Paper Title (use style: paper title)

advertisement
JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016,
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR IPA KELAS V SEKOLAH DASAR
Moch Syaiful haqul
PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya ([email protected])
Hendratno
PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Berdasarkan observasi ditemukan bahwa persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
IPA, khususnya pada materi konsep gaya magnet masih rendah (57,1%). Untuk meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi terebut, diputuskan untuk menerapakan model pembejaran inkuri dalam pelakanaan
pembelajaran. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model
pembelajaran inkuiri, hasil belajar siswa serta kendala yang muncul dalam pembelajaran. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakaukan sebanyak 2 siklus dimana tiap
siklusnya terdiri dari 1 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatkan persentase
ketuntasan hasil belajar siswa. Pada siklus I persentase ketuntasan adalah sebesar 67,86% dan meningkat
menjadi 89,29 % pada siklus II. Peningkatan juga terjadi pada pelaksanaan pembelajaran, baik persentase
keterlaksanaan maupun nilai ketercapaian pebelajaran. Kendala yang dihadapi selama penelitian juga dapat
teratasi dengan baik.
Kata Kunci: Model Pembelajaran, Inkuiri, Hasil Belajar.
Abstract
Based on observation which had done by researcher in SDN Babatan IV/ 459, researcher found that
percentage of students learning outcomes on science learning about concepts of magnetic is just 57,1 %.
To increase students’ learning outcomes on that lesson, researcher decided to implement the inquiry
learning model. There are purposes of this research were to describe the implementation of inquiry model,
students learning outcomes, and the obstacles which was faced by researcher on learning implementation.
The kind of this research is class action research. It was to consist of two cycles which each cycle was
consist of one meeting. Results of this research showed that increasing percentage of students’ learning
outcomes. On the first cycle, percentage of completeness was 67,86 % and increasing to 89,29 % on the
second cycle. Beside that, the increase was happened too on the implementation of learning, neither
percentage of the learning implementation nor the scores of learning. The obstacles which were faced
during the research process can be solved by the researcher.
Keywords: Learning model, Inquiry, learning outcomes.
sebagai bentuk usaha peningkatan kualitas pendidikan
selain dari usaha mewujudkan tujuan pendidikan nasional
itu sendiri. Salah satunya adalah dengan mengembangkan
kurikulum. Kurikulum 2013 yang kini digunakan
diharapkan mampu mempercepat perwujudan tujuan
pendidikan nasional. Kurikulum 2013 diciptakan untuk
menyempurnakan
kurikulum
sebelumnya
yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun
2006.
Kurikulum 2013 terutama pada tingkat sekolah dasar
sangat menekankan pada aspek penanaman karakter
siswa yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilainilai tersebut. Dalam prosesnya, komponen-komponen
tersebut dalam Kurikulum 2013 lebih dikenal sebagai tiga
aspek pokok yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap)
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan
suatu
proses
untuk
mengembangkan aspek kepribadian manusia, yang
mencakup pengetahuan, nilai sikap, dan keterampilan.
Pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan
melatih. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan secara
sadar demi tercapainya tujuan pendidikan. Pendidikan
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa
pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan
potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratif, serta bertanggung jawab.
Dalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan nasional
itu, diambilah berbagai keputusan oleh pemerintah
196
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
dan psikomotor (keterampilan). Pada tingkat sekolah
dasar, Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan
pembelajaran tematik yang memadukan mata pelajaran mata pelajaran ke dalam satu tema yang dekat dengan
siswa serta menggunakan pendekatan scientific dalam
proses penyampaiaan materinya (Daryanto 2014:80).
Meskipun pada Kurikulum 2013 metode, pendekatan
bahkan langkah pembelajaran telah disiapkan oleh
kementrian pendidikan selaku penanggung jawab
pengembangan kurikulum secara nasional lewat
diterbitkannya buku siswa dan buku guru, guru tetap
diberi keleluasaan untuk memilih metode dan pendekatan
serta cara pembelajaran yang dirasa sesuai untuk
digunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini karena
setiap siswa memiliki karakter yang berbeda sehingga
untuk menyampaikan sebuah materi, guru tidak
dipaksakan untuk mengikuti langkah-langkah yang telah
diuraikan pada buku guru. Guru malah diberi kebebasan
dalam menyusun rencana proses belajar mengajar namun
guru juga harus memperhatikan tujuan dan ketercapaian
kompetensi yang telah digariskan dalam Kurikulum
2013. Sehingga apabila ketercapaian hasil belajar siswa
dalam proses belajar mengajar masih kurang guru
berkewajiban
untuk
melakukan
evaluasi
dan
pengembangan demi perbaikan baik dari segi proses
konsep gaya magnet maka akan diterapkan model
pembelajaran inkuiri.
Pemilihan model pembelajaran inkuiri dilandasi dari
karakteristik pembelajaran IPA yang menekankan pada
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis
sehingga pembelajaran IPA lebih banyak menekankan
pada proses penemuan. Selain itu, pembelajaran pada
hakikatnya haruslah bermakna. Kebermaknaan dapat
diperoleh dengan melibatkan siswa secara aktif dalam
menemukan konsep-konsep yang akan diajarkan. Hal ini
sejalan dengan ciri-ciri model pembelajaran berbasis
inkuiri yaitu model pembelajaran inkuiri menekankan
aktifitas siswa secara penuh untuk menemukan jawaban
dari pertanyaan – pertanyaan tentang sebuah gejala atau
kejadian. Tujuan penerapan model pembelajaran ini
adalah melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir
secara sistematis, logis dan kritis.
Djojosoediro (2009: 18) menjelaskan, IPA merupakan
cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam.
IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan
tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari
hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang
dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan
menggunakan metode ilmiah. IPA juga memiliki hakikat
sebagai ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang
dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang
teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan
dalam metode ilmiah. Berdasarkan karakteristiknya, IPA
berhubungan dengan cara manusia mencari tahu segala
sesuatu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya sekedar penguasaan terhadap fakta-fakta
dari kumpulan pengetahuan, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
menemukan. cakupan IPA yang dipelajari di sekolah
tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga bagaimana
proses memperoleh fakta yang didasarkan pada
kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA, serta
menggunakan pengetahuan tersebut untuk memprediksi
atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda.
Karakteristik IPA yang memiliki kajian yang cukup
luas seperti inilah yang membuat siswa sedikit kesulitan
dalam proses belajar mengajar. Siswa tidak hanya
dituntut mampu mendefenisikan fakta namun juga
menjelaskan konsep dan mampu melaksanakan
praktikum serta menganalisis penerapannya dalam
kehidupan sehari – hari. Hal ini berimbas pada
pencapaiaan hasil belajar siswa yang cenderung rendah
untuk materi pelajaran IPA. Banyak solusi yang bisa
diterapkan untuk mengatasi permasalahan ini, salah
satunya
adalah
dengan
menggunakan
model
pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan konsepkonsep IPA. Salah satu model pembelajaran yang dapat
digunakan adalah model pemelajaran inkuiri.
maupun hasil kegiatan belajar mengajar.
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran
untuk mengetahui seberapa paham siswa tentang konsepkonsep yang telah diajarkan oleh guru. Menurut Winkel
(Purwanto 2009:45) hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya. Menurut Purwanto (2009:54), hasil belajar
merupakan perwujudan kemampuan yang diakibatkan
oleh perubahan prilaku yang dilakukan oleh usaha
pendidikan. Sehingga hasil belajar tidak hanya mencakup
perubahan pada domain kognitif semata, namun juga
pada domain afektif dan psikomotor. Untuk mengukur
hasil belajar, guru dapat menggunakan beberapa teknik
penilaiaan atau evaluasi antara lain observasi,
wawancara, dan tes. Tes hasil belajar digunakan untuk
mengukur penguasaan konsep-konsep dan materi yang
telah diajarkan oleh guru.
Berdasarkan observasi di SDN Babatan IV/459
Surabaya, peneliti menemukan masih rendahnya hasil
belajar siswa kelas V pada Tema 7 (Sejarah Peradaban
Indonesia), Subtema 1 (Kerajaan Islam di Indonesia),
Pembelajaran 1 terutama pada mata pelajaran IPA mater
konsep gaya magnet. Hanya 16 dari 28 siswa (57,1%)
yang mencapai atau melebihi nilai KKM yang telah
ditentukan yaitu 70. Setelah melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran sebelumnya maka peneeliti
memutuskan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
kelas V SDN Babatan IV/459 Surabaya pada materi
197
JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016,
Model pembelajaran inkuiri juga sangat mendukung
pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 baik dari segi
proses maupun tujuan. Proses saintifik di sekolah dasar
yang kita kenal sebgai 5M (mengamati, menanya,
menganalisis, mencoba dan mengkomunikasikan)
terakomodasi dengan baik dalam sintaks atau langkahlangkah pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran inkuiri. Adapun langkah – langkah
pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (dalam Putra
2013: 101-104) adalah: (1) orientasi; (2) merumuskan
masalah; (3) merumuskan hipotesis; (4) mengumpulakan
data; (5) menguji hipotesis; (6) merumuskan kesimpulan.
Pada tahap orientasi guru mempersiapkan iklim
pembelajaran yang kondusif dan menuntun pikiran siswa
pada topik yang akan dibahas. Proses orientasi dapat
dilakukan dengan menjelaskan topik, tujuan, dan hasil
belajar yang diharapkan akan dicapai oleh siswa di akhir
pembelajaran. Kemudian guru menerangkan pokokpokok kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa bersama
guru untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pada tahap
ini guru perlu menjelaskan tujuan dari setiap langkah
yang akan dilalui. yang terakhir adalah menjelaskan topik
dan kegiatan pentingnya topik dan kegiatan belajar ini
dilakukan. Tujuannya adalah untuk memberikan motivasi
belajar kepada siswa.
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa
siswa kepada suatu persoalan yang mengandung teka-teki
dan siswa didorong untuk memecahkan masalah tersebut.
Melalui proses memecahkan masalah tersebut siswa
diharapkan mendapatkan pengalaman yang sangat
berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui
proses berpikir.
Hipotesis adalah jawaban sementara dari sebuah
permasalahan yang sedang dikaji. Salah satu cara yang
dapat dilakukan oleh guru untuk melatih kemampuan
siswa merumuskan hipotesis adalah dengan mengajukan
pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk
menyampaikan atau mengajukan kemungkinan atau
perkiraan jawaban dari permasalah yang sedang dikaji.
Pada tahap mengumpulkan data siswa menjaring
informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang
telah diajukan. Dalam model pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data adalah proses mental yang sangat
penting dalam membangun intelektual. Dalam proses
mengumpulkan data siswa tidak hanya membutuhkan
motivasi yang kuat dalam belajar namun juga ketekunan
dan kemampuan menggunakan potensi berpikir secara
maksimal. Untuk itu sangat penting untuk menyediakan
segala sesuatu yang dibutuhkan siswa pada saat
melakukan kegiatan ini, mulai dari menyiapkan media
hingga teks bacaan yang memuat semua informasi yang
dibutuhkan siswa.
Menguji hipotesis adalah langkah dimana siswa
menentukan jawaban yang diangap diterima sesuai
dengan data yang telah dikumpulkan. Menguji hipotesis
dapat dilakukan dengan malakukan eksperimen atau
percobaan dan membandingkan hasilnya dengan teoriteori yang ada Hal ini berarti kebenaran yang
disampaikan bukan sekedar argumentasi namun
didasarkan dari data-data yang dapat dipertanggung
jawabkan. Langkah terakhir adalah merumuskan
kesimpulan. Pada tahap ini siswa mendeskripsikan
temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian
hipotesis.
Dari uraian diatas maka tujuan yang ingin dicapai
setelah penerapan model pembelajaran inkuiri untuk
siswa kelas V pada Tema 7 (Sejarah Peradaban
Indonesia), Subtema 1 (Kerajaan Islam di Indonesia),
Pembelajaran 1 terutama pada mata pelajaran IPA mater
konsep gaya magnet adalah: (1) mendeskripsikan
penerapan model pembelajara inkuiri pada materi konsep
gaya magnet pada tema 7, subtema 1, pembelajaran 1
dalam plaksanaan pembelajaran di kelas V SDN Babatan
IV/459 Surabaya; (2) mendeskripsikan hasil belajar siswa
dalam pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan
model pembelajaran inkuiri pada materi konsep gaya
magnet pada tema 7, subtema 1, pembelajaran 1 siswa
kelas V SDN Babatan IV / 459 Surabaya; dan (3)
mendeskripsikan kendala yang dihadapi dalam penerapan
model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada materi konsep gaya magnet pada tema
7, subtema 1, pembelajaran 1 di kelas V SDN Babatan IV
/ 459 Surabaya dan bagaimana cara mengatasinya.
Model Pembelajaran Inkuiri
Model
pembelajaran
inkuiri
pertama
kali
dikembangkan oleh Richard Suchman pada tahun 1962,
yang memandang hakikat belajar sebagai latihan berpikir
melalui pertanyaan-pertanyaan. Suchman mengemukakan
inti gagasan model inkuiri adalah siswa akan bertanya
(inquire) bila dihadapkan mereka menemukan
permasalahan-ermasalahan
yang
mereka
dirasa
membingungkan, kurang jelas, atau merupakan sebuah
kejadian yang aneh; siswa memiliki kemampuan untuk
menganalisis strategi berpikirnya; strategi berpikir dapat
diajarkan dan ditambahkan kepada siswa, serta inkuiri
bisa lebih bermakna dan efektif apabila dilakukan dalam
konteks kelompok (Putra 2013: 84-85).
Inkuiri atau dalam Bahasa Inggris inquiry memiliki
arti penyelidikan atau meminta keterangan; secara bebas
model pembelajaran inkuiri didefenisikan sebagai sebuah
model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan
siswa untuk mencari dan menemukan sendiri sebuah
konsep yan ingin dipelajari. Sehingga siswa berposisi
sebagai subjek dalam proses pembelajaran didorong
198
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
untuk proaktif dalam pembelajaran. Gulo (dalam Trianto
2007: 135) menyatakan bahwa inkuiri melibatkan semua
kemampuan dalam usaha untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh
percaya diri dalam sebuah rangkaian kegiatan belajar.
National Science Education Stanndards (NSES)
mendefenisikan inkuiri sebagai aktifitas beranekaragam
yang meliputi observasi, membuat pertanyaan, dan
memeriksa buku-buku atau sumber informasi lain untuk
melihat sesuatu yang sudah dikuasai, merencanakan
investigasi, memeriksa sesuatu yang telah diketahui
menurut bukti eksperimen, dan menginterpretasikan data,
mengajukan jawaban, penjelasan dan prediksi serta
mengkomunikasikan hasilnya (Putra 2013: 85-86).
Ciri utama model pembelajaran inkuiri adalah
menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan. peroses penemuan dilakukan
sendiri oleh siswa dibawah bimbingan guru sehingga
diharapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa.
Tujuan penerapan model pembelajaran inkuirisendiri
adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai
bagian dari proses mental sehingga setiap potensi yang
dimiliki oleh siswa juga dapat ikut berkembang. Tujuan
laiannya adalah untuk mengurangi ketergantungan siswa
kepada guru dalam menerima informasi. Dengan
menenemukan sendiri, pembelajaran yang dilaksanakan
akan semakin bermakna dan membekas pada siswa.
Sedangkan produk ilmiah merupakan hasil dari proses
ilmiah. Perwujudan proses ilmiah ini merupakan sebuah
kegiatan ilmiah untuk menyelidiki (inkuiri ilmiah) sebuah
fenomena. Secara sederhana Nyoman mendefenisikan
inkuiri ilmiah sebagai usaha untuk mencari pengetahuan
dan sebuah kebenaran. Sejumlah proses IPA yang
dikembangkan dalam mencari pengetahuan dan
kebenaran ilmiah inilah yang disebut sebagai
keterampilan proses ilmiah. (Djojosoediro 2009: 28).
Keterampilan proses yang dilatih dalam IPA antara
lain: (1) mengamati yaitu kegiatan mengumpulkan data
dan informasi dengan menggunakan alat indra maupun
alat bantu laian untuk enangkap data dan informasi yang
diinginkan; (2) menggolokan atau mengklasifikasikan
yaitu kegiatan memilah suatu objek dan/atau peristiwa
berdasarkan persamaan sifat khusus yang dimilikinya; (3)
mengukur yaitu kegiatan membandingkan suatu benda
yang diukur dengan satuan ukur tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dalam peroses mengukur
diperlukan bantuan alat ukur yang sesuai dengan benda
yang diukur; (4) mengkomunikasikan yaitu kegatan
menyampaikan iformasi yang didapat kepada orang atau
pihak lain dalam bentuk audio, visual, maupun audio
visual; (5) menginterpretasi data merupakan kegiatan
membei makna dari data yang telah dimukan, kegiatan ini
juga dapat diartian sebgai kegiatan menduga dengan pasti
sesuatu yang tersembunyi dari sebuah fakta yang sedang
diamati; (6) memprediksi yaitu menduga sesuatu yang
terjadi berdasarka pola-pola peristiwa maupun fakta yang
muncul; (7) Menggunakan alat yaitu kegiatan merangkai
dan menggunakan alat-alat untuk kegiatan pengujian atau
kegiatan percobaan; (8) Melakukan percobaan yaitu
mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber
dari fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga
diperoleh informasi yang menerima ataupun menolak
ide-ide tersebut; (9) Menyimpulkan merupakan
keterampilan memutuskan keadaan suatu objek
berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui.
IPA sebagai produk bermakna sebagai sebuah
kumpulan hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitik
yang dilakukan oleh para ilmuan selama berabad-abad.
Produk dalam IPA antara lain dalah fakta, konsep,
prinsip, prosedur serta istilah-istilah. IPA juga memiliki
kedudukan sebagai pengembang sikap ilmiah. Sikap
ilmiah yang dikembangkan dalam IPA antara lain: (1)
objektif atau menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan
fakta yang telah didapat, tidak boleh dicampuri oleh
perasaan senang maupun tidak senang peneliti; (2) sabar
dalam mengambil keputusan bila belum cukup data yang
mendukung sebuah kesimpulan yang ingin diambil; (3)
terbuka terhadap semua pandangan atau gagasan orang
lain walaupun gagasan tersebut bertentangan dengan
penemuannya sendiri; (4) tidak mencampur adukkan
Pembelajaran IPA di SD
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) atau dalam Bahasa
Inggris disebut Natural Science merupakan cabang
pengetahuan yang didasari dari fenomena-fenomena alam
yang terjadi disekitar kita. IPA merupakan sekumpulan
pengetahuan tentang sebuah objek dan atau fenomena
alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan
penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan
keterampilan bereksperimen dan menggunakan metode
ilmiah. Defenisi ini memberi pengertian bahwa IPA
merupakan cabang pengetahuan yang dibangun
berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan
biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum
yang bersifat kuantitatif, dan melibatkan aplikasi
penalaran matematis dan analisis data terhadap gejalagejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA
merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang
dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang
teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan
dalam metode ilmiah.
IPA sebagai sebuah proses bermakna sebuah cara
berpikir dan bertindak untuk menghadapi atau merespon
masalah-masalah yang ada di lingkungan. Cara berpikir
dan bertindak inilah yang disebut dengan proses ilmiah.
199
JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016,
fakta dan pendapat atau opini dari peneliti; (5) bersikap
hati-hati dalam bekerja dan didasari dengan penuh
pertimbangan, tidak ceroboh dan selalu bekerja sesuai
dengan prosedur yang ada; (5) memiliki sikap rasa ingin
tahu yang tinggi.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar berfokus
mengenalkan siswa kepada diri sendiri serta alam
disektarnya. Pelaksanaan pembelajarannya juga harus
menekankan pada pemberian pengalaman secara
langsung kepada siswa dengan tujuan agar mereka
mampu memahami dirinya sendiri dan alam
sekitarnya secara ilmiah. Siswa sekolah dasar pada
pembelajaran IPA di diarahkan pada pemberian
pengalaman langsung dan kegiatan praktis mencari
tahu dan berbuat agar mereka memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitarnya (Depdiknas, 2003:6)
ditemukan dalam bentuk batuan berwarna metalik.
Magnet buatan merupakan magnet yang terbuat dari baja
atau besi. Magnet ini dapat mebsifat permanen maupun
semi permanen (dapat bertahan dalam waktu yang cukup
lama). Selain itu magnet buatan seringkali dibuat
kedalam berbagai bentuk seperti pada gambar di bawah
ini.
Magnet elektro (elektromagnetik) yaitu benda atau logam
yang bersifat magnet karena dialiri oleh listrik.
Ada tiga cara untuk membuat magnet yaitu:
(1) membuat magnet dengan cara digosok yaitu
dengan menggosokkan sebuah magnet secara
terus menerus pada besi;
(2) membuat magnet dengan cara induksi yaitu
dengan mendekatkan sebuah magnet yang kuat.
Cara ini akan membuat besi tersebut juga dialairi
sifat magnet tersebut;
(3) membuat magnet dengan cara elektro menetik
yaitu dengan engaliri sebuah batang besi dengan
listrik.
Magnet
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
magnet adalah setiap bahan yang dapat menarik logam
besi. Kata magnet sendiri berasal dari bahasa Yunani
“magnitis lithos” yang berarti batu magnesia. Magnesia
merupakan sebuah kota di Yunani kuno dimana batu
magnet pertama kali ditemukan. Batuan ini kemudian
digunakan oleh bangsa cina dalam pembuatan kompas.
Ilmuwan kemudian menemukan bahwa magnet selalu
mempunyai dua kutub. Kutub ini berada di kedua
ujungnya, dan di daerah inilah efek magnet yang paling
besar. Kutub ini dinamakan Kutub Utara dan Kutub
Selatan, karena setiap kutub selalu mengarah ke utara dan
selatan.
Magnet memiiki bebrapa sifat antara lain (1) magnet
dapat menarik benda yang terbuat dari logam besi, baja,
dan nikel; (2) magnet selalu mamiliki dua kutub, dua
kutub magnet tersebut adlah kutub utara dan kutub
selatan. Meskipun sebuah magnet dibelah menjadi dua
bagian, tiap-tiap bagian akan tetap memiliki dua kutub
tersebut; (3) kutub yang senama pada magnet bila
didekatkan akan saling tolak-menolak sedangkan kutub
yang tak senama akan saling tarik-menarik bila saling
didekatkan; (4) magnet memiliki medan magnet yang
membentuk gaya magnet. Gaya magnet tebesar ada pada
kedua kutubnya.
Terdapat tiga jenis manet yang kita kenal yaitu
magnet alam, magnet buatan dan elektro magnet. Megnet
alam merupakan batuan yang memiiki sifat magnet
sehingga dapat menarik benda yang memiliki unsur besi.
Salah satu contoh magnet alam adalah Jabal Magnet di
kota Tabuk yang jaraknya 40 km dari kota Madinah.
Bukit magnet ini bahkan dapat menarik sebuah mobil
menuju kearahnya. Magnet sendiri pertama kali
Hasil Belajar
Secara umum hasil belajar dikelompokan kedalam
tiga ranah yaitu kognitf, afektif dan psikomotor. Setiap
ranah akan memberikan gambaran yang spesifik tentang
karakteristik dari tiap-tiap siswa. Setiap ranah memiliki
karakteristik yang berbeda sehingga nilai dari tiap ranah
tidak dapat digabungkan menjad satu nilai namun tetap
terpisah-pisah.
Hasil belajar diperoleh dari dari proses penilaiaan
terhadap proses dan penilaiaan yang diberikan di akhir
pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk melihat
perkembangan siswa selama mengikuti proses
pembelajaran di kelas. Penilaian dapat dilakukan
berbagai cara seperti tes, wawancara, observasi serta
pengumpulan portofolio siswa.
Hasi belajar ranah kognitif akan berhubungan dengan
kemampuan berpikir termasuk di dalamnya kemampuan
untuk
memahami,
menghafal,
mengaplikasikan,
manganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi. Tujuan
ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir
dengan penekanan pada kemampuan intelektual yang
sederhana, yaitu kemampuan mengingat hingga
kemampuan dalam memecahkan masalah yang yang
berhubungan dengan penggabungan beberapa ide,
gagasan, metode maupun prosedur dalam proses
pemecahannya.
Menurut Haryati dalam Mungajilah (2013:18) aspek
kognitif terdiri dari enam tingkatan yang memiliki aspek
belajar yang berbeda-beda. Tingakatan-tingkatan tersebt
antara lain: (1) tingkat pengetahuah (knowledge). Pada
tingkat ini siswa diharapkan untuk dapat mengingat
(recall) berbagai informasi yang telah diterima
200
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
sebelunya; (2) tingkat pemahaman (comberhension).
Pada tahap ini siswa diharapkan untuk dapat menjelaskan
kembali informasi yang telah diperoleh dengan
menggunakan bahasanya sendiri; (3) tingkat penerapan
(application). Pada tingkat ini siswa diharapkan untuk
dapat menggunakan infomasi yang telah didapat untuk
memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam
kehidupan sehari-hari serta menggunakan informasi
tersebut ke dalam sebuah situasi yang baru; (4) tingkat
analisis (analysis). Pada tingkat ini, siswa diharapkan
dapat menunjukan hubungan diantara berbagai gagasan
dengan cara membandingkan gagasan tesebut dengan
standar, prinsip, atau prosedur yang telah dipelajari; (5)
tingkat sintesis (synthesis). Pada tingkat ini siswa
diharapkan mampu mengaitkan dan menyatukan berbagai
elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga
membentuk sebuah pola baru yang lebih menyeluruh; (6)
tingkat evaluasi (evaluation). Pada tingkatan ini siswa
diharapkan mampu membuat penilaian dan membuat
sebuah keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode,
produk ataupun sebuah benda dengan menggunakan
kriteria tertentu.
Ranah psikomotor menurut Blomm berhubungan
dengan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan untuk memanipulasi otot dan kekuatan
fisik. Menurut Leighbody (dalam Mungajilah, 2013:20)
pada saat melakukan pengukuran hasil belajar pada ranah
psikomotor keterampilan yang diukur yaitu kemampuan
siswa dalam menggunakan alat dan sikap kerjanya,
kemampuan
siswa
dalam
menganalisis
suatu
pekerjaannya beserta denganurutan pengerjaannya,
ketepatan dan keserasiah hasil kerja dengan apa yang
diarapkan atau sesuai dengan suruhan yang diberikan,
dan kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang
diberikan kepadanya. Pengukuran hasil belajar ranah
psikomotor dilakukan dengan menggunakan beberapa
instrumen antara lain: tes unjuk kerja, lembar tugas serta
lembar observasi atau lembar pengamatan. Tidak semua
mata pelajaran maupun materi dinilai aspek psikomornya.
Hanya mata pelajaran atau materi yang berhubungan
dengan kegiatan praktek atau unjuk kerja yang dilakukan
penilaian ranah psikomotornya.
Ranah afektif bertujuan untuk menyiapkan siswa
dalam hal penguasaan dirinya di dalam lingkungan
sebuah kelompok. Kelompok disini mencakup banya hal
terutama dalah kelompok yang dekat dengan siswa
seperti keluarga, sekolah, kelas, lingkungan bermain,
serta lingkungan masyarakat yang lebih luas. Siswa
disiapkan untuk mempunyai keperibadian yang posisitif
seperti tanggung jawab, percaya diri, sopan santun, dan
sebagainya. Karakteristik ranah afektif yang penting
diantaranya adalah mencakup sikap, minat, konsep diri,
nilai serta moral. Bersama dengan aspek pengatahuan dan
keterampilan, aspek sikap akan membentuk individu
yang lebih positif dalam kehidupannya sebagai seorang
individu maupun anggota dalam suatu masyarakat. Hal
inilah yang membuat ranah afektif sangat penting untuk
menentukan ketercapaian seorang siswa dalam proses
belajarnya karena belajar tidak hanya soal pemahaman
dan pelaksanaan namun juga bagaimana seseorang punya
atitude yang baik dalam peroses memahami maupun
menerapkan sebuah ilmu.
METODE
Rancangan penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Menurut Wijaya Kusuma dan Dedi
Dwitagama (2012: 8-9) Penelitian Tindakan Kelas adalah
rangkaiaan riset dan tidakan dengan tujuan untuk
memecahkan permasalah dalam kegiatan belajar
mengajar. PTK juga dapat diartikan sebagai sebuah
penelitian yang sifatnya reflektif yang dilakukan seorang
guru dimmana hasilnya dimanfaatkan sebagai bahan
untuk pengembangan keahlian mengajar.
Desain Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan
adalah desain PTK yang dikembangkan oleh McTaggart.
Model ini terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan
(planning),
tindakan
(acting)
dan
pengamatan
(observating),
serta
refleksi
(reflecting).
Pada
pelaksanaannya konponen tindakan dan pengamatan
tidaklah terpisah sehingga dilakukan dalam satu kesatuan
waktu.
Siklus I
Siklus II
Bagan 1. Siklus PTK model Kemmis & McTaggart
Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V
SDN Babatan IV/459 Surabaya yang berjumlah 28 siswa
yang terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 9 siswa
perempuan. Materi yang akan diajarkan adalah tema 7
(Sejarah Peradaban Indonesia), subtema 1 (Kerajaan Islam
di Indonesia), pembelajran 1 dan berfokus pada
matapelajaran IPA materi konsep gaya magnet.
201
JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016,
Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus
sesuai kebutuhan dimana tiap siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan dan observasi, serta refleksi.
Setelah kegiatan refleksi pada siklus pertama maka akan
dibuat perencanaan baru berdasarkan hasil refleksi.
Tujuannya adalah mereduksi hal-hal yang berlangsung
kurang baik dan mencari jalan keluar untuk mengatasi
permasalahan pada siklus pertama untuk diterapakan pada
siklus berikutnya.
Pada tahap perencanaan, kegiatan yang dilakukan
antara lain adalah (1) menganalisis kurikulum dan
menyiapkan perangkat pembelajaran seperti Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa,
Lembar Penilaiaan, Silabus, dan lain-lain; (2) menyiapkan
instrument penilaiaan berupa lembar observasi, lembar
tes, da lembar catatan lapangan; (3) menyiapan alat
pendukung pembelajaran seperti edia serta alat
pembelajaran; (4) menentukan observer serta menentukan
jadwal pengembilan data.
Pada tahap pelaksanaan dan observasi, kegiatan yan
dilaksanakan adalah (1) melaksanakan langkah-langkah
pembelajaran yang telah disusun denagn menggunakan
model pembelajaran inkuiri untuk membelajarkan materi
konsep gaya magnet; (2) malakukan pengamatan terhadap
setiap langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan. Kegiatan observasi dilaksankan pada waktu
yang sama dengan kegiatan pelaksanaan dan diakhir
pembelajaran. Pengumpulan data dilakukan dengan
mengisi lembar observasi yang berupa checklist dan
catatan lapangan. Hal-hal yang diamati antara lain adalah
pelaksanaan embelajaran dan hasil belajar siswa setelah
mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Pada tahap refleksi kegiatan yang dilakukan adalah
mengukur tingkat keberhasilan yang diperoleh setelah
kegiatan belajar mengajar usai. Kegiatan utama pada
tahap ini adalah melakukan evaluasi dari semua data yang
telah diperoleh. Data yang dianalisis tidak hanya data
yang diperoleh dari siswa, namun peneliti juga harus
melakukan evaluasi terhadap kinerja guru dalam kegiatan
belajar mengajar. Semua kekurangan kemudian dicarikan
jalan keluar untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Siklus akan terus berlanjut hingga ketercapaian yang
diinginkan tercapai.
Data penelitian yang dikumpulkan adalah data
observasi pelaksanaan pembelajaran menggunakan model
pembelajran inkuiri pad materi konsep gaya magnet, data
hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar
mengajar menggunakan model pembelajaran inkuiri pada
materi konsep gaya magnet, dan data catatan lapangan
yang berisi kendala yang ditemukan serta hal-hal yang
perlu diperbaiki selama pelaksanaan pembelajaran. Untuk
mengumpulkan data-data tersebut, peneliti menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data antara lain: (1)
observasi/pengamatan. Observasi digunakan untuk
mengamati guru selama proses belajar mengajar
menggunakan model pembelajaran inkuiri berlangsung.
Aktivitas guru yang diamati adalah keterlaksanaan setiap
langkah pembelajaran yang direncankan. Dalam
melakukan observasi, digunakan lembar observasi sebagai
pedoman untuk melakukan pengamatan; (2) tes digunakan
untuk mengukur keberhasilan siswa dalam hal penguasaan
materi konsep gaya magnet dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri. Lembar Penilaian (LP) digunakan sebagai
instrumen lembar tes untuk menilai kemampuan siswa
secara individu; (3) Catatan lapangan merupakan hal-hal
yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung
di luar instrumen penelitian lainnya. Catatan lapangan
juga berisi kendala-kendala atapun hal-hal lain yang harus
diperbaiki dalam pelaksanaan pembelajaran di siklus
berikutnya
Untuk mengumpulkan data yang diinginkan,
digunakan bebrapa instrument pengumpulan data antara
lain: (1) Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran.
Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran digunakan
untuk memperoleh data mengenai keterlaksanaan langkah
pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri
yang telah disusun serta untuk mengukur nilai
ketercapaiaan yang diperoleh dari pelaksanaan
pembelajaran. Keterlaksanaan maksudnya adalah
mengukur keterlaksanaan setiap langkah yang telah
direncanakan. Sedangkan nilai ketercapaiaan bertujuan
untuk
mengukur
kualitas
pembelajaran
yang
dilaksanakan; (2) Lembar tes. Lembar tes digunakan
untuk memperoleh data mengenai hasil belajar siswa
ditinjau dari peningkatan belajar siswa. Lembar tes akan
digunakan untuk menilai dan mengukur peningkatan
penguasaan materi konsep gaya magnet dalam
pelaksanaan
pembelajaran
mengunakan
model
pembelajaran inkuiri. Lembar Penilaian (LP) digunakan
untuk mengukur hasil belajar siswa secara individual; (3)
Lembar cacatan lapangan. Catatan lapangan berisi aspekaspek seperti pembelajaran, suasana kelas, pengelolaan
kelas, hubungan interaksi sosial di dalam kelas, serta
kendala-kendala yang muncul saat pembelajaran
berlangsung. Catatan ini dibuat oleh guru dan peneliti
dalam bentuk deskriptif untuk memberikan gambaran
tentang proses pembelajaran yang sedang maupun telah
berlangsung. Gambaran tersebut berupa hal-hal apa saja
yang telah tercapai serta yang harus diperbaiki terhadap
proses pembelajaran pada siklus berikutnya.
Data
yang
terkumpul
kemudian
dianalisis
menggunakan teknik analisis data kulitatf dan teknik
analisis data kuantitatif. Data teknik analisis data kualitatif
akan dipaparkan dalam bentuk narasi, grafis, tabel, dan
matriks untuk memberikan gambaran informasi mengenai
202
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
semua hal yang berkaitan dengan variabel yang satu
dengan yang lain. Teknik analisis data kuantitatif yang
diukur antara lain adalah data hasil observasi
keterlaksanaan pembelajaran menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan:
P
= Persentase ketuntasan
f
= Jumlah siswa yang tuntas belajar
N
= Jumlah seluruh siswa (Winarsuni, 2009: 20)
Kriteria ketuntasan klasikal adalah sebgai berikut:
81% - 100% = Amat baik
61% - 80% = Baik
41% - 60% = Cukup
21% - 40% = Kurang
0% - 20% =Sangat
kurang
(Tampubolon,
2014:259)
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah: (1)
Persentase keterlaksanaan pembelajaran mencapai ≥80%
dengan nilai ketercapaian minimal 80. (2) Seorang siswa
dikatakan telah tuntas apabila mencapai nilai KKM yang
telah ditentukan yaitu 70. Sedangkan ketuntasan belajar
secara klasikal dikatakan tuntas apabila jumlah siswa
yang tuntas mencapai ≥80%. (3) Kendala yang muncul
selama pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri dapat teratasi dengan baik, sehingga
tujuan pembelajaran terpenuhi. (Tampubolon, 2014: 166)
Keterangan:
P
: Persentase keterlaksanaan pembelajaran
f
: Banyaknya aktivitas yang muncul
N
: Jumlah aktivitas keseluruhan.
Kriteria keterlaksanaan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
81% - 100% = Amat baik
61% - 80% = Baik
41% - 60% = Cukup
21% - 40% = Kurang
0% - 20% =Sangat
kurang
(Tampubolon,
2014:259)
Untuk mngukur nilai ketercapaian pembelajaran
digunakan rumus:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil observasi pelaksanaan pembelajaran pada
siklus I dan siklus II dapat dilihat pada diagram dibawah
ini.
Kriterian nilai ketercapaiaan yang digunakan adalah:
A = 90 - 100 : Sangat Baik
B = 80 – 89 : Baik
C = 70 – 79 : Cukup
D = >70
: Kurang Baik (Rusman, 2015: 343)
Selain pelaksanaan pembelajaran, tennik analisis data
kuantitatif digunakan untuk menganalisis data hasi belajar
siswa. Data tersebut terdiri dari nilai hasil tes siswa dan
data ketuntasan siswa secara klasikal. Untuk memperoleh
nilai hasil belajar siswa digunakan rumus sebagai berikut:
Dari nilai yang diperoleh siswa maka ditentukan
tingkat
pencapaiaan
pembelajaran
dengan
menggunkan konveksi nilai sebagai berikut:
A = 87 - 100
B = 65 – 86
C = 51 – 64
D = 37 – 50
E = >36 (Rusman, 2015: 9)
Diagram 1. Data pelaksanaan pembelajaran
Dari data pada diagram diatas keterlaksanaan
pembelajaran pada siklus I adalah sebesar 89,47% dan
telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan
yaitu 80%. Namun dalam pelaksanaannya masih ada
beberapa langkah pembelajaran yang belum terlaksana.
Pada siklus II peneliti lebih memperhatikan setiap langkah
pembelajaran yang telah direncanakan dan melaksanakan
semua langkah pembelajaran tersebut. Imbasnya adalah
Sedangkan untuk mengukur ketuntasan siswa secara
klasikal menggunkan rumus sebagai berikut:
203
JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016,
terjadi kenaikan keterlaksanaan pembelajaran menjadi
100% pada siklus II.
Nilai ktercapaiaan pembelajaran pada siklus I adalah
sebesar 64,47. Nilain ini belum mencapai indikator
keberhasilan yang ditetapkan yaitu ≥80. Nilai yang rendah
ini dipengaruhi oleh tidak terlaksananya 2 kegiatan
pembelajaran yang telah disusun dan kurangnya
penguasaan kelas oleh guru. Untuk mengatasi masalah
tersebut peneliti selaku guru melakukan beberapa
perbaikan. Langkah yang diambil adalah lebih
memperhatikan setiap langkah yang telah disusun dan
berusaha untuk lebih mengenal karakter siswa. Pada
siklus II guru melaksanakan semua kegiatan pembelajaran
dan penguasaan kelas guru menjadi lebih baik dari pada
siklus sebelumnya sehingga mendongkrak nilai
ketercapaiaan pembelajran menjadi 92,11. Nilai ini telah
mencapai indikator ketercapaiaan yang telah ditentukan.
Untuk melihat nilai hasil belajar siswa maka peneliti
memberikan tes diakhir pembelajaran. Siswa dikatakan
tuntas apabila mendapatkan nilai di atas nilai KKM yang
telah ditentukan, yaitu 70. Data hasi belajar siswa pada
siklus I dan II dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
9
(32.14
%)
pebelajaran pada siklus II, persentase ketuntasan siswa
secara klasikal meningkat menjadi 89,29%.
Selama proses pembelajaran dengan menerapkan
model pemebelajaran inkuiri untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi konsep gaya
magnet secara umum berlangsung dengan baik, namun
masih ditemukan beberapa kendala-kendala terutama pada
siklus I. Berdasarkan catatan lapangan, kendala yang
ditemukan pada siklus I diantaranya yaitu hanya 3 siswa
yang membawa alat dan bahan yang dipesan oleh guru.
Hal ini membuat guru terpaksa membagi 38 siswa
kedalam 3 kelompok saat kerja kelompok. Dikarenakan
jumlah siswa yang besar pada tiap kelompok, banyak
siswa yang kemudian menganggur dan mengganggu
teman yang lainnya sehingga kelas menjadi tidak
kondusif.
Selain kendala tersebut, pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan guru juga belum maksimal. Selain
dikarenakan masih kurangnya penguasaan kelas guru,
masih adanya langkah pembelajaran yang terlewat atau
tidak terlaksana mepengaruhi tingkat keterlaknsanaan dan
nilai ketercapaiaan pembelajaran pada siklus I. Untuk
mengatasi kendala yang muncul, pada siklus II peneliti
menyediakan semua alat dan bahan yang akan digunakan
sehingga siswa dapat dibagi kedalam kelompok yang
lebih kecil. Pembagian ini berimbas pada pengkondisian
kelas yang lebih mudah oleh guru. Guru juga lebinh
endalami dan mencermati setiap langkah pembelajaran
yang telah disusun dan secara keseluruhan dilaksanakan
dengan baik pada siklus II.
Di akhir siklus II keterlaksanaan dan nilai
ketercapaiaan pembelajaran dengan menggunkan model
pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran IPA materi
konsep gaya magnet mengalami peningkatan. Hasil
belajar siswa juga mengalami peningkatan meskipun pada
masih ada 3 siswa yang belum dinyatakan tuntas. Kendala
yang ditemukan pada siklus I juga dapat teratasi dengan
baik dan tidak ditemukan lagi kendala yang berarti pada
siklus II. Hal ini membuat peneliti memutuskan untuk
mengakhiri penelitian pada siklus II karena semua
indikator keberhasilan yang ditetapkan telah tercapai.
19
(67.86%)
3
(10.71%)
25
(89.29%)
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: (1) Pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunkan model pembelajaran
inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V
SDN Babatan IV/459 Surabaya pada mata pelajaran IPA
materi konsep gaya magnet. Terjadi peningkatan
keterlaksanaan pembelajaran dari 89,47% pada siklus I
menjadi 100% pada siklus II. Nilai ketercapaiaan
pembelajaran juga mengalami peningkatan dari 64,47
Diagram 2. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Pada siklus I dari 28 siswa 19 siswa (67,86%)
dinyatakan tuntas dan 9 lainnya (32,14%) belum tuntas
karena mendapat nilai dibawah KKM. Persentase
ketuntasan pada siklus I sebesar 67,86% belum mencapai
indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 80% siswa
tuntas. Setelah dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaan
204
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
pada siklus I menjadi 92,11 pada siklus II. Hal ini
menunjukan
terjadi
peningkatan
pelaksanaan
pembelajaran dari siklus I ke siklus II; (2) Hasil belajar
siswa mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari
persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar
67,86% (dari 28 siswa 19 siswa dinyatakan tutas)
menjadi 89,29 % (dari 28 siswa 28 siswa dinyatakan
tutas) pada siklus II. Dengan begitu penerapan model
pembelajaran inkuiri sangat efektif untuk meningkatkan
hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA
materi konsep gaya magnet; (3) Kendala-kendala yang
ditemukan oleh peneliti selama penerapan model
pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran IPA materi
konsep gaya magnet dapat terastasi dengan baik.
Kendala yamg dialami selama penelitian antara lain:
(1) Ketersediaan alat dan bahan praktikum. Pada siklus I
siswa diminta untuk menyediakan alat dan bahan yang
akan digunakan dalam praktikum. Namun hanya 3 orang
siswa yang membawa alat dan bahan yang telah dipesan.
Hal ini membuat guru terpaksa membagi kelas kedalam 3
kelompok yang berakibat pada kurang kondusifnya kelas
selama pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengatasi ini
peneliti menyediakan semua alat dan bahan yang
dibutukan sehingga pelaksanaan pembelajaran pada
siklus II dapat berjalan dengan baik; (2) Kurangnya
penguasaan kelas oleh peneliti selaku guru serta ada
beberapa langkah pembelajaran yang tidak terlaksana
pada siklus I yang berimbas pada persentase
keterlaksanaan dan nilai ketercapaiaan. Kendala ini dapat
diatasi pada siklus II dengan lebih mengenal setiap
karakter siswa dan pembagian kelompok belajar menjadi
kelompok degan jumlah anggota lebih kecil sehingga
proses bimbingan lebih mudah. Guru juga lebih
mendalami setiap langkah pembelajaran yang telah
disusun untuk mengatasi tidak terlaksananya beberapa
langkah pada siklus I.
maupun hal-hal lain yang dapat membantu siswa
menemukan
informasi
sebanyak dan
seakurat
mungkin.selain itu peneliti menghimbau agar hasil
penelitian ini dikembangkan lagi dengan melakukan
penelitian pada subjek dan materi yang berbeda, serta
memperbaiki kekurangan yang ada pada penelitian ini
agar memperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amri,
Sofan. 2013. Pengembangan dan Model
Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013. Jakarta:
Prestasi Pustaka
Anam, khoirul. 2015. PEMBELAJARAN BERBASIS
INKUIRI: Metode dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan: Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara
Djojosoediro, wasih & Lia Yulianti. 2009. Bahan Ajar
Cetak: Pengembangan Pembelajaran IPA SD.
Jakarta: Konsorsium Program PJJ S1 PGSD
Direktorat Ketenagaan
Kusuma, Wijaya dan Dedi Dwitagama. 2012. Mengenal
Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks
Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Putra,
Nusa. 2012. Metode penelitian kualitatif
pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Putra, S. Rizema. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif
Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press
Rasyid, Harun & Masyur. ___ . Penilaian Hasil Belajar.
Bandung: CV Wacana Prima
Rusman. 2015. PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU:
Teori, Praktik dan Penilaiaan. Jakarta: Rajawali
Press
Suryanti dkk. 2011. Bahan Ajar Cetak: Pengembangan
Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan
bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi konsep
gaya magnet, maka peneliti menyampaiakan saran sebgai
berikut: (1) Model pembeljaran inkuiri bisa dijadikan
salah satu pilihan untuk diterapkan pada pelaksanaan
pembelajaran oleh guru. Tidak hanya pada materi konsep
gaya magnet ataupun mata pelajaran IPA saja, namun
juga dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa penerapannya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Karena model
pembelajaran ini memaksimalkan peran siswa dalam
menemukan fakta maupun konsep yang ingin diajarkan
oleh guru; (2) Pada pelaksanaannya guru perlu
memperhatikan ketersedian sumber belajar, media
Tampubolon, Saur. 2014. Penelitian Tindakan Kelas
Sebagai Pengembangan Profesi Pendidik dan
Keilmuan. Jakarta: Erlangga
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Kontruktivis. Jakarta: Prestasi
Pustaka
Winarsuni, Tulus. 2009. Statistik dalam Penelitian
Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press
205
Download