1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keselamatan (safety) menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green Productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit (Depkes RI, 2006). Menurut Permenkes Nomor 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011 Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi pengkajian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimkan risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Program patient safety dilakukan untuk menjamin keselamatan pasien di rumah sakit melalui pencegahan terjadinya kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan antara lain : infeksi nosokomial, pasien jatuh, pasien dicubitus, plebitis pada pemasangan infus, tindakan bunuh 1 2 diri yang bisa dicegah, kegagalan profilaksis (Kusnanto, 2007). Penggunaan komunikasi yang tepat dengan read back telah menjadi salah satu sasaran dari program patient safety yaitu peningkatan komunikasi yang efektif. Menurut Vardaman (2012) bahwa S-BAR dapat berfungsi sebagai alat untuk standarisasi komunikasi antara perawat dan dokter. Jurnal ini menunjukkan bahwa S-BAR dapat membantu dalam pengembangan skema yang memungkinkan membuat keputusan yang cepat oleh perawat. Komunikasi ISBAR dan S-BAR adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang logis untuk mengatur informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain secara akurat dan efisien. Komunikasi dengan menggunakan alat terstruktur ISBAR dan S-BAR (Introduction, Situation, Background, Assesment, Recomendation) untuk mencapai ketrampilan berfikir kritis, dan menghemat waktu. (NHS, 2012). Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan tenaga yang terdiri dari tenaga medis, tenaga perawatan, tenaga paramedis non perawatan dan tenaga non medis. Semua kategori tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, tenaga perawat merupakan tenaga terbanyak dan mereka mempunyai waktu kontak dengan pasien lebih lama dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, sehingga mereka mempunyai peranan penting dalam menentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (KARS, 2006). Meningkatkan komunikasi yang efektif merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien berdasarkan standar keselamatan pasien 3 di rumah sakit. Komunikasi yang tidak efektif adalah hal yang paling sering disebutkan sebagai penyebab dalam kasus-kasus Sentinel . Komunikasi harus tepat pada waktunya, akurat, komplit, tidak rancu dan dimengerti oleh penerima. Penelitian menunjukan bahwa penundaan dalam menanggapi hasil yang penting mempengaruhi secara negatif hasil akhir pasien (JCI, 2007) Menerapkan sebuah proses/ prosedur berupa perintah yang disampaikan melalui telepon (lisan), atau penyampaian hasil uji klinis sangat penting, sehingga harus diverifikasi dengan mengulang selengkapnya perintah atau pun hasil uji klinis yang diterima, serta harus dilakukan oleh orang yang menerima informasi tersebut. Rumah Sakit harus mengembangkan dan mensosialisasikan sebuah sistem dimana semua perintah maupun hasil uji yang diterima harus diverifikasi atau dibacakan ulang kepada pihak yang memberi perintah atau hasil uji klinis tersebut. Hal ini termasuk pula proses dokumentasi dan penandatanganan sebagai bentuk konfirmasi atas perintah/ hasil uji yang diterima. Mengidentifikasi pasien dengan benar dengan meningkatkan komunikasi secara efektif, meningkatkan keamanan dari high alert medications, memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan, mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk. The Joint Commision World (2007) telah menyampaikan bahwa komunikasi S-BAR harus selalu di sosialisasikan kepada staf di seluruh ruang perawatan. Ruang Medikal Bedah dalam melayani pasien melibatkan banyak 4 SDM ( medis, keperawatan, non keperawatan, teknisi, analis, dan tenaga administrasi ) juga menggunakan banyak peralatan dan obat-obatan. Hal ini dapat memicu tingginya kemungkinan terjadi error dalam pelaksanaannya (Permenkes RI, 2011). Tenaga keperawatan profesional yang menjalankan pekerjaan berdasarkan ilmu sangat berperan dalam penanggulangan komplikasi penyakit dan terjadinya infeksi nosokomial serta memperpendek hari perawatan pasien. Pelatihan program keselamatan pasien merupakan salah satu pelayanan mutu terhadap pasien. Perawat yang kurang mempunyai motivasi terhadap pelatihan program patient safety terutama menggunakan tehnik komunikasi dengan tehnik S-BAR akan dapat menyebabkan pelayanan kepada pasien kurang baik dan keamanan pasien tidak terjaga dengan baik yang berawal dari kesalahan komunikasiHal ini termasuk langkah menuju pelatihan program keselamatan pasien (patient safety) di ruang perawatan medikal bedah. Pelatihan merupakan proses perubahan perilaku yang dinamis yang didalamnya membutuhkan sebuah proses yang didukung motivasi seseorang. Motivasi menguraikan juga merupakan keadaan ekstrinsik konsep yang yang ditampilkan di pakai untuk dalam perilaku. Respon instrinsik disebut juga sebagai motif (pendorong) yang mengarahkan perilaku ke rumusan kebutuhan atau pencapaian tujuan. Penelitian yang dilakukan oleh Pajar (2008) menjelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan, motivasi terhadap produktifitas kerja karyawan keperawatan di RS PKU Muhammadiyah 5 Surakarta. Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan dapat menstimulasi motivasi yang baik sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja dan mutu pelayanan perawatan di rumah sakit tersebut. Demikian juga dengan hasil penelitian Ariyani (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan motivasi terhadap sikap mendukung pelatihan program patient safety. Pengetahuan dan motivasi yang baik dan benar akan dapat memberikan kontribusi positif dalam sikap dukungan pelatihan program tersebut. Perawat akan mempunyai perilaku yang positif dalam aplikasi pelatihan kepada pasien sehingga dapat mencegah terjadinya adverse event dan near miss dalam memberikan pelayanan keperawatan. Menurut Velji, G, Baker, Fancott, Andreoli, Boaro, Tardif, Aimone and Sinclair (2008) dengan Judul: Efektivitas Alat Komunikasi S-BAR dalam pengaturan perawatan di ruang rehabilitasi. Komunikasi yang efektif dan kerja sama tim telah diidentifikasi dalam literatur sebagai kunci pendukung dari keselamatan pasien. Proses S-BAR terbukti telah menjadi alat komunikasi yang efektif dalam pengaturan perawatan akut untuk tingkatan komunikasi yang urgen, terutama antara dokter dan perawat, namun masih sedikit yang diketahui dari efektivitas dalam pengaturan tentang hal yang lain. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas alat S-BAR yang di gunakan dalam situasi mendesak dan tidak mendesak di ruang rehabilitasi yang melibatkan staf, kilinis, pasien, keluarga. Penelitian ini menunjukkan bahwa staf menemukan penggunaan alat S-BAR yang disesuaikan kondisinya dapat membantu dalam 6 komunikasi, baik individu dengan tim yang akhirnya dapat mempengaruhi perubahan dalam meningkatkan budaya keselamatan pasien dari tim, sehingga ada dampak positif dan terlihat ada perbaikan pada pelaporan insiden keselamatan. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti tentang pelatihan patient safety berupa wawancara dengan kepala ruang perawatan medikal bedah di RS PKU Muhammadiyah Surakarta telah diketahui bahwa: Ruang Perawatan Medikal Bedah di ruang Sofa Marwa dan ruang Multazam serta ruang Arofah RS PKU Muhammadiyah Surakarta dilayani oleh dokter dari berbagai disiplin ilmu dengan jumlah perawat pelaksana 54 orang dengan klasifikasi pendidikan S1: 1 orang, D3 sebanyak 48 orang, SPK sebanyak 5 orang, dibagi dalam 3 shift, sistem asuhan keperawatan menggunakan metode penugasan kasus, disini setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat dinas. Perawat yang sudah mengikuti sosialisasi patient safety hanya kepala ruang. Perawat menyampaikan setuju sekali kalau program patient safety bisa diterapkan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan baik, sebab hal tersebut akan mempunyai dampak positif baik bagi pasien dan tenaga kesehatan yang ada serta bagi instansi rumah sakit. Perawat yang belum mengikuti pelatihan telah berpendapat akan mengikuti kebijakan yang ada. Perawat akan memberikan pelayanan kepada pasien dan tetap mendukung bila ada pelatihan atau informasi yang akan diberikan kepada mereka. Hasil studi pendahuluan di Ruang Medikal Bedah RS PKU 7 Muhammadiyah Surakarta bahwa perawat di ruangan telah melakukan program patient safety akan tetapi belum secara utuh. Program patient safety terutama pelaksanaan komunikasi S-BAR dengan sasarannya belum diketahui secara lengkap oleh perawat. Hasil wawancara bersama dengan perawat setempat bahwa sosialisasi terkait sasaran program patient safety yang diberikan tentang tehnik cuci tangan, pemberian obat dengan tehnik 6 benar dan pencegahan infeksi nosokomial akan tetapi pelaksanaan kurang disiplin dan motivasi yang baik. Program patient safety terkait pelaksanaan read back di saat komunikasi dengan dokter belum menjadi protap dan ada kendala/ hambatan di saat komunikasi dengan dokter yang sesuai dengan harapan. B. Rumusan masalah Perawat mempunyai peranan penting di dalam pencegahan Nursing Error dan mendukung keselamatan pasien terutama di ruang Medikal Bedah. Pelatihan komunikasi dengan tool S-BAR untuk meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat sangat penting, sehingga dapat membentuk budaya yang baik dalam pelatihan program patient safety. Kesalahan dalam komunikasi antara perawat dengan dokter dan profesional kesehatan yang lain akan menimbulkan resiko KTD (Kejadian Tidak Diinginkan) dan KNC (Kejadian Nyaris Cidera) pada pasien serta menurunkan mutu pelayanan terhadap pasien. 8 Berdasarkan pertimbangan di atas rumusan masalah dari penelitian ini adalah 1. Bagaimana efektifitas pelatihan komunikasi S-BAR dalam meningkatkan psikomotor perawat di ruang perawatan medikal bedah RS PKU Muhammadiyah Surakarta? 2. Bagaimana perbedaan motivasi kelompok intervensi dan kontrol setelah dilakukan pelatihan komunikasi S- BAR? 3. Bagaimana perbedaan Psikomotor kelompok intervensi dan kontrol setelah dilakukan pelatihan komunikasi S- BAR? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas pelatihan komunikasi S-BAR dalam meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat di ruang perawatan medikal bedah RS PKU Muhammadiyah Surakarta? 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui motivasi perawat sebelum dilakukan pelatihan komunikasi S-BAR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. b. Mengetahui motivasi perawat sesudah dilakukan pelatihan komunikasi S-BAR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. c. Mengetahui tentang psikomotor perawat sebelum dilakukan pelatihan 9 komunikasi S-BAR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. d. Mengetahui tentang psikomotor perawat setelah dilakukan pelatihan komunikasi S-BAR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. e. Menganalis perbedaan motivasi dan psikomotor perawat sebelum dan setelah dilakukan pelatihan komunikasi S-BAR pada kelompok intervensi dan kontrol. D. Manfaat penelitian Manfaat penelitian dapat disampaikan sebagai berikut : 1. Manfaat bagi Program studi Magister Keperawatan Medikal Bedah Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Diharapkan penulisan ini dapat memperkaya bahasan dalam bidang keperawatan berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia terutama dalam meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat dalam pelatihan komunikasi S-BAR di Ruang medikal bedah RS PKU Muhammadiyah Surakarta 2. Manfaat bagi RS PKU Muhammadiyah Surakarta Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi upaya pengembangan sumber daya manusia, melalui pelatihan SBAR dalam meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat terutama di ruang medikal Bedah. 3. Manfaat bagi peneliti lain Memberikan informasi tentang efektifitas pelatihan komunikasi S-BAR 10 dalam meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat, kemudian dapat diteliti lagi secara mendalam dari faktor faktor lain yang berkaitan dengan pelatihan komunikasi tersebut serta dapat dilakukan di ruang rawat inap yang lain. E. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian dibatasi sebagai berikut: 1. Lingkup waktu Penelitian dilakukan dalam waktu 1 bulan 2. Lingkup tempat Penelitian ini dilaksanakan di Ruangan Medikal Bedah RS PKU muhammadiyah Surakarta. 3. Lingkup Materi penelitian ini rencananya adalah yang berhubungan dengan konsep patient safety: Komunikasi S-BAR, pendidikan kesehatan, pengetahuan, dan motivasi F. Keaslian Penelitian Penelitian yang akan dilakukan belum pernah dilakukan, tetapi ada beberapa penelitian yang variabelnya sama dengan penelitian sebagai berikut: 1. Penelitian Awwaline (2010) dengan judul pengetahuan, sikap, dan perilaku tenaga kesehatan mengenai keselamatan pasien dalam melaksanakan prosedur pemasangan infus Di RSU PKU 11 Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini ada persamaan konsep dengan penelitian yang dilakukan yaitu berkaitan dengan patient safety. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan bahwa penelitian ini tehnik analisisnya menggunakan korelasi Spearman Rank. subjek penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bekerja di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta di kamar rawat ibnu sina, dan kamar bayi. Jumlah subjek yang diteliti sebanyak 30 tenaga kesehatan. Variabel yang diteliti adalah pengetahuan, sikap dan perilaku pelatihan keselamatan pasien yang berhubungan dengan pemasangan infus. Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan responden perawat Medikal Bedah RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan variabel yang diteliti adalah motivasi dan psikomotor perawat terhadap Metode penelitian yang akan digunakan untuk penelitian adalah Experiment dengan pendekatan Pre test-post test only With Control Group dan menggunakan sampel 48 orang perawat. 2. Penelitan Balas, Scott, Rogers (2004) dengan judul Penelitian The Prevalence and Nature of Errors and Near Errors Reported by Hospital Staff Nurses, Applied Nursing Research. Penelitian ini mempunyai persaman konsep penelitian yaitu berkaitan dengan patient safety. Penelitian ini tidak ada persamaan variabel dengan penelitian yang akan dilakukan. Perbedaan dalam Penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode 12 penelitian studi deskriptif menggambarkan prevalensi 30 persen perawat di ruangan melaporkan pernah melakukan satu kesalahan KTD (Kejadian Tidak diinginkan) dan 33% melaporkan satu kesalahan KNC (Kejadian Nyaris Cidera). Selama 28 hari pendataan yang diidentifikasi meliputi: Administrasi pengobatan, Prosedur, kesalahan pencatatatan di computer serta pencatatan terapi 3. Jurnal penelitian Manojlovich, Antonacos, Ronis (2009) dengan judul Intensive Care Units, Communication Between Nurses and Physicians, and Patients’ Outcomes, American Journal of critical Care Tujuan penelitian ini untuk menentukan hubungan antara persepsi perawat tentang elemen komunikasi antara perawat dan dokter dengan karakteristik lingkungan praktek. Metode yang digunakan dengan desain survei cross-sectional.Tes statistik termasuk korelasi dan regresi berganda. Analisis dilakukan pada tingkat unit. Hasil respon tingkat satuan bervariasi dari 6% menjadi 100%. Pemahaman variabilitas dalam komunikasi dan pemanfaatan kapasitas adalah prediksi 27% dari varians dalam ventilator-associated pneumonia. Ketepatan waktu komunikasi berbanding terbalik dengan tekanan ulkus (r = -0.38, P = 0,06), dan tempat kerja pemberdayaan dan nilai pada fisiologi akut dan kronis kesehatan evaluasi III adalah prediktor positif dari ventilator-associated pneumonia (R2 = 0,36, P = .005). Kesimpulan Tidak semua elemen komunikasi yang berhubungan dengan hasil yang dipilih merugikan. Hubungan antara karakteristik 13 lingkungan praktek di tingkat unit dan hasil yang merugikan tetap sulit dipahami. 4. Jurnal penelitian Vardaman J. M (2012) dengan judul Beyond communication: The role of standardized protocols in a changing health care environment, Latar Belakang penelitian ini adalah kesalahan Komunikasi memiliki konsekuensi serius dalam pengaturan perawatan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi implementasi dari protokol S-BAR dan menyelidiki dampak potensial dari S-BAR pada hari-hari pengalaman perawat. Metode yang digunakan yaitu studi kasus kualitatif dari dua rumah sakit yang menerapkan protokol S-BAR. Pengumpulan data dilakukan pada 80 responden dengan wawancara semi terstruktur dengan perawat, manajer perawat, dan dokter; observasi keperawatan dan aktivitas rumah sakit lainnya, dan dokumen yang berkenaan dengan implementasi dari protokol S-BAR. Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan tematik dengan hasil penelitian menunjukkan empat dimensi dari alat komunikasi dengan S-BAR. Alat S-BAR memiliki kegunaan sebagai alat komunikasi yang meliputi pembentukan skema, pengembangan legitimasi, pengembangan modal sosial, dan penguatan logika dominan. S-BAR dapat berfungsi sebagai alat untuk standarisasi komunikasi antara perawat dan dokter. Jurnal ini menunjukkan bahwa S-BAR dapat 14 membantu dalam pengembangan skema yang memungkinkan membuat keputusan yang cepat oleh perawat. S-BAR menyediakan modal sosial dan legitimasi untuk perawat, dan memperkuat ke arah standarisasi dalam profesi keperawatan. Temuan lebih lanjut menunjukkan bahwa protokol standar seperti S-BAR merupakan metode efektif dalam pertimbangan pembiayaan oleh manajer dan administrator rumah sakit sehingga mempercepat sosialisasi perawat, dan karyawan khususnya yang baru. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini dalam hal penggunaan alat S-BAR sebagai alat komunikasi di pelayanan keperawatan. Perbedaannya jurnal ini telah meneliti dengan studi kualitatif dan variabel yang telah diteliti menggunakan alat S-BAR dalam merubah lingkungan pelayanan kesehatan. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan eksperimental dalam meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat di ruang medikal bedah RS PKU Muhammadiyah Surakarta dalam menggunakan alat komunikasi S-BAR setelah dilakukan pelatihan.