JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016, PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA KELAS V SEKOLAH DASAR Moch Syaiful haqul PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya ([email protected]) Hendratno PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya Abstrak Berdasarkan observasi ditemukan bahwa persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA, khususnya pada materi konsep gaya magnet masih rendah (57,1%). Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi terebut, diputuskan untuk menerapakan model pembejaran inkuri dalam pelakanaan pembelajaran. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran inkuiri, hasil belajar siswa serta kendala yang muncul dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakaukan sebanyak 2 siklus dimana tiap siklusnya terdiri dari 1 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatkan persentase ketuntasan hasil belajar siswa. Pada siklus I persentase ketuntasan adalah sebesar 67,86% dan meningkat menjadi 89,29 % pada siklus II. Peningkatan juga terjadi pada pelaksanaan pembelajaran, baik persentase keterlaksanaan maupun nilai ketercapaian pebelajaran. Kendala yang dihadapi selama penelitian juga dapat teratasi dengan baik. Kata Kunci: Model Pembelajaran, Inkuiri, Hasil Belajar. Abstract Based on observation which had done by researcher in SDN Babatan IV/ 459, researcher found that percentage of students learning outcomes on science learning about concepts of magnetic is just 57,1 %. To increase students’ learning outcomes on that lesson, researcher decided to implement the inquiry learning model. There are purposes of this research were to describe the implementation of inquiry model, students learning outcomes, and the obstacles which was faced by researcher on learning implementation. The kind of this research is class action research. It was to consist of two cycles which each cycle was consist of one meeting. Results of this research showed that increasing percentage of students’ learning outcomes. On the first cycle, percentage of completeness was 67,86 % and increasing to 89,29 % on the second cycle. Beside that, the increase was happened too on the implementation of learning, neither percentage of the learning implementation nor the scores of learning. The obstacles which were faced during the research process can be solved by the researcher. Keywords: Learning model, Inquiry, learning outcomes. sebagai bentuk usaha peningkatan kualitas pendidikan selain dari usaha mewujudkan tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Salah satunya adalah dengan mengembangkan kurikulum. Kurikulum 2013 yang kini digunakan diharapkan mampu mempercepat perwujudan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 2013 diciptakan untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Kurikulum 2013 terutama pada tingkat sekolah dasar sangat menekankan pada aspek penanaman karakter siswa yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilainilai tersebut. Dalam prosesnya, komponen-komponen tersebut dalam Kurikulum 2013 lebih dikenal sebagai tiga aspek pokok yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu proses untuk mengembangkan aspek kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai sikap, dan keterampilan. Pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan secara sadar demi tercapainya tujuan pendidikan. Pendidikan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif, serta bertanggung jawab. Dalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan nasional itu, diambilah berbagai keputusan oleh pemerintah 196 Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dan psikomotor (keterampilan). Pada tingkat sekolah dasar, Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan pembelajaran tematik yang memadukan mata pelajaran mata pelajaran ke dalam satu tema yang dekat dengan siswa serta menggunakan pendekatan scientific dalam proses penyampaiaan materinya (Daryanto 2014:80). Meskipun pada Kurikulum 2013 metode, pendekatan bahkan langkah pembelajaran telah disiapkan oleh kementrian pendidikan selaku penanggung jawab pengembangan kurikulum secara nasional lewat diterbitkannya buku siswa dan buku guru, guru tetap diberi keleluasaan untuk memilih metode dan pendekatan serta cara pembelajaran yang dirasa sesuai untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini karena setiap siswa memiliki karakter yang berbeda sehingga untuk menyampaikan sebuah materi, guru tidak dipaksakan untuk mengikuti langkah-langkah yang telah diuraikan pada buku guru. Guru malah diberi kebebasan dalam menyusun rencana proses belajar mengajar namun guru juga harus memperhatikan tujuan dan ketercapaian kompetensi yang telah digariskan dalam Kurikulum 2013. Sehingga apabila ketercapaian hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar masih kurang guru berkewajiban untuk melakukan evaluasi dan pengembangan demi perbaikan baik dari segi proses konsep gaya magnet maka akan diterapkan model pembelajaran inkuiri. Pemilihan model pembelajaran inkuiri dilandasi dari karakteristik pembelajaran IPA yang menekankan pada cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga pembelajaran IPA lebih banyak menekankan pada proses penemuan. Selain itu, pembelajaran pada hakikatnya haruslah bermakna. Kebermaknaan dapat diperoleh dengan melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan konsep-konsep yang akan diajarkan. Hal ini sejalan dengan ciri-ciri model pembelajaran berbasis inkuiri yaitu model pembelajaran inkuiri menekankan aktifitas siswa secara penuh untuk menemukan jawaban dari pertanyaan – pertanyaan tentang sebuah gejala atau kejadian. Tujuan penerapan model pembelajaran ini adalah melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis. Djojosoediro (2009: 18) menjelaskan, IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. IPA juga memiliki hakikat sebagai ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara manusia mencari tahu segala sesuatu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan terhadap fakta-fakta dari kumpulan pengetahuan, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses menemukan. cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga bagaimana proses memperoleh fakta yang didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA, serta menggunakan pengetahuan tersebut untuk memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda. Karakteristik IPA yang memiliki kajian yang cukup luas seperti inilah yang membuat siswa sedikit kesulitan dalam proses belajar mengajar. Siswa tidak hanya dituntut mampu mendefenisikan fakta namun juga menjelaskan konsep dan mampu melaksanakan praktikum serta menganalisis penerapannya dalam kehidupan sehari – hari. Hal ini berimbas pada pencapaiaan hasil belajar siswa yang cenderung rendah untuk materi pelajaran IPA. Banyak solusi yang bisa diterapkan untuk mengatasi permasalahan ini, salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk mengajarkan konsepkonsep IPA. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pemelajaran inkuiri. maupun hasil kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa paham siswa tentang konsepkonsep yang telah diajarkan oleh guru. Menurut Winkel (Purwanto 2009:45) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Menurut Purwanto (2009:54), hasil belajar merupakan perwujudan kemampuan yang diakibatkan oleh perubahan prilaku yang dilakukan oleh usaha pendidikan. Sehingga hasil belajar tidak hanya mencakup perubahan pada domain kognitif semata, namun juga pada domain afektif dan psikomotor. Untuk mengukur hasil belajar, guru dapat menggunakan beberapa teknik penilaiaan atau evaluasi antara lain observasi, wawancara, dan tes. Tes hasil belajar digunakan untuk mengukur penguasaan konsep-konsep dan materi yang telah diajarkan oleh guru. Berdasarkan observasi di SDN Babatan IV/459 Surabaya, peneliti menemukan masih rendahnya hasil belajar siswa kelas V pada Tema 7 (Sejarah Peradaban Indonesia), Subtema 1 (Kerajaan Islam di Indonesia), Pembelajaran 1 terutama pada mata pelajaran IPA mater konsep gaya magnet. Hanya 16 dari 28 siswa (57,1%) yang mencapai atau melebihi nilai KKM yang telah ditentukan yaitu 70. Setelah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran sebelumnya maka peneeliti memutuskan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Babatan IV/459 Surabaya pada materi 197 JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016, Model pembelajaran inkuiri juga sangat mendukung pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 baik dari segi proses maupun tujuan. Proses saintifik di sekolah dasar yang kita kenal sebgai 5M (mengamati, menanya, menganalisis, mencoba dan mengkomunikasikan) terakomodasi dengan baik dalam sintaks atau langkahlangkah pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri. Adapun langkah – langkah pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (dalam Putra 2013: 101-104) adalah: (1) orientasi; (2) merumuskan masalah; (3) merumuskan hipotesis; (4) mengumpulakan data; (5) menguji hipotesis; (6) merumuskan kesimpulan. Pada tahap orientasi guru mempersiapkan iklim pembelajaran yang kondusif dan menuntun pikiran siswa pada topik yang akan dibahas. Proses orientasi dapat dilakukan dengan menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai oleh siswa di akhir pembelajaran. Kemudian guru menerangkan pokokpokok kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa bersama guru untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pada tahap ini guru perlu menjelaskan tujuan dari setiap langkah yang akan dilalui. yang terakhir adalah menjelaskan topik dan kegiatan pentingnya topik dan kegiatan belajar ini dilakukan. Tujuannya adalah untuk memberikan motivasi belajar kepada siswa. Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada suatu persoalan yang mengandung teka-teki dan siswa didorong untuk memecahkan masalah tersebut. Melalui proses memecahkan masalah tersebut siswa diharapkan mendapatkan pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Hipotesis adalah jawaban sementara dari sebuah permasalahan yang sedang dikaji. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk melatih kemampuan siswa merumuskan hipotesis adalah dengan mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk menyampaikan atau mengajukan kemungkinan atau perkiraan jawaban dari permasalah yang sedang dikaji. Pada tahap mengumpulkan data siswa menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Dalam model pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data adalah proses mental yang sangat penting dalam membangun intelektual. Dalam proses mengumpulkan data siswa tidak hanya membutuhkan motivasi yang kuat dalam belajar namun juga ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikir secara maksimal. Untuk itu sangat penting untuk menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan siswa pada saat melakukan kegiatan ini, mulai dari menyiapkan media hingga teks bacaan yang memuat semua informasi yang dibutuhkan siswa. Menguji hipotesis adalah langkah dimana siswa menentukan jawaban yang diangap diterima sesuai dengan data yang telah dikumpulkan. Menguji hipotesis dapat dilakukan dengan malakukan eksperimen atau percobaan dan membandingkan hasilnya dengan teoriteori yang ada Hal ini berarti kebenaran yang disampaikan bukan sekedar argumentasi namun didasarkan dari data-data yang dapat dipertanggung jawabkan. Langkah terakhir adalah merumuskan kesimpulan. Pada tahap ini siswa mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Dari uraian diatas maka tujuan yang ingin dicapai setelah penerapan model pembelajaran inkuiri untuk siswa kelas V pada Tema 7 (Sejarah Peradaban Indonesia), Subtema 1 (Kerajaan Islam di Indonesia), Pembelajaran 1 terutama pada mata pelajaran IPA mater konsep gaya magnet adalah: (1) mendeskripsikan penerapan model pembelajara inkuiri pada materi konsep gaya magnet pada tema 7, subtema 1, pembelajaran 1 dalam plaksanaan pembelajaran di kelas V SDN Babatan IV/459 Surabaya; (2) mendeskripsikan hasil belajar siswa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran inkuiri pada materi konsep gaya magnet pada tema 7, subtema 1, pembelajaran 1 siswa kelas V SDN Babatan IV / 459 Surabaya; dan (3) mendeskripsikan kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi konsep gaya magnet pada tema 7, subtema 1, pembelajaran 1 di kelas V SDN Babatan IV / 459 Surabaya dan bagaimana cara mengatasinya. Model Pembelajaran Inkuiri Model pembelajaran inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman pada tahun 1962, yang memandang hakikat belajar sebagai latihan berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan. Suchman mengemukakan inti gagasan model inkuiri adalah siswa akan bertanya (inquire) bila dihadapkan mereka menemukan permasalahan-ermasalahan yang mereka dirasa membingungkan, kurang jelas, atau merupakan sebuah kejadian yang aneh; siswa memiliki kemampuan untuk menganalisis strategi berpikirnya; strategi berpikir dapat diajarkan dan ditambahkan kepada siswa, serta inkuiri bisa lebih bermakna dan efektif apabila dilakukan dalam konteks kelompok (Putra 2013: 84-85). Inkuiri atau dalam Bahasa Inggris inquiry memiliki arti penyelidikan atau meminta keterangan; secara bebas model pembelajaran inkuiri didefenisikan sebagai sebuah model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri sebuah konsep yan ingin dipelajari. Sehingga siswa berposisi sebagai subjek dalam proses pembelajaran didorong 198 Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk proaktif dalam pembelajaran. Gulo (dalam Trianto 2007: 135) menyatakan bahwa inkuiri melibatkan semua kemampuan dalam usaha untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri dalam sebuah rangkaian kegiatan belajar. National Science Education Stanndards (NSES) mendefenisikan inkuiri sebagai aktifitas beranekaragam yang meliputi observasi, membuat pertanyaan, dan memeriksa buku-buku atau sumber informasi lain untuk melihat sesuatu yang sudah dikuasai, merencanakan investigasi, memeriksa sesuatu yang telah diketahui menurut bukti eksperimen, dan menginterpretasikan data, mengajukan jawaban, penjelasan dan prediksi serta mengkomunikasikan hasilnya (Putra 2013: 85-86). Ciri utama model pembelajaran inkuiri adalah menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. peroses penemuan dilakukan sendiri oleh siswa dibawah bimbingan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Tujuan penerapan model pembelajaran inkuirisendiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental sehingga setiap potensi yang dimiliki oleh siswa juga dapat ikut berkembang. Tujuan laiannya adalah untuk mengurangi ketergantungan siswa kepada guru dalam menerima informasi. Dengan menenemukan sendiri, pembelajaran yang dilaksanakan akan semakin bermakna dan membekas pada siswa. Sedangkan produk ilmiah merupakan hasil dari proses ilmiah. Perwujudan proses ilmiah ini merupakan sebuah kegiatan ilmiah untuk menyelidiki (inkuiri ilmiah) sebuah fenomena. Secara sederhana Nyoman mendefenisikan inkuiri ilmiah sebagai usaha untuk mencari pengetahuan dan sebuah kebenaran. Sejumlah proses IPA yang dikembangkan dalam mencari pengetahuan dan kebenaran ilmiah inilah yang disebut sebagai keterampilan proses ilmiah. (Djojosoediro 2009: 28). Keterampilan proses yang dilatih dalam IPA antara lain: (1) mengamati yaitu kegiatan mengumpulkan data dan informasi dengan menggunakan alat indra maupun alat bantu laian untuk enangkap data dan informasi yang diinginkan; (2) menggolokan atau mengklasifikasikan yaitu kegiatan memilah suatu objek dan/atau peristiwa berdasarkan persamaan sifat khusus yang dimilikinya; (3) mengukur yaitu kegiatan membandingkan suatu benda yang diukur dengan satuan ukur tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam peroses mengukur diperlukan bantuan alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur; (4) mengkomunikasikan yaitu kegatan menyampaikan iformasi yang didapat kepada orang atau pihak lain dalam bentuk audio, visual, maupun audio visual; (5) menginterpretasi data merupakan kegiatan membei makna dari data yang telah dimukan, kegiatan ini juga dapat diartian sebgai kegiatan menduga dengan pasti sesuatu yang tersembunyi dari sebuah fakta yang sedang diamati; (6) memprediksi yaitu menduga sesuatu yang terjadi berdasarka pola-pola peristiwa maupun fakta yang muncul; (7) Menggunakan alat yaitu kegiatan merangkai dan menggunakan alat-alat untuk kegiatan pengujian atau kegiatan percobaan; (8) Melakukan percobaan yaitu mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga diperoleh informasi yang menerima ataupun menolak ide-ide tersebut; (9) Menyimpulkan merupakan keterampilan memutuskan keadaan suatu objek berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui. IPA sebagai produk bermakna sebagai sebuah kumpulan hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuan selama berabad-abad. Produk dalam IPA antara lain dalah fakta, konsep, prinsip, prosedur serta istilah-istilah. IPA juga memiliki kedudukan sebagai pengembang sikap ilmiah. Sikap ilmiah yang dikembangkan dalam IPA antara lain: (1) objektif atau menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan fakta yang telah didapat, tidak boleh dicampuri oleh perasaan senang maupun tidak senang peneliti; (2) sabar dalam mengambil keputusan bila belum cukup data yang mendukung sebuah kesimpulan yang ingin diambil; (3) terbuka terhadap semua pandangan atau gagasan orang lain walaupun gagasan tersebut bertentangan dengan penemuannya sendiri; (4) tidak mencampur adukkan Pembelajaran IPA di SD IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) atau dalam Bahasa Inggris disebut Natural Science merupakan cabang pengetahuan yang didasari dari fenomena-fenomena alam yang terjadi disekitar kita. IPA merupakan sekumpulan pengetahuan tentang sebuah objek dan atau fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dan menggunakan metode ilmiah. Defenisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, dan melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejalagejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. IPA sebagai sebuah proses bermakna sebuah cara berpikir dan bertindak untuk menghadapi atau merespon masalah-masalah yang ada di lingkungan. Cara berpikir dan bertindak inilah yang disebut dengan proses ilmiah. 199 JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016, fakta dan pendapat atau opini dari peneliti; (5) bersikap hati-hati dalam bekerja dan didasari dengan penuh pertimbangan, tidak ceroboh dan selalu bekerja sesuai dengan prosedur yang ada; (5) memiliki sikap rasa ingin tahu yang tinggi. Pembelajaran IPA di sekolah dasar berfokus mengenalkan siswa kepada diri sendiri serta alam disektarnya. Pelaksanaan pembelajarannya juga harus menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung kepada siswa dengan tujuan agar mereka mampu memahami dirinya sendiri dan alam sekitarnya secara ilmiah. Siswa sekolah dasar pada pembelajaran IPA di diarahkan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis mencari tahu dan berbuat agar mereka memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitarnya (Depdiknas, 2003:6) ditemukan dalam bentuk batuan berwarna metalik. Magnet buatan merupakan magnet yang terbuat dari baja atau besi. Magnet ini dapat mebsifat permanen maupun semi permanen (dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama). Selain itu magnet buatan seringkali dibuat kedalam berbagai bentuk seperti pada gambar di bawah ini. Magnet elektro (elektromagnetik) yaitu benda atau logam yang bersifat magnet karena dialiri oleh listrik. Ada tiga cara untuk membuat magnet yaitu: (1) membuat magnet dengan cara digosok yaitu dengan menggosokkan sebuah magnet secara terus menerus pada besi; (2) membuat magnet dengan cara induksi yaitu dengan mendekatkan sebuah magnet yang kuat. Cara ini akan membuat besi tersebut juga dialairi sifat magnet tersebut; (3) membuat magnet dengan cara elektro menetik yaitu dengan engaliri sebuah batang besi dengan listrik. Magnet Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) magnet adalah setiap bahan yang dapat menarik logam besi. Kata magnet sendiri berasal dari bahasa Yunani “magnitis lithos” yang berarti batu magnesia. Magnesia merupakan sebuah kota di Yunani kuno dimana batu magnet pertama kali ditemukan. Batuan ini kemudian digunakan oleh bangsa cina dalam pembuatan kompas. Ilmuwan kemudian menemukan bahwa magnet selalu mempunyai dua kutub. Kutub ini berada di kedua ujungnya, dan di daerah inilah efek magnet yang paling besar. Kutub ini dinamakan Kutub Utara dan Kutub Selatan, karena setiap kutub selalu mengarah ke utara dan selatan. Magnet memiiki bebrapa sifat antara lain (1) magnet dapat menarik benda yang terbuat dari logam besi, baja, dan nikel; (2) magnet selalu mamiliki dua kutub, dua kutub magnet tersebut adlah kutub utara dan kutub selatan. Meskipun sebuah magnet dibelah menjadi dua bagian, tiap-tiap bagian akan tetap memiliki dua kutub tersebut; (3) kutub yang senama pada magnet bila didekatkan akan saling tolak-menolak sedangkan kutub yang tak senama akan saling tarik-menarik bila saling didekatkan; (4) magnet memiliki medan magnet yang membentuk gaya magnet. Gaya magnet tebesar ada pada kedua kutubnya. Terdapat tiga jenis manet yang kita kenal yaitu magnet alam, magnet buatan dan elektro magnet. Megnet alam merupakan batuan yang memiiki sifat magnet sehingga dapat menarik benda yang memiliki unsur besi. Salah satu contoh magnet alam adalah Jabal Magnet di kota Tabuk yang jaraknya 40 km dari kota Madinah. Bukit magnet ini bahkan dapat menarik sebuah mobil menuju kearahnya. Magnet sendiri pertama kali Hasil Belajar Secara umum hasil belajar dikelompokan kedalam tiga ranah yaitu kognitf, afektif dan psikomotor. Setiap ranah akan memberikan gambaran yang spesifik tentang karakteristik dari tiap-tiap siswa. Setiap ranah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga nilai dari tiap ranah tidak dapat digabungkan menjad satu nilai namun tetap terpisah-pisah. Hasil belajar diperoleh dari dari proses penilaiaan terhadap proses dan penilaiaan yang diberikan di akhir pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk melihat perkembangan siswa selama mengikuti proses pembelajaran di kelas. Penilaian dapat dilakukan berbagai cara seperti tes, wawancara, observasi serta pengumpulan portofolio siswa. Hasi belajar ranah kognitif akan berhubungan dengan kemampuan berpikir termasuk di dalamnya kemampuan untuk memahami, menghafal, mengaplikasikan, manganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi. Tujuan ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir dengan penekanan pada kemampuan intelektual yang sederhana, yaitu kemampuan mengingat hingga kemampuan dalam memecahkan masalah yang yang berhubungan dengan penggabungan beberapa ide, gagasan, metode maupun prosedur dalam proses pemecahannya. Menurut Haryati dalam Mungajilah (2013:18) aspek kognitif terdiri dari enam tingkatan yang memiliki aspek belajar yang berbeda-beda. Tingakatan-tingkatan tersebt antara lain: (1) tingkat pengetahuah (knowledge). Pada tingkat ini siswa diharapkan untuk dapat mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima 200 Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri sebelunya; (2) tingkat pemahaman (comberhension). Pada tahap ini siswa diharapkan untuk dapat menjelaskan kembali informasi yang telah diperoleh dengan menggunakan bahasanya sendiri; (3) tingkat penerapan (application). Pada tingkat ini siswa diharapkan untuk dapat menggunakan infomasi yang telah didapat untuk memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari serta menggunakan informasi tersebut ke dalam sebuah situasi yang baru; (4) tingkat analisis (analysis). Pada tingkat ini, siswa diharapkan dapat menunjukan hubungan diantara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tesebut dengan standar, prinsip, atau prosedur yang telah dipelajari; (5) tingkat sintesis (synthesis). Pada tingkat ini siswa diharapkan mampu mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga membentuk sebuah pola baru yang lebih menyeluruh; (6) tingkat evaluasi (evaluation). Pada tingkatan ini siswa diharapkan mampu membuat penilaian dan membuat sebuah keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk ataupun sebuah benda dengan menggunakan kriteria tertentu. Ranah psikomotor menurut Blomm berhubungan dengan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan untuk memanipulasi otot dan kekuatan fisik. Menurut Leighbody (dalam Mungajilah, 2013:20) pada saat melakukan pengukuran hasil belajar pada ranah psikomotor keterampilan yang diukur yaitu kemampuan siswa dalam menggunakan alat dan sikap kerjanya, kemampuan siswa dalam menganalisis suatu pekerjaannya beserta denganurutan pengerjaannya, ketepatan dan keserasiah hasil kerja dengan apa yang diarapkan atau sesuai dengan suruhan yang diberikan, dan kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor dilakukan dengan menggunakan beberapa instrumen antara lain: tes unjuk kerja, lembar tugas serta lembar observasi atau lembar pengamatan. Tidak semua mata pelajaran maupun materi dinilai aspek psikomornya. Hanya mata pelajaran atau materi yang berhubungan dengan kegiatan praktek atau unjuk kerja yang dilakukan penilaian ranah psikomotornya. Ranah afektif bertujuan untuk menyiapkan siswa dalam hal penguasaan dirinya di dalam lingkungan sebuah kelompok. Kelompok disini mencakup banya hal terutama dalah kelompok yang dekat dengan siswa seperti keluarga, sekolah, kelas, lingkungan bermain, serta lingkungan masyarakat yang lebih luas. Siswa disiapkan untuk mempunyai keperibadian yang posisitif seperti tanggung jawab, percaya diri, sopan santun, dan sebagainya. Karakteristik ranah afektif yang penting diantaranya adalah mencakup sikap, minat, konsep diri, nilai serta moral. Bersama dengan aspek pengatahuan dan keterampilan, aspek sikap akan membentuk individu yang lebih positif dalam kehidupannya sebagai seorang individu maupun anggota dalam suatu masyarakat. Hal inilah yang membuat ranah afektif sangat penting untuk menentukan ketercapaian seorang siswa dalam proses belajarnya karena belajar tidak hanya soal pemahaman dan pelaksanaan namun juga bagaimana seseorang punya atitude yang baik dalam peroses memahami maupun menerapkan sebuah ilmu. METODE Rancangan penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Wijaya Kusuma dan Dedi Dwitagama (2012: 8-9) Penelitian Tindakan Kelas adalah rangkaiaan riset dan tidakan dengan tujuan untuk memecahkan permasalah dalam kegiatan belajar mengajar. PTK juga dapat diartikan sebagai sebuah penelitian yang sifatnya reflektif yang dilakukan seorang guru dimmana hasilnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengembangan keahlian mengajar. Desain Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan adalah desain PTK yang dikembangkan oleh McTaggart. Model ini terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting) dan pengamatan (observating), serta refleksi (reflecting). Pada pelaksanaannya konponen tindakan dan pengamatan tidaklah terpisah sehingga dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Siklus I Siklus II Bagan 1. Siklus PTK model Kemmis & McTaggart Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SDN Babatan IV/459 Surabaya yang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Materi yang akan diajarkan adalah tema 7 (Sejarah Peradaban Indonesia), subtema 1 (Kerajaan Islam di Indonesia), pembelajran 1 dan berfokus pada matapelajaran IPA materi konsep gaya magnet. 201 JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016, Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus sesuai kebutuhan dimana tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan observasi, serta refleksi. Setelah kegiatan refleksi pada siklus pertama maka akan dibuat perencanaan baru berdasarkan hasil refleksi. Tujuannya adalah mereduksi hal-hal yang berlangsung kurang baik dan mencari jalan keluar untuk mengatasi permasalahan pada siklus pertama untuk diterapakan pada siklus berikutnya. Pada tahap perencanaan, kegiatan yang dilakukan antara lain adalah (1) menganalisis kurikulum dan menyiapkan perangkat pembelajaran seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa, Lembar Penilaiaan, Silabus, dan lain-lain; (2) menyiapkan instrument penilaiaan berupa lembar observasi, lembar tes, da lembar catatan lapangan; (3) menyiapan alat pendukung pembelajaran seperti edia serta alat pembelajaran; (4) menentukan observer serta menentukan jadwal pengembilan data. Pada tahap pelaksanaan dan observasi, kegiatan yan dilaksanakan adalah (1) melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun denagn menggunakan model pembelajaran inkuiri untuk membelajarkan materi konsep gaya magnet; (2) malakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Kegiatan observasi dilaksankan pada waktu yang sama dengan kegiatan pelaksanaan dan diakhir pembelajaran. Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi lembar observasi yang berupa checklist dan catatan lapangan. Hal-hal yang diamati antara lain adalah pelaksanaan embelajaran dan hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Pada tahap refleksi kegiatan yang dilakukan adalah mengukur tingkat keberhasilan yang diperoleh setelah kegiatan belajar mengajar usai. Kegiatan utama pada tahap ini adalah melakukan evaluasi dari semua data yang telah diperoleh. Data yang dianalisis tidak hanya data yang diperoleh dari siswa, namun peneliti juga harus melakukan evaluasi terhadap kinerja guru dalam kegiatan belajar mengajar. Semua kekurangan kemudian dicarikan jalan keluar untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Siklus akan terus berlanjut hingga ketercapaian yang diinginkan tercapai. Data penelitian yang dikumpulkan adalah data observasi pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajran inkuiri pad materi konsep gaya magnet, data hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran inkuiri pada materi konsep gaya magnet, dan data catatan lapangan yang berisi kendala yang ditemukan serta hal-hal yang perlu diperbaiki selama pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengumpulkan data-data tersebut, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data antara lain: (1) observasi/pengamatan. Observasi digunakan untuk mengamati guru selama proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran inkuiri berlangsung. Aktivitas guru yang diamati adalah keterlaksanaan setiap langkah pembelajaran yang direncankan. Dalam melakukan observasi, digunakan lembar observasi sebagai pedoman untuk melakukan pengamatan; (2) tes digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam hal penguasaan materi konsep gaya magnet dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Lembar Penilaian (LP) digunakan sebagai instrumen lembar tes untuk menilai kemampuan siswa secara individu; (3) Catatan lapangan merupakan hal-hal yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung di luar instrumen penelitian lainnya. Catatan lapangan juga berisi kendala-kendala atapun hal-hal lain yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan pembelajaran di siklus berikutnya Untuk mengumpulkan data yang diinginkan, digunakan bebrapa instrument pengumpulan data antara lain: (1) Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran digunakan untuk memperoleh data mengenai keterlaksanaan langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri yang telah disusun serta untuk mengukur nilai ketercapaiaan yang diperoleh dari pelaksanaan pembelajaran. Keterlaksanaan maksudnya adalah mengukur keterlaksanaan setiap langkah yang telah direncanakan. Sedangkan nilai ketercapaiaan bertujuan untuk mengukur kualitas pembelajaran yang dilaksanakan; (2) Lembar tes. Lembar tes digunakan untuk memperoleh data mengenai hasil belajar siswa ditinjau dari peningkatan belajar siswa. Lembar tes akan digunakan untuk menilai dan mengukur peningkatan penguasaan materi konsep gaya magnet dalam pelaksanaan pembelajaran mengunakan model pembelajaran inkuiri. Lembar Penilaian (LP) digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa secara individual; (3) Lembar cacatan lapangan. Catatan lapangan berisi aspekaspek seperti pembelajaran, suasana kelas, pengelolaan kelas, hubungan interaksi sosial di dalam kelas, serta kendala-kendala yang muncul saat pembelajaran berlangsung. Catatan ini dibuat oleh guru dan peneliti dalam bentuk deskriptif untuk memberikan gambaran tentang proses pembelajaran yang sedang maupun telah berlangsung. Gambaran tersebut berupa hal-hal apa saja yang telah tercapai serta yang harus diperbaiki terhadap proses pembelajaran pada siklus berikutnya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis data kulitatf dan teknik analisis data kuantitatif. Data teknik analisis data kualitatif akan dipaparkan dalam bentuk narasi, grafis, tabel, dan matriks untuk memberikan gambaran informasi mengenai 202 Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri semua hal yang berkaitan dengan variabel yang satu dengan yang lain. Teknik analisis data kuantitatif yang diukur antara lain adalah data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran menggunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: P = Persentase ketuntasan f = Jumlah siswa yang tuntas belajar N = Jumlah seluruh siswa (Winarsuni, 2009: 20) Kriteria ketuntasan klasikal adalah sebgai berikut: 81% - 100% = Amat baik 61% - 80% = Baik 41% - 60% = Cukup 21% - 40% = Kurang 0% - 20% =Sangat kurang (Tampubolon, 2014:259) Indikator keberhasilan penelitian ini adalah: (1) Persentase keterlaksanaan pembelajaran mencapai ≥80% dengan nilai ketercapaian minimal 80. (2) Seorang siswa dikatakan telah tuntas apabila mencapai nilai KKM yang telah ditentukan yaitu 70. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal dikatakan tuntas apabila jumlah siswa yang tuntas mencapai ≥80%. (3) Kendala yang muncul selama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat teratasi dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran terpenuhi. (Tampubolon, 2014: 166) Keterangan: P : Persentase keterlaksanaan pembelajaran f : Banyaknya aktivitas yang muncul N : Jumlah aktivitas keseluruhan. Kriteria keterlaksanaan yang digunakan adalah sebagai berikut: 81% - 100% = Amat baik 61% - 80% = Baik 41% - 60% = Cukup 21% - 40% = Kurang 0% - 20% =Sangat kurang (Tampubolon, 2014:259) Untuk mngukur nilai ketercapaian pembelajaran digunakan rumus: HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil observasi pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dan siklus II dapat dilihat pada diagram dibawah ini. Kriterian nilai ketercapaiaan yang digunakan adalah: A = 90 - 100 : Sangat Baik B = 80 – 89 : Baik C = 70 – 79 : Cukup D = >70 : Kurang Baik (Rusman, 2015: 343) Selain pelaksanaan pembelajaran, tennik analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis data hasi belajar siswa. Data tersebut terdiri dari nilai hasil tes siswa dan data ketuntasan siswa secara klasikal. Untuk memperoleh nilai hasil belajar siswa digunakan rumus sebagai berikut: Dari nilai yang diperoleh siswa maka ditentukan tingkat pencapaiaan pembelajaran dengan menggunkan konveksi nilai sebagai berikut: A = 87 - 100 B = 65 – 86 C = 51 – 64 D = 37 – 50 E = >36 (Rusman, 2015: 9) Diagram 1. Data pelaksanaan pembelajaran Dari data pada diagram diatas keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I adalah sebesar 89,47% dan telah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 80%. Namun dalam pelaksanaannya masih ada beberapa langkah pembelajaran yang belum terlaksana. Pada siklus II peneliti lebih memperhatikan setiap langkah pembelajaran yang telah direncanakan dan melaksanakan semua langkah pembelajaran tersebut. Imbasnya adalah Sedangkan untuk mengukur ketuntasan siswa secara klasikal menggunkan rumus sebagai berikut: 203 JPGSD. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016, terjadi kenaikan keterlaksanaan pembelajaran menjadi 100% pada siklus II. Nilai ktercapaiaan pembelajaran pada siklus I adalah sebesar 64,47. Nilain ini belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu ≥80. Nilai yang rendah ini dipengaruhi oleh tidak terlaksananya 2 kegiatan pembelajaran yang telah disusun dan kurangnya penguasaan kelas oleh guru. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti selaku guru melakukan beberapa perbaikan. Langkah yang diambil adalah lebih memperhatikan setiap langkah yang telah disusun dan berusaha untuk lebih mengenal karakter siswa. Pada siklus II guru melaksanakan semua kegiatan pembelajaran dan penguasaan kelas guru menjadi lebih baik dari pada siklus sebelumnya sehingga mendongkrak nilai ketercapaiaan pembelajran menjadi 92,11. Nilai ini telah mencapai indikator ketercapaiaan yang telah ditentukan. Untuk melihat nilai hasil belajar siswa maka peneliti memberikan tes diakhir pembelajaran. Siswa dikatakan tuntas apabila mendapatkan nilai di atas nilai KKM yang telah ditentukan, yaitu 70. Data hasi belajar siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada diagram dibawah ini. 9 (32.14 %) pebelajaran pada siklus II, persentase ketuntasan siswa secara klasikal meningkat menjadi 89,29%. Selama proses pembelajaran dengan menerapkan model pemebelajaran inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi konsep gaya magnet secara umum berlangsung dengan baik, namun masih ditemukan beberapa kendala-kendala terutama pada siklus I. Berdasarkan catatan lapangan, kendala yang ditemukan pada siklus I diantaranya yaitu hanya 3 siswa yang membawa alat dan bahan yang dipesan oleh guru. Hal ini membuat guru terpaksa membagi 38 siswa kedalam 3 kelompok saat kerja kelompok. Dikarenakan jumlah siswa yang besar pada tiap kelompok, banyak siswa yang kemudian menganggur dan mengganggu teman yang lainnya sehingga kelas menjadi tidak kondusif. Selain kendala tersebut, pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru juga belum maksimal. Selain dikarenakan masih kurangnya penguasaan kelas guru, masih adanya langkah pembelajaran yang terlewat atau tidak terlaksana mepengaruhi tingkat keterlaknsanaan dan nilai ketercapaiaan pembelajaran pada siklus I. Untuk mengatasi kendala yang muncul, pada siklus II peneliti menyediakan semua alat dan bahan yang akan digunakan sehingga siswa dapat dibagi kedalam kelompok yang lebih kecil. Pembagian ini berimbas pada pengkondisian kelas yang lebih mudah oleh guru. Guru juga lebinh endalami dan mencermati setiap langkah pembelajaran yang telah disusun dan secara keseluruhan dilaksanakan dengan baik pada siklus II. Di akhir siklus II keterlaksanaan dan nilai ketercapaiaan pembelajaran dengan menggunkan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran IPA materi konsep gaya magnet mengalami peningkatan. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan meskipun pada masih ada 3 siswa yang belum dinyatakan tuntas. Kendala yang ditemukan pada siklus I juga dapat teratasi dengan baik dan tidak ditemukan lagi kendala yang berarti pada siklus II. Hal ini membuat peneliti memutuskan untuk mengakhiri penelitian pada siklus II karena semua indikator keberhasilan yang ditetapkan telah tercapai. 19 (67.86%) 3 (10.71%) 25 (89.29%) PENUTUP Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: (1) Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunkan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Babatan IV/459 Surabaya pada mata pelajaran IPA materi konsep gaya magnet. Terjadi peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dari 89,47% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Nilai ketercapaiaan pembelajaran juga mengalami peningkatan dari 64,47 Diagram 2. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II Pada siklus I dari 28 siswa 19 siswa (67,86%) dinyatakan tuntas dan 9 lainnya (32,14%) belum tuntas karena mendapat nilai dibawah KKM. Persentase ketuntasan pada siklus I sebesar 67,86% belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 80% siswa tuntas. Setelah dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaan 204 Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri pada siklus I menjadi 92,11 pada siklus II. Hal ini menunjukan terjadi peningkatan pelaksanaan pembelajaran dari siklus I ke siklus II; (2) Hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 67,86% (dari 28 siswa 19 siswa dinyatakan tutas) menjadi 89,29 % (dari 28 siswa 28 siswa dinyatakan tutas) pada siklus II. Dengan begitu penerapan model pembelajaran inkuiri sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA materi konsep gaya magnet; (3) Kendala-kendala yang ditemukan oleh peneliti selama penerapan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran IPA materi konsep gaya magnet dapat terastasi dengan baik. Kendala yamg dialami selama penelitian antara lain: (1) Ketersediaan alat dan bahan praktikum. Pada siklus I siswa diminta untuk menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum. Namun hanya 3 orang siswa yang membawa alat dan bahan yang telah dipesan. Hal ini membuat guru terpaksa membagi kelas kedalam 3 kelompok yang berakibat pada kurang kondusifnya kelas selama pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengatasi ini peneliti menyediakan semua alat dan bahan yang dibutukan sehingga pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dapat berjalan dengan baik; (2) Kurangnya penguasaan kelas oleh peneliti selaku guru serta ada beberapa langkah pembelajaran yang tidak terlaksana pada siklus I yang berimbas pada persentase keterlaksanaan dan nilai ketercapaiaan. Kendala ini dapat diatasi pada siklus II dengan lebih mengenal setiap karakter siswa dan pembagian kelompok belajar menjadi kelompok degan jumlah anggota lebih kecil sehingga proses bimbingan lebih mudah. Guru juga lebih mendalami setiap langkah pembelajaran yang telah disusun untuk mengatasi tidak terlaksananya beberapa langkah pada siklus I. maupun hal-hal lain yang dapat membantu siswa menemukan informasi sebanyak dan seakurat mungkin.selain itu peneliti menghimbau agar hasil penelitian ini dikembangkan lagi dengan melakukan penelitian pada subjek dan materi yang berbeda, serta memperbaiki kekurangan yang ada pada penelitian ini agar memperoleh hasil yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka Anam, khoirul. 2015. PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI: Metode dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan: Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara Djojosoediro, wasih & Lia Yulianti. 2009. Bahan Ajar Cetak: Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Konsorsium Program PJJ S1 PGSD Direktorat Ketenagaan Kusuma, Wijaya dan Dedi Dwitagama. 2012. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Putra, Nusa. 2012. Metode penelitian kualitatif pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada Putra, S. Rizema. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press Rasyid, Harun & Masyur. ___ . Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima Rusman. 2015. PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU: Teori, Praktik dan Penilaiaan. Jakarta: Rajawali Press Suryanti dkk. 2011. Bahan Ajar Cetak: Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Saran Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi konsep gaya magnet, maka peneliti menyampaiakan saran sebgai berikut: (1) Model pembeljaran inkuiri bisa dijadikan salah satu pilihan untuk diterapkan pada pelaksanaan pembelajaran oleh guru. Tidak hanya pada materi konsep gaya magnet ataupun mata pelajaran IPA saja, namun juga dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Karena model pembelajaran ini memaksimalkan peran siswa dalam menemukan fakta maupun konsep yang ingin diajarkan oleh guru; (2) Pada pelaksanaannya guru perlu memperhatikan ketersedian sumber belajar, media Tampubolon, Saur. 2014. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Pendidik dan Keilmuan. Jakarta: Erlangga Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivis. Jakarta: Prestasi Pustaka Winarsuni, Tulus. 2009. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press 205