BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia serta menjadi masalah kesehatan masyarakat walaupun secara umum angka kesakitan masih berfluktuasi dan kematian diare yang dilaporkan oleh sarana pelayanan dan kader kesehatan mengalami penurunan namun penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (kejadian luar biasa) yang cukup banyak bahkan menimbulkan kematian. Di dunia, diare adalah penyebab kematian paling umum, kematian balita, dan membunuh lebih besar dari 1,5 juta orang per-tahun. Di Indonesia, hasil survey yang dilakukan oleh program diperoleh angka kesakitan diare untuk tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk, angka ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survey yang sama pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk (Sardjana, 2007). Data menunjukkan bahwa seorang bayi (umur kurang 1 tahun) atau anak balita (umur 1-4 tahun) mendapat serangan diare satu - dua kali setahun. Penderita diare pada semua golongan umur di Indonesia berkisar 160 - 300 per 1000 penduduk setiap tahun, dari jumlah penderita diare ini sebanyak 60 - 70% diantaranya adalah bayi dan balita, sebesar 18%, 15% kematian bayi dan 26,4% kematian anak balita disebabkan penyakit diare (Sardjana, 2007). 1 Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak di bawah umur 5 tahun (balita). Di dunia, sebesar 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare, dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang di perkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003. Di Indonesia, angka kematian diare juga telah menurun tajam. Berdasarkan data hasil survey rumah tangga, kematian karena diare di perkirakan menurun 40% pada tahun 1972 hingga 24,9% pada tahun 1980, 16% tahun 1985 hingga 7,4% tahun 1996 dari semua kasus kematian.Walaupun angka kematian kerena diare telah menurun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi di negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan Survei Demografi Kasehatan Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di indonesia adalah: laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-13 bulan (14,8%), dan 24-35 bulan (12,0%) (SKRT, 2007). Dari hasil data yang di peroleh dari P2PL jumlah penderita diare Di Propinsi Banten pada tahun 2004-2008 berjumlah 833.752 orang penderita sedangkan penderita yang meninggal pada tahun 2004 berjumlah 19 orang, tahun 2005 berjumlah 63 orang, tahun 2006 hanya 1 orang, tahun 2007 berjumlah 644 orang dan tahun 2008 berjumlah 74 orang. Pada tahun 2008 Di Ciputat Tangerang 2 jumlah penduduk Ciputat berkisar 16.404 dengan penderita diare sebanyak 459 orang pertahun. Sebagian besar diare muncul pada tahun pertama umur anak, dengan proporsi tertinggi pada kelompok anak umur 6-11 bulan. Penyakit diare yang terjadi sebagian besar merupakan diare akut yang berlangsung antara 3-5 hari dan sebesar 5-15 % kejadian berlangsung 14 hari atau lebih (Sardjana, 2007). Masih tingginya angka-angka kesakitan dan kematian karena diare tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, baik karena infeksi enteral maupun parenteral serta faktor lain yang ikut berperan dalam timbulnya diare yaitu higiene yang kurang baik perorang maupun lingkungan, pola pemberian makanan, keadaan sosial-ekonomi dan sosial budaya maupun pendidikan dan perilaku masyarakat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penyakit diare serta keadaan gizi /nutrisi yang belum memadai pada saat diare (Astuti, 2004). Pada saat balita mengalami diare, keadaan gizi akan berubah karena menurunkan nafsu makan dan anorexia, keadaan ini akan menimbulkan gizi yang berkurang, keadaan gizi yang kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi antara lain: jumlah zat gizi yang dikonsumsi pada saat sakit kurang, mutunya rendah atau keduanya. Selain itu zat gizi yang di konsumsi juga mungkin gagal untuk diserap oleh tubuh. Keadaan yang pertama dapat disebabkan oleh faktor sosial ekonomi seperti kebiasaan makan, kepercayaan dan kemiskinan 3 atau daya beli yang rendah sedang keadaan keduanya disebabkan adanya gangguan fungsi alat pencernaan (Ngastiyah, 2005). Pengaruh serangan diare pada taraf gizi terjadi pada semua umur, pada anak-anak penurunan taraf gizi ini selain karena kehilangan cairan tubuh, juga dapat disebabkan karena kebiasaan orang tua menghentikan makanan sewaktu sakit diare atau karena tidak adanya nafsu makan sewaktu sakit, tidak sanggup memasukkan makanannya sendiri serta anak tidak mau makan karena anoreksia saat diare. Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena makanan sering dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik (Yayan, 2008). Anak yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi berkurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, anak juga menderita muntah-muntah atau diare lama. Keadaan ini menyebabkan makin turunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak lekas tercapai, bahkan dapat menimbulkan komplikasi. Anak yang sering menderita diare atau menderita diare kronis, seperti pasien malabsorsi akhirnya dapat menderita MEP (Malnutrition Energy Protein) jika tidak mendapatkan penanganan yang baik. Untuk mencegah kurangnya masukan nutrisi dan membantu menaikkan daya tahan tubuh, anak yang diare harus segara diberi makanan setelah dehidrasi teratasi dan makan harus mengandung cukup kalori, 4 protein, mineral, dan vitamin tetapi tidak menimbulkan diare kembali (Ngastiyah, 2005). Kebiasaan penderita diare di puasakan tampaknya berakibat lebih buruk terhadap penderita. Untuk mengendalikan kehilangan energi dan protein akibat puasa itu akan memerlukan waktu berhari-hari oleh karena itu, pemberian makanan pada penderita diare harus tetap dilakukan. Jika anak masih menyusu maka selam anak menderita diare anak harus tetap disusui. Penelitian terhadap diare, penderita diare menunjukkan bahwa 80% zat makanan masih dapat diserap oleh dinding usus. Karena itu, pemberian makanan harus tetap dilakukan sungguhpun ini berarti memperbanyak tinja anak. Selain dapat mempertahankan tingkat gizi anak juga anak dapat cepat sembuh lebih cepat (Moehji, 1999). B. Rumusan Masalah Penyebab diare telah dikemukakan lebih dahulu baik secara enteral maupun parenteral serta faktor lain ikut berperan dalam timbulnya diare. Hal-hal tersebut antara lain pola higiene yang kurang, baik perorangan maupun lingkungan, sosial ekonomi, sosial budaya dan pola pemberian makanan. Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan selain hilangnya cairan tubuh juga karena menurunnya nafsu makan serta kebiasaan menghentikan pemberian makanan karena makanan sering dihentikan oleh orang tua sehingga asupan gizi (asupan makanan) berkurang. Sehubungan dengan itu dalam 5 penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran asupan gizi pada balita yang mengalami diare akut. C. Pertanyaan Peneliti 1. Bagaimana gambaran asupan gizi pada balita yang mengalami diare akut D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran asupan gizi pada balita yang mengalami diare akut di puskesmas Ciputat. E. Manfaat penelitian 1. Bagi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Ciputat Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi pelayanan kesehatan puskesmas Ciputat mengenai asupan gizi pada balita saat mengalami diare akut serta sebagai acuan untuk evaluasi program khususnya yang berkaitan dengan gizi. 2. Bagi Institusi pendidikan program studi ilmu keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan keperawatan komunitas dalam mengembangkan program pembelajaran keperawatan komunitas. 6 Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan tambahan untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. 3. Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran atau informasi untuk menambah wawasan dan pengembangan penelitian selanjutnya tentang asupan gizi pada balita diare akut. F. Ruang Lingkup Penelitian Penyakit diare merupakan penyakit infeksi yang banyak menyerang golongan umur anak-anak terutama balita. Dimana hal ini dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan balita dan kualitas hidup anak. Hadirnya penyakit diare dalam tubuh anak akan membawa pengaruh terhadap keadaan gizi anak sebagai akibat reaksi pertama akibat diare adalah menurunya nafsu makan anak sehingga menolak makanan yang diberikan. Penolakan terhadap makanan berarti berkurangnya pemasukan zat gizi ke dalam tubuh anak. Keadaan akan berangsur memburuk jika diare disertai dengan muntah yang mengakibatkan hilangnya zat gizi. Keadaan yang buruk itu sering diperburuk oleh adanya pembatasan makanan yang tidak jarang dilakukan oleh para orang tua. Kehilangan nafsu makan dan adanya muntah saat balita mengalami diare akan sangat cepat mengubah keadaan atau taraf gizi anak ke arah kurang bahkan dapat menjadi buruk. 7 Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Gambaran Asupan Gizi pada Balita Yang Mengalami Diare Akut di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan.Puskesmas Ciputat merupakan salah satu Puskesmas di Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ciputat tahun 2010. Populasi penelitian ini adalah anak dibawah lima tahun (Balita) dengan diare akut. Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tehnik pengambilan sampel aksidental/ Accidental sampling. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep diare 1. Pengertian Diare Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, apat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Diare adalah kondisi dimana terjadi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gr per hari) dan konsistensi feses cair (Sardjana, 2007). Diare Akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa cairan saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung selama 14 hari (Ngastiyah, 2005). Diare akut adalah diare yang berlangsung antara beberapa jam sampai kurang dari 14 hari. Diare ini dapat mengakibatkan dehidrasi, kehilangan berat badan pada bayi jika menyusui tidak dilanjutkan (Endah, 2005). 9 2. Faktor Penyebab diare: a. Infeksi. Infeksi virus atau infeksi bakteri pada saluran pencernaan merupakan penyebab diare pada anak. b. Malabsorpsi. Gangguan absorpsi biasanya terhadap zat-zat gizi yaitu karbohidrat (umumnya laktosa), lemak dan protein. c. Makanan. Makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan tertentu. d. Kebersihan lingkungan e. Sanitasi 3. Klasifikasi diare Berdasarkan Gejala, Jenis diare dibedakan dalam 3 jenis yaitu diare akut, diare kronik (presisten) dan disentri. a. Diare akut Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa cairan saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 x atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. b. Diare kronik (presisten) Diare kronik (presisten) adalah diare akut yang berlanjut sampai 14 hari atau lebih. Batasan 14 hari tersebut semata-mata suatu kesepakatan karena banyaknya usul untuk menentukan batasan waktu diare kronik. c. Disentri Disentri merupakan diare yang di sertai darah dengan ataupun tanpa lendir 10 Sedangkan menurut Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) klasifikasi diare di bedakan sebagai berikut, Untuk dehidrasi: a. Dehidrasi Berat, terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut: Letargi atau tidak sadar. mata cekung, tidak bisa minum, cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat b. Dehidrasi Ringan/sedang, terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: Gelisah, rewel/mudah marah, mata cekung, haus, minum dengan lahap, cubitan di kulit perut kembalinya lambat c. Tanpa Dehidrasi, tidak cukup tanda-tanda untuk di klasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang. d. Jika Diare 14 hari atau lebih 1) Tanda Ada dehidrasi, (diare presisten berat) 2) Tanda tanpa dehidrasi, (diare presisten) e. Dan jika ada Darah dalam tinja 1) Disentri (Manajemen terpadu balita sakit Depkes RI, 2005) 4. Bahaya diare Dua bahaya diare dalah kematian dan kurang gizi. Kematian karena diare akut sering disebabkan oleh kehilangan air dan garam dari tubuh, kehilangan ini disebut dehidrasi. Diare lebih berat pada anak yang kurang gizi diare dapat pula menimbulkan kurang gizi dan menjadi berat karena pada diare: 11 a. Pada diare makanan hilang dari tubuh b. Zat makanan digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan bukan untuk pertumbuhan c. Balita yang menderita diare mungkin tidak lapar dan ibu balita mungkin tidak memberi makan dengan baik selama diare/ bahkan sampai beberapa hari setelah diare membaik. Untuk mencegah kurang gizi, makanan harus diberikan pada anak diare begitu mereka (balita) mau makan. Pada diare akut perubahan-perubahan yang terjadi adalah: kehilangan cairan, perubahan keseimbangan asam basa, hipoglikemi, gangguan gizi dan gangguan sirkulasi. Dari segi nutrisi, diare akut berakibat buruk terhadap keadaan gizi; melalui 4 mekanisme, yakni: a. Pemasukan makanan berkurang oleh karena anoreksia, kebiasaan mengurangi/meniadakan pemberian makanan b. Absorpsi makanan berkurang oleh karena kerusakan mukosa usus, vili menjadi pendek dan atrofi dan enzim laktasedan disakarida lainnya berkurang c. Metabolisme dan endokrin fungsinya terganggu pada keadaan infeksi sistemik d. Kehilangan langsung cairan dan elektrolit, serta kehilangan nitrogen melalui tinja dan keluarnya plasma protein dan darah karena kekurangan jaringan usus (IKG.Suandi, 1999). 12 5. Diare menyebabkan dehidrasi Tubuh mengambil air dan garam yang di perlukan dari makanan dan minuman (input). Pengeluaran air dan garam melalui bab, bak, dan keringat (output). Bila pencernaan sehat, air dan garam dari usus akan masuk keperedaran darah. bila diare, usus tidak bisa bekerja secara normal. Air dan garam sedikit yang masuk kedarah dan lebih banyak yang keluar melalui usus oleh karena itu dalam tinja akan lebih banyak terkandung air dan garam. Hilangnya air dan garam dalam jumlah besar menyebabkan timbulnya dehidrasi. Dehidrasi terjadi bila output air dan garam lebih banyak dibanding inputnya. Semakin banyak tinja yang dikeluarkan berarti semakin banyak balita tersebut kehilangan cairan. Diare dapat disebabkan oleh muntah banyak yang sering menyertai diare (Muhadjin, 2002). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat badan. Derajat dehidrasi menurut kehilangan berat badan, diklasifikasikan menjadi empat, dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 2.1 derajat dehidrasi berdasarkankehilangan berat badan Derajat dehidrasi Tidak dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi sedand Dehidrasi berat Penurunan berat badan (%) <2½ 2½-5 5 -10 10 13 Tabel 2.2 Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis Penilaian Keadaan umum Mata Air mata Mulut, lidah Rasa haus A Baik, sadar Periksa: Turgor kulit Hasil pemeriksaan Terapi B Gelisah , Rewel C Lesu, tidak sadar Normal Cekung Sangat cekung Ada Tidak ada Tidak ada Basah Kering Sangat kering Minum seperti biasa Haus, ingin minum Malas minum, banyak tidak bias minum Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ Dehidrasi berat sedang. Bila ada 1 tanda Bila ada 1 tanda di tambah 1/ ditambah 1/ lebih lebih tanda lain tanda lain Rencana pengobatan Rencana pengobatan Rencana A B pengobatan C 6. Pencegahan dehidrasi a. Dehidrasi dapat dicegah dengan cara menambah cairan yang diminum segera setelah diare mukai cairan rumah tangga yang di anjurkan adalah air teh, air tajin, air sup dan air matang. Tindakan yanga paling penting adalah memberikan cairan lebih banyak dari biasanya. b. Rehidrasi, Bila penderita dehidrasi, penderita harus segera mendapatkan terapi dengan memberikan larutan oralit. Penderita dengan dehidrasi berat pada awalnya membutuhkan rehidrasi dengan cairan intravena, tetapi larutan oralit tetap harus digunakan sebagai tambahan cairan intravena setelah dehidrasi hilang oralit oralit tetap digunakan. 14 c. Makanan, pemberian makanan selama balita diare akan memberikan nutrisi yang diperlukan anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah kehilangan berat badan. Bagi anak yang masih mendapatkan ASI harus tetap diberi bahkan harus lebih sering anak yang berumur 6 bulan atau lebih (bayi yang sudah mendapatkan makanan padat) harus sering diberi makanan yanga bergizi dan mudah dicerna dalam jumlah kecil. 7. Penatalaksanaan diare a. Diare dengan dehidrasi berat: Berikan oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum, segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas dengan fasilitas perawatan. b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang: Berikan oralit, ASI diteruskan, teruskan pemberian makanan yang lunak mudah dicerna dan tidak merangsang, bila tidak ada perubahan segera bawa ke puskesmas. c. Diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan): Untuk mencegah dehidrasi beri anak minum lebih banyak dari biasanya, ASI diteruskan makanan diberikan seperti biasanya, bila keadaan anak bertambah berat segera dibawa ke puskesmas terdekat (MTBS Depkes RI, 2005). 15 8. Pencegahan Diare a. Pemberian ASI ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI bersifat steril, bebeda dengan sumber susu yang lain seperti susu formula atau cairan lain yang yag disiapkan dengan air atau bahanbahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarikan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang kanmenyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh (memberikan ASI Ekslusif). Bayi-bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 x lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab 16 diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan, mempunyai resiko mendapat diare 30 x lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk. b. Makanan pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat meningkatkannya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan lematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu: 1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin. 2) Tambahkan minyak, lemak dan gul ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, 17 telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. 3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih. 4) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum di berikan kepada anak. c. Menggunakan air bersih yang cukup Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral kuman-kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyedian air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil di banding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan dirumah. d. Mencuci tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum 18 menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. e. Menggunakan jamban Pengalaman di bebrapa Negara membuktikan bahwa upaya pengggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko tehadap diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban. f. Membuang tinja bayi yang benar Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orng tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. g. Pemberian imunisasi campak Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan. B. Konsep Gizi 1. Pengertian gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organorgan, serta menghasilkan energi. Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia 19 yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. (Sunita, 2005) Zat makanan menurut ilmu gizi adalah bahan-bahan dasar yang menyusun bahan makanan. Fungsi zat makanan secara umum adalah sebagai sumber energi/tenaga, menyokong pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh, mengatur metabolisme dan berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit bila tubuh tidak cukup kuat mendapat zat-zat gizi maka fungsi-fungsi itu akan mengalami gangguan dan hambatan. 2. Kebutuhan asupan gizi (asupan makanan/nutrisi) balita diare Pada saat balita mengalami diare, keadaan gizi akan berubah karena menurunkan nafsu makan dan anoreksia, keadaan ini akan menimbulkan gizi yang berkurang, keadaan gizi yang kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan serta karena daya tahan tubuh balita yang menurun. Kebutuhan zat gizi pada saat balita mengalami diare berbeda dengan balita yang sehat, untuk mengembalikan daya tahan tubuh yang menurun selama diare jumlah kalori perlu ditambahkan menjadi 30% dan protein juga dinaikkan, protein yang di perlukan anak balita pada umumnya adalah 2.5 g/kg BB/hari sedangkan pada saat diare perlu ditambahkan menjadi 3-4 g/kg BB/hari di samping anak juga di berikan minum yang banyak. 20 Selama serangan diare tubuh dapat kehilangan rata-rata 3 gm/kg Berat badan/ hari, oleh karena itu selama serangan diare seorang anak antara umur 1-4 tahun di anjurkan di berikan makan 1 ½ kali lebih banyak dari pada makanan sebelumnya jumlah yang biasa atau beri anak ekstra makanan sampai ia mencapai berat badan sebelum sakit (Ngastiyah, 2005). Asupan nutrisi (makanan) yang tidak adekuat dapat menyebabkan menurunnya berat badan atau gangguan pertumbuhan dan juga menyebabkan pengurangan persediaan nutrien dalam tubuh. Keadaan ini berasosiasi dengan menurunnya imunitas dan mungkin dengan defisiensi energi, protein dan vitamin A. Secara progresif dapat terjadi kerusakan mukosa, menurunnya resistensi terhadap kolonisasi dan invasi kuman patogen. Menurunnya imunitas dan dan kerusakan mukosa memegang peranan utama dalam mekanisme pertahanan tubuh Insiden, severitas dan durasi penyakit mempunyai kaitan erat dengan kedua faktor tersebut. Penyakit yang terjadi menyebabkan kehilangan nutrien sebagai akibat respon metabolik dan kehilangan melalui saluran cerna. Pada saat yang sama terjadi penurunan nafsu makan yang pada gilirannya menyebabkan asupan nutrien makin menurun (Tomkins dan Watson dalam Aminudin, 2001). 21 Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1 Asupan Nutrien Tidak Adekuat Nafsu makan menurun Kehilangan Nutrien Malabsorpsi Gangguan Berat badan Menurun Gangguan Pertumbuhan Imunitas Menurun Kerusakan Menurun Sakit: Insiden Severitas Durasi Gambar 2.1 Skematis insiden, severitas dan durasi diare (Tomkins dan Watson dalam Aminuddin, 2001) Pengaturan makanan yang sehat untuk balita tidak sama dengan orang dewasa, kebutuhan sehari-hari balita akan energi (kalori) dan zat gizi lainnya sangat tinggi terutama sewaktu balita mulai berjalan. Dimasa ini balita menjadi lebih aktif dan tumbuh dengan pesat namun karena perut mereka lebih kecil, balita tidak dapat makan dalam jumlah besar dalam sekali makan. Porsi makan untuk balita biasanya 1/3-1/2 porsi orang dewasa karena balita juga butuh makanan selingan yang bergizi tinggi yang mudah di cerna dan bergizi tinggi. 22 Secara harfiah, balita/anak dibawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Mereka butuh lebih banyak bahan makanan sumber energi seperti karbohidrat, protein, lemak serta vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap hari. Atur agar semua sumber gizi tersebut ada dalam menu sehari. C. Metode pengukuran konsumsi makanan a. Metode Food Recall Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden, ibu, atau pengasuh disuruh menceritakan semua yang diminum dan dimakan selam 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur dimalam harinya, atau dapat juga dari waktu saat dilakukan wawancara mundur kebelakang sampai 24 jam penuh. Wawancara dilakukan oleh petugas dengan menggunakan kuesioner. Kelebihan metode recall 24 jam: 1) Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden 2) Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara 3) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden 4) Dapat digunakan oleh responden yang buta huruf 23 5) Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari Kekurangan dari meode ini yaitu, ketepatan tergantung pada daya ingat responden, tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun dan orang tua diatas umur 70 tahun, membutuhkan tenaga yang terlatih dan terampil dalam menggunakan URT, Kurang menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila dilakukan recall satu hari saja. Kekurangan metode recall 24 jam: 1) Metode ini tidak dapat di gunakan pada lansia di karenakn dalam metode ini daya ingat yang di jadikan alat ukur untuk mengingat makan apa saja yang telah di berikan selama 24 jam atu sehari. 2) Metode recall 24 jam bersifat kualitatif maka untuk mendapatkan hasil yang bersifat kuantiatif harus dilakukan 2x24 jam atau 2 hari dan tidak boleh dilakukan 2 hari berturut-turut melainkan di beri jeda atau selang 1 hari. D. Perawat Komunitas a. Pengertian Keperawatan Komunitas Menurut WHO (1959, dalam Mahyudin, 2009), keperawatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan 24 lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin, 1987 dalam Mahyudin 2009). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal. b. Tatanan Pelayanan Keperawatan Komunitas Perawatan di mempertahankan komunitas kesehatan, difokuskan pendidikan untuk dan meningkatkan dan managemen serta 25 mengkoordinasikan dan melanjutkan perawatan retoratif di dalam lingkungan komunitas klien. Perawatan komunitas mengkaji kebutuhan kesehatan individu, keluarga, dan komunitas serta membantu klien berupaya melawan penyakit dan masalah kesehatan. Perawatan komunitas juga mengacu pada kesehatan komunitas dan interaksi antar individu dalam komunitas tersebut. Komunitas dapat berupa suatu lokasi khusus misalnya area perkotaan atau area pelosok atau sekelompok tertentu (Pery&Potter, 2005 dalam Wahit dkk, 2006). Perawat komunitas memiliki memiliki tempat kerja yang bervariasi, meliputi wilayah komunitas, pusat-pusat kesehatan okupasi, sekolah, lembaga pelayanan kesehatan rumah, klinik kesehatan, dan tempat praktik swasta (Pery & Potter, 2005 dalam Wahit dkk, 2006). E. Kerangka teori Konsumsi makanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang, kualitas makanan menunjukkan tersedianya bahan makanan yang mengandug semua jenis zat gizi yang diperluksn tubuh dalam hidangan. Sedangkan kuantitas makanan menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh (Soediaoetomo dalam Siti, 2008). 26 Pendidikan Kesehatan Pengetahuan zat gizi Daya beli keluarga (pendapatan) Konsumsi makanan (asupan gizi) Keadaan gizi Kebiasaan makanan Gambar 2.2 Kerangka teori Sumber : ( Persagi (1999) (Daly et all (1979) dalam Siti, 2008) 27 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Dalam penelitian ini, variabel yang akan di teliti adalah variabel dependen yang akan di teliti adalah Asupan gizi pada balita yang mengalami diare akut. Variabel Dependen ASUPAN GIZI BALITA DIARE Gambar 2.3 Kerangka konsep B. Definisi Operasional Tabel 2.3. Definisi operasional, alat ukur, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur Variabel Asupan gizi (Konsumsi makanan) Definisi operasional Jumlah makanan yang di konsumsi balita yang mengalami diare akut di kumpulkan dengan menggunakan metode recall “2x24 jam” yang di konversi ke dalam Kkal dan gr. Cara ukur Lembar food recall Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Rasio Food recall 1. Baik Jika: a. 0-6 bulan: 550 Kkal b. 7-11 bulan: 650 Kkal c. 1-3 tahun 1000 Kkal d. 4-6 tahun 1550 Kkal 28 Variabel Definisi operasional Asupan gizi terdiri dari zat (Konsumsi makro yaitu makanan) protein, karbohidrat, lemak dan zat mikro terdiri dari vitamin Cara ukur Alat ukur Lembar food recall Food recall Hasil ukur Skala ukur Rasio 2. Kurang Jika: a. 0-6 bulan : < 550 Kkal b. 7-11 bulan : <650 Kkal c. 1-3 tahun : <1000 Kkal d. 4-6 tahun : <1550 Kkal Sumber: Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004. 29 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat deskriptif atau menggambarkan variabel yang akan diteliti yaitu asupan gizi (konsumsi makanan) pada balita yang megalami diare akut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan tehnik sampling Non probability sampling (Accidental sampling). B. Populasi, Sampel dan Kriteria Sampel Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimilki subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak balita yang sedang mengalami diare akut di puskesmas ciputat. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Kriteria sampel penelitian ini adalah keluarga dengan anak balita yang mengalami diare di Puskesmas ciputat. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Ibu dengan balita diare akut yang berkunjung di puskesmas Ciputat b. Bisa baca tulis c. Bersedia dijadikan responden 30 T Tehnik peng gambilan saampel dalam m penelitiann ini mengggunakan teeknik Acciddental saampling yaiitu samplingg yang terjjadi secara aksidental, siapa saja yang kebeetulan bertemu akan n terpilih menjadi samplee. Besar sam mpel yang digunakan dallam penelitiaan ini addalah sesuaai dengan ketentuan rum mus besar sampel yanng sesuai deengan rancaangan penelitian yaiitu rumus sam mpel uji estiimasi proporrsi. K Keterangan: N = Jumlah sampel s yangg dibutuhkann N = Besar poopulasi = 1,96 (D Derajat kemaaknaan 95% % CI/Confideence Intervaal dengann (α) sebesar 5% %) P = Jumlah penderita p (baalita) diare di d puskesmass Ciputat tahhun 2009 d = Derajat Presisi P yangg di inginkann baliita D Dengan cadaangan 10% untuk u menghhindari dropp out respondden sehinggga jumlah saampel yang dibutuhk kan adalah sebanyak s 69+ +6,9 =75,9 dibulatkan d m menjadi 76 orrang. 31 C. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Banten dan Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai dengan April Tahun 2010. D. Instrumen penelitian Instrumen pada penelitian ini adalah Form Food Recall untuk mengetahui kecukupan asupan gizi (konsumsi makanan/asupan makanan) dalam sehari (kecukupan energi, protein, karbohidrat dan zat-zat gizi lainnya seperti Vitamin A, B12, C). Food recall dipergunakan pada level individu, prosedur untuk melihat rata-rata asupan makanan tiap individu selama 24 atau 48 jam dengan interview. Kuantitas makanan biasanya dilihat dari pengukuran atau penggunaan ukuran rumah tangga. Prinsip dari metode food recall adalah dengan mencatat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Perlu diketahui bahwa data yang diperoleh pada recall cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh sebab itu untuk mendapatkan data pengukuran kuantitatif, pengukuran dilakukan selama 48 jam tetapi tidak berturut-turut, yaitu dengan memberikan jeda atau selang hari, yaitu 1 hari setelah dilakukan pengukuran serta jumlah konsumsi makanan individu diukur dengan menggunakan URT (Sendok, gelas, piring, dll) atau ukuran lainnya yang di perlukan atau di pergunakan sehari-hari (Supariasa, 2002). 32 Tabel 3.2 Form Food Recall Waktu Nama makanan Jumlah yang makan yang dikonsumsi dimakan Bahan Pagi Siang Sore E. Metoda Pengumpulan Data 1. Data Primer Data yang di peroleh berdasarkan jawaban responden yaitu: a. Data mengenai ibu dan balita (umur, jenis kelamin, berat badan, alamat) b. Data mengenai jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi balita recall 2 x 24 jam dilakukan melalui wawancara langsung kepada responden (ibu balita) dengan menanyakan seluruh makanan yang dimakan oleh anak balita hari 33 kemarin selama 2 x 24 jam dari mulai bangun tidur pagi hari sampai menjelang tidur malam hari. 2. Data Sekunder Data yang diperoleh mengenai gambaran umum lokasi penelitian (puskesmas Ciputat kota Tangerang Selatan tahun 2010) Data primer di peroleh dari metode food recall untuk mengetahui konsumsi makanan dan data sekunder diperoleh dari pihak puskesmas Ciputat melalui bagian tata usaha. F. Pengolahan Data Dalam proses pengolahan data peneliti mengunakan langkah-langkah pengolahan data diantaranya: Seluruh data yang terkumpul akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Mengkode data (data coding) Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut. 2. Menyunting data (data editing) Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini. 3. Memasukkan data (data entry) Memasukkan data dalam program software komputer berdasarkan klasifikasi. 4. Membersihkan data (data cleaning) 34 Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis. G. Etika Penelitian Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden, melindungi dan menghormati hak responden dengan mengajukan surat pernyataan persetujuan (informed consent). Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan menjelaskan kepada responden bahwa penelitian tidak membahayakan bagi responden. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas responden, dimana data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila penelitian telah selesai maka data tersebut akan dimusnahkan. H. Analisa Data Analisa data menggunakan analisa univariat atau data secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi. Analisa ini dilakukan dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi kecukupan zat mikro (vitamin) dan zat makro (protein, karbohidrat, lemak, energi) dari hasil penelitian akan ditampilkan dalam bentuk distribusi, frekuensi dan prosentase namun tidak di lakukan uji statistik atau analisa bivariat. 35 BAB V HASIL PENELITIAN Hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisa univariat yang menggambarkan distribusi frekuensi dari responden. A. Gambaran Tempat Penelitian 1. Gambaran Umum Sejarah berdirinnya puskesmas ciputat berawal dari balai pengobatan yang dipimpin oleh H. Kamsari Kadri tamatan Sekolah Perawat RSUP Jakarta tahun 1935. Pada tahun 1950-1955, balai pengobatan ini semakin berkembang, pasien yang berobat bukan saja warga masyarakat kecamatan ciputat, akan tetapi dari serpong, pondok aren, pondok betung bahkan dari pondok pinang sampai masyarakat kemang, sebab pada waktu itu kedinasan Kesehatan masih bergabung dengan Kebayoran lama. Pada tahun 1956 sampai dengan sekarang, setelah menjadi Puskemas ciputat, gedung, sarana dan prasarana bertambah lengkap begitu juga tenaga paramedik. Puskesmas ciputat terletak ± 6 km sebelah Utara Kota Tangerang Selatan. Luas wilayah kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 Ha dengan sebagian besar berupa tanah darat/kering (93,64%) sisanya adalah tanah rawa/danau. Puskesmas ciputat merupakan salah satu dari 3 puskesmas yang ada di wilayah kecamatan ciputat. Letaknya berbatasan dengan: a. Sebelah Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Kampung sawah 36 b. Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang c. Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang d. Sebelah Timur : Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Puskesmas ciputat terletak di jalan Ki Hajar Dewantara No. 7 Kelurahan ciputat, Kecamatan ciputat, Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten. Di bangun di atas tanah seluas 693 m2 dengan luas bangunan lebih kurang 1200 m2 terdiri dari 2 lantai. Kegiatan pelayanan di pusatkan di lantai 1sedangkan lantai 2 di fungsikan sebagai ruang pimpinan, staf, data dan ruang rapat. Di lantai 2 juga terdapat ruang pelayanan TB paru, klinik sanitasi dan laboratorium. Wilayah kerja puskesmas Ciputat terdiri dari 2 kelurahan yaitu kelurahan Ciputat dan kelurahan Cipayung. 2. Sosial Ekonomi a. Tingkat pendapatan/mata pencaharian 1) PNS/ABRI : 4026 (16,19%) 2) Swasta : 763 (3,21%) 3) Tani : 361(1,52%) 4) Pedagang : 4028 (16,96%) 5) Jasa : 829 (3,94%) 6) Buruh : 3282(13,82%) 7) Lain-lain : 2826 (11,9%) 37 b. Tingkat Pendidikan 1) SD/MI : 7799 Orang 2) SLTP/MTs : 5436 Orang 3) SLTA/SMA : 5567 Orang 4) DIPLOMA : 3848 Orang 5) UNIVERSITAS : 4761 Orang 3. Visi dan misi Puskesmas Ciputat a. Visi Unggul dalam pelayanan kesehatan dasar tahun 2010 b. Misi 1) Meningkatkan sumber daya manusia Mewujudkan pelayanan prima 2) Menggalang kemitraan dengan lintas program¸lintas sektoral dan swasta 3) Mendorong kemandirian 4. Program Pokok Puskesmas a. Program Kesehatan Dasar 1) Promosi Kesehatan 2) Kesehatan Lingkungan 3) Kesehatan Ibu dan Anak 4) Perbaikan Gizi 38 b. Program Pengembangan Wajib 1) Usaha Kesehatan Sekolah 2) Lansia 3) NAPZA c. Program Pengembangan Pilihan 1) Kesehatan Jiwa 2) UKGMD 3) Laboratorium 5. Sumber Daya Kesehatan a. Ketenagaan 1) Dokter Umum PNS : 1 orang 2) Dokter gigi PNS : 1 Orang 3) Perawat gigi : 1 orang 4) Perawat : 4 orang 5) Bidan : 6 orang 6) Tenaga Pelaksana Gizi : 1 orang 7) Asisten Apoteker : 1 orang 8) Tenaga Administrasi : 3 orang 9) Pekarya Kesehatan :1 orang 10) Tenaga honorer : 8 orang 39 6. Jumlah kasus dan data penyakit Penyakit yang mendominasi di Puskesmas Ciputat adalah penyakit menular dan penyakit menular langsung. Data yang di peroleh mengenai penyakit-peyakit di Puskesmas Ciputat seperti: DBD, di Kecamatan Ciputat yaitu sebanyak 59 kasus dengan rincian 13 kasus dari Kelurahan Ciputat dan 46 kasus dari Kelurahan Cipayung. Filariasis ditemukan sebanyak 5 orang penderita. TB (Tuberkolusa) sebanyak 56 jumlah TB klinis sedangkan untuk TB paru positif sebayak 45 pasien. Diare, terdapat 967 kasus, 492 kasus ditemukan di Kelurahan Ciputat dan 475 kasus terdapat di Kelurahan Cipayung. Penyakit Kusta, penderita penyakit kusta ditemukan sebanyak 7 kasus. Pneumonia, kasus penyakit pneumonia yang ditemukan di Puskesmas Ciputat sebayak 919 kasus, 202 diantaranya adalah balita. Penyakit HIV/AIDS, kasus penyakit ini ditemukan berjumlah 3 kasus tetapi tiudak ada satupun kasus yang ditangani. Penyakit IMS, jumlah kasus IMS terdapat 109 kasus yang ditemukan di Puskesmas Ciputat. B. Analisa Univariat 1. Kandungan Zat Gizi makanan Distribusi frekuensi asupan makanan (energi, protein, karbohidrat, lemak dan Vitamin) pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat Kabupaten Tangerang tahun 2010 di peroleh hasil yang di sajikan dalam bentuk tabel 40 a. Asupan Energi Tabel 3.2 Distribusi frekuensi asupan energi pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) Kategori N % Kurang 76 100 Baik 0 0 Total 76 100 Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan energi pada balita di puskesmas ciputat kabupaten Tangerang tahun 2010 yang mengalami diare adalah seluruh responden yaitu sebanyak 76 (100%) balita dalam kategori kurang dan 0 (0%) balita dalam kategori baik. b. Asupan Protein Tabel 4.1 Distribusi frekuensi Asupan protein pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) Kategori n % Kurang 75 99 Baik 1 1 Total 76 100 41 Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan protein pada balita di puskesmas ciputat tahun 2010 yang mengalami diare adalah seluruh responden yaitu sebanyak 75 (99%) balita dan 1 (1%) balita dalam kategori baik. c. Asupan Karbohidrat Tabel 4.2 Distribusi frekuensi Asupan Karbohidrat pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) Kategori n % Kurang 76 100 Baik 0 0 Total 76 100 Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan karbohidrat pada balita di puskesmas ciputat kabupaten Tangerang tahun 2010 yang mengalami diare yaitu sebanyak 76 (100%) balita dalam kategori kurang dan 0 (0%) balita dalam kategori baik. d. Asupan Lemak Tabel 5.1 Distribusi frekuensi Asupan lemak pada balita yang mengalami diare di puskesmas ciputat (n=76) Kategori n % 42 Kurang 75 99 Baik 1 1 Total 76 100 Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan lemak pada balita di Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang mengalami diare yaitu sebanyak 75 (99%) dalam kategori kurang balita dan 1 (1%) balita dalam kategori baik. e. Asupan Vitamin A Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Asupan vitamin A pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) Kategori n % Kurang 72 95 Baik 4 5 Total 76 100 Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan Vitamin A pada balita di Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang mengalami diare yaitu sebanyak 72 (99%) balita dalam kategori kurang dan 4 (5%) balita dalam kategori baik. 43 f. Asupan Vitamin B12 Tabel 6.1 Distribusi frekuensi Asupan vitamin B12 pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) Kategori n % Kurang 63 82 Baik 13 18 Total 76 100 Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan Vitamin B pada balita di Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang mengalami diare yaitu sebanyak 63 (82%) balita dalam kategori kurang dan 13 (18%) balita dalam kategori baik. g. Asupan Vitamin C Tabel 6.2 Distribusi frekuensi Asupan vitamin C pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) Kategori N % Kurang 75 99 Baik 1 1 Total 76 100 44 Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan Vitamin c pada balita di Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang mengalami diare yaitu sebanyak 75 (99%) balita dalam kategori kurang dan 1 (1%) balita dalam kategori baik. 2. Gambaran Kandungan Zat Gizi makanan berdasarkan rata-rata konsumsi Kandungan zat gizi makanan adalah bahan-bahan dasar menurut ilmu gizi yang menyusun bahan makanan dan memiliki fungsi sebagai sumber energi atau tenaga untuk menunjang pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh, serta mengatur metabolisme tubuh yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit (Achmad dalam Anis, 2006). Kandungan zat gizi makanan di bedakan menjadi dua kategori, zat gizi makro dan mikro. Yang termasuk zat gizi makro adalah energi, lemak, protein, dan karbohidrat. Sedangkan yang dimaksud dengan zat gizi mikro adalah vitamin dan mineral. a. Konsumsi Zat Makro Tabel 7.1 Distribusi Frekuensi Rata-rata asupan zat gizi (asupan makanan) energi dan protein pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) 45 Zat Gizi makro Rata-rata Min-Max Energi 117.225 Kkal 21 - 618.1 Kkal Protein 2.74 g 0.2 - 25.95 g Dari tabel diatas dapat dilihat rata-rata kandungan zat gizi yang dikonsumsi balita yang mengalami diare yaitu sebesar 117.225 Kkal untuk rata-rata energi dengan kisaran antara 21 kal dengan 618.1 kal. Sedangkan konsumsi protein rata-rata balita yang mengkonsumsi sebesar 2.74 g dengan kisaran rata-rata konsumsi minimum yaitu sebesar 0.2 g dan rata-rata konsumsi maksimum yaitu sebesar 25.95 g. Tabel 7.2 Distribusi Frekuensi Rata-rata asupan zat gizi (asupan makanan) Karbohidrat dan Lemak pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) Zat Gizi makro Rata-rata Min-Max Karbohidrat 15.7 g 0 - 433 g Lemak 3.26 g 0 -154 g Dari tabel diatas dapat dilihat rata-rata kandungan zat gizi yang dikonsumsi balita yang mengalami diare yaitu sebesar 15.7 untuk rata-rata 46 Karbohidrat dengan kisaran antara 0 kal dengan 433. Sedangkan konsumsi Lemak rata-rata balita yang mengkonsumsi sebesar 3.26 dengan kisaran rata-rata konsumsi minimum yaitu sebesar 0 dan rata-rata konsumsi maksimum yaitu sebesar 154. b. Konsumsi Zat Gizi Mikro (vitamin) Tabel 8.1 Distribusi Frekuensi Rata-rata Kandungan vitamin pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76) Vitamin Rata-rata Min - Max Vitamin A 71.01 RE 0 - 530 RE Vitamin B12 1.7 ug 0 -79.35 ug Vitamin C 6 mg 0 - 60.45 mg Dari keseluruhan responden rata-rata konsumsi vitamin (vit) adalah, vit C yaitu sebesar 6 mg dengan rata-rata konsumsi minimum sebesar 0 mg dan rata-rata konsumsi maksimum sebesar 60.45 mg. Untuk vitamin B12 ratarata konsumsi yaitu sebesar 1.7 ug dengan rata-rata konsumsi minimum sebesar 0 mg dan rata-rata konsumsi maksimum sebesar 79.35. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi vitamin A yaitu sebesar 71.01 RE dengan kisaran konsumsi 0 RE hingga 530 RE. 47 3. Gambaran Asupan Gizi pada balita berdasarkan pengelompokan umur Tabel 8.2 Asupan energi pada balita yang mengalami diare akut di Puskesmas Ciputat (n= 76) Umur n % 0-6 bulan 6 8 7-11 bulan 14 18.4 1-3 tahun 53 69.7 4-5 tahun 3 4 Total 76 100 Berdasarkan tabel diatas dapat di lihat asupan gizi yang kurang pada balita yang mengalami diare berdasarkan pengelompokan umur yang paling banyak terdapat pada umur 1-3 tahun yaitu 53 (69.7%) balita, 14 (18.4%) balita pada umur 7-11 bulan, 6 (8%) balita pada umur 0-6 bulan dan 3 (4%) balita pada umur 4-6 tahun. 48 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian 1. Kuantitas dan kualitas data yang dikumpulkan Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan populasi balita (Ibu balita yang mempunyai balita dengan keluhan diare) yang datang berkunjung di Puskesmas Ciputat dengan keluhan diare atau sedang mengalami diare dengan cara pengambilan sampel aksidental sampling yaitu siapa saja yang bertemu langsung dijadikan sampel dengan kriteria balita tersebut sedang mengalami diare akut, ibu balita bersedia dijadikan responden, serta dapat membaca dan menulis dengan jumlah 76 responden. Sehingga data yang terkumpul tersebut dapat mewakili populasi puskesmas ciputat Kota Tangerang Selatan. Keterbatasan penelitian: a. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini hanya pada asupan gizi (asupan makanan). b. Variabel asupan gizi (asupan makanan) hanya menggunakan frekuensi makan sehingga kurang mencerminkan kualitas makanan balita yang mengalami diare.. c. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan secara luas dan hanya terbatas pada tempat lokasi penelitian. 50 B. Tehnik pengumpulan dan pengolahan data Metode penelitian yang digunakan adalah metode food recall 24 hours. Prinsip dari metode food recall 24 hours dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam lalu. Responden (ibu balita) atau yang mengasuh disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak bangun pagi kemarin sampai tidur malam harinya. Untuk mendapatkan data yang kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu dinyatakan secara teliti dengan menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan. Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam yaitu: Pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam URT selama kurun waktu 24 jam. Kemudian dikonversi dari URT kedalam ukuran berat (gram), Kemudian menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Makanan (DKBM), Selanjutnya membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG). Walaupun dengan metode ini di dapat hasil konsumsi makanan secara kuantitatif tetapi metode ini juga dapat menimbulkan adanya bias pada hasil penelitian yang diperoleh. Daya ingat merupakan parameter ketepatan pada metode food recall. Ada kecenderungan bagi responden melebihkan atau mengurangi porsi makanannya dalam melaporkan konsumsi makanan pada balitanya. 51 C. Analisa Univariat 1. Gambaran Kandungan Zat Gizi makanan a. Konsumsi Zat Makro balita yang mengalami diare akut Dari hasil analisis di dapat jumlah rata-rata konsumsi energi secara keseluruhan pada balita sebesar 117.225 Kkal dengan kisaran 21-618.1 Kkal per hari dan protein sebesar 2.74 gr dengan kisaran 0.2-25.95 gr per hari. Dari hasil kisaran konsumsi energi dan protein dikatan kurang, menurut Ngastiyah bahwa kebutuhan energi pada saat diare balita harus memerlukan/ditambahkan sebanyak 30% dari angka normal yaitu 550 Kkal-1550 Kkal. Sedangkan untuk protein juga dinaikan, protein yang di perlukan anak balita umumnya adalah 2.5 g/ kg BB/ hari perlu ditambah menjadi 3-4 g/ kg BB/hari. Di banding dengan penelitian Endah Sriyani mengenai hubungan asupan energi dan protein pada balita di wilayah bandung, di Puskesmas Ciputat asupan energi dan protein lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi energi dan protein pada balita di wilayah Bandung (Cililin). b. Konsumsi Zat Mikro (Vitamin) balita yang mengalami diare akut Sebagian besar diantara vitamin-vitamin yang di teliti konsumsi rataratanya kurang dari AKG untuk kecukupan zat gizinya yaitu vitamin A, B dan C. Pada vitamin A rata-rata konsumsi balita adalah sebesar 71.01 RE, dengan kisaran 0 – 530 RE berdasarkan AKG kecukupan vitamin A perhari yang harus dipenuhi adalah sebesar 375 - 450 RE, 52 untuk vitamin B rata-rata konsumsi balita yaitu sebesar 1,7 ug dengan kisaran 0 – 79.35 ug sedangkan untuk vitamin C rata-rata konsumsi adalah sebesar 6 mg dengan kisaran 0 – 60.45 mg. Berdasarkan AKG kecukupan vitamin B dan C per hari yang harus dipenuhi adalah sebesar 0.4 – 0.9 ug untuk vitamin B. Untuk vitamin C yaitu sebesar 4 – 45 mg. Pada saat diare tubuh tidak cukup mendapat zat-zat gizi maka akan mengalami gangguan dan hambatan oleh karena itu asupan makanan saat balita diare sangat dibutuhkan oleh tubuh guna menghindari gangguan yang lebih lanjut dalam mekanisme pertahanan tubuh dan metabolisme serta akan mengarah ke keadaan status gizinya. 2. Gambaran kandungan zat gizi makanan balita berdasarkan rata-rata konsumsi sehari Untuk asupan vitamin, Jumlah balita yang kurang yaitu sebanyak 95 % (71.01 RE. jumlah rata-rata per hari yang di konsumsi) dari jumlah balita yang di teliti dan hanya 5 % balita yang mencukupi asupan vitamin untuk vitamin A. Sementara untuk vitamin B dan C sebanyak 82 % (1,7 ug, jumlah rata-rata per hari yang dikonsumsi) dan 99 % (6 mg, jumlah rata-rata yang dikonsumsi per hari), kekurangan vitamin B jarang terjadi karena dalam makanan, akan tetapi sebagian besar akibat dari penyakit saluran cerna atau pada gangguan absorpsi dan transportasi sehingga menyebabkan 53 jumlahnya berkurang. Jumlah balita dengan asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak yang kurang adalah hampir keseluruhan dari jumlah balita. Jumlah balita mengenai gambaran konsumsi makanan sehari, semua merupakan rata-rata sangat rendah dari angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. Ini berarti semua balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat mengalami kekurangan energi, protein dan zat makro lainnya. Bila hal ini di biarkan berlanjut maka dapat mempengaruhi status gizi, biaya kesehatan dan kualitas hidup balita tersebut. 3. Gambaran asupan gizi pada balita berdasarkan pengelompokan umur Jumlah asupan gizi pada balita berdasarkan penglompokan umur, asupan makanan pada balita yang mengalami diare rata-rata keseluruhan adalah kurang. Balita dengan umur 0-6 bulan berjumlah 6 orang dengan presentase sebesar 7.89 %, untuk umur 7-11 bulan berjumlah 14 orang dengan presentae 18.4 % sedangkan untuk umur 4-6 tahun berjumlah 3 orang dengan presentase 3.94 % dan untuk umur 1-3 tahun berjumlah 53 balita dengan presentase 69.7 %. Pada umur 1-3 tahun presentase dan jumlah balita yang mengalami diare merupakan presentase paling tinggi diantara jumlah balita umur 0-6 bulan, 7-11 bulan dan 4-6 tahun. Dari hasil di atas dapat di lihat bahwa jumlah asupan zat-zat gizi pada balita yang mengalami diare adalah kurang, akibat dari kekurangan zat gizi di dalam tubuh, maka simpanan zat gizi pada 54 tubuh di gunakan untuk memenuhi kebutuhan serta memperbaiki jaringan yang rusak. Dengan meningkatnya defisiensi zat gizi maka akan muncul perubahan biokimiawi dan rendahnya zat-zat gizi dalam tubuh. Apabila keadaan ini berlasung lama, maka akan terjadi perubahan fungsi tubuh dan akhirnya akan menderita malnutrisi pada balita yang diare dan mempengaruhinya status gizinya. Secara harfiah balita/ anak dibawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda mereka butuh lebih banyak bahan makanan sumber energi, seperti protein, karbohidrat, lemak serta vitamin dan mineral. 55 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Rata – rata umur responden dalam penelitian ini adalah 1 – 3 tahun yang terserang diare dengan umur temuda 3 bulan dan umur tertua 4 tahun 2. Asupan gizi (asupan makanan) pada balita yang mengalami diare di puskesmas ciputat untuk semua rata-rata kurang dan tidak sesuai dengan AKG (angka kecukupan gizi) 3. Asupan gizi (asupan makanan) pada balita yang mengalami diare di puskesmas ciputat untuk semua konsumsi energi, protein, vitamin, karbohidrat dan lemak tidak sesuai dengan AKG (angka kecukupan gizi) B. Saran 1. Perlu diadakannya konseling kepada ibu balita mengenai masalah asupan gizi pada balita yang mengalami diare sehingga asupan gizi dapat mencukupi sekalipun balita tersebut sedang menderita diare. 56 2. Mengadakan pendidikan dan penyuluhan gizi kepada para ibu balita untuk mengetahui kegunaan dan manfaat gizi bagi kelangsungan hidup serta asupan gizi yang baik. 3. Penyediaan Sumber Daya yang mengandung terselenggaranya pelayanan kesehatan gizi pada balita yang mengalami diare. 57 no R1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 r2 590.4 110.3 402 237 80.2 190.8 586.6 120 178 390 476 36 142.2 142.2 96 120 120 65 8.9 17.8 130 17.8 36 142.8 178 24 838.2 53.4 178 35.6 142.8 65 89 87.5 229 153.1 148.8 65 25.9 23 53.4 89 65 53.4 13.8 53.4 89 137.4 35.6 42 178 rata 276 193 834.2 348.2 390 99.2 390 60 118 390 124.6 60 178 55 96 60 120 65 17.8 142.8 142.8 37.1 65 85.8 89 48 142.8 65 36 87.5 142.8 153.1 65 65 162.1 30 30 65 65 105 137.4 11.5 433.2 151.65 618.1 292.6 235.1 145 488.3 90 148 390 300.3 48 160.1 98.6 96 90 120 65 13.35 8.9 65 8.9 89.4 142.8 107.55 44.5 462 71.2 113 17.8 142.8 65 62.5 87.5 185.9 153.1 106.9 65 94 26.5 41.7 77 65 79.2 75.6 26.7 50.25 68.7 17.8 21 89 AKG kategori 550 kurang 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 178 35.6 35.6 53.4 60 49.6 65 53.4 231.4 174.4 96 36 106.8 53.4 65 65 65 200 48 60 53.4 89 65 285.6 190.4 35.6 60 9.2 65 94.4 142.8 160 30 142.8 12 65 65 65 65 202.7 60 40.5 476 65 285.6 190.4 89 17.8 35.6 26.7 60 29.4 65 73.9 187.1 167.2 63 89.4 53.4 32.7 65 65 65 132.5 125.35 60 46.95 282.5 65 285.6 190.4 0