HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS SOSIAL DENGAN PARTISIPASI KEPALA KELUARGA DALAM PEMBANGUNAN DI DUSUN GROGOLAN, TEGALGIRI, NOGOSARI, BOYOLALI Skripsi Oeh : Dwi Sulistya Ningsih NIM K 8402005 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripisi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I Pembimbing II DR. Zaini Rohmad. M.Pd NIP.195811171986011001 Drs. H. MH. Sukarno. M.Pd NIP: 1951060199031001 PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Kamis Tanggal : 28 Januari 2010 Tim Penguji Skripsi: Ketua :Drs. Slamet Subagya. M.Pd NIP:195211261981031002 Sekretaris :Dra. Hj. Siti Chotidjah. M.Pd NIP. 194812141980032001 Anggota I :DR. Zaini Rohmad. M.Pd NIP.195811171986011001 Anggota II Drs. H. MH. Sukarno. M.Pd NIP: 195106011979031001 Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Prof.DR.H. M.Furqon Hidayatullah,M.Pd NIP196007271987021001 Tanda Tangan ….…..………. ……..…........ .…………… .…………….. ABSTRAK Dwi Sulistya Ningsih. NIM K 8402005. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dan Status Sosial Dengan Partisipasi Kepala Keluarga Dalam Pembangunan Di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.Januari. 2010 Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan. (2) Untuk mengetahui hubungan antara status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan. (3) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan.. Penelitian akan dilaksanakan pada kepala keluarga di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi seluruh kepala keluarga di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali sebanyak 105 KK. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 32 KK. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah propotional stratified random sampling. Teknik analisis data dengan menggunakan analisis regresi (anareg). Hasil penelitian ini adalah: (1) Ada hubungan yang signifikan antar tingkat pendidikan dengan partisipasi kepala keluarga. Hal ini terbukti dari hasil analisis korelasi diperoleh r xly = 0,524 dan p=0,002 dimana p kurang yaitu 0,002 = 0,01 <0,50 dengan Sumbangan Efektif (SE) sebesar 36,456% dan Sumbangan Relatif (SR) : 71,514%. (2) Ada hubungan yang signifikan antara status sosial dengan partisipasi kepala keluarga. Hal ini terbukti dari hasil analisis korelasi diperoleh rx2y = 0,478 dan p =0,004 dimana p lebih kecil dari 0,01 yaitu 0,004< 0,01 dengan Sumbangan Efektif (SE) sebesar 14,521% dan Sumbangan Relatif (SR) : 28,486 %. (3) Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan status sosial secare bersama dengan partisipasi kepala keluarga Hal ini terbukti dari hasil analisis korelasi yaitu memperoleh rx12y = 0,714 dan p =0,000 dimana p lebih kurang dari 0,05 yaitu 0,1<0,05.dengan Sumbangan Efektif total (SB) sebesar 50,978% ABSTRACT Dwi Sulistya Ningsih NIM K. 8402005. The Correlation between the level of education and their social status with the participation from the family leader of building in Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Thesis education faculty and education knowledge University of Sebelas Maret Surakarta January 2010. The purpose of this research are :1)Too know the correlation of education level with the family leader participation on the building, 2)To know the correlation between social status with the family leader participation on the building,3)To know the correlation between education level and social status with the family leader participation on the building. This research will be held on family leader in Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. This research use the descriptive kuantitatif method. The population are all of the family leader in Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali for about 105 KK. As the sample are 32 KK. The sampling teknik that used is proportional stratified random sampling. The data analyzing technique is regress analyzing. (Anareg) The result of this a signification : (1)There is signification correlation between education level and participation of the family leader proved from the correlation analyzing result get rxy = 0,524 and p = 0,002, where less those 0,002 = 0,01< 0,50 with Effective Contributed 36,456% and Relative Contributed : 71,514%. (2). There is signification correlation between social and participation of the family leader proved from the correlation analyzing result snows rx2y = 0,478 and p = 0,004 where p less from 0,01 those, 0,004 < 0,01 with Contributed effective :14,521 % and Contributed Relative : 28,486%. (3) There is a signification correlation between level of education and social status with the participation of the family leader proved by the result of correlation analyzing those are rx12Y = 0,714 and p = 0,000 where p for abut 0,05 those 0,1 <0,05 with total Effective contributed: 56,978% MOTTO Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah yang beruntung. (QS. Ali Imron : 104) Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong agama Allah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan keudukanmu (QS. Muhammad : 7) Sesungguhnya pekerjaan itu lebih banyak dari waktu yang tersedia (Hasan Al Bana) PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan untuk: 1. Ibu dan Bapak yang selalu sabar membimbing dan mencurahkan kasih sayang serta berdoa dengan tulus ikhlas 2. Kakak Siti dan adik Yuli tercinta atas motivasi-motivasi mereka dan celotehan ponakan Naura sayang. 3. Komunitas Tarbiyah dimanapun kau berada yang telah memberikan arti hidup 4. Almamater KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin atas rahmat dan hidayah Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Sosiologi-Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Peneliti menyadari bahwa dala menyelesaikan skripsi ini dengan bantuan bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan tulus peneliti menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr.H.M.Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta 3. Drs. H. MH. Sukarno, M.Pd Ketua Program Studi Pendidikan SosiologiAntropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta . 4. DR. Zaini Rohmad. M.Pd, selaku pembimbing I yang telah memberikan ijin dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi. 5. Drs. H. MH. Sukarno, M.Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan ijin dan dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penyusunan skripsi. 6. Drs. Slamet Subagya. M.Pd selaku Penasehat Akademis yang selalu memberikan dorongan dalam menyelesaikan kewajiban akademis. 7. Kepala Desa Tegalgiri, Bapak H. Mujiono yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di Desa Tegalgiri. 8. Warga Dusun Grogolan, Desa Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 9. Semua teman-teman angkatan 2002 Sosiologi-Antropologi untuk kebersamaan dan keceriaannya selama ini. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan segala kemampuan yang ada, peneliti telah berusaha semaksimal mungkin menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun skripsi ini jauh dari sempurna. Terima kasih kepada semua pembaca yang telah meluangkan waktu untuk membaca skripsi ini. Peneliti akan menerima segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Surakarta, Januari 2010 Dwi Sulistya Ningsih DAFTAR ISI JUDUL............................................................................................................. i PENGAJUAN................ .................................................................................. ii PERSETUJUAN... ........................................................................................... iv PENGESAHAN ............................................................................................... v ABSTRAK............ ........................................................................................... vi MOTTO... ........................................................................................................ viii PERSEMBAHAN............................................................................................ ix KATA PENGANTAR... .................................................................................. x DAFTAR ISI.................................................................................................... xii DAFTAR TABEL............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ............................................................. 1 B. Identifikasi masalah ............................................................................. 2 C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 3 D. Perumusan Masalah ............................................................................ 4 E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5 BAB II : LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 6 1. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan ................... 6 a. Pengertian partisipasi… ........................................................... 6 b. Jenis-jenis partisipasi.. ............................................................. 9 c. Faktor yang mendorong partisipasi…...................................... 12 d. Manfaat partisipasi…............................................................... 13 e. Strategi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat desa....... 15 f. Pegertian pembangunan masyarakat........................................ 17 g. Cara pengukuran partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan…… ................................................................... 18 2. Tingkat Pendidikan ....................................................................... 20 a. Pengertian pendidikan.............................................................. 20 b. Pengaruh pendidikan................................................................ 22 c. Jenis-jenis pendidikan.. ............................................................ 23 d. Tingkat Pendidikan.. ................................................................ 27 e. Pengklasifikasian tingkat pendidikan kepala keluarga.. .......... 29 f. Teori tigkat pendidikan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.. ......................................................................... 29 g. Cara pengukuran tingkat pendidikan masyarakat.. .................. 30 3. Status Sosial ................................................................................... 31 a. Pengertian status sosial ............................................................ 31 b. Jenis-jenis status sosial............................................................. 32 c. Faktor Penentu Status Sosial.................................................... 34 d. Hubungan Status Sosial dengan Partisipasi ............................. 36 e. Cara Pengukuran Status Sosial ................................................ 36 B. Hasil Penelitian Yang Relevan ........................................................... 37 C. Kerangka Berfikir ................................................................................ 38 D. Hipotesis............................................................................................... 40 BAB III : METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ................................................................................ 41 B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 45 C. Populasi dan Sampel ........................................................................... 46 D. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 52 E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 64 BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data....................................................................................... 70 1. Deskripsi Data Umum.................................................................... 70 a. Lokasi Penelitian...................................................................... 70 b. Kondisi Demografi Penelitian.................................................. 70 2. Data Penelitian Khusus .................................................................. 75 B. Pengujian Persyaratan Analisa ............................................................... 80 3. Uji Normalitas Data ..................................................................... 80 2 Uji Linearitas.................................................................................. 81 C. Hasil Uji Hipotesis ................................................................................ 82 D. Sumbangan Masing-Masing Variabel................................................... 87 E. Pembahasan Hasil Penelitian................................................................. 88 BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 92 B. Implikasi............................................................................................... 93 C. Saran ................................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 95 LAMPIRAN.................................................................................................... 98 BIODATA PENELITI..................................................................................... 136 DAFTAR TABEL Tabel 1. Prestise Pekerjaan di Indonesia.......................................................... 34 Tabel 2. Jadwal Penelitian................ ............................................................... 46 Tabel 3. Rincian Perhitungan Sampel.............................................................. 51 Tabel 4. Jumlah Persebaran Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Dusun Grogolan, 2009..................................................................................... 70 Tabel 5.Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian, Dusun Grogolan, 2009...................................................................................................... 71 Tabel 6. Persebaran Kepala Keluarga Dusun Grogolan, 2009... ..................... 72 Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat Di Dusun Grogolan, 2009........ ................................................................. 73 Tabel 8. Sarana dan Prasarana Dusun Grogolan, 2009.................................... 74 Tabel 9. Organisasi Dusun Grogolan, 2009..................................................... 74 Daftar 10. Sebaran Frekuensi Tingkat Pendidikan .......... ............................... 75 Tabel 11. Sebaran Frekuensi Satatus Sosial..................................................... 77 Tabel 12. Sebaran Frekuensi Partisipasi.. ........................................................ 78 Daftar 13. Rangkuman Uji Normalitas Data ................................................... 80 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Berfikir ………………………………………………. 40 Gambar 2. Histogram Data Variabel X1 ……………………………………. 76 Gambar 3. Histogram Data Variabel X2 ……………………………………. 77 Gambar 4. Histogram Data Variabel Y ……………………………………… 79 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kisi-kisi Angket Variabel Tingkat Pendidikan…..……………. 98 Lampiran 2. Kisi-kisi Angket Variabel Status Sosial………………………. 99 Lampiran 3. Kisi-kisi Angket Variabel Partisipasi dalam Pembangunan…. 101 Lampiran 4 Surat Pengantar Angket………………………………………... 103 Lampiran 5 Petunjuk Pengisian Angket…………………………………...... 104 Lampiran 6 Item Pertanyaan………...……………………………………... 105 Lampiran 7 Sebaran Frekuensi dan Histogram..……………………………... 110 Lampiran 8 Uji Normalitas Sebaran…..……………………………………... 116 Lampiran 9 Uji Linearitas………..…………………………………………... 120 Lampiran10.Analisis Regresi………………………………………………... 122 Lampiran11.Analisis Kesahihan Butir..……………………………………... 125 Lampiran12.Uji Keterandalan………………………………………………... 127 Lampiran13.Tabel Skor Uji coba angket Status Sosial……………………... 129 Lampiran14.Tabel Skor Uji coba angket Partisipasi………………………... 130 Lampiran15.Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi…………………... 131 Lampiran16.Surat Keterangan telah mengadakan Penelitian dari Pihak Kepala DesaTegalgiri……………..………….…………….................. 135 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak lahir manusia sudah menerima pendidikan hingga sepanjang hayat hidupnya (life long education). Pendidikan merupakan hal yang mampu menghasilkan serta meningkatkan kualitas manusia. Hal yang mempengaruhi adalah kesadaran manusia tentang arti pentingnya suatu pendidikan untuk meningkatkan kemampuan, potensi serta sumber daya manusia secara menyeluruh, karena manusia merupakan pelaku dan pelaksana perubahan maupun perkembangan ilmu pengetahuan individu dan teknologi. Pendidikan mempersiapkan - individu untuk menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkepribadian luhur, cerdas, terampil, serta mempunyai rasa tanggung jawab sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial. Pendidikan formal di sekolah bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki pengetahuan, budi pekerti maupun keterampilan sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya sehingga mampu mengembangkan kepribadiannya secara optimal. Pendidikan juga menghapkan peserta didik pada umumnya mengalami kemajuan hidup. Dalam hal ini kemajuan berarti mencapai derajat / kedudukan yang lebih tinggi serta mendapat prestise yang lebih baik dari masyarakat, sehingga akan semakin tinggi pula kedudukannya di dalam masyarakat. Dalam masyarakat terdapat prestise-prestise tertentu yang menjadikan seseorang ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari pada yang lain. Kedudukan ini akan melekat pada diri individu secara otomatis baik yang diperoleh dari keturunan maupun karena usaha-usaha yang sudah dilakukan.Kedudukan tersebut yang dinamakan status. Status seseorang akan menentukan bagaimana ia berperan dalam masyarakat. Masyarakat memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang sering terlibat dalam aktivitas – aktivitas kepentingan masyarakat umum sehingga anggota masyarakat yang lain akan semakin mengenal mereka dan akan lebih sering dicari karena dibutuhkan pikiran, tenaga, maupun hartanya untuk kepentingan masyarakat secara umum. Hal ini yang kemudian akan menjadikan kedudukan seseorang tersebut menjadi semakin penting di dalam masyarakat. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil, makmur dan merata materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Hal ini sesuai dengan Visi Pemerintah daerah Boyolali periode 2005 – 2010 (2007 : 2) yaitu: ‘Terwujudnya sistem pemerintahan daerah Kabupaten Boyolali yang lebih efektif, lebih bersih dan berwibawa, serta lebih demokratis dan konstitusional sehingga mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing dalam rangka ketahanan daerah” Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan tersebut masyarakat merupakan subjek sekaligus objek pembangunan artinya keterlibatan masyarakat sejak dari perencanaan, proses, penerimaan hasil sampai evaluasi. Besar kecilnya partisipasi masyarakat dalam semua program akan sangat penting bagi keberlangsungan pembangunan. Partisipasi yang dimaksud disini bukan hanya keterlibatan mereka dalam mendukung pembangunan fisik desa, dalam bentuk bantuan dana dan materi saja.Partisipasi yang dimaksud disini adalah partisipasi dalam arti yang lebih luas lagi, yaitu pembangunan fisik yang dimulai dari partisipasi dalam bentuk ide atau gagasan. Selama ini hanya elite atau tokoh masyarakat saja yang menguasai partisipasi pembangunan dalam bentuk ide atau gagasan karena sebagian besar masyarakat merasa tidak mampu. Seorang kepala keluarga mempunyai kedudukan yang penting dalam masyarakat. Ia menjadi representasi dari keluarganya, yang akan menentukan kedudukan keluarganya ditengah-tengah masyarakat dimana keluarga tersebut tinggal. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang :Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Status Sosial dengan Partisipasi Kepala keluarga dalam Pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali” B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut : 1. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan rendahnya pengetahuan, sikap dan perilaku sehingga menyebabkan rendahnya status seseorang dalam masyarakat. 2. Masih ada masyarakat yang menempuh pendidikan hanya sekedar mencari ijazah atau gelar untuk meningkatkan statusnya dalam masyarakat sehingga kurang memperhatikan kualitas pendidikan. 3. Rendahnya partisipasi kepala keluarga dalam masyarakat karena tingkat percaya diri yang rendah. 4. Pemerintah belum mengoptimalkan masyarakat sebagai subjek pendidikan. 5. Partisipasi masyarakat umum yang masih rendah dalam memberikan sumbangan dalam bentuk ide atau gagasan, karena yang menguasai hanya tokoh masyarakat saja sedangkan mereka hanya berpartisipasi dalam pembangunan fisik desa. 6. Banyak masyarakat yang masih menjunjung tinggi status yang diperoleh dari warisan keluarga sehingga hanya mengandalkan keturunan dan tidak bersemangat dalam mengejar status yang lebih tinggi. C. Pembatasan Masalah Agar permasalahan dalam penelitian ini mudah dimengerti dan dapat dijawab dengan jelas serta tidak menimbulkan salah tafsir maka penulis memberi batasan dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya terbatas pada masalah tingkat pendidikan,status sosial dan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan. Untuk memperjelas pembatasan masalah ini peneliti memberikan penjelasan istilah sebagai berikut : 1. Partisipasi Kepala keluarga dalam Pembangunan Partisipasi adalah pengambilan bagian atau keikutsertaan setiap kepala keluarga sebagai bagian dari anggota masyarakat dalam kegiatan bersama mulai dari perencanaan, proses dan pemanfaatan hasil, yang mengikutsertakan pikiran, tenaga, waktu, harta untuk membantu keberhasilan setiap program pembangunan sesuai dengan kemampuan setiap individu tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan yaitu jenjang pendidikan formal terakhir yang telah dicapai oleh kepala keluarga di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali dengan klasifikasi : pendidikan dasar ( SD, SMP dan atau yang sederajat), Pendidikan menengah (SMA, SMK dan atau yang sederajat ), dan Pendidikan Tinggi (Diploma, Sarjana, Pasca sarjana, Doktor). 3. Status Sosial Kedudukan yang melekat dalam diri kepala keluarga sebagai anggota masyarakat dipandang secara objektif dari masyarakat lain yang bersangkutan yang sebanding dengan usaha untuk mencapainya. D. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan pertanyaan penelitian mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti, sehingga dengan perumusan masalah yang jelas dapat memberikan jalan yang lebih mudah dalam memecahkan permasalahan. Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi, dan pembatasan masalah tersebut diatas maka rumusan penelitian ini sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan? 2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan? 3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan status sosial secara bersama dengan partisipasi pembangunan? E. Tujuan Penelitian kepala keluarga dalam Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan. 2. Untuk mengetahui hubungan antara status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan. 3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan status sosial secara bersama dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis : a. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya. b. Dapat digunakan sebagai bahan informasi ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan . 2. Manfaat Praktis : a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada kepala keluarga akan pentingnya pendidikan dan status sosial bagi partisipasi mereka dalam pembangunan. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pemerintah di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali dalam rangka meningkatkan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masuukan pada peneliti untuk meneliti lebih lanjut pada anggota keluarga yang lain pada masyarakat lain. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Di dalam penelitian kuantitatif, landasan teori memiliki peranan yang sangat penting, karena sebagai upaya dalam merumuskan hipotesis penelitian yang nantinya akan diuji di lapangan. Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang partisipasi dalam pembangunan, tingkat pendidikan, dan status sosial kepala keluarga sebagai permasalahan atau variabel dalam penelitian ini. 1. Partisipasi Kepala Keluarga dalam Pembangunan a. Pengertian partisipasi Semua pembangunan menyangkut dan ditujukan untuk masyarakat, karena masyarakat merupakan subjek sekaligus objek dari pembangunan. Sebagai subjek pembangunan berarti masyarakat harus ikut berperan aktif dalam kegiatankegiatan yang berhubungan dengan pembangunan, sedangkan sebagai objek pembangunan berarti masyarakat menjadi sasaran utama dari hasil pembangunan karena tujuan kesejahteraan pembangunan masyarakat. yang Berhasil utama atau adalah tidaknya untuk meningkatkan pembangunan sangat bergantung pada peran aktif masyarakat. Dengan demikian partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Secara harfiah partisipasi dapat diartikan sebagai pengambilan bagian. Innabroto Bhattacharyyo dalam Taliziduhu ( 1987 : 102) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Dalam buku yang sama pendapat tersebut dilengkapi oleh Mubyanto, yang mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Bormby dalam Totok Mardikanto (1998 : 101) yang mengartikan partisipasi sebagai tindakan untuk mengambil bagian dari suatu kegiatan dengan maksud untuk memperoleh manfaat. Dalam partisipasi harus ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama dimana orang tersebut berpartisipasi. Vembriarto (1984:28) mengartikan partisipasi sosial sebagai suatu keanggotaan dan peranan didalam kelompok – kelompok sosial dan aktivitas – aktivitas yang bersifat kultural. Dari beberapa pengertian tersebut partisipasi dapat diartikan sebagai tindakan seseorang untuk melibatkan dirinya didalam suatu kegiatan kelompok. Keikutsertaan tersebut merupakan suatu bentuk pernyataan dari setiap individu bahwa dirinya dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu kegiatan. “Penyediaan infrastruktur pada dasarnya merupakan kewajiban pemerintah, sebagai wujud pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat. Pada sisi lain, masyarakat berhak untuk ikut terlibat dalam penyediaan infrastruktur agar apa yang dibangun sesuai dengan kebutuhan.” (Muhammad Taufiqullah.2008).Definisi lain diungkapkan oleh Moekijat (1984 : 104) “ Partisipasi adalah keterlibatan baik fisik maupun perasaan dari seseorang dalam suatu kelompok untuk memberikan sumbangan kepada tujuan-tujuan kelompok untuk memikul bagian tanggung jawab mereka.” Dari pengertian di atas dapat penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu kegiatan atau proyek di dalam suatu masyarakat sangat mustahil dapat berhasil tanpa adanya peran aktif masyarakat. Dengan kata lain bahwa partisipasi merupakan keterlibatan dari seseorang atau kelompok untuk memberikan bantuan dengan penuh tanggung jawab didalam suatu kegiatan atau proyek untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Bambang Hudayana (2003:29) , “ Partisipasi adalah keterlibatan rakyat dalam proses pembuatan keputusan, dalam pelaksanaan program pembangunan dan keterlibatan mereka dalam usaha mengevaluasi program itu.”. Hal senada diungkapkan oleh Khairuddin H (1992 : 124) “ Partisipasi berarti mengambil bagian” .dalam hal ini mengambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses pembangunan Dari kedua pengertian partisipasi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa partisipasi tidak hanya terlihat pada saat pelaksanaan pembangunan saja.Untuk mencapai keberhasilan pembangunan diperlukan partisipasi masyarakat secara penuh pada semua tahap yaitu: 1) Tahap perencanaan 2) Tahap pelaksanaan 3) Tahap evaluasi 4) Tahap pemanfaatan hasil T.B. Simatupang dalam Khairuddin H (1992 : 124) memberikan beberapa rincian mengenai partisipasi antara lain: 1) Partisipasi berarti apa yang kita jalankan adalah bagian dari usaha bersama yang kita jalankan adalah bagian dari bahu membahu dengan saudara sebangsa dan setanah air untuk membangun masa depan bersama. 2) Partisipasi berarti pula sebagai kerja untuk mencapai tujuan bersama diantara semua warga negara yang mempunyai latar belakang kepercayaan yang beraneka ragam dalam negara pancasila kita, atau dasar hak dan kewajiban yang sama untuk memberi sumbangan demi terbinanya masa depan yang baru dari bangsa kita. 3) Partisipasi tidak hanya berarti mengambil bagian dalam pelaksanaan – pelaksanaan pembangunan tapi pembangunan itu, nilai-nilai kemanusian dan cita-cita mengenai keadilan sosial tetap dijunjung tinggi. 4) Partisipasi dalam pembangunan berarti mendorong ke arah pembangunan yang serasi dengan martabat manusia . Dari rincian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengambilan bagian dari partisipasi bukan hanya dalam bentuk fisik saja tapi juga ikatan emosional yang dijunjung tinggi antara anggota satu dengan yang lainnya. Dan mereka harus berpedoman pada dasar dan landasan yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Pengertian partisipasi yang telah dirumuskan PBB dalam Y. Slamet (1993:3) adalah, “ keterlibatan aktif dan bermakna dari massa penduduk pada tingkatan – tingkatan yang berbeda. Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda – beda yang mungkin disebabkan oleh faktor perbedaan temperamen atau kebiasan dan adanya faktor di luar kekuasaan individu misalnya cacat fisik. Penelitian ini tidak akan membahas faktor yang kedua. Tingkatan perbedaan tersebut menurut Y. Slamet (1993 : 3) antara lain : 1) Pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan kemasyarakatan dan pengalokasian sumber – sumber untuk mencapai tujuan tersebut. 2) Pelaksanaan program dan proyek secara suka rela. 3) Pemanfaatan hasil dari suatu program atau proyek. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud partisipasi dalam penelitian ini adalah pelibatan secara fisik maupun non fisik dalam suatu kegiatan didalam suatu kelompok dengan cara menyumbangkan pikiran, tenaga, uang, maupun harta benda dalam usaha-usaha kearah pencapaian tujuan bersama. Dengan demikian partisipasi merupakan hal yang penting dalam proses pembangunan desa. Dengan adanya partisipasi warga tidak hanya sebagai penonton saja, tetapi juga punya voice yang diperhatikan, akses dan kontrol dalam pembangunan. Melalui partisipasi seorang individu menjadi warga publik, yang mampu membedakan urusan pribadi dengan urusan masyarakat umum.Hal ini berarti partisipasi menjadi ukuran kedewasaan dan kemandirian individu dalam melihat batasan antara kepentingan pribadi dan umum. Partisipasi juga akan membangkitkan rasa bangga terhadap keterlibatan dan menimbulkan rasa sayang terhadap suatu program pembangunan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan (handarbeni). b. Jenis – jenis Partisipasi Tiap-tiap individu mempunyai kemampuan dan potensi yang berbedabeda. Hal ini menyebabkan partisipasi yang diberikan seseorang dalam proses pembangunan akan berbeda-beda pula.Ada berbagai bentuk partisipasi yang dapat diberikan individu atau warga masyarakat antara lain berupa sumbangan pemikiran, tenaga fisik, maupun harta benda.Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Keith Davis yang dikutip oleh Santoso Sastro puetro (1988:16) yang menyatakan bahwa jenis partisipasi yang dapat diberikan individu(warga) dapat berupa pikiran, tenaga, pikiran dan tenaga, keahlian, barang dan uang. Dusseldorp dalam Y. Slamet (1993 : 11) mengklasifikasikan partisipasi berdasar pada sembilan dasar yaitu : 1) Penggolongan partisipasi berdasarkan pada derajat kesukarelaan. Ada dua bentuk partisipasi berdasarkan derajat kesukarelaan yaitu : a) Partisipasi bebas yang akan terjadi bila individu melibatkan diri secara suka rela didalam suatu kegiatan dalam suatu kegiatan partisipasi tertentu. Partisipasi ini dibagi lagi dalam dua sub yaitu partisipasi spontan yang terjadi bila seorang individu mulai berpartisipasi berdasarkan keyakinan tanpa dipengaruhi melalui penyuluhan atau ajakan orang lain atau lembaga, sedangkan yang kedua yaitu Partisipasi terbujuk. Partisipasi ini akan terjadi bila seseorang diyakinkan melalui program penyuluhan yang bisa berasal dari pemerintahan, Bahkan suka rela diluar kemasyarakatan, atau orang – orang yang tinggal disekitarnya. b) Partisipasi terpaksa melalui hukum maupun terpaksa karena kondisi sosial ekonomi. 2) Penggolongan partisipasi berdasarkan pada cara keterlibatan. Partisipasi ini juga dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu : a) Partisipasi langsung yang akan terjadi bila orang itu menampilkan kegiatan tertentu didalam proses partisipasi, misalnya dalam pemilu. b) Partisipasi tidak langsung terjadi bila seseorang mendelegasikan hak partisipasinya berdasarkan pada keterlibatan didalam berbagai tahap dalam proses pembangunan. c) Partisipasi lengkap terjadi bila seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam keseluruhan tahapan proses pembangunan secara terencana yaitu (i) perumusan tujuan, (ii) penelitian, (iii) persiapan rencana, (iv) penerimaan rencana, (v) pelaksanaan, (vi) penilaian. d) Partisipasi sebagian terjadi bila seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung tidak terlibat dalam keseluruhan tahapan proses pembangunan secara terencana. 3) Penggolongan partisipasi berdasarkan pada tingkatan organisasi a) Partisipasi yang terorganisasi terjadi bila suatu struktur organisasi dan seperangkat tata tertib dikembangkan atau sedang dalam proses penyiapan. b) Partisipasi yang tidak terorganisasi terjadi bila orang – orang yang berpartisipasi hanya dalam tempo yang kadang – kadang saja, yang umumnya karena keadaan yang gawat, misalnya saat terjadi musibah. 4) Penggolongan partisipasi berdasarkan pada intensitas dan frekuensi kegiatan. a) Partisipasi intensif yang terjadi disitu ada frekuensi aktivitas yang tinggi. b) Partisipasi ekstensif yang terjadi bila pertemuan – pertemuan diselenggarakan secara tidak teratur dan kegiatan – kegiatan atau kejadian – kejadian (evenis) yang membutuhkan partisipasi dalam interval waktu yang sangat panjang. 5) Penggolongan partisipasi berdasarkan pada lingkup liputan kegiatan a) Partisipasi tidak terbatas yaitu bila seluruh kekuatan yang mempengaruhi komunitas tertentu dapat diawasi oleh dan dijadikan sasaran kegiatan yang membutuhkan partisipasi anggota komunitas itu. b) Partisipasi terbatas yang terjadi bila hanya sebagian kegiatan sosial, politik, administratif, dan lingkungan fisik yang dapat dipengaruhi melalui kegiatan partisipasi. 6) Penggolongan partisipasi berdasarkan pada efektifitas. a) Partisipasi efektif yaitu kegiatan partisipasi yang telah menghasilkan perwujudan seluruh tujuan yang mengusahakan aktivitas partisipasi. b) Partisipasi tidak efektif yang terjadi bila tidak satupun atau sejumlah kecil saja dari tujuan – tujuan aktivitas yang direncanakan terwujud. 7) Penggolongan partisipasi berdasarkan pada siapa saja yang terlibat. Orang – orang yang dapat berpartisipasi dapat dibedakan sebagai berikut : a) Anggota masyarakat setempat baik penduduk maupun pemimpin setempat. b) Pegawai pemerintah yang berasal dari penduduk dalam masyarakat maupun bukan penduduk. c) Orang – orang luar yaitu penduduk masyarakat maupun bukan penduduk. d) Wakil – wakil masyarakat yang terpilih. 8) Penggolongan partisipasi berdasarkan pada gaya partisipasi a) Pembangunan lokalitas. b) Aksi social Dari berbagai bentuk partisipasi di atas penulis sangat setuju ketika pembangunan bertujuan menumbuhkan partisipasi bebas, lengkap, terorganisasi, intensif tidak terbatas. Hal ini akan menjadikan semua warga masyarakat tanpa terkecuali sadar untuk berperan aktif dalam pembangunan mulai dari perencanaan program sampai pemeliharaan hasil. Dan ada hukum yang jelas yang mengatur hak dan kewajiban setiap warga masyarakat dalam proses pembangunan tersebut. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Taliziduhu Ndraha (1982 : 108): “ Partisipasi dibedakan menjadi dua, yaitu: partisipasi profesional yaitu partisipasi yang dilakukan sepanjang proses dan partisipasi parsial adalah partisipasi yang hanya dilakukan pada satu atau beberapa fase saja.” Berdasarkan uraian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa dalam kenyataan di masyarakat akan banyak sekali tumbuh berbagai bentuk partisipasi Namun partisipasi yang paling cocok dalam pembangunan adalah partisipasi profesional karena masyarakat akan selalu terlibat dan ikut serta mulai dari awal perencanaan program, pelaksanaan, evaluasi sampai pemanfaatan hasil dan pemeliharaan. c. Faktor yang mendorong partisipasi Setiap warga masyarakat mempunyai kesadaran yang berbeda-beda untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Hal ini disesuaikan dengan kondisi latar belakang setiap warga masyarakat tersebut. Untuk memperoleh partisipasi yang maksimal dari masyarakat diperlukan berbagai macam dorongan.Menurut margono yang dikutip oleh totok Mardikanto (1988 : 109 – 111) menjelaskan bahwa untuk tumbuhnya partisipasi itu sendiri sebagai suatu kegiatan nyata diperlukan adanya kesempatan, kemampuan dan kemauan. Hal tersebut selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Adanya kesempatan Dalam kenyataan banyak program pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi dari masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Dilain pihak kurangnya informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat ikut berpartisipasi. 2) Adanya kemampuan untuk berpartisipasi Kemampuan yang dimiliki masyarakat akan memberikan banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Masyarakat yang memiliki kemampuan lebih akan memberikan sumbangan dalam suatu program pembangunan yang sesuai dengan kemampuannya. 3) Adanya kemauan warga untuk berpartisipasi Partisipasi kepala keluarga atas dasar inisiatif sendiri akan memberikan hasil yang lebih baik dalam pembangunan. Kemauan masyarakat untuk ikut berpartisipasi berasal dari kesadaran hati masyarakat bukan paksaan dari pihak lain. Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa faktorfaktor tersebut tidak ada yang paling dominan, ketiganya saling mendukung untuk dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat secara maksimal. Kesadaran warga sangat menentukan besar kecilnya partisipasi. d. Manfaat partisipasi. Partisipasi merupakan hal yang penting dalam proses pembangunan desa. Dengan adanya partisipasi warga tidak hanya sebagai penonton, ataupun penikmat hasil – hasil pembangunan saja, tetapi juga mempunyai voice yang diperhatikan, akses dan kontrol dalam pembangunan. Sehingga rasa kepemilikan terhadap hasil pembangunan akan lebih besar. Melalui partisipasi seorang individu menjadi warga publik, mampu membedakan persoalan pribadi dengan persoalan masyarakat. Dengan kata lain partisipasi menjadi ukuran kedewasaan dan kemadirian individu (warga) masyarakat dalam melihat batasan antara kepentingan publik dan privat. Partisipasi juga akan membangkitkan rasa bangga terhadap keterlibatan dan menimbulkan rasa sayang terhadap suatu program pembangunan sehingga menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab. Partisipasi ini sangat bermanfaat bagi kemajuan desa maupun negara secara umum. Dalam bidang pembangunan, partisipasi merupakan masukan bagi usaha perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat yang bersangkutan. Pembangunan masyarakat juga sangat dipengaruhi oleh partisipasi dari masyarakat, selain terkenal atau yang sudah ada di tengah – tengah masyarakat yang bersangkutan. Suatu organisasi berlaku juga prinsip pertukaran dasar, yaitu bahwa semakin banyak manfaat yang akan diperoleh suatu pihak dari pihak lain melalui kegiatan tertentu, semakin kuat pihak tersebut akan terlibat dalam suatu kegiatan . Menurut Bambang Hudoyono (2003 : 29) manfaat partisipasi yaitu : 1) Partisipasi adalah perwujudan kedaulatan rakyat yang menempatkan mereka sebagai awal dan tujuan pembangunan. 2) Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan prbadi untuk turut serta dalam menentukan keputusan yang menyangkut masyarakat (memanusiakan manusia) 3) Partisipasi adalah proses saling belajar bersama antara pemerintah dan masyarakat, sehingga menimbulkan sikap arif. bisa saling menghargai, mempercayai, dan 4) Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik suatu informasi tentang aspirasi, kebutuhan dan kondisi masyarakat. 5) Partisipasi merupakan cara paling efektif untuk mengembangkan kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan. 6) Partisipasi bisa mencegah timbulnya pertentangan, konflik dan sikap – sikap ‘asal bunyi’. 7) Partisipasi dipandang sebagai pencerminan demokrasi. Lebih lanjut Bambang Hudoyono (2003 : 30) juga mengemukakan bahwa dalam hal kemanfaatanya partisipasi dapat dipahami dalam dua hal yaitu pertama partisipasi sebagai sebuah alat dimana partisipasi ini dilihat sebagai sebuah proses yang didalam proses itu rakyat dapat bekerja sama atau bergabung dengan program pembangunan yang diperkenalkan oleh siapapun secara eksternal. Partisipasi warga desa disponsori oleh perwakilan eksternal dan ia dilihat sebagai sebuah teknik untuk membantu program desa. Model pendekatan ini sering disebut sebagai pembangunan partisipasi. Kedua partisipasi sebagai sebuah tujuan dimana partisipasi dilihat sebagai sebuah tujuan itu sendiri. Tujuan ini dapat dinyatakan sebagai pemberdayaan masyarakat yang dipandang dari segi perolehan keahlian, pengetahuan dan pengalaman mereka untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar bagi pembangunan. Dengan demikian partisipasi merupakan instrument perubahan yang dapat membantu untuk mengakhiri, menganalisis serta memberi rakyat miskin dengan dasar – dasar untuk keterlibatan langsung dalam prakarsa pembangunan. Midgley (1986) menyatakan bahwa partisipasi bukan hanya sekedar salah satu tujuan dari pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses pembangunan sosial. Partisipasi masyarakat berarti eksistensi manusia seutuhnya. Tuntutan akan partisipasi masyarakat semakin menggejala seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Kegagalan pembangunan berperspektif modernisasi yang mengabaikan partisipasi negara miskin (pemerintah dan masyarakat) menjadi momentum yang berharga dalam tuntutan peningkatan partisipasi negara miskin, tentu saja termasuk di dalamnya adalah masyarakat. Tuntutan ini semakin kuat seiring semakin kuatnya negara menekan kebebasan masyarakat. Post-modernisme dapat dikatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap modernisme yang dianggap telah banyak memberikan dampak negatif daripada positif bagi pembangunan di banyak negara berkembang. Post-modernisme bukan hanya bentuk perlawanan melainkan memberikan jawaban atau alternatif model yang dirasa lebih tepat. Postmodernisme merupakan model pembangunan alternatif yang ditawarkan oleh kalangan ilmuan sosial dan LSM. Isu strategis yang diusung antara lain anti kapitalisme, ekologi, feminisme, demokratisasi dan lain sebagainya. Modernisme dianggap tidak mampu membawa isu-isu tersebut dalam proses pembangunan dan bahkan dianggap telah menghalangi perkembangan isu strategis itu sendiri. Postmodernisme dinyatakan sebagai model pembangunan alternatif karena memberikan penawaran konsep yang jauh berbeda dengan modernisme. Tekanan utama yang dibawa oleh post-modernisme terbagi dalam tiga aspek, yaitu agen pembangunan, metode dan tujuan pembangunan itu sendiri. e. Strategi untuk meningkatkan partisipasi kepala keluarga Betapapun partisipasi warga merupakan prasarat dalam sistem demokrasi dan pembangunan, namun tidak secara otomatis ia akan hadir tanpa ada upaya – upaya yang dilakukan secara sistematik dan konsisten. Bambang Hudoyono (2003 : 32) mengemukakan beberapa strategi yang diperlukan untuk membangkitkan dan memperkuat partisipasi masyarakat desa, yaitu : 1) Mengeksplorasi nilai – nilai yang berkaitan dengan semangat partisipasi yaitu kebersamaaan dan solidaritas (collectiveness and solidarity), Tanggung jawab (responsibility), kesadaran kritis (critic consieness), sensitif perubahan, peka terhadap lokalitas, dan keberpihakan atau komitmen terhadap kemarginalan. 2) Menghidupkan kembali institusi – institusi volunteer sebagai media kewarganegaraan yang pernah hidup dan berfungsi. 3) Memfasilitasi terbentuknya asosiasi kewarganegaraan yang baru berbasiskan kepentingan kelompok keagamaan, ekonomi, profesi, minat, politik maupun aspek lain yang dapat dimanfaatkan sebagai arena interaksi terbuka. 4) Mengkampanyekan pentingnya kesadaran inklunsif warga desa dalam menyikapi sejumlah perbedaan yang ada. 5) Memperluas komunikasi publik yang dapat dimanfaatkan masyarakat desa untuk warga masyarakat desa untuk melakukan kontak sosial dan kerja sama. Selain itu partisipasi warga masyarakat harus dibangun berdasarkan nilainilai ideal, yaitu : 1) Unsur kesadaran yang lahir dari dalam diri warga masyarakat desa secara otentik untuk terlibat dalam proses politik dan pembangunan. 2) Penempatan diri warga sebagai subjek kebijakan pembangunan . 3) Pesan –pesan aktif yang sifatnya dialogis sehingga menjamin kesetaraan antar warga. 4) Susunan kebersamaan (kolektif) antar warga sebagai bentuk jalinan solidaritas sosial. 5) Pelembagaan dan berkelanjutan (institusionalization and substainability). (Bambang Hudoyono, 2003 : 29); Dari uraian diatas tersebut dapat penulis simpulkan bahwa partisipasi kepala keluarga bersifat relatif kadang naik kadang turun dan besarnya partisipasi setiap orang berbeda-beda.Oleh karena itu untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat partisipasi ini harus senantiasaa dipupuk dan dikembangkan terus oleh semua pihak. Menurut Khairuddin H (1992 : 128) untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat desa perlu ditekankan bahwa: 1) Tidak ada perbedaan antara elit desa (petani kaya) dengan petani miskin dalam ikut berpartisipasi. 2) Partisipasi masyarakat secara keseluruhan sangat menentukan keberhasilan pembangunan masyarakat desa itu sendiri. 3) Para elit desa tidak perlu mengklaim bahwa keberhasilan pembangunan adalah karena diri mereka. Seharusnya mereka memberi tahu kepada masyarakat tanpa masyarakat para elit tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. 4) Masyarakat merasa ‘diorangkan’ dalam proses pembangunan tersebut. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semua warga masyarakat tanpa terkecuali dari pemimpin maupun warga biasa mempunyai tanggung jawab untuk menumbuhkan dan menjaga partisipasi. Dan sebagai pemimpin tidak perlu arogan tapi justru benar-benar menjadi pelayan masyarakat. f. Pengertian Pembagunan masyarakat Pembangunan merupakan suatu tuntutan yang tidak ditawar lagi bagi setiap negara yang ingin mempertahankan eksistensi negaranya. Kenyataanya cita-cita dan harapan suatu negara hanya dapat dijawab dengan langkah-langkah pembangungan. Tingkat kemajuan dalam pembangunan akan berbanding lurus dengan eksistensi suatu masyarakat. Menurut Soerjono soekanto (2002 : 454) “Pembangunan merupakan suatu proses perubahan disegala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu”. Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (2003:4) “Pembangunan sebagai satu usaha atau rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan-pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan pemerintah menuju moderenitas dalam rangka pembinaan suatu bangsa”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan adalah rangkaian usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk menuju kearah kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan dilakukan dengan mengerahkan segala aspek baik fisik maupun non fisik yang dijalankan secara seimbang dalam mencapai moderenitas bangsa. Sedangkan pembangunan menurut rumusan PBB diartikan sebagai berikut: Pembangunan adalah proses-proses dimana usaha-usaha dari orang-orang itu sendiri disatukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial, kultural masyarakat, menyatukan masyarakat- masyarakat itu dalam kehidupan bangsa, dan memungkinkan masyarakat itu menyumbangkan secara penuh bagi kemajuan nasional. (Y. Slamet1993:4) Pengertian Pembangunan di atas dapat diartikan sebagai proses perubahan menuju kearah yang lebih baik atau menuju modernisasi, yaitu cara hidup yang baru dan lebih baik dari sebelumnya, yang mampu menguasai lingkungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan.Dari pengertian tersebut penulis juga menyimpulkan bahwa pembangunan mengandung unsurunsur sebagai berikut: 1) Tujuan pembinaan bangsa 2) Usaha atau proses 3) Peningkatan, kemajuan,, atau perubahan kearah kemajuan. 4) Dilakukan secara sadar atau sengaja. 5) Terencana. 6) Dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Pada dasarnya pembangunan dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan sekarang dengan memanfaatkan segala potensi yang ada secara optimal. Menurut Petunjuk Pelaksanaan Dana Bantuan Pembangunan Desa/Kelurahan(DPD/K) tahun 2005, pembangunan desa meliputi bidang-bidang sebagai berikut: 1) Prasarana produksi, meliputi: a) Irigasi: Bendungan, waduk, gorong-gorong,bak pembagi, saluran irigasi, pompa air, talang air, dan pembangunan irigasi lainnya. b) Pengawetan dan pelestarian tanah serta pengendalian banjir: penghijauan, terasering. c) Ketenagaan: Pelistrikan, kincir air. 2) Prasarana perhubungan desa, meliputi: a) Jembatan desa b) Jalan desa. 3) Prasarana pemasaran desa, meliputi: a) Los pasar desa b) Kios c) Los desa d) Lumbung desa 4) Prasarana sosial desa meliputi: a) Balai desa b) Tempat ibadah c) Tempat pemandian umum d) Kakus/WC umum e) Taman kanak-kanak f) Pos hansip. Dengan demikian peneliti mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembangunan dalam penelitian ini adalah proses kegiatan dalam suatu kesatuan kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaharui atau membuat prasarana fisik desa. Pembangunan tersebut bersifat kongkret dan dapat dilihat, yaitu berupa sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan dapat menunjang kehidupan dan kehidupan masyarakat. g. Cara pengukuran partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan Untuk mengukur partisipasi baik didalam organisasi formal maupun organisasi informal dapat menggunakan skala chapin. Dalam penelitian ini untuk mengukur partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan peneliti menggunakan skala tiga seperti skala likert yang dimodifikasi. Hal tersebut sesuai pendapat Y. Slamet (1993:85) yang menyatakan bahwa pengukuran partisipasi sosial baik didalam organisasi formal maupun informal, banyak peneliti yang menggunakan skala likert tanpa atau dengan perubahan atau modifikasi. Berdasarkan uraian tersebut dapat dibuat suatu indikator-indikator dari variabel partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan masyarakat desa. Indikator-indikator tersebut akan dijabarkan kedalam item-item. Setiap item diberi bobot atau nilai yang sama. Dengan demikian idikator-indikator variabel partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan desa akan diukur dari: 1) Partisipasi kepala keluarga dalam tahap perencanaan, hal ini meliputi: a) Kehadiran kepala keluarga dalam setiap pertemuan b) Keterlibatan kepala keluarga dalam memberikan usul dan saran atas informasi mengenai pembangunan desa. c) Sikap kepala keluarga dalam menerima informasi mengenai pembangunan. d) Kesediaan kepala keluarga dalam menerima hasil rapat. 2) Partisipasi kepala keluarga dalam tahap pelaksanaan, hal ini meliputi: a) Keterlibatan kepala keluarga dalam pelaksanaan kegiatan operasional pambangunan desa. b) Keterlibatan kepala keluarga dalam memberikan bantuan baik berupa uang, tenaga, dan material. 3) Partisipasi kepala keluarga dalam tahap pemanfaatan hasil, hal ini meliputi: a) Rasa memiliki dari kepala keluarga terhadap hasil pembangunan. b) Rasa tanggung jawab terhadap pemeliharaan hasil-hasil pembangunan. 2. Tingkat pendidikan a. Pengertian Pendidikan Pendidikan merupakan unsur yang sangat penting bagi kemajuan masyarakat, karena setiap orang akan melalui proses ini. Untuk memahami lebih lanjut tentang pendidikan maka perlu dikemukakan pengertian tentang pendidikan. “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.” http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan.Menurut Langeveld dalam Soedomo Hadi (2003 : 17). “Pendidikan adalah mempengaruhi anak dalam usahanya untuk membimbing anak agar menjadi dewasa.” Perbuatan membimbing tersebut merupakan inti dari perbuatan mendidik yang tugasnya hanya membimbing saja, kemudian pada suatu saat ia harus mengembalikan anak itu dalam masyarakat. Dalam hal ini pendidikan merupakan tuntunan, bantuan , atau pengaruh yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik, sehingga mencapai tingkat kedewasaan. Sedangkan Ki Hajar Dewantara (1997 : 14) menyatakan bahwa, “ Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti.” Dari beberapa pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pendidikan diharapkan manusia tidak hanya memperoleh pengetahuan saja, tetapi juga memiliki tingkah laku yang sesuai dengan nilai – nilai maupun norma – norma yang berlaku dalam masyarakat dan hal ini dilakukan secara sadar oleh seluruh komponen pendukung pendidikan tersebut. Menurut Driyarkara dalam Soedomo Hadi (2003 : 19), “Pendidikan adalah pemanusiaan dan pembudayaan anak serta pelaksanaan nilai – nilai.” Maksud dari kata pemanusiaan bahwa seorang peserta didik akan mampu mengerti dirinya dan mampu menempatkan diri dalam berbagai situasi serta dapat menentukan sikap yang terbaik bagi dirinya maupun orang lain. Dengan kata lain, bahwa peserta didik mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana ia berada, sedangkan pembudayaan merupakan suatu proses menuju arah terbentuknya kemandirian dari peserta didik. Selain itu dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional juga telah disebutkan mengenai definisi pendidikan: “ Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.” (Undang – undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20, Tahun 2003, pasal 1 ayat 1 ) Dari beberapa definisi tentang pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar (sengaja) dan teratur yang berusaha untuk mencapai perubahan perilaku dalam mendewasakan peserta didik. Pendidikan dilakukan oleh pendidik untuk membimbing peserta didik dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pendidikan merupakan salah satu strategi penting dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. b.Pengaruh Pendidikan Setiap pendidikan yang berlangsung akan memberikan pengaruh yang besar bagi setiap manusia, karena pendidikan itu memberikan dan menanamkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan ini manusia akan menuju kearah kemajuan hidup, karena pengetahuan, sikap dan keterampilan ini akan selalu dikaji dan dikembangkan secara terus menerus baik melalui pendidikan sekolah maupun diluar sekolah. Dengan demikian pendidikan akan memberikan arah dan tujuan perkembangan yang tepat menuju kemajuan hidup. Sondang P.Siagian menyatakan bahwa pendidikan paling tidak memberikan pengaruh pada beberapa hal, sebagai berikut: 1) Semakin timbulnya kesadaran bernegara dan bermasyarakat pada gilirannya memungkinkan mereka turut berperan secara aktif dalam memikirkan dan memperbaiki nasib bangsanya. 2) Semakin timbulnya kesadaran untuk memenuhi kewajiban yang terletak diatas pundaknya sebagai warga Negara yang bertanggung jawab. 3) Semakin terbukanya pikiran dan akalnya untuk memperjuangkan haknya. 4) Pandangan yang makin luas dan objektif dalamkehidupan bermasyarakat. 5) Semakin meluasnya cakrawala pandangan dengan segala konsekuensinya. 6) Meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan dalam pemuasan kebutuhan hidup yang tidak lagi semata-mata terbatas pada kebutuhan pokok tetapi juga kebutuhan lainnya. 7) Meningkatnya kemampuan untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi, baik pada tingkat individu maupun tingkat sosial. 8) Pandangan yang semakin kritis terhadap hal-hal yang dilihat dan dirasakan sebagai suatu hal yang berlangsung tidak sebagai mana mestinya. 9) Keterbukaan terhadap ide baru dan pandangan yang menyangkut berbagai segi kehidupan bernegara dan bermasyarakat. 10) Keterbukaan pada pergeseran nilai-nilai sosial budaya baik yang timbul karena faktor – faktor yang sifatnya endogen maupun sifatnya eksogen. (Khairudin, 1992:106) Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan seseorang. Pengaruh pendidikan tersebut bersifat positif, dimana pedidikan bisa merubah perilaku manusia kearah yamg lebih baik serta menjadikan manusia untuk bersikap lebih dewasa dan bijaksana.Oleh karena itu pendidikan sangat penting bagi perkembangan kehidupan seseorang menuju kearah lebih baik yang akan mendorong pembangunan. c. Jenis – jenis pendidikan Pendidikan berlangsung seumur hidup dengan bentuk yang bermacam – macam dan sifat yang berbeda – beda. Seperti yang diungkapkan Philip H. Choinks (1985 : 37) bahwa pendidikan dibagi menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, informal, dan non formal. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan masing – masing : 1) Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat – syarat yang jelas dan ketat disuatu lembaga pendidikan (sekolah). Adapun ciri – ciri pendidikan ini adalah : a) Berlangsung di sekolah atau lembaga formal. b) Terdapat tingkatan yang jelas. c) Murid harus mematuhi peraturan – peraturan yang ada di sekolah. d) Guru harus memenuhi persyaratan dan ketentuan tertentu, misal : ijazah, keahlian, dll. e) Waktu dan tempat belajar teratur dan harus ditaati. f) Ada kurikulum tertentu dan harus ditaati. g) Ada evaluasi disetiap akhir program. h) Berisi pendidikan teori maupun keterampilan. Ciri yang menonjol dari pendidikan ini yang akan menjadi dasar dalam penelitian ini adalah adanya jenjang pendidikan yang jelas. Dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 8 disebutkan bahwa “ Jenjang pendidikan adalah tahapan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.” Adapun jenjang dalam pendidikan sekolah antara lain : a) Pendidikan dasar Merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Dalam PP No.28 Tahun 1990 yang dikutip oleh Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1994 : 107) menyebutkan bahwa, “ Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah lanjutan pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.” Sedangkan tujuan pendidikan dasar menurut Hadari Nawawi (1994 : 108) adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagi pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan sebagai bekal hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah umum maupun kejuruan. Pendidikan dasar diselenggarakan selama sembilan tahun yang meliputi enam tahun Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah serta bentuk lain yang sederajat dan tiga tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan atau pendidikan lain yang sederajat. b) Pendidikan menengah Merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan kejuruan. Sekolah pendidikan menengah umum berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan pendidikan kejuruan berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), Madrasah Kejuruan Aliyah (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Dalam PP No. 29 Tahun 1990 dikemukakan bahwa, “ Pendidikan menengah umum adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa. Sedangkan pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan keterampilan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Tujuan pendidikan menengah sesuai dengan PP No. 29 Tahun 1990 adalah : (1). Pendidikan menengah umum mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan yang tinggi. (2). Pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki kerja professional. Pendidikam menengah untuk melanjutkann dan meluaskan pendidikan dasar yaitu menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitarnya serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja maupun pendidikan tinggi. Pendidikan ini diselenggarakan selama tiga tahun setelah peserta didik menyelesaikan pendidikan dasarnya. c) Pendidikan tinggi Merupakan jenjang pendidikan setelah menengah. Menurut PP No. 30 Tahun 1990, “ Pendidikan tinggi adalah Pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari pada pendidikan menengah dijalur pendidikan sekolah.” Sedangkan tujuan pendidikan tinggi adalah (1). Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan ataupun professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian. (2). Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta mengupayakan penggunaanya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional (Soedomo Hadi, 2003 : 141). Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional ( 1992 : 170 – 171 ) disebutkan beberapa pengertian tingkatan satuan pendidikan tinggi antara lain: a). Akademik adalah perguruan yang menyelenggarakan program pendidikan professional dalam satu cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu. (1). Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. (2). Sekolah Tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelengarakan program pendidikan professional dan atau akademik dalam lingkup satu disiplin ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu. (3). Institut adalah perguruan tinggi yang disamping pendidikan akadermik dapat pula menyelenggarakan pendidikan profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu. 2) Pendidikan informal Pendidikan informal adalah suatu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari – hari secara sadar maupun tidak sadar, sejak lahir maupun sampai mati. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, tempat kerja, atau dalam pergaulan sehari – hari. Ciri – ciri dari pendidikan ini adalah : a) Berlangsung dalam keluarga, ditempat kerja maupun pergaulan sehari – hari. b) Tidak terdapat adanya tingkatan, syarat maupun peraturan tertulis yang mengikat sebagaimana pendidikan formal. c) Tidak terencana atau terprogram. d) Tidak ada program evaluasi tertulis. 3)Pendidikan non formal. Pendidikan non formal adalah suatu pendidikan yang teratur dan dilaksanakan secara sadar serta tidak terlalu mengikuti peraturan yang tetap dan ketat. Ciri – ciri dari pendidikan ini adalah : b) Dapat berlangsung di sekolah maupun diluar sekolah. c) Ada tingkatan tetapi tidak tetap dan mengikat. d) Tidak terdapat persayaratan yang ketat baik umur maupun pendidikan calon murid. e) Guru – gurunya disesuaikan dengan tersedianya sumber dana daerah yang bersangkutan. f) Waktu belajar dapat dibuat sedemikian rupa sesuai dengan kesepakatan tenaga pengajar dan murid. g) Kurikulum tidak baku, baik bahan maupun lama belajar. h) Ada evaluasi tetapi tidak harus disertai dengan ujian. Berdasarkan uraian jenis-jenis pendidikan tersebut dapat penulis simpulkan dalam masyarakart terdapat tiga garis besar pendidikan dan ketiganya sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan yang dimaksudkan disini adalah pendidikan formal yang dilaksanakan di Sekolah secara teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan kurun waktu tetentu, berlangsung dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi berdasar aturan resmi yang telah ditetapkan. d.Tingkat Pendidikan: Menurut Soedomo Hadi (2003:139) “Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan berkelanjutan yang didasarkan pada tingkat perkembangan anak (peserta didik), dan keluasan bahan pengajaran”.Sedangkan menurut UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional (2003:3)Tingkat pendidikan atau jenjang pendidikan adalah “Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan dikembangkan.".Dari dua pengertian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan disesuaikan dengan perkembangannya, tujuan, dan kemampuannya. Menurut Crow dan Crow yang dikutip oleh Soedomo Hadi (2003:139) mengemukakan jenis dan tingkat persekolahan sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Tingkat TK nol kecil di sebut Nursery Education Tingkat nol besar disebut Infant Education Tingkat pendidikan dasar disebut Elementary Education Tingkat SMTP disebut Yunior High School. Tingkat SMTA disebut Senior High School. Sekolah tinggi khusus disebut College Dari berbadai macam tingkatan pendidikan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Pendidikan pra sekolah Pendidikan pra sekolah bertujuan membantu meletakkan dasar arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannnya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. 2) Pendidikan dasar Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya secara pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. 3) Pendidikan menengah Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk beinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. 4) Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik maupun kemampuan professional yang dapat menerapkan, mengembangkan, serta menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa tingkat pendidikan terdiri atas pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.Tingkat pendidikan dan jenjang pendidikan merupakan istilah yang sama untuk menyebut tingkat pendidikan yang telah ditempuh seorang peserta didik sesuai dengan tujuan dan kemampuan yang akan dikembangkan seseorang atau peserta didik. Tingkatan pendidikan ini sifatnya berkelanjutan sehingga berjenjang. Tingkat/jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Karena berbagai keterbatasan peneliti maka penelitian ini hanya akan difokuskan pada pendidikan formal masyarakat yang bersangkutan saja. Karena dalam pendidikan formal terdapat indikator dan ukuran yang sudah jelas. Dan sebagian masyarakat akan menilai tingkat pendidikan seseorang dengan melihat status pendidikan formal dari orang tersebut. e. Pengklasifikasian tingkat pendidikan Kepala keluarga Dalam penelitian ini tingkat pendidikan dikaitkan dengan sekolah atau pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh kepala keluarga Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali.Tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Pendidikan dasar, terdiri dari: a) Sekolah Dasar (SD) b) Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2) Pendidikan menengah, terdiri dari: a) Sekolah Menengah Atas (SMA) b) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 3) Pendidikan Tinggi, terdiri dari: a) Pendidikan Diploma 1, Diploma II, Diploma III b) Pendidikan Sarjana (SI) f. Teori Tingkat Pendidikan dengan Partisipasi kepala keluarga dalam Pembangunan. Menurut Siti Meichati yang dikutip oleh Khoirudin H (1992: 104) menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan usaha mengembangkan individu”. Yang dimaksud usaha mengembangkan diri yaitu pendidikan merupakan suatu cara pembentukan dan cara membantu individu baik dari segi biologis maupun kerohanian. Hal ini berarti pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan kepribadian individu agar individu menjadi dewasa dan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu melalui pendidikan, kepala keluarga dapat berpikir sistematis, memiliki wawasan yang luas, dan lebih kritis dalam menghadapi segala persoalan.. Kepala keluarga yang mempunyai pendidikan tinggi akan dapat berpikir untuk membuat hidupnya lebih maju, karena mereka tidak puas dengan kondisi lingkungannya. Oleh karena itu kepala keluarga yang mempunyai pendidikan tinggi akan memiliki kemampuan yang tinggi sehingga partisipasi mereka dalam pembagunan juga akan lebih optimal. g. Cara pengukuran Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan kepala keluarga adalah tahapan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan, tujuan dan kemampuan yang akan dikembangkan. Yaitu merupakan jenjang pendidikan terakhgir yang sudah ditempuh oleh kepala keluarga. Pengukuran tingkat pendidikan Kepala keluarga dalam penelitian ini dengan menggunakan skala sembilan seperti skala trusthone yang dimodifikasi. Berdasarkan uraian secara keseluruhan diatas dapat dibuat indikator-indikator dari variabel tingkat pendidikan kepala keluarga.Indikatorindikator tersebut adalah: 1) Pendidikan rendah, yaitu SD dan SMP 2) Pendidikan menengah, yaitu SLTA 3) Pendidikan tinggi, yaitu D1, D2, D3, S1 Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah dicapai oleh kepala keluarga di Desa Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali dengan klasifikasi : pendidikan dasar ( SD, SMP dan atau yang sederajat) (SMA, SMK dan atau yang sederajat ), dan Pendidikan Tinggi (Diploma, Sarjana, Pasca sarjana, Doktor). 3. Status sosial a. Pengertian status sosial Menurut Hendropuspito (1989 : 103) istilah status berasal dari bahasa latin “stare” yang berarti berdiri. Selanjutnya pengertian status disamakan dengan istilah “kedudukan”. Jadi status seseorang adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sehubungan dengan orang lain atau masyarakat di sekelilingnya dimana ia tinggal dan disitulah ia bergantung pada orang – orang disekitarnya. Sedangkan menurut http://en.wikipedia.org/wiki/Social_status6 December 2009 at 02:49, : “Social status is the honor or prestige attached to one's position in society (one's social position)” Artinya status sosial merupakan kedukukan yang diberikan seseorang pada masyarakat dimana ia tinggal. Astrid. S. Susanto (1999 : 75) mengartikan status sebagai “Kedudukan seseorang yang dapat ditinjau terlepas dari individunya.” Sehingga status merupakan kedudukan objektif yang memberi hak dan kewajiban kepada orang yang menempati kedudukan tersebut. Hal yang senada diungkapkan M. Rusli Karin (1990 : 97) yang mengartikan status sebagai kedudukan sosial adalah “Tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang – orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak – hak serta kewajibannya.” Pengertian ini menunjukkan tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh. Untuk mengukur tinggi rendahnya status seseorang harus dilihat dari masyarakat umum dimana ia tinggal, karena status tidak bisa lepas dari orang lain. Menurut Paul B Horton (1999 : 5) ” Status sosial atau kelas sosial dapat di definisikan sebagai suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan)”. Sedangkan menurut Soejono soekanto status sosial diartikan sebagai berikut: ”Status sosial diartikan sama dengan kedudukan sosial, status artinya sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan kelompok-kelompok lainnya dalam kelompok tersebut. Kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestise, dan hak-hak istimewa serta kewajibannya”. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan seharihari kadang kita tidak menyadari akan ada perbedaan status sosial secara otomatis yang terjadi dalam masyarakat dimana masyarakat secara otomatis akan menenpatkan seseorang pada kedudukan tertentu berdasarkan hal-hal yang dihargai dalam masyarakat yang bersangkutan. Dan mereka juga akan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukan/statusnya tersebut. b. Jenis – jenis status sosial Dalam masyarakat kedudukan seseorang bisa disebabkan dari beberapa hal. Tergantung bagaimana kebudayaan setempat. Namun secara umum kedudukan sosial atau status sosial dapat dilihat dari.kekayaan,/ekonomi, pendidikan dan keturunan. Soerjono Soekanto (2002 : 240) membedakan status menjadi tiga yaitu : 1) Ascribed Status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan – perbedaan rohaniah dan kemampuan kedudukan tersebut. Status ini sering dijumpai dalam masyarakat dengan sistem stratifikasi tertutup (feodal). 2) Achieved status yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha – usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka pada siapa saja tergantung dari kemampuan masing – masing orang dalam mengejar serta mencapai tujuan – tujuannya,. 3) Assigned Status yaitu status yang didapatkan seseorang karena telah berjasa dalam bidang tertentu atau telah memperjuangkan sesuatu untuk kepentingan masyarakat. Dalam mendapatkan status sosial ini tidak menutup kemungkinan satu orang akan memiliki beberapa kedudukan sekaligus bahkan bisa jadi ketiga status tersebut melekat pada seseorang secara bersamaan. Tapi biasanya masyarakat hanya akan melihat kedudukan utama yang menonjol saja. Kedudukan yang melekat pada seseorang dapat terlihat dari kehidupan sehari – harinya melalui ciri – ciri tertentu yang dalam sosiologi dinamakan prestise symbol (status – symbol). Warner dalam Poul B Horton (1999 : 6) membagi kelas sosial didalam masyarakat menjadi 6 kelas antara lain: 1) Kelas sosial atas- lapisan atas (Upper-Upper class), mencakup keluargakeluarga kaya lama, yang telah lama berpengaruh dimasyarakat dan mempunyai kekayaan yang begitu lama, sehingga orang-orang tidak lagi bisa mengingat kapan keluarga itu memperoleh kekayaan. 2) Kelas sosial atas-lapisan bawah (lower – upper class) mungkin saja memiliki jumlah uang yang sama dengan kelas atas, tetapi mereka belum terlalu lama memilikinya. Dan keluarga mereka berpengaruh dalam masyarakat. 3) Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper – midle class) Mencakup para pengusaha dan orang-orang profesional yang berhasil, yang umumnya memiliki latar belakang keluarga ’baik’ dengan penghasilan yang menyenangkan. 4) Kelas Sosial menengah - lapisan bawah (Lower – midle class) meliputi para juru tulis, pegawai kantor, dan orang-orang semi profesional serta mungkin pula termasuk beberapa penyelia (supervisor) dan pengrajin terkemuka. 5) Kelas sosial rendah lapisan atas ( upper-midle class) Terdiri atas sebagian besar pekerja tetap yang sering disebut sebagai golongan pekerja oleh orang-orang yang kurang senang menggunakan istilah ”kelas sosial rendah” bagi para pekerja yang bertanggung jawab. 6) Kelas sosial rendah-lapisan bawah (lower-lower class) meliputi para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman dan orang-orang yang hampir terus menerus tergantung pada tunjangan pengangguran. Dari uraian tentang klasifikasi status sosial di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang mendapatkan status sosial ada dua macam yaitu status yang didapatkan seseorang secara otomatis sejak dia lahir karena dari keturunannya tanpa dia harus mengusahakannya atau berkorban terlebih dahulu misalnya keturunan darah biru, bangsawan, harta kekayaan. Dan status yang kedua adalah status sosial yang didapatkan seseorang karena usaha atau pengorbanannya untuk mendapatkan status tersebut misalnya gelar doktor, sarjana. Sedangkan Abu Ahmad (1985 : 80) mengemukakan bahwa status seseorang mempunyai dua aspek yaitu ; 1) Aspek fungsional yang juga disebut social role atau peranan sosial yang terdiri dari kewajiban – kewajiban dan keharusan – keharusan karena kedudukannya dalam sistem tertentu. 2) Aspek yang struktural yaitu status yang ditujukan oleh adanya hierarki atau susunan lapisan sosiologi dari atas ke bawah, aspek ini sifatnya lebih stabil dibanding aspek fungsional. c. Faktor penentu status sosial Dalam masyarakat ditemui perbedaan-perbedaan status sosial setiap orang.ada yang berkedudukan tinggi ada pula yang berkedukukan rendah. Hal ini sangat dipengaruhi oleh: 1) Pangkat/jabatan Pangkat atau jabatan merupakan gelar yang didapatkan seseorang sesuai dengan usahanya berkaitan dengan pekerjaan. Seorang pemangku jabatan akan memiliki peranan yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai jabatan apapun dalam masyarakat. 2) Prestise pekerjaan Pekerjaan merupakan suatu unit kegiatan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang disuatu tempat untuk menghasilkan barang atau jasa. Pekerjaan merupakan determinasi kelas sosial setelah penghasilan . Seseorang dalam memilih pekerjaan akan selalu memilih pekerjaan yang dianggapnya bagus karena suatu pekerjaan akan memilki prestise yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan yang lain.Menurut Donald. J. Treiman (1984 : 393 – 394) membagi prestise pekerjaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 1. prestise pekerjaan di Indonesia No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Status pekerjaan Tenaga ahli Dokter Profesor Insinyur Pengacara Dosen Guru SMA Guru SMP Guru STANDAR Pilot Wartawan Seniman, musisi, pengarang Perawat Pemain film/penyanyi Administrasi/manajer MPR DPR Pemimpin partai politik Kepala kantor pemerintahan Presiden Gubernur Bupati Camat dan kepala desa Direktur PNS golongan IV PNS golongan III PNS golongan II PNS golongan I Pegawai administrasi perusahaan Tukang kebun dan office boy Militer Perwira tinggi Perwira menengah Perwira tingkat rendah Anggota militer Bisnis dan jasa Pengusaha besar Pengusaha kecil Pedagang Bengkel/tukang listrik Sopir Buruh pabrik Pertanian Nilai 87 84 83 80 74 64 57 43 62 58 56 41 38 82 66 55 79 74 63 50 71 67 57 49 43 38 49 25 73 63 44 38 58 51 45 32 36 27 20 63 38 39 40 41 Petani kaya Petani sedang Petani miskin Buruh tani 47 38 20 18 Tabel di atas menunjukkan bahwa pekerjaan merupakan aspek penentu kelas sosial seseorang. Oleh karena itu kedudukan seseorang dapat diketahui dari jenis pekerjaannya. Dengan melihat jenis pekerjaan seseorang kita bisa tahu apakah orang tersebut berstatus sosial rendah atau tinggi.Sehingga orang akan berlombalomba untuk mencari pekerjaan yang memiliki nilai status tinggi. 3) Keturunan Orang yang dilahirkan dalam keluarga bangsawan secara otomatis akan mewarisi darah biru dari nenek moyangnya. Oleh karena itu anak seorang raja yang baru lahir akan langsung mendapat gelar sebagai putri mahkota atau putra mahkota atau pangeran. 4) Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan dihargai sebagi penentu status sosial seseorang dalam masyarakat. d.Hubungan status sosial dengan partisipasi. Kedudukan seseorang dalam masyarakat akan mempengaruhi kegiatan dalam memenuhi hidupnya dan kedudukan ini mempengaruhi seseorang untuk menuntut ilmu. Adapun peranan status sosial dalam masyarakat menurut Suryani (1990 : 34) adalah”Dengan adanya perbedaan status sosial dalam masyarakat memberikan kesempatan atau fasilitas hidup yang berbeda bagi masyarakat seperti: keselamatan hidup, harta benda, standar hidup, kebebasan dan tingkah laku” Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa status seseorang akan berpengaruh pada peranan mereka yang berbeda dalam masyarakat dibangdingkan dengan masyarakat yang memiliki status yang berbeda pula. e. Cara pengukuran Status sosial Skala yang digunakan untuk mengukur variabel status sosial adalah skala lima seperti skala likert yang dimodifikasi. Berdasarkan uraian tentang status sosial secara keseluruhan dapat dibuat indikator-indikator dari status sosial kepala keluarga. Indikator-indikator ini akan dijabarkan ke dalam item-item. Setiap item diberi bobot yang sama. Dengan demikian indikator variabel status sosial kepala keluarga akan diukur dengan: 1) Dikenal oleh masyarakat luas, yang meliputi: a) Intensitas undangan untuk menghadiri keperluan pribadi b) Banyaknya masyarakat yang mengenal c) Diundang dalam kegiatan-kegiatan masyarakat d) Jumlah kehadiran orang yang diundang dalam acara pribadinya 2) Dihormati oleh masyarakat, yang meliputi: a) Suaranya diperhitungkan oleh masyarakat b) Penerimaan masyarakat akan kehadirannya c) Kehilangan masyarakat ketika dia tidak hadir dalam kegiatan-kegiatan d) Intensitas permintaan masyarakat untuk memintanya berbicara didepan umum e) Kepercayaan masyarakat untuk menyelesaikan permasalanya pribadinya Dalam penelitian ini yang dimaksud status sosial adalah Kedudukan yang melekat dalam diri kepala keluarga sebagai anggota masyarakat dipandang secara objektif dari masyarakat lain yang bersangkutan yang sebanding dengan usaha untuk mencapainya. B. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevaan degan penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian Skripsi oleh Siti Asfiah, dengan judul “Hubungan antara kepemimpinan kepala desa dan tingkat pendidikan masyarakat dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik di Rw 04, Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen“ menyimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik di RW 04, Desa Pendem, Kecamatan Sumber lawang, Kabupaten Sragen.Hal ini terbukti dari hasil sumbangan relatif antara variabel kepemimpinan kepala desa (X1) dan tingkat pendidikan masyarakat (X2) dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik (Y) sebesar 100,000% . sedangkan tingkat sumbangan efektif variabel kepemimpinan kepala desa (X1) dan tingkat pendidikan masyarakat (X2) dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik (Y) sebesar 90,23%. 2. Hasil penelitian Skripsi oleh Nur Sufiyanti, dengan judul “Hubungan Karakteristik Sosiologis Individu Dan Motivasi Belajar Dengan Prestasi Belajar sosiologi Siswa SMA Negeri 1 Mojolaban“ menyimpulkan bahwa ada hubungan antara karakteristik sosiologis individu dengan prestasi belajar sosiologi, ada hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar Sosiologi, ada hubungan antara karakteristik sosiologis individu dan motivasi belajar secara bersama dengan prestasi belajar Sosiologi siswa SMA 1 Mojolaban C. Kerangka Berpikir Pembangunan desa merupakan salah satu usaha pemerintah dalam pemerataan pembangunan bagi seluruh masyarakat baik di desa maupun kota, sehingga tidak ada lagi ketimpangan antara laju perkembangan desa dan kota terutama pembangunan sarana dan prasarana fisik desa.Dimana pembangunan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan desa bisa berjalan baik apabila didukung oleh partisipasi masyarakat, karena masyarakat merupakan perencana, pelaksana, pemanfaat sekaligus pemelihara pembangunan itu sendiri. Dalam pembangunan masyarakat desa seorang kepala keluarga merupakan kunci penggerak dari pelaksanaan pembangunan, karena ia merupakan representasi dari keluarganya. Kemampuan kepala keluarga dalm mengelola pembangunan sangat berkaitan dengan sumber daya kepala keluarga tersebut.Sedangkan kualitas sumberdaya kepala keluarga akan sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya.Oleh karena itu, pendidikan merupakan modal dalam pelaksanaan pembangunan. Sebagai modal dalam pelaksanaan pembangunan, pendidikan memberikan pengetahuan dan wawasan sehingga dapat menentukan pola pikir dan perilaku kepala keluarga yang menjadi pengelola pembangunan. Adanya bekal pengetahuan tersebut akan membantu mempermudah pemerintah dalam pelaksanaan progam pembangunan.Kepala keluarga yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah memerima program pemerintah, dan sebaliknya kepala keluarga dengan tingkat pendidikan rendah akan lebih sulit menerima progam pembangunan. Oleh karena itu partisipasi kepala keluarga berhubungan dengan tingkat pendidikan. Status merupakan kedudukan yang melekat dalam diri seseorang sebagai anggota masyarakat yang dipandang secara obyektif dari anggota masyarakat lain yang bersangkutan yang sebanding dengan usaha untuk mencapainya. Status sangat penting bagi seseorang dalam keberlangsungan hidupnya dimasyarakat yang bersangkutan, semakin tinggi tingkat status seseorang ia akan semakin dihargai oleh orang lain. Kepala keluarga yang memiliki status sosial tinggi kemungkinan besar akan lebih dihargai masyarakat dibandingkan dengan kepala keluarga yang memiliki status sosial rendah. Dengan kedudukanya yang tinggi ini mereka akan dipilih menjadi penggerak dari pelaksanaan pembangunan karena mereka mendapat kepercayaan dari masyarakat. Mereka akan terlibat lebih dalam pembangunan, misalnya panitia pembangunan. Karena posisinya ini secara otomatis mereka akan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaa, pemanfaatan, dan pemeliharaan. Dari kekdudukannya ini akan menuntut mereka untuk terus berpartisipasi dalam program pembangunan.Sehingga partisipasi kepala keluarga berhubungan dengan status sosial. Dari uraian di atas peneliti dapat menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut : Tingkat Pendidikan X1 Y Partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan X1,X2 Status Sosial X2 Keterangan: X1 Y X2 Y X1, X2 Y Gambar1. Kerangka pemikiran D. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir tentang Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Status Sosial dengan Partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan masyarakat di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. 2. Ada hubungan yang signifikan antara status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. 3. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan status sosial secara bersama dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. BAB III BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui r xly = 0,604 dan p = 0,000, dimana p lebih kurang dari 0,01 yaitu 0,000< 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa kepala keluarga yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan semakin banyak pengetahuan, pengalaman sehingga meningkatkan partisipasinya dalam pembangunan. 2. Ada hubungan yang signifikan antara status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan pada masyarakat Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui rx2y = 0,569 dan p = 0,001, dimana p lebih kurang dari 0,01 yaitu 0,001 < 0,01.Hal ini menunjukkan bahwa kepala keluarga yang memiliki status sosial tinggi akan meningkatkan partisipasinya dalam pembangunan karena mereka dituntut untuk menjadi motor/penggerak dalam pembangunan. 3. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali.Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui rx12y = 0,714 dan p = 0,000, serta F = 15,078,. Dimana p lebih kurang dari 0,05 yaitu 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial kepala keluarga akan semakin tinggi pula tingkat partisipasinya dalam pembangunan. B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian yamg telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut: 1. Secara empiris antara tingkat pendidikan dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini dapat memberikan gambaran yang baik bagi masyarakat yang masih menempuh jenjang pendidikan untuk terus meningkatkan prestasinya dan melanjutkan jenjang pendidikan seoptimal mungkin. Begitu pula bagi yang belum sekolah maupun yang sudah tamat sekolah untu meneruskan jenjang pendidikannya. Karena semakin tinggi tinggkat pendidikan seseorang semakin besar pula sumbangannya dalam pembangunan. 2.Secara empiris antara status sosial dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan memiliki hubungan yang siggnifikan. Hal ini dapat menjadi dorongan bagi masyarakat untuk meningkatkan status sosial mereka baik melalui pendidikan, kedudukan, jabatan, harta kekayaan, prestasi maupun yang lainnya dengan usaha yang halal.dan mempertahankan status sosialnya tersebut dengan selalu besikap dan berperilaku yang sopan, rendah hati dan baik pada semua masyarakat. 3.Secara empiris partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan status sosial. Oleh karena itu untuk meningkatkan partisipasi sosial dapat ditempuh dengan terus meningkatkan jenjang pendidikan masyarakat dan status sosialnya.. C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi diatas, maka ada beberapa saran yang perlu disampaikan yaitu: 1. Bagi Pemerintah a. Pemerintah pusat maupun desa sebaiknya dalam menentukan kebijakan dalam pembangunan, disarankan agar melibatkan semua ,lapisan masyarakat baik dari tingkat pedidikan rendah maupun tinggi, status sosial rendah maupun tinggi secara proporsional dan merata sehingga terjadi dinamisasi masyarakat dan semua kepentingan akan terwakili. b. Dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan disarankan agar pemerintah memprioritaskan pembangunan berdasarkan masukan dari semua warga masyarakat c. Dalam mengadakan proyek pembangunan sebaiknya pemerintah menggunakan model pembangunan partisipatif yaitu pembangunan yang melibatkan masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, sampai pemanfaatan hasil d. Sebaiknya pemerintah mendorong masyarakat untuk terus meningkatkan pendidikan dan status sosial mereka.melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan, peningkatan sarana dan prasarana, dll. 2. Bagi Kepala keluarga a. Semua kepala keluarga hendaknya terus berlomba – lomba untuk meningkatkan tingkat pendidikan dan status sosial mereka dan anggota keluarga. b. Disarankan agar kepala keluarga mendukung kebijakan pembangunan pemerintah, dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan. c. Untuk ikut serta memberikan masukan terhadap pelaksanaan pembangunan 3. Bagi peneliti Penelitian perlu dilaksanakan pada anggota keluarga yang lain selain kepala keluarga dan dengan memperluas faktor-faktor lain yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Deskripsi Data Umum a. Lokasi Penelitian Dusun Grogolan sebagai lokasi penelitian terletak dalam wilayah Kantor Desa Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Wilayah Dusun Grogolan terbagi dalam 3 Rt yaitu Rt 1, Rt 2, Rt 3. Adapun batas-batas Dusun Grogolan adalah sebagai berikut: 1) Batas Utara : Wilayah Dusun Delen, Desa Keyongan 2) Batas Selatan : Lahan persawahan Desa Tegalgiri 3) Batas Barat : Wilayah Dusun Badan 4) Batas Timur : Wilayah Dusun Grinting b. Kondisi Demografi Penelitian 1) Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Jumlah penduduk Dusun Grogolan berdasarkan data monografi tahun 2009 seluruhnya berjumlah 396 orang, yang terdiri dari 182 orang berjenis kelamin laki- laki dan 214 berjenis kelamin perempuan. Jumlah kepala keluarga 105 KK yang tersebar diseluiruh wilayah Dusun Grogolan. Adapun persebaran jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur adalah sebagai berikut: Tabel 4 Jumlah Persebaran Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Dusun Grogolan, 2009 No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah 1 0-4 15 11 26 2 5 -9 14 17 31 3 10 – 14 11 9 20 4 15 – 19 16 15 31 5 20 – 24 14 19 33 6 25 – 29 20 23 43 7 30 – 39 40 47 87 8 40 – 49 9 9 18 9 50 – 59 28 30 58 10 60 + 17 34 51 182 214 396 Jumlah Sumber : Monografi Dusun Grogolan 2009 Dari data di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang paling banyak adalah yang berusia 30 – 39 tahun yaitu sebanyak 87 orang. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari pada jumlah laki laki.Jumlah penduduk perempuan adalah 182 dan laki-laki-laki 214 orang dan jumlah keseluruhan adalah 396 orang. 2) Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian Mata pencaharian merupakan sumber penghasilan bagi kehidupan manusia untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dengan pekerjaan yang dilakukan mereka akan memperoleh pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mata pencaharian penduduk di Dusun Grogolan ada beberapa sektor, baik di sektor pemerintahan maupun swasta. Untuk kebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Dusun Grogolan, 2009 No Mata Pencaharian Jumlah (orang) 1 Petani 132 2 PNS 19 3 Karyawan swasta 15 4 Pedagang 23 5 Wiraswasta 2 6 Buruh 33 7 Pensiunan 4 Jumlah 200 Sumber : Monografi Dusun Grogolan, 2009 Dari Tabel di atas, dapat diketahui bahwa proporsi pekerja terbesar penduduk Dusun Grogolan adalah tani, yaitu sebanyak 132 orang dari seluruh jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian. Mata pencaharian yang paling sedikit dikerjakan penduduk Dusun Grogolan adalah Wiraswasta yaitu 2 orang. 3) Jumlah Kepala keluarga Dalam sebuah keluarga seorang kepala keluarga memiliki peranan penting untuk membawa kedudukan keluarganya ditengah masyarakat. Ia merupakan wakil dari keluarganya.Adapun peresebaran kepala keluarga di Dusun Grogolan sebagai berikut: Tabel 6 Persebaran kepala keluarga Dusun Grogolan 2009 No Pendidikan Rt 1 Rt 2 Rt 3 Jumlah 1 Tamat SD/sederajat 15 22 25 62 2 Tamat SMP/sederajat 4 7 8 19 3 Tamat SMA/sederajat 4 4 1 9 4 Tamat D1/sederajat 0 0 0 0 5 Tamat D2/sederajat 1 0 1 2 6 Tamat D3/sederajat 1 0 0 1 7 Tamat S1/sederajat 5 2 5 12 Jumlah 30 35 40 105 Sumber : Monografi Dusun Grogolan, 2009 Berdasarkan tebel diatas dapat dilihat kepala keluarga paling banyak terdapat pada tingkat pendidikan SD yaitu 62 orang dan jumlah ini paling banyak dari kepala keluarga di Rt 3 yaitu 25. dan yang paling sedikit jumlahnya adalah D3 yaitu 1. Sedangkan yang tingkat pendidikan tertinggi yaitu S1 dengan jumlah 12 orang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kepala keluarga di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali masih rendah dan perlu ditingkatkan. 4) Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan merupakan salah satu sarana yang penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Tingkat pendidikan mencerminkan status penduduk karena tingkat pendidikan yang ada dalam mesyarakat merupakan tolak ukur kualitas hidup dari masyarakat itu sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, kualitas sumber daya manusianya akan semakin tinggi pula. Tabel 7 berikut menunjukkan jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat di Dusun Grogolan, 2009. No Pendidikan Jumlah 1 Tamat SD/sederajat 99 2 Tamat SMP/sederajat 47 3 Tamat SMA/sederajat 55 4 Tamat D1/sederajat 4 5 Tamat D2/sederajat 1 6 Tamat D3/sederajat 6 7 Tamat S1/sederajat 26 Jumlah 238 Sumber: Data monografi Dusun Grogolan, 2009 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan warga di Dusun Grogolan cukup bervariasi. Mayoritas penduduk tingkat pendidikannya lulus SD/sederajat yaitu sebanyak 99 orang. c. Potensi Dukuh Grogolan Potensi merupakan kemampuan yang diaktifkan dalam pembangunan baik itu potensi alam, manusia, maupun hasil karya manusia itu sendiri. Potensi desa berkaitan dengan sumber daya manusia yang diperlukan untuk keperluan pembangunan guna mencapai kesejahteraan masyarakat dan Negara. Adapun potensi yang ada di Dusun Grogolan antara lain: 1) Sarana dan prasarana Sarana dan prasana fisik merupakan salah satu faktor pendukung pembangunan. Keberadaan sarana dan prasarana ini sangat dibutuhkan untuk memperlancar proses pembangunan. Sarara dan prasarana yang ada di Dusun Grogolan adalah sebagai berikut: Tabel 8 Sarana dan Prasarana Dusun Grogolan, 2009 No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit) 1 Masjid 1 2 Mushola 2 3 Gedung TPA 1 4 Lumbung Desa 3 Jumlah 7 Sumber: Monografi Dusun Grogolan, 2009 Jumlah sarana prasarana Dusun Grogolan sarana paling banyak adalan Lumbung Desa yaitu 3 buah.Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Sarana dan prasarana yang dimiliki Dusun grogolan masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Selama ini kegiatan masih berpusat di Masjid atau rumah penduduk. 2) Organisasi (Pekumpulan) Organisasi atau perkumpulan keberadaannya sangat penting bagi kemajuan pembangunan. Disini warga masyarakat dapat memunculkan atau menggali dan melejitkan potensinya masing-masing. Hal ini akan meningkatkan kualitas Sumber daya masyarakat.Organisasi yang dimiliki Dusun Grogolan adalah sebagai berikut: Tabel 9 Organisasi Dusun Grogolan, 2009 No Jenis Organisasi Jumlah (Unit) 1 Perkumpulan RT Bapak-bapak 3 2 Perkumpulan RT Ibu-ibu 3 3 Perkumpulan Tani ‘Subur’ 1 4 Perkumpulan Ternak ‘Rojo koyo’ 1 5 Perkumpulan Donatur TPA 1 6 Takmir Masjid 1 7 Karang taruna ‘Merpati Putih’ 1 Jumlah 11 Sumber: Monografi Dusun Grogolan, 2009 2. Data Penelitian Khusus Setelah melakukan uji coba dan telah diketahui validitas dan reliabilitas angket selanjutnya dilakukan penelitian sesungguhnya. Jumlah sampel yang digunakan adalah 32 orang di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Penelitian ini menyajikan data dari 3 variabel, yaitu: (1) tingkat pendidikan, (2) status sosial, dan (3) partisipasi. Penyajian frekuensi data sebagai berikut: a. Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil perhitungan angket tentang tingkat pendidikan kepala keluarga di Dusun Grogolan diperoleh data sebagai berikut: Tabel 10 Sebaran Frekuensi Tingkat Pendidikan Interval 7,5 – 8,5 6,5 – 7,5 5,5 – 6,5 4,5 – 5,5 3,5 – 4,5 2,5 – 3,5 1,5 – 2,5 0,5 – 1,5 Total Frekuensi 5 2 2 2 7 7 4 3 32 Frekuensi relatif (%) 15,63 6,25 6,25 6,25 21,88 21,88 12,50 9,38 100 Berdasarkan tabel sebaran frekuensi tingkat pendidikan dapat diketahui bahwa data tingkat pendidikan yang tertinggi frekuensinya terletak pada interval 3,5 – 4,5 dan 2,5 - 3,5 yaitu sebanyak 7 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 6,5 – 7,5, 5,5 – 6,5, dan 4,5 – 5,5 yaitu sebanyak 2 orang. Agar lebih jelas data tersebut akan digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut: Distribusi Frekuensi Variabel Tingkat Pendidikan kepala keluarga (X1) 8 7 7 7 Frekuensi 6 5 5 4 4 3 3 2 2 2 2 1 0 0,5 -1,5 1,5-2,5 2,5-3,5 3,5-4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,5-7,5 7,5-8,5 Interval Gambar.2 Histogram Frekuensi Variabel Tingkat Pendidikan kepala keluarga (X1) Berdasarkan hasil distribusi frekuensi skor tingkat pendidikan diperoleh hasil sebagai berikut (lihat lampiran 7 halaman 2) : Mean : 4,25 Median : 3,79 Modus : 2,00 Simpangan Baku : 2,24 Simpangan rerata : 1,83 Skor tertinggi : 8,00 Skor terendah : 1,00 Dari uraian di atas menyatakan bahwa tingkat pendidikan kepala keluarga di Dusun Grogolan memiliki sifat yang heterogen hal ini dapat dilihat dari rentangan nilai yang diperoleh yakni 8,00 – 1,00 dari uraian tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rendah, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh sebesar 7 responden berada pada interval 3,5 – 4,5 dan 2,5 - 3,5. b. Status Sosial Berdasarkan hasil perhitungan angket tentang status sosial kepala keluarga di Dusun Grogolan diperoleh data sebagai berikut: Tabel 11 Sebaran Frekuensi Status sosial Interval 39,5 – 44,5 34,5 – 39,5 29,5 – 34,5 24,5 – 29,5 19,5 – 24,5 Total Frekuensi 2 9 8 8 5 32 Frekuensi relatif (%) 6,25 28,13 25 25 15,63 100 Berdasarkan tabel sebaran frekuensi status sosial dapat diketahui bahwa data status sosial yang tertinggi frekuensinya terletak pada interval 34,5 – 39,5 yaitu sebanyak 9 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 39,5 – 44,5 yaitu sebanyak 2 orang.untuk lebih jelasnya bias dilihat dalam histogram sebagai berikut: Frekuensi Distribusi Frekuensi Variabel Status Sosial kepala keluarga (X2) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 9 8 8 5 2 19,5-24,5 24,5-29,5 29,5-34,5 34,5-39,5 39,5-44,5 Interval Gambar.3 Histogram Frekuensi Variabel Staus Sosial (X2) Berdasarkan hasil distribusi frekuensi skor status sosial diperoleh hasil sebagai berikut (lihat lampiran 7 halaman 3): Mean : 30,84 Median : 31,38 Modus : 37,00 Simpangan Baku : 5,60 Simpangan rerata : 4,62 Skor tertinggi : 41 Skor terendah : 20 Dari uraian di atas menyatakan bahwa status sosial kepala keluarga di Dusun Grogolan rentangan memiliki sifat yang heterogen. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh yakni 41 – 20, dari uraian tersebut juga menunjukkan bahwa status sosial rendah, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh sebesar 9 responden berada pada interval 33,5 – 44,5. c. Partisipasi Berdasarkan hasil perhitungan angket tentang partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan diperoleh data sebagai berikut: Tabel 12 Sebaran Frekuensi Partisipasi Interval 39,5 – 65,5 53,5 – 59,5 47,5 – 53,5 41,5 – 47,5 35,5 – 41,5 Total Frekuensi 4 10 10 6 2 32 Frekuensi relatif (%) 12,50 31,25 31,25 18,75 6,25 100 Berdasarkan tabel sebaran frekuensi partisipasi dapat diketahui bahwa data partisipasi yang tertinggi frekuensinya terletak pada interval 53,5 – 59,5 dan 47,5 – 53,5 yaitu sebanyak 10 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 35,5 – 41,5 yaitu sebanyak 2 orang. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam histogram sebagai berikut: Distribusi Frekuensi Variabel Partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan (Y) 12 10 10 10 Frekuensi 8 6 6 4 4 2 2 0 35,5-41,5 41,5-47,5 47,5-53,5 53,5-59,5 59,5-41,5 Interval Gambar.3 Histogram Frekuensi Variabel Partisipasi Kepala Keluarga dalam Pembangunan (Y) Berdasarkan hasil distribusi frekuensi skor partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan diperoleh hasil sebagai berikut (lihat lampiran 7 halaman 4): Mean : 51,41 Median : 52,30 Modus : 2,00 Simpangan Baku : 6,7 Simpangan rerata : 5,33 Skor tertinggi : 36,00 Skor terendah : 62,00 Dari uraian di atas menyatakan bahwa partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan memiliki sifat yang heterogen hal ini dapat dilihat dari rentangan nilai yang diperoleh yakni 62 - 36 dari uraian tersebut juga menunjukkan bahwa partisipasi rendah, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh sebesar 10 responden berada pada interval 53,5 – 59,5 dan 47,5 – 53,5. B. Pengujian Persyaratan Analisa 1. Uji Normalitas Data Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan bantuan komputer Seri Program Statistik (SPS-2000) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih data – data penting tingkat pendidikan, status sosial, dan partisipasi yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diuji Normalitas dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat (X2). Adapun rangkuman uji normalitas data pada masing-masing variabel disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 13: Rangkuman uji normalitas data No Frekuensi X2 p Status 1 Tingkat pendidikan 6,726 0,347 Normal 2 Status sosial 4,064 0,907 Normal 3 Partisipasi 4,697 0,860 Normal Berdasarkan tabel diatas maka normalitas distribusi data pada masingmasing variabel dapat djabarkan sebagai berikut: a. Uji Normalitas variabel Tingkat Pendidikan (X1) Berdasarkan tabel uji normalitas (Lihat lampiran 8 halaman 2) diperoleh data sebagai berikut: X2 = 6,726 p = 0,347 Menurut kaidah uji normalitas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih Versi IBM/IN adalah jika p>0,050 maka sebaran normal dan jika p < 0,050 maka sebarannya tidak normal. Dalam penelitian ini p>0.050 yakni p = 0,347> 0,050 sehingga dapat diartikan bahwa sebaran data pada variabel tingkat pendidikan memiliki status normal. b. Uji normalitas variabel Status Sosial ( X2) Berdasarkan tabel uji normalitas (Lihat lampiran 8 halaman 3) diperoleh data sebagai berikut: X2 = 4,064 P = 0,907 Menurut kaidah uji normalitas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardmingsih Versi IBM/IN adalah jika p>0,050 maka sebaran normal dan jika p < 0,050 maka sebarannya tidak normal. Dalam penelitian ini p>0.050 yakni p = 0,907> 0,050 sehingga dapat diartikan bahwa sebaran data pada variabel status sosial memiliki status normal. c. Uji normalitas variabel Partisipasi ( Y ) Berdasarkan tabel uji normalitas (Lihat lampiran 8 halaman 4) diperoleh data sebagai berikut: X2 = 4,697 P = 0,860 Menurut kaidah uji normalitas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardmingsih Versi IBM/IN adalah jika p>0,050 maka sebaran normal dan jika p < 0,050 maka sebarannya tidak normal. Dalam penelitian ini p>0.050 yakni p = 0,860> 0,050 sehingga dapat diartikan bahwa sebaran data pada variabel partisipasi memiliki status normal. 2. Uji Linearitas a. Uji Linearitas Variabel Tingkat Pendidikan (X1) Dengan Partisipasi (Y) Berdasarkan hasil uji linearitas variabel tingkat pendidikan dan Partisipasi (Lihat lampiran 9 halaman 2) dapat diperoleh hasil sebagai berikut: F = 0,003 P = 0,954 Menurut kaidah uji linearitas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardmingsih Versi IBM/IN adalah apabila) p>0,050 maka korelasinya linear dan jika p < 0,050 maka korelasinya tidak linear. Dalam penelitian ini p>0.050 yakni p = 0,954> 0,050 sehingga dapat diartikan bahwa variabel tingkat pendidikan dengan partisipasi korelasinya linear, yang artinya apabila variabel tingkat pendidikan (X1) naik satu peringkat, maka variabel Partisipasi (Y) juga akan naik satu peringkat. b. Uji Linearitas Variabel Status Sosial (X2) Dengan Partisipasi (Y) Berdasarkan hasil uji linearitas variabel tingkat pendidikan dan Partisipasi (Lihat lampiran 9 halaman 2) dapat diperoleh hasil sebagai berikut: F = 3,322 P = 0,075 Menurut kaidah uji linearitas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardmingsih Versi IBM/IN adalah jika p>0,050 maka korelasinya linear dan jika p < 0,050 maka korelasinya tidak linear. Dalam penelitian ini p>0.050 yakni p = 0,075> 0,050 sehingga dapat diartikan bahwa variabel status sosial dengan partisipasi korelasinya linear, yang artinya apabila variabel staus soaial (X2) naik satu peringkat, maka variabel Partisipasi (Y) juga akan naik satu peringkat. . 3. Hasil Uji Hipotesis Dalam penelitaian ini ada dua jawaban sementara yaitu hipotesis nihil (Ho) dan hipotesisi kerja (Ha). Ho adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antar variabel. Sedangkan Ha adalah hipotesis yang mcnyatakan ada hubungan antar variabel. Setelah analisis data dilakukan, diperoleh hasil hipotesis sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan (X1) dengan partisipasi (Y) kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Ha : Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan (X1) dengan partisipasi (Y) kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi sederhana tingkat pendidikan (X1) dengan partisipasi (Y) diperoleh hasil sebagai berikut (Lihat lampiran 10): r x ly = 0,604 p = 0,000 Dari perhitungan hasil analisis nilai probilitas antara pendidikan (X1) dengan partisipasi (Y) adalah 0,000. Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan SPS-2000 edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih apabila p< 0,05 maka Hoditolak dan Ha diterima. Dalam penelitian ini p = 0,000 dimana 0,000<0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa Ho yang berbunyi tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali.ditolak dan Ha yang berbunyi ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dukuh Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali diterima. Hubungan antar variabel yang diuji signifikan. Antara tingkat pendidikan (X1) dengan partisipasi (Y) terdapat hubungan positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,604 dapat ditafsirkan semakin tinggi tingkat pendidikan akan mempengaruhi partisipasi yang meningkat, demikian pula sebaliknya. Tanda positif atau tanda negatif pada nilai rxly semata-mata menunjukkan arah hubungan. Misal, jika rx1y hitung diperoleh negatif, bukan berarti lebih kecil dari rxly tabel karena tidak ada rxlay tabel yang negatif. Angka r xly hitung negatif ditafsirkan terjadi hubungan negatif kedua variabel yang diuji sepanjang angkanya lebih besar dari rx1y tabel. Sedangkan besar rx1y menunjukkan kuatnya hubungan antara variabel, secara statistik dimaksudkan bahwa perubahan variabel tingkat pendidikan (X1) sebesar 1 SD (sandart deviasi) diikuti kenaikan variabel partisipasi (Y) sebesar 0,604. angka r juga bisa digunakan untuk; menentukan deteminasi (Prosentase yang menyumbangkan pengaruh X1 terhadap Y), artinya seberapa besar determinasi variabel tingkat pendidikan (X1) terhadap partisipasi (Y), yaitu dengan mengkuadratkan rxly. 2. hipotesis kedua Ho : Tidak ada hubungan antara status sosial (X2) dengan partisipasi (Y) kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Ha : Ada hubungan yang signifikan antara tingkat status sosial (X2) dengan partisipasi (Y) kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi sederhana antara status sosial (X2) dengan partisipasi (Y) diperoleh hasil sebagai berikut rx2y =0,569 p = 0,001 Dari perhitungan hasil analisis nilai probilitas antara pendidikan (X1) dengan partisipasi (Y) adalah 0,000. Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan SPS-2000 edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih apabila p< 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dalam penelitian ini p = 0,000 dimana 0,000<0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa Ho yang berbunyi tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali.ditolak dan Ha yang berbunyi ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali diterima. Berdasarkan kepercayaan hubungan antara variabel yang diuji dapat ditunjukkan dengan nlai p, namun perlu diperhatikan bahwa semakin besar angka desimal p ditafsirkan semakin kecil keyakinan kebenaran hubungan dan sebaliknya. Berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut SPS edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN yaitu bila p< 0,050 maka hasilnya sangat signifikan. Hasil perhitungan dengan bantuan komputer menunjukkan p =0,001 yaitu 0,001 < 0,05 sehingga antar variabel yang diuji signifikan. Antara status sosial (X2) dengan partisipasi (Y) terdapat hubungan positif ( tidak ada tanda negatif pada angka 0,569 dapat ditafsirkan semakin tinggi status sosial akan membuat partisipasi cenderung meningkat, demikian pula sebaliknya. Tanda positif atau tanda negatif pada nilai rx2y semata-mata menunjukkan arah hubungan. Misal, jika rx2y hitung diperoleh negatif, bukan berarti lebih kecil dari rx2y tabel karena tidak ada rx2y tabel yang negatif. Angka rx2y hitung negatif ditafsirkan terjadi hubungan negatif kedua variabel yang di uji sepanjang angkanya lebih besar dari rx2y tabel. Sedangkan besar rx2y menunjukkan kuatnya hubungan antara variabel, secara statistik aimaksudkan bahwa perubahan variabel status sosial (X2) sebesar 1 SD (sandart deviasi) diikuti kenaikan variabel partisipasi (Y) sebesar 0,569. angka juga bisa digunakan untuk menentukan deteminasi (Prosentase yang menyumbangkan pengaruh X2 terhadap Y), artinya seberapa besar determinasi variabel status sosial (X2) terhadap partisipasi (Y), yaitu dengan mengkuadratkan rx2y. 3. Hipotesis ketiga Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan (X1) dan status sosial dengan partisipasi (Y) kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Ha : Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan (X1) dan status sosial secara bersama dengan partisipasi (Y) kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Dari uji hipotesis (lihat lampiran 10) rx12y = 0,714 r x12 sesuaian = 0,714 p = 0,000 F = 15,078 ' Berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut SPS edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN yaitu bila p < 0,05 maka hasilnya signifikan. Hasil perhitungan dengan bantuan komputer menunjukkan p = 0,000 yaitu 0,000 < 0,05 sehingga antar variabel yang diuji memiliki hubungan yang signifikan Hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa Ha yang berbunyi ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan status sosial secara bersama dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali.diterima dan Ho Yang berbunyi tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali ditolak, maksudnya terdapat hubungan yang signifikan secara bersama-sama antara tingkat pendidikan (X1) dan status sosial (X2) dengan patisipasi (Y). Determinasi variabel tingkat pendidikan dan status sosial terhadap partisipasi sebesar 71,4% sedangkan 28,6% merupakan faktor unik yang tidak bisa dijelaskan dalam penelitian ini.Untuk menguji ada tidaknya pengaruh kedua variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari besarnya nilai F. dari uji korelasi ganda diperoleh nilai F hitung = 15,078 dengan db pembilang =2 dan db penyebut = 31 pada a =5% sehingga diperoleh F tabel sebesar 2,40 karena F hitung< tabel yaitu (15,078 < 2,40). Maka Ha diterima dan Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa kedua variabel (X1 dan X2) secara bersama-sama saling berpengaruh terhadap Y. Besarnya kepercayaan hubungan antara variabel yang diuji dapat ditunjukkan dengan nilai p, namun perlu diperhatikan bahwa semakin kecil angka desimal p ditafsirkan semakin besar keyakinan kebenaran hubungan dan sebaliknya. Antara tingkat pendidikan (X1) dan status sosial (X2) dengan partisipasi (Y) terdapat hubungan positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,714 dapat ditafsirkan semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial akan mempengaruhi peningkatan partisipasi. Tanda positif atau tanda negatif pada nilai rx12y semata-mata menunjukkan arah hubungan. Misal, jika rx12y hitung diperoleh negatif, bukan berarti lebih kecil dari rx12y tabe' karena tidak ada rx12y tabel yang negatif, Angka rx12y hitung negatif ditafsirkan terjadi hubungan negatif kedua variabel yang di uji sepanjang angkanya lebih besar dari rx12y tabel. Sedangkan besar rx12y menunjukkan kuatnya hubungan antara variabel, secara statistik dimaksudkan bahwa perubahan variabel tingkst pendidikan (Xi) dan status sosial (X2) sebesar 1 SD (sandart deviasi ) diikuti kenaikan variabel partisipasi (Y) sebesar 0,714. angka r juga bisa digunakan untuk menentukan deterninasi (Prosentase yang menyumbangkan pengaruh X1 dan X2 terhadap Y), artinya seberapa besar determinasi variabel pendidikan (X1) dan status sosial (X2) terhadap partisipasi (Y), yaitu dengan mengkuadratkan r1x2y. D. Sumbangan Masing - Masing variabel Perhitungan sumbangan masing-masing variabel dengan bantuan komputer paket SPSS edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN program analisis regresi model penuh. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui sumbangan relatif (SR) dan sumbangan Efektif (SE) dari masing-masing prediktor scbagai berikut (lihat lampiran 10): a. Sumbangan Relatif (SR.) 1) Sumbangan relatif variabel tingkat pendidikan ( X1) terhadap partisipasi (Y) sebesar 71,514%, artinya secara relatif variabel tingkat pendidikan (X1) memberikan sumbangan sebesar 71,514 % bagi naik turunnya partisipasi 2) Sumbangan relatif variabel status sosial (X2) terhadap partisipasi (Y) sebesar 28,486 % artinya secara relatif variabel status sosial (X2) memberikan sumbangan sebesar 28,486 % bagi naik turunnya partisipasi. 3) Sumbangan relatif total (SR) antara variabel tingkat pendidikan ( X1) dan status sosial (X2) secara bersama-sama terhadap partisipasi (Y) atau SR (X1+X2) adalah sebesar 100% b. Sumbangan Efektif (SE) 1) Sumbangan efektif variabel tingkat pendidikan (Xl) terhadap partisipasi (Y) seberasar 36,456%, artinya sumbangan efektif variabel pendidikan (Xl) terhadap variasi naik turunnya partisipasi (Y) sebesar 36,456% sedang sioianya (100%- 36,456%) adalah 63,544% disebabkan faktor lain di luar faktor tingkat pendidikan. Dengan kata lain, perubahan partisipasi (Y) ditentukan oleh tingkat pendidikan sebesar 36,456 % dan perubahan partisipasi ( Y) yang sebesar 63,544% ditentukan variabel lain di luar variabel tingkat pendidikan. 2) Sumbangan efektif variabel status sosial (X2) terhadap partisipasi (Y) seberasar 14,521%, artinya sumbangan efektif variabel status sosial (X2) terhadap variasi naik turunnya partisipasi (Y), sebesar 14,521% sedang sisanya (100%- 14,521%) adalah 85,749% disebabkan faktor lain di luar faklor status sosial. Dengan kata lain, perubahan partisipasi (Y) ditentukan oleh status sosial 14,521% dan perubahan partisipasi (Y) yang sebesar 85,749% ditentukan variabel lain di luar variabel status sosial. 3) Sumbangan efektif (SB) variabel tingkat pendidikan (X1) dan status sosial (X2) terhadap partisipasi (Y) sebesar 50,978% (SE total). Dari hasil perhitungan total tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa tingkat pendidikan (X1) dan status sosial (X2) secara bcrsama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap variasi naik turunnya partisipasi (Y) yaitu sebesar 50,978%. Dengan kata lain, perubahan partisipasi ditentukan oleh pendidikan (X1) dan status sosial (X2) secara bersama-sama sebesar 50,798%, sisanya (100%-50,798%) adalah 49,022% dijelaskan oleh variabel unik lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. E. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan dari tiaptiap variabel. Adapun variabel yang diteliti ada tiga yang terdiri dari dua variabel independent yaitu: X1 = Tingkat pendidikan kepala keluarga X2 = Status sosial kepala keluarga Dan satu variabel dependent, yaitu Y = Partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian dilakukan pembahasan hasil analisi data. Pembahasan hasil analisis data sebagai berikut: 1. Hipotesis Minor a. Hubungan antara tingkat pendidikan (X1) dan partisipasi (Y) Pada pengujian hipotesis telah dipaparkan bahwa koefisien korelasi antar X1 dengan Y sebesar 0,604 dan p 0,000, sehingga hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali” diterima. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa kepala keluarga dalam pembangunan, semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, maka semakin tinggi partisipasinya dalam pembangunan, sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan kepala keluarga, maka semakin rendah tingkat partisipasinya. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Khoirudin H (1992: 104) menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan usaha mengembangkan individu”. Yang dimaksud usaha mengembangkan diri yaitu pendidikan merupakan suatu cara pembentukan dan cara membantu individu baik dari segi biologis maupun kerohanian. Hal ini berarti pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan kepribadian individu agar individu menjadi dewasa dan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu melalui pendidikan masyarakat dapat berpikir sistematis, memiliki wawasan yang luas, dan lebih kritis dalam menghadapi segala persoalan. Dalam penelitian ini rata-rata tingkat pendidikan kepala keluarga tergolong sedang serta mempunyai sumbangan relatif sebesar 71,514% dan sumbangan efektif sebesar 36,456%. b. Hubungan antara variabel status sosial (X2) dengan partisipasi(Y) Pada pergujian hipotesis telah dipaparkan bahwa koefisien korelasi antara X2 dengan Y sebesar 0,569 dan p 0,001 sehingga hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara status sosial dengan partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan di Dusun Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali” dapat diterima. Berdasarkan penelitian ini dapat dikatakan bahwa status sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap partispasi kepala keluarga , hal ini mempunyai makna bahwa semakin tinggi status sosial kepala keluarga, maka semakin tinggi tingkat partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan, tetapi sebaliknya semakin rendah tingkat sosial kepala keluarga, maka semakin rendah partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan. Status sosial membedakan lingkungan pergaulan, dan hakhak serta kewajiban dengan individu lainnya, semakin tinggi tingkat sosial individu, maka kewajiban individu terhadap pembangunan semakin tinggi pula, hal ini sesuai dengan pendapat M. Rusli Karin (1990 : 97) yang mengartikan status sebagai kedudukan sosial adalah “Tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang – orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak – hak serta kewajibannya.”. Dalam penelitian ini rata-rata status sosial kepala keluarga tergolong sedang serta mempunyai sumbangan relatif sebesar 28,486% dan sumbangan efektif sebesar 14,521%. 2. Hipotesis Mayor Hubungan antara variabel Tingkat pendidikan (X1 ) dan Status Sosial (X2 ) Secara bersama dengan Partisipasi (Y) Pada pengujian hipotesis telah dipaparkan bahwa koeflsien korelasi antar X1 dan X2 dengan Y sebesar 0,714, F= 15,078 dan p = 0,000 sehingga hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan status sosial dengan partisipasi kepala keluarga” diterima. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan, bahwa tingkat pendidikan dan status sosial sama-sama memberikan pengaruh terhadap partisipasi pembangunan. “Karena semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran kepala keluarga dalam pembangunan. Kepala keluarga yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi mempunyai harapan dan keinginan hidup lebih baik, karena mereka tidak puas dengan kondisi lingkungannya. Oleh karena itu kepala keluarga yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki kemampuan yang tinggi sehingga partisipasi mereka dalam pembagunan juga akan lebih optimal. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sondang P.Siagian menyatakan bahwa pendidikan paling tidak memberikan pengaruh pada beberapa hal, sebagai berikut: ”Semakin timbulnya kesadaran bernegara dan bermasyarakat pada gilirannya memungkinkan mereka turut berperan secara aktif dalam memikirkan dan memperbaiki nasib bangsanya”. Demikian halnya dengan semakin tinggi status sosial kepala keluarga, maka semakin tinggi kesadaran kepala keluarga untuk berpartisipasi dalam pembangunan, lingkungan pergaulan, prestasi dan hak kewajiban seseorang semakin tinggi mempunyai kewajiban moral untuk sebagai panutan dalam masyarakat, sehingga seseorang yang mempunyai status sosial yang lebih tinggi tentunya mempunyai peran yang lebih tinggi dibanding dengan seseorang yang mempunyai status sosial yang rendah dalam berpartisipasi pada pembangunan. Peran yang lebih besar dalam pembangunan tersebut merupakan konsekuensi logis dalam masyarakat, dimana seseorang yang mempunyai status sosial lebih tinggi mempunyai keharusan untuk lebih berpartisipasi dalam pembangunan, hal tersebut merupakan aspek fungsional. Seperti yang dikemukakan oleh Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi (2002 : 80) yang menyatakan bahwa status seseorang mempunyai dua aspek yaitu: (1) Aspek fungsional yang juga disebut social role atau peranan sosial yang terdiri dari kewajiban – kewajiban dan keharusan – keharusan karena kedudukannya dalam sistem tertentu, (2) Aspek yang struktural yaitu status yang ditujukan oleh adanya hierarki atau susunan lapisan sosiologi dari atas ke bawah, aspek ini sifatnya lebih stabil dibanding aspek fungsional. Besarnya sumbangan efektif antara tingkat pendidikan dan status sosial secara bersama-sama berperan penting dalam pembangunan. Menunjukkan bahwa kepala keluarga yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, dan status sosial tinggi secara langsung dijadikan oleh masyarakat sebagai panutan dalam pembangunan, sehingga sudah seharusnya lapisan masyarakat yang mempunyai pendidikan tinggi dan status sosial tinggi mempunyai peran yang lebih besar terdahap pembangunan. Kisi-Kisi Angket Tingkat Pendidikan Konsep Variabel Indikator Deskriptor Tingkat pendidikan 1.Pendidikan dasar ( SD Penyelesaian masyarakat merupakan dan SMP atau yang pendidikan jenjang pendidikan sederajat) pendidikan masyarakat 2.Pendidikan ditempuh. menengah yang telah ditempuh oleh (SMA dan SMK atau masyarakat sesuai dengan yang sederajat) kemampuan yang akan 3.Pendidikan Tinggi ( Ddikembangkan masyarakat oleh 1, D-2, D-3, S1, S2, S3) jenjang yang telah SURAT PENGANTAR Kepada: Yth. Kepala Keluarga Dukuh Grogolan, Desa Tegalgiri Di Tempat Dengan hormat, Ditengah kesibukan bapak saat ini perkenankanlah kami memohon pengorbanan untuk mengisi angket yang kami lampirkan. Angket ini dibuat dalam rangka penyusunan skripsi saya yang berjudul Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Status Sosial dengan Partisipasi kepala keluarga dalam Pembangunan di Desa Grogolan, Tegalgiri, Nogosari, Boyolali. Untuk memperoleh data tentang tingkat pendidikan dan status sosial dalam partisipasi kepala keluarga dalam pembangunan maka saya mengadakan penelitian di Dukuh Grogolan, Desa Tegalgiri, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Oleh karena itu saya mengharapkan kesadaran dan keikhlasan bapak untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan keadaan bapak yang sesungguhnya. Jawaban bapak merupakan data yang sangat berharga dalam penelitian ini. Atas kesadaran dan keikhlasan bapak saya mengucapkan terima kasih. Boyolali, November 2009 Peneliti Dwi Sulistya Ningsih PETUNJUK PENGISIAN 1. Sebelum menjawab angket isikan terlebih dahulu identitas bapak pada tempat yang telah disediakan. 2. Mohon periksa dan baca pertanyaan-pertanyaan sebelum bapak menjawabnya. 3. Pilihlah salah satu jawaban dengan tanda silang (X) pada huruf jawaban sesuai dengan keadaan anda. 4. Apabila bapak mau mengganti jawaban, coretlah dengan dua garis lurus mendatar pada jawaban semula, kemudian berilah tanda silang (X) pada jawaban yang bapak/ibu anggap benar. Contoh: Pilihan semula : A B C D Dibetulkan : A B C D 5. Semua pertanyaan mohon dijawab 6. Mohon angket dijawab dengan jujur sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. 7. Mohon teliti kembali jawaban bapak sebelum dikumpulkan pada peneliti. 8. Jawaban tersebut diisi langsung pada lembar ini. SELAMAT MENGERJAKAN! Identitas Responden : Nama : Usia : DAFTAR PERTANYAAN I. Tingkat Pendidikan Pilihlah jenjang pendidikan terakhir yang telah bapak tempuh: A. Tamat SD atau yang sederajat B. Tamat SMP atau yang sederajat C. Tamat SMA atau yang sederajat D. Tamat D1 E. Tamat D2 F. Tamat D3 G. Tamat S1 H. Lainnya……………….. II. Status Sosial 1. Dari jumlah penduduk yang ada di desa berapa persen yang mengenal Bapak? A.> 85 % B. 70 – 85 % C. 55-70 % D. < 50 % 2. Apakah Bapak sering diundang untuk menghadiri acara-acara hajatan yang diadakan oleh salah satu warga? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 3. Apakah Bapak sering dimintai pendapat dalam menyelesaikan permasalahan pribadi warga? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 4. Apakah pernah ada warga yang memberikan hadiah/bingkisan kepada Bapak? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 5. Ketika ada acara salah satu warga masyarakat biasanya bapak diberi tanggung jawab dimana? A. Penanggung jawab acara secara keseluruhan B. Di depan sebagai penerima tamu B Urusan belakang C. Tidak pernah diberi tanggung jawab khusus 6. Berapa persen kesanggupan warga masyarakat untuk menghadiri undangan dari bapak? A. > 85 % B. 70 – 85 % C. 55-70 % D. < 50 % 7. Berapa persen jumlah kehadiran warga masyarakat untuk menghadiri undangan Bapak? A. > 85 % B. 70 – 85 % C. 55-70 % D. < 50 % 8. Apakah Bapak pernah dipercaya untuk menyelesaikan permasalahan pribadi dari salah satu warga A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 9. Apakah Bapak pernah diminta untuk berbicara didepan umum untuk memberikan sambutan dalam acara yang diadakan dimasyarakat? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 10. Ketika keluarga Bapak ditimpa musibah bagaimana tanggapan sebagian besar warga masyarakat? A. Hampir semua ikut prihatin dan membantu menyelesaikan permasalahan B. Banyak yang ikut prihatin C. Ada yang ikut prihatin D. Tidak mau tahu 11. Ketika Bapak pergi dari desa untuk beberapa lama, bagaimana reaksi warga masyarakat? A. Merasa kehilangan dan berharap segera kembali B. Merasa kehilangan C. Tidak berpengaruh dengan aktivitas warga masyarakat D. Merasa senang III. Partisipasi 1.Bagaimana tanggapan bapak ketika diundang dalam rapat/pertemuan rembug desa? A. Selalu bersedia B. Sering bersedia C. Kadang kadanng bersedia D. Tidak pernah bersedia 2.Bagaimana kehadiran Bapak dalam setiap rapat/musyawarah yang diadakan ditingkat RT, RW, atau desa untuk membahas pembangunan? A. Selalu hadir B. Sering hadir C. Kadang kadang hadir D. Tidak pernah hadir 3.Bagaimana tanggapan Bapak terhadap permasalahan dalam musyawarah pembangunan? A. Sangat mengerti B. Mengerti C. Cukup mengerti D. Tidak mengerti 4.Apakah Bapak memberikan tanggapan atau saran dalam setiap rapat/musyawarah yang membahas pembangunan ? A. Selalu B. Sering C. Kadang kadang D. Tidak pernah 5.Bagaimana tanggapan Bapak terhadap hasil keputusan musyawarah? A. Menerima dengan senang hati B. Bersedia menerima dengan terpaksa C. Acuh tak acuh D. Tidak mau menerima dan tidak mau melaksanakan 6.Apakah Bapak ikut serta dalam pengambilan keputusan? A. Selalu B. Sering C. Kadang kadang D. Tidak pernah 7.Bagaimana tanggapan bapak terhadap rencana pembangunan fisik di desa yang direncanakan oleh pemerintah? A. Menanggapi dengan senang hati B. Menanggapi dengan positif C. Menanggapi dengan negatif D. Acuh tak acuh 8. Berupa apa, bantuan yang biasa diberikan Bapak dalam pembangunan fisik desa? A. Uang, tenaga, pemikiran B. Uang, tenaga C. Tenaga D. Acuh tak acuh 9. Tingkatan ke berapa jumlah nominal sumbangan yang diberikan Bapak dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat desa? A. Kelas I B. Kelas II C. Kelas III D. Kelas IV 10. Apakah Bapak ikut menyumbangkan tenaga dalam pelaksanaan pembangunan? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 11. Apakah Bapak juga menyumbangkan materiil dalam pelaksanaan pembangunan? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 12. Apakah Bapak ikut bergotong royong membantu pelaksanaan pembangunan desa? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 13. Apakah Bapak ikut dalam suatu kepanitiaan yang dibentuk dalam rangka pembangunan? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 14. Apakah Bapak ikut memanfaatkan hasil pembangunan tersebut? A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang D. Tidak pernah 15. Bagaimana tanggapan Bapak terhadap manfaat hasil pembangunan fisik? A. Sangat bermanfaat B. Bermanfaat C. Cukup bermanfaat D. Tidak bermanfaat 16. Apakah Bapak kesulitan memanfaatkan hasil pembangunan fisik? A. Sangat kesulitan B. Sulit C. Cukup sulit D. Tidak sulit 17. Bagaimana bentuk tanggung jawab Bapak dalam merawat hasil pembanguna fisik? A. Selalu merawat dengan baik B. Sering merawat C. Kadang-kadang merawat bila ada kerusakan D. Dibiarkan saja 18. Bagaimana tanggapan Bapak apabila terdapat sedikit kerusakkan pada hasil pembangunan fisik yang sudah terwujud? A. Selalu peduli untuk memperbaiki B. Sering peduli untuk memperbaiki C. Kadang-kadang peduli untuk memperbaiki D. Tidak mau tahu DAFTAR PUSTAKA Astrid. S. susanto. 1999. Pengantar Sosiolaogi dan Perubahan Sosial. Jakarta : Putra Abardin. Bambang Hudayana. 2003. Pembaharuan Pemerintahan Desa. Yogyakarta: Institusi For Reseach.And Empowermen (IRE) Burn B. Robert. 2000. Introduction To Reseach Method. London: Sage publication. Cholid Narbuko & Abu Ahmadi. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara Consuelo G. Sevilla, dkk 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press Depdiknas. 2003. Undang – undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara. Friedman, John. 1991. Empowerment; The Politics of Alternative Development. Cambridge. Blackwell. Gujarati, Damodar N., 2006, Dasar-Dasar Ekonometrika, Jakarta: Erlangga. Hadari Nawawi. 2000. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan http://en.wikipedia.org/wiki/Social_status6 December 2009 at 02:49. Imam Ghozali, 2001, Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Iqbal Hasan.2002. Pokok-Pokok Materi Statistik. Jakarta: Rieneke Cipta Kartini Kartono.1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Banfun: Alumni Khoiruddin H. 1992. Pembangunan Masyarakat.Yogyakarta: Liberty Marzuki. 2002. Metode Riset. Yogyakarta: BFE-UII Midgley, James. 1986. Community Participation, Social Development and The State. London. Metheun. Moleong, Lexi J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Marzuki. 2002. Metodologi Reseach. Yogyakarta: Prasetyo Widya Pratama. Masri Sisingarimbun dan Effendi S. 1980. Metodologi Survey. Jakarta. Pustaka LP3ES. Nasution. 2001. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Nasir.1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Paul Horton.1999. Pengantar Sosiologi 2. Jakarta:Erlangga Pemerintah Kabupaten Boyolali. 2006. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Boyolali 2007. Boyolali: Pemerintah Kabupaten Boyolali Saifudin Azwar. 1992. Realiabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santoso Sastro Puetro. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan. Bandung: Alumni Slameto. 2002. Belajar dan Faktor – faktor yang Mempngaruhi. Jakarta: Rieneka Cipta. Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Gravindo Persada. Sodomo Hadi. 2003.Pengantar Pendidikan. Surakarta: UNS Press Sondang P. Siagian. 2003 Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, da Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara Slamet, Y. 1993. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret Universitas Press. Slameto. 1988. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Bandung: Remaja Rosdakarya Sudjana. 2002. Metodologi Statistik. Bandung: Tarsito. _____ 1996. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi Bagi Peneliti. Bandung: Tarsito Sugiyono. 1999. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta. Suharsini Arikunto. 2002. Manajemen Penelitin. Jakarta: Rieneka Cipta. _______________ 2002. Prosedur PenelitianSuatu Pendekatan praktik. Jakarta: Rieneka Cipta. Sumadi Surya Brata. 2002. Prosedur Penelitian. Jakrta: Rieneka Cipta. Supranto. 2000. Metode Penelitian Hukum Dan Statistik. Jakarta: Rieneke Cipta Suryani. 1990. Buku Bahan Aja Sosiologi Keluarga. Surakarta: FKIP UNS Sutrisno Hadi. 1995. Analisis Regresi. Yogyakarta: andi Offset. ___________ 2004. Dasar – dasar Metodologi Riset. Jilid 1 Yogyakarta: Andi Offset. ___________ 2004. Dasar – dasar Metodologi Riset. Jilid 2 Yogyakarta: Andi Offset. ___________ 2004. Dasar – dasar Metodologi Riset. Jilid 3 Yogyakarta: Andi Offset. Taliziduhu Ndraha. 1987. Pembangunan Masyarakat Masyarakat Tinggal Landas). Jakarta: Bina Aksara (Mempersiapkan Totok Mardikanto.1998. Komunikasi Pembangunan. Surakarta: UNS Press Treiman J. Donald. 1984. Occupational Prestige in Comparative Perspective. London: Academic Press, INC Undang-Undang RI N0 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional Vembriarto, ST. 1984. Patologi Sosial. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita. Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian ilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung: Tarsito.sss