie) atau video yang menarik tentang dirinya pada jejaring sosial instagram disertai dengan caption atau judul yang bersifat memperkuat karakteristik foto yang diunggah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hu, Manikonda & Kambhampati (Suhartanti,2016) terdapat delapan kategori foto favorit di instagram yaitu kategori foto selfie, teman, makanan, gawai, captioned photo (gambar dengan kata-kata), hewan, aktivitas, dan fashion. Beberapa individu sering menggunakan instagram untuk memperlihatkan versi ideal dari diri atau kehidupan mereka, cenderung lebih menekankan pada hal-hal yang positif dan meminimalisir yang negatif. Ini bukan hanya membuat mereka “menipu” orang lain, tetapi juga “menipu” diri mereka sendiri . Hal ini juga didukung oleh Puspitasari (Suhartanti,2016) yang menyatakan hal-hal yang ditampilkan pada lingkungan adalah sisi baik individu. Hal tersebut 3 dilakukan agar dapat memikat pengguna lain untuk memberikan komentar positif atau meninggalkan tanda “like” pada foto tersebut. Narsistik adalah sifat yang terlalu mencintai dan mengagungkan diri sendiri, akan melakukan apapun demi mendapatkan pujian dan pengakuan dari orang lain, serta tidak memiliki empati pada orang lain. Biasanya berusaha menjadi tampil agung, menamakan dirinya dengan gambaran besar, mereka tenggelam dalam keasyikan (preoccupation) menerima atensi, salah dalam menerima reaksi orangorang disekitarnya, self-promotion, dan lack of emphaty (kurang mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain) (Wiramihardja, 2015). Intensitas yang semakin sering dan lama menggunakan media sosial memiliki hubungan dengan narsistik (kepedulian berlebihan pada diri sendiri). Remaja akan mengalami kecenderungan untuk mengunggah foto dan video demi mendapatkan perhatian orang lain. Tindakan menarik perhatian berlebihan dilakukan remaja tersebut menunjukkan perilaku yang mengarah pada kepribadian narsistik (Durand & Barlow, dalam Asiah, Nur dkk) Seorang remaja yang cenderung memiliki kepribadian narsistik akan melakukan hal apa saja demi mencapai popularitas, namun berstandar pada evaluasi diri, mereka sangat menghindari ketergantungan pada penilaian orang lain. Biasanya mereka memiliki fantasi terhadap dirinya sendiri sehingga apabila penilaian orang lain bertentangan dengan apa yang sudah terstandar menurutnya maka itu adalah hal yang berbahaya. Menurut Vazire & Founder dalam Harisson, 2010) Faktor yang mempengaruhi narsistik adalah rendahnya kontrol diri. Salah satu tugas 4 perkembangan remaja adalah memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri). Pada kenyataannya masih banyak remaja yang belum dapat mengembangkan self control sesuai dengan tugas perkembangannya (William Kay dalam Nurasiah dkk 2018). Menurut Muse (dalam Sarlito,2013) orang-orang muda punya hasrathasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat itu dan dalam hal inilah menunjukkan hilangnya control diri . Studi yang dilakukan oleh seorang Profesor Universitas Kolimbia, Keith Wilcox dan Profesor Pittsbrugh Andrew Stephen mengungkapkan bahwa media social memang menurunkan batas control diri kita. Dijelaskan dalam artikel Wall Street Journal, 2 Oktober 2012; hampir semua orang yang menampilkan diri asli di media social. Ketika mendapatkan tanggapan positif, misalnya dalam bentuk “like”, ego kita pun naik dan control diri menurun (kompas.com) Menurut Averill (dalam Jarwanto & Rahmawati, Aisditaniarn, 2016). Self control merupakan kemampuan dalam diri individu yang digunakan langsung terhadap lingkungan, pemahaman makna terhadap peristiwa dan control terhadap alternative suatu pilihan. Self control merupakan kemampuan untuk mengendalikan diri seseorang dari perilaku yang bertentangan dari masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Laela Suhartanti di SMA N 1 SAYEGAN menunjukan; 1) self control diri mayoritas pada kategori tinggi yaitu 70 siswa (55,12%). 2) narcisstic personality disorder mayoritas pada kategori rendah yaitu 90 siswa (70,87%), dan 3) terdapat pengaruh yang signifikan dengan sumbangan efektif sebesar 37,9%. Dapat disimpulkan bahwa self 5 control dapat memprediksi narcisstic personality disorder pada siswa pengguna Instagram. Berdasarkan penjelasan diatas diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa seorang remaja bisa saja mengalami perilaku narsistik apabila tidak mampu mengontrol dirinya dengan baik. Dengan hal ini, remaja yang memiliki self control yang rendah cenderung memiliki perilaku narsistik. B. RUMUSAN MASALAH Apakah ada pengaruh self control terhadap perilaku narsistik pada remaja pengguna Instagram di SMA Negeri 1 Makassar? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh self control terhadap perilaku narsistik pada remaja pengguna Instagram di SMA Negeri 1 Makassar. D. MANFAAT PENELITIAN 1.1 Manfaat Teoritis a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan yang berkaitan dengan Hubungan Self Control dengan Kecenderungan Narsitik Remaja Pengguna Media Sosial Instagram. 2.1 Manfaat Praktis 6 a) Bagi Remaja Penelitian ini diharapkan memberi masukan untuk remaja agar dapat mengontrol dirinya dalam penggunaan Instagram atau media social sehingga lebih bijak dalam menggunakannya. b) Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi sekolah agar dapat lebih mengontrol serta mengarahkan siswanya kearah yang lebih baik. c) Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang Pengaruh self control terhadap perilaku Narsistik Remaja Pengguna Instagram. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Kata “remaja” berasal dari bahasa latih yaitu adolescene yang berarti to grow atau to grow maturity yang berarti periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan dewasa (Golinko, dalam Jahja 2011). Istilah adolescene sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental emosional, social, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana anak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa atau paling tidak sejajar. Hurlock (dalam Fadly,2016) Menurut Cskiszentimihalyi & Larson (dalam Sarwono, 2013) menyatakan bahwa remaja adalah rekontruksi kesadaran yang artinya remaja merupakan masa penyempurnaan dari masa yang sebelumnya. Namun, beberapa penulis Indonesia tetap berpendapat bahwa remaja merupakan suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa, yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, agama, kognitif dan social (Latifah dalam Sarwono,2013) Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah periode transisi atau perahilan pertumbuhan dari anak-anak menuju dewasa yang sedang mengalami kematangan secara emosional, social, dan fisik. 2.1.2 Batasan Usia Remaja 8 Ada beberapa ahli membagi usia remaja diantaranya adalah Atkinson (dalam Swastika,2017) mengatakan bahwa batas umur remaja secara kasar berkisar antara umur 12 sampai akhir belasan tahun ketika pertumbuhan jasmani hamper selesai. Hurlock (dalam Sarwono,2013) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun. Sedangkan menurut Adams dan Gullota (dalam Jahja, 2011) masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Pendapat lain dikemukankan oleh WHO (dalam Putro, Khamim Zarzakih 2017)ada tiga kriteria yang digunakan; biologis, psikologis, dan social ekonomi yakni: (1) individu yang berkembang saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2) individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa, dan (3) terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang lebih mandiri . Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan batasan usia remaja yaitu berkisar antara 12 hingga 16 tahun untuk remaja awal dan 17 hingga 20 tahun sebagai remaja akhir. 2.1.4. Ciri-ciri Masa Remaja Ciri-ciri Masa Remaja menurut Hurlock (dalam Fadly,2016) adalah sebagai berikut: 9 a. Masa remaja sebagai periode yang penting Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai cepatnya perkembangan mental yang cepat. terutama pada masa awal remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya pembentukan sikap, nilai dan minat. b. Masa remaja sebagai periode peralihan Pengaruh perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga orang dewasa. c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun . d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode mempunyai masalah sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh laki-laki maupun perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitas ini, yaitu: 1) Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam 10 mengatasi masalah; 2) Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pencarian identitas dimulai pada akhir kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting dari pada bersikap individualis. Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laut mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain. f. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Semakin mendekatnya usia kematang, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hamper dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada prilaku yang dihubungan dengan status dewasa yaitu meroko, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, bermain dengan media sosial dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberi citra yang mereka inginkan. Jahja (2011) dalam bukunya juga mengemukakan pendapatnya mengenai ciri-ciri remaja yaitu terjadinya perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis, adapun ciri-cirinya yaitu: a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini 11 merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormone yang terjadi pada masa remaja. b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik internal seperti system sirkulasi, pencernaan, dan system respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja. c. Perubahan dlaam hal menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari lawan jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis dan orang dewasa. Demikian, dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan ciri-ciri remaja yaitu individu yang berada pada tahap peralihan, masa pencarian identitas yang mengalami perubahan baik secara fisik dan perubahan bentuk tubuh maupun perubahan emosi, serta hubungan sosial dengan orang lain. 2.1.5. Tugas Perkembangan Remaja Salah satu periode rentang kehidupan individu adalah masa remaja. Fase ini sangat penting dalam siklus perkembangan individu. Menurut William Kay (dalam Jahja, 2011) dalam perkembangannya remaja memiliki tugas-tugas baru sebagai seorang remaja yang ditandai dengan : a) Menerima fisiknya sendiri dengan keragaman kualitasnya b) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figure-figur yang mempunyai otoritas 12 c) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok. d) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya. e) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri f) Memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup (Weltanschaung) g) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaia diri (sikap/perilaku) kekanakkanakan. Luella Cole (dalam Jahja, 2011) juga sependapat dengan William Kay dalam mengklasifikasikan tugas perkembangan remaja yaitu; a) Kematangan emosional b) Pemantapan mint-minat heteroseksual c) Emansipasi dari control keluarga d) Kematangan intelektual e) Memilih pekerjaan f) Menggunakan waktu senggang secara tepat g) Memiliki filsafat hidup h) Identifikasi diri Menurut Soetjingsih (2004), Pada masa tahapan perkembangan, remaja dihadapkan dengan tugas-tugas yang akan dihadapinya seperti; 13 memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara efektif lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin, memperoleh peranan social, menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif, memperoleh kebebasan emosional dari orang tua, mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan, mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga, serta mengembangkan dan membentuk konsepkonsep moral. Menurut Havigrust (dalam Herlina,2013) tugas perkembangan remaja meliputi: a. mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku dimasyarakat, mencapai peranan social sesuai dengan jenis kelamin, selaras dengan tuntutan social dan kultural masyarakatnya, menerima kesatuan organ-organ tubuh/ keadaan fisiknya sebagai pria/wanita dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing, menerima dan mencapai tingkah laku social tertentu yang bertanggung jawab ditengah-tengah masyarakatnya, mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi diri sendiri, mempersiapkan diri untuk mencapai karir tertentu dalam bidang kehidupan ekonomi, mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan dan kehidupan berkeluarga, memperoleh seperangkat nilai dan system etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideology untuk keperluan kehidupan keharganegaraannya. 14 2.1.6 Masalah-masalah yang dihadapi Remaja Menurut Azizah (2013) Ada banyak masalah yang dihadapi remaja beberapa diantaranya adalah permasalahan dengan teman sebaya yaitu sebagai berikut; a) pergaulan dengan teman sebaya yang menimbulkan permasalahan bagi remaja, remaja memikirkan tentang bagaimana supaya bisa diterima, menjadi popular dan menunjukkan kemampuan-kemampuan dalam kelompoknya; b) pergaulan dengan teman sebaya lain jenis mendatangkan permasalahan yaitu bagaimana cara menarik perhatian lawan jenis; c) peranan diri sebagai pria atau wanita merupakan permasalahan yang timbul sebagai akibat tugas-tugas perkembangan, permasalahanya yaitu apakah sesungguhnya peranan pria atau wanita tidakkah saya berbuat salahm sebagai wanita tidakkah saya terlalu terbukam sebagai pria tidakkah saya terlalu cengeng, dan orang yang semacam apakah yang sebaiknya sebagai teman hidup saya. 2.2 Pengertian Instagram Instagram adalah sebuah aplikasi media sosial yang dapat diunduh melalui smartphone. Instagram berasal dari kata “instan” atau “insta”, seperti kamera polaroid yang dulu lebih dikenal dengan “foto instan” sedangkan untuk kata “gram” berasal dari kata “telegram”, dimana cara kerja telegram adalah untuk mengirimkan informasi kepada orang lain dengan cepat. Begitu pula dengan Instagram yang dapat mengunggah foto dengan menggunakan jaringan internet, sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan cepat. Oleh karena 15 itulah Instagram berasal dari kata “instan-telegram” ,Putri (dalam Dafika & Fifit,2016) Hal yang menarik dari instagram adalah “following dan followers” yang ada dalam instagram. Semakin banyak followers yang dimiliki oleh seseorang maka ia akan dilabel sebagai seseorang yang menarik. Tentunya untuk dapat diakui sebagai seorang yang “unik atau menarik” adalah ada standarnya. Baik itu memiliki fisik yang cantik/tampan, memiliki bakat yang menarik atau memiliki karakteristik pada foto atau video yang diunggah. Namun seiring berjalannya waktu, instagram dijadikan sebagai aplikasi yang paling dibutuhkan karena dengan adanya aplikasi ini, penggunanya dapat menunjukkan eksistensi dirinya dengan mengunggah berbagai foto dan video yang memungkinkan dapat menarik banyak likers dan followers yang membuat seseorang dikatakan sebagai seorang yang populer. Bagi orang yang dikatakan “popular” cenderung akan membagikan kehidupan sehari-harinya di instagram dan hal ini dapat mendorong seseorang menjadi pamer. Apabila hal ini terjadi secara intens, maka bisa dikatakan ia cenderung menjadi seorang yang narsistik 2.2.1 Dampak Positif dan Negatif Instagram Instagram Sebagai Ajang Eksistensi Diri Instagram merupakan media sosial yang memungkinkan penggunanya untuk membagikan foto/video disetiap momen yang sangat mendukunguntuk menunjukkan eksistensi penggunanya. Eksistensi sendiri dapat diartikan sebagai ada atau menunjukkan bahwa diri seseorang itu ada. Sehingga eksistensi diri dalam media sosial itu merupakan pembuktian keberadaan seseorang melalui 16 penggunaan media online, khusunya Instagram. Namun dengan adanya teknologi dan media online yang berkembang seperti Instagram membuat pola komunikasi ikut berubah, cara memahami eksistensi diri pun ikut berubah meyebabkan komplesitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan bermasyarakat. Dimana para pengguna Instagram khususnya kalangan Remaja beranggapan dengan membagikan gambar, foto maupun video tentang kehidupan kesehariannya merupakan satu-satunya cara dalam menunjukkan eksitensi diri mereka 2.3 Pengertian Narsistik Menurut Durand dan Barlow (2006) narsistik adalah gangguan kepribadian klaster B (dramatic, emosional, atau tak beraturan) yang melibatkan pola pervasive grandiosity (merasa hebat) dalam fantasi atau perilaku, kebutuhan untuk dikagumi, dan kurangnya empati. Narsistik adalah perilaku yang mencintai dirinya sendiri, mengagungkan diri sendiri dan bahwa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan orang lain. Orang yang memiliki kecenderungan narsistik biasanya terpaku pada pikiranpikiran mengenai pentingnya diri mereka sendiri (self-importance) dan dengan fantasi-fantasi mengenai kekuatan (power) dan keberhasilan (success) dan memandang diri mereka sendiri sebagai orang yang lebih superior (berkuasa) atas banyak orang (Wirahmadja,2015) Orang-orang yang memiliki perilaku narsistik biasanya hidup dalam fantasi yang mereka ciptakan sendiri yang bertentangan dengan penilaian orang 17 lain. Mereka biasanya menganggap penilaian orang lain salah dan semua standar penilaian terhadap suatu hal mengacu berdasarkan penilaian pribadinya. Mereka sibuk dengan mengarahkan diri untuk meraih tujuan mereka sendiri dan cenderung memanfaatkan orang lain yang menurutnya dapat menunjang keberhasilan. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Narsistik adalah perilaku yang sangat mencintai dirinya sendiri dan keinginan yang sangat kuat untuk dipuji oleh orang lain, hidup dalam fantasi yang mereka ciptakan sendiri serta tidak memiliki empati terhadap orang lain. 1. Ciri-ciri Narsistik dalam DSM-IV Menurut DSM-IV (dalam Davidson, Gerald C & M, John & dkk. 2009) individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsistik jika memiliki kriteria berikut ini : a) Pandangan yang dibesar-besarkan b) Terfokus pada keberhasilan, kecerdasan, kecantikan diri c) Kebutuhan ekstrim untuk dipuja d) Perasaan kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu e) Kecenderungan untuk memanfaatkan orang lain f) Iri pada orang lain Sedangkan Boeree (dalam Linangimah,2018) mengindikasikan bahwa kepribadian narsistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Membesar-besarkan 18 pemahaman akan nilai penting diri, asyik dengan fantasi akan kekuasaan, kesuksesan, kecantikan atau cinta sejati yang tak terbatas, meyakini bahwa ia special dan unik serta hanya bisa dipahami oleh atas seharusnya berhubungan dengan orang-orang (institusi) berstatus tinggi atau orang-orang khusus lainnya, butuh penghargaan yang berlebihan, punya perasaan istimewa yaitu harapanharapan yang tidal selayaknya, khususnya terhadap perlakuan yang menguntungkan atau penuh otomatis terhadap harapan-harapannya, mengambil keuntungan dari orang lain untuk mencapai tujuannya sendiri, kurang empati, sering kali iri hati terhadap orang lain atau meyakini orang lain iri terhadapnya, menunjukkan perilaku dan sikap arogan. 2.3.2 Aspek-aspek Narsistik Raskin, Hall & Tery (dalam Nurdiana, 2018) menguraikan beberapa aspek dari narsistik diantaranya adalah : a. Keyakinan bahwa orang-orang harus patuh kepadanya. b. Keinginan untuk pamer (sombong) dan merasa memiliki kemampuan atau bakat yang hebat c. Mengeksploitasi orang lain untuk mencari keuntungan d. Perilaku angkuh dan arogan e. Keinginan untuk selalu memimpin dan menunjukkan kekuasaannya f. Percaya diri serta keyakinan bahwa dirinya special dan unik Faktor yang Memengaruhi Narsistik 19 Menurut Lubis (dalam Nurdiana,2018), narsistik bias juga disebabkan oleh beberapa factor, yaitu : 1. Faktor Psikologis, Menurut Mitchell dalam (Swastika,2017) ada lima penyebab kemunculan narsis pada remaja, yaitu adanya kecenderungan mengharapkan perlakuan khusus, kurang bisa berempati sama orang lain, sulit memberikan kasih sayang, belum punya kontrol diri / moral yang kuat, dan kurang rasional. Faktor yang memengaruhi narsistik adalah rendahnya kontrol diri (Vazire & Founder dalam Harisson, 2010). Salah satu tugas perkembangan remaja adalah memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri). Pada kenyataannya masih banyak remaja yang belum dapat mengembangkan control diri sesuai dengan tugas perkembangannya ,William Kay (dalam Nurasiah,dkk 2018) Jadi berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan adalah salah satu factor yang memengaruhi seseorang menjadi narsistik adalah rendahnya control diri. 2.4 Pengertian (Self Control) Kontrol Diri Menurut Kamus Besar Psikologi self control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan, merintangi impulsimpuls atau tingkah laku impuls (Chaplin dalam Fadly,2016) Sedangkan menurut Tompson (dalam Fadly, 2016) control diri adalah keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan lewat tindakannya sendiri. 20 Berk (dalam Terigan,2016) menyatakan bahwa pengendalian diri (self control) adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Self control atau control diri adalah kemampuan seseorang untuk memilih bagaimana berperilaku dan bertindak daripada menuruti insting dan impuls. Diantara penyebab kurangnya control diri pada remaja adalah konflik atau pertentangan yang terjadi dalam kebutuhan baik yang terjadi dalam kebutuhan baik yang terjadi pada dirinya maupun masyarakat. Menurut Papalia (dalam Tarigan 2016) yang menyatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan untuk mengendalikan perilaku, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain dan selalu konform dengan orang lain. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan menahan dorongan untuk melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang dilakukan dengan mengendalikan serta mengarahkan Berdasarkan penjelasan diatas Self control adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dari hal-hal yang bertentangan dari norma yang beraku di masyarakat. Self control memungkinkan seorang remaja untuk berperilaku terarah dalam mengarahkan bentuk perilakunya kearah konsekuensi positif. 2.4.1 Aspek-aspek Self Control Averill (dalam Fadly,2016) menguraikan 3 jenis kemampuan mengontrol diri yang meliputi 3 aspek yaitu: 21 a) Behavioral control (Kontrol Perilaku), merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mngatur pelaksanaan (regulated administrion) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulis modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan keadaan, dirinya sendiri atau suatu yang ada di luar dirinya. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki di hadapi. b) Cognitive control (Kontrol pikiran), merupakan kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan . Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu memperoleh informasi dan melakukan penilaian. Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkansuatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif c) Decisional control (Kontrol pengambilan keputusan), merupakan kemampuan seseorang untuk memilih suatu tindakan berdasarkan pada suatu yang sudah diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan. 22 2.4.2 Faktor-faktor Mempengaruhi Self Control Menurut Ghufron & Risnawita (dalam Swastika, 2017) kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu) sperti berikut ini : a) Faktor Internal yang ikut ambil terhadapa kontrol diri adalah usia, semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu. b) Faktor Eksternal, ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orang tua menentukan bagimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Hurlock, Elkind & Weiner (dalam Kurniawan,2012) juga sependapat dengan pendapat diatas mengenai factor-faktor yang memengaruhi self control yaitu : a) Pengaruh pola asuh orang tua Sikap disiplin yang diterapkan oleh orang tua merupakan hal yang penting dalam kehidupan individu karena dapat mengembangkan self control dan self direction sehingga seseorang dapat menunjukkan dengan baik segala tindakan yang dilakukannya. b) Faktor Kognitif Individu tidak dilahirkan dalam konsep yang benar dan salah dalam suatu pemahaman tentang diperbolehkan atau dilarang. Kematangan kognitif terjadi selama masa prasekolah dan masa kanak-kanak, secara bertahap dapat meningkatkan kapasitas individu untuk membuat pertimbangan-pertimbangan sosial dan mengontrol perilakunya. 23 Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi self control adalah : perkembangan kognitif individu, kematangan, serta pola asuh keluarga, 2.5 Kerangka Pikir Untuk dapat memudahkan memahami alur penelitian ini, maka peneliti membuat bagan kerangka konseptual hubungan antara self control dengan kecenderungan narsistik adalah sebagai berikut : Remaja Instagram Self Control (X) Kecenderungan Narsistik (Y) Kemampuan mengontrol perilaku Kemampuan mengontrol stimulus Kemampuan mengontrol pengambilan keputusan + Merasa hebat dan suka pamer Merasa Penuh dengan fantasi Kebutuhan untuk dikagumi Merasa layak diperlakukan secara istimewa Kurang memilki empati Mengeksploitasi hubungan interpersonal Memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap orang lain iri pada dirinya Angkuh, memandang rendah orang lain Percaya bahwa dirinya special dan unik - - + 24 2.6. Hipotesis Berdasarkan penjelasan yang telah tersusun diatas maka dapat disimpulkan bahwa “Ada pengaruh self control terhadap perilaku narsistik pada Remaja Pengguna Instagram di SMA Negeri 1 Makassar BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Jenis Penelitian 25 Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode statistik (Sugiyono, 2013). Menurut Sudarsono (dalam Swastika,2017) penelitian ini dimana semua informasi atau data diwujudkan dalam bentuk bilangan dan analisisnya berdasarkan bilangan tersebut dengan menggunakan statistik. 3.2 Variabel Penelitian Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian ditarik kesimpulannya. Terdapat dua variable dalam penelitian ini, yaitu variable bebas dan variable terikat. Variable bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable terikat. Sedangkan variable terikat merupakan variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable bebas (Sugiyono,2013). Adapun variabel pada penelitian ini sebagai berikut : Variabel bebas (dependent ) = Self Control (Kontrol diri) Variabel terikat (independent)= Perilaku Narsistik Sebagaimana yang diungkapkan dalam hipotesis penelitian ini berupaya untuk mencari Pengaruh Self Control terhadap Perilaku Narsistik. 3.3 Definisi Operasional 1. Self Control Self control adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dari hal-hal yang bertentangan dari norma yang beraku di masyarakat. Adapun aspek-aspeknya 26 adalah sebagai berikut : Behavioral control (Kontrol Perilaku), Cognitive control (Kontrol pikiran), Decisional control (Kontrol pengambilan keputusan) 2. Narsistik Narsistik adalah perilaku yang sangat mencintai dirinya sendiri dan keinginan yang sangat kuat untuk dipuji oleh orang lain, hidup dalam fantasi yang mereka ciptakan sendiri serta tidak memiliki empati terhadap orang lain. Adapun aspek-aspeknya adalah sebagai berikut; Keyakinan bahwa orang-orang harus patuh kepadanya, Keinginan untuk pamer (sombong) dan merasa memiliki kemampuan atau bakat yang hebat, Mengeksploitasi orang lain untuk mencari keuntungan, Perilaku angkuh dan arogan, Keinginan untuk selalu memimpin dan menunjukkan kekuasaannya, Percaya diri serta keyakinan bahwa dirinya special dan unik. 3.4 Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Makassar yang menggunakan Smartphone yang mendukung Apikasi Instagram. SMA Negeri 1 Makassar adalah salah satu sekolah negeri unggulan di Makassar yang mendorong siswanya untuk berperilaku b. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac 27 dan Michael, untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, dan 10%. Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah : n= keterangan: n : Jumlah sampel yang dicari N : Jumlah populasi c. Teknik Sampling Penelitian ini menggunakan purposive sampling yang merupakan salah satu teknik sampling non random dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan. 3.5 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu : 1) Angket atau Kuesioner Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,2013). Angket digunakan untuk mengukur self control terhadap perilaku narsistik remaja dengan cara memberikan sejumlah angket kepada siswa dan meminta mereka untuk mengisi dengan memilih jawaban yang sesuai. Peneliti menggunakan instrument angket dan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap fenomena social (Sugiyono,2013). SKala ini digunakan untuk mengukur sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh peneliti dengan cara memberikan beberapa pertanyaan 28 kepada responden. Pernyataan tersebut disusun peneliti berdasarkan pada indicator yang disebutkan pada variable X dan variable Y dan dijabarkan dalam bentuk pernyataan dan dijawab dalam bentuk pilihan ganda. Menurut Sugiyono (2013) Kategori jawaban dan skor yang disediakan mencakup: a. Sangat Setuju (SS) Skor 4 b. Setuju (S) Skor 3 c. Tidak setuju (TS) Skor 2 d. Sangat Tidak Setuju (STS) Skor 1 Skala self control berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Averill (dalam Swastika,2017) Skala Self Control (Kontrol diri) Adapun komponen dari skala self control adalah indikator yang disusun oleh peneliti untuk mengukur self control itu sendiri. Adapun Blue Print skala self control disajikan pada table berikut : No. Aspek-aspek No Item F 1. 2. 3. Kemampuan perilaku Kemampuan pikiran Kemampuan Keputusan untuk mengontrol untuk mengontrol untuk mengontrol Jumlah UF Tabel 3.1 Blue Print Skala Self Control 1. Skala Kecenderungan Narsistik 29 Adapun komponen dari skala Narsistik adalah indicator yang disusun oleh peneliti untuk mengukur kecenderungan narsistik itu sendiri. Adapun Blue Print skala Narsistik disajikan pada table berikut : No Item No. Aspek-aspek Jumlah F 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. UF Merasa diri hebat dan suka pamer Penuh dengan fantasi Kebutuhan untuk dikagumi Merasa layak diperlakukan secara istimewa Kurang memiliki empati Mengeksploitasi hubungan interpretasi Merasa iri pada orang lain atau menganggap orang lain iri padanya. Angkuh memandang rendah orang lain Percaya bahwa dirinya special dan unik. Table 3.2 Blue Print skala Kecenderungan Narsistik 3.5 Uji Alat Ukur a) Uji Validitas Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesatuan suatu instrument. Validitas alat ukur diuji dengan menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari setiap butir pernyataan dengan keseluruhan yang diperoleh pada alat ukur tersebut. Data yang digunakan merupakan hasil skor dari kuesioner yang disebarkan kepada responden (Arikunto,2010). Uji Validitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas instrument penelitian yang digunakan. Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermaran suatu alat ukur melaukan fungsi ukurnya. Uji validitas dilakukan dengan 30 membandingkan nilai r hitung dengan r table, jika r hitung < r table, maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid demikian sebaliknya, jika r hitung > r table, maka pertanyaan tersebut dikatakan tidak valid. Standar validitas dikatakan memuaskan jika nilai r = 0,30% (Aswar,2013), dalam hal ini hal yang akan diuji tingkat validitasnya adalah Self Control dan Perilaku Narsistik. b) Uji reabilitas Instrumen penelitian dikatakan reliabel atau handal jika jawaban responden terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan alat bantu Statistical Package for Social Selence (SPSS) 20.0 untuk statistik cronbach alpha (α) jika memberikan nilai (α) > 0,60 (Ghozali, 2005). Semakin tinggi koefisien realibilitas suatu instrumen mendekati angka 1,00 maka semakin tinggi pula realibilitasnya, dan sebaliknya kriteria untuk mengetahi tingkat reliabilas adalah menggunakan klasifikasi dari Aswar (2013), yang terdapat padad tabel 3.3 sebagai berikut: Interval Koefisien Interpretasi 1,00 Sempurna 0,91-0,99 Sangat Kuat 0,71-0,91 Tinggi 0,41-0,70 Sedang 0,21-0, 40 Rendah 31 <0,20 Sangat Rendah Tabel 3.3 Interpretaasi Koefisien Reliabilitas 3.6 Teknik Analisis Data Teknik Analisis data merupakan kegiatan dalam mengelola data setelah data dari seluruh subjek atau sumber data lain terkempul sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang penelitian tersebut. 3.6.1 Uji Prasyarat a. Uji Normalitas Uji normalitas data adalah pengujian yang harus dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis yang bertujuan untuk data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Uji statistika normalitas yang dapat digunakan diantaranya Chi-Squere, Kolmogorov Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilkm Jaque Bera b. Uji Homogenitas Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian dalam populasi sama atau tidak. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai sig. < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok adalah sama. Begitu pula sebaliknya. 3.6.2 Uji Hipotesis Uji Hipotesis dilakukan untuk mengetahui hipotesis manakah yang dapat diterima dalam penelitian. Di dalam penelitian dengan metode kuantitatif hipotesis penelitian dibagi menjadi dua, yakni hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternative (Ha). 32 Regresi Sederhana Analisis Regresi Sederhana adalah sebuah metode pendekatan untuk pemodelan hubungan antara satu variabel dependen dan satu variabel independen. ... Dalam analisis regresi sederhana, hubungan antara variabel bersifat linier, dimana perubahan pada variabel X akan diikuti oleh perubahan pada variabel Y secara tetap.