Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dosis - E

advertisement
Vol.13.No.1.Th.2006
Pengujian Hormon Metiltestoteron
Pengujian Hormon Metiltestoteron Terhadap Keberhasilan Monosex Jantan
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
Hany Handajani*
* Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan – Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang,
Jl. Raya Tlogomas 246 Malang.
Test Of Methyltestoterone Hormone On Farming Male Sex Gouramy (Osphronemus gouramy)
ABSTRACT
Background : Male guramy grow rate is 20% faster than the female. To produce only the male guramy, an androgen
sintethic hormone named Methyltestoteron was used for dipping the larvae. The purpose of this research was to know
the influence of confirment methyltesteron hormone on deeping gouramy (Osphronemus gouramy) larvae with dose
deviation to farming malesex and to see dose of the best
Methods : The research was conducted on Mei until November 2005, at in Door Laboratory, Animal Husbandry and
Fisheries Faculty Muhammadiyan University of Malang and fish ponds in Blitar.. Method use in this research was
experimental and experiment design with complete Randome (CDR). The yield on anava analysis concluded
methyltestoteron hormone on larvae gouramy with deeping method was significant influence of change male sex
gouramy. Sex determination of male higher was C treatment (5 mg/l) = 83,11%; B (2,5 mg/l) = 77,33%; D (7,5 mg/l) =
64,44% and A treatment (0 mg/l) = 55,56% was lower of it.
Result : It was concluded that deeping gouramy larvae (Osphronemus gouramy) with methyltestoteron hormone that
the best yield sex determination for male sex gouramy (Osphronemus gouramy) was the treatment C (5 mg/l) = 83,11%.
And then higher survival rate C treatment = 73,2% and growth the best was treatment (7,5 mg/l) = 3,77 gram. It is
suggested for yield gouramy (Osphronemus gouramy) larvae of monosex role with deeping method of methyltestoteron
can be dose 5 mg/l.
Key words: Methyltesterone hormone, malesex, gouramy
ABSTRAK
Latar Belakang : Pada ikan gurami pertumbuhan ikan jantan lebih cepat dibandingkan ikan betina. Ini berarti
pertumbuhan jantan 20% lebih cepat dibandingkan betina. Sehingga dengan hanya memproduksi benih ikan jantan saja
dapat meningkatkan produksi dari usaha pembesaran ikan gurami. Hormon Metiltestoteron merupakan hormon
androgen sintetis. Hormon ini sudah banyak digunakan untuk mendapatkan benih ikan monosex jantan seperti pada
ikan Nila, ikan Tetra Kongo, ikan Cupang dan ikan Lauhan.
Metode : Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai November 2005 di Laboratorium Indoor Perikanan
Fakultas Peternakan – Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang dan kolam ikan di Blitar. Tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh hormon metiltestoteron, pada perendaman larva ikan gurami (Osphronemus gouramy)
dengan dosis yang berbeda terhadap keberhasilan pembentukan kelamin jantan serta untuk mengetahui dosis terbaik
perendaman larva ikan gurami (Osphronemus gouramy) terhadap pembentukan jenis kelamin jantan. Metode penelitian
yang digunakan yaitu eksperimen dan rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian hormon metiltestoteron pada ikan gurami dengan metode
perendaman memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan jenis kelamin jantan. Pembentukan kelamin jantan
tertinggi didapat pada perlakuan C (dosis 5 mg/l MT) sebesar 83,11%, disusul perlakuan B (dosis 2,5 mg/l MT) sebesar
77,33%, perlakuan D (dosis 7,5 mg/l MT) sebesar 64,44% dan perlakuan A (dosis 0 mg/l MT) menghasilkan jantan
terendah sebesar 55,66%.
Kesimpulan : Kesimpulan dari hasil penelitian adalah bahwa perendaman larva ikan gurami (Osphronemus gouramy)
berumur 15 hari dengan hormon metiltestoteron dosis terbaik menghasilkan perubahan jenis kelamin jantan ikan gurami
(Osphronemus gouramy) yaitu pada perlakuan C (dosis 5 mg/l) sebesar 83,11%. Data kelulushidupan tertinggi
perlakuan C (dosis 5 mg/l) sebesar 73,2% dan pertumbuhan mutlak terbaik perlakuan D (dosis 7,5 mg/l) sebesar 3,77
gram. Disarankan untuk menghasilkan ikan gurami (Osphronemus gouramy) monosex jantan dan metode perendaman
yang menggunakan hormon metiltestoteron sebaiknya menggunakan dosis 5 mg/l.
Kata kunci : Hormon metiltestoteren, monosex, gurami.
63
Handajani
PENDAHULUAN
Ikan gurami merupakan ikan air tawar yang
dewasa ini semakin banyak dibudidayakan.
Hal ini dikarenakan ikan gurami memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis
ikan air tawar lainnya, diantaranya adalah
memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap
lingkungan hidupnya, rasa daging yang khas
(enak), tingkat kelulushidupan tinggi, sehingga
dapat dibudidayakan dalam kepadatan yang tinggi
dalam berbagai kondisi perairan yang ada.
Hingga tahun 2004 ini prospek pasar ikan
gurami masih terbuka lebar dan setiap tahun
semakin meningkat, baik untuk pasar lokal
maupun ekspor. Beberapa negara yang siap
menampung komiditas ini diantaranya adalah
Singapura, Hongkong, Saudi Arabia, Amerika
Serikat dan negara-negara Eropa. Kecenderungan
masyarakat mengkonsumsi ikan di negara-negara
tersebut cukup besar, terlebih setelah terjadi
kasus sapi gila (mad cow) di Inggris dan Amerika,
flu burung di negara-negara Asia Tenggara.
Mereka khawatir penyakit tersebut menular
kepada manusia. Selain itu, ikan dianggap sebagai
makanan yang lebih aman dibanding dagingdaging ayam karena kolesterolnya relatif rendah.
Dengan semakin dikenalnya ikan gurami,
permintaan ikan gurami ukuran konsumsi semakin
meningkat. Produksi ikan gurami ukuran
konsumsi (250–300 gram/ekor) yang dihasilkan
saat ini kurang lebih mencapai 6,3 ton pertahun.
Dan produksi benih ikan gurami ukuran –10 cm
dengan berat 15–20 gram /ekor mencapai 100 juta
ekor pertahun (Jangkaru, 2002). Peningkatan
produksi ini tentunya akan diikuti oleh tingginya
permintaan benih ikan gurami. Namun pada
kenyataannya usaha pembenihan ikan gurami
belum banyak mendapat perhatian. Hal ini
terbukti bahwa untuk mendapatkan benih ikan
gurami yang berkualitas masih cukup sulit.
Banyak cara untuk dapat meningkatkan
mutu benih ikan gurami diantaranya adalah
pemilihan induk unggul yang diperoleh dengan
teknik persilangan atau hibadisasi, manipulasi
kromosom atau dengan cara sex reversal untuk
menghasilan benih monosex.
Memproduksi benih monosex artinya
memproduksi ikan dengan satu jenis kelamin
yaitu jantan atau betina saja. Hal ini didasarkan
pada pola pertumbuhan ikan yang berbeda antara
ikan jantan dan betina. Pada ikan gurami
pertumbuhan ikan jantan lebih cepat dibandingkan
ikan betina, jantan berumur 10–12 bulan dapat
64
Jurnal Protein
mencapai berat rata-rata 250 gr /ekor, sedangkan
betina hanya 200 gram/ekor. Ini berarti
pertumbuhan
jantan
20%
lebih
cepat
dibandingkan betina. Sehingga dengan hanya
memproduksi benih ikan jantan saja dapat
meningkatkan produksi dari usaha pembesaran
ikan gurami.
Hormon
Metiltestoteron
merupakan
hormon androgen sintetis. Hormon ini sudah
banyak digunakan untuk mendapatkan benih ikan
monosex jantan seperti pada ikan Nila, ikan Tetra
Kongo, ikan Cupang dan ikan Lauhan.11 Tetapi
sampai saat ini belum didapatkan data tentang
dosis hormon Metitestoren yang efektif untuk
menghasilkan benih monosex jantan ikan gurami.
Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang
pengujian dosis hormon metiltestoteron yang
berbeda terhadap keberhasilan pembentukan
monosex jantan ikan gurami.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam
waktu 8 bulan. Tempat penelitian di Laboratorium
In door Perikanan Fakultas Peternakan Perikanan
Universitas Muhammadiyah Malang.
Materi yang digunakan dalam penelitian
meliputi :
1. Benih Gurami
Benih Gurami yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu yang berumur 15 hari
yang berjumlah 7000 ekor.
2. Hormon
Hormon yang digunakan dalam penelitian
yaitu hormon metiltestosteron
3. Alkohol 96% (etanol)
Alkohol 96% (etanol) digunakan untuk
melarutkan hormon metiltestosteron
4. Asetokarmin
Untuk memberi warna pada gonad yang
diamati agar gonad tampak lebih jelas.
5. Pakan buatan jenis powder dan pellet
Pakan buatan jenis powder dan pellet ini
digunakan untuk memberi makanan benih
ikan gurami pada masa pemeliharaan selama
4 bulan.
Vol.13.No.1.Th.2006
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
meliputi : Timbangan, Kantong plastik, Karet
gelang, Tabung oksigen, Kolam, Sectio set, Water
pomp, Heather, Cover Glass dan Obyek Glass,
Pipet tetes dan pipet volume, Gelas ukur, Scoop
net, Alat pengukur kualitas air (Oxymeter, pH pen
dan Thermometer), Happa dan kolam.
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode eksperimen dengan teknik pengambilan
data secara observasi langsung. Penelitian ini
menggunakan RAL.
Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan
dosis hormon metiltestoteron dan 3 ulangan,
adalah sebagai berikut :
A = 0 mg/l MT (Kontrol)
B = 2.5 mg/l MT
C = 5 mg/l MT
D = 7.5 mg/l MT
Pelaksanaan penelitian
 Perlakuan
perendaman
dengan
Metiltestosteron
Menyiapkan dosis hormon metiltestosteron
sesuai dengan perlakuan, berikut dosis
perlakuan yaitu : perlakuan A) dosis 0 mg /l
atau sebagai kontrol B) dosis 2,5 mg /l C)
dosis 5 mg /l, D) dosis 7,5 mg/l. Melarutkan
masing-masing hormon metiltestosteron ke
dalam alkohol 96% (etanol) sebanyak 5 ml.
Menyiapkan kantong palstik sebnayak tiga
buah pada tiap perlakuan sehingga kantong
palstik yang harus disediakan sebanyak 15
buah serta mengisi kantong palstik dengan air
sebanyak 1 liter. Memasukkan hormon
metiltestosteron ke dalam kantong plastik
dengan dosis yang berbeda-beda sesuai
dengan perlakuan, sebelum larva dimasukkan
mendiamkan hormon larut dalam air selama
30 menit. Memasukkan atau merendam benih
Gurami yang berumur 21 hari sebanyak 500
ekor pada tiap-tiap kantong palstik yang telah
disiapkan. Menambah O2 ke dalam kantong
palstik lalu mengikatnya dengan karet gelang.
Merendam larva dalam kantong palstik
selama 6 jam. Mengamati dan mencatat
Survival Rate (SR) larva benih Gurami
selama perendaman dalam kantong palstik.

Pemeliharaan Benih Gurami pada kolam
pemeliharaan
Mempersiapkan
dan
mengisi
kolam
pemeliharaan satu minggu sebelum benih
gurami
dimasukkan
dalam
kolam.
Pengujian Hormon Metiltestoteron
Mempersiapkan happa /jaring dengan ukuran
1 x 1 x 1 sebanyak 15 happa, kemudian
diletakkan pada kolam pemeliharaan. Setelah
perendaman benih gurami dalam kantong
palstik mencapai 6 jam kemudian larva
tersebut dimasukkan dalam happa-happa yang
ada dalam kolam pemeliharaan. Selama
pemeliharaan benih gurami didalam kolam
diberi makan: pellet. Selama pemeliharaan
mengamati parameter kualitas air dan
Survival Rate (SR).

Pengamatan Keberhasilan
Menghitung tingkat survival Rate (SR) dan
menimbang berat akhir ikan uji serta
mengamati, mencatat perubahan parameter
kualitas air selama perlakuan berlangsung.
Mengamati
keberhasilan
persentase
pembentukan jenis kelamin jantan, betina dan
intersex.
Pengamatan
keberhasilan
pembentukan jenis kelamin dilakukan secara
morfologi dan histology.
Parameter utama yang diukur dalam
penelitian ini adalah keberhasilan pembentukan
jenis kelamin jantan.
a) Tingkat kelangsungan hidup atau
Survival Rate (SR), dapat diketahui
dengan menggunakan rumus :
SR (%) =
Jmlh ikan yg hidup akhir pneltian
Jumlah ikan awal penelitian
x 100%
(Effendi, 1998)
b)
Keberhasilam
pembentukan
jenis
kelamin diukur dengan menggunakan
rumus :
 Jumlah Ikan Jantan
J (%) =
Jmlh ikan jantan
x 100%
Jumlah ikan sampel
 Jumlah Ikan Betina
B (%) =
Jumlh ikan betina
x 100%
Jumlah ikan sampel
 Jumlah Ikan Intersex
I (%) =
Jumlh ikan intersex
x 100%
Jumlah ikan sampel
(Suriawan, 1998)
c) Pertumbuhan ikan
d) Pertumbuhan ikan diukur dengan
menggunakan rumus pertumbuhan
mutlak (Growth Rate) :
65
Handajani
Jurnal Protein
H = Wt – Wo
Dimana :
H : Pertumbuhan mutlak (Growth
Rate)
Wt : Berat rata-rata ikan pada waktu
tertentu (gram)
Wo : Berat rata-rata ikan pada waktu
t = 0 (gram)
(Effendi, 1998)
e) Pengukuran parameter kualitas air akan
dilakukan pada pagi, siang dan sore
hari yang meliputi pengukuran pH
(derajat keasaman) yang diukur dengan
pH pen, DO (oksigen terlarut) yang
diukur dengan DO meter, suhu yang
diukur dengan thermometer.
Data hasil penelitian yang diperoleh
selanjutnya dianalisis sidik ragam. Jika dari hasil
analisis sidik ragam diketahui perlakuan
menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(significant) atau berbeda sangat nyata (highly
significant), maka dilanjutkan dengan uji Beda
Nyata Terkecil.
HASIL DAN PEMBAHASAN
dapat
Data yang diperoleh selama pengamatan
dilihat
pada
Tabel
1.
Tabel 1 . Data hasil penelitian “pengujian hormon metiltestoteron terhadap
keberhasilan pembentukan monosex jantan ikan gurami (Osphronemus
gouramy)
Variabel yang Diamati
% Benih Jantan
% Benih Betina
% Benih Intersex
Kelulushidupan (%)
Pertumbuhan Mutlak (gram)
Jumlah Populasi Awal (ekor)
Perlakuan (Perendaman Metiltestoteron)
A = 0 mg/l
B = 2,5 mg/l C = 5 mg/l D = 7,5 mg/l
55,56%
77,33%
83,11%
64,44%
45,78%
36,59%
12,89%
32%
0%
0,89%
0,44%
0%
71,27%
67,87%
73,2%
64,6%
2,63%
2,84%
2,99%
3,77%
500
500
500
500
Dari data yang diperoleh persentase jantan terbaik
pada perlakuan C (perendaman MT = 5 mg/l)
sebesar 83,11, hasil ini lebih besar dari perlakuan
A (perendaman MT = 0 mg/l) sebesar 55,56.
Sedangkan yang terendah pada perlakuan D
(perendaman MT = 7,5 mg/l). Persentase betina
tertinggi pada perlakuan A sebesar 45,78%, dan
yang terendah pada perlakuan C sebesar 12,89%.
Persentase
kelulushidupan
tertinggi
pada
perlakuan C sebesar 73,2% dan terendah
perlakuan D sebesar 64,6%. Selanjutnya
pertumbuhan mutlak tertinggi pada perlakuan D
sebesar 3,77 gram dan terendah pada perlakuan A
sebesar 2,63 gram.
1. Identifikasi Kelamin Jantan
Data persentase rata-rata ikan gurami jantan (Osphronemus gouramy) yang dihasilkan selama
penelitian dapat pada grafik seperti pada Gambar 1.
Keterangan: A = 0 mg /l MT ; C = 5 mg/lMT; B = 2,5 mg/l MT; D = 7,5 mg /l MT
Gambar 1.
66
Grafik Rata-rata Persentase ikan gurami (Osphronemus gouramy) jantan pada
dosisi perendaman hormon metiltestoteron yang berbeda.
Vol.13.No.1.Th.2006
Dari data yang diperoleh kemudian
dilakukan analisis data dengan menggunakan
Pengujian Hormon Metiltestoteron
sidik ragam (uji F), hasil analisis tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis sidik ragam data kelamin jantan ikan gurami (Osphronemus gouramy)
Ftabel
Sidik Ragam
db
JK
KT
Fhitung
5%
1%
Perlakuan
3
1395,407
465,136
6,709*
4,46 8,65
Galat
8
554,667
69,333
Total
11
1950,074
Keterangan: * berbeda nyata
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
yang menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada masing-masing perlakuan, maka
untuk mengetahui perlakuan mana yang
menghasilkan persentase jantan terbaik
dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT).
Tabel 3. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pembentukan Kelamin
Jantan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
Perlakuan
A = 55,55 B = 64,44 B = 77,33 C = 83,11 Notasi
A = 55,55
a
D = 64,44
8,89tn
a
B = 77,33
21,78*
12,89tn
b
C = 83,11
27,56**
18,67*
5,78tn
c
Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata; * = Berbeda nyata; ** = Sangat berbeda nyata
Berdasarkan hasil uji BNT diketahui
bahwa nilai terbaik untuk menghasilkan ikan
gurami jantan berturut-turut adalah perlakuan
C (dosis 5 mg/l MT), B (dosis 2,5 mg/l MT),
D (dosis 7,5 mg/l MT) dan A (dosisi 0 mg/l
MT). Perlakuan C berbeda dengan perlakuan
A, D dan B, perlakuan A tidak berbeda
dengan perlakuan D.
Hasil pengamatan persentase jenis
kelamin jantan perlakuan C (dosis 5 mg/l
MT) menunjukkan nilai yang tertinggi
sebesar 83,11%, dibandingkan dengan
perlakuan-perlakuan
lainnya,
ini
membuktikan bahwa dengan dosis 5 mg/l MT
dalam
perendaman
benih
gurami
(Osphronemus gouramy) berumur 15 hari
setelah penetasan cukup efektif menerima
rangsangan hormon metiltestoteron (MT)
dengan padat perendaman 500 ekor/l. Pada
perlakuan D, jantan hanya sebesar 64,44%.
Pada dosis 7,5 mg/l MT gonad tidak
berkembang karena dosis yang diberikan
terlalu tinggi sehingga gonad menjadi steril
atau gonad menjadi abnormal. Dari segi
efisiensi, dosis yang diinginkan adalah dosis
terendah, tetapi memberikan hasil yang
maksimal. Namun perlu diperhatikan bahwa
ada kecenderungan pemberian dosis yang
terlalu rendah menyebabkan proses sex
reversal berlangsung kurang sempurna. Disisi
lain dosis yang terlalu tinggi ada
kecenderungan ikan akan menjadi steril
(Zairin, M. Jr., 2001).
2. Identifikasi Kelamin Betina
Hasil pengamatan persentase rata-rata
jenis
kelamin
betina
ikan
gurami
(Osphronemus gouramy) dapat dilihat pada
grafik Gambar 2.
61
Handajani
Jurnal Protein
Keterangan : A = 0 mg /l MT; B = 2,5 mg/l MT; C = 5 mg/lMT; D = 7,5 mg /l MT
Gambar 2. Grafik Rata-rata Persentase ikan gurami (Osphronemus gouramy) betina pada
dosis perendaman hormon metiltestoteron yang berbeda.
Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan sidik ragam (uji
F) hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis sidik ragam data kelamin betina ikan gurami
(Osphronemus gouramy)
Ftabel
Sidik
db
JK
KT
Fhitung
Ragam
5%
1%
**
Perlakuan
3
1814,519 604,839 11,372
4,46
8,65
Galat
8
425,482
53,185
Total
11
2240
Keterangan: ** berbeda sangat nyata
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
yang menunjukkan pengaruh berbeda sangat
nyata pada masing-masing perlakuan, maka
untuk mengetahui perlakuan mana yang
menghasilkan % persentase betina yang
tertinggi dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil (BNT).
Tabel 5. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pembentukan Kelamin Betina
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
Perlakuan
C = 12,889 B = 21,333 D = 32,000 A = 45,778 Notasi
A = 12,889
a
D = 21,333
8,444tn
a
B = 32,000
19,111*
10,667tn
b
C = 45,778
32,89**
24,445**
13,778*
c
Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata
* = Berbeda nyata
** = Sangat berbeda nyata
Berdasarkan hasil uji BNT diketahui
bahwa nilai tertinggi untuk menghasilkan
ikan gurami betina berturut-turut adalah
perlakuan A (dosis 0 mg/l MT), B (dosis 2,5
mg/l MT), D (dosis 7 mg/l MT) dan C (dosis
5 mg/l MT). Perlakuan A berbeda dengan
perlakuan C, B, dan D, sedangkan perlakuan
C tidak berbeda dengan perlakuan B.
68
Hasil pengamatan persentase jenis
kelamin betina pada perlakuan A (dosis 0
mg/l MT) merupakan nilai yang tertinggi
sebesar 45,78%. Jika dibandingkan dengan
jenis
kelamin
jantan
perlakuan
A
menghasilkan nilai sebesar 55,56%. Hal ini
dapat menggambarkan bahwa ikan gurami
secara alami (tanpa dipengaruhi hormon
untuk sex noversal), sex ikan gurami
Vol.13.No.1.Th.2006
Pengujian Hormon Metiltestoteron
terdifferensiasi sempurna  50% hormon
steroid jantan dan  50% betina. Jadi peluang
untuk menghasilkan ikan jantan dan betina
sama besarnya. Tetapi jika melihat perlakuan
yang lain (B, C, D) akan menghasilkan hasil
yang berbeda. Pada perlakuan B (dosis 2,5
mg/l MT) kelamin betina sebesar 21,33%.
Pada dosis ini hormon masih belum efektif
mempengaruhi gonad sehingga pada dosis 2,5
mg/l MT masih didapati ikan intersex yang
menunjukkan proses sex reversal berjalan
kurang sempurna. Untuk perangsangan yang
efektif pada sex reversal yaitu:
a. Steroid yang diberikan ketika gonad
masih belum berbentuk dan perlakuan
dilakukan terus sampai terdifferensiasi.
b. Dosis yang digunakan harus cukup sesuai.
Pemberian hormon metiltestoteron
pada larva akan meningkatkan peluang betina
(secara fenotip) menjadi ikan jantan
Keterangan:
A = 0 mg /l MT
B = 2,5 mg/l MT
fungsional, dengan begitu peluang untuk
menjadi ikan betina semakin kecil (Hariani,
A.M., 1998).
3. Tingkat
Kelulushidupan
(Survival
Rate/SR)
Tingkat
kelulushidupan
selama
pemeliharaan (60 hari) tingkat kelulushidupan
pada hasil penelitian ini dinyatakan dalam
bentuk
persentase
yang
merupakan
perbandingan jumlah ikan yang hidup di akhir
pengamatan dengan jumlah ikan saat awal
pemeliharaan dan dilakukan 100%. Grafik
rata-rata persentase kelulushidupan selama
pemeliharaan ikan gurami (Osphronemus
gouramy) dapat dilihat pada Gambar 3.
C = 5 mg/lMT
D = 7,5 mg /l MT
Gambar 3. Grafik Rata-rata Persentase pengujian hormon metiltestoteron pada perendaman
larva ikan gurami (Osphronemus gouramy) terhadap kelulushidupan selama
pemeliharaan hingga berumur 60 hari
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap tingkat kelulushidupan maka
dilakukan analisis sidik ragam. Hasil dari
analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel
6.
Dari hasil analisis sidik ragam
menunjukkan
tidak
adanya
pengaruh
perlakuan terhadap kelulushidupan ikan
gurami selama pemeliharaan 60 hari. Tetapi
jika dilihat pada Gambar 5.3 tingkat
kelulushidupan yang tertinggi pada perlakuan
A (dosis 0 mg/l MT) dan C (dosis 5 mg/l MT)
sebesar 71,267% dan C sebesar 73,2%. Hal
ini dikarenakan aktivitas metabolisme ikan
berjalan normal. Pada ikan yang diberi
perlakuan dengan dosis 7 mg/l MT
menghasilkan tingkat kelulushidupan yang
terendah sebesar 64,6%. Hal ini dikarenakan
dosis yang terlalu tinggi menyebabkan
aktivitas
metabolisme
ikan
menjadi
meningkat.
69
Handajani
Jurnal Protein
Tabel 6. Analisis Sidik Ragam data Kelulushidupan ikan gurami
(Osphronemus gouramy)
Ftabel
Sidik Ragam
db
JK
KT
Fhitung
5%
1%
Perlakuan
3
129,613 43,204
2,215tn
4,46 8,65
Galat
8
156,053 19,507
Total
11
285,667
Keterangan : tn Tidak berbeda nyata
4. Pertumbuhan
Pertumbuhan mutlak pada benih ikan
gurami pada penelitian diukur sejak perlakuan
dimulai sampai dengan larva berumur 60 hari.
Grafik rata-rata pertumbuhan mutlak ikan
gurami dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik rata-rata pertumbuhan mutlak ikan gurami
Pertumbuhan mutlak benih gurami
tertinggi didapatkan pada perlakuan D (7,5
mg/l MT) sebesar 3,77 gram kemudian diikuti
perlakuan C (5 mg /l) sebesar 2,99 gram,
perlakuan B (2,5 mg/l MT) sebesar 2,84 gram
dan perlakuan A (0 mg/l MT) sebesar 2,63
gram.
Dari hasil ini dapat dilihat semakin
tinggi
dosis
yang
diberikan
maka
pertumbuhan ikan juga semakin meningkat.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi dosis yang
diberikan
akan
memacu
aktivitas
metabolisme, sehingga benih akan makan dan
makan terus selama ada makanan.
Rendahnya tingkat pertumbuhan pada
perlakuan A disebabkan karena tidak adanya
pengaruh hormon steroid yang mempengaruhi
aktivitas metabolisme sehingga agresifitas
makan ikan pada perlakuan A tidak sebesar
perlakuan yang diberi hormon.
5. Kualitas Air
Kualitas air media pemeliharaan diukur
sebagai data penunjang, data ini meliputi pH,
suhu dan oksigen terlarut (DO). Data kualitas
air dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari hasil
pengukuran kualitas air diperoleh kisaran
70
suhu pada pagi hari (07.00 WIB) antara 23oC
– 26oC, pada siang hari (12.00 WIB) suhu
berkisar antara 27oC – 32oC, pada sore hari
(17.00 WIB) suh berkisar antara 27oC – 30oC.
pH air pada pagi hari (07.00 WIB) sebesar 8,
pada siang hari (12.00 WIB) sebesar 8, dan
pada sore hari (17.00 WIB) pH sebesar 8.
Untuk data DO atau oksigen terlarut pada
pagi hari berkisar antara 5,53 – 5,59 ppm,
pada siang hari (12.00 WIB) berkisar antara
6,38 – 6,45 ppm dan pada sore hari (17.00
WIB) berkisar antara 6,02 – 6,08 ppm.
Dari kisaran suhu pagi sampai sore hari
diperoleh kisaran suhu dari 23oC – 32oC.
Suhu yang baik untuk ikan tropis adalah 25oC
– 32oC. Untuk ikan gurami suhu yang optimal
adalah 25oC – 30oC dan perubahan suhu
mendadak sebesar 5oC dapat menyebabkan
stress pada ikan atau mudah membunuh ikan.
Shelton et al., (1982) dalam Sahly (1993)
mengatakan bahwa suhu yang dibawah 21oC
akan menurunkan laju pertumbuhan sehingga
akan menurunkan kemampuan hormon untuk
mengadakan perubahan jenis kelamin
(Cholik, F., Artati dan Arifuddin, 1979).
pH air 8, pH untuk ikan gurami antara
6 – 8,5 dan untuk pertumbuhan optimal pada
Vol.13.No.1.Th.2006
pH 7 – 8. Jadi pH perairan media
pemeliharaan adalah baik karena masih dalam
kisaran yang optimal. pH dan 11 merupakan
titik kematian ikan, dimana pH < 4 atau pH
11 tidak baik bagi ikan /lethal bagi ikan.8 Ikan
gurami akan tidak mengalami pertumbuhan
jika pH perairan bersifat asam (dibawah 4)
dan bersifat basah (di atas 11) (Chervinsky, I.,
1982).
Kandungan oksigen terlarut berkisar
antara 5,53 – 6,45 ppm, dimana konsentrasi
oksigen terlarut terendah pada pagi hari dan
tertinggi pada siang hari. Menurut Boyd
(1982), DO seharusnya 5 ppm atau lebih,
tetapi ada batasan bahwa DO < 1 ppm
mematikan jika dibiarkan lama, 1 – 5 ppm
ikan bertahan hidup, reproduksi rendah dan
pertumbuhan lambat, sedangkan DO > 5 ppm
ikan tumbuh normal dan bereproduksi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
tentang
pengujian hormon metiltestoteron terhadap
keberhasilan pembentukan monosex jantan ikan
gurami (Osphronemus gouramy), maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Perendaman larva ikan gurami (Osphronemus
gouramy)
dan
menggunakan
hormon
metiltestoteron dengan dosis yang berbeda
berpengaruh nyata terhadap pembentukan jenis
kelamin jantan dan betina.
2. Perendaman larva ikan gurami (Osphronemus
gouramy) berumur 15 hari dengan hormon
metiltestoteron dosis terbaik menghasilkan
perubahan jenis kelamin jantan ikan gurami
(Osphronemus gouramy) yaitu pada perlakuan
C (5 mg/l) sebesar 83,11%.
3. Perendaman larva ikan gurami (Osphronemus
gouramy) dengan menggunakan hormon
metiltestoteron dengan dosis yang berbeda
tidak berpengaruh terhadap kelulushidupan
ikan gurami (Osphronemus gouramy) selama
masa pemeliharaan 60 hari.
Saran
Saran yang dapat disampaikan berkaitan
dengan hasil penelitian ini adalah usaha untuk
menghasilkan benih ikan gurami (Osphronemus
gouramy) monosex jantan dengan metode
perendaman sebaiknya menggunakan dosis
hormon metiltestoteron 5 mg/l.
Pengujian Hormon Metiltestoteron
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1987. Usaha Monosex Ikan Nila
Merah dengan Mempergunakan Hormon.
Kumpulan Paket Teknologi Budidaya Ikan Air
Tawar. Balai Budidaya Air Tawar. Sukabumi.
Hal. 26 – 29.
Anonymous, 1988. Petunjuk Teknis Budidaya
Ikan Nila Merah. Balai Budidaya Air Tawar.
Direktorat Jenderal Perikanan. Sukabumi. Hal. 29.
Anonymous, 1991. Petunjuk Teknis Budidaya
Ikan Nila. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal.
62.
Ardiwinoto, K.,
1999.
Mutu Prosedur
Pembenihan dan Mutu Benih Balai Benih Ikan
Rembang. Kodya Blitar.
Balarin, J.D and J.P Hatton, 1979. Tilapia. A
Guide To Their Biology and Culture in Africa.
University of Stirling, Scotland. P. 1 – 65.
Bardarch, J.E, J.H. Ryter and W.O Mc Larney,
1972. The Farming and Husbandry of Freshwater
and Marine Oragnism. John Wiley and Sons Inc.
Toronto, Canada, 686 pp.
Chervinsky, I., 1982. Environmental Physiology
of Tilapia. In: R.S.V Pullin and R.H. Lowe-Mc
Connel (eds). The Biology and Culture of Tilapia.
ICLARM Conference Proceedings 7.432 p.
ICLARM. Manila, Philipines, P. 119-128.
Cholik, F., Artati dan Arifuddin, 1979.
Pengelolaan Kualitas Air. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan. Direktorat Jenderal
Perikanan – IDRC Jakarta. Hal. 50.
Donaldson, E.M, U.H.M. Fagerlund, D.A. Higgs
and J.R. Bridge, 1978. Hormonal Enchanchement
of Growth. In: W.S. Hoar, D.J. Randall and J.R.
Brett (Eds). Fish. Physiology vol. VIII. Academic
Press. New York. P. 456-597.
Handajani, H. dan E. Santoso, 2003. Pengaruh
Hormon Metiltestoteron Pada Perendaman Larva
Lau Han (Cichlasoma sp.) dan Dosis Yang
Berbeda Terhadap Keberhasilan Pembentukan
Jenis Kelamin Jantan. Laporan Penelitian. Fak.
Peternakan – Perikanan. UMM. Malang.
Handajani, H. dan Hariyadi, 2004. Penerapan
Teknologi Sex Reversal Dalam Upaya
Peningkatan Produksi Ikan Nila (Oreochromis
71
Handajani
sp.) Pada Petani Ikan di Kota Batu. Laporan
Ipteks. Fakultas Peternakan – Perikanan. UMM.
Malang.
Hepher, B. and Y. Pruginin, 1982. Commercial
Fish Farming. John Wiley and Sons. New York.
261 p.
Hariani, A.M., 1998. Pengaruh Dosis dan Lama
Perendaman dalam Metiltestoteron Terhadap
Daya Hidup, Perubahan Kelamin, Pertumbuhan
dan
Kandungan
Testoteron
Ikan
Nila
(Oreochromis sp.). Tesis Program Pasca Sarjana
Universitas Airlangga. Surabaya.
Hoar, W.S., 1969. Reproduction. In: W.S. Hoar
and J.H. Randall (eds). Fish Physiology. Vol. III.
Academic Press. New York. P. 1 – 69.
Huet, M., 1972. Textbook of Fish Culture.
Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News
Books Ltd. Famham. Surrey. England. 436 p.
Jangkaru, 2002. Memacu Pertumbuhan Gurami.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Matty, A.J., 1985. Fish Endocrinology. Croom
Helm. London and Sidney. 267 p.
Mudjiman, A., 1989. Makanan Ikan. Penebar
Swadaya. Jakarta. 190 hal.
Mujianto,
1999.
Pengaruh
Hormon
Metiltestoteron pada Pakan Larva Ikan Nila
(Oreochromis sp) Dengan Umur Berbeda
terhadap Keberhasilan Pembentukan Jenis
Kelamin Jantan. Laporan Penelitian. Fakultas
Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Lagler, K.F., J.E. Bardach and R.E. Miller, 1977.
Ichthyology. John Wiley and Sons. New York.
545 p.
Popma, T. J. and B. W., 1990. Sex Reversal of
Tilapia in Eartern Ponds Aquaculture Production
Manual International Cebter for Aquaculture.
Auburn University Research and Development
Series no 35.
Pandian, T. J. and K. Varadaraj, 1990. Techniques
for Produce 100% Male Tilapia. NAGA. The
ICEARM Quartererly. Vol. 13. No, 34 July 1990.
3-5 p.
72
Jurnal Protein
Rustidja
dan
Irianto,
1999.
Pengaruh
Perendaman Hormon Metiltestoteron Pada
Beberapa Tingkat Umur Ikan Mas Ginogenetic.
Laporan Kegiatan Balai Benih Ikan Punten. Dinas
Perikanan Propinsi Jawa Timur.
Susanto, H., 1991. Budidaya Ikan di Pekarangan.
Penebar Swadaya. Jakarta. 152 hal.
Suseno, D. R., Nirmala dan L. Dharma. 1999.
Hormon Fluoksomesteron dalam pakan untuk
Pengalihan Jenis Kelamin Ikan Nila Merah
(Oreochromis nilaticus). Bull. Pen. Perikanan
Darat. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar.
Bogor. Vol. 11 No. 2 Juni 1999. 59-64 hal
Suryabrata, S., 1995. Metodologi Penelitian.
Universitas Gadjah Mada. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 115 hal.
Yamazaki, F., 1983. Sex Control Manipulation in
Fish. In: N.P. Wilkins and E.M. Gosling (eds).
Genetic in Aquaculture – Development in
Aquaculture and Fisheries Science vol. 12.
Elsevier Science Publisher B.V. Amsterdam.
Oxford. New York. P. 329 – 354.
Zairin, M. Jr., 2000. “Pengaruh Pemberian
Bioenkapsulat 17α-Metiltestosteron di dalam
Artemia terhadap Nisbah Kelamin Ikan Cupang
(Betta splendens)”, Sains Akuantik, 3: 1-8,
Zairin, M. Jr., 2002. Reversal Memproduksi Benih
Ikan Jantan Atau Betina. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Zairin, M. Jr., 2001. Waskitaningtyas, Nasrum,
dan K. Sumantadinata, “Pengaruh Pemberian
Artemia yang Direndam di dalam Larutan 17αMetiltestosteron Berdosis Rendah terhadap
Nisbah Kelamin Ikan Cupang (Betta splendens
Regan)”, Aquaculture Indonesia, 2: 107-112.
Zairin, M. Jr., O. Carman, dan E. Nurdiana, 2000,
“Pengaruh Perendaman Embrio di dalam
Larutan 17α-Metiltestosteron terhadap Nisbah
Kelamin Ikan Tetra Kongo (Micralestes
interruptus) Jurnal Biosains, 5: 7-12.
Zonneveld, N., E.A. Huisman and J.H. Boon,
1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia.
Jakarta. 318 hal.
Download