SISTEM REMUNERASI VERSI KMK NO. 165 TAHUN 2008: SEBUAH SOLUSI BAGI RUMAH SAKIT BLU Hananto Andriantoro Isu Kebijakan. Saat ini, di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPD HK) dan juga beberapa rumah sakit pemerintah di Indonesia tengah terjadi kesalahan persepsi mengenai insentif (Tunjangan Kinerja/Tukin) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN) No. 63 tahun 2011. Para pegawai khususnya di level bawah menuntut diberlakukannya sistem Tukin tersebut karena mengharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan yang berupa peningkatan penghasilan. Sejak tahun 2008 RSJPD HK sudah menerapkan sistem remunerasi berdasarkan KMK No. 165 tahun 2008 yang berbasis kinerja. Dengan adanya sistem Tukin yang baru, para pegawai menganggap akan ada penambahan insentif selain dari pembayaran remunerasi yang selama ini berjalan. Di level nasional, tidak semua rumah sakit pemerintah mendapatan persetujuan untuk menerapkan sistem Tukin, bahkan di beberapa rumah sakit para pegawainya melakukan demonstrasi untuk menuntut diberlakukannya sistem Tukin di instansi mereka. Lain halnya di tingkat dokter. Masalah yang muncul ke permukaan adalah mengenai JKN/BPJS. Mereka menganggap bahwa INA-CBG’s tidak sesuai dengan fee dokter sehingga terjadi kekhawatiran bahwa sistem tersebut tidak cukup untuk membiayai jasa dokter. Dengan mulai diberlakukannya sistem JKN awal tahun ini maka mau tidak mau, suka tidak suka para dokter di seluruh rumah sakit menjalankan prosedur yang ada dengan disertai rasa kekhawatiran tadi. Hal ini bisa berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan para dokter kepada pasien. Pada kenyataanya, mekanisme yang berlaku di RSJPD HK adalah bahwa BPJS membayar RS melalui sistem paket, sedangkan RS membayar jasa dokter melalui sistem remunerasi. Sehingga dokter diharapkan untuk fokus melayani pasien dan tidak perlu merasa khawatir bahwa fee dokter menjadi berkurang karena adanya JKN. Pentingnya Perubahan Kebijakan. Mengacu pada dua permasalahan di atas, maka perlu diterapkan suatu sistem yang mampu menjawab permasalahan yang ada. Hal ini penting mengingat rumah sakit merupakan institusi yang memberikan pelayanan kepada pasien sehingga permasalahan pemberian tunjangan atau penghasilan tambahan tidak mengurangi kualitas pelayanan. Pada dasarnya, pemberian tunjangan kinerja dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada pegawai dalam bentuk uang agar dapat meningkatkan kualitas kerjanya. Dalam hal ini di rumah sakit berupa kualitas pelayanan kepada pasien. Kebijakan Yang Mendukung. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah institusi kesehatan yang padat teknologi, padat pakar dan modal. Agar dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan efisien maka UPT harus diberi kesempatan untuk mengelola semua sumber dayanya secara mandiri. Pada tahun 2005 Pemerintah mengeluarkan PP No. 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU) yang berisi peraturan tentang pengelolaan keuangan yang pada prinsipnya tidak mencari keuntungan. Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fasilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. PP No. 23 tahun 2005 ini mendasari terbentuknya KMK No. 165 tahun 2008 yang berisi tentang penetapan besaran remunerasi bagi pejabat pengelola, Dewan Pengawas, dan pegawai BLU RSJPD HK. Analisis Situasi. Sejak tahun 2008 RSJPD HK telah melaksanakan sistem remunerasi terhadap pejabat pengelola, Dewan Pengawas dan seluruh pegawai berdasarkan KMK No. 165/KMK.05/2008. Dalam peraturan ini remunerasi terdiri dari 3 komponen yang disebut 3P (Pay for position, pay for performance, pay for people). Pay for people merupakan komponen yang terkait dengan pekerjaan, terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap. Pay for performance merupakan pembayaran yang didasarkan pada tingkat pencapaian tuntutan target kinerja yang lazimnya disebut dengan insentif kinerja, bukan tunjangan kinerja. Pay for people atau disebut juga fringe benefit merupakan bantuan dan tunjangan yang sifatnya perorangan. Anggaran yang digunakan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BLU RSJPD HK dari hasil pelayanan kesehatan kepada pasien. Dalam KMK No. 165 tahun 2008 ini jabatan fungsional (dokter dan perawat) diperhitungkan sebagai profesi tersendiri yang memiliki penilaian kinerja yang berbeda dengan posisi struktural. Dalam peraturan ini, standar besaran remunerasi dokter (harga jabatan) ditentukan berdasarkan hasil evaluasi jabatan dan nilai jabatan, yang selanjutnya disusun dalam bentuk grading system kelompok Medis (M), yaitu mulai dari M1 sampai dengan M8. Susunan jabatan (grade) pada kelompok medis di dijabarkan lagi kedalam subgrade. Susunan subgrade ini dimaksudkan untuk memberikan ruang tumbuh dalam jalur karir tenaga dokter. Hal ini mengingat, masa bakti seorang dokter (terutama Dokter Pendidik Klinis) dapat mencapai batas usia pensiun 65 tahun. Sehingga dalam menyusun sistem remunerasi harus mempertimbangkan pola karir seorang dokter mulai dari baru masuk rumah sakit sampai batas usia pensiun. Dengan ditetapkannya ruang tumbuh pada jabatan dokter maka pada setiap kelompok dokter memiliki jumlah ruang tumbuh yang dapat berbeda, yang menggambarkan tuntutan tingkat kompetensi yang signifikan pada gradenya. Jumlah ruang tumbuh masing-masing karakter Dokter diputuskan oleh Tim Job Evaluation Dokter yang semua anggotanya adalah Dokter dan dipilih oleh manajemen puncak untuk mewakilinya. Sebagai gambaran misalnya, tiap grade akan memiliki 3 (tiga) sub grade, dan masingmasing sub grade memiliki standar kompetensi tertentu yang memungkinkan seorang dokter mengikuti pola karirnya sampai pensiun. Dari subgrade ini pula sekaligus akan ada standar jumlah biaya atau price yang akan diterima seorang dokter, sesuai dengan tingkat kinerja yang dicapai atas target yang diberikan. Pada tahun 2011 Pemerintah mengeluarkan Permen PAN No. 63 tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri. Tujuan pemberian remunerasi dalam konteks reformasi birokrasi di lingkungan tersebut merupakan upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai dan merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (reformasi bidang kultural). Dengan struktur gaji yang baru (nanti) setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi). Dalam peraturan ini, tunjangan kinerja merupakan fungsi dari keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi dan diharapkan dananya bersumber dari efisiensi/optimalisasi pagu anggaran belanja Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah dan/atau peningkatan penerimaan yang dihasilkan. Tunjangan kinerja diberikan secara bertahap sesuai kemajuan keberhasilan/capaian pelaksanaan reformasi birokrasi. Tunjangan kinerja pegawai diberikan berdasarkan kinerja yang telah dicapai oleh seorang individu pegawai. Kinerja individu pegawai harus sejalan dengan kinerja yang hendak dicapai oleh organisasi sehingga tunjangan kinerja individu pegawai dapat meningkat atau menurun sejalan dengan peningkatan atau penurunan kinerja yang diukur berdasarkan Indikator Kinerja Utama Instansi. Analisis Pemangku Kepentingan. Remunerasi adalah gerakan yang paling maju untuk BLU, terutama untuk RSJPD HK sebagai rumah sakit BLU pertama yang menerapkan remunerasi. Awal pelaksanaan remunerasi di RSJPD HK terdapat kendala yang datangnya dari staf medik, namun pada tahap berikutnya hal ini dapat diterima dan mulai dirasakan manfaatnya. KMK No. 165 tahun 2008 memiliki kelebihan yaitu mengajak kita keluar dari mainset seorang birokrat di UPT BLU, serta memiliki konsep yang bagus yang mengakomodir kompetensi profesi dan kebutuhan pegawai serta dapat mendorong pegawai bekerja berorientasi pada kualitas dan bukan kuantitas seperti pada masa fee for service. Kelebihan lain dari remunerasi berdasarkan KMK No. 165 tahun 2008 adalah penilaian dilakukan berdasarkan kinerja, selain itu staf dapat bekerja sebagai tim dan bukan perorangan sehingga dapat mengembangkan banyak hal. Adapun kelemahan yang ada pada KMK No. 165 Tahun 2008 adalah bahwa remunerasi sudah tidak sesuai untuk situasi saat ini, karena staf yang kinerja pelayanannya meningkatkan pendapatan rumah sakit, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Kelemahan lain adalah remunerasi ditetapkan berdasarkan plafon bukan proporsi, sehingga pada saat remunerasi akan dinaikan jumlahnya melampaui batas plafon, walaupun kondisi pendapatan rumah sakit meningkat sekian kali lipat. Hal tersebut berdampak pada penghasilan pegawai yang tidak bisa meningkat karena alokasi untuk belanja pegawai sudah ditentukan berdasarkan pagu dan bukan prosentase dari pendapatan rumah sakit. Kelemahan lain dari sistem remunerasi berdasarkan KMK 165 adalah nilai rupiah yang bersifat rigid, sementara itu tidak ada otomatisasi terhadap perubahan nilai rigid tersebut. Permen PAN No. 63 tahun 2011 merupakan lanjutan dari Permen PAN No. 34 tahun 2011, yang bercerita tentang evaluasi jabatan yang menggunakan alat FES (faktor evaluasi sistem). Permen PAN No.34 mengatur tentang pengukuran seluruh jabatan yang ada termasuk dokter, namun ketika diterapkan di Permen PAN No. 63 hasilnya berbeda yaitu menggunakan single class mulai grade 1 sampai grade 17. Informasi lain yang didapat yaitu Permen PAN No. 63 Tahun 2011 tidak cocok diterapkan di RSJPD HK karena aspek medikolegal profesional tidak diapresiasi. Dalam peraturan tersebut dokter tidak dianggap sebagai profesi yang keluarannya bukan hanya kertas (work paper), tapi ada output yang berupa morbiditas dan mortalitas yang menyangkut nyawa manusia. Hal lainnya yang mendukung bahwa Permen PAN tidak cocok diterapkan di RSJPD HK adalah karena RSJPD HK merupakan rumah sakit BLU, dimana rumah sakit BLU memiliki sistem sendiri. Permen PAN No.63 dirasa tepat untuk diberlakukan pada tatanan birokrat sebagai pengganti sistem penggajian pegawai negeri sipil yang ada sekarang yang merupakan institusi cost center namun tidak sesuai diterapkan pada institusi revenue center seperti RSJPD HK. Penerapan Permen PAN No. 63 di rumah sakit akan menimbulkan dampak yang buruk, yaitu perginya para dokter meninggalkan rumah sakit pemerintah dan berpindah ke rumah sakit swasta. Kelebihan Permen PAN No. 63 tahun 2011 adalah memiliki fleksibilitas otomatisasi peraturan yang sangat tinggi. Dan juga sesuai untuk birokrasi berdasarkan job value, bukan eselonisasi. Dalam peraturan tersebut tergambar itikad baik pemerintah untuk memberikan tambahan penghasilan pada pegawai dan tetap melakukan penilaian remunerasi berbasis kinerja. Permen PAN memiliki kelemahan yaitu peraturan bersifat general sehingga tidak dapat diterapkan untuk profesi dokter yang memiliki pekerjaan dan risiko pekerjaan yang berbeda dengan profesi lainnya. Skenario Kebijakan Diusulkan. Dari analisis di atas, diusulkan beberapa skenario yang dapat dijadikan pertimbangan untuk kebijakan di level yang lebih tinggi mengenai pemberian sistem remunerasi di instansi pemerintah. Rekomendasi. Penerapan KMK Nomor 165 Tahun 2008 di RSJPD HK sebagai rumah sakit BLU dinilai sudah tepat dilihat dari peraturan yang mendasarinya yaitu PP 23 Tahun 2005 tentang BLU. Sedangkan Permen PAN Nomor 63 Tahun 2011 lebih tepat diterapkan di institusi dengan tatanan birokrat. Dasar penggunaan peratuan inilah yang menjadi kesenjangan utama dua peraturan tersebut. Rekomendasi yang dapat diterapkan di antaranya melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem remunerasi yang berjalan di RSJPD HK berdasarkan KMK No. 165 Tahun 2008 sebagai upaya penyempurnaan. Di antaranya mengubah sistem besaran remunerasi dari yang sebelumnya berdasarkan angka (rigid) menjadi prosentase sesuai pendapatan RSJPD HK, dan membuat dasar penetapan grading staf sehingga lebih berkeadilan dan transparan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah menerapkan Permen PAN No.63 Tahun 2011 di institusi Non BLU. Sehingga tujuan reformasi birokrasi yang ingin dicapai dapat terwujud. Jika akan dilaksanakan pada institusi BLU maka Permen PAN no. 63 Tahun 2011 harus dilengkapi dengan peraturan-peraturan yang sesuai.