ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN CAPUT

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR
DENGAN CAPUT SUCCEDANEUM DI BPM
BIDAN CUCU HUDAMI AM.KEB
KABUPATEN CIAMIS
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan
Disusun Oleh :
MELA AMALIA
NIM : 13DB277069
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN CAPUT
SUCCEDANEUM DI BPM CUCU HUDAMI AM.Keb CIAMIS1
Mela Amalia2, Dini Ariani3, Metty Nurherliyany4
INTISARI
Neonatus merupakan bayi yang berusia antara 0 (baru lahir) sampai 1
bulan (atau 28 hari). Bayi baru lahir atau neonatus merupakan individu yang
sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat
melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan
ekstrauterine. Caput Succedaneum adalah benjolan yang membulat disebabkan
kepala tertekan leher rahim yang saat itu belum membuka penuh yang akan
menghilang dalam waktu satu dua hari, Caput Succedaneum menurut WHO
tahun 2012 sebesar 0,05% .
Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh
pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan neonatus dengan
caput succedaneum dengan menggunakan pendekatan proses manajemen
kebidanan menurut Varney. Asuhan kebidanan neonatus dengan caput
succedaneum ini dilakukan selama 5 hari di BPM Bidan Cucu Hudami AM.Keb
Kabupaten Ciamis.
Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini penyusun melakukan
pemberian asuhan kebidanan neonatus dengan caput succedaneum yang di
lakukan di BPM Bidan Cucu Hudami AM.Keb Kabupaten Ciamis sesuai dengan
kewenangan bidan dalam pemberian asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
sesuai dengan standar asuhan pada bayi baru lahir dan didapatkan hasil asuhan
bahwa tidak terdapat kesenjangan antara teori dan keadaan dilapangan.
Kata Kunci
Kepustakaan
Halaman
: Neonatus dengan Caput Succedaneum
: 3 Internet, 2 Jurnal, 19 buku (2006-2013)
: 48 halaman, 9 lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah, 2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis , 3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis, 4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan penelitian World health Organization (WHO), Angka
Kematian Ibu (AKI) ditahun 2011 adalah 81% diakibatkan karena komplikasi
selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Bahkan sebagian besar dari
kematian ibu disebabkan karena pendarahan, infeksi dan preeklamsi. Angka
kematian ibu di Indonesia pada tahun 2012 adalah 359/100.000 kelahiran
hidupdan Angka Kematian Bayi (AKB) 32/1000 kelahiran hidup (BKKBN,
2012).
Angka kematian bayi dinegara-negaraAssociation of Southeast Asian
Nation (ASEAN) seperti singapura 3 per 1000 kelahiran hidup. Malaysia 5,5
per 1000 kelahiran hidup. Thailand 17 per 1000 kelahiran hidup. Vietnam 18
per 1000 kelahiran hidup dan philipina 26 per 1000 kelahiran hidup.
Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia adalah angka tertinggi di
Negara ASEAN. Kematian bayi tersebut terutama di Negara berkembang
sebesar 99% dan 40.000 dari bayi tersebut adalah bayi di Negara Indonesia.
Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tergolong tinggi,
bahkan menepati urutan pertama di ASEAN. Berdasarkan Survey Demografi
dan Kesehatan Indonesia. Angka kematian ibu Indonesia 359 per 100.000
sedangkan angka kematian bayi di Indonesia walaupun masih jauh dari
angka target Mellinium Devalopment Goals (MDGs) yaitu angka kematian
bayi tahun 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup tetapi tercatat
mengalami penurunan yaitu dari sebesar 35 per 1000kelahiran hidup (SDKI
2002) menjadi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2007), dan
terakhir menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012).Millenium
Development Goals (MDGs) merupakan upaya untuk memenuhi hak-hak
dasar
kebutuhan
manusia
melalui
komitmen
bersama
masyarakat
internasional untuk mempercepat pembangunan manusia.
Jawa barat termasuk profinsi yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap tingginya angka kematian ibu dan kematian bayi di Indonesia
Menurut Bina Pelayanan Kesehatan Dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat
AKI pada tahun 2013 sebanyak 312/100.000 kelahiran hidup, dan AKB
1
2
sebanyak 40/100.000 kelainan hidup menurut Kabid Bina Pelayanan
Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr.Niken Budiarti, MM Akdi Jawa Barat
jumlah angka kematian bayi mencapai 40.871/1000 kelahiran hidup (Dinas
Kesehatan Jawa Barat, 2013).
Angka kematian bayi akibat infeksi yang disebabkan oleh Caput
Succedaneum menurut WHO tahun 2012 sebesar 0,05% dari 4 juta bayi
yang meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut) (WHO, 2012).
Sedangkan di Indonesia angka kematian bayi akibat infeksi Caput
succedaneum pada tahun 2012 sebesar 11% dari 35 per 1000 kelahiran
hidup (Istiyantari, 2015). Di Kabupaten Ciamis Angka Kematian Bayi (AKB)
pada tahun 2012 mencapai 220 kasus (Dinkes, 2012). Adapun penyebab
utama kematian neonatal dini terdiri dari (asfiksia, ikterus, berat badan lahir
rendah, caput succedaneum) 62%, diare 17%, kelainan kongenital 6%,
meningitis 5%, pneumoni 4%, tetanus 2%, sepsis 4% (Heni Sumarni, 2012).
Salah satu penyebab komplikasi adalah sepsi pada bayi baru lahir yaitucaput
succedaneum.
Berbagai upaya terus diusahakan dalam rangka menurunkan angka
kematian ibu. Salah satunya adalah mengimplementasikan program safe
motherhood. Safe motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar
seluruh perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama
hamil dan bersalin. Program itu terdiri dari empat pilar yaitu keluarga
berencana, pelayanan antenatal, persalinan yang aman dan pelayanan
obstetri esensial. Dengan adanya upaya safe motherhood ini diharapkan ibu
melakukan perawatan selama kehamilan, persalinan dan perawatan bayi
baru lahir yang benar yang bisa menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian bayi.
Berdasarkan Baishideng, tahun 2013. Caput succedaneum relatif
umum pada saat lahir, tetapi jarang didiagnosis dalam rahim. Kami
melaporkan pertama kasus prenatal dipenjara caput succedaneum setelah
cerclage serviks pada pasien dengan ketuban pecah dini membran. Seorang
wanita 41 tahun itu dirujuk dan dirawat di rumah sakit kami karena pada 19
minggu usia kehamilan. Tetapi agresif, termasuk Amnioinfusi, cerclage
serviks, dan administrasi antibiotik dan tokolisis, dimulai. Pada 24 minggu
dari kehamilan, massa jempol tip-ukuran dan polip-seperti, yang itu
3
tereduksi, itu digambarkan dengan pemeriksaan vagina, vagina tersebut,
dan ultrasonografi transvaginal, yang mengarah ke diagnosis dipenjara caput
succedaneum.
Alloh SubhanahuaTa’ala mengingatkan kepada umatnya dalam AlQur’an surat An Nahl ayat 78 :
Artinya : Dan Alloh mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran,
penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.
Pada Q.S An Nahl ayat 78 diterangkan
bahwa manusia ketika
dilahirkan pertama kali awalnya tidak mengerti apa - apa, dan kondisinya
sangat lemah sehingga membutuhkan orang lain untuk menolongnya seperti
dokter, bidan, perawat, dan orang tua. Pada ayat tersebut juga alloh
menegaskan bahwa sejak manusia lahir telah dibekali tiga kemampuan
dasar, yaitu pendengaran, penglihatan dan hati nurani. Ketiga bekal tersebut
agar manusia dapat mengembangkan sesuai dengan petunjuk alloh SWT
dalam Al-Qur’an sehingga akan dapat menjadimanusia yang sempurna yang
dapat mengembangkan tugas sebagai khalifah di bumi dengan baik.
Sebagai seorang bidan dapat memberikan pelayanannya sesuai dengan
tugas dan kewenangan bidan yang berlaku dengan baik.
Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada
kepala bayi akibat tekanan uterus atau dinding vagina dan juga pada
persalinan dengan kala II lama menyebabkan caput succedaneum karena
terjadi tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama, menyebabkan pembuluh
darah vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga cairan
masuk kedalam cairan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat
yang terendah. Persalinan dengan ekstraksi vakum Pada bayi yang
dilahirkan vakum yang cukup berat, sering terlihat adanya caput vakum
sebagai edema sirkulasi berbatas dengan sebesar alat penyedot vakum
yang digunakan (Sarwono Prawiroharjo, 2006).
4
Caput succedaneum ini ditemukan biasanya presentasi kepala, sesuai
dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi
odema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput
seccedaneum
tidak
memerlukan
pengobatan
khusus
dan
biasanya
menghilang setelah 2-5 hari (Sarwono, 2006).
Kasus caput succedaneumapabila tidak ditangani dengan baik maka
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti anemia, ikterus, Caput
Hemoragik, dan infeksi.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil studi
kasus dalam Laporan Tugas Akhir dengan judul “ Asuhan Kebidanan pada
Bayi Baru Lahir dengan Caput Succedaneumdi BPM Cucu Hudami AM.Keb
Ciamis Tahun 2016 “.
B. Rumusan Masalah
Berdadasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan
masalahnya adalah “Bagaimana asuhan kebidanan secara komprehensif
pada bayi baru lahir dengan caput succadaneumdiBPM Cucu Hudami
AM.Keb ?”
C. Tujuan
1.
Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan caput succedaneumdi BPM BdCucu Hudami AM.Keb dengan
menggunakan
pendekatan
manajemen
varney,
dan
melakukan
pendokumentasian dalam bentuk SOAP.
2.
Tujuan khusus
a.
Mampu melakukan pengkajian data pada bayi baru lahir dengan
caput succadaneumdi BPM Bd Cucu Hudami AM.Keb
b.
Mampu melakukan intrepretasi data pada bayi baru lahir dengan
caput succadaneum di BPM Bd Cucu Hudami AM.Keb
c.
Mampu menentukan diagnosa potensial pada bayi baru lahir
dengam caput succadaneum di BPM Bd Cucu Hudami AM.Keb
d.
Mampu melakukan antisipasi atau tindakan segera pada bayi baru
lahir dengan caput succadaneum di BPM Bd Cucu Hudami AM.Keb
5
e.
Mampu merencanakan asuhan yang menyeluruh pada bayi baru
dengan caput succadaneum di BPM Bd Cucu Hudami AM.Keb
f.
Mampu melaksanakan perencanaan secara efisien pada bayi baru
lahir dengan caput succadaneum di BPM bd Cucu Hudami AM.Keb
g.
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan caput succadaneum di BPM Bd Cucu Hudami AM.Keb
h.
Dapat mengevaluasi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
caput succadaneumdi BPMBd Cucu Hudami AM.Keb.
D. Manfaat
1.
Manfaat Teoritis
Hasil kasus dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi
perkembangan ilmu kebidanan, khususnya dalam memberikan asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir dengan caput succadaneum.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi Penulis Lainnya
Dapat meningkatkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan
kebidanan
pada
succadaneumdan
juga
mengaplikasikan
seluruh
bayi
baru
sebagai
ilmu
lahir
bahan
yang
telah
dengan
caput
masukan
untuk
didapat
selama
perkuliahan dan praktik lapangan mengenai asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir khususnya pada kasus caput succadaneum.
b.
Bagi Klien
Menambah
ilmu
dan
pengetahuan
dalam
melakukan
perawatan bayi dengan caput succedaneum.
c.
Bagi Bidan
Dapat mempertahankan pelayanan kebidanan yang optimal
kepada klien, khususnya pada bayi baru lahir dengancaput
succedaneum.
d.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai studi banding bagi studi kasus
selanjutnya
mengenai
pendokumentasian
kebidanan
secara
komperhensif pada bayi baru lahir dengan caput succedaneum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Teori
1.
Bayi baru lahir
a.
Pengertian Baru Lahir
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia
kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan
berat badan 2500-4000 gram. (Dwi Maryanti, 2011).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan usia
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2.500 gram
samapai 4.000 gram (Depkes RI, 2006).
Bayi baru lahir normal adalah bayi dengan berat lahir antara
2.500 gram sampai 4.000 cukup bulan, lahir langsung menangis,
tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (M. Sholeh
Kosim, 2007).
b.
Ciri-ciri umum bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
1)
Berat badan : 2.500 gram – 4.000 gram
2)
Panjang badan : 48 – 52 cm
3)
Lingkar kepala : 33 – 35 cm
4)
Lingkar dada : 30 – 38 cm
5)
Masa kehamilan : 37 – 42 cm
6)
Denyut jantung: Pada menit pertama cepat, yaitu 80 kali/menit,
kemudian turun menjadi 40 kali/menit.
7)
Kulit : Berwarna kemerahan dan licin karena jaringan subkutan
cukup terbentuk dan diliputi verniks kaseosa.
8)
Kuku : Agak panjang dan lemes.
9)
Genetalia
a) Perempuan : Labia mayor sudah menutupi labia minor
b) Laki – laki : Testis sudah turun dalam skrotum
10) Refleks : Reflek menghisap dan menelan, reflek moro, reflek
menggenggam
sudah
baik,
jika
dikagetkan
bayi
akan
memperlihatkan gerakan seperti memeluk (reflek moro), jika
6
7
diletakan suatu benda ditelapak tangan bayi, bayi akan
menggenggam/grasping refleks).
11) Eliminasi : Eliminasi baik urine dan mekonium keluar dalam 24
jam.
12) Suhu : 36,5 – 370 C
c.
Penanganan bayi baru lahir normal
Penanganan utama untuk bayi baru lahir normal adalah
menjaga bayi agar tetap hangat, membersihkan saluran nafas
(hanya jika perlu), mengeringkan tubuh bayi kecuali telapak tangan,
memantau tanda bahaya, memotong tali pusat, melakukan inisiasi
menyusui dini (IMD), memberikan suntikan vitamin k1, memberi
salep mata antibiotik pada kedua mata, melakukan pemeriksaan
fisik, serta memberi imunisasi Hepatitis B.
1)
Menjaga bayi agar tetap hangat
Langkah awal dalam menjaga bayi agar tetap hangat
adalah dengan menyelimuti bayi sesegera mungkin sesudah
lahir. Lalu, memandikan bayi selama setidaknya 6 jam atau
sampai bayi stabil untuk mencegah hipotermia
2)
Membersihkan saluran nafas
Saluran nafas dibersihkan dengan cara menghisap lendir
yang ada dimulut dan hidung. Namun, hal ini dilakukan jika
diperlukan. Tindakan ini juga dilakukan sekaligus dengan
penilaian APGAR menit pertama. Bayi normal akan menangis
segera setelah lahir. Apabila tidak langsung menangis.
3)
Mengeringkan tubuh bayi
Tubuh bayi dikeringkan dari cairan ketuban dengan
menggunakan kain atau handuk yang kering, bersih, dan halus.
Mengeringkan tubuh bayi juga merupakan tindakan stimulasi.
Untuk bayi yang sehat, hal ini biasanya cukup untuk
merangsang terjadinya pernapasan spontan. Jika bayi tidak
memberikan respon terhadap pengeringan dan rangsangan
serta menujukan tanda – tanda kegawatan, segera lakukan
tindakan untuk membantu pernapasan.
8
Tubuh dikeringkan mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks.
Verniks akan membantu menyamankan dan menghangatkan
bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain kering
untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem. Hindari
mengeringkan tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan
bayi membantu bayi mencari puting susu ibunya yang berbau
sama.
4)
Memotong dan mengikat tali pusat
Ketika memotong dan mengikat tali pusat, teknik aseptik
dan antiseptik harus diperhatikan. Tindakan ini sekaligus
dilakukan untuk menilai skor APGAR menit kelima.
5)
Melakukan Inisiasi menyusui dini (IMD)
Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin,
eklusif selama 6 bulan diteruskan sampai 2 tahun dengan
makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan. Pemberian ASI
pertama kali dilakukan setelah tali pusat bayi dipotong lalu
diikat.
6)
Memberikan identitas diri
Segera setelah IMD, bayi baru lahir difasilitasi kesehatan
segera mendapatkan tanda pengenal berupa gelang yang
dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya
bayi. Gelang pengenal tersebut berisi identitas nama ibu.
Apabila fasilitas memungkinkan, dilakukan juga cap telapak
kaki bayi pada rekam medis kelahiran.
7)
Memberikan suntikan vitamin K1
Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir
belum sempurna semua bayi akan beresiko untuk mengalami
pendarahan. Untuk mencegah terjadinya pendarahan, pada
semua bayi lahir, suntik vitamin K1 dilakukan setelah IMD dan
sebelum pemberian imunisasi hepatitis B
9
8)
Pemberian salep mata antibiotik pada kedua mata
Salep
mata
antibiotik
diberikan
untuk
mencegah
terjadinya infeksi pada mata. Salep ini sebaiknya diberikan 1
jam setelah lahir. Salep mata antibiotik yang biasa digunakan
tetrasikin.
9)
Memberikan imunisasi
Imunisasi Hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1 – 2 jam
setelah pemberian vitamin K1 secara intramuskular. Imunisasi
hepatis B bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B
terhadap bayi, terutama penularan ibu – bayi.
10) Melakukan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan atau pengkajian fisik pada bayi baru lahir
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan yang
perlu
mendapat
tindakan
segera
dan
kelainan
yang
berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan kelahiran.
11) Tanda bahaya
Beberapa tanda bahaya pada bayi baru lahir perlu
diwaspadai serta dideteksi lebih dini untuk segera diberi
penanganan agar tidak mengancam nyawa bayi. Tanda bahaya
baru lahir tersebut antara lain sebagai berikut :
a)
Tidak mau menyuusu dan tidur terus
b)
Kejang
c)
Bergerak hanya dirangsang
d)
Nafas cepat (> 60kali/menit)
e)
Nafas lambat (<30 kali/menit)
f)
Tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat
g)
Merintih
h)
Menangis terus – menerus
i)
Demam (suhu >37,5o C)
j)
Teraba dingin (suhu >36O C)
k)
Terdapat nanah dimata
l)
Pusar kemerahan, bengkak, keluar cairan, berbau busuk,
berdarah
m) Diare
10
n)
Telapak tangan dan kaki tampak kuning
o)
Mekonium tidak keluar setelah 3 hari pertama kelahiran,
atau feses berwarna hijau, berlendir, atau berdarah
p)
d.
Urine tidak keluar dalam 24 jam pertama
ASI dan menyusui
Bayi baru lahir harus diberi ASI sesegera mungkin (dalam
waktu 30 menit) atau dalam 3 jam setelah proses kelahiran, kecuali
ada masalah tertentu yang menyebabkan pemberian ASI harus
ditunda atau tidak dapat dilakukan. Setelah ibu dibimbing dalam
IMD, ibu juga perlu dibimbing dalam memberikan ASI eslusif selama
6 bulan karena makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai usia 6
bulan adalah ASI. ASI diberikan 2 jam sekali.
Refleks yang berhubungan dengan proses menyusui :
1) Reflek mencari puting susu (rooting reflek)
2) Reflek menghisap (scuking reflek)
3) Reflek menelan (swallowing reflek)
e.
Pemulangan bayi lahir normal
Bayi yang lahir difasilitasi kesehatan dapat dipulangkan
minimal 24 jam setelah lahir apabila selama pengawasan tidak
dijumpai kelainan. Bayi yang memenuhi syarat untuk dipulangkan
sebagai berikut :
1) Dapat bernapas tanpa kesulitan.
2) Suhu tubuh stabil antara (36,5O – 37,5o C)
3) Dapat menyusu dengan baik
4) Tidak terdapat ikterus, atau jika mengalami ikterus derajat
ikterusnya menurun.
Pada kunjungan ulang berikutnya, hal yang harus dilakukan
bidan adalah mengkaji keadaan umum bayi, mengkaji pertumbuhan
bayi, memberikan KIE tentang masalah atau kekhawatiran ibu,
memberikan KIE ulang mengenai cara menyusui, merawat bayi
baru lahir, tanda bahaya, dan pemberian imunisasi pada bayi.
Bayi baru lahir juga disebut neonatus adalah bayi yang baru
mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari
kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstrauterin (Ai Yeyeh,2010)
11
Dalam hadist bukhori juga dijelaskan sebagai berikut :
Artinya : “Ketika anakku lahir, aku membawanya kehadapan
nabi shallallahu’alihiwasalam. Beliau memberi nama bayiku, ibrahim
dan membersihkan mulut dengan kurma dan sejenisnya, lalu
mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan
kepadaku (HR.Bukhori 5467 dan muslim 2145).
Dalam hadist bukhori tersebut dijelaskan bahwa setiap bayi
baru
lahir
harus
dibersihkan
mulutnya
karena
bayi
harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstra
uteri.
2.
Caput Succedaneum pada Bayi Baru Lahir
a.
Pengertian Caput Succedaneum
Caput succedaneum adalah kelainan ini akibat sekunder dari
tekanan uterus atau dinding vagina pada kepala bayi sebatas caput.
Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya
menghilang dalam 2 – 4 hari setelah lahir. Tidak diperlukan tindakan
dan tidak ada gejala sisa yang dilaporkan (Prawirohardjo, 2007).
Caput
succedaneum
adalah
benjolan
yang
membulat
disebabkan kepala tertekan leher rahim yang saat itu belum
membuka penuh yang akan menghilang dalam waktu satu dua hari
(Sujiant, 2010).
Caput succedaneum adalah kelainan ini akibat sekunder dari
tekanan uterus atau dinding vagina pada kepala bayi caput.
Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontandan biasanya
menghilang dalam 2 – 4 hari setelah lahir. Tidar diperlukan tindakan
dan tidak ada gejala sisa yang dilaporkan (Sarwono, 2007).
Caput Succedaneum merupakan oedema subcutis akibat
penekanan jalan lahir pada persalinan letak kepala, berbentuk
benjolan yang segera tampak setelah bayi lahir, tak berbatas tegas
dan melewati batas sutura. Kelainan ini biasanya ditemukan pada
12
prsentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan.
Pada bagian tersebut edema sebagai akibat pengeluaran serumdari
pembuluh
darah.
Caput
Succedaneum
tidak
memerlukan
pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2 – 5 hari
(Lia, 2010).
Caput Succedaneum ini ditemukan biasanya pada persentasi
kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada
bagian tersebut terjadi edema sebagai akibat pengeluaran serum
dari pembuluh darah. Caput Succedaneum tidak memerlukan
pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2 – 5 hari
(Sarwono, 2006).
b.
Penyebab Caput Succedaneum
Caput Succedaneum terjadi karena adanya tekanan yang kuat
pada kepala pada saat memasuki jalan lahir sehingga terjadi
bendungan sirkulasi perifer dan limpe yang disertai dengan
pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler. Keadaan ini
bisa terjadi pada partus lama atau persalinan dengan vaccum
ekstrasi (Dewi, 2010).
1)
Faktor predisposisi
Persalinan dengan partus lama, partus dengan tindakan,
sekunder dari tekanan uterus atau dinding vagina
2)
Gejala
a)
Udema dikepala
b)
Terasa lembut dan lunak pada perabaan
c)
Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan
darah
d)
Udema melampaui tulang tengkorak
e)
Batas yang tidak jelas
f)
Permukaan kulit pada benjolan berwarna ungu atau
kemerahan
g)
Benjolan akan menghilang sekitar 2 – 3 minggu tanpa
pengobatan (Vivian Nanny, 2010).
13
c.
Etiologi
Banyak
hal
yang
menjadi
penyebab
terjadinya
caput
succedaneum pada bayi baru lahir, yaitu :
1)
Persalinan lama
Dapat menyebabkan caput succedaneum karena terjadi
tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama, menyebabkan
pembuluh darah vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler
meninggi hingga cairan masuk kedalam cairan longgar dibawah
lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah.
2)
Persalinan dengan ekstraksi vakum
Bayi yang dilahirkan vakum yang cukup berat, sering
terlihat adanya caput vakum sebagai edema sirkulasi berbatas
dengan sebesar alat penyedot vakum yang digunakan.
d.
Patofisiologis
Kelainan timbul karena tekanan yang keras pada kepala
ketika memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi
kapiler dan limpe disertai pengeluaran cairan tubuh kejaringan
exstravasa. Benjolan caput ini berisi cairan serum. Benjolan dapat
terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di daerah
sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi
untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan
lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan
terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat
pada bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai
dua hari.
e.
Komplikasi
1)
Infeksi
Infeksi pada Caput Succedaneum bisa terjadi karena kulit
kepala terluka
2)
Ikterus
Pada bayi yang terkena caput succedaneum dapat
menyebabkan
ikterus
karenakompatibilitas
golongan darah A, B, O antara ibu dan bayi.
faktor
Rhatau
14
3)
Anemia
Anemia bisa terjadi pada bayi yang terkena caput
succedaneum karena pada benjolan terjadi perdarahan yang
hebat atau perdarahan yang banyak.
f.
Penanganan
Untuk
melakukan
penanganan
pada
kasus
caput
Succedaneum sebagai berikut:
1)
Bayi dirawat seperti bayi normal
2)
Awasi keadaan umum bayi
3)
Lingkungan harus dalam keadaan baik, cukup ventilasi, masuk
sinar matahari (agar tidak terjadi hipotermi)
4)
Pemberian ASI yang adekuat, ajarkan ibu cara menetekan
dengan tiduran untuk mengurangi anak jangan sering diangkat,
agar benjolan tidak meluas karena tekanannya meninggi dam
cairan serebrospinalis meningkat keluar.
5)
Stimulus secara pelan untuk merangsang pembuluh limfe
dibawah kulit.
6)
Memberikan konseling kepada orang tua tentang :
a)
Keadaan trauma pada bayi, tidak usah cemas karena
benjolan akan menghilang dalam 2 – 3 hari
7)
g.
b)
Perawatan bayi sehari – hari
c)
Manfaat cara pemberian ASI ( bisa dengan sendok )
Mencegah terjadinya infeksi dengan cara :
a)
Perawatan tali pusat dengan baik
b)
Personal hygine yang baik pada daerah luka
c)
Pemberian ASI yang adekuat
Penatalaksanaan
1)
Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada orangtua bayi.
2)
Menjelaskan kepada orangtua bayi mengenai apa yang
dimaksud dengan caput succedaneum.
3)
Mengubah posisi bayi baru lahir dengan hati – hati pada sisi
yang berlawanan dengan area yang terkena dan konsultasi
dengan tim pediatri.
15
4)
Merawat bayi seperti
pada perawatan bayi normal, awasi
keadaan umum bayi, lingkungan harus dalam keadaan baik
(cukup ventilasi masuk sinar matahari), pemberian ASI yang
adekuat, mencegah terjadinya infeksi, memberikan penyuluhan
kepada
orangtua
tentang
keadaan
trauma
pada
bayi,
perawatan bayi sehari – hari dan manfaat ASI.
5)
Meyakinkan
ibu
bahwa
mengkhawatirkan.Caput
keadaan
Succedaneum
bayi
dapat
tidak
menghilang
spontan dalam dua tiga hari.
6)
Menjelaskan bahwa jika jika kulit kepala terluka, hematoma
dapat mengalami infeksi. Bila hal ini terjadi, berikan antibiotik
dan lakukan drainase.
7)
Menasihati ibu untuk membawa bayinya kembali apabila
tampak kuning.
B. Teori Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metodeuntuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan – penemuan, keterampilan dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang
berfokus pada klien (Varney, 2007).
1. Varney meliputi :
a. Pengkajian data : Pengkajian atau pengumpulan data adalah
mengumpulkan
semua
data
yang
dibutuhkan
untuk
mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah pertama
untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan kondisi
pasien informasi yang akurat dari semua sumber (Ambarwati
dkk, 2008).
b. Interpretasi data : Pada langkah kedua dilakukan identifikasi
terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang
benar atas data – data yang telah dikumpulkan. Data dasar
tersebut kemudian diiterpreasikan sehingga dapat dirumuskan
maslah dan diagnosis yang spesifik. Baik rumusan diagnosis
maupun
rumusan
masalah
keduanya
harus
ditangani,
16
meskipun masalah tidak bisa dikatakan sebagai diagnosis tetap
harus mendapatkan penanganan (Varney, 2007)
c. Diagnosa
Potensial :
Diagnosa
potensial adalah
suatu
pernyataan yang timbul berdasarkan masalah yang sudah
diidentifikasi dan membutuhkan timbul. Pada langkah ini
penting sekali untuk memberikan atau melakukan asuhan yang
aman
pada
bayi
dengan
caput
succedaneum
dengan
kemungkinan terjadi infeksi, ikterus, anemis (Varney, 2007).
d. Antisispasi : Menujukan bahwa bidan dalam melakukan
tindakan
harus
sesuai
dengan
prioritas
masalah
atau
kebutuhan yang dihadapi klien, setelah bidan merumuskan
tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa
masalah potensial yang sebelumnya (Varney, 2007).
e. Perencanaan : Pada langkah ini direncanakan asuhan
kebidanan yang menyeluruh ditentukan langkah sebelumnya.
Langkah
ini
merupakan
kebidananterhadap
diagnosa
kelanjutan
atau
masalah
manajemen
yang
telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data
yang tidak lengkap dilengkapi.
f.
Pelaksanaan : Pelaksanaan adalah melaksanakan rencana
asyhan secara menyeluruh dan efisien pada langkah ini. Pada
langkah ini asuhan kebidanan dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat pada langkah lima (Vernney,
2007).
g. Evalusai : Catatan perkembangan pasien
Dalam
setiap
tindakan
dilakukan
dicantumkan
catatan
perkembangan sehingga tenaga keseshatan mampu menilai
apakah tujuan asuhan tercapai atau tidak (Varnney, 2007).
2. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
Menurut Helen Varney, alur berfikir bidan saat menghadapi
klien meliputi tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang
telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir
sistematis, maka dilakukan pendokumentasian dalam bentuk
17
SOAP, sesuai dengan kepmenkes no 938/MENKES/SK/VIII/2007,
tercantum VI : pencatatan asuhan kebidanan yaitu :
1) Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah Varney
2) Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung asuhan sebagai Varney.
3) Assesment atau analisa data
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi : diagnosa
masalah, antisipasi diagnosa/ maslah potensial, perlunya tindakan
segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan
sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney.
4) Planning atau penatalaksanan
Menggambarkan
pendokumentasian
dari
pencatatan,
tindakan
implementasi (I) dan evaluasi (E) berdasarkan assesment sebagai
langkah 5,6,7 Varney.
18
Gambar 2.1 Bagan Skemalangkah-langkah proses manajemen
Alur pikir bidan
Pencatatan dari asuhan kebidanan
Proses Manajemen kebidanan
Dokumentasikebidanan
7 Langkah Varney
5 langkah
kompetensi bidan
Pengumpulan data dasar
Data
Interprestasi data dasar
SOAP NOTES
Mengidentifikasi masalah
atau diagnosa potensial
Mengidentifikasi dan
menetapkan kebutuhan
yang memerlukan
penanganan segera
Subjektif Objektif
Assessmentatau
diagnosis
Merencanakan asuhan
yang komprehensif atau
menyeluruh
Perencanaan
Melaksanakan
perencanaan dan
pelaksanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Evaluasi
Sumber : Estiwidani., dkk(2008)
Analisa data
Penatalaksanan:
Konsul
Tes diagnostik/Lab
Rujukan
Pendidikan/
Konseling
Followup
19
C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
1. Manajemen Varney
Manajemen kebidanan menggunakan pendekatan 7 langkah
varney.
a.
Langkah I : Pengkajian data
Pengkajian atau pengumpulan data adalah mengumpulkan
semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.
Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan kondisi pasien informasi yang akurat dari semua
sumber (Ambarwati dkk, 2008).
1)
Identitas pasien :
Menurut (Jannah, 2012), identitas meliputi :
a)
Nama bayi : pasien dikaji untuk membedakan pasien yang
satu dengan yang lainnya
b)
Umur bayi : pasien dikaji untuk menentukan perawatan
yang akan dilakukan
c)
Tanggal / jam lahir bayi : untuk mengetahui kapan bayi lahir
disesuaikan dengan hari perkiraan lahir.
d)
Umur orang tua : untuk mengetahui kapan pengalaman
orang tua merawat bayi, kurang dari 16 tahun atau lebih
dari 35 tahun.
e)
Agama : pasien dikaji sebagai pedoman asuhan yang
diberikan sesuai dengan kepercayaan yang dianut
f)
Pendidikan
orang
tua
:
untuk
mengetahui
tingkat
pendidikan yang nantinya penting dalam memberikan
pendidikan kesehatan.
g)
Pekerjaan orang tua : untuk mengetahui keadaan ekonomi
dan sosial serta pola pemenuhan kebutuhan nutrisi dalam
keluarga.
h)
Alamat
:
pasien
dikaji
lingkungan sekitar pasien
2)
Anamnesa
a)
Riwayat kehamilan sekarang
untuk
mengetahui
keadaan
20
Untuk
mengetahui
HPHT,
HPL,
riwayat
ANC
teraturatau tidak, ada keluhan atau tidak, penyuluha apa
yang pernah didapat, imunisasi TT berapa kali (Varney,
2007). Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah
umur kehamilan kurang dari 37 minggu (Nelson, 2010)
b)
Riwayat kesehatan menurut (Nursalam, 2009) meliputi :
(1) Riwayat penyakit saat hamil
Untuk mengetahui keadaan ibu selama hamil
(2) Riwayat penyakit sistematik
Untuk mengetahui keadaan pasien apakah pernah
menderita
penyakit
jantung,
ginjal,
asma,
TBC,
hepatitis, DM, hipertensi dan epilepsi
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis,
HIVI AIDS, penyakit menurun maupun keturunan
kembar.
3)
Pemeriksaan fisik
a)
Pemeriksaan umum
Hasil pengamatan kita
laporkan
dengan kriteria
sebagai berikut :
(1) Keadaan umum
Untuk mengetahuikeadaan umum ibu apakah
baik, sedang, buruk.
(2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran
pasien, kita dapat megkaji tingkat kesadaran mulai
composmentris sampai koma
(3) Suhu
Pemeriksaan ini dilakukan melalui rectal, axila,
dan oral yang digunakan untuk menilaikeseimbangan
suhu tubuh yang dapat digunakan untuk membantu
menentukan diagnosis dini penyakit supaya. Suhu
21
tubuh normal bayi baru lahir sekitar 36,5 – 37,50C
(Sulistyawati, 2009)
(4) Pernafasan
Penelitian frekuensi denyut jantung secara normal
pada bayi baru lahir antara 120 – 140 kali permenit.
b)
Pemeriksaan fisik sistematis
(1) Kepala : Yang perlu dikaji rambut tipis dan halus sutura
tengkorak dan fontanel melebar, trauma jalan lahir,
ubun – ubun besar cekung atau cembung karena
tekanan dari intracranial (Mufdilah, dkk 2008)
(2) Mata : Untuk mengetahui konjungtiva dan seklera
apakah normal tidak, simetris atau tidak
(3) Hidung
:
Hidung
dikaji
dengan
tujuan
untuk
mengetahui keadaan atau bentuk dan fungsi hidung.
Pengkajian hidung mulai dari bagian luar, bagian
dalam pemeriksaan hidung juga dilihat apakah ada
benjolan dan kebersihannya
(4) Telinga : Pada pemeriksaan telinga bagian luar dapat
dimulai dengan pemeriksaan daun telinga dan lubang
telinga
dengan
menentukan
bentuk,
besar
dan
posisinya.
(5) Mulut : pemeriksaan mulut bertujuan untuk menilai ada
tidaknya trismus dan labiokizisyaitu keadaan bibir tidak
simetris
(6) Dada : Untuk mengetahui dada simetris atau tidak
(7) Perut : Apakah kembung atau tidak, apakah ada
benjolan atau tidak.
(8) Tali pusat : untuk mengetahui tali pusat kering atau
basah, ada kemerahan, bengkak atau tidak.
(9) Ekstremitas atas : Untuk mengetahui kelengkapan
ekstremitas atas dan bawah bagian kanan atau kiri
(10) Genetalia : jika laki laki – laki apakah testis sudah
turun di skrotum, jika perempuan labia mayora sudah
menutupi labia minora (Varney, 2007)
22
(11) Anus : Untuk mengetahui ada tidaknya atresia ani
c)
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan reflek terdiri dari :
(1) Refleks
moro
:
rangsangan
mendadak
yang
menyebabkan lengan terangkat keatas dan kebawah
terkejut dan relaksasi dengan cepat
(2) Refleks rooting : bayi menoleh kearah benda yang
menyentuh pipi.
(3) Refleks sucking : Terjadi ketika terdapat reflek
menelan ketika menyentuh bibir
d)
Pemeriksaan antropometri
Pemeriksaan yang dilakukan pada bayi :
(1) Panjang badan : merupakan salah satu ukuran
pertumbuhan seseorang, dengan panjang normal 48 –
52 cm. Panjang badan dapat diukur dengan tongkat
pengukur.
(2) Berat badan : Masa tubuh diukur dengan pengukur
massa atau timbangan, dengan berat badan normal
pada bayi 2500 – 4000 gram
(3) Lingkar kepala : Pengukur dari frontal ke oksipital
melalui pelipis, dengan ukuran normal 33 – 34 cm.
(4) Lila : Untuk mengetahui lingkar lengan atas bayi
normal 11 – 12 cm.
e)
Pola eliminasi bayi dengan asfiksi:
5)
Urine
:Pada umumnya urin keluar pada 24 jam
Pertama setelah lahir.
6)
Mekonium : Pada umumnya keluar 24 jam pertama
setelah kelahiran,pada saat mengecek anus berlubang
atau tidak
4)
Data penunjang
Data penunjang adalah suatu pemeriksaan medis yang
dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh
keterangan – keterangan lebih lengkap.
23
Dari pengkajian kasus yang telah dilakukan, pengkajian
pertama dimulai dari anamnesa dan didapatkan hasil usia ibu yaitu
22 tahun, menurut tinjauan pustaka beberapa faktor ibu yang dapat
menyebabkan terjadinya caput succedaneum yaitu salah satunya
usia
ibu
yang terlalu
muda
(<20) atau terlalu
tua
(>35)
(Purnamaningrum, 2010).
Setelah anamnesa dilakukan pengkajian dengan dengan
pemeriksaan secara langsung, segera setelah bayi lahir langsung
dilakukan penilaian awal dimana kemerahan, hal ini sesuai dengan
teori yang menjelaskan bahwa segera nilai kondisi bayi baru lahir
dengan mempertimbangkan hal-hal diantaranya adalah apakah bayi
menangis kuat atau bernafas tanpa kesulitan, apakah bayi bergerak
dengan aktif atau dalam keadaan lemas, apakah warna kulit bayi
merah muda, pucat atau biru (Sarwono, 2010).
b.
Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis
atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data – data
yang
telah
dikumpulkan.
Data
dasar
tersebut
kemudian
diiterpreasikan sehingga dapat dirumuskan maslah dan diagnosis
yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun rumusan masalah
keduanya harus ditangani, meskipun masalah tidak bisa dikatakan
sebagai diagnosis tetap harus mendapatkan penanganan.
Berdasarkan tanda dan gejala diatas serta hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan maka dapat disesuaikan dengan :
1)
Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan
oleh bidan dalam lingkup praktik kebidanan (Varney, 2007).
Diagnosa
Bayi Ny.X umur jam lahir cukup bulan dengan Caput
Succedaneum
a) Data Subjektif
Menurut Winknjosastro (2006), data subjektif :
(1) Ibu mengatakan bayinya lahir tanggal.... pukul...
(2) Ibu mengatakan bayinya berat badannya cukup
24
(3) Ibu mengatakan saat anaknya lahir menangis lemah
(4) Ibu mengatakan bayinya lahir lebih awal dari tanggal
perkiraan lahir
b) Data Objektif
(1) Berat badan bayi kurang dari 3900 gram.
(2) Panjang badan bayi kurang dari 52 cm.
(3) Lingkar kepala kurang 35 cm.
(4) Lingkar dada kurang dari 35 cm.
(5) Kepala lebih besar, tidak mampu tegak, dan fungsi
syaraf yang belum atau tidak efektif
(6) Kulit tipis, rabut lanugo sedikit, dan lemak berkurang.
(7) Telinga tulang rawan kurang dan daun telinga, sudah
sempurna pertumbuhannya.
(8) Pernafasan tidak teratur kurang 40 – 50
(9) Denyut jantung 100 – 140 kali permenit
(10) Ekstremitas paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi lurus,
tumit mengkilap. Telapak kaki halus.
(11) Reflek moro, rooting, sucking, pada bayi masih lemah
2)
Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal yang dibutuhkan oleh klien dan
belum teridentifikasi dalam diagnosa masalah yang didapatkan
dengan melakukan analisa. Kebutuhan yang diberikan pada
bayi dengan caput succedaneum yaitu dengan menjaga
lingkungan nyaman dan hangat serta memenuhi nutrisi.
Berdasarkan teori menurut Kosim (2006) ciri – ciri dari caput
succedaneum adalah adanya oedema melampaui tulang
sutura, berisi cairan getah bening dan bisa hilang dalam
beberapa jam atau 2 – 4 hari.
c.
Langkah III : Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial adalah suatu pernyataan yang timbul
berdasarkan masalah yang sudah diidentifikasi dan membutuhkan
timbul. Pada langkah ini penting sekali untuk memberikan atau
melakukan
asuhan
yang
aman
pada
bayi
dengan
caput
25
succedaneum dengan kemungkinan terjadi infeksi, ikterus, anemis
(Varney, 2007).
d.
Langkah IV : Antisipasi
Menujukan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus
sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi
klien, setelah bidan merumuskan tindakan yang dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosa masalah potensial yang sebelumnya
(Varney, 2007).
Sesuai dengan teori menurut Ujangsari (2008) yaitu
memberikan nutrisi yang adekuat, daerah benjolan jangan ditekan –
tekan, persona; hygine dan mencegah infeksi dengan mengompres
air hangat, sehingga caput succedaneum akan menghilang.
e.
Langkah V : Perencanaan
Pada langkah ini direncanakan asuhan kebidanan yang
menyeluruh
ditentukan
langkah
sebelumnya.
Langkah
ini
merupakan kelanjutan manajemen kebidananterhadap diagnosa
atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada
langkah ini informasi data yang tidak lengkap dilengkapi.
f.
Langkah VI : Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah melaksanakan rencana asyhan secara
menyeluruh dan efisien pada langkah ini. Pada langkah ini asuhan
kebidanan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat
pada langkah lima (Verney, 2007).
g.
Langkah V : Evaluasi
Catatan perkembangan pasien
Dalam
setiap
tindakan
dilakukan
dicantumkan
catatan
perkembangan sehingga tenaga keseshatan mampu menilai
apakah tujuan asuhan tercapai atau tidak (Varnney, 2007).
Evaluasi diikuti dengan tujuan catatan perkembangan yang
meliputi SOAP, yaitu :
S : Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data
klien melalui anamnesa.
O : Obyektif
26
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil laboratorium dan tes diagnostic lainnya yang dirumuskan
dalam data focus untuk mengandung assessment
A : Assessment
Menggambarkan pendokumentasian hasil dan iterpretasi data
subyektif dan data obyektip dalam suatu identifikasi diagnose atau
masalah potensial,perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
konsultasi,kolaborasi dan rujukan
P : Planing
Menggambarkan
pendokumentasian
dan
perencanaan
pelaksanaan evaluasi berdasarkan assessment.
Atur pikir bidan Pencatatan dari asuhan
Kebidanan
7)
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
Menurut Helen Varney, alur berfikir bidan saat menghadapi klien
meliputi tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah
dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, maka
dilakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP, sesuai dengan
kepmenkes no 938/MENKES/SK/VIII/2007, tercantum VI : pencatatan
asyhan kebidanan yaitu :
a. Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah Varney
b. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung asuhan sebagai Varney.
c. Assesment atau analisa data
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi : diagnosa
masalah, antisipasi diagnosa/ maslah potensial, perlunya tindakan
segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan
sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney.
d. Planning atau penatalaksanan
27
Menggambarkan
pendokumentasian
dari
pencatatan,
tindakan
implementasi (I) dan evaluasi (E) berdasarkan assesment sebagai
langkah 5,6,7 Varney.
D. Landasan Hukum
Bidan dalam melakukan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada
kewenangan dan kemampuan yang diberikan. Dalam memberi asuhan
kebidanan pada bayi dengan caput succedaneum dan pertolongan
kegawatdaruratan memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga (IBI, 2007).
Sedangkan menurut pasal 11 ayat 2 huruf b keputusan Mentri
Kesehatan RI NO. 1464/ MENKES / PER/ X/ 2010 tentang izin dan
penyelenggaraan
praktik
bidan
menyebutkan
bahwa
bidan
dalam
memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk penanganan bayi
baru lahir dengan caput succedaneum(Kepmenkes, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Ai Yeyeh. (2010) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak balita. Jakarta: Trans info
Media.
Ambarwati. (2008) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak balita. Jakarta: Trans info
Media.
Al – Qur’an surat Ali Imran ayat 34.
BKKBN. (2012) Angka Kematian Ibu Melahirkan di Jawa Barat Masih Tinggi
Dewi. (2010) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info Media.
Dinkes Jawa Barat. (2013). Angka Kematian Ibu Melahirkan di Jawa Barat Masih
Tinggi. Tersedia dalam http://www.dinkes.jabarprov.go.id.
Dwi, (2011). Buku Ajar Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: Trans info Media
Hadist Bukhori 5467 dan Muslim 2145
Heni Sunarni. (2012) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans
Info Media.
IBI. (2007) Angka Kematian Ibu Melahirkan di Jawa Barat Masih Tinggi. Tersedia
dalam http://www.dinkes.jabarprov.go.id.
Jannah. (2012) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info
Media.
Kepmenkes. (2010) Angka Kematian Ibu Melahirkan di Jawa Barat Masih Tinggi.
Tersedia dalam http://www.dinkes.jabarprov.go.id.
Khosim. (2007) Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: POGI.
Lia. (2010) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info Media.
M Sholeh. (2007) Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: POGI.
Maryati, Dwi (2011). Buku Ajar Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: Trans info
Media.
Mufdilah. (2008). Buku Ajar neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: Trans info Media
Nursalam. (2009) Proses Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba medika
Nelson. (2010) Buku Ajar neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: Trans info Media
Notoatmodjo. (2006) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Prawirohardjo. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
Rukiyah, Yulianti Lia. (2011) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak balita. Jakarta:
Trans info Media.
Sulystiawati. (2009). Buku Ajar Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: Trans info
Media
Sarwono. (2006) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Sarwono. (2007) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Varney. (2007) Konsep Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Vivian, Nanny. (2010) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans
Info Media.
Wiknjosastro. (2006) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info
Media
Download