BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare sampai

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia
serta menjadi masalah kesehatan masyarakat walaupun secara umum angka
kesakitan masih berfluktuasi dan kematian diare yang dilaporkan oleh sarana
pelayanan dan kader kesehatan mengalami penurunan namun penyakit diare
masih sering menimbulkan KLB (kejadian luar biasa) yang cukup banyak bahkan
menimbulkan kematian. Di dunia, diare adalah penyebab kematian paling umum,
kematian balita, dan membunuh lebih besar dari 1,5 juta orang per-tahun. Di
Indonesia, hasil survey yang dilakukan oleh program diperoleh angka kesakitan
diare untuk tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk, angka ini meningkat bila
dibandingkan dengan hasil survey yang sama pada tahun 1996 sebesar 280 per
1000 penduduk (Sardjana, 2007).
Data menunjukkan bahwa seorang bayi (umur kurang 1 tahun) atau anak balita
(umur 1-4 tahun) mendapat serangan diare satu - dua kali setahun. Penderita diare
pada semua golongan umur di Indonesia berkisar 160 - 300 per 1000 penduduk
setiap tahun, dari jumlah penderita diare ini sebanyak 60 - 70% diantaranya
adalah bayi dan balita, sebesar 18%, 15% kematian bayi dan 26,4% kematian
anak balita disebabkan penyakit diare (Sardjana, 2007).
1
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi
pada anak, terutama pada anak di bawah umur 5 tahun (balita). Di dunia, sebesar
6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare, dimana sebagian kematian
tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan laporan WHO, kematian
karena diare di negara berkembang di perkirakan sudah menurun dari 4,6 juta
kematian pada tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003. Di
Indonesia, angka kematian diare juga telah menurun tajam. Berdasarkan data hasil
survey rumah tangga, kematian karena diare di perkirakan menurun 40% pada
tahun 1972 hingga 24,9% pada tahun 1980, 16% tahun 1985 hingga 7,4% tahun
1996 dari semua kasus kematian.Walaupun angka kematian kerena diare telah
menurun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi di negara maju maupun
negara berkembang. Berdasarkan Survei Demografi Kasehatan Indonesia tahun
2002-2003, prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di
indonesia adalah: laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur,
prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-13 bulan (14,8%),
dan 24-35 bulan (12,0%) (SKRT, 2007).
Dari hasil data yang di peroleh dari P2PL jumlah penderita diare Di Propinsi
Banten pada tahun 2004-2008 berjumlah 833.752 orang penderita sedangkan
penderita yang meninggal pada tahun 2004 berjumlah 19 orang, tahun 2005
berjumlah 63 orang, tahun 2006 hanya 1 orang, tahun 2007 berjumlah 644 orang
dan tahun 2008 berjumlah 74 orang. Pada tahun 2008 Di Ciputat Tangerang
2
jumlah penduduk Ciputat berkisar 16.404 dengan penderita diare sebanyak 459
orang pertahun.
Sebagian besar diare muncul pada tahun pertama umur anak, dengan proporsi
tertinggi pada kelompok anak umur 6-11 bulan. Penyakit diare yang terjadi
sebagian besar merupakan diare akut yang berlangsung antara 3-5 hari dan
sebesar 5-15 % kejadian berlangsung 14 hari atau lebih (Sardjana, 2007).
Masih tingginya angka-angka kesakitan dan kematian karena diare tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor, baik karena infeksi enteral maupun parenteral
serta faktor lain yang ikut berperan dalam timbulnya diare yaitu higiene yang
kurang baik perorang maupun lingkungan, pola pemberian makanan, keadaan
sosial-ekonomi dan sosial budaya maupun pendidikan dan perilaku masyarakat
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penyakit diare serta
keadaan gizi /nutrisi yang belum memadai pada saat diare (Astuti, 2004).
Pada saat balita mengalami diare, keadaan gizi akan berubah karena menurunkan
nafsu makan dan anorexia, keadaan ini akan menimbulkan gizi yang berkurang,
keadaan gizi yang kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa
jenis zat gizi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh
kekurangan zat gizi antara lain: jumlah zat gizi yang dikonsumsi pada saat sakit
kurang, mutunya rendah atau keduanya. Selain itu zat gizi yang di konsumsi juga
mungkin gagal untuk diserap oleh tubuh. Keadaan yang pertama dapat disebabkan
oleh faktor sosial ekonomi seperti kebiasaan makan, kepercayaan dan kemiskinan
3
atau daya beli yang rendah sedang keadaan keduanya disebabkan adanya
gangguan fungsi alat pencernaan (Ngastiyah, 2005).
Pengaruh serangan diare pada taraf gizi terjadi pada semua umur, pada anak-anak
penurunan taraf gizi ini selain karena kehilangan cairan tubuh, juga dapat
disebabkan karena kebiasaan orang tua menghentikan makanan sewaktu sakit
diare atau karena tidak adanya nafsu makan sewaktu sakit, tidak sanggup
memasukkan makanannya sendiri serta anak tidak mau makan karena anoreksia
saat diare. Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan
akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini
disebabkan karena makanan sering dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu
diteruskan, sering diberikan pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak
dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik (Yayan,
2008).
Anak yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga masukan
nutrisinya menjadi berkurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah
jika, anak juga menderita muntah-muntah atau diare lama. Keadaan ini
menyebabkan makin turunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak
lekas tercapai, bahkan dapat menimbulkan komplikasi. Anak yang sering
menderita diare atau menderita diare kronis, seperti pasien malabsorsi akhirnya
dapat menderita MEP (Malnutrition Energy Protein) jika tidak mendapatkan
penanganan yang baik. Untuk mencegah kurangnya masukan nutrisi dan
membantu menaikkan daya tahan tubuh, anak yang diare harus segara diberi
makanan setelah dehidrasi teratasi dan makan harus mengandung cukup kalori,
4
protein, mineral, dan vitamin tetapi tidak menimbulkan diare kembali (Ngastiyah,
2005).
Kebiasaan penderita diare di puasakan tampaknya berakibat lebih buruk terhadap
penderita. Untuk mengendalikan kehilangan energi dan protein akibat puasa itu
akan memerlukan waktu berhari-hari oleh karena itu, pemberian makanan pada
penderita diare harus tetap dilakukan. Jika anak masih menyusu maka selam anak
menderita diare anak harus tetap disusui. Penelitian terhadap diare, penderita
diare menunjukkan bahwa 80% zat makanan masih dapat diserap oleh dinding
usus. Karena itu, pemberian makanan harus tetap dilakukan sungguhpun ini
berarti memperbanyak tinja anak. Selain dapat mempertahankan tingkat gizi anak
juga anak dapat cepat sembuh lebih cepat (Moehji, 1999).
B. Rumusan Masalah
Penyebab diare telah dikemukakan lebih dahulu baik secara enteral maupun
parenteral serta faktor lain ikut berperan dalam timbulnya diare. Hal-hal tersebut
antara lain pola higiene yang kurang, baik perorangan maupun lingkungan, sosial
ekonomi, sosial budaya dan pola pemberian makanan. Sewaktu anak menderita
diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat
badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan selain hilangnya cairan
tubuh juga karena menurunnya nafsu makan serta kebiasaan menghentikan
pemberian makanan karena makanan sering dihentikan oleh orang tua sehingga
asupan gizi (asupan makanan) berkurang. Sehubungan dengan itu dalam
5
penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran asupan gizi pada
balita yang mengalami diare akut.
C. Pertanyaan Peneliti
1. Bagaimana gambaran asupan gizi pada balita yang mengalami diare akut
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran asupan gizi pada balita yang mengalami diare akut
di puskesmas Ciputat.
E. Manfaat penelitian
1. Bagi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Ciputat
Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi pelayanan
kesehatan puskesmas Ciputat
mengenai asupan gizi pada balita saat
mengalami diare akut serta sebagai acuan untuk evaluasi program
khususnya yang berkaitan dengan gizi.
2. Bagi Institusi pendidikan program studi ilmu keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan
keperawatan komunitas dalam mengembangkan program pembelajaran
keperawatan komunitas.
6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan tambahan
untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.
3. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran atau informasi untuk
menambah wawasan dan pengembangan penelitian selanjutnya tentang
asupan gizi pada balita diare akut.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penyakit diare merupakan penyakit infeksi yang banyak menyerang golongan
umur anak-anak terutama balita. Dimana hal ini dapat mempengaruhi
perkembangan pertumbuhan balita dan kualitas hidup anak. Hadirnya penyakit
diare dalam tubuh anak akan membawa pengaruh terhadap keadaan gizi anak
sebagai akibat reaksi pertama akibat diare adalah menurunya nafsu makan anak
sehingga menolak makanan yang diberikan. Penolakan terhadap makanan berarti
berkurangnya pemasukan zat gizi ke dalam tubuh anak.
Keadaan akan berangsur memburuk jika diare disertai dengan muntah yang
mengakibatkan hilangnya zat gizi. Keadaan yang buruk itu sering diperburuk oleh
adanya pembatasan makanan yang tidak jarang dilakukan oleh para orang tua.
Kehilangan nafsu makan dan adanya muntah saat balita mengalami diare akan
sangat cepat mengubah keadaan atau taraf gizi anak ke arah kurang bahkan dapat
menjadi buruk.
7
Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
Gambaran Asupan Gizi pada Balita Yang Mengalami Diare Akut di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan.Puskesmas Ciputat merupakan salah satu
Puskesmas di Provinsi Banten.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ciputat tahun 2010. Populasi penelitian ini
adalah anak dibawah lima tahun (Balita) dengan diare akut. Desain penelitian
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tehnik pengambilan sampel
aksidental/ Accidental sampling.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep diare
1. Pengertian Diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, apat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja
(Ngastiyah, 2005).
Diare adalah kondisi dimana terjadi defekasi yang abnormal (lebih dari 3
kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gr per hari) dan
konsistensi feses cair (Sardjana, 2007).
Diare Akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa cairan
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih
dalam sehari) dan berlangsung selama 14 hari (Ngastiyah, 2005).
Diare akut adalah diare yang berlangsung antara beberapa jam sampai
kurang dari 14 hari. Diare ini dapat mengakibatkan dehidrasi, kehilangan
berat badan pada bayi jika menyusui tidak dilanjutkan (Endah, 2005).
9
2. Faktor Penyebab diare:
a. Infeksi. Infeksi virus atau infeksi bakteri pada saluran pencernaan
merupakan penyebab diare pada anak.
b. Malabsorpsi. Gangguan absorpsi biasanya terhadap zat-zat gizi yaitu
karbohidrat (umumnya laktosa), lemak dan protein.
c. Makanan. Makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan tertentu.
d. Kebersihan lingkungan
e. Sanitasi
3. Klasifikasi diare
Berdasarkan Gejala, Jenis diare dibedakan dalam 3 jenis yaitu diare akut,
diare kronik (presisten) dan disentri.
a. Diare akut
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa
cairan saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 x
atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik (presisten)
Diare kronik (presisten) adalah diare akut yang berlanjut sampai 14 hari
atau lebih. Batasan 14 hari tersebut semata-mata suatu kesepakatan
karena banyaknya usul untuk menentukan batasan waktu diare kronik.
c. Disentri
Disentri merupakan diare yang di sertai darah dengan ataupun tanpa lendir
10
Sedangkan menurut Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) klasifikasi
diare di bedakan sebagai berikut,
Untuk dehidrasi:
a. Dehidrasi Berat, terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut:
Letargi atau tidak sadar. mata cekung, tidak bisa minum, cubitan kulit
perut kembalinya sangat lambat
b. Dehidrasi Ringan/sedang, terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:
Gelisah, rewel/mudah marah, mata cekung, haus, minum dengan
lahap, cubitan di kulit perut kembalinya lambat
c. Tanpa Dehidrasi, tidak cukup tanda-tanda untuk di klasifikasikan
sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang.
d. Jika Diare 14 hari atau lebih
1) Tanda Ada dehidrasi, (diare presisten berat)
2) Tanda tanpa dehidrasi, (diare presisten)
e. Dan jika ada Darah dalam tinja
1) Disentri
(Manajemen terpadu balita sakit Depkes RI, 2005)
4. Bahaya diare
Dua bahaya diare dalah kematian dan kurang gizi. Kematian karena diare
akut sering disebabkan oleh kehilangan air dan garam dari tubuh,
kehilangan ini disebut dehidrasi. Diare lebih berat pada anak yang kurang
gizi diare dapat pula menimbulkan kurang gizi dan menjadi berat karena
pada diare:
11
a. Pada diare makanan hilang dari tubuh
b. Zat makanan digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan
bukan untuk pertumbuhan
c. Balita yang menderita diare mungkin tidak lapar dan ibu balita
mungkin tidak memberi makan dengan baik selama diare/ bahkan
sampai beberapa hari setelah diare membaik. Untuk mencegah kurang
gizi, makanan harus diberikan pada anak diare begitu mereka (balita)
mau makan.
Pada diare akut perubahan-perubahan yang terjadi adalah: kehilangan cairan,
perubahan keseimbangan asam basa, hipoglikemi, gangguan gizi dan
gangguan sirkulasi. Dari segi nutrisi, diare akut berakibat buruk terhadap
keadaan gizi; melalui 4 mekanisme, yakni:
a. Pemasukan makanan berkurang oleh karena anoreksia, kebiasaan
mengurangi/meniadakan pemberian makanan
b. Absorpsi makanan berkurang oleh karena kerusakan mukosa usus, vili
menjadi pendek dan atrofi dan enzim laktasedan disakarida lainnya
berkurang
c. Metabolisme dan endokrin fungsinya terganggu pada keadaan infeksi
sistemik
d. Kehilangan langsung cairan dan elektrolit, serta kehilangan nitrogen
melalui tinja dan keluarnya plasma protein dan darah karena kekurangan
jaringan usus (IKG.Suandi, 1999).
12
5. Diare menyebabkan dehidrasi
Tubuh mengambil air dan garam yang di perlukan dari makanan dan
minuman (input). Pengeluaran air dan garam melalui bab, bak, dan keringat
(output). Bila pencernaan sehat, air dan garam dari usus akan masuk
keperedaran darah. bila diare, usus tidak bisa bekerja secara normal. Air dan
garam sedikit yang masuk kedarah dan lebih banyak yang keluar melalui
usus oleh karena itu dalam tinja akan lebih banyak terkandung air dan
garam.
Hilangnya air dan garam dalam jumlah besar menyebabkan timbulnya
dehidrasi. Dehidrasi terjadi bila output air dan garam lebih banyak
dibanding inputnya. Semakin banyak tinja yang dikeluarkan berarti semakin
banyak balita tersebut kehilangan cairan. Diare dapat disebabkan oleh
muntah banyak yang sering menyertai diare (Muhadjin, 2002).
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan
air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan
berat
badan.
Derajat
dehidrasi
menurut
kehilangan
berat
badan,
diklasifikasikan menjadi empat, dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 2.1 derajat dehidrasi berdasarkankehilangan berat badan
Derajat dehidrasi
Tidak dehidrasi
Dehidrasi ringan
Dehidrasi sedand
Dehidrasi berat
Penurunan berat badan (%)
<2½
2½-5
5 -10
10
13
Tabel 2.2 Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis
Penilaian
Keadaan
umum
Mata
Air mata
Mulut, lidah
Rasa haus
A
Baik, sadar
Periksa:
Turgor kulit
Hasil
pemeriksaan
Terapi
B
Gelisah , Rewel
C
Lesu,
tidak
sadar
Normal
Cekung
Sangat cekung
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Basah
Kering
Sangat kering
Minum seperti biasa
Haus, ingin minum Malas minum,
banyak
tidak
bias
minum
Kembali cepat
Kembali lambat
Kembali sangat
lambat
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi
ringan/ Dehidrasi berat
sedang.
Bila ada 1 tanda
Bila ada 1 tanda di tambah 1/
ditambah 1/ lebih lebih tanda lain
tanda lain
Rencana pengobatan Rencana pengobatan Rencana
A
B
pengobatan C
6. Pencegahan dehidrasi
a. Dehidrasi dapat dicegah dengan cara menambah cairan yang diminum
segera setelah diare mukai cairan rumah tangga yang di anjurkan adalah
air teh, air tajin, air sup dan air matang. Tindakan yanga paling penting
adalah memberikan cairan lebih banyak dari biasanya.
b. Rehidrasi,
Bila
penderita
dehidrasi,
penderita
harus
segera
mendapatkan terapi dengan memberikan larutan oralit. Penderita
dengan dehidrasi berat pada awalnya membutuhkan rehidrasi dengan
cairan intravena, tetapi larutan oralit tetap harus digunakan sebagai
tambahan cairan intravena setelah dehidrasi hilang oralit oralit tetap
digunakan.
14
c. Makanan, pemberian makanan selama balita diare akan memberikan
nutrisi yang diperlukan anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah kehilangan berat badan. Bagi anak yang masih mendapatkan
ASI harus tetap diberi bahkan harus lebih sering anak yang berumur 6
bulan atau lebih (bayi yang sudah mendapatkan makanan padat) harus
sering diberi makanan yanga bergizi dan mudah dicerna dalam jumlah
kecil.
7. Penatalaksanaan diare
a. Diare dengan dehidrasi berat: Berikan oralit dan ASI diteruskan selama
masih bisa minum, segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas dengan
fasilitas perawatan.
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang: Berikan oralit, ASI diteruskan,
teruskan pemberian makanan yang lunak mudah dicerna dan tidak
merangsang, bila tidak ada perubahan segera bawa ke puskesmas.
c. Diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan): Untuk mencegah dehidrasi
beri anak minum lebih banyak dari biasanya, ASI diteruskan makanan
diberikan seperti biasanya, bila keadaan anak bertambah berat segera
dibawa ke puskesmas terdekat (MTBS Depkes RI, 2005).
15
8. Pencegahan Diare
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna
dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk
menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain
yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, bebeda dengan sumber susu yang lain seperti susu
formula atau cairan lain yang yag disiapkan dengan air atau bahanbahan yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian
ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarikan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang
kanmenyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara
penuh (memberikan ASI Ekslusif).
Bayi-bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan
sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4 x lebih besar terhadap diare
dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal
usus bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
16
diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan
pertama kehidupan, mempunyai resiko mendapat diare 30 x lebih besar.
Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui.
Penggunaan botol susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare
yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut
merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian
makanan pendamping ASI dapat meningkatkannya resiko terjadinya
diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan lematian. Perilaku
pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian
terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik, yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan
dan dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam
makanan setelah anak berumur sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gul ke dalam nasi/bubur
dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu,
17
telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi
anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.
4) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya
pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar
sebelum di berikan kepada anak.
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
fecal-oral kuman-kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam
mulut melalui cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya
air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang
dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyedian
air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih
kecil di banding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan dirumah.
d. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum
18
menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam
kejadian diare.
e. Menggunakan jamban
Pengalaman
di
bebrapa
Negara
membuktikan
bahwa
upaya
pengggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko tehadap diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
f. Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal
ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada
anak-anak dan orng tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
g. Pemberian imunisasi campak
Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera
beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan.
B. Konsep Gizi
1. Pengertian gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organorgan, serta menghasilkan energi. Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia
19
yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan
energi, membangun dan memelihara jaaringan, serta mengatur proses-proses
kehidupan. (Sunita, 2005)
Zat makanan menurut ilmu gizi adalah bahan-bahan dasar yang menyusun
bahan makanan. Fungsi zat makanan secara umum adalah sebagai sumber
energi/tenaga, menyokong pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh,
mengatur metabolisme dan berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap penyakit bila tubuh tidak cukup kuat mendapat zat-zat gizi maka
fungsi-fungsi itu akan mengalami gangguan dan hambatan.
2. Kebutuhan asupan gizi (asupan makanan/nutrisi) balita diare
Pada saat balita mengalami diare, keadaan gizi akan berubah karena
menurunkan nafsu makan dan anoreksia, keadaan ini akan menimbulkan gizi
yang berkurang, keadaan gizi yang kurang terjadi karena tubuh kekurangan
satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan serta karena daya tahan
tubuh balita yang menurun. Kebutuhan zat gizi pada saat balita mengalami
diare berbeda dengan balita yang sehat, untuk mengembalikan daya tahan
tubuh yang menurun selama diare jumlah kalori perlu ditambahkan menjadi
30% dan protein juga dinaikkan, protein yang di perlukan anak balita pada
umumnya adalah 2.5 g/kg BB/hari sedangkan pada saat diare perlu
ditambahkan menjadi 3-4 g/kg BB/hari di samping anak juga di berikan
minum yang banyak.
20
Selama serangan diare tubuh dapat kehilangan rata-rata 3 gm/kg Berat badan/
hari, oleh karena itu selama serangan diare seorang anak antara umur 1-4 tahun
di anjurkan di berikan makan 1 ½ kali lebih banyak dari pada makanan
sebelumnya jumlah yang biasa atau beri anak ekstra makanan sampai ia
mencapai berat badan sebelum sakit (Ngastiyah, 2005).
Asupan nutrisi (makanan) yang tidak adekuat dapat menyebabkan menurunnya
berat badan atau gangguan pertumbuhan dan juga menyebabkan pengurangan
persediaan nutrien dalam tubuh. Keadaan ini berasosiasi dengan menurunnya
imunitas dan mungkin dengan defisiensi energi, protein dan vitamin A. Secara
progresif dapat terjadi kerusakan mukosa, menurunnya resistensi terhadap
kolonisasi dan invasi kuman patogen. Menurunnya imunitas dan dan kerusakan
mukosa memegang peranan utama dalam mekanisme pertahanan tubuh
Insiden, severitas dan durasi penyakit mempunyai kaitan erat dengan kedua
faktor tersebut. Penyakit yang terjadi menyebabkan kehilangan nutrien sebagai
akibat respon metabolik dan kehilangan melalui saluran cerna. Pada saat yang
sama terjadi penurunan nafsu makan yang pada gilirannya menyebabkan
asupan nutrien makin menurun (Tomkins dan Watson dalam Aminudin, 2001).
21
Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1
Asupan Nutrien Tidak Adekuat
Nafsu makan menurun
Kehilangan Nutrien
Malabsorpsi
Gangguan
Berat badan Menurun
Gangguan Pertumbuhan
Imunitas Menurun
Kerusakan Menurun
Sakit:
Insiden
Severitas
Durasi
Gambar 2.1 Skematis insiden, severitas dan durasi diare (Tomkins dan
Watson dalam Aminuddin, 2001)
Pengaturan makanan yang sehat untuk balita tidak sama dengan orang
dewasa, kebutuhan sehari-hari balita akan energi (kalori) dan zat gizi lainnya
sangat tinggi terutama sewaktu balita mulai berjalan. Dimasa ini balita
menjadi lebih aktif dan tumbuh dengan pesat namun karena perut mereka
lebih kecil, balita tidak dapat makan dalam jumlah besar dalam sekali makan.
Porsi makan untuk balita biasanya 1/3-1/2 porsi orang dewasa karena balita
juga butuh makanan selingan yang bergizi tinggi yang mudah di cerna dan
bergizi tinggi.
22
Secara harfiah, balita/anak dibawah lima tahun adalah anak usia kurang dari
lima tahun balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa.
Mereka butuh lebih banyak bahan makanan sumber energi seperti karbohidrat,
protein, lemak serta vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap
hari. Atur agar semua sumber gizi tersebut ada dalam menu sehari.
C. Metode pengukuran konsumsi makanan
a. Metode Food Recall
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Dalam metode ini, responden, ibu, atau pengasuh disuruh menceritakan
semua yang diminum dan dimakan selam 24 jam yang lalu (kemarin).
Biasanya dimulai sejak bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur
dimalam harinya, atau dapat juga dari waktu saat dilakukan wawancara
mundur kebelakang sampai 24 jam penuh. Wawancara dilakukan oleh
petugas dengan menggunakan kuesioner.
Kelebihan metode recall 24 jam:
1) Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden
2) Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan
tempat yang luas untuk wawancara
3) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
4) Dapat digunakan oleh responden yang buta huruf
23
5) Dapat memberikan gambaran
nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari
Kekurangan dari meode ini yaitu, ketepatan tergantung pada daya ingat
responden, tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun dan
orang tua diatas umur 70 tahun, membutuhkan tenaga yang terlatih dan
terampil dalam menggunakan URT, Kurang menggambarkan asupan
makanan sehari-hari bila dilakukan recall satu hari saja.
Kekurangan metode recall 24 jam:
1) Metode ini tidak dapat di gunakan pada lansia di karenakn dalam metode
ini daya ingat yang di jadikan alat ukur untuk mengingat makan apa saja
yang telah di berikan selama 24 jam atu sehari.
2) Metode recall 24 jam bersifat kualitatif maka untuk mendapatkan hasil
yang bersifat kuantiatif harus dilakukan 2x24 jam atau 2 hari dan tidak
boleh dilakukan 2 hari berturut-turut melainkan di beri jeda atau selang 1
hari.
D.
Perawat Komunitas
a. Pengertian Keperawatan Komunitas
Menurut WHO (1959, dalam Mahyudin, 2009), keperawatan komunitas
adalah bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan
ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai
bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna
meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan
24
lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih
besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah
dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.
Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan
profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada
kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang
optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan
menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pelayanan keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin,
1987 dalam Mahyudin 2009).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan
kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang
merupakan keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan
promotif
dan
preventif
secara
berkesinambungan
dengan
tanpa
mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan
terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk
ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal.
b. Tatanan Pelayanan Keperawatan Komunitas
Perawatan
di
mempertahankan
komunitas
kesehatan,
difokuskan
pendidikan
untuk
dan
meningkatkan
dan
managemen
serta
25
mengkoordinasikan dan melanjutkan perawatan retoratif di dalam
lingkungan komunitas klien. Perawatan komunitas mengkaji kebutuhan
kesehatan individu, keluarga, dan komunitas serta membantu klien
berupaya melawan penyakit dan masalah kesehatan.
Perawatan komunitas juga mengacu pada kesehatan komunitas dan
interaksi antar individu dalam komunitas tersebut. Komunitas dapat
berupa suatu lokasi khusus misalnya area perkotaan atau area pelosok
atau sekelompok tertentu (Pery&Potter, 2005 dalam Wahit dkk, 2006).
Perawat komunitas memiliki memiliki tempat kerja yang bervariasi,
meliputi wilayah komunitas, pusat-pusat kesehatan okupasi, sekolah,
lembaga pelayanan kesehatan rumah, klinik kesehatan, dan tempat
praktik swasta (Pery & Potter, 2005 dalam Wahit dkk, 2006).
E. Kerangka teori
Konsumsi makanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas dapat
mempengaruhi keadaan gizi seseorang, kualitas makanan menunjukkan
tersedianya bahan makanan yang mengandug semua jenis zat gizi yang
diperluksn tubuh dalam hidangan. Sedangkan kuantitas makanan menunjukkan
jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh (Soediaoetomo dalam
Siti, 2008).
26
Pendidikan
Kesehatan
Pengetahuan zat
gizi
Daya beli keluarga
(pendapatan)
Konsumsi
makanan
(asupan gizi)
Keadaan gizi
Kebiasaan
makanan
Gambar 2.2 Kerangka teori
Sumber : ( Persagi (1999) (Daly et all (1979) dalam Siti, 2008)
27
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, variabel yang akan di teliti adalah variabel dependen
yang akan di teliti adalah Asupan gizi pada balita yang mengalami diare akut.
Variabel Dependen
ASUPAN GIZI
BALITA DIARE
Gambar 2.3 Kerangka konsep
B. Definisi Operasional
Tabel 2.3. Definisi operasional, alat ukur, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur
Variabel
Asupan gizi
(Konsumsi
makanan)
Definisi
operasional
Jumlah makanan
yang di konsumsi
balita
yang
mengalami diare
akut
di
kumpulkan
dengan
menggunakan
metode
recall
“2x24 jam” yang
di konversi ke
dalam Kkal dan
gr.
Cara ukur
Lembar
food recall
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
ukur
Rasio
Food recall 1. Baik
Jika:
a. 0-6 bulan:
550 Kkal
b. 7-11 bulan:
650 Kkal
c. 1-3 tahun
1000 Kkal
d. 4-6 tahun
1550 Kkal
28
Variabel
Definisi
operasional
Asupan gizi terdiri dari zat
(Konsumsi
makro
yaitu
makanan)
protein,
karbohidrat,
lemak dan zat
mikro terdiri dari
vitamin
Cara ukur
Alat ukur
Lembar
food recall
Food recall
Hasil ukur
Skala
ukur
Rasio
2. Kurang
Jika:
a. 0-6 bulan :
< 550 Kkal
b. 7-11 bulan :
<650 Kkal
c. 1-3 tahun :
<1000 Kkal
d. 4-6 tahun :
<1550 Kkal
Sumber: Widya
Karya Pangan dan
Gizi, 2004.
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat deskriptif atau menggambarkan variabel
yang akan diteliti yaitu asupan gizi (konsumsi makanan) pada balita yang megalami diare
akut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan menggunakan rancangan
penelitian kuantitatif dengan tehnik sampling Non probability sampling (Accidental
sampling).
B. Populasi, Sampel dan Kriteria Sampel
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan
diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik
atau sifat yang dimilki subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2008). Populasi dalam
penelitian ini adalah keluarga dengan anak balita yang sedang mengalami diare akut di
puskesmas ciputat.
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Kriteria sampel penelitian ini adalah keluarga
dengan anak balita yang mengalami diare di Puskesmas ciputat. Kriteria sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Ibu dengan balita diare akut yang berkunjung di puskesmas Ciputat
b. Bisa baca tulis
c. Bersedia dijadikan responden
30
T
Tehnik
peng
gambilan saampel dalam
m penelitiann ini mengggunakan teeknik Acciddental
saampling yaiitu samplingg yang terjjadi secara aksidental, siapa saja yang kebeetulan
bertemu akan
n terpilih menjadi samplee. Besar sam
mpel yang digunakan dallam penelitiaan ini
addalah sesuaai dengan ketentuan rum
mus besar sampel yanng sesuai deengan rancaangan
penelitian yaiitu rumus sam
mpel uji estiimasi proporrsi.
K
Keterangan:
N
= Jumlah sampel
s
yangg dibutuhkann
N
= Besar poopulasi
= 1,96 (D
Derajat kemaaknaan 95%
% CI/Confideence Intervaal
dengann (α)
sebesar 5%
%)
P
= Jumlah penderita
p
(baalita) diare di
d puskesmass Ciputat tahhun 2009
d
= Derajat Presisi
P
yangg di inginkann
baliita
D
Dengan
cadaangan 10% untuk
u
menghhindari dropp out respondden sehinggga jumlah saampel
yang dibutuhk
kan adalah sebanyak
s
69+
+6,9 =75,9 dibulatkan
d
m
menjadi
76 orrang.
31
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Banten dan Waktu
pelaksanaan penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai dengan April Tahun 2010.
D. Instrumen penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah Form Food Recall untuk mengetahui kecukupan
asupan gizi (konsumsi makanan/asupan makanan) dalam sehari (kecukupan energi,
protein, karbohidrat dan zat-zat gizi lainnya seperti Vitamin A, B12, C). Food recall
dipergunakan pada level individu, prosedur untuk melihat rata-rata asupan makanan tiap
individu selama 24 atau 48 jam dengan interview. Kuantitas makanan biasanya dilihat
dari pengukuran atau penggunaan ukuran rumah tangga.
Prinsip dari metode food recall adalah dengan mencatat jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Perlu diketahui bahwa data yang diperoleh
pada recall cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh sebab itu untuk mendapatkan data
pengukuran kuantitatif, pengukuran dilakukan selama 48 jam tetapi tidak berturut-turut,
yaitu dengan memberikan jeda atau selang hari, yaitu 1 hari setelah dilakukan
pengukuran serta jumlah konsumsi makanan individu diukur dengan menggunakan URT
(Sendok, gelas, piring, dll) atau ukuran lainnya yang di perlukan atau di pergunakan
sehari-hari (Supariasa, 2002).
32
Tabel 3.2 Form Food Recall
Waktu
Nama makanan
Jumlah yang
makan
yang dikonsumsi
dimakan
Bahan
Pagi
Siang
Sore
E. Metoda Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang di peroleh berdasarkan jawaban responden yaitu:
a. Data mengenai ibu dan balita (umur, jenis kelamin, berat badan, alamat)
b. Data mengenai jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi balita recall 2 x 24
jam dilakukan melalui wawancara langsung kepada responden (ibu balita)
dengan menanyakan seluruh makanan yang dimakan oleh anak balita
hari
33
kemarin selama 2 x 24 jam dari mulai bangun tidur pagi hari sampai menjelang
tidur malam hari.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh mengenai gambaran umum lokasi penelitian (puskesmas Ciputat
kota Tangerang Selatan tahun 2010) Data primer di peroleh dari metode food recall
untuk mengetahui konsumsi makanan dan data sekunder diperoleh dari pihak
puskesmas Ciputat melalui bagian tata usaha.
F. Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data peneliti mengunakan langkah-langkah pengolahan data
diantaranya:
Seluruh data yang terkumpul akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk
memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut.
2. Menyunting data (data editing)
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan
pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner. Data
ini merupakan data input utama untuk penelitian ini.
3. Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data dalam program software komputer berdasarkan klasifikasi.
4. Membersihkan data (data cleaning)
34
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut
tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan
dianalisis.
G. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden, melindungi
dan menghormati hak responden dengan mengajukan surat pernyataan persetujuan
(informed consent). Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan
judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan menjelaskan kepada responden
bahwa penelitian tidak membahayakan bagi responden. Peneliti akan menjamin
kerahasiaan identitas responden, dimana data yang diperoleh hanya akan digunakan
untuk kepentingan penelitian dan apabila penelitian telah selesai maka data tersebut akan
dimusnahkan.
H. Analisa Data
Analisa data menggunakan analisa univariat atau data secara deskriptif untuk melihat
distribusi frekuensi. Analisa ini dilakukan dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi
kecukupan zat mikro (vitamin) dan zat makro (protein, karbohidrat, lemak, energi) dari
hasil penelitian akan ditampilkan dalam bentuk distribusi, frekuensi dan prosentase
namun tidak di lakukan uji statistik atau analisa bivariat.
35
BAB V
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisa univariat yang menggambarkan
distribusi frekuensi dari responden.
A. Gambaran Tempat Penelitian
1. Gambaran Umum
Sejarah berdirinnya puskesmas ciputat berawal dari balai pengobatan yang
dipimpin oleh H. Kamsari Kadri tamatan Sekolah Perawat RSUP Jakarta
tahun 1935. Pada tahun 1950-1955, balai pengobatan ini semakin
berkembang, pasien yang berobat bukan saja warga masyarakat kecamatan
ciputat, akan tetapi dari serpong, pondok aren, pondok betung bahkan dari
pondok pinang sampai masyarakat kemang, sebab pada waktu itu kedinasan
Kesehatan masih bergabung dengan Kebayoran lama. Pada tahun 1956
sampai dengan sekarang, setelah menjadi Puskemas ciputat, gedung, sarana
dan prasarana bertambah lengkap begitu juga tenaga paramedik.
Puskesmas ciputat terletak ± 6 km sebelah Utara Kota Tangerang Selatan.
Luas wilayah kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 Ha dengan sebagian besar
berupa tanah darat/kering (93,64%) sisanya adalah tanah rawa/danau.
Puskesmas ciputat merupakan salah satu dari 3 puskesmas yang ada di
wilayah kecamatan ciputat. Letaknya berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara
: Wilayah Kerja Puskesmas Kampung sawah
36
b. Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
c. Sebelah Barat
: Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
d. Sebelah Timur : Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur
Puskesmas ciputat terletak di jalan Ki Hajar Dewantara No. 7 Kelurahan
ciputat, Kecamatan ciputat, Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten. Di
bangun di atas tanah seluas 693 m2 dengan luas bangunan lebih kurang
1200 m2 terdiri dari 2 lantai. Kegiatan pelayanan di pusatkan di lantai
1sedangkan lantai 2 di fungsikan sebagai ruang pimpinan, staf, data dan
ruang rapat. Di lantai 2 juga terdapat ruang pelayanan TB paru, klinik
sanitasi dan laboratorium.
Wilayah kerja puskesmas Ciputat terdiri dari 2 kelurahan yaitu kelurahan
Ciputat dan kelurahan Cipayung.
2. Sosial Ekonomi
a. Tingkat pendapatan/mata pencaharian
1) PNS/ABRI
: 4026 (16,19%)
2) Swasta
: 763 (3,21%)
3) Tani
: 361(1,52%)
4) Pedagang
: 4028 (16,96%)
5) Jasa
: 829 (3,94%)
6) Buruh
: 3282(13,82%)
7) Lain-lain
: 2826 (11,9%)
37
b. Tingkat Pendidikan
1) SD/MI
: 7799 Orang
2) SLTP/MTs
: 5436 Orang
3) SLTA/SMA
: 5567 Orang
4) DIPLOMA
: 3848 Orang
5) UNIVERSITAS
: 4761 Orang
3. Visi dan misi Puskesmas Ciputat
a. Visi
Unggul dalam pelayanan kesehatan dasar tahun 2010
b. Misi
1) Meningkatkan sumber daya manusia Mewujudkan
pelayanan prima
2) Menggalang kemitraan dengan lintas program¸lintas
sektoral dan swasta
3) Mendorong kemandirian
4. Program Pokok Puskesmas
a. Program Kesehatan Dasar
1) Promosi Kesehatan
2) Kesehatan Lingkungan
3) Kesehatan Ibu dan Anak
4) Perbaikan Gizi
38
b. Program Pengembangan Wajib
1) Usaha Kesehatan Sekolah
2) Lansia
3) NAPZA
c. Program Pengembangan Pilihan
1) Kesehatan Jiwa
2) UKGMD
3) Laboratorium
5. Sumber Daya Kesehatan
a. Ketenagaan
1) Dokter Umum PNS
: 1 orang
2) Dokter gigi PNS
: 1 Orang
3) Perawat gigi
: 1 orang
4) Perawat
: 4 orang
5) Bidan
: 6 orang
6) Tenaga Pelaksana Gizi
: 1 orang
7) Asisten Apoteker
: 1 orang
8) Tenaga Administrasi
: 3 orang
9) Pekarya Kesehatan
:1 orang
10) Tenaga honorer
: 8 orang
39
6. Jumlah kasus dan data penyakit
Penyakit yang mendominasi di Puskesmas Ciputat adalah penyakit
menular dan penyakit menular langsung. Data yang di peroleh mengenai
penyakit-peyakit di Puskesmas Ciputat seperti: DBD, di Kecamatan
Ciputat yaitu sebanyak 59 kasus dengan rincian 13 kasus dari Kelurahan
Ciputat dan 46 kasus dari Kelurahan Cipayung. Filariasis ditemukan
sebanyak 5 orang penderita. TB (Tuberkolusa) sebanyak 56 jumlah TB
klinis sedangkan untuk TB paru positif sebayak 45 pasien. Diare, terdapat
967 kasus, 492 kasus ditemukan di Kelurahan Ciputat dan 475 kasus
terdapat di Kelurahan Cipayung. Penyakit Kusta, penderita penyakit kusta
ditemukan sebanyak 7 kasus. Pneumonia, kasus penyakit pneumonia yang
ditemukan di Puskesmas Ciputat sebayak 919 kasus, 202 diantaranya
adalah balita. Penyakit HIV/AIDS, kasus penyakit ini ditemukan
berjumlah 3 kasus tetapi tiudak ada satupun kasus yang ditangani.
Penyakit IMS, jumlah kasus IMS terdapat 109 kasus yang ditemukan di
Puskesmas Ciputat.
B. Analisa Univariat
1. Kandungan Zat Gizi makanan
Distribusi frekuensi asupan makanan (energi, protein, karbohidrat,
lemak dan Vitamin) pada balita yang mengalami diare di Puskesmas
Ciputat Kabupaten Tangerang tahun 2010 di peroleh hasil yang di
sajikan dalam bentuk tabel
40
a. Asupan Energi
Tabel 3.2
Distribusi frekuensi asupan energi pada balita yang mengalami diare
di Puskesmas Ciputat (n=76)
Kategori
N
%
Kurang
76
100
Baik
0
0
Total
76
100
Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan energi pada balita di
puskesmas ciputat kabupaten Tangerang tahun 2010 yang mengalami
diare adalah seluruh responden yaitu sebanyak 76 (100%) balita dalam
kategori kurang dan 0 (0%) balita dalam kategori baik.
b. Asupan Protein
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi Asupan protein pada balita yang mengalami diare
di Puskesmas Ciputat (n=76)
Kategori
n
%
Kurang
75
99
Baik
1
1
Total
76
100
41
Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan protein pada balita di
puskesmas ciputat tahun 2010 yang mengalami diare adalah seluruh
responden yaitu sebanyak 75 (99%) balita dan 1 (1%) balita dalam
kategori baik.
c. Asupan Karbohidrat
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi Asupan Karbohidrat pada balita yang mengalami
diare di Puskesmas Ciputat (n=76)
Kategori
n
%
Kurang
76
100
Baik
0
0
Total
76
100
Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan karbohidrat pada balita
di puskesmas ciputat kabupaten Tangerang tahun 2010 yang
mengalami diare yaitu sebanyak 76 (100%) balita dalam kategori
kurang dan 0 (0%) balita dalam kategori baik.
d. Asupan Lemak
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi Asupan lemak pada balita yang mengalami diare
di puskesmas ciputat (n=76)
Kategori
n
%
42
Kurang
75
99
Baik
1
1
Total
76
100
Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan lemak pada balita di
Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang mengalami diare yaitu sebanyak
75 (99%) dalam kategori kurang balita dan 1 (1%) balita dalam
kategori baik.
e. Asupan Vitamin A
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi Asupan vitamin A pada balita yang mengalami
diare di Puskesmas Ciputat (n=76)
Kategori
n
%
Kurang
72
95
Baik
4
5
Total
76
100
Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan Vitamin A pada balita
di Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang mengalami diare yaitu
sebanyak 72 (99%) balita dalam kategori kurang dan 4 (5%) balita
dalam kategori baik.
43
f. Asupan Vitamin B12
Tabel 6.1
Distribusi frekuensi Asupan vitamin B12 pada balita yang mengalami
diare di Puskesmas Ciputat (n=76)
Kategori
n
%
Kurang
63
82
Baik
13
18
Total
76
100
Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan Vitamin B pada balita
di Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang mengalami diare yaitu
sebanyak 63 (82%) balita dalam kategori kurang dan 13 (18%) balita
dalam kategori baik.
g. Asupan Vitamin C
Tabel 6.2
Distribusi frekuensi Asupan vitamin C pada balita yang mengalami
diare di Puskesmas Ciputat (n=76)
Kategori
N
%
Kurang
75
99
Baik
1
1
Total
76
100
44
Berdasarkan tabel, distribusi frekuensi asupan Vitamin c pada balita di
Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang mengalami diare yaitu sebanyak 75
(99%) balita dalam kategori kurang dan 1 (1%) balita dalam kategori
baik.
2. Gambaran Kandungan Zat
Gizi makanan berdasarkan rata-rata
konsumsi
Kandungan zat gizi makanan adalah bahan-bahan dasar menurut ilmu
gizi yang menyusun bahan makanan dan memiliki fungsi sebagai
sumber energi atau tenaga untuk menunjang pertumbuhan badan,
memelihara jaringan tubuh, serta mengatur metabolisme tubuh yang
berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit
(Achmad dalam Anis, 2006). Kandungan zat gizi makanan di bedakan
menjadi dua kategori, zat gizi makro dan mikro. Yang termasuk zat gizi
makro adalah energi, lemak, protein, dan karbohidrat. Sedangkan yang
dimaksud dengan zat gizi mikro adalah vitamin dan mineral.
a. Konsumsi Zat Makro
Tabel 7.1
Distribusi Frekuensi Rata-rata asupan zat gizi (asupan makanan) energi
dan protein pada balita yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat
(n=76)
45
Zat Gizi makro
Rata-rata
Min-Max
Energi
117.225 Kkal
21 - 618.1 Kkal
Protein
2.74 g
0.2 - 25.95 g
Dari tabel diatas dapat dilihat rata-rata kandungan zat gizi yang
dikonsumsi balita yang mengalami diare yaitu sebesar 117.225 Kkal
untuk rata-rata energi dengan kisaran antara 21 kal dengan 618.1 kal.
Sedangkan konsumsi protein rata-rata balita yang mengkonsumsi
sebesar 2.74 g dengan kisaran
rata-rata konsumsi minimum yaitu
sebesar 0.2 g dan rata-rata konsumsi maksimum yaitu sebesar 25.95 g.
Tabel 7.2
Distribusi Frekuensi Rata-rata asupan zat gizi (asupan makanan)
Karbohidrat dan Lemak pada balita yang mengalami diare di Puskesmas
Ciputat (n=76)
Zat Gizi makro
Rata-rata
Min-Max
Karbohidrat
15.7 g
0 - 433 g
Lemak
3.26 g
0 -154 g
Dari tabel diatas dapat dilihat rata-rata kandungan zat gizi yang
dikonsumsi balita yang mengalami diare yaitu sebesar 15.7 untuk rata-rata
46
Karbohidrat dengan kisaran antara 0 kal dengan 433. Sedangkan konsumsi
Lemak rata-rata balita yang mengkonsumsi sebesar 3.26 dengan kisaran
rata-rata konsumsi minimum yaitu sebesar 0 dan rata-rata konsumsi
maksimum yaitu sebesar 154.
b. Konsumsi Zat Gizi Mikro (vitamin)
Tabel 8.1
Distribusi Frekuensi Rata-rata Kandungan vitamin pada balita yang
mengalami diare di Puskesmas Ciputat (n=76)
Vitamin
Rata-rata
Min - Max
Vitamin A
71.01 RE
0 - 530 RE
Vitamin B12
1.7 ug
0 -79.35 ug
Vitamin C
6 mg
0 - 60.45 mg
Dari keseluruhan responden rata-rata konsumsi vitamin (vit) adalah, vit C
yaitu sebesar 6 mg dengan rata-rata konsumsi minimum sebesar 0 mg dan
rata-rata konsumsi maksimum sebesar 60.45 mg. Untuk vitamin B12 ratarata konsumsi yaitu sebesar 1.7 ug dengan rata-rata konsumsi minimum
sebesar 0 mg dan rata-rata konsumsi maksimum sebesar 79.35. Sedangkan
untuk rata-rata konsumsi vitamin A yaitu sebesar 71.01 RE dengan kisaran
konsumsi 0 RE hingga 530 RE.
47
3. Gambaran Asupan Gizi pada balita berdasarkan pengelompokan umur
Tabel 8.2
Asupan energi pada balita yang mengalami diare akut di Puskesmas
Ciputat (n= 76)
Umur
n
%
0-6 bulan
6
8
7-11 bulan
14
18.4
1-3 tahun
53
69.7
4-5 tahun
3
4
Total
76
100
Berdasarkan tabel diatas dapat di lihat asupan gizi yang kurang pada balita
yang mengalami diare berdasarkan pengelompokan umur yang paling
banyak terdapat pada umur 1-3 tahun yaitu 53 (69.7%) balita, 14 (18.4%)
balita pada umur 7-11 bulan, 6 (8%) balita pada umur 0-6 bulan dan 3
(4%) balita pada umur 4-6 tahun.
48
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
1. Kuantitas dan kualitas data yang dikumpulkan
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan populasi balita (Ibu
balita yang mempunyai balita dengan keluhan diare) yang datang
berkunjung di Puskesmas Ciputat dengan keluhan diare atau sedang
mengalami diare dengan cara pengambilan sampel aksidental sampling
yaitu siapa saja yang bertemu langsung dijadikan sampel dengan kriteria
balita tersebut sedang mengalami diare akut, ibu balita bersedia dijadikan
responden, serta dapat membaca dan menulis dengan jumlah 76 responden.
Sehingga data yang terkumpul tersebut dapat mewakili populasi puskesmas
ciputat Kota Tangerang Selatan.
Keterbatasan penelitian:
a. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini hanya pada asupan gizi
(asupan makanan).
b. Variabel asupan gizi (asupan makanan) hanya menggunakan frekuensi
makan sehingga kurang mencerminkan kualitas makanan balita yang
mengalami diare..
c. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan secara luas dan hanya
terbatas pada tempat lokasi penelitian.
50 B. Tehnik pengumpulan dan pengolahan data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode food recall 24 hours. Prinsip
dari metode food recall 24 hours dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam lalu. Responden (ibu
balita) atau yang mengasuh disuruh menceritakan semua yang dimakan dan
diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak bangun
pagi kemarin sampai tidur malam harinya. Untuk mendapatkan data yang
kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu dinyatakan secara teliti
dengan menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) atau ukuran lainnya
yang biasa dipergunakan.
Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam yaitu: Pewawancara menanyakan
kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi
responden dalam URT selama kurun waktu 24 jam. Kemudian dikonversi dari
URT kedalam ukuran berat (gram), Kemudian menganalisis bahan makanan ke
dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Makanan (DKBM),
Selanjutnya membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang dianjurkan
(DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Walaupun dengan metode ini di dapat hasil konsumsi makanan secara
kuantitatif tetapi metode ini juga dapat menimbulkan adanya bias pada hasil
penelitian yang diperoleh. Daya ingat merupakan parameter ketepatan pada
metode food recall. Ada kecenderungan bagi responden melebihkan atau
mengurangi porsi makanannya dalam melaporkan konsumsi makanan pada
balitanya.
51 C. Analisa Univariat
1. Gambaran Kandungan Zat Gizi makanan
a. Konsumsi Zat Makro balita yang mengalami diare akut
Dari hasil analisis di dapat jumlah rata-rata konsumsi energi secara
keseluruhan pada balita sebesar 117.225 Kkal dengan kisaran 21-618.1
Kkal per hari dan protein sebesar 2.74 gr dengan kisaran 0.2-25.95 gr
per hari. Dari hasil kisaran konsumsi energi dan protein dikatan
kurang, menurut Ngastiyah bahwa kebutuhan energi pada saat diare
balita harus memerlukan/ditambahkan sebanyak 30% dari angka
normal yaitu 550 Kkal-1550 Kkal. Sedangkan untuk protein juga
dinaikan, protein yang di perlukan anak balita umumnya adalah 2.5 g/
kg BB/ hari perlu ditambah menjadi 3-4 g/ kg BB/hari. Di banding
dengan penelitian Endah Sriyani mengenai hubungan asupan energi
dan protein pada balita di wilayah bandung, di Puskesmas Ciputat
asupan energi dan protein lebih rendah jika dibandingkan dengan
konsumsi energi dan protein pada balita di wilayah Bandung (Cililin).
b. Konsumsi Zat Mikro (Vitamin) balita yang mengalami diare akut
Sebagian besar diantara vitamin-vitamin yang di teliti konsumsi rataratanya kurang dari AKG untuk kecukupan zat gizinya yaitu vitamin
A, B dan C. Pada vitamin A rata-rata konsumsi balita adalah sebesar
71.01 RE, dengan kisaran 0 – 530 RE berdasarkan AKG kecukupan
vitamin A perhari yang harus dipenuhi adalah sebesar 375 - 450 RE,
52 untuk vitamin B rata-rata konsumsi balita yaitu sebesar 1,7 ug dengan
kisaran 0 – 79.35 ug sedangkan untuk vitamin C rata-rata konsumsi
adalah sebesar 6 mg dengan kisaran 0 – 60.45 mg. Berdasarkan AKG
kecukupan vitamin B dan C per hari yang harus dipenuhi adalah
sebesar 0.4 – 0.9 ug untuk vitamin B. Untuk vitamin C yaitu sebesar 4
– 45 mg.
Pada saat diare tubuh tidak cukup mendapat zat-zat gizi maka akan
mengalami gangguan dan hambatan oleh karena itu asupan makanan
saat balita diare sangat dibutuhkan oleh tubuh guna menghindari
gangguan yang lebih lanjut dalam mekanisme pertahanan tubuh dan
metabolisme serta akan mengarah ke keadaan status gizinya.
2. Gambaran kandungan zat gizi makanan balita berdasarkan rata-rata
konsumsi sehari
Untuk asupan vitamin, Jumlah balita yang kurang yaitu sebanyak 95
% (71.01 RE. jumlah rata-rata per hari yang di konsumsi) dari
jumlah balita yang di teliti dan hanya 5 % balita yang mencukupi
asupan vitamin untuk vitamin A. Sementara untuk vitamin B dan C
sebanyak 82 % (1,7 ug, jumlah rata-rata per hari yang dikonsumsi)
dan 99 % (6 mg, jumlah rata-rata yang dikonsumsi per hari),
kekurangan vitamin B jarang terjadi karena dalam makanan, akan
tetapi sebagian besar akibat dari penyakit saluran cerna atau pada
gangguan
absorpsi
dan
transportasi
sehingga
menyebabkan
53 jumlahnya berkurang. Jumlah balita dengan asupan energi, protein,
karbohidrat dan lemak yang kurang adalah hampir keseluruhan dari
jumlah balita. Jumlah balita mengenai gambaran konsumsi makanan
sehari, semua merupakan rata-rata sangat rendah dari angka
kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. Ini berarti semua balita
yang mengalami diare di Puskesmas Ciputat mengalami kekurangan
energi, protein dan zat makro lainnya. Bila hal ini di biarkan
berlanjut maka dapat mempengaruhi status gizi, biaya kesehatan dan
kualitas hidup balita tersebut.
3. Gambaran asupan gizi pada balita berdasarkan pengelompokan umur
Jumlah asupan gizi pada balita berdasarkan penglompokan umur,
asupan makanan pada balita yang mengalami diare rata-rata
keseluruhan adalah kurang. Balita dengan umur 0-6 bulan
berjumlah 6 orang dengan presentase sebesar 7.89 %, untuk umur
7-11 bulan berjumlah 14 orang dengan presentae 18.4 % sedangkan
untuk umur 4-6 tahun berjumlah 3 orang dengan presentase 3.94 %
dan untuk umur 1-3 tahun berjumlah 53 balita dengan presentase
69.7 %. Pada umur 1-3 tahun presentase dan jumlah balita yang
mengalami diare merupakan presentase paling tinggi diantara
jumlah balita umur 0-6 bulan, 7-11 bulan dan 4-6 tahun.
Dari hasil di atas dapat di lihat bahwa jumlah asupan zat-zat gizi
pada balita yang mengalami diare adalah kurang, akibat dari
kekurangan zat gizi di dalam tubuh, maka simpanan zat gizi pada
54 tubuh di gunakan untuk memenuhi kebutuhan serta memperbaiki
jaringan yang rusak. Dengan meningkatnya defisiensi zat gizi maka
akan muncul perubahan biokimiawi dan rendahnya zat-zat gizi
dalam tubuh. Apabila keadaan ini berlasung lama, maka akan
terjadi perubahan fungsi tubuh dan akhirnya akan menderita
malnutrisi pada balita yang diare dan mempengaruhinya status
gizinya. Secara harfiah balita/ anak dibawah lima tahun adalah anak
usia kurang dari lima tahun balita memiliki kebutuhan gizi yang
berbeda mereka butuh lebih banyak bahan makanan sumber energi,
seperti protein, karbohidrat, lemak serta vitamin dan mineral.
55 BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab
sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Rata – rata umur responden dalam penelitian ini adalah 1 – 3 tahun
yang terserang diare dengan umur temuda 3 bulan dan umur tertua 4
tahun
2. Asupan gizi (asupan makanan) pada balita yang mengalami diare di
puskesmas ciputat untuk semua rata-rata kurang dan tidak sesuai
dengan AKG (angka kecukupan gizi)
3. Asupan gizi (asupan makanan) pada balita yang mengalami diare di
puskesmas ciputat untuk semua konsumsi energi, protein, vitamin,
karbohidrat dan lemak tidak sesuai dengan AKG (angka kecukupan
gizi)
B. Saran
1. Perlu diadakannya konseling kepada ibu balita mengenai masalah
asupan gizi pada balita yang mengalami diare sehingga asupan gizi
dapat mencukupi sekalipun balita tersebut sedang menderita diare.
56 2. Mengadakan pendidikan dan penyuluhan gizi kepada para ibu balita
untuk mengetahui kegunaan dan manfaat gizi bagi kelangsungan hidup
serta asupan gizi yang baik.
3. Penyediaan Sumber Daya yang mengandung terselenggaranya
pelayanan kesehatan gizi pada balita yang mengalami diare.
57 no
R1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
r2
590.4
110.3
402
237
80.2
190.8
586.6
120
178
390
476
36
142.2
142.2
96
120
120
65
8.9
17.8
130
17.8
36
142.8
178
24
838.2
53.4
178
35.6
142.8
65
89
87.5
229
153.1
148.8
65
25.9
23
53.4
89
65
53.4
13.8
53.4
89
137.4
35.6
42
178
rata
276
193
834.2
348.2
390
99.2
390
60
118
390
124.6
60
178
55
96
60
120
65
17.8
142.8
142.8
37.1
65
85.8
89
48
142.8
65
36
87.5
142.8
153.1
65
65
162.1
30
30
65
65
105
137.4
11.5
433.2
151.65
618.1
292.6
235.1
145
488.3
90
148
390
300.3
48
160.1
98.6
96
90
120
65
13.35
8.9
65
8.9
89.4
142.8
107.55
44.5
462
71.2
113
17.8
142.8
65
62.5
87.5
185.9
153.1
106.9
65
94
26.5
41.7
77
65
79.2
75.6
26.7
50.25
68.7
17.8
21
89
AKG
kategori
550 kurang
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
178
35.6
35.6
53.4
60
49.6
65
53.4
231.4
174.4
96
36
106.8
53.4
65
65
65
200
48
60
53.4
89
65
285.6
190.4
35.6
60
9.2
65
94.4
142.8
160
30
142.8
12
65
65
65
65
202.7
60
40.5
476
65
285.6
190.4
89
17.8
35.6
26.7
60
29.4
65
73.9
187.1
167.2
63
89.4
53.4
32.7
65
65
65
132.5
125.35
60
46.95
282.5
65
285.6
190.4
0
Download