Uploaded by User29734

BAB 1-2-3 NINDY

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Remaja adalah masa dimana seorang anak mengalami masa peralihan dari
anak-anak ke Dewasa. Selama masa peralihan ini, seorang remaja pun mengalami
banyak perubahan baik secara biologis maupun cara berpikirnya. Idealnya remaja
yang berkembang dengan baik akan menunjukkan perilaku yang baik pula,
sebaliknya remaja yang menunjukkan perilaku negative bukan perkembangan yang
normal pada remaja.
Masa remaja adalah fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan
seorang individu,masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa
dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan
sosial yang berlangsung pada fase kedua kehidupan, Parded (dalam Swastika,2017)
Selama periode transisi ini, seorang remaja yang sedang mencari identitas diri
akan melakukan berbagai cara untuk menunjukkan eksistensi diri demi mendapatkan
pengakuan dari orang lain. Banyak sarana untuk mengekspresikan diri dengan
semakin berkembangnya zaman, teknologi telah berkembang pesat sebagai media
komunikasi. Salah satunya adalah media sosial sebagai media online untuk
berkomunikasi dengan keluarga, teman, sahabat atau partner kerja dan bisa diakses
oleh siapa saja diseluruh dibelahan dunia.
Salah satu media sosial yang popular dikalangan pengguna internet adalah
Instagram. Instagram merupakan aplikasi yang dapat diunggah oleh pengguna
2
smartphone yang berfungsi untuk berbagi foto dan video yang memungkinkan
pengguna mengambil video dan membagikannya keakun milik pengguna instagram
itu sendiri. Dengan adanya instagram, kita dapat mengetahui kegiatan orang lain
berdasarkan postingannya. Tidak hanya itu, instagram memiliki fitur like dan komen
yang memiliki keunikan tersendiri pada aplikasi yang satu ini. Saat ini pengguna
instagram di Indonesia mencapai urutan ke-4 dengan pengguna terbanyak setelah
Amerika, Brasil dan India. Portal diskon tanah air, CupoNation melakukan studi
tentang penggunaan media sosial yang digunakan oleh netizen Indonesia sebanyak
56 juta atau 20.97 persen pengguna (okezone.com)
Banyak remaja yang menggunakan instagram sebagai media pencarian jati
diri atau identitasnya, untuk menumbuhkan eksistensi di sosial media instagram,
remaja menggunggah foto diri (selfie) atau video yang menarik tentang dirinya pada
jejaring sosial instagram disertai dengan caption atau judul yang bersifat memperkuat
karakteristik foto yang diunggah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hu, Manikonda & Kambhampati
(Suhartanti,2016) terdapat delapan kategori foto favorit di instagram yaitu kategori
foto selfie, teman, makanan, gawai, captioned photo (gambar dengan kata-kata),
hewan, aktivitas, dan fashion. Beberapa individu sering menggunakan instagram
untuk memperlihatkan versi ideal dari diri atau kehidupan mereka, cenderung lebih
menekankan pada hal-hal yang positif dan meminimalisir yang negatif. Ini bukan
hanya membuat mereka “menipu” orang lain, tetapi juga “menipu” diri mereka
sendiri . Hal ini juga didukung oleh Puspitasari (Suhartanti,2016) yang menyatakan
hal-hal yang ditampilkan pada lingkungan adalah sisi baik individu. Hal tersebut
3
dilakukan agar dapat memikat pengguna lain untuk memberikan komentar positif
atau meninggalkan tanda “like” pada foto tersebut.
Narsistik adalah sifat yang terlalu mencintai dan mengagungkan diri sendiri,
akan melakukan apapun demi mendapatkan pujian dan pengakuan dari orang lain,
serta tidak memiliki empati pada orang lain. Biasanya berusaha menjadi tampil
agung, menamakan dirinya dengan gambaran besar, mereka tenggelam dalam
keasyikan (preoccupation) menerima atensi, salah dalam menerima reaksi orangorang disekitarnya, self-promotion, dan lack of emphaty (kurang mampu memahami
dan merasakan perasaan orang lain) (Wiramihardja, 2015).
Intensitas yang semakin sering dan lama menggunakan media sosial memiliki
hubungan dengan narsistik (kepedulian berlebihan pada diri sendiri). Remaja akan
mengalami kecenderungan untuk mengunggah foto dan video demi mendapatkan
perhatian orang lain. Tindakan menarik perhatian berlebihan dilakukan remaja
tersebut menunjukkan perilaku yang mengarah pada kepribadian narsistik (Durand &
Barlow, dalam Asiah, Nur dkk)
Seorang remaja yang cenderung memiliki kepribadian narsistik akan
melakukan hal apa saja demi mencapai popularitas, namun berstandar pada evaluasi
diri, mereka sangat menghindari ketergantungan pada penilaian orang lain. Biasanya
mereka memiliki fantasi terhadap dirinya sendiri sehingga apabila penilaian orang
lain bertentangan dengan apa yang sudah terstandar menurutnya maka itu adalah hal
yang berbahaya.
Menurut Vazire & Founder dalam Harisson, 2010) Faktor yang
mempengaruhi narsistik adalah rendahnya kontrol diri. Salah satu tugas
4
perkembangan remaja adalah memperkuat self control (kemampuan mengendalikan
diri). Pada kenyataannya masih banyak remaja yang belum dapat mengembangkan
self control sesuai dengan tugas perkembangannya (William Kay dalam Nurasiah
dkk 2018). Menurut Muse (dalam Sarlito,2013) orang-orang muda punya hasrathasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat itu dan dalam
hal inilah menunjukkan hilangnya control diri .
Studi yang dilakukan oleh seorang Profesor Universitas Kolimbia, Keith
Wilcox dan Profesor Pittsbrugh Andrew Stephen mengungkapkan bahwa media
social memang menurunkan batas control diri kita. Dijelaskan dalam artikel Wall
Street Journal, 2 Oktober 2012; hampir semua orang yang menampilkan diri asli di
media social. Ketika mendapatkan tanggapan positif, misalnya dalam bentuk “like”,
ego kita pun naik dan control diri menurun (kompas.com)
Menurut Averill (dalam Jarwanto & Rahmawati, Aisditaniarn, 2016). Self
control merupakan kemampuan dalam diri individu yang digunakan langsung
terhadap lingkungan, pemahaman makna terhadap peristiwa dan control terhadap
alternative suatu pilihan. Self control merupakan kemampuan untuk mengendalikan
diri seseorang dari perilaku yang bertentangan dari masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Laela
Suhartanti di SMA N 1 SAYEGAN menunjukan; 1) self control diri mayoritas pada
kategori tinggi yaitu 70 siswa (55,12%). 2) narcisstic personality disorder mayoritas
pada kategori rendah yaitu 90 siswa (70,87%), dan 3) terdapat pengaruh yang
signifikan dengan sumbangan efektif sebesar 37,9%. Dapat disimpulkan bahwa self
5
control dapat memprediksi narcisstic personality disorder pada siswa pengguna
Instagram.
Berdasarkan penjelasan diatas diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa
seorang remaja bisa saja mengalami perilaku narsistik apabila tidak mampu
mengontrol dirinya dengan baik. Dengan hal ini, remaja yang memiliki self control
yang rendah cenderung memiliki perilaku narsistik.
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah ada pengaruh self control terhadap perilaku narsistik pada remaja pengguna
Instagram di SMA Negeri 1 Makassar?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh self control
terhadap perilaku narsistik pada remaja pengguna Instagram di SMA Negeri 1
Makassar.
D. MANFAAT PENELITIAN
1.1 Manfaat Teoritis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu psikologi
khususnya Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan yang berkaitan dengan
Hubungan Self Control dengan Kecenderungan Narsitik Remaja Pengguna
Media Sosial Instagram.
2.1 Manfaat Praktis
6
a) Bagi Remaja
Penelitian ini diharapkan memberi masukan untuk remaja agar dapat
mengontrol dirinya dalam penggunaan Instagram atau media social sehingga
lebih bijak dalam menggunakannya.
b) Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi sekolah agar dapat lebih
mengontrol serta mengarahkan siswanya kearah yang lebih baik.
c) Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta dapat dijadikan
sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang
Pengaruh self control terhadap perilaku Narsistik Remaja Pengguna
Instagram.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1 Remaja
2.1.1 Pengertian Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latih yaitu adolescene yang berarti to grow
atau to grow maturity yang berarti periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak
dan dewasa (Golinko, dalam Jahja 2011).
Istilah adolescene sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup
kematangan mental emosional, social, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh piaget
yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana anak
merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan
merasa atau paling tidak sejajar. Hurlock (dalam Fadly,2016)
Menurut Cskiszentimihalyi & Larson (dalam Sarwono, 2013) menyatakan
bahwa remaja adalah rekontruksi kesadaran yang artinya remaja merupakan masa
penyempurnaan dari masa yang sebelumnya. Namun, beberapa penulis Indonesia
tetap berpendapat bahwa remaja merupakan suatu masa transisi dari masa anak ke
dewasa, yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, agama,
kognitif dan social (Latifah dalam Sarwono,2013)
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa remaja
adalah periode transisi atau perahilan pertumbuhan dari anak-anak menuju dewasa
yang sedang mengalami kematangan secara emosional, social, dan fisik.
2.1.2 Batasan Usia Remaja
8
Ada beberapa ahli membagi usia remaja diantaranya adalah Atkinson (dalam
Swastika,2017) mengatakan bahwa batas umur remaja secara kasar berkisar antara
umur 12 sampai akhir belasan tahun ketika pertumbuhan jasmani hamper selesai.
Hurlock (dalam Sarwono,2013) membagi masa remaja menjadi masa remaja
awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga
18 tahun. Sedangkan menurut Adams dan Gullota (dalam Jahja, 2011) masa remaja
meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun.
Pendapat lain dikemukankan oleh WHO (dalam Putro, Khamim Zarzakih
2017)ada tiga kriteria yang digunakan; biologis, psikologis, dan social ekonomi
yakni: (1) individu yang berkembang saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2) individu yang
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi
dewasa, dan (3) terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang lebih mandiri .
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan batasan usia
remaja yaitu berkisar antara 12 hingga 16 tahun untuk remaja awal dan 17 hingga 20
tahun sebagai remaja akhir.
2.1.4. Ciri-ciri Masa Remaja
Ciri-ciri Masa Remaja menurut Hurlock (dalam Fadly,2016) adalah
sebagai berikut:
9
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai cepatnya perkembangan
mental yang cepat. terutama pada masa awal remaja. Semua perkembangan
itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya pembentukan
sikap, nilai dan minat.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Pengaruh perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal masa remaja
mempengaruhi tingkat perilaku individu. Dalam setiap periode peralihan,
status individu tidaklah jelas terdapat keraguan akan peran yang harus
dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga orang
dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan.
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar
dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat
diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat.
Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun .
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalah sendiri-sendiri, namun masalah masa
remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh laki-laki maupun
perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitas ini, yaitu: 1) Sepanjang masa
kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan
guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam
10
mengatasi masalah; 2) Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin
mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Pencarian identitas dimulai pada akhir kanak-kanak, penyesuaian diri
dengan standar kelompok lebih penting dari pada bersikap individualis.
Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting
bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laut mereka mulai
mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang
berbeda dengan orang lain.
f. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Semakin mendekatnya usia kematang, para remaja menjadi gelisah untuk
meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa
mereka sudah hamper dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada prilaku
yang dihubungan dengan status dewasa yaitu meroko, minum-minuman
keras, menggunakan obat-obatan, bermain dengan media sosial dan terlibat
dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberi citra yang mereka inginkan.
Jahja (2011) dalam bukunya juga mengemukakan pendapatnya
mengenai ciri-ciri remaja yaitu terjadinya perubahan yang cepat baik secara
fisik maupun psikologis, adapun ciri-cirinya yaitu:
a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal
yang dikenal sebagai masa storm & stress.
Peningkatan emosional ini
11
merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormone yang terjadi pada
masa remaja.
b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.
Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik internal seperti system
sirkulasi, pencernaan, dan system respirasi maupun perubahan eksternal
seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh
terhadap konsep diri remaja.
c. Perubahan dlaam hal menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain.
Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari lawan jenis
kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis dan orang dewasa.
Demikian, dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan ciri-ciri
remaja yaitu individu yang berada pada tahap peralihan, masa pencarian
identitas yang mengalami perubahan baik secara fisik dan perubahan bentuk
tubuh maupun perubahan emosi, serta hubungan sosial dengan orang lain.
2.1.5. Tugas Perkembangan Remaja
Salah satu periode rentang kehidupan individu adalah masa remaja.
Fase ini sangat penting dalam siklus perkembangan individu. Menurut
William Kay (dalam Jahja, 2011) dalam perkembangannya remaja memiliki
tugas-tugas baru sebagai seorang remaja yang ditandai dengan :
a) Menerima fisiknya sendiri dengan keragaman kualitasnya
b) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figure-figur yang
mempunyai otoritas
12
c) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul
dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun
kelompok.
d) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
e) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya
sendiri
f) Memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala
nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup (Weltanschaung)
g) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaia diri (sikap/perilaku) kekanakkanakan.
Luella Cole (dalam Jahja, 2011) juga sependapat dengan William Kay
dalam mengklasifikasikan tugas perkembangan remaja yaitu;
a) Kematangan emosional
b) Pemantapan mint-minat heteroseksual
c) Emansipasi dari control keluarga
d) Kematangan intelektual
e) Memilih pekerjaan
f) Menggunakan waktu senggang secara tepat
g) Memiliki filsafat hidup
h) Identifikasi diri
Menurut Soetjingsih (2004), Pada masa tahapan perkembangan,
remaja dihadapkan dengan tugas-tugas yang akan dihadapinya seperti;
13
memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara efektif lebih
dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin, memperoleh peranan
social, menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif,
memperoleh kebebasan emosional dari orang tua, mencapai kepastian akan
kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, memiliki dan mempersiapkan
diri untuk suatu pekerjaan, mempersiapkan diri untuk perkawinan dan
kehidupan berkeluarga, serta mengembangkan dan membentuk konsepkonsep moral.
Menurut Havigrust (dalam Herlina,2013) tugas perkembangan
remaja meliputi: a. mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan
teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika
moral yang berlaku dimasyarakat, mencapai peranan social sesuai dengan
jenis kelamin, selaras dengan tuntutan social dan kultural masyarakatnya,
menerima kesatuan organ-organ
tubuh/ keadaan fisiknya sebagai
pria/wanita dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya
masing-masing, menerima dan mencapai tingkah laku social tertentu yang
bertanggung jawab ditengah-tengah masyarakatnya, mencapai kebebasan
emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai
menjadi diri sendiri, mempersiapkan diri untuk mencapai karir tertentu
dalam bidang kehidupan ekonomi, mempersiapkan diri untuk memasuki
dunia perkawinan dan kehidupan berkeluarga, memperoleh seperangkat
nilai
dan
system
etika
sebagai
pedoman
bertingkah
laku
dan
mengembangkan ideology untuk keperluan kehidupan keharganegaraannya.
14
2.1.6 Masalah-masalah yang dihadapi Remaja
Menurut Azizah (2013) Ada banyak masalah yang dihadapi remaja
beberapa diantaranya adalah permasalahan dengan teman sebaya yaitu
sebagai berikut; a) pergaulan dengan teman sebaya yang menimbulkan
permasalahan bagi remaja, remaja memikirkan tentang bagaimana supaya
bisa diterima, menjadi popular dan menunjukkan kemampuan-kemampuan
dalam kelompoknya; b) pergaulan dengan teman sebaya lain jenis
mendatangkan permasalahan yaitu bagaimana cara menarik perhatian
lawan jenis; c) peranan diri sebagai pria atau wanita merupakan
permasalahan yang timbul sebagai akibat tugas-tugas perkembangan,
permasalahanya yaitu apakah sesungguhnya peranan pria atau wanita
tidakkah saya berbuat salahm sebagai wanita tidakkah saya terlalu
terbukam sebagai pria tidakkah saya terlalu cengeng, dan orang yang
semacam apakah yang sebaiknya sebagai teman hidup saya.
2.2 Pengertian Instagram
Instagram adalah sebuah aplikasi media sosial yang dapat diunduh melalui
smartphone. Instagram berasal dari kata “instan” atau “insta”, seperti kamera
polaroid yang dulu lebih dikenal dengan “foto instan” sedangkan untuk kata
“gram” berasal dari kata “telegram”, dimana cara kerja telegram adalah untuk
mengirimkan informasi kepada orang lain dengan cepat. Begitu pula dengan
Instagram yang dapat mengunggah foto dengan menggunakan jaringan internet,
sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan cepat. Oleh karena
15
itulah Instagram berasal dari kata “instan-telegram” ,Putri (dalam Dafika &
Fifit,2016)
Hal yang menarik dari instagram adalah “following dan followers” yang
ada dalam instagram. Semakin banyak followers yang dimiliki oleh seseorang
maka ia akan dilabel sebagai seseorang yang menarik. Tentunya untuk dapat
diakui sebagai seorang yang “unik atau menarik” adalah ada standarnya. Baik itu
memiliki fisik yang cantik/tampan, memiliki bakat yang menarik atau memiliki
karakteristik pada foto atau video yang diunggah.
Namun seiring berjalannya waktu, instagram dijadikan sebagai aplikasi
yang paling dibutuhkan karena dengan adanya aplikasi ini, penggunanya dapat
menunjukkan eksistensi dirinya dengan mengunggah berbagai foto dan video
yang memungkinkan dapat menarik banyak likers dan followers yang membuat
seseorang dikatakan sebagai seorang yang populer. Bagi orang yang dikatakan
“popular” cenderung akan membagikan kehidupan sehari-harinya di instagram
dan hal ini dapat mendorong seseorang menjadi pamer. Apabila hal ini terjadi
secara intens, maka bisa dikatakan ia cenderung menjadi seorang yang narsistik
2.2.1 Dampak Positif dan Negatif Instagram
Instagram Sebagai Ajang Eksistensi Diri
Instagram merupakan media sosial yang memungkinkan penggunanya
untuk membagikan foto/video disetiap momen yang sangat mendukunguntuk
menunjukkan eksistensi penggunanya. Eksistensi sendiri dapat diartikan sebagai
ada atau menunjukkan bahwa diri seseorang itu ada. Sehingga eksistensi diri
dalam media sosial itu merupakan pembuktian keberadaan seseorang melalui
16
penggunaan media online, khusunya Instagram. Namun dengan adanya teknologi
dan media online yang berkembang seperti Instagram membuat pola komunikasi
ikut berubah, cara memahami eksistensi diri pun ikut berubah meyebabkan
komplesitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan
bermasyarakat. Dimana para pengguna Instagram khususnya kalangan Remaja
beranggapan dengan membagikan gambar, foto maupun video tentang kehidupan
kesehariannya merupakan satu-satunya cara dalam menunjukkan eksitensi diri
mereka
2.3 Pengertian Narsistik
Menurut Durand dan Barlow (2006) narsistik adalah gangguan
kepribadian klaster B (dramatic, emosional, atau tak beraturan) yang melibatkan
pola pervasive grandiosity (merasa hebat) dalam fantasi atau perilaku, kebutuhan
untuk dikagumi, dan kurangnya empati.
Narsistik adalah perilaku yang mencintai dirinya sendiri, mengagungkan
diri sendiri dan
bahwa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan orang lain.
Orang yang memiliki kecenderungan narsistik biasanya terpaku pada pikiranpikiran mengenai pentingnya diri mereka sendiri (self-importance) dan dengan
fantasi-fantasi mengenai kekuatan (power) dan keberhasilan (success) dan
memandang diri mereka sendiri sebagai orang yang lebih superior (berkuasa) atas
banyak orang (Wirahmadja,2015)
Orang-orang yang memiliki perilaku narsistik biasanya hidup dalam
fantasi yang mereka ciptakan sendiri yang bertentangan dengan penilaian orang
17
lain. Mereka biasanya menganggap penilaian orang lain salah dan semua standar
penilaian terhadap suatu hal mengacu berdasarkan penilaian pribadinya. Mereka
sibuk dengan mengarahkan diri untuk meraih tujuan mereka sendiri dan
cenderung memanfaatkan orang lain yang menurutnya dapat menunjang
keberhasilan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Narsistik adalah
perilaku yang sangat mencintai dirinya sendiri dan keinginan yang sangat kuat
untuk dipuji oleh orang lain, hidup dalam fantasi yang mereka ciptakan sendiri
serta tidak memiliki empati terhadap orang lain.
1. Ciri-ciri Narsistik dalam DSM-IV
Menurut DSM-IV (dalam Davidson, Gerald C & M, John & dkk. 2009)
individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsistik jika memiliki
kriteria berikut ini :
a) Pandangan yang dibesar-besarkan
b) Terfokus pada keberhasilan, kecerdasan, kecantikan diri
c) Kebutuhan ekstrim untuk dipuja
d) Perasaan kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu
e) Kecenderungan untuk memanfaatkan orang lain
f) Iri pada orang lain
Sedangkan Boeree (dalam Linangimah,2018) mengindikasikan bahwa
kepribadian narsistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Membesar-besarkan
18
pemahaman akan nilai penting diri, asyik dengan fantasi akan kekuasaan,
kesuksesan, kecantikan atau cinta sejati yang tak terbatas, meyakini bahwa ia
special dan unik serta hanya bisa dipahami oleh atas seharusnya berhubungan
dengan orang-orang (institusi) berstatus tinggi atau orang-orang khusus lainnya,
butuh penghargaan yang berlebihan, punya perasaan istimewa yaitu harapanharapan
yang
tidal
selayaknya,
khususnya
terhadap
perlakuan
yang
menguntungkan atau penuh otomatis terhadap harapan-harapannya, mengambil
keuntungan dari orang lain untuk mencapai tujuannya sendiri, kurang empati,
sering kali iri hati terhadap orang lain atau meyakini orang lain iri terhadapnya,
menunjukkan perilaku dan sikap arogan.
2.3.2 Aspek-aspek Narsistik
Raskin, Hall & Tery (dalam Nurdiana, 2018) menguraikan beberapa aspek
dari narsistik diantaranya adalah :
a. Keyakinan bahwa orang-orang harus patuh kepadanya.
b. Keinginan untuk pamer (sombong) dan merasa memiliki kemampuan atau
bakat yang hebat
c. Mengeksploitasi orang lain untuk mencari keuntungan
d. Perilaku angkuh dan arogan
e. Keinginan untuk selalu memimpin dan menunjukkan kekuasaannya
f. Percaya diri serta keyakinan bahwa dirinya special dan unik
Faktor yang Memengaruhi Narsistik
19
Menurut Lubis (dalam Nurdiana,2018), narsistik bias juga disebabkan
oleh beberapa factor, yaitu :
1. Faktor Psikologis,
Menurut Mitchell dalam (Swastika,2017) ada lima penyebab kemunculan
narsis pada remaja, yaitu adanya kecenderungan mengharapkan perlakuan khusus,
kurang bisa berempati sama orang lain, sulit memberikan kasih sayang, belum
punya kontrol diri / moral yang kuat, dan kurang rasional.
Faktor yang memengaruhi narsistik adalah rendahnya kontrol diri (Vazire
& Founder dalam Harisson, 2010). Salah satu tugas perkembangan remaja adalah
memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri). Pada kenyataannya
masih banyak remaja yang belum dapat mengembangkan control diri sesuai
dengan tugas perkembangannya ,William Kay (dalam Nurasiah,dkk 2018)
Jadi berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan adalah salah satu
factor yang memengaruhi seseorang menjadi narsistik adalah rendahnya control
diri.
2.4 Pengertian (Self Control) Kontrol Diri
Menurut Kamus Besar Psikologi self control adalah kemampuan untuk
membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan, merintangi impulsimpuls atau tingkah laku impuls (Chaplin dalam Fadly,2016) Sedangkan menurut
Tompson (dalam Fadly, 2016) control diri adalah keyakinan bahwa seseorang dapat
mencapai hasil-hasil yang diinginkan lewat tindakannya sendiri.
20
Berk (dalam Terigan,2016) menyatakan bahwa pengendalian diri (self control)
adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang
bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.
Self control atau control diri adalah kemampuan seseorang untuk memilih
bagaimana berperilaku dan bertindak daripada menuruti insting dan impuls. Diantara
penyebab kurangnya control diri pada remaja adalah konflik atau pertentangan yang
terjadi dalam kebutuhan baik yang terjadi dalam kebutuhan baik yang terjadi pada dirinya
maupun masyarakat.
Menurut Papalia (dalam Tarigan 2016) yang menyatakan bahwa kontrol diri
merupakan kemampuan untuk mengendalikan perilaku, keinginan mengubah perilaku
agar sesuai untuk orang lain dan selalu konform dengan orang lain. Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan
menahan dorongan untuk melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial
yang dilakukan dengan mengendalikan serta mengarahkan
Berdasarkan penjelasan diatas Self control adalah kemampuan seseorang untuk
mengendalikan diri dari hal-hal yang bertentangan dari norma yang beraku di
masyarakat. Self control memungkinkan seorang remaja untuk berperilaku terarah dalam
mengarahkan bentuk perilakunya kearah konsekuensi positif.
2.4.1 Aspek-aspek Self Control
Averill (dalam Fadly,2016) menguraikan 3 jenis kemampuan mengontrol diri
yang meliputi 3 aspek yaitu:
21
a) Behavioral control (Kontrol Perilaku), merupakan kesiapan atau tersedianya suatu
respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan
yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi
dua komponen, yaitu mngatur pelaksanaan (regulated administrion) dan kemampuan
memodifikasi stimulus (stimulis modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan
merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan
keadaan, dirinya sendiri atau suatu yang ada di luar dirinya. Kemampuan mengatur
stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu
stimulus yang tidak dikehendaki di hadapi.
b) Cognitive control (Kontrol pikiran), merupakan kemampuan individu dalam
mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai
atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi
psikologis atau untuk mengurangi tekanan . Aspek ini terdiri dari dua komponen,
yaitu memperoleh informasi dan melakukan penilaian. Dengan informasi yang
dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu
dapat mengantisipasi keadaan dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian
berarti individu berusaha menilai dan menafsirkansuatu keadaan atau peristiwa
dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif
c) Decisional control (Kontrol pengambilan keputusan), merupakan kemampuan
seseorang untuk memilih suatu tindakan berdasarkan pada suatu yang sudah diyakini
atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan
adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk
memilih berbagai kemungkinan tindakan.
22
2.4.2 Faktor-faktor Mempengaruhi Self Control
Menurut Ghufron & Risnawita (dalam Swastika, 2017) kontrol diri
dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara garis besarnya faktor-faktor yang
mempengaruhi kontrol diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan
faktor eksternal (lingkungan individu) sperti berikut ini :
a) Faktor Internal yang ikut ambil terhadapa kontrol diri adalah usia, semakin
bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan mengontrol diri
seseorang itu.
b) Faktor Eksternal, ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan
keluarga terutama orang tua menentukan bagimana kemampuan mengontrol diri
seseorang.
Hurlock, Elkind & Weiner (dalam Kurniawan,2012) juga sependapat dengan
pendapat diatas mengenai factor-faktor yang memengaruhi self control yaitu :
a) Pengaruh pola asuh orang tua
Sikap disiplin yang diterapkan oleh orang tua merupakan hal yang penting dalam
kehidupan individu karena dapat mengembangkan self control dan self direction sehingga
seseorang dapat menunjukkan dengan baik segala tindakan yang dilakukannya.
b) Faktor Kognitif
Individu tidak dilahirkan dalam konsep yang benar dan salah dalam suatu pemahaman
tentang diperbolehkan atau dilarang. Kematangan kognitif terjadi selama masa
prasekolah dan masa kanak-kanak, secara bertahap dapat meningkatkan kapasitas
individu untuk membuat pertimbangan-pertimbangan sosial dan mengontrol perilakunya.
23
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi self control adalah : perkembangan kognitif individu, kematangan, serta
pola asuh keluarga,
2.5 Kerangka Pikir
Untuk dapat memudahkan memahami alur penelitian ini, maka peneliti membuat
bagan kerangka konseptual hubungan antara self control dengan kecenderungan narsistik
adalah sebagai berikut :
Remaja
Instagram
Self Control (X)
Kecenderungan Narsistik (Y)







Kemampuan mengontrol
perilaku
Kemampuan mengontrol
stimulus
Kemampuan mengontrol
pengambilan keputusan





+
Merasa hebat dan suka pamer
Merasa Penuh dengan fantasi
Kebutuhan untuk dikagumi
Merasa layak diperlakukan secara
istimewa
Kurang memilki empati
Mengeksploitasi hubungan interpersonal
Memiliki rasa iri pada orang lain atau
menganggap orang lain iri pada dirinya
Angkuh, memandang rendah orang lain
Percaya bahwa dirinya special dan unik
-
-
+
24
2.6. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan
yang telah tersusun
diatas maka dapat
disimpulkan bahwa “Ada pengaruh self control terhadap perilaku narsistik pada
Remaja Pengguna Instagram di SMA Negeri 1 Makassar
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1 Jenis Penelitian
25
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, kuantitatif adalah penelitian
yang bekerja dengan angka dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode
statistik (Sugiyono, 2013). Menurut Sudarsono (dalam Swastika,2017) penelitian ini
dimana semua informasi atau data diwujudkan dalam bentuk bilangan dan analisisnya
berdasarkan bilangan tersebut dengan menggunakan statistik.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian
ditarik kesimpulannya. Terdapat dua variable dalam penelitian ini, yaitu variable bebas
dan variable terikat. Variable bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable terikat. Sedangkan variable terikat
merupakan variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variable
bebas (Sugiyono,2013).
Adapun variabel pada penelitian ini sebagai berikut :
Variabel bebas (dependent ) = Self Control (Kontrol diri)
Variabel terikat (independent)= Perilaku Narsistik
Sebagaimana yang diungkapkan dalam hipotesis penelitian ini berupaya untuk
mencari Pengaruh Self Control terhadap Perilaku Narsistik.
3.3 Definisi Operasional
1. Self Control
Self control adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dari hal-hal
yang bertentangan dari norma yang beraku di masyarakat. Adapun aspek-aspeknya
26
adalah sebagai berikut : Behavioral control (Kontrol Perilaku), Cognitive control (Kontrol
pikiran), Decisional control (Kontrol pengambilan keputusan)
2. Narsistik
Narsistik adalah perilaku yang sangat mencintai dirinya sendiri dan keinginan
yang sangat kuat untuk dipuji oleh orang lain, hidup dalam fantasi yang mereka ciptakan
sendiri serta tidak memiliki empati terhadap orang lain. Adapun aspek-aspeknya adalah
sebagai berikut; Keyakinan bahwa orang-orang harus patuh kepadanya, Keinginan untuk
pamer (sombong) dan merasa memiliki kemampuan atau bakat yang hebat,
Mengeksploitasi orang lain untuk mencari keuntungan, Perilaku angkuh dan arogan,
Keinginan untuk selalu memimpin dan menunjukkan kekuasaannya, Percaya diri serta
keyakinan bahwa dirinya special dan unik.
3.4
Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri : obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Makassar yang
menggunakan Smartphone yang mendukung Apikasi Instagram.
SMA Negeri 1 Makassar adalah salah satu sekolah negeri unggulan di Makassar
yang mendorong siswanya untuk berperilaku
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac
27
dan Michael, untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, dan 10%. Rumus untuk menghitung
ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah :
n=
keterangan:
n : Jumlah sampel yang dicari
N : Jumlah populasi
c. Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan purposive sampling yang merupakan salah satu teknik
sampling non random dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara
menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan
dapat menjawab permasalahan.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1)
Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya (Sugiyono,2013). Angket digunakan untuk mengukur self
control terhadap perilaku narsistik remaja dengan cara memberikan sejumlah angket
kepada siswa dan meminta mereka untuk mengisi dengan memilih jawaban yang sesuai.
Peneliti menggunakan instrument angket dan skala likert. Skala likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap
fenomena social (Sugiyono,2013). SKala ini digunakan untuk mengukur sikap atau
tingkah laku yang diinginkan oleh peneliti dengan cara memberikan beberapa pertanyaan
28
kepada responden. Pernyataan tersebut disusun peneliti berdasarkan pada indicator yang
disebutkan pada variable X dan variable Y dan dijabarkan dalam bentuk pernyataan dan
dijawab dalam bentuk pilihan ganda. Menurut Sugiyono (2013) Kategori jawaban dan
skor yang disediakan mencakup:
a. Sangat Setuju (SS) Skor 4
b. Setuju (S) Skor 3
c. Tidak setuju (TS) Skor 2
d. Sangat Tidak Setuju (STS) Skor 1
Skala self control
berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Averill (dalam
Swastika,2017)
Skala Self Control (Kontrol diri)
Adapun komponen dari skala self control adalah indikator yang disusun oleh
peneliti untuk mengukur self control itu sendiri. Adapun Blue Print skala self control
disajikan pada table berikut :
No.
Aspek-aspek
No Item
F
1.
2.
3.
Kemampuan
perilaku
Kemampuan
pikiran
Kemampuan
Keputusan
untuk
mengontrol
untuk
mengontrol
untuk
mengontrol
Jumlah
UF
Tabel 3.1 Blue Print Skala Self Control
1. Skala Kecenderungan Narsistik
29
Adapun komponen dari skala Narsistik adalah indicator yang disusun oleh peneliti
untuk mengukur kecenderungan narsistik itu sendiri. Adapun Blue Print skala Narsistik
disajikan pada table berikut :
No Item
No.
Aspek-aspek
Jumlah
F
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
UF
Merasa diri hebat dan suka
pamer
Penuh dengan fantasi
Kebutuhan untuk dikagumi
Merasa layak diperlakukan
secara istimewa
Kurang memiliki empati
Mengeksploitasi
hubungan
interpretasi
Merasa iri pada orang lain atau
menganggap orang lain iri
padanya.
Angkuh memandang rendah
orang lain
Percaya bahwa dirinya special
dan unik.
Table 3.2 Blue Print skala Kecenderungan Narsistik
3.5 Uji Alat Ukur
a) Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesatuan suatu instrument. Validitas alat ukur diuji dengan menghitung korelasi antara
nilai yang diperoleh dari setiap butir pernyataan dengan keseluruhan yang diperoleh
pada alat ukur tersebut. Data yang digunakan merupakan hasil skor dari kuesioner yang
disebarkan kepada responden (Arikunto,2010).
Uji Validitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas instrument
penelitian yang digunakan. Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermaran
suatu
alat ukur melaukan fungsi ukurnya. Uji validitas dilakukan dengan
30
membandingkan nilai r hitung dengan r table, jika r hitung < r table, maka pertanyaan
tersebut dinyatakan valid demikian sebaliknya, jika r hitung > r table, maka pertanyaan
tersebut dikatakan tidak valid. Standar validitas dikatakan memuaskan jika nilai r =
0,30% (Aswar,2013), dalam hal ini hal yang akan diuji tingkat validitasnya adalah Self
Control dan Perilaku Narsistik.
b) Uji reabilitas
Instrumen penelitian dikatakan reliabel atau handal jika jawaban responden
terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Instrumen yang
sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan alat bantu Statistical Package for
Social Selence (SPSS) 20.0 untuk statistik cronbach alpha (α) jika memberikan nilai (α) >
0,60 (Ghozali, 2005). Semakin tinggi koefisien realibilitas suatu instrumen mendekati
angka 1,00 maka semakin tinggi pula realibilitasnya, dan sebaliknya kriteria untuk
mengetahi tingkat reliabilas adalah menggunakan klasifikasi dari Aswar (2013), yang
terdapat padad tabel 3.3 sebagai berikut:
Interval Koefisien
Interpretasi
1,00
Sempurna
0,91-0,99
Sangat Kuat
0,71-0,91
Tinggi
0,41-0,70
Sedang
0,21-0, 40
Rendah
31
<0,20
Sangat Rendah
Tabel 3.3 Interpretaasi Koefisien Reliabilitas
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik Analisis data merupakan kegiatan dalam mengelola data setelah data dari
seluruh subjek atau sumber data lain terkempul sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang
penelitian tersebut.
3.6.1 Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data adalah pengujian yang harus dilakukan sebelum melakukan
pengujian hipotesis yang bertujuan untuk data yang telah dikumpulkan berdistribusi
normal atau diambil dari populasi normal. Uji statistika normalitas yang dapat
digunakan diantaranya Chi-Squere, Kolmogorov Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilkm
Jaque Bera
b. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian dalam
populasi sama atau tidak. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai sig. < 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok adalah sama. Begitu pula
sebaliknya.
3.6.2 Uji Hipotesis
Uji Hipotesis dilakukan untuk mengetahui hipotesis manakah yang dapat diterima
dalam penelitian. Di dalam penelitian dengan metode kuantitatif hipotesis penelitian
dibagi menjadi dua, yakni hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternative (Ha).
32
Regresi Sederhana
Analisis Regresi Sederhana adalah sebuah metode pendekatan untuk pemodelan
hubungan antara satu variabel dependen dan satu variabel independen. ... Dalam
analisis regresi sederhana, hubungan antara variabel bersifat linier, dimana perubahan
pada variabel X akan diikuti oleh perubahan pada variabel Y secara tetap.
Download