Laporan Studi Pustaka (KPM 403) STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI NELAYAN DI PULAU-PULAU KECIL TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Oleh ARI WIBOWO I34110050 Dosen Dr. Arif Satria, SP, MSi DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 i PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa studi pustaka yang berjudul “Strategi Adaptasi dan Mitigasi Nelayan di Pulau-Pulau Kecil terhadap Dampak Perubahan Iklim” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, Januari 2015 Ari Wibowo NIM. I34110050 ii ABSTRAK Ari Wibowo. Strategi Adaptasi dan Mitigasi Nelayan di Pulau-Pulau Kecil terhadap Dampak Perubahan Iklim. Dibawah bimbingan ARIF SATRIA Perubahan iklim yang terjadi berdampak langsung terhadap kondisi ekologi masyarakat pesisir. Di sisi lain, kondisi nelayan yang erat hubungannya dengan kemiskinan, ekonomi lemah, pengetahuan rendah. Ketidaksiapan nelayan menghadapi perubahan iklim berakibat kepada perkembangan kehidupannya. Kondisi ini kemudian berdampak ke berbagai aktivitas nelayan baik sosial-budaya dan ekonomi. Oleh karena itu, strategi yang tepat guna mentransformasikan nelayan dalam rangka menyesuaikan diri dengan laju perubahan iklim sangat diperlukan. Bentuk strategi adaptasi yang nelayan lakukan dibedakan menjadi beberapa bentuk, yakni: melakukan diversifikasi kegiatan ekonomi; investasi pada teknologi penangkapan; menjalin hubungan baik dan kerjasama dengan nelayan lain; dan melakukan migrasi melalui pencarian daerah tangkapan baru; membuka lapangan kerja di tempat baru; peningkatan peran politik perempuan dan strategi memanfaatkan hubungan sosial serta memobilisasi anggota keluarga. Selain adaptasi juga dilakukan upaya mitigasi untuk menekan dampak dari laju perubahan iklim, antara lain penanaman mangrove dan perbaikan terumbu karang. Kata kunci: adaptasi, nelayan, mitigasi, perubahan iklim, strategi ABSTRACT Ari Wibowo. Fisher’s Adaptation and Mitigation Strategies in small islands to the Impacts of Climate Change. Supervised by ARIF SATRIA Climate change gives direct impact to ecological situation of coastal community. On the other hand, the fisher’s situation closely associated with poverty, weak economy and low technology. The Unpreparedness fisher dealing with climate change results to the development of life. This condition gives impact to fisher’s activities includes socio-cultural and economic. Therefore, the right strategy is needed to transform fisher’s adaptation on adjusting with climate change. The types of adaptational strategy are divided into: the diversification of economic activities; the investment on fishing technology; maintaining good relationship with other fishers; finding new catchment areas; having a new job; increasing the political role of women; and utilizing social relationship and mobilizing members of the family. The mitigation strategies to reduce negative impact of climate change are planting mangroves and planting artificial reefs Keywords: adaptation, strategy, climate change, fisher, mitigation iii STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI NELAYAN DI PULAU-PULAU KECIL TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Oleh ARI WIBOWO I34110050 Dosen Dr. Arif Satria, SP, MSi Laporan Studi Pustaka sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 iv LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Ari Wibowo Nomor Pokok : I34110050 Judul : Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Dampak Perubahan Iklim Di Pulau-Pulau Kecil, dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr Arif Satria, SP MSi NIP. 19710917 199702 1 003 Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Dr Ir Siti Amanah, MSc NIP. 19670903 199212 2 001 Tanggal Pengesahan : v DAFTAR ISI ABSTRAK.................................................................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................................iv DAFTAR ISI................................................................................................................................. v DAFTAR TABEL ..........................................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................vi PRAKATA .................................................................................................................................. vii PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1 Latar Belakang....................................................................................................................... 1 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 2 Metode Penulisan ................................................................................................................. 2 RINGKASAN PUSTAKA ............................................................................................................... 3 Peranan Gender dalam Adaptasi Perubahan Iklim pada Ekosistem Pegunungan di Kabupaten Solok, Sumatra Barat .......................................................................................... 3 Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis ............................................... 5 Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan Tangkap Menjadi Nelayan Apung di Desa Batu Belubang ............................................................................................................................... 7 Pertanian Skala Kecil Versus Dampak Perubahan Iklim: Kasus Desa Tompobulu, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan .................................................................................................... 8 Ketika Kupu-Kupu Kuning Tak Lagi Muncul: Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di Dua Desa Pesisir Kabupaten Ende ...................................................................................... 10 Perubahan Iklim, Potensi Sumber Daya Pesisir-Laut dan Degradasi Lingkungan di Kawasan Teluk Bone .......................................................................................................................... 12 Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Terhadap Perubahan Iklim dan Degradasi SDL .. 14 Adaptasi Perubahan Iklim Komunitas Desa: Studi Kasus di Kawasan Pesisir Utara Pulau Ambon................................................................................................................................. 16 Diretori Data dan Informasi Adaptasi Perubahan Iklim – Informasi, Sinergi dan Efektifitas Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia............................................................... 18 Pola Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan Iklim ............................................................. 20 ANALISIS DAN SINTESIS ........................................................................................................... 22 Perubahan Iklim .................................................................................................................. 22 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kondisi Lingkungan & Aktivitas Nelayan ................... 22 Kondisi Sosial-Budaya & Ekonomi Nelayan Indonesia ........................................................ 25 Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim .............................................................................. 28 KESIMPULAN ........................................................................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 32 vi DAFTAR TABEL Tabel 1 Indikator Perubahan iklim dan dampaknya pada aspek lingkungan, sosial dan ekonomi pesisir……………………..………………………………………24 Tabel 2 Matriks Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Nelayan……………………27 Tabel 3 Strategi Adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan iklim dari beberapa aspek…………………………………………………29 Tabel 4 Dampak dan Strategi adaptasi-mitigasi terhadap perubahan iklim…………29 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Berpikir Pustaka Peranan Gender dalam Adaptasi Perubahan Iklim pada Ekosistem Pegunungan ………………………………..………………….4 Gambar 2 Kerangka Berpikir Pustaka Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis……………………………………………………………………………….6 Gambar 3 Kerangka Berpikir Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan Tangkap Menjadi Nelayan Apung di Desa Batu Belubang …………………………………….8 Gambar 4 Kerangka Berpikir Pustaka Pertanian Skala Kecil Versus Dampak Perubahan Iklim…………………………………………..………………………….10 Gambar 5 Kerangka Berpikir Pustaka Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di Dua Desa Pesisir Kabupaten Ende ……………………..…………………………...12 Gambar 6 Kerangka Berpikir Pustaka Perubahan Iklim, Potensi Sumber Daya PesisirLaut dan Degradasi Lingkungan di Kawasan Teluk Bone ……..…………………...14 Gambar 7 Kerangka Berpikir Pustaka Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Terhadap Perubahan Iklim dan Degradasi SDL ……………..……………………...15 Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penulis……………………………………………...18 Gambar 9 Kerangka Analisis Untuk Penelitian……………………………………...31 vii PRAKATA Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Studi Pustaka yang berjudul “Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Dampak Perubahan Iklim Di Pulau-Pulau Kecil” dapat terselesaikan dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa Studi Pustaka ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr Arif Satria, SP MSi, dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan Studi Pustaka ini. 2. Keluarga tercinta, Ayahanda Suparno, Ibunda Sundari, dan Adik-adikku Jauhar Sholikin dan Tri Dewi Arianti yang dengan segenap jiwa dan raganya selalu memberikan semangat, doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis. 4. Kepada NIM I34120091 yang selalu mendoakan dan menginspirasi semangat kepada penulis. 3. Keluarga IKMP (Ikatana Keluarga Mahasiswa Pati) yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis berada di perantauan. 4. Sahabat-sahabatku atas persahabatan luar biasa yang kalian berikan. 5. Teman-teman seperjuanganku dalam studi pustaka Lucky Setiawan, Khoirunisak, dan Soraya F atas bantuan dan motivasinya selama ini. 6. Keluarga Satgas Ksatria (Kesatuan Aksi Anti Narkotika IPB), Madani Violin Institut (Muhammad Nuramin), Teater Uptodate Fema, Keluarga Shafa Violin, Agrishimphony Band, Bidikmisi Music Band dan KEMENTERIAN SENI & BUDAYA BEM KM 20152016 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. 7. Keluarga BEM KM IPB 2015-2016 dan Sayogyo Institut (Khususon Kakanda Eko Cahyono), yang memacu penulis untuk memunculkan ide-ide baru dan menularkan semangat baru. 8. Keluarga Besar Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 48 yang dengan segala kemurahan hatinya selalu bisa menerima penulis apa adanya menjadi bagian dari mereka. 9. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerjasamanya selama ini. Penulis berharap studi pustaka ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Bogor, Januari 2015 Ari Wibowo NIM. I34110050 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isu perubahan iklim akhir-akhir ini menjadi isu menarik diperbincangkan baik ditingkat global maupun lokal. Indonesia adalah Negara yang memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim (Diposaptono, 2009). Saad (2013) menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan terbesar di dunia dengan dengan jumlah Pulau Sebanyak 17.504 pulau . Dari jumlah tersebut ternyata hanya sekitar 12,38 persen atau sekitar 2.342 pulau saja yang berpenghuni. Sisanya 87,62 persen atau sebanyak 15.337 pulau tidak berpenghuni1. Kerentanan Indonesia juga disebakan faktor aktifitas manusia yang kurang peduli terhadap aspek keberlanjutan lingkungan, yang terlihat konversi hutan secara besarbesaran tanpa mengindahkan keberlanjutannya, penggunaan bahan bakar fosil, dan pembukaan mangrove di wilayah pesisir serta perusakan terumbu karang yang masif dilakukan (Hidayati, 2011). Diposaptono (2009) menyebutkan bahwa perubahan iklim mengakibatkan perubahan fisik lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain berupa intrusi air laut ke darat, gelombang pasang, banjir, kekeringan, genangan di lahan rendah, dan erosi pantai. Perubahan fisik tersebut tentunya mengimbas pada segala sektor kehidupan dan penghidupan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Perubahan fisik tersebut berdampak pada morfologi pantai, ekosistem alamiah, permukiman, sumberdaya air, perikanan dan kondisi social-ekonomi maupun budaya masyarakat. Melihat dampak perubahan iklim di Indonesia, kategori masyarakat yang paling rentan adalah masyarakat di pedesaan khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil (Numberi, 2009). Pada dasarnya nelayan dalam kegiatan seharihari sangat bergantung pada tabiat alam. Perubahan pada alam yang drastis dan yang sulit untuk diantisipasi, selanjutnya akan menambah kepanikan terhadap kejutan alam yang siap melenyapkan tanaman atau hasil tangkapan mereka. Masyarakat nelayan mereka hidup dalam ketidakpastian hasil matapencahariannya, karena mereka bergantung pada alam (musim dan cuaca). Dengan adanya imbas dari perubahan iklim yang berpengaruh secara langsung terhadap lingkungannya, menjadikan ketidakpastian tersebut semakin meningkat terhadap aspek penghidupan nelayan. Berdasarkan pemaparan kondisi masyarakat nelayan Indonesia dan adanya perubahan iklim yang terjadi, sebagai bentuk solusi dalam memberikan daya dukung terhadap masyarakat dan lingkungan, perlu adanya kajian khusus yang tepat bagi masyarakat dalam beradaptasi dengan perubahan tersebut. Persiapan dan pelaksanaan strategi adaptasi yang tepat dalam menghadapi perubahan iklim dan degradasi SDAL, sehingga masyarakat tidak rentan dengan kondisi yang baru ini. Berbagai bentuk strategi adaptasi yang tepat dalam menanggapi adanya perubahan iklim ini perlu diantisipasi semua aktor baik itu pemerintah, swasta dan masyarakat sendiri. Simak http://kkp.go.id pada 15 Mei 2013. Dalam judul tulisan “87% Pulau di Indonesia Tidak Berpenghuni”, data tersebut disampaikan Sudirman Saad, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Kementrian Kelautan dan Perikanan. 1 2 Tujuan Penulisan : 1. Mengidentifikasi dampak perubahan iklim terhadap kondisi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil 2. Menganalisis dampak perubahan iklim terhadap aktivitas masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil 3. Mengidentifikasi kondisi Sosial-Budaya dan ekonomi masyarakat pesisir khususnya pulau-pulau kecil di Indonesia 4. Menganalisis bentuk strategi adaptasi dan mitigasi masyarakat pesisir dalam menghadapi perubahan iklim dan degradasi sumberdaya alam laut. Metode Penulisan Metode penulisan studi pustaka ini adalah dengan menggunakan studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data sekunder terkait dengan strategi adaptasi nelayan terhadap penetapan kawasan konservasi laut daerah. Data yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini diperoleh dari berbagai sumber rujukan seperti buku, jurnal, laporan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi yang sesuai dengan topik yang diangkat. Kemudian data sekunder yang diperoleh disajikan dalam bentuk pemaparan secara deskriptif dengan cara mengikhtisarkan beberapa rujukan yang berkaitan dengan topik, kemudian disusun menjadi tulisan ilmiah sesuai dengan sistematika penulisan yang terdiri dari pendahuluan, ringkasan, analisis dan sintesis, serta simpulan. 3 RINGKASAN PUSTAKA 1 Judul : Peranan Gender dalam Adaptasi Perubahan Iklim pada Ekosistem Pegunungan di Kabupaten Solok, Sumatra Barat Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Journal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Yanto Rochmayanto & Pebriyanti Kurniasih Kota dan Nama : Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Iklim Penerbit dan Kebijakan Nama Journal : Journal Analisis Kebijakan Kehutanan Volume/Edisi/Hal : Vol. 10, No. 3, Hal :203 – 213 Alamat URL : http://ejournal.forda-mof.org/ejournallitbang/index.php/JAKK/article/view/328 diunduh dari aplikasi Joornal (Android) pada tanggal 10 November 2014 Perubahan iklim memberi dampak paling berat terhadap perempuan, namun studi tentang adaptasi dalam perspektif masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perubahan peranan sebagai respon terhadap perubahan iklim, dan (2) dampak perubahan peranan terhadap kerentanan perempuan. Gender merupakan isu penting karena faktor ketidaksetaraannya dan kebutuhan khusus perempuan dalam situasi bencana (BNPB, 2010). Dalam perspektif bahaya, dimensi spasial amat penting untuk mengidentifikasi masyarakat yang berisiko, namun harus dihubungkan dengan pemahaman diferensiasi sosial-ekonomi, pertalian dan dinamika dalam wilayah tersebut (Twigg, 2009). Sayangnya, sampai saat ini pertimbangan gender masih belum cukup eksplisit dinyatakan dalam berbagai kebijakan perubahan iklim (UNDP, 2009). Studi gender terhadap perubahan iklim sangat terbatas, khususnya pada ekosistem pegunungan seperti yang penulis jurnal sampaikan. Hal ini dirasa juga masih sangat minim untuk studi gender pada kasus pesisir dan pulau-pulau kecil. Perubahan suhu dan pola hujan di daerah pegunungan sangat berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk yang berbasis pertanian, yaitu Penurunan produktivitas pertanian, Perkembangan hama penyakit tanaman baru dan Peningkatan kejadian longsor. Perubahan peranan gender dalam proses adaptasi masyarakat terhadap perubahan suhu dan pola cuaca mengindikasikan terjadinya ketidakseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan, sehingga menyebabkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender yang terlihat dalam bacaan meliputi: marginalisasi, subordinasi, kekerasan dan beban ganda bagi perempuan. Berdasarkan uraian di atas, strategi yang dapat diambil sebagai strategi adaptasi berbasis gender untuk daerah pegunungan di lokasi penelitian antara lain : 1. Peningkatan peran politik perempuan dalam hal kepemimpinan, organisasi kemasyarakatan, maupun penanggulangan bencana. Peran politik ini sudah mulai terlihat baik bagi perempuan di Nagari Aie Dingin dengan terpilihnya perempuan sebagai Wali Nagari (setara dengan Kepala Desa), keterlibatan perempuan dalam organisasi penanggulangan bencana 4 (Forum Penanggulangan Resiko Bencana untuk tingkat Nagari dan Unit Penanggulangan Resiko Bencana untuk tingkat jorong) dengan jumlah anggota per unit di jorong adalah 7 (tujuh) orang, dan 2-3 orang diantaranya adalah wanita). Namun peran ini belum ditemukan di Nagari lainnya. 2. Peningkatan kapasitas perempuan berupa pendidikan formal maupun keterampilan/ non formal. Strategi ini dibutuhkan untuk mereduksi dan subordinasi. Peningkatan kapasitas keterampilan perempuan dapat berupa pendidikan pertanian menetap, budi daya tanaman hias, agribisnis dan lain-lain. 3. Rekonstruksi budaya untuk menjembatani pembagian peran secara proporsional, termasuk penciptaan lapangan kerja untuk memberdayakan perempuan. Disimpulkan Dalam pengelolaan sumber daya alam pegunungan, masyarakat di lokasi penelitian memiliki peranan yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan. Bentuk peranan tersebut ada tiga, yaitu peranan produktif, peranan reproduktif dan peranan dalam kegiatan pengelolaan masyarakat dan politik. Perubahan suhu dan pola hujan secara perlahan mengubah peranan produktif sehingga perempuan turut serta dalam tanggung jawab produksi. Perubahan peranan dalam hal peranan produktif menimbulkan bentukbentuk ketidakadilan berupa beban ganda bagi perempuan. Untuk meningkatkan kapasitas adaptif bagi perempuan, antara lain diperlukan strategi adaptasi berupa : (1) Peningkatan peran politik perempuan dalam hal kepemimpinan, organisasi kemasyarakatan, maupun penanggulangan bencana, (2) Peningkatan kapasitas perempuan berupa pendidikan formal. PERUBAHAN IKLIM RISIKO BENCANA ADAPTASI DIDOMINASI LAKILAKI (MARJINALISASI , SUB ORDINASI, KEKERASAN, PERAN KERJA GANDA) PEREMPUAN STRATEGI ADAPTASI BERBASIS GENDER Gambar 1 Kerangka Berpikir Pustaka Peranan Gender dalam Adaptasi Perubahan Iklim pada Ekosistem Pegunungan di Kabupaten Solok, Sumatra Barat 5 2 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Journal Volume/Edisi/H al Alamat URL : Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis : 2012 : Journal : Elektronik : Alfian Helmi dan Arif Satria : Depok, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia : Journal UI - Makara : Vol. 16, No. 1, Hal :68 - 78 : http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/view /1994 diunduh dari aplikasi Joornal (Android) pada tanggal 10 November 2014 Bryant dan Bailey (2001) mengemukakan bahwa perubahan lingkungan tidak dapat dipahami secara terpisah dari konteks politik dan ekonomi dimana masalah itu muncul. Dengan demikian masalah-masalah lingkungan yang terjadi di Pulau Panjang (lokasi penelitian penulis) tidak hanya persoalan teknis pengelolaan semata, akan tetapi juga terdapat masalah-masalah sosial politik yang tercakup didalamnya. Masalah-masalah sosial politik tersebut dibuktikan dengan adanya produk hukum yang saling meniadakan satu sama lain, baik pada tingkat lokal maupun nasional, yang kemudian menyebabkan kerusakan ekosistem. Hal ini bias dilihat dari penelusuran penulis mengenai pemberian ijin dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah kepada perusahaan untuk mengekstraksi atau usaha Pertambangan di kawasan konservasi. Pada dasaranya, hal tersebut bertentangan dengan tata aturan perundangan yang berlaku. Pada tingkat lokal atau masyarakat yang mendapatkan dampak ekologi dari Pertambangan tersebut, akhirnya juga melakukan ekstraksi sumberdaya alam laut yang tidak ramah lingkungan dan eksploitatif. Selain masalah degradasi lingkungan, nelayan juga dihadapkan pada dampak perubahan iklim. Laporan keempat IPCC yang memenangkan hadiah nobel perdamaian pada tahun 2007 lalu menempatkan Indonesia sebagai salah satu Negara yang paling rentan akibat perubahan iklim. Perubahan iklim dapat menyebabkan nelayan sulit menentukan musim penangkapan ikan karena cuaca yang tidak menentu dan hal ini berisiko mengubah stabilitas ekosistem, sosial ekonomi masyarakat, dan merusak fungsi planet bumi sebagi penunjang kehidupan (Kusnadi, 2009; Satria 2009). Penelitian yang dilakukan penulis bertujuan untuk: (i) mengetahui sejauhmana dampak perubahan ekologis terhadap nelayan; (ii) mengetahui strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis tersebut. Berdasarkan hasil pembahasan dari tujuan penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Bentukperubahan ekologis yang dirasakan oleh nelayan di lokasi penelitian meliputi: (a) perubahan pada ekosistem mangrove; dan (b) perubahan pada ekosistem terumbu 6 karang. Perubahan ekologis di kawasan pesisir Pulau Panjang terjadi karena: (a) munculnya pelabuhan-pelabuhan khusus di kawasan pesisir akibat berkembangnya pertambangan batubara; (b) pembukaan tambak udang dan bandeng oleh masyarakat; (c) penebangan liar; dan (d) pendirian pemukiman-pemukiman di kawasan pesisir tersebut; 2) Perubahan ekologis di kawasan pesisir Pulau Panjang berpengaruh pada kehidupan masyarakat nelayan. Dampak sosialekonomi yang dirasakan oleh nelayan Pulau Panjang adalah sebagai berikut: Menurunnya keanekaragaman ikan, Hilangnya substrat, Hilangnya mata pencaharian masyarakat, Menurunnya kesempatan berusaha; 3) Adaptasi yang dilakukan nelayan Pulau Panjang dalam mengatasi dampak perubahan ekologis tersebut lebih didominasi oleh pola-pola adaptasi yang sifatnya reaktif. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Pulau Panjang meliputi: Strategi penganekaragaman sumber pendapatan; Strategi penganekaragaman alat tangkap; Strategi mengubah daerah penangkapan (fishing ground); Strategi memanfaatkan hubungan sosial; Strategi memobilisasi anggota keluarga. PERUBAHAN EKOLOGI DAMPAK EKONOMI PENYEBAB PERUBAHAN EKOLOGI SOSIAL STRATEGI ADAPTASI -Strategi penganekaragaman alat tangkap; -Strategi mengubah daerah penangkapan (fishing ground); -Strategi memanfaatkan hubungan sosial; -Strategi memobilisasi anggota keluarga Gambar 2 Kerangka Berpikir Pustaka Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis 7 3 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Prosiding : Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan Tangkap Menjadi Nelayan Apung di Desa Batu Belubang : 2012 : Prosiding : Elektronik : Risa Marfirani dan Ira Adiatma : Semarang, UNDIP : Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Alam dan Lingkungan Volume/Edisi/Hal : Hal :105 - 114 Alamat URL : http://eprints.undip.ac.id/37618/ diunduh dari aplikasi Joornal (Android) pada tanggal 10 November 2014 Perubahan iklim menyebabkan kerentanan di berbagai wilayah, terutama di pesisir. Pesisir Pulau Bangka secara keseluruhan telah mengalami perubahan signifikan terkait hal tersebut. Kelompok Nelayan merupakan kelompok masyarakat pesisir yang paling rentan terhadap perubahan cuaca dan lingkungan pesisir. Di Desa Batu Belubang, fenomena cuaca ekstrim memaksa penduduk beradaptasi dengan perubahan iklim. Mata pencaharian nelayan yang bergantung pada kondisi alam menyebabkan pola aktivitas melaut berubah karena ketergantungan terhadap pola cuaca dan aktivitas melaut. Fenomena yang mengemuka saat ini adalah pergeseran mata pencaharian yakni dari melaut menjadi pekerja tambang timah lepas pantai (TI Apung/ nelayan apung). Penelitian ini menggunakan pendekatan positivistik dengan analisis kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi lapangan. Analisis dilakukan penulis dengan mengkaji keterkaitan/ hubungan dari efek-efek destruktif dari perubahan iklim terhadap mata pencaharian nelayan. Berdasarkan atas hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kapasitas ekonomi dengan peralihan mata pencaharian sebagai nelayan apung dinilai belum efektif menjamin keberlanjutan lingkungan sehingga aktivitas ini belum dapat menciptakan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim. Peralihan mata pencaharian ini dilakukan masyarakat semata demi alasan ekonomi tanpa pertimbangan lainnya. Selain itu, masyarakat tergolong amatir, tidak memiliki pengetahuan mengenai pertambangan sama sekali sehingga aktivitas yang dilakukan cenderung merusak. Pemicu awal terjadinya peralihan mata pencaharian adalah kerentanan. Kerentanan di Desa Batu Belubang awalnya dipicu oleh faktor alam, perubahan iklim menyebabkan pola cuaca berubah, musim paceklik menjadi lebih panjang dan seringga terjadi cuaca ekstrim yakni angin puting beliung. Beberapa usaha telah dilakukan sebagai respon untuk penyesuaian keadaan ini dengan peningkatan teknologi tangkap yakni dari bagan tancap, bagan terapung hingga bagan motor. Akan tetapi, teknologi tangkap yang mereka miliki ini belum mampu melawan 8 tekanan cuaca. Akibatnya, mereka tidak berani melaut dan penghasilan mereka mengalami penurunan. Kerentanan ini pada akhirnya direspon dengan peralihan mata pencaharian sebagai nelayan apung. Hal ini dilakukan karena adanya dukungan ketersediaan sumberdaya timah yang berlimpah di perairan Desa Batu Belubang. Selain itu dukungan para bos TI terhadap anak buahnya positif sehingga dapat memberikan jaminan akses finansial secara informal yang disesuaikan dengan pendapatan mereka. Dalam peralihan ini pengaruh eksternal yakni perubahan kebijakan pemerintah dan perubahan harga komoditas timah dan lada di pasar internasional sangat besar. Harga yang ditawarkan timah pun sangat fantastis dapat mencapai hingga lebih dari 35 kali lipat (>Rp 70.000) dari harga ikan yang biasa mereka dapatkan (teri/ bilis, Rp 2.000). Dilihat dari efektivitasnya, peralihan mata pencaharian menjadi nelayan apung ini tidak efektif baik dari aspek lingkungan, ekonomi, maupun komunitas. Dari aspek lingkungan, aktivitas ini menghasilkan sedimentasi lumpur yang merusak ekosistem pesisir. Dari aspek ekonomi, terjadi peningkatan kapasitas ekonomi akan tetapi hanya bersifat sementara hingga timah habis. Oleh karenanya, aktivitas nelayan apung ini juga tidak menjamin keberlanjutan ekonomi. Diperkirakan pada tahun 2030 ketika cadangan timah mulai habis, ketahanan masyarakat akan semakin sulit terbentuk dengan komunitas nelayan yang sudah tidak mampu bertahan karena adanya kerusakan parah pada ekosistem pesisir sehingga terjadi penurunan kapasitas ekonomi yang menimbulkan kerentanan baru bagi masyarakat. KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM PERGESERAN PENCAHARIAN MATA EFEKTIFITAS ASPEK EKONOMI, LINGKUNGAN DAN KOMUNITAS Gambar 3 4 Judul Kerangka Berpikir Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan Tangkap Menjadi Nelayan Apung di Desa Batu Belubang : Pertanian Skala Kecil Versus Dampak Perubahan Iklim: Kasus Desa Tompobulu, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Journal Bentuk Pustaka : Cetak Nama Penulis : Karno B. Batiran Kota dan Nama : Yogyakarta, Insist (Indonesian Society for Social Penerbit Transformation) Press Nama Journal : Jurnal Transformasi Sosial - Wacana Volume/Edisi/Hal : Hal :91-112 9 Dalam tulisan Karno B. Batiran telah dijelaskan bahwa kelompok yang paling rentan terpapar perubahan iklim yang disebabkan gas rumah kaca adalah petani kecil seperti sebagaian petani di Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Dalam data global disebutkan bahwa terdapat 2,5 miliar penduduk Bumi yang hidup di Sektor Pertanian, 1,5 miliar di antaranya adalah petani skala kecil (FAO 2013). Batiran dalam tulisannya ini menjelaskan bagaimana kemanjuran pertanian skala kecil dalam menghadapi berbagai ancaman, termasuk perubahan iklim. Tulisan ini didasari asumsi bahwa sejak dahulu sistem pertanian skala kecil sudah menjadi sistem pertanian dan pangan yang memperhatikan kelestarian sumberdaya, biodiversitas, dan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya lokal. Prinsip tersebut menunjukan bahwa pertanian skala kecil lebih bertahan dari berbagai macam perubahan baik perubahan ekonomi, social budaya (misalnya globalisasi pasar komoditas pertanian) sampai perubahan ekologi dan demografis. Tulisan ini berusaha memaparkan relasi antara pertanian skala kecil dan perubahan iklim, lalu memperkenalkan profil pertanian di Desa Tompobulu, temasuk bagaimana perubahan sistem pertanian dan anomaly cuaca berefek terhadap sistem pertanian dan pangan warga. Selanjutnya tulisan ini juga memaparkan serangkaian perubahan sistem pertanian yang diusahakan oleh sekelompok petani di desa, berikut efek langsung dan potensinya dalam upaya adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Dari tulisan ini dijawab dengan hasil penelitian yang dilakukan yakni, perubahan sistem pertanian dan anomali cuaca berefek terhadap sistem pertanian dan pangan warga, yakni terlihat perubahan pola musim dan cuaca yang jelas tidak menentu. Anomali cuaca tersebut dimusim-musim yang tidak di prediksi dapat meningkatkan produksi komoditas tertentu atau sebaliknya malah menurunkan hasil komoditas tertentu yang ditargetkan. Penulis selanjutnya juga menunjukan bagaimana strategi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim yang dilakukan petani yakni mereka mempraktikan kerja kolektif dan pertanian berkelanjutan. Contohnya pengelolaan air secara komunal, membuat merek dapat mengatur dan mengefisienkan penggunaan air. Dalam paparan penulis, aspek penting yang dipelajari petani adalah bagaimana mereka bekerja dalam kelompok, menghidupkan kembali pranata tradisional yang relevan terutama mengutamakan prinsip komunal, dan yang terakhir perubahan kesistem dan teknik –teknik baru pertanian organic yang bekelanjutan dalam hal ini adalah teknik SRI. PERUBAHAN IKLIM Gambar 4 PRODUKSI PANGAN -Meningkat -Menurun ADAPTASI & MITIGASI - Perubahan Sistem (Kembali ke Praktik-praktik Kolektif / komunal) - Teknik Pertanian yang ramah lingkungan dan memperhatikan sustainabilitas Kerangka Berpikir Pustaka Pertanian Skala Kecil Versus Dampak Perubahan Iklim 10 5 Judul : Ketika Kupu-Kupu Kuning Tak Lagi Muncul: Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di Dua Desa Pesisir Kabupaten Ende Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Journal Bentuk Pustaka : Cetak Nama Penulis : Ami Priwardhani Kota dan Nama : Yogyakarta, Insist (Indonesian Society for Social Penerbit Transformation) Press Nama Journal : Jurnal Transformasi Sosial - Wacana Volume/Edisi/Hal : Hal :113-135 Dolan dan Walker (2006:1316) menjelaskan bahwa dampak perubahan iklim diprediksi akan merambah masyaraka pesisir, di antaranya kenaikan permukaan air laut yang meningkatkan frekuensi gelombang pasang dan abrasi yang dapat merusak infrastruktur serta mengancam keberlangsungan penghidupan masyarakat pesisir. Selanjutnya Tompkins et al. (2005) dan Mimura et al. (2007) mengatakan bahwa dampak berubahan iklum bagi masyarakat pulau-pulau kecil bias lebih besar karena mereka bergantung penuh pada sumberdaya alam, bergantung pada daerah di luar mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi, serta memiliki luas wilayah yang terbatas yang tidak memungkinkan mereka untuk mengembangakan sumber penghidupan baru. Tulisan ini secara mendalam ingin melihat bagaimana pengetahuan tentang alam yang dipelajari nelayan dari orangtua mereka tidak lagi sepenuhnya dapat digunakan untuk membaca alam. Teknologi melaut yang mereka miliki pun sudah tidak sanggup lagi membantu untuk menjamin keselamatan kerja dan kepastian memperoleh hasil tangkapan. Kebanyakan nelayan masih meragukan apakah sebuah fenomena alam yang ekstrem adalah tanda perubahan iklim atau hanya variasi semata. Bagi nelayan, ketidakpastian adalah salah satu karakter laut dan bisa jadi apa yang disebut perubahan iklim adalah variasi yang biasa terjadi di laut. Lebih lanjut, tulisan ini akan melihat bagaiman para nelayan menganggapi perubahan tersebut. Studi-studi lain tentang dampak perubahan iklim melihat bagaiman nelayan beradaptasi dengan perubahan iklim tersebut. Tetapi, studi tersebut tidak membahas hambatan yang dihadapi nelayan untuk dapat lebih siap menghadapi perubahan tersebut. Aspek penting yang hendak dibahas dalam tulisan ini, yakni situasi ekonomi dan pengetahuan modern-ilmiah yang mendukung pengetahuan yang telah mereka kembangkan sebelumnya. Setelah melakukan penelitian lapang, penulis menjelaskan bahwa para nelayan Tanjung dan Pupanda menyadari adanya perubahan peristiwa alam yang penting di pantai dan laut tempat mereka hidup selama dua puluh tahun terakhir. Di antaranya, hilangnya beberapa hewan yang menjadi penanda pergantian musim, bergesernya waktu dimulai dan berakhirnya musim, tidak terlacaknya angin dan gelombang yang telah dipercayai menjadi penada awal dan berakhirnya musim, berubahnya kecepatan angin pada musim-musim tertentu serta jangka waktu 11 terjadinya angina dan gelombang pada musim tertentu. Akibatnya,, para nelayan merasakan ketidakpastian cuaca di laut yang mengakibatkan ketidak pastian waktu untuk melaut. Berubahnya kecepatan angin membuat perairan disekitar pantai relatif tenang, sementara nelayan harus mencari bagian laut yang bergelombang untuk mendapatkan tangkapan karena lebih banyak ikan di bagian tersebut. Hilangnya terumbu karang akibat penambangan dan pengeboman turut berkontribusi terhadap hilangnya ikan-ikan karang yang bisa ditangkap nelayan, terutama mereka yang tidak memiliki alat tangkap yang memadai. Karena itu, mereka harus pergi lebih jauh dari pantai untuk mencari wilayah laut yang lebih bergelombang. Nelayan tidak mengetahui secara pasti dimana gelombang dan angin akan terjadi. Perubahan kondisi tersebut sangat membawa ketidakpastian bagi nelayan. Teknologi alat tangkap merupakan faktor yang sangat penting untuk memastikan keselamatan mereka dan kepastian memperoleh tangkapan untuk menajamin keberlangsungan penghidupan mereka. Demikian juga dengan informasi cuaca dan keadaan laut yang membantu nelayan memutuskan untuk berlayar diperarian yang mana. Selama ini nelayan mengandalkan pengetahuan dan pengalaman pribadi dalam melaut. Mereka mengandalkan kepercayaan tradisional untuk menjelaskan mengapa peristiwa tertentu terjadi – seperti angina pancaroba dan kecelakaan laut, serta untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut. Sedangkan untuk mendapat alat tangkap dan teknologi yang memadai, mereka tidak memiliki penghasilan yang cukup dan askes terhadap kredit. Untuk memastikan kesiapan mereka menghadapi perubahan, penting kiranya untuk memperhatikan percampuran pengetahuan yang mereka kembangkan dengan pengetahuan modern, missal dengan menggunakan informasi prakiraan cuaca. Selain itu, pengembangan sistem kredit yang menjangkau nelayan kecil untuk membantu mereka memiliki alat tangkap yang menjamin keselamatan dan mengembangkan penghidupan juga tidak kalah penting. 12 PERUBAHAN IKLIM DAMPAK TERHADAP KEHIDUPAN NELAYAN PEMAHAMAN NELAYAN TENTANG IKLIM STRATEGI MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM KONDISI EKONOMI Gambar 5 Kerangka Berpikir Pustaka Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di Dua Desa Pesisir Kabupaten Ende 6 Judul : Perubahan Iklim, Potensi Sumber Daya PesisirLaut dan Degradasi Lingkungan di Kawasan Teluk Bone : 2011 : Artikel Dalam Buku Kompilasi : Cetak : Gusti Ayu Ketut Surtiari : Jakarta, Leuser Cita Pustaka Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Judul Buku : Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Volume/Edisi/Hal : Hal :71-101 Kawasan pesisir merupakan salah satu kawasan yang sangat rentan mengalami dampak perubahan iklim. Kelompok masyarakat nelayan merupakan kelompok yang mengalami dampak langsung perubahan iklim. Hal tersebut disebabkan karena mereka sangat tergantung pada keadaan laut yang menjadi sumber mata pencaharian mereka. Perubahan iklim tidak dapat disebut sebagai satu-satunya penyebab terganggunya kehidupan nelayan. Terdapat faktor lain yang berperan besar yaitu pengelolaan sumebrdaya pesisir dan laut. Sumberdaya laut banyak yang sudah mengalami eksploitasi berlebihan oleh manusia, seperti pengambilan ikan dengan menggunakan teknologi yang justru mengancam kelangsungan hidup ekosistem laut. Tulisan ini akan membahas kondisi iklim yang cenderung mengalami pergeseran di kawasan Teluk Bone, potensi Sumber daya pesisir dan laut (SDL) dan degradasi sumberdaya tersebut. Analisa yang menarik penulis akan melihat bagaimana dampak perubahan iklim dan degradasi SDL terhadap kerusakan lingkungan, terutama bencana alam, banjir dan abrasi, di wilayah pesisir kawasan ini. Dengan melihat data dilapangan dan data skunder dari berbagai sumber terkait, penulis akan menjelaskan ketidakteraturan cuaca merupakan Indikator 13 Perubahan Iklim di Kawasan Teluk Bone. Kajian ini menggunakan dua indikator iklim yaitu suhu dan curah hujan untuk mengetahui variabilitas Iklim dengan data yang bersumber dari BMKG. Sedangkan pemahaman komprehensif, juga dianalisis perubahan kalender musim kelompok nelayan. Dari pengamatan data tentang suhu di Sinjai dan Kab Bone terlihat Peningkatan dan penurunan suhu yang ekstrim ditemui baik temperature tahunan dan bulanan. Untuk rata-rata curah hujan yang turun menunjukan kejadian ekstrim, yang diindikasikan dari perubahan volume curah hujan yang besar hingga mencapai 500mm/bulan bahkan ada tahun tertentu yang hingga 700mm/bulan. Untuk kondisi musim terlihat perubahan pola angin yang tak menentu dan mengakibatkan nelayan salah memperkirakan kondisi laut. Angin kencang dapat muncul tiba-tiba di tengah laut ketika nelayan menganggap keadaan laut sudah tenang. Selanjutanya penulis juga akan melihat potensi dan degradasi sumberdaya pesisir dan laut dimana terlihat potensi mangrove, terumbu karang, dan perikanan. Melihat potensi Pertama, Kawasan teluk Bone memiliki kawasan bakau yang besar. Masyarakat sadar selain untuk kepentingan ekonomi, mangrove juuga dapat melindungi mereka dari resiko bencana seperti gelombang tinggi dan angin kencang. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana peran semua actor untuk bergerak bersama untuk merehabilitasi bersama dan menjaga kawasan hutan mangrove agar lestari. Potensi Kedua, kawasan teluk Bone memiliki bentangan terumbu karang yang sangat luas. Tapi disisi lain kerusakan terumbu karang semakin bertambahnya tahun terlihat semakin meningkat sebagai akibat pengeboman dan penggunaan potasium. Potensi Ketiga, Potensi Sumberdaya perikanan dikawasan perairan teluk Bone terogolong cukup besar. Terlihat penurunan dari tahun ke tahun, menurut narasumber ini adalah pengaruh alam, disisi lain juga masuknya air tawar ke dalam kolam, juga persaingan penambakan ikan yang meningat. Degradasi sumber daya alam yang terjadi di Teluk Bone, juga berpotensi terhadap terjadinya bencana. Eksploitasi yang berlebihan di ekosistem mangrove dan terumbu karang, menjadikan lemahnya fungsi ekologi untuk keseimbangan lingkunga. Eksploitasi di kedua ekosistem tersebut , ditambah kerusakan ekosistem bagian hulu dan sekitarnya menyebabkan bencana di kawasan pesisir seperti banjir dan abrasi. 14 PERUBAHAN IKLIM KETIDAK TERATURAN CUACA -Suhu -Curah hujan -Musim DEGRADASI TEHADAP POTENSI SDA PESISIR & LAUT -Mangrove -Terumbu Karang -Sumberdaya Perikanan Bencana -Banjir Bandang -Abrasi Gambar 6 Kerangka Berpikir Pustaka Perubahan Iklim, Potensi Sumber Daya Pesisir-Laut dan Degradasi Lingkungan di Kawasan Teluk Bone 7 Judul : Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Terhadap Perubahan Iklim dan Degradasi SDL : 2011 : Artikel Dalam Buku Kompilasi : Cetak : Deni Hidayati : Jakarta, Leuser Cita Pustaka Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Judul Buku : Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Volume/Edisi/Hal : Hal :129-155 Bab ini akan melihat respon masyarakat pesisir berupa adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim dan degradasi sumberdaya pesisir dan (SDL). Adaptasi dan mitigasi berkaitan erat dengan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap perubahan iklim dan degradasi SDL. Degradasi SDL dampaknya dirasa sangat signifikkan oleh kebanyakan masyarakat baik dalam kehidupan ekonominya. Penulis akan mengawali menjelaskan mengenai rasional dibalik respon masyarakat terhadap perubahan iklim dan degradasi SDL. Bagian selanjutnya mendiskusikan inti bab yaitu bentuk-bentuk respon adaptasi mitigasi masyarakat di wilayah pesisir (daratan) dan kepulauan, khususnya Pulau Sembilan. Masyarakat pesisir dan pulau di Teluk Bone menggambarkan perubahan iklim dan degradasi SDL merupakan dua hal yang berbeda. Meskipun, perubahan iklim dalam skala lokal mempunyai timbal balik hubungan dengan degradasi SDL, kebanyakan masyarakat masih belum mengetahui dan menyadari keterkaitan antar kedua unsur tersebut. Perubahan Iklim ditandai dengan pergeseran cuaca, terutama angin, menurut tokoh masyarakat dan sebagian anggota masyarakat masih belum signifikan dampaknya. Sedangkan degradasi SDL ditandai masyarakat dengan kerusakan SDA dan laut dengan kondisi bervariasi antara wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Degradasi di wilayah pesisir yang mencolok adalah penggundulan hutan mangrove dibagian pesisir. Kerusakan ini menimbulkan bencana berupa banjir , tanah longsor, dan abrasi pantai. Berbeda dengan masyarakat pesisir, degradasi di Pulau Sembilan adalah rusaknya terumbu karang. Hal ini menurut mereka berkaitan erat sebagai 15 akibat penggunaan potasium dan bom yang berpengaruh terhadap kegiatan kenelayanan, terutama menangkap ikan-ikan karang yang terus berkurang. Hasil kajian menginformasikan bahwa respon masyarakat pada dasarnya dikelompokan dalam dua bagian. Pertama, respon masyarakat berkaitan erat dengan upaya untuk meningkatkan perlindungan lingkungan dan mitigasi bencana melalui penanaman mangrove. Kedua, masyarakat menyesuaikan kegiatan ekonominya dengan melakukan adaptasi dengan kondisi lingkungan, berupa kegiatan kenelayanan di wilayah pesisir dan laut, dan kegiatan pertanian di wilayah pesisir daratan. Hasil kajian menggambarkan bahwa mitigasi melalui penanaman mangrove bervariasi antar lokasi kajian. Motif yang sangat menonjol adalah untuk kepantingan ekonomi yang menjadi sumber pendapatan masyarakat, terutama di lokasi dimana masyarakat memanfaatkan dan mengonversi mangrove menjadi tambak. Motif lain dari penanaman mangrove adalah untuk perlindungan lingkungan permukiman dari bencana alam, seperti banjir dan abrasi. Selanjutnya penulis ingin melihat respon nelayan menghadapi perubahan iklim dan degradasi SDL melalui strategi adaptasi masyarakat. Kajian ini memperlihatkan upaya yang dilakukan nelayan terdiri dari pengembangan dan perluasan wilayah tangkap, peningkatan dan penyesuaian kapasitas armada tangkap, penyesuaian waktu melaut, diversifikasi jenis ikan target, dan penyesuaian status nelayan. Sedangkan adaptasi masyarakat melalui penyesuaian kegiatan pertanian terdiri dari penyesuaian kegiatan pertanian tanaman pangan dan penyesuaian kegiatan budidaya tambak. PERUBAHAN IKLIM & DEGRADASI SDL RASIONAL DIBALIK RESPON MASYARKAT MITIGASI MELALUI PENANAMAN MANGROVE -Dominasi Motif Ekonomi -Motid Non Ekonomi (Perlindungan dari bencana) ADAPTASI MASYARAKAT MELALUI PERUBAHAN KEGIATAN KENELAYANAN -Perluasan dan Penyesuaian Wilayang Tangkap -Perubahan dan Penyesuaian Armada Tangkap -Penyesuaian Waktu Melaut -Diversifikasi Target Jenis Ikan -Penyesuaian Status Nelayan ADAPTASI MASYARAKAT MELALUI PERUBAHAN KEGIATAN PERTANIAN - Penyesuaian kegiatan pertanian pangan - Penyesuaian kegiatan budidaya tambak Gambar 7 Kerangka Berpikir Pustaka Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Terhadap Perubahan Iklim dan Degradasi SDL 16 8 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Journal Volume/Edisi/H al Alamat URL : Adaptasi Perubahan Iklim Komunitas Desa: Studi Kasus di Kawasan Pesisir Utara Pulau Ambon : 2014 : Journal : Elektronik : Subair, Lala M. Kolopaking, Soeryo Adiwibowo, M. Bamban Pranowo : Semarang, UNNES Journal : Journal Komunitas - UNNES : Vol. 6, No. 1, Hal :57 - 69 : http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/ 2943 diunduh dari aplikasi Joornal (Android) pada tanggal 10 November 2014 Tulisan ini ingin melihat kerentanan komunitas terhadap dampak dan risiko perubahan iklim dari sudut pandang pemahaman dan pengalaman nelayan dan bagaimana nelayan beradaptasi dengannya. Selanjutnya penulis ingin melihat praktek adaptasi nelayan menghadapi dampak perubahan iklim dan sejauh mana peran kelembagaan lokal dalam mengembangkan adaptasi nelayan di tingkat desa. Penelitian ini merupakan kajian kerentanan dan resiliensi dengan cara yang relatif baru menggunakan metode kualitatif, dilaksanakan dengan pendekatan eksplorasi, bukannya mengenalkan. Informasi yang digali dari masyarakat adalah pandangan (pemahaman) masyarakat terhadap kondisi iklim dan perubahannya yang berlaku di lokalitas wilayah penelitian, pandangan yang dapat saja berbeda dengan pandangan ilmuwan. Nelayan dan semua stakeholder perikanan tangkap di Negeri Asiluli telah menjadi saksi terjadinya pola musim yang berbeda dalam beberapa tahun terakhir. Ada tiga pola angin musim yang dikenal nelayan, yakni musim barat, musim timur, dan musim pancaroba. Saat ini nelayan kesulitan untuk dapat memprediksi secara tepat kapan pergantian antara satu musim ke musim yang lain. Kalender musim yang menjadi pedoman secara turun temurun prediksinya kebanyakan tidak tepat lagi. Pola angin musim yang tidak sama ini membingungkan nelayan dalam menentukan keputusan pergi melaut. Banyak nelayan yang salah memperhitungkan pola angin musim ketika berangkat ke laut. Angin musim juga terkait dengan jenis ikan apa yang sedang banyak dan lokasinya, apakah ikan ada di tengah laut atau di perairan dangkal. Ketika gelombang dan angin kencang datang tiba-tiba dan nelayan memutuskan untuk tetap melaut, biasanya nelayan kesulitan memancing ikan. Musim ikan mati (panen) mundur atau maju sebulan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pengetahuan yang mereka jadikan kekuatan utama dalam menopang nafkah keluarga secara perlahan mulai tidak lagi relevan. Nelayan tidak mengetahui perdebatan tentang perubahan iklim yang ramai di sisi lain dunia mereka, yang mereka tahu: mereka harus beradaptasi untuk tetap eksis sebagai satu masyarakat. 17 Kerentanan yang dipicu oleh dampak negatif sejauh ini dapat dikurangi oleh adaptasi yang dilakukan. Sampai di sini, komunitas dapat disebut cukup resilien tetapi dengan resiliensi yang terbatas (limited resilience) karena ketergantungan yang masih sangat tinggi pada keramahan sumberdaya alam. Adaptasi yang terlihat sebagai adaptasi reaktif sesungguhnya adalah adaptasi yang direncanakan (plan adaptation) mengingat perubahan iklim adalah fenomena yang terjadi dalam proses yang sangat lama dan bertahap. Faktor yang sangat penting dalam menciptakan keadaan keadaan yang resilien adalah peran besar lembaga-lembaga lokal yang menfasilitasi tindakan adaptasi yang dilakukan. Kesuksesan adaptasi perubahan iklim ditentukan oleh keberadaan dan keberfungsian lembaga lokal ini. Semakin kuat dan mengakar lembaga lokal maka semakin besar peluang kesuksesan komunitas melakukan adaptasi perubahan iklim. Sebaliknya, semakin lemah dan ―terasing‖ maka semakin kecil kemungkinan berhasil melakukan adaptasi. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa adaptasi perubahan iklim oleh komunitas, karenanya, lebih efektif dibanding adaptasi yang dikelola oleh pemerintah. Pandangan ini mensyaratkan bahwa dalam penyusunan kerangka kebijakan adaptasi, komunitaslah yang harus menjadi basis Pada intinya, keseluruhan strategi itu terjadi dan terus bergerak maju karena salah satunya dan yang utama, adanya dukungan kelembagaan lokal yang tumbuh dari komunitas mereka sendiri. Studi ini mengidentifikasi setidaknya terdapat dua dukungan sosial yang diperoleh: dukungan instrument dalam bentuk bantuan langsung, bantuan kredit kepemilikan alat tangkap dan bantuan pinjaman biaya operasional penangkapan; dan dukungan informasi berupa informasi wilayah konsentrasi ikan, telah mulainya musim ikan mati, jenis umpan yang sedang disukai ikan Tuna, informasi cuaca dan badai serta informasi lainnya yang terkait dengan sistem nafkah nelayan. Secara umum, bentuk lembaga lokal membentuk efek bahaya iklim dalam tiga hal penting: mereka menentukan bagaimana rumah tangga dipengaruhi oleh dampak iklim; mereka membentuk kemampuan rumah tangga untuk menanggapi dampak iklim dan mengejar praktek adaptasi yang berbeda, dan mereka memediasi aliran eksternal intervensi dalam konteks adaptasi. Nilai kegigihan, ketekunan dan sikap budaya sebagai penduduk pesisir kepulauan dan nelayan ditambah dukungan kelembagaan menjadi ―modal‖ yang menguatkan kemampuan adaptasi nelayan dalam beradaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim. Kemampuan adaptasi yang kuat membawa masyarakat nelayan pada kondisi yang resilien, dan inilah yang disebut sebagai resiliensi sosial nelayan. Meskipun masih perlu kajian lebih lanjut untuk mempertemukan kemampuan adaptasi itu dengan kerentanan yang diakibatkan oleh perubahan iklim, karena asumsi dasar dari studi ini adalah bahwa tingkat keparahan dan krisis yang diakibatkan oleh dua sisi: kerentanan dan resiliensi sosial. 18 PERUBAHAN IKLIM SENSITIVITAS/KEP EKAAN MERESPON PERUBAHAN IKLIM EKSPOSURE/SINGKAPAN (Tingkat alamiah Kerentanan Suatu Sistem Sosial Terhadap Perubahan Iklim) KERENTANAN (Risiko: Potensi kerugian yang tmbul akibat perubahan iklim) SEMPIT, KURANG SELANG TOLERANSI (Tingkat kemampuan sistem menghadapi konsekuensi perubahan iklim) LUAS, BERTAMBAH KEMAMPUAN ADAPTASI STRATEGI ADAPTASI MASYARAKAT RESILEN (Mampu beradaptasi dengan dampak perubahan iklim melalui pembelajaran, mengelola risiko dan dampak, mengembangkan pengetahuan baru) Gambar 8 Kerangka Berpikir Pustaka Adaptasi Perubahan Iklim Komunitas Desa: Studi Kasus di Kawasan Pesisir Utara Pulau Ambon 9 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL : Diretori Data dan Informasi Adaptasi Perubahan Iklim – Informasi, Sinergi dan Efektifitas Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia (Sub Bab Kementerian Kelautan dan Perikanan) : 2012 : Buku : Elektronik : Impron et. al (Dewan Nasional Perubahan Iklim) : Jakarta, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) : http://dnpi.go.id/DMS.V3/download.php?id=374 diunduh pada tanggal 10 November 2014 19 Ringkasan dari buku ini akan melihat bagaiman program yang telah dilakukan pemerintah dalam kontribusi adaptasi perubahan iklim. Dalam dokumen Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011‐2014 disebutkan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010‐2014 secara erat terkait dengan 5 (dari 11) Prioritas Nasional. Salah satunya adalah Prioritas No. 9: Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; Konservasi dan pemanfaatan lingkungan hidup mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang keberlanjutan, disertai penguasaan dan pengelolaan risiko bencana untuk mengantisipasi perubahan iklim. Disamping 5 Prioritas Nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga terkait dengan Pengarusutamaan dan Lintas Bidang, yakni Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan; Lintas Bidang Perubahan Iklim Global dan Lintas Bidang Pembangunan Kelautan Berdimensi Kepulauan. Salah satu pendekatan arah kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mendukung kebijakan nasional adalah pendekatan pro‐sustainability yang dilakukan melalui upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan perairan, pesisir, dan pulau‐pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), data dan informasi kegiatan adaptasi perubahan iklim diperoleh dari dua sumber, yaitu: (i) Direktorat Pesisir dan Lautan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau‐pulau Kecil, dan (ii) Pusat Penelitian & Pengembangan Sumber Daya Laut & Pesisir (P3SDLP), Badan Penelitian & Pengembangan Kelautan & Perikanan. Kegiatan‐kegiatan adaptasi perubahan iklim yang dilaksanakan oleh Direktorat Pesisir dan Lautan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau‐pulau Kecil lebih fokus pada kajian kerentanan dan pengembangan kapasitas lingkungan dan masyarakat pesisir dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Contoh kajian kerentanan adalah “Kajian Kerentanan (Sea Level Rise, SLR) di sepanjang Pantura”, yang bertujuan untuk melakukan kajian kerentanan (Vulnerability Assessment) dampak kenaikan paras muka laut (SLR) di sepanjang Pantai Utara Jawa. Sedangkan contoh kegiatan pengembangan kapasitas lingkungan dan masyarakat pesisir, antara lain adalah “Pilot Climate Resilience Village di Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang”, yang bertujuan untuk: (i) menyusun dokumen perencanaan sampai implementasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat, (ii) pelatihan penguatan kelembagaan desa, (iii) memberikan pemahaman kepada masyarakat lokal tentang dampak perubahan iklim melalui media teater, (iv) penanaman mangrove di lokasi prioritas desa, dan (v) pembuatan tanggul di aliran sungai dan tambak. Kegiatan‐kegiatan yang dilaksanakan oleh P3SDLP mencakup aspek yang lebih luas selain adaptasi dan mitigasi, yaitu juga terkait dengan kajian dinamika laut dan selat, transfer teknologi serta studi kebijakan dan kerjasama. Beberapa contoh kegiatan yang dilakukan oleh P3SDLP diuraikan berikut ini. Kegiatan “Kajian Dinamika Laut dan Selat” bertujuan untuk mengkaji hidrodinamika massa air dan interaksi antara laut dan atmosfer dalam rangka pemahaman variabilitas dan perubahan iklim. Kegiatan “Study Marine Hazard response to Climate Change in South East Asian region” bertujuan untuk melakukan Komputasi kerentanan pesisir dengan parameter kajian SLR dengan memperhatikan aspek geologi, geomorfologi, perubahan garis pantai, tinggi gelombang, pasang surut dan kemiringan pantai. Kajian 20 ini sangat berguna sebagai basis ilmiah untuk mengembangkan kegiatan adaptasi di wilayah pesisir yang rentan terhadap dampak SLR. Kegiatan “Implementasi Indonesia Global Ocean Observing Sistem (INAGOOS)” merupakan studi tentang Konsep kebijakan dan inisiasi implementasi dari pemantauan laut dan pesisir Indonesia dalam rangka perubahan iklim. Sedangkan “Penerapan IPTEK untuk Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat” bertujuan untuk memberikan kepada masyarakat petani garam berupa alat/transfer teknologi hasil penelitian dan pengembangan garam dalam rangka menjaga peningkatan produksi garam agar tidak terpengaruh oleh dampak perubahan iklim. 10 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Alamat URL : Pola Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan Iklim (Studi Kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat) : 2011 : Skripsi : Elektronik : Ratna Patriana : Bogor, Repositoryipb : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47453 diunduh pada tanggal 10 November 2014 Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim adalah penafsiran nelayan terhadap perubahan-perubahan ekologis yang terjadi di wilayan pesisir sebagai dampak dari perubahan iklim. Data yang diperoleh dari survai terhadap 47 orang nelayan menunjukkan bahwa hampir seluruh nelayan telah mempersepsikan perubahan iklim terjadi wilayah Ciawitali. Hanya satu orang saja diantaranya (2,1 persen responden) yang memiliki persepsi yang rendah terhadap perubahan iklim ini. Sedangkan dari uji korelasi Rank Spearman yang dilakukan antara persepsi nelayan terhadap perubahan iklim dengan berbagai variabel karakteristik individu dan perilaku komunikasi, tidak ditemukan satupun hubungan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,yaitu: 1) Dampak perubahan iklim telah jelas sekali terjadi di pesisir Ciawitali, sehingga hampir seluruh masyarakat telah membentuk persepsi yang sama mengenai perubahan iklim, tidak peduli usia, pengalaman, karakteristik individu lainnya dan tidak membutuhkan keterdedahan informasi yang tinggi untuk menyadari dampak perubahan iklim telah terjadi di pesisir Ciawitali. 2) Eratnya hubungan antara nelayan dengan sumberdaya pesisir, sehingga berbagai perubahan yang terjadi telah ditafsirkan secara mandiri oleh nelayan sebagai dampak perubahan iklim. 21 Dampak perubahan iklim merugikan nelayan Ciawitali melalui dua aspek, yaitu aspek ekologi dan sosial ekonomi : 1) Aspek ekologi. Perubahan musim ikan dan kekacauan musim angin menyebabkan nelayan mengalami kerugian karena semakin sulit menentukan waktu-waktu yang tepat untuk melaut. 2) Aspek sosial ekonomi. a) Dampak ini terjadi pada kesehatan dan pemukiman masyarakat dimana kekacauan musim yang terjadi akibat perubahan iklim telah menyebabkan terganggunya sumber-sumber air minum penduduk. Selain itu perubahan pola angin juga menyebabkan kawasan pemukiman masyarakat sempat diterjang badai dan angin puting beliung. b) Pada perikanan, perubahan iklim ini menyebabkan menurunnya hasil tangkapan nelayan yang dipicu oleh sulitnya menentukan wilayah tangkapan ikan, sulitnya menentukan musim penangkapan ikan, berkurangnya ketersediaan ikan dan hasil tangkapan lainnya, serta meningkatnya resiko melaut. Adaptasi dan strategi ekonomi yang dilakukan oleh nelayan dalam mengatasi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan iklim lebih didominasi oleh polapola adaptasi yang sifatnya reaktif. Adaptasi dan strategi tersebut meliputi: 1) Adaptasi iklim berupa mengejar musim ikan ke wilayah lain. 2) Adaptasi sumberdaya pesisir dengan mencari hasil tangkapan di wilayah mangrove. 3) Adaptasi alokasi sumberdaya manusia dalam rumah tangga yang meliputi optimalisasi tenaga kerja rumah tangga, pola nafkah ganda tani-nelayan, serta jasa pengangkutan menggunakan perahu nelayan. 4) Adaptasi melalui keluar dari kegiatan perikanan (escaping from fisheries) dengan cara beralih profesi. 22 ANALISIS DAN SINTESIS Perubahan Iklim Konvensi PBB (1990) mengenai perubahan iklim yang menyatakan: “Climate change means a change of climate which is attributed directly or inderictly to human activities that alters the composition of the global atmosphere and which is in addition to natural climate variability observed over comparable time periods2. Menurut Pakar Iklim dari Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. D. Murdiyarso yang dikutip Diposaptono et. al (2009), menjelaskan bahwa perubahan iklim adalah perubahan pada unsur-unsur dalam jangka waktu yang panjang (50-100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). Anomali iklim yang terjadi pada waktu tertentu bukanlah disebut sebagai perubahan iklim. Apabila memaknai perubahan iklim dengan kedua definisi tersebut, perubahan iklim terjadi pada periode waktu yang panjang. Contohnya dengan mengamati data suhu dan melihat ada kecenderungan naik dari waktu ke waktu tertentu dan fluktuasinya semakin membesar, atau anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi. Selanjutnya dijelaskan Manifestasi inti dari perubahan iklim meliputi perubahan bertahap dalam suhu dan curah hujan rata-rata, rentang yang lebih besar dalam variasi musiman dan antar-tahunan, peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrem, serta transformasi potensi bencana ekosistem (Tompkins dan Adger 2004). Menurut Satria (2009), perubahan iklim bersumber dari tingkat global dimana pemanasan global sebagai akibat meningkatnya emisi karbon (CO2) yang dapat mencairkan es di kutub dan meningkatkan permukaan air laut. Ia juga menambahkan, Pemanasan global terjadi akbibat peningkatan suhu global karena terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti Karbondioksida (CO2), Metana (CH4) dan CFC sehingga energy matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Jadi, perubahan iklim global merupakan akumulasi dari aktivitas ekonomi yang bersumber dari energi fosil dan juga deforestasi yang makin parah. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kondisi Lingkungan & Aktivitas Nelayan Dari adanya perubahan iklim global mengakibatkan kerugian yang sangat besar di tingkat lokal. Perubahan iklim berimbas pada segala sector khususnya wilayah pesisir. Masyarakat yang paling rentan dalam perubahan iklim adalah masyarakat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Diposaptono 2013 dan Satria 2009). Indonesia memiliki 17.480 pulau dan 65 persen pulau-pulau yang ada di Indonesia merupakan pulau-pulau kecil yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Hingga saat ini telah tercatat sebanyak 24 pulau-pulau kecil di Indonesia hilang disebabkan oleh tsunami, abrasi dan kegiatan pertambangan pasir 2 Atau diterjemahkan: “Perubahan iklim ialah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.” 23 yang tidak terkendali3. Pulau-pulau kecil yang topografinya datar (low-liying island) menjadi sangat rentan dan dapat tenggelam atau hilang secara fisik. Untuk melihat indikator perubahan iklim di suatu daerah, dapat diamati dengan data-data dari BMKG antara lain Suhu, Perubahan curah hujan, kenaikan paras muka air laut atau dengan data dari masyarakat yakni perubahan musim. Dalam sumber pustaka penelitian Surtiari (2011) menjelaskan bahwa data perubahan iklim yang menjadi indikator penelitiannya adalah perubahan suhu tahunan dan perubahan suhu dari periode tahun 1980-2000 di kabupaten Sinjai. Selanjutnya beliau juga melihat data perubahan volume curah hujan tahunan dan periodic dari tahun 19802008. Data terakhir yang didapat yakni dari perubahan pola musim yang dianut nelayan untuk melaut, telah berubah dan mengganggu kegiatan kenelayanan dan ekonomi pesisir. 3 Freddy Numberi. 2009. Perubahan Iklim:Implikasi terhadap Kehidupan di Laut, Pesisir dan PulauPulau Kecil. Hal-56. 24 Tabel 1 Indikator Perubahan iklim dan dampaknya pada aspek lingkungan, sosial dan ekonomi pesisir Sumber Surtiari (2011) Indikator Perubahan Iklim perubahan suhu tahunan dan perubahan suhu dari periode tahun 1980-2000 data perubahan volume curah hujan tahunan dan periodic tahun tahun 1980-2000 perubahan pola musim dan pola angin yang dianut nelayan untuk melaut Priwardhani (2013) Diposaptono (2013) hilangnya beberapa hewan yang menjadi penanda pergantian musim, bergesernya waktu dimulai dan berakhirnya musim, tidak terlacaknya angin dan gelombang yang telah dipercayai menjadi penada awal dan berakhirnya musim, berubahnya kecepatan angin pada musim-musim tertentu serta jangka waktu terjadinya angin dan gelombang pada musim tertentu Kenaikan Permukaan Air laut Perubahan Pola angin. Perubahan Hidrologi Perubahan Atmosfer dan Suhu air Dampak Lingkungan & Sosek Melelehnya kutub, sehingga naiknya paras muka air laut Coral Bleaching (kematian & pemutihan terumbu karang) selain akibat juga dari penggunaan kimi potasium Hujan Badai, Banjir Bandang & Abrasi perubahan pola musim dan angin yang diyakini mengakibatkan nelayan sulit memperkirakan kondisi laut. Laut yang dirasa tenang, tiba-tiba terjadi badai ataupun angina kencang. Hal ini menggangu kegiatan kenelayanan dan keselamatan nelayan. para nelayan merasakan ketidakpastian cuaca di laut yang mengakibatkan ketidak pastian waktu untuk melaut Genangan di lahan rendah dan rawa Erosi pantai Gelombang Ekstrim dan banjir Intrusi Air laut ke sungai dan air tanah Kenaikan Muka Air Laut Perubahan pasut dan gelombang Perubahan endapan sedimen Pemukiman Sumberdaya air Perikanan Pariwisata bahari 25 Kondisi Sosial-Budaya & Ekonomi Nelayan Indonesia Satria (2004) menjelaskan masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungan pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa masyarakat pesisir bukan hanya nelayan, melainkan juga pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan pedagang ikan. Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik sistem ekonomi dan sosialbudaya yang tidak jauh berbeda dengan nelayan pada umumnya. Tapi yang membedakan solidaritas masyarakat pesisir pada umumnya dan pulau-pulau kecil , mayarakat pesisir di pulau-pulau kecil sangat kuat solidaritas sosialnya dikarenakan kondisi geografi dan akses yang menjadikan mereka harus berjuang bersama dalam bertahan hidup. Masyarakat pulau-pulau kecil berhadapan pada kondisi yang hampir aspek kehidupannya berhubungan dengan laut. Terlihat dari transportasi, masuknya logistik, dan sumber mata pencaharian serta SDA terbesar adalah hasil dari laut. Nelayan yang bermatapencaharian di laut sering dihadapkan pada ketidak pastian dan kondisi ekologis yang sulit dikontrol. Polnack dalam Satria (2001), menjelaskan bahwa nelayan berbeda dengan petani, dimana mereka dihadapkan pada situasi ekologis yang sulit di kontrol produknya mengingat perikanan tangkap bersifat open akses sehingga nelayan harus berpindah-pindah dan ada elemen risiko yang harus dihadapi lebih besar daripada yang dihadapi petani. Selain itu juga dijelaskan bahwa, nelayan juga harus berhadapan dengan kehidupan laut yang keras sehingga membuat mereka umumnya bersikap keras, tegas dan terbuka, yang membedakannya dengan petani. Dalam hal ini penulis belum menemukan studi yang membedakan petani dan nelayan dari segi budayanya, maka penulis lebih memaparkan secara komprehensif. Dalam mengkaji masyarakat pesisir, masyarakat desa terisolasi (masyarakat pulau kecil) dan masyarakat desa pantai disebutkan Satria (2002) sebagai gambaran wujud komunitas kecil. Satria (2002) juga mengutip dari Koentjaraningrat (1990), bahwa komunitas kecil tersebut memiliki ciri-ciri yaitu: 1. mempunyai identitas yang khas (distinctiveness), 2. terdiri dari jumlah penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas (smallness) sehingga masih saling mengenal sebagai individu yang berkepribadian, 3. bersifat seragam dengan diferensiasi terbatas (homogeneity), 4. kebutuhan hidup penduduknya sangat terbatas sehingga semua dapat dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada pasar di luar (all-providing self sufficiency). Dalam mengkaji nelayan, Satria (2001) menjelaskan bahwa penting untuk membedakan sejelas mungkin antara [1] nelayan sebagai status pekerjaan (occupational status) dan [2] nelayan sebagai komunitas. Nelayan sebagai status pekerjaan berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries management) dan penting membedakan nelayan ekonomi skala kecil dan nelayan besar. Polnack dalam Satria (2001), membedakan karakteristik nelayan skala besar (large scale fisherman) dan skala kecil (small scale fisherman). 26 “…Ciri perikanan skala besar adalah (a) diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agroindustry di Negara-negara maj; (b) secara relative lebih padat modal; (c) memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada perikan sederhana, baik untuk pemilik maupun awak perahu; dan (d) menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor. Sementara itu, perikanan skala kecil lebih beroprasi di daerah pesisir yang tumpang tindih dengan kegiatan budidaya. Pada umumnya, mereka bersifat padat karya… …Nelayan kecil mencakup berbagai karakteristik nelayan, baik kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada maupun budaya” Terlihat bahwa karakteristik nelayan kecil mereka masih berteknologi alat tangkap tradisional, karena secara kondisi ekonomi mereka tidak mampu membelinya. Biasanya nelayan kecil seperti ini disebut nelayan gurem, dimana mereka hidup secara subsisten hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Akan tetapi pada perkembangannya nelayan kecil juga mengkomersialkan hasil tangkapannya untuk dijual, dimana biasanya mereka setor kepada juragan (boss). Hubungan nelayan kecil dengan juragannya memiliki ikatan patron-client4 yang sangat kuat. Hubungan nelayan dengan boss ini berdampak ketergantungan yang sangat tinggi. Secara tidak sadar kondisi tersebut malah mensengsarakan masyarakat. Kondisi masyakat nelayan dapat juga dilihat pada aspek ekonomi. Kondisi ekonomi masyarakat nelayan selalu dipahami sebagai masyarakat yang memiliki ekonomi lemah. Seperti dikatakan oleh Bailey (1998) dikutip Muflikhati (2010), bahwa masyarakat nelayan miskin karena profesinya nelayan atau dikenal kemiskinan endemik, artinya apapun yang dikerjakan oleh nelayan, mereka tetap diartikan miskin. Hal ini berdasar pada pengartian kemiskinan yang berbeda di masyarakat sekitar. Menurut Bene (2003) dikutip Muflikhati (2010), kemiskinan nelayan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu yang menganut paradigma lama yang menyatakan bahwa kemiskinan nelayan terkait dengan sumber daya alam dan paradigma baru yang melihat kemiskinan nelayan dari berbagai sisi (multidimensi). Secara lebih rinci bentuk kondisi sosial-budaya dan ekonomi nelayan akan dijelaskan pada Tabel 2. 4 Robinson dalam Arif Satria (2001), Menjelasakan bahwa kelas kapitalis (klien) sangat bergantung pada penguasa (patron) karena penguasa itulah yang memberikan berbagai fasilitas seperti proteksi, subsidi, serta terciptanya struktur pasar yang monopolistic dan oligopolistic yang sangat menguntungkan pengusaha atau kelas kapital. 27 Tabel 2 Matriks kondisi sosial, budaya dan ekonomi nelayan Aspek -Sosial-Budaya Bentuk Hubungan Sosial Organisasi Kerja -Ekonomi Kerentanan Terhadap Bencana Pemanfaatan Terhadap Sumberdaya Teknologi Permodalan Penjelasan Hubungan patron klien yang kuat dengan juragan. (Satria, 2001) Identitas tempat sebagai unsur pengikat dan pembeda (Koentjaraningrat dalam Saad, 2009) Terbatasnya SDM & Lemahnya organisasi (Satria, 2009) Nelayan buruh yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain, nelayan juragan yang memiliki alat tangkap dan dioperasikan orang lain, dan nelayan perorangan yang memiliki alat tangkap sendiri dan pengoperasian juga sendiri (Mulyadi 2007) Masyarakat pesisir di pulau-pulau kecil Sangat rentan terhadap bencana (Numberi, 2009) Sangat bergantung pada kondisi sumberdaya alam khususnya Laut disekitarnya. (Numberi, 2009) Sifat tangkapan yang open access membuat nelayan harus berpindah-pindah dan elemen risiko yang harus dihadapi lebih besar daripada petani darat (Pollnack dalam Satria, 2001) Melakukan modifikasi alat tangkap sesuai kondisi perairan (Sihombing 2003) Teknologi dan permodalan yang lemah (Satria, 2009) Sebagian besar masih menggunakan teknologi tradisional. (Satria, 2009) Diversifikasi alat tangkap untuk mengantisipasi variasi musim (Satria, 2009) Ikatan patron-client pada tengkulak, punggawa dan toke saat musim paceklik dan permodalan. (Satria, 2009) 28 Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Dalam mencegah terjadinya dampak yang luar biasa akibat perubahan iklim, maka diperlukan strategi preventif dan represif dalam pengendalian perubahan iklim. Strategi pengendalian dampak secara preventif dan represif adalah dengan melakukan adaptasi dan mitigasi. Adaptasi adalah respons terhadap stressor, berbeda dengan mitigasi yang melibatkan pre-empting tantangan dan mengambil langkah untuk menghindari ancaman seperti mengurangi emisi atau mengurangi dampak banjir dengan membangun tanggul (Schoon, 2005). Banyak dan beragam deskripsi tentang pemaknaan adaptasi dan mitigasi sendiri. Adaptasi menurut pemahaman tersebut lebih mengarah pada kegiatan represif, sedangkan mitigasi bisa dilakukan karena alasan preventif ataupun represif. Menurut Murdiyarso (2001), adaptasi terhadap perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan maupun terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim. Selanjutnya Smit dan Wandel (2006) menjelaskan bahwa adaptasi termasuk tindakan yang diambil untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan resiliensi, sedangkan kemampuan adaptasi adalah kemampuan untuk mengambil tindakan tersebut. Smit dan wandel (2006) juga melihat adaptasi pada aspek tindakan yang dilakukan serta seberapa besar kemampuan yang dilakukan dalam mengambil tindakan tersebut. Konsep adaptasi yang dinyatakan oleh Mulyadi (2007) dikutip Helmi (2012) adalah salah satu bagian dari proses evolusi kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal. Hal ini di dukung oleh pernyataan Bennet (1976) dan Pandey (1993) dikutip Helmi (2012) yang memandang adaptasi sebagai suatu perilaku responsif manusia terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi. Perilaku responsif tersebut memungkinkan mereka dapat menata sistem-sistem tertentu bagi tindakan atau tingkah lakunya, agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada. Perilaku tersebut di atas berkaitan dengan kebutuhan hidup, setelah sebelumnya melewati keadaan-keadaan tertentu dan kemudian membangun suatu strategi serta keputusan tertentu untuk menghadapi keadaan-keadaan selanjutnya. Tabel 3 di bawah ini akan menjelaskan strategi yang dilakukan oleh nelayan dalam menghadapi perubahan iklim. 29 Tabel 3 Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan iklim dari beberapa aspek Aspek -Ekonomi -Gender (Rochmayanto dan Kurniasih, 2013) -Teknik dan Teknologi Penangkapan (Helmi, 2012) -Sosial Budaya Bentuk Strategi Adaptasi Melakukan pergeseran mata pencaharian atau diversifikasi mata pencaharian (Priwardhani, 2013) Strategi penganekaragaman sumber pendapatan (Helmi, 2012) Strategi mengubah daerah penangkapan (fishing ground) (Helmi, 2012) Peningkatan peran politik perempuan Peningkatan kapasitas perempuan berupa pendidikan formal maupun keterampilan/ non formal Rekonstruksi budaya untuk menjembatani pembagian peran secara proporsional, termasuk penciptaan lapangan kerja untuk memberdayakan perempuan Strategi penganekaragaman alat tangkap Strategi mengubah daerah penangkapan (fishing ground) Strategi memanfaatkan hubungan sosial dan memobilisasi anggota keluarga (Helmi, 2012) Selain melakukan adaptasi, mengurangi dampak laju perubahan iklim juga dapat dilakukan melalui strategi mitigasi. Diposaptono (2009) menjelaskan bahwa mitigasi dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan alam dalam menyerap emisi gas rumah kaca dan sumbernya. Dengan pengertian tersebut mitigasi dapat dipahami memanfaatkan alam sebagai alat untuk mengurangi atau strategi bertahan dari laju perubahan iklim. Dapat disarikan juga dampak dan strategi adaptasi-mitigasi perubahan iklim yang disarikan penulis pada Tabel 4. Tabel 4 Dampak dan strategi adaptasi-mitigasi terhadap perubahan iklim Dampak Ekologis - Kenaikan permukaan air laut, banjir, dan gelombang ekstrim (Diposatono, 2009 dan Patriana 2011) - Intrusi air laut (Diposaptono, 2009) - Perubahan wilayah tangkap (Diposaptono, 2009 dan Helmi, 2011) Dampak Sosial-Ekonomi Adaptasi Mengganggu wilayah permukiman & infrastruktur Mengakibatkan penyebaran penyakit demam berdarah, kolera dan malaria Membuat penahan gelombang Pindah pemukiman dan budidaya tanaman kelokasi yang lebih tinggi Menanam mangrove Terancamnya sumberdaya air tawar penduduk dan budidaya perikanan Menampung air hujan Menempatkan blok-blok karang di sekeliling lahan air tawar Adopsi teknologi terbarukan dalam perikanan tangkap Adopsi metode baru dalam memprediksi musim Diversifikasi alat tangkap Penanaman mangrove Menurunnya produksi perikanan tangkap Mitigasi Perbaikan terumbu karang 30 KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, Perubahan iklim dapat disimpulkan dari beberapa pustaka yang disarikan penulis bukanlah anomali iklim yang terjadi pada waktu tertentu, melainkan dapat disebut perubahan iklim apabila terjadi pada periode waktu yang panjang. Dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim global yang terjadi atau efek gas rumah kaca memiliki dampak besar dalam bentuk fisik. Dampak fisik yang terjadi yaitu genangan di lahan rendah dan rawa; erosi pantai; gelombang ekstrim dan banjir; intrusi air laut ke sungai dan air tanah; kenaikan muka air laut; perubahan pasut dan gelombang; perubahan endapan sedimen; pemukiman; sumberdaya air; perikanan; serta pariwisata bahari. Selanjutnya perubahan iklim juga berdampak pada aktifitas nelayan. Dampak yang tersebut terasa dalam kondisi sosial-ekonomi yang mengganggu kehidupan dan aktifitas masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Dampak perubahan kondisi tersebut pada masyarakat pesisir diantaranya mengakibatkan penyebaran penyakit demam berdarah; kolera dan malaria; terancamnya sumberdaya air tawar penduduk dan budidaya perikanan; dan menurunnya produksi perikanan tangkap. Dari kondisi sosial-budaya dan ekonomi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki hubungan patron klien yang kuat dengan juragan. Selanjutnya Identitas tempat sebagai unsur pengikat dan pembeda bagi nelayan. Dalam organisasi kerjanya mereka terkendalan terbatasnya SDM & lemahnya organisasi. Masyarakat pesisir di pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap bencana. Dalam kondisi ekonomi, mereka sangat bergantung pada kondisi sumberdaya alam khususnya laut disekitarnya. Selain itu dapat dilihat sifat tangkapan yang open access membuat nelayan harus berpindah-pindah dan elemen risiko yang harus dihadapi lebih besar daripada petani darat. Dalam ekonomi juga ikatan patronklien pada tengkulak, punggawa dan toke saat musim paceklik dan permodalan menjadi penolong mereka. Tentunya dari perubahan kondisi yang ada, masyarakat pesisir memiliki strategi-strategi yang digunakan untuk mengeram dampak akibat perubahan iklim tersebut. Inti sari dari beberapa kajian pustaka sebelumnya menunjukan beragam strategi adaptasi baik pada aspek ekonomi, gender, sosial budaya, Teknologi dan Teknik Budidaya. Selain melakukan adaptasi, mereka juga melakukan upaya mitigasi. Upaya ini adalah strategi memanfaatkan bagian alam sebagai alat untuk menahan laju dampak perubahan iklim yang terjadi seperti penanaman mangrove dan perbaikan terumbu karang. 31 USULAN KERANGKA ANALISIS UNTUK PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM -Suhu -Curah Hujan -Musim Dampak Ekologi -Rusaknya Mangrove -Terumbu Karang -Sumberdaya Perikanan MITIGASI -Perbaikan dan penanaman mangrove -Perbaikan terumbu karanga Kondisi Sosial, Ekonomi & Budaya STRATEGI ADAPTASI -Ekonomi -Gender -Teknologi dan Teknik Budidaya -Sosial Budaya Gambar 9 Kerangka Analisis Untuk Penelitian Keterangan: = Berpengaruh Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka analisis yang telah dibentuk, dapat dibangun beberapa pertanyaan spesifik yang dapat diangkat dalam topik penelitian selanjutnya. Rumusan pertanyaan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap kondisi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil? 2. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap aktivitas masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil? 3. Bagaimana kondisi Sosial dan ekonomi nelayan khususnya di pulau-pulau kecil Indonesia? 4. Bagaimana bentuk strategi adaptasi dan mitigasi nelayan dalam menghadapi perubahan iklim dan degradasi sumberdaya alam laut. 32 DAFTAR PUSTAKA Batiran KB. 2013. Pertanian Skala Kecil Versus Dampak Perubahan Iklim: Kasus Desa Tompobulu, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Journal Transformasi Sosial – Wacana. 5 (29) : 91-12. Yogyakarta (ID): Insist Press. Diposaptono S, Budiman, dan Firdaus A. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Bogor (ID): PT. Sarana Komunikasi Utama. Helmi A dan Satria A. 2012. Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis. Journal UI - Makara [Internet]. [diunduh 10 November 2014]; 16(1) : 68-78. Depok (ID). Dapat diunduh di http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/view/1994 . Hidayati D. 2011. Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Terhadap Perubahan Iklim dan Degradasi SDL. Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir : 120-155. Jakarta (ID): Leuser Cita Pustaka. Impron et. al. 2012. Diretori Data dan Informasi Adaptasi Perubahan Iklim – Informasi, Sinergi dan Efektifitas Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia (Sub Bab Kementerian Kelautan dan Perikanan). [Internet]. [diunduh 10 November 2014]. Jakarta (ID). Dapat diunduh di http://dnpi.go.id/DMS.V3/download.php?id=374 . Marfirani R dan Adiatma I. 2012. Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan Tangkap Menjadi Nelayan Apung di Desa Batu Belubang. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Alam dan Lingkungan [Internet]. [diunduh 10 November 2014]; 105-104. Semarang (ID). Dapat diunduh di http://eprints.undip.ac.id/37618/. Mudiyarso D. 2005. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Jakarta (ID) : Penerbit Buku Kompas. Muflikhati I. 2010. Analisis dan Pengembangan Model Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Dan Kesejahteraan Keluarga Di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Barat. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pacasarjana, Institut Pertanian Bogor. Numberi F. 2009. Perubahan Iklim: Implikasi terhadap Kehidupan di Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta (ID): Citrakreasi Indonesia. Patriana R. 2011. Pola Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan Iklim (Studi Kasus Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID]: Repository IPB. Dapat diunduh di http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47453 . Priwardhani. 2013. Ketika Kupu-Kupu Kuning Tak Lagi Muncul: Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di Dua Desa Pesisir Kabupaten Ende. Journal Transformasi Sosial – Wacana. 6 (29) : 113-135. Yogyakarta (ID) : Insist Press. Rochmayanto Y dan Kurniasih P. 2013. Peranan Gender dalam Adaptasi Perubahan Iklim pada Ekosistem Pegunungan di Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Journal Analisis Kebijakan Kehutanan [Internet]. [diunduh 10 November 2014]; 10(3) : 203-213. Bogor (ID). Dapat diunduh di http://ejournal.fordamof.org/ejournal-litbang/index.php/JAKK/article/view/328 . Saad S. 2009. Bajo Berumah di Laut Nusantara. Jakarta Selatan (ID) : CoremapII. 33 Satria A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Jakarta (ID) : Humaniora Utama Press (UHP). Satria A. 2002. Sosiologi Masyarkat Pesisir. Jakarta Selatan (ID) : PT Pustaka Cidesindo. Satria A. 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor (ID): IPBPress. Scoones I. 1998. Sustainable rural livelihoods: A framework for analysis. IDS Working Paper No. 172. Institute of Development Studies, Brighton: University of Sussex. [Internet]. Diakses pada tanggal 22 Desember 2014 https://www.staff.ncl.ac.uk/david.harvey/AEF806/Sconnes1998.pdf . Smit, B. dan Wandel J. 2006. Adaptation, adaptive capacity and vulnerability. Global Environmental Change, 16: 282-92. Subair, Kolopaking LM, Adiwibowo S dan Pranowo B. 2014. Adaptasi Perubahan Iklim Komunitas Desa: Studi Kasus di Kawasan Pesisir Utara Pulau Ambon. Journal Komunitas UNNES [Internet]. [diunduh 10 November 2014]; 6(1) : 57-69. Semarang (ID). Dapat diunduh di http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/2943 Surtiari GAK. 2011. Perubahan Iklim, Potensi Sumber Daya Pesisir-Laut dan Degradasi Lingkungan di Kawasan Teluk Bone. Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir : 71-101. Jakarta (ID): Leuser Cita Pustaka. Tompkins EL dan Adger WN. 2004. Does adaptive management of natural resources enhance resilience to climate change? Ecology and Society 9(2): 10. [Internet] URL:http://www.ecologyandsociety.org/vol9/iss2/art10. 34 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP Ari Wibowo dilahirkan di Pati, 17 Maret 1993. Penulis merupakan anak pertama dari ketiga bersaudara dari pasangan Pelda Suparno dan Sundari, SE. Penulis mengenyam pendidikan di TK Kartika II-5 pada tahun 1999-2000, kemudian dilanjutkan di SD KARTIKA II-5 pada tahun 2000-2005. Masa remaja dihabiskan penulis di SMP N 2 Pati pada tahun 2005-2008 dan SMA Negeri 2 Pati pada tahun 2008-2011. Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia melalui jalur tes SBMPTN Undangan (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 2011. Semasa kuliah, penulis turut bergabung ke dalam beberapa organisasi yaitu Omda IKMP (Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati), Studio Agri-FM (2012-2013) – Marketing, Forsia (2013-2014)-Staff PSDM, FORSIA (2014-2015)-Staff Kominfo. Selain pada organisasi formal, penulis juga banyak bergabung di komunitas seperti Teater Uptodate Fema, Satgas Ksatria (Ksatuan Aksi Anti Narkotika) dibawah direktorat Kemahasiswaan. Prestasi non kulikuler banyak disandang penulis seperti Juara III teater bersama teater Uptodate Fema, penampilan performance biola bersama Shafa Violin, Agri Shimphoni Band, dan Bidikmisi Music Club di acaraacara nasional. Selain pada kegiatan bermusik minat kegiatan sosial kepemudaan juga terlihat pada satgas Ksatria IPB. Penulis sebagai steering Satgas Anti Narkoba IPB dan mendapatkan penghargaan dari BNN sebagai Penyuluh Muda BNN 2014. Minat penulis terhadap sosial sudah ada sejak SMA dengan beberapa kali mengikuti kegiatan sosial kepemudaan yang diadakan di sekolah. Sedangkan minat penulis untuk mempelajari daerah pesisir timbul karena penulis pernah mendalami masyarakat pesisir selama dua bulan di lokasi KKP (Kuliah Kerja Profesi) Kab. Natuna, Kepulauan Riau. Penulis melihat bahwa lokasi pesisir khususnya small island masih sedikit yang mengkaji. Program KKP FEMA memberi penulis untuk mempelajari pesisir lebih kompleks dan mendalam serta memiliki pengalaman turun lapang ke beberapa wilayah pesisir melihat kondisi biologis maupun sosial masyarakat pesisir.