BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi

advertisement
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi telah menjadi label paling penting untuk menjelaskan gejala pasar
global yang baru, kultur perdagangan, dan aliran informasi dan keuangan internasional.
Sistem ekonomi dunia ditentukan oleh prinsip revolusi industri global. Prinsip baru ini
menghancurkan cara-cara lama, perdagangan dan modal telah mengalahkan kekakuan
politik dan melahirkan transformasi sosial yang luar biasa (Dua, 2008: 125).
Zamagni (Crespo, 2013: 142)
menuliskan tentang lima komponen dari
globalisasi yang berpusat pada faktor ekonomi:
1. Ekspansi dari infrastruktur keuangan yang melebihi ekonomi riil
2. Hilangnya kekuatan negara
3. Ekspansi dari teknologi informasi
4. Kompetisi yang sengit antara perusahaan yang membuat fleksibilitas dan mobilitas
semakin tinggi
5. Kontrak privat yang menggantikan hukum formal.
6. Munculnya kebudayaan global dengan ikatan yang kuat pada masyarakat sipil
internasional.
Globalisasi di akhir abad ke-20 telah menciptakan dunia yang lebih seragam
dalam hal lembaga-lembaga ekonomi namun lebih tidak adil. Aliran modal begitu
mengglobal sementara perpindahan tenaga kerja ke negara-negara kaya sangat terbatas.
Orang miskin dipandang sebagai sumber potensial ketidakstabilan politik dan ancaman
2 terhadap keamanan investasi asing (Levitt, 2006: 173).
Globalisasi ekonomi adalah suatu gagasan yang sudah ada cukup lama sehingga
banyak potensinya telah tenggelam oleh popularitas dan ternoda oleh klaim yang
berlebih. Posisi ekstrim globalisasi ekonomi disebut sebagai hyperglobalisasi,
dijelaskan bahwa dunia berada di mana proses sosial dan lembaga-lembaga beroperasi
pada skala global. Perekonomian nasional, khususnya, tenggelam dalam lautan arus
global dan dikuasai oleh pelaku ekonomi global. Akibatnya, perbedaan yang signifikan
antara ekonomi nasional terkikis menjadi kemunculan ekonomi global yang homogen.
Klaim bahwa kedaulatan dan otonomi negara-bangsa telah berkurang secara radikal.
Klaim ini sering dikaitkan dengan posisi neoliberal yang menyambut munculnya pasar
global yang benar-benar terbuka dan bebas modal dan barang (meskipun menariknya,
bukan dalam hal tenaga kerja), merayakan efisiensi dan kekuasaan negara yang
semakin berkurang (Goldblatt, 1997: 269).
Proyek globalisasi tidak lain daripada percobaan mendirikan tatanan ekonomi
liberal abad ke-19 dengan skala global. Untuk menjamin sifat mengatur diri sendiri
(self-regulating) dari sistem ini, dibutuhkan lebih dari sekedar peraturan yang tidak
mengikat (golden straight jacket). Diperlukan lembaga-lembaga politik dan ekonomi
internasional yang baru untuk melindungi hak milik investor dari tangan pemerintahan
nasional (Levitt, 2006: 172).
Sejak pertengahan tahun 1970-an perdagangan, keuangan dan sistem produksi
dan juga konsentrasi dan sentralisasi modal telah diinternasionalisasi ke posisi yang
belum pernah terjadi dalam sejarah. Globalisasi ekonomi yang tidak terduga ini diikuti
oleh penguatan dari organisasi internasional yang membuat peraturan untuk
3 memfasilitasi perdagangan internasional, keuangan dan produksi, tetapi tidak ada
usaha keras untuk globalisasi hak-hak sosial-ekonomi, demokrasi dan norma-norma
lingkungan (Went, 2004: 337).
Meski banyak sekali kritik, globalisasi ekonomi merajai politik dan ekonomi
dunia. Krugman (2009: 14) menjelaskan bahwa hak properti dan pasar bebas adalah
prinsip mendasar di masa sekarang, dengan menerima aspek dari sistem pasar—
ketimpangan, pengangguran, ketidakadilan—sebagai kenyataan hidup. Sebagaimana
dalam era Victoria, kapitalisme bisa kokoh bukan hanya karena suksesnya tetapi juga
karena setiap orang tidak memiliki alternatif yang lain.
Bangkitnya ekonomi pasar dewasa ini dikarenakan jatuhnya Uni Soviet
sehingga secara ideologis ekonomi pasar menjadi satu-satunya pilihan bagi perbaikan
ekonomi dunia, adanya perubahan mendasar di bidang ilmu pengetahuan, teknologi
dan informasi sehingga lebih akomodatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknik modern dan yang terakhir karena laissez-faire mengisi vacuum yang
diakibatkan bertambahnya ketidakamanan sosial dan ketidakadilan (Dua, 2008: 122124). Keyakinan bahwa ekonomi negara dan global dapat dan harus diatur melalui
sistem pasar bebas telah mendominasi politik global muncul sejak tahun 1980-an,
terutama saat akhir Perang Dingin pada awal 1990-an, doktrin liberalisme pasar ini
memiliki banyak label, seperti Thatcherisme, Reaganisme, neoliberalisme, dan
Washington Consensus (Fred Block, 2001: xviii-xix).
Globalisasi dianggap sebagai sukses politik dan ekonomi yang utama. Ekonom
dan pembuat kebijakan sama-sama melihat pertumbuhan perdagangan dunia sebagai
hal yang baik. Banyak orang memiliki pemikiran yang berbeda tentang globalisasi.
4 Pemikiran yang berbeda ini mencerminkan dua keprihatinan bersama oleh banyak
ekonom: kekhawatiran tentang dampak globalisasi pada ketidaksetaraan dan
kekhawatiran bahwa perkembangan baru, khususnya pertumbuhan buruh outsourcing,
meningkatkan ketidakamanan ekonomi (Krugman, 2009: 218).
Globalisasi menempatkan seluruh dunia dalam fokus ekonomi yang baru dan
sangat penting. Fokus itu diarahkan pada negara-negara seperti India, Brazil, Cina dan
Asia Timur secara umum yang masuk pada ekonomi dunia dengan cara yang
mengesankan. Kemajuan ekonomi di negara-negara tersebut banyak diartikan sebagai
kemampuan ekspor kepada seluruh dunia, tetapi ketika beberapa negara mendapatkan
kemajuan di era globalisasi, terlihat stagnasi dan kemiskinan di tempat lain. Dua
kecenderungan ini dapat hadir dalam satu negara. Konsekuensinya, fokus globalisasi
adalah masalah kemiskinan global (Heilbroner dan Milberg, 2012: 148).
Globalisasi ekonomi menghasilkan pertumbuhan ketidaksamaan pendapatan
dan kekayaan, upah yang semakin menurun (secara riil), pengangguran yang meluas,
semakin besarnya ketidakamanan ekonomi karena adanya merger perusahaan secara
besar-besaran, bertambahnya angkatan kerja, munculnya Lumpen-proletariat karena
kehilangan tanah air, dan disintergrasi kohesi sosial dan keluarga karena faktor-faktor
ekonomi. Perubahan tersebut, nampaknya akan semakin diperparah oleh doktrin
ekonomi yang tidak pernah lelah mengingatkan publik tentang manfaat dari kebebasan
berusaha, perdagangan internasional, dan kebebasan aliran modal (Dua, 2008: 126).
Para pengritik globalisasi menyebut ada kehancuran sosial dan lingkungan dalam
prosesnya. Sebagai tahap terbaru dari kapitalisme, globalisasi dipahami sebagai
neoliberalis dan pro-perusahaan, dan mempertajam kesenjangan yang selalu menjadi
5 ciri dari kapitalisme sehingga perkembangan dari gerakan anti globalisasi menyebut
dirinya anti globalisasi neoliberal dan ketidakadilan global (Curran, 2007: 49).
Globalisasi ekonomi berjalan dengan cepat menghancurkan batas-batas negara
sehingga badan-badan keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia menjadi
lebih berpengaruh dibandingkan kekuasaan negara dalam hal pembuatan kebijakan
ekonomi. Persatuan moneter atau pasar-pasar bebas antara regional negara seperti Uni
Eropa, AFTA (Asean Free Trade Area) dan NAFTA (North America Free Trade Area)
menjadi hal yang biasa sehingga bukan tidak mungkin di masa depan tidak akan ada
lagi tarif dan restriksi dalam perdagangan antar negara sehingga terciptalah suatu
ekonomi global yang homogen.
Globalisasi ekonomi menjadi objek penelitian karena masih kurangnya
penelitian filsafat yang bertema ekonomi. Ilmu ekonomi modern cenderung terlalu
keilmuan, rasional dan berbasis angka dan keuntungan sedangkan filsafat lebih
memilih untuk membahas hal-hal yang fundamental tetapi kurang aktual. Suryajaya
(2013: 2), menjelaskan bahwa postulat-postulat dasar tentang ekonomi misalnya, homo
economicus atau manusia yang aktivitasnya digerakkan sepenuhnya oleh kalkulasi
berbasis kepentingan diri terlanjur diformalisasi ke dalam rumusan matematis dan tak
lagi diperiksa validitasnya di hadapan kenyataan.
Ekonomi mau tidak mau harus bersentuhan dengan dimensi filosofis, yang
mencoba mencari dasar terdalam dari praktek ekonomi. Ekonomi tidak hanya
berurusan dengan masalah teknis tentang bagaimana produksi dan distribusi
dilaksanakan, tetapi juga dalam kenyataannya akan bersentuhan dengan persoalan
relasi manusia yang terlibat dalam proses produksi dan konsumsi. Manusia merupakan
6 sang subjek produksi dan distribusi. Ekonomi, sebagai suatu masalah praktis, mau tidak
mau juga bersentuhan dengan dimensi filosofis, ketika bersentuhan dengan manusia
sebagai subjeknya (Dua, 2008: 11).
Penelitian ini bertujuan untuk mencari landasan filosofis dalam globalisasi
ekonomi terutama dalam perspektif Joseph E. Stiglitz. Topik ini rawan untuk jatuh
pada bidang bahasan ilmu ekonomi tetapi bisa dihindari dengan melihat bidang
bahasan ini dari kaca mata filsafat. Filsafat diperlukan dalam bahasan ini karena
menurut Suryajaya (2013: 1-2), ekonomi neoklasik, sebagai ilmu ekonomi yang umum
diajarkan di institusi pendidikan tinggi, dipandang tidak berhasil menyajikan
pengertian tentang realitas ekonomi dan justru terbenam ke dalam kecenderungan
formalistik, yakni keharusan untuk merumuskan kenyataan ekonomi dalam rumusan
matematis. Apa yang lantas hilang dari panorama seperti ini adalah realisme ilmu
ekonomi itu sendiri. Menurut Michael Dua (2008: 15), tugas dari filsafat ekonomi tidak
untuk memberikan legitimasi terhadap sistem ekonomi, tetapi justru ingin memberikan
pertimbangan kritis terhadapnya. Karena itu, pertanyaan mendasar yang harus dijawab
adalah apakah ekonomi masih memiliki hubungannya yang intrinsik dengan
kesejahteraan dan keadilan.
Seperti halnya krisis, globalisasi menuntut pelatihan yang lebih luas bagi para
ekonom. Profil insinyur sosial atau teknisi yang bisa dilihat dalam diri para ekonom
tidak membantu ketika datang tantangan globalisasi ekonomi yang berorientasi untuk
kebaikan manusia. Selain para non-konformis (seperti Joseph Stiglitz atau George
Soros), beberapa ekonom yang lebih ortodoks telah memperingatkan bahaya ini. Para
ekonom perlu kembali ke ilmu humaniora dan pada ilmu-ilmu sosial, dan yang
7 terpenting, ekonomi membutuhkan filsafat (Crespo, 2013: 144).
Globalisasi ekonomi di Indonesia mulai terasa dengan dekatnya pembukaan
pasar bebas untuk Asean di tahun 2015. Globalisasi ekonomi juga pernah terasa
dampaknya saat krisis ekonomi Asia muncul saat sebuah organisasi keuangan
internasional seperti IMF bisa memaksakan kebijakan neoliberal pada negara Indonesia
di akhir abad ke-20. Krisis investasi properti Thailand adalah domino pertama dalam
apa yang akan terbukti menjadi krisis keuangan global di era baru globalisasi. Krisis
Thailand memicu larinya modal asing dari hampir semua negara berkembang Asia
Tenggara, menurunkan nilai mata uang di Korea Selatan, Malaysia, dan Indonesia
(Friedman, 2000: xi-xii). Krisis ekonomi Asia pada tahun 1997 yang dimulai dengan
devaluasi nilai mata uang baht Thailand karena spekulasi berkembang ke negaranegara tetangganya yang menjadikan nilai mata uang semakin berkurang dan jatuhnya
nilai pasar saham. Perkembangan ekonomi di kawasan kawasan Pasifik melambat dan
keajaiban ekonomi macan Asia hancur (Meier dan Stiglitz, 2001: 526). Bagi Krugman
(1999: 463), krisis ekonomi global seperti yang terjadi di Asia pada tahun 1997 adalah
aspek yang paling jelas dari globalisasi ekonomi karena suatu kejadian di negara
Thailand atau Rusia memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap krisis
ekonomi pada daerah lain yang jaraknya ribuan mil.
Globalisasi juga menimbulkan keuntungan, Krugman (2009: 27), menjelaskan
bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi dari hasil globalisasi ekonomi seperti dalam
perdagangan internasional pada penduduk di negara industri baru memang terjadi.
Negara seperti Indonesia masih sangat miskin sehingga kemajuan dapat diukur dalam
hal berapa banyak rata-rata orang makan; antara 1968 dan 1990 asupan per kapita
8 meningkat dari 2.000 menjadi 2.700 kalori per hari, dan harapan hidup meningkat dari
46 tahun ke 63 tahun. Perbaikan serupa bisa dilihat di seluruh daerah Pasifik, dan
bahkan di tempat-tempat seperti Bangladesh.
Krugman (2009: 27), menambahkan bahwa perbaikan yang terjadi bukan
karena orang Barat memberi bantuan secara langsung, yang tidak pernah besar dan
menyusut pada 1990-an ke level hampir tidak ada. Pertumbuhan ini juga bukan hasil
dari kebijakan yang efektif dari pemerintah nasional, yang mayoritas korup. Ini adalah
hasil langsung dan yang tidak diinginkan dari tindakan perusahaan multinasional yang
disebut sebagai tidak berjiwa dan perusahaan lokal yang rakus yang bertujuan untuk
mengambil keuntungan dari tenaga kerja murah. Ini bukanlah hal yang indah; tetapi
tidak peduli bagaimana dasar motif pihak yang terlibat, hasilnya telah memindahkan
ratusan juta orang dari kemiskinan untuk sesuatu yang dalam beberapa kasus masih
mengerikan tetapi tetap jauh lebih baik.
Para penganut Neoliberalisme bersikeras bahwa teknologi komunikasi dan
transportasi membuat globalisasi ekonomi tak terelakkan dan diharapkan ekonomi
dunia akan semakin terintegrasi melalui perluasan perdagangan dan arus modal dan
penerimaan model kapitalisme pasar bebas Anglo-Amerika. Berbagai gerakan dan
teori dari seluruh dunia telah menyerang visi dari globalisasi ini dari berbagai macam
perspektif, seperti dengan identitas etnis, agama, nasional, atau regional; sedangkan
yang lain dengan menjunjung tinggi visi alternatif dari koordinasi dan kerjasama global
(Fred Block, 2001: xix).
Globalisasi adalah masalah aktual yang sedang muncul sekarang ini. Umumnya
orang memandang hal ini dengan kesempatan dan tantangan, karena pasar menjadi
9 terbuka lebar dan persaingan antar individu dalam hal ekonomi tidak dibatasi lagi oleh
batas-batas negara. Meski pentingnya globalisasi ekonomi dipahami oleh kalangan
intelektual, kritik tentang globalisasi ekonomi jarang terdengar apalagi dari dalam
pihak pemikir ekonomi. Wibowo (2004: x-xi) menjelaskan tentang sikap acuh tak acuh
pakar-pakar terhadap persoalan globalisasi ekonomi karena sebagian besar pakar
berasal dari kelas menengah yang tidak pernah mengalami efek globalisasi ekonomi
yang merusak. Para pakar ini mendapatkan pendidikan di luar negeri, terutama di
Amerika Serikat, memasuki fakultas-fakultas ekonomi yang pada dua dasawarsa
terakhir ini didominasi oleh aliran neoklasik. Para pakar ekonomi ini sangat kecil sekali
bersentuhan dengan aliran-aliran tandingan seperti aliran Marxis, Institusional, Moral
dan Populis.
Peneliti mencoba untuk memandang globalisasi ekonomi dengan perspektif
dari Joseph E. Stiglitz karena dibutuhkan suatu pembahasan tentang alternatif lain
tentang sistem globalisasi ekonomi neoliberal yang semakin menghasilkan banyak
kemiskinan di negara-negara berkembang. Pandangan Joseph E. Stiglitz adalah salah
satu yang keras mengritik globalisasi ekonomi dan institusi internasional yang semakin
tidak adil.
Stiglitz dipilih karena memiliki karier yang harus memaksa dia untuk
memikirkan solusi kemiskinan dunia yang merupakan permasalahan utama dari
berbagai masalah. Stiglitz menemukan persoalan kemiskinan itu selama bekerja di
Bank Dunia dan sebagai penasehat ekonomi Bill Clinton. Pengalamannya bekerja di
pusat organisasi internasional yang sering disebut-sebut sebagai organisasi yang
memiliki kekuasaan besar seperti di WTO, IMF dan Bank Dunia menunjukkan peran
10 pentingnya sebagai salah satu pemimpin dalam pemikiran mengenai globalisasi dan
akibat-akibat ekonomi yang ditimbulkannya. Stiglitz telah menulis tiga buku mengenai
globalisasi yaitu: Globalization and Its Discontents, Fair Trade for All: How Trade
Can Promote Development dengan Andrew Charlton dan buku Making Globalization
Work. Terakhir, Stiglitz selalu konsisten dalam saran dan tuntutan terhadap kebijakan
yang dibuat organisasi internasional, komunitas dunia dan para pemimpin dari negaranegara kaya (Houseman, 2009: 53).
Menurut Wibowo (2004: ix), Stiglitz dalam bukunya yang berjudul
Globalization and Its Discontents secara telak mengritik sikap sewenang-wenang dari
dua organisasi internasional, IMF dan World Bank. Organisasi internasional ini
bertanggung jawab atas kesengsaraan dan penderitaan yang dialami oleh ratusan juta
penduduk di negara-negara di Dunia Ketiga. Kritik Stiglitz ini tentu saja ditolak oleh
para pendukung IMF dan World Bank, tetapi ia telah membuka mata pada kelemahan
organisasi yang selama ini dikagumi orang dan sekaligus juga menyadarkan orang
betapa mengerikan dan ganasnya sistem ekonomi internasional yang sedang berjalan
ini.
Stiglitz menyatakan bahwa ekonomi dunia semakin terintegrasi satu sama lain
karena perkembangan teknologi transportasi dan telekomunikasi. Halangan artifisial
terhadap pergerakan barang dan jasa seperti tarif dan kuota juga mulai berkurang
(Stiglitz dan Walsh, 2006: 411). Integrasi dunia di masa globalisasi ini tetapi memiliki
kekurangan, bagi Stiglitz, mitos ekonomi yang mengatur dirinya sendiri, baik dalam
kedok usang laissez-faire atau pakaian baru yang disebut dengan Washington
consensus, tidak berimbang antara kebebasan yang dihadapi masyarakat miskin yang
11 di beberapa tempat seperti Rusia memiliki jumlah kemiskinan absolut yang meningkat
dan standar hidup yang menurun. Untuk kaum miskin, kebebasan menjadi berkurang,
yaitu kebebasan dari kelaparan dan kebebasan dari rasa takut. Tantangan yang dihadapi
masyarakat global saat ini adalah dalam hal memperbaiki ketidakseimbangan ini
sebelum terlambat (Stiglitz, 2001: xvii).
Menurut Stiglitz (Wagner, 2004: 287), kunci untuk memelihara globalisasi
yang sehat adalah dengan cara mempelajari struktur kelembagaan di mana negaranegara kaya tumbuh, dan untuk mempertimbangkan penerapannya di negara-negara
miskin bagi para pengambil keputusan di IMF, Bank Dunia dan WTO. Secara khusus,
Stiglitz berpendapat bahwa banyak pihak lupa bahwa kekayaan negara-negara maju
diraih menggunakan intervensi pemerintah yang signifikan. Amerika Serikat,
misalnya, tidak menjadi negara kaya dengan cara kapitalisme satu lawan semua, baik
dalam negaranya sendiri maupun di kancah internasional. Pertumbuhan ekonomi
dalam sejarah Amerika Serikat sangat dimungkinkan oleh intervensi pemerintah
federal yang signifikan seperti pembentukan tanah hibah universitas, memastikan
aliran bebas perdagangan antar negara, perbankan komprehensif dan pengungkapan
keuangan/hukum audit, Program GI (Government Issue) Bill, dan bentuk-bentuk
pendanaan untuk mahasiswa, dana dari sistem jalan raya antar negara bagian dan
bahkan proteksi bagi industri awal (infant industry). Bagi Stiglitz (2001: xv), Krisis
Asia adalah ilustrasi yang dramatis tentang bagaimana ketidakhadiran pemerintah
dalam sistem pasar bebas yang gagal. Liberalisasi aliran kapital jangka pendek,
milyaran dolar yang berpindah-pindah untuk mencari keuntungan yang tertinggi,
adalah subjek terhadap perubahan sentimen rasional dan irasional yang menjadi akar
12 dari krisis.
Kritik Stiglitz terhadap liberalisasi pasar bukan berarti membuat Stiglitz anti
terhadap Globalisasi Ekonomi. Bagi Stiglitz, membuka diri terhadap perdagangan
internasional membantu negara berkembang untuk tumbuh jauh lebih cepat daripada
jika tidak dilakukan. Perdagangan internasional membantu pembangunan ekonomi
ketika ekspor suatu negara menjadi lokomotif dari pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dari ekspor ini adalah inti dari kebijakan industri yang
memperkaya sebagian besar Asia dan menjadikan kehidupan jutaan orang di Asia jauh
lebih baik. Karena globalisasi, banyak orang di dunia sekarang hidup lebih lama
daripada sebelum globalisasi dan standar hidup menjadi jauh lebih baik. Orang-orang
di Barat mungkin menganggap pekerjaan bergaji rendah di sebuah pabrik sepatu Nike
sebagai eksploitasi, tapi bagi banyak orang yang bekerja di pabrik di negara
berkembang adalah opsi yang jauh lebih baik daripada tinggal di daerah pedesaan untuk
menanam padi (Stiglitz, 2002: 4).
Memahami secara akurat karya-karya Stiglitz dan menempatkan dengan tepat
dalam konteks yang lebih luas di sejarah ekonomi, politik, dan intelektual kontemporer
akan membantu untuk memahami secara baik kontroversi dalam hal globalisasi
ekonomi. Teori-teori dan pemikirannya telah berkembang jauh dibandingkan dengan
karya teoritis awal, dan Stiglitz secara sungguh-sungguh mendorong batas-batas
teoritis ekonomi mainstream dengan membawa ide-ide heterodoks secara eksplisit dan
implisit. Stiglitz menggunakan berbagai tradisi heterodoks di bidang ekonomi dan
ilmu-ilmu sosial lainnya. Stiglitz berkonsultasi intensif dengan para pemikir yang
memiliki latar belakang dalam tradisi intelektual yang berbeda, dengan mengakui
13 keterbatasan latar belakangnya sendiri di bidang ekonomi. Stiglitz telah
mengembangkan batas-batas dari ekonomi mainstream (Chang, 2002: 94).
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang tersebut, maka peneliti merincikan
rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan Globalisasi Ekonomi dan bagaimana sejarah
muncul dan berkembangnya?
b. Apa pokok-pokok pemikiran Joseph E. Stiglitz di bidang Ekonomi?
c. Apa yang dimaksud dengan Kapitalisme Global dan Neoliberalisme?
d. Bagaimana pemikiran Joseph E. Stiglitz tentang Globalisasi Ekonomi?
2. Keaslian Penelitian
Globalisasi Ekonomi adalah penelitian yang begitu aktual untuk diteliti. Selama
beberapa tahun terakhir, dapat ditemukan beberapa naskah akademis yang
menyinggung kajian Globalisasi tetapi hanya sedikit yang membahas Globalisasi
Ekonomi.
Dari naskah akademis yang terbatas tersebut, tidak ditemukan penelitian
mengenai pemikiran Joseph E. Stiglitz tentang Globalisasi Ekonomi atau
Perkembangan Kapitalisme Global.
Berikut adalah skripsi dan naskah akademis yang telah menyinggung kajian
Globalisasi Ekonomi dan Pemikiran Joseph E. Stiglitz:
a. M. Sholikul Huda dalam skripsi Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada
tahun 2002 dengan judul Imaji Globalisasi: sebuah heuristika epistemologi
sosial.
14 b. Harsa Permata dalam skripsi Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada tahun
2005 dengan judul Kemiskinan Di Indonesia Globalisasi dan Neoliberalisme
(Studi Teori Peran Negara Liberal dan Marxis).
c. Indi Vilani dalam skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia
tahun 2006 dengan judul Negara, Pembangunan, Globalisasi : Studi tentang
Pemikiran Joseph Stiglitz dan Relevansinya di Indonesia dan Korea Selatan
(1990-an).
d. Ferdiansyah R. dalam skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2011 dengan judul Globalisasi dan
Kebijakan Ekonomi Indonesia Pasca Orde Baru Perspektif Joseph E. Stiglitz.
Sampai pada penelitian ini direncanakan, peneliti belum menemukan penelitian
yang dalam hal objek materi dan objek formal serta mempunyai keterkaitan utuh
maupun struktur redaksional kata yang sama persis dengan penelitian yang berusaha
dihadirkan oleeh peneliti. Meskipun hal itu tentu tidak terlepas dari keterbatasan akses
yang dilakukan, peneliti berkeyakinan bahwa penelitian yang disusun dalam skripsi ini
adalah sah dan murni belum ada duplikatnya.
3. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
a. Bagi Peneliti
Selain sebagai prasyarat kelulusan, penelitian ini bermanfaat sebagai
pembelajaran terhadap globalisasi yang dipandang dari filsafat ekonomi khususnya
dari pemikiran Joseph E. Stiglitz.
b. Bagi Perkembangan Ilmu Filsafat
15 Penelitian ini diharapkan dapat menambah variasi kajian filsafat di
Indonesia, khususnya untuk menjelaskan dan memahami globalisasi ekonomi
perspektif pemikiran Joseph E. Stiglitz.
c. Bagi Masyarakat
Perintisan ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan bagi
masyarakat Indonesia dalam menghadapi persoalan kontemporer seperti
Globalisasi Ekonomi. Adanya pemahaman tersebut baik di kalangan akademisi
maupun praktisi diharapkan dapat memengaruhi sikap pribadi, perumusan
kebijakan publik maupun mempertegas posisi tawar masyarakat Indonesia di
tengah arus ekonomi kapitalisme global.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi persoalan yang mengemuka pada
rumusan masalah, yaitu:
1. Menjelaskan asal mula perkembangan Globalisasi Ekonomi
2. Menjelaskan pokok-pokok pemikiran ekonomi Joseph E. Stiglitz
3. Menjelaskan Kapitalisme Global dan Neoliberalisme
4. Menjelaskan pemikiran Joseph E. Stiglitz tentang Globalisasi Ekonomi
C. Tinjauan Pustaka
Globalisasi ekonomi mengacu pada meningkatnya saling ketergantungan dari
perekonomian dunia sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan lintas batas dari
barang dan jasa, aliran modal internasional dan penyebaran teknologi secara luas dan
16 cepat. Hal ini mencerminkan ekspansi berkelanjutan dan integrasi batas-batas pasar,
dan tren yang tidak bisa di putar kembali untuk pembangunan ekonomi di seluruh dunia
pada pergantian milenium. Pentingnya pertumbuhan yang cepat dari informasi dalam
semua jenis kegiatan produktif dan pasarisasi adalah dua kekuatan pendorong utama
untuk globalisasi ekonomi. Globalisasi dari ekonomi dunia dalam beberapa tahun
terakhir sebagian besar diakibatkan oleh perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang menghasilkan penyebaran sistem ekonomi pasar secara cepat ke
seluruh dunia, dan dikembangkan atas dasar meningkatnya pembagian kerja lintas
batas yang telah menembus sampai ke tingkat rantai produksi dalam perusahaan di
berbagai negara (Shangquan, 2000: 1).
Globalisasi ekonomi, didefinisikan secara luas sebagai penyusutan jarak
ekonomi (yaitu biaya dalam melakukan bisnis) antara bangsa-bangsa, atau lebih tepat
dilihat sebagai hal yang terdiri atas dua kecenderungan yang berbeda: globalisasi
produksi dan perdagangan, dan globalisasi keuangan dan arus modal. Kedua aspek
globalisasi telah dibantu dan didukung oleh tiga faktor. Pertama adalah inovasi dan
kemajuan dalam transportasi, informasi, dan teknologi komunikasi seperti internet.
Kedua adalah dorongan oleh berbagai lembaga internasional terhadap liberalisasi
ekonomi global (yaitu mengurangi hambatan kebijakan perdagangan dan investasi)
melalui GATT (General Agreements on Trade and Tariff) dan Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO) dalam hal perdagangan dunia barang dan jasa, dan Dana Moneter
Internasional (IMF) dalam hal arus keuangan dan modal global. Ketiga adalah
pergeseran persepsi tentang peran yang tepat dari pemerintah dan konsensus-global
tentang kebutuhan insentif pasar untuk kesuksesan ekonomi (Rajan, 2001: 1).
17 Menurut Keith Griffin dan Jogn Knight (1996: 585-586), perekonomian dunia
jelas telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Perubahan ini
tidak direncanakan dan pada kenyataannya sangat kacau. Pasar keuangan dunia
berkembang pesat selama beberapa tahun dan kemudian runtuh; langkah-langkah
perbaikan telah membawa ancaman resesi ekonomi; nilai tukar mata uang menjadi
tidak stabil dan bergerak dengan cara yang tak terduga. Perubahan ini memiliki
konsekuensi yang mengganggu bagi kemajuan ekonomi dan telah mengakibatkan
kerusakan parah pada ekonomi riil negara-negara Dunia Ketiga.
Perubahan besar di pasar tenaga kerja, pasar modal, dan kebijakan,
menciptakan pemenang dan pecundang baik di dalam negeri maupun di antara negaranegara. Banyak negara tetap miskin dan ketimpangan pendapatan semakin meningkat.
Beberapa negara bisa berkembang di tengah masa perubahan ini dan muncul sebagai
kekuatan ekonomi baru, dengan kapasitas produksi, ekspor, dan inovasi yang belum
pernah ditemui di negara-negara berkembang selama beberapa dekade terakhir.
Negara-negara ini telah tersebar di seluruh bagian dunia, sehingga bukan merupakan
fenomena regional. Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS)
menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan dalam pendapatan dan daya saing
ekspor yang membuat negara-negara tersebut menjadi pemain penting di pasar dunia
dan dalam pembuatan kebijakan ekonomi global. Negara-negara ini tumbuh pesat
bahkan di tengah-tengah krisis ekonomi yang melanda dunia. BRICS menciptakan
pasar baru yang semakin menunjukkan bahwa negara-negara ini akan menggantikan
stagnasi permintaan di negara-negara industri yang dimulai dengan permasalahanpermasalahan ekonomi di tahun 2000-an (Heilbroner dan Milberg, 2012: 151).
18 Globalisasi ekonomi perspektif pemikiran ekonomi Joseph E. Stiglitz memiliki
cakupan studi yang sangat luas tetapi menarik untuk dibahas karena masih kurangnya
penelitian tentang ekonomi dalam sudut pandang filsafat di UGM. Orang-orang
cenderung melihat permasalahan ekonomi melalui logika pasar, untung-rugi, biayautilitas. Belum ada penelitian filsafat yang khusus membahas tentang globalisasi
ekonomi. Globalisasi yang sudah dikaji hanya globalisasi secara umum saja yang
cakupannya sangat luas seperti skripsi karya Harsa Permata yang berjudul Kemiskinan
di Indonesia Globalisasi dan Neoliberalisme (Studi Peran Negara Liberal dan Marxis)
dan skripsi karya M. Sholikul Huda yang berjudul Imaji Globalisasi: sebuah
epistemologi sosial.
Tulisan Harsa Permata (2005: xi) mengkaji peran negara dan neoliberalisme
dalam persoalan kemiskinan di Indonesia. Harsa menjelaskan bahwa negara dan sistem
neoliberal berperan dalam kemiskinan di Indonesia. Penelitian komparatif antara
Filsafat liberalisme dan neoliberalisme menganggap bahwa negara adalah alat
perdamaian, yang berasal dari perjanjian masyarakat. Peran negara harus dibatasi dan
diminimalisir, kebebasan harus diberikan pada individu dan pasar. Sebaliknya pada
pandangan Marxisme, menganggap bahwa negara hanya alat penindasan, negara
sebagai institusi membuktikan bahwa perdamaian sebenarnya tidak pernah ada.
Marxisme juga melihat bahwa sistem ekonomi politik liberal dan neoliberal adalah
sama dengan imperialisme. Kesimpulan penelitian Harsa Permata adalah bahwa
neoliberalisme ternyata menimbulkan kemiskinan yang menyengsarakan mayoritas
rakyat Indonesia. Terlebih lagi, negara Indonesia dengan pemerintahannya sebagai
pengambil kebijakan, terutama rezim-rezim paska Sukarno, ternyata adalah agen-agen
19 neoliberal, lewat rangkaian kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, agenda-agenda
neoliberalisme diterapkan di Indonesia. Penelitian Harsa Permata menunjukkan bahwa
negara dan neoliberalisme ternyata mempunyai peran penting dalam kemiskinan di
Indonesia.
Skripsi karya M. Sholikul Huda (2002: 25-184) mengangkat persoalan
globalisasi ke dalam refleksi filosofis. Penelitian Huda bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara perkembangan realitas sosial dengan diskursus epistemologi. M.
Sholikul Huda menguraikan globalisasi sebagai tahapan peradaban yang dilalui
manusia, meliputi sejarah peradaban secara umum, determinan globalisasi, dan
konsekuensi globalisasi. Kesadaran tentang globalisasi diawali dari imaji tentang dunia
yang global, bumi yang bulat, yang merupakan satu kesatuan. Aktivitas imperialisasi
dan kolonialisasilah yang menjadikan manusia memiliki imaji tentang globalisasi.
Aktivitas imperialisasi dan kolonisasi itu sebenarnya adalah aktivitas pemenuhan
keinginan manusia. Gerakan ekologi yang mengatakan save our planet tidak luput dari
hal seperti ini, yang sebenarnya berangkat dari kondisi bumi yang sudah teramat rusak
karena tereskploitasi. Menurut Huda, memahami globalisasi secara ekonomi akan
sangat erat dengan pengembangan dan lalu-lintas kapital yang berjalin-kelindan
dengan perkembangan teknologi dan masalah sosial. Pandangan yang paling umum
mengemuka dalam melihat globalisasi dari sisi ekonomi adalah dijumpainya
peningkatan interdependensi ekonomi dan integrasi dari semua aspek ekonomi negara
ke dalam satu kerangka kerja ialah kapitalisasi melalui pasar bebas.
Di luar penelitian filsafat, globalisasi dan pemikiran Stiglitz banyak dibahas
dalam kaitannya dengan kebijakan ekonomi seperti skripsi karya Ferdiansyah R.
20 dengan judul Globalisasi dan Kebijakan Ekonomi Indonesia Pasca Orde Baru
Perspektif Joseph E. Stiglitz dan skripsi Indi Vilani dengan judul Negara,
Pembangunan, Globalisasi : Studi tentang Pemikiran Joseph Stiglitz dan Relevansinya
di Indonesia dan Korea Selatan (1990-an). Dari kedua contoh tersebut keduanya tidak
membahas pemikiran Stiglitz tentang Globalisasi Ekonomi dalam bidang Filsafat tetapi
lebih pada aspek praktis dari pemikiran Joseph E. Stiglitz dengan kaitannya pada
kebijakan (bidang Sosial Politik).
D. Landasan Teori
Para ahli ekonomi senantiasa berusaha supaya ilmu ekonomi itu menjadi suatu
ilmu pengetahuan yang ilmiah. Ada tiga alasan dari keinginan ini. Pertama, para ahli
ekonomi sangat mengagumi kemajuan ilmu pengetahuan alam yang telah berkembang
pesat. Awalnya ilmu alam itu tidak lebih dengan ilmu lain tetapi ketika Galileo mulai
mengembangkan penemuannya maka semenjak itu ilmu alam mulai berjaya,
memegahkan diri di antara ilmu-ilmu lainnya. Ilmu alam telah memberikan sumbangan
banyak kepada umat manusia dalam hubungan dengan dunia alam. Ilmu pengetahuan
ini tidak saja menyajikan teknologi tetapi juga memberikan pengertian yang lebih jelas
tentang fisika, kimia dan biologi. Pertanyaan bagi para ahli ekonomi, tidak dapatkah
ilmu ekonomi berkembang seperti ilmu pengetahuan alam itu? (Dagun,1992: 133).
Ekonomi modern yang disebut juga sebagai ekonomi neoklasik/neoliberal
merajai sistem ekonomi dunia, dengan fokus pada deregulasi, pengurangan pajak dan
subsidi dan pro pada pasar. Ekonomi modern cenderung penuh dengan rumus-rumus
matematika sehingga ilmu ekonomi dianggap sebagai ilmu pasti, bisa memprediksi
21 segala macam tantangan di bidang keuangan, pembangunan dan perdagangan. Ruccio
dan Simon (1996: 119) menjelaskan bahwa dalam empat ratus tahun terakhir
kapitalisme global terus tumbuh dan berekspansi. Setidaknya sejak Adam Smith, teori
borjuis kapitalisme telah berekspansi secara progresif dan unilinear, hanya dibatasi
oleh munculnya rezim sosialis pada abad kedua puluh. Teori ortodoks bisa mengatasi
segala permasalahan dalam hal perbedaan kekayaan dan pembangunan antar negara di
dunia melalui pertumbuhan sistem kapitalisme yang lebih lanjut. Tugas sistem
ekonomi neoklasik adalah untuk memetakan jalan pertumbuhan pembangunan untuk
negara-negara berkembang.
Para pemikir teori ekonomi neoklasik menyerang kepercayaan tentang perlunya
intervensi pemerintah. Deepak Lal (Shapiro, 1996: 436) berpendapat bahwa kegagalan
birokrasi bisa lebih merusak daripada kegagalan pasar. Para pemikir pro ekonomi
klasik menunjukkan interaksi negara dengan ekonomi akan lebih condong pada
inefisiensi.
Pemikir seperti Sen berpendapat bahwa sistem ekonomi neoklasik
menghasilkan beberapa kesuksesan di Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong dan
Singapura sedangkan performa ekonomi yang rendah di banyak negara di Asia, Afrika
dan Amerika Latin adalah bukti dari intervensi pemerintah yang merusak mekanisme
pasar (Sen, 1996: 7).
Pemikir ekonomi seperti Adam Smith, John Stuart Mill, Ludwig von Mises,
Friedrich von Hayek, Milton Friedman dan James Buchanan berpendapat bahwa pasar
bebas dan kapitalisme menghasilkan efisiensi. Kebebasan bagi para pemikir ini
hanyalah instrumen dan dibutuhkan hingga tujuan tercapai yaitu ketika pasar dibiarkan
22 untuk berjalan secara otomatis dengan keterlibatan pemerintah sekecil mungkin (Syll,
2004: 1-2).
Kapitalisme modern yang semakin membuat dunia menjadi tanpa batas-batas
formal menjadi suatu gurita raksasa yang disebut kapitalisme global. Setiap negara
tunduk pada IMF, WTO dan Bank Dunia untuk bisa maju sehingga organisasiorganisasi internasional tersebut bisa memaksakan kebijakannya yang sering disebut
dengan neoliberal pada negara-negara yang sedang berkembang. Proses peniadaan
batas-batas ekonomi antar negara ini disebut juga sebagai globalisasi ekonomi. Karena
prosesnya yang cenderung pro pasar, liberalisasi dan fokus pada pembangunan fisik
dan industri maka globalisasi banyak dikritisi oleh para pemikir ekonomi dan politik
dunia.
Pemikiran Stiglitz adalah salah satu yang mengkritisi globalisasi ekonomi
sekarang. Stiglitz berpendapat bahwa proses liberalisasi menghasilkan banyak
kekurangan daripada kelebihan. Stiglitz mencontohkan tentang kegagalan sistem
ekonomi pasar ini dalam kaitannya dengan krisis ekonomi di Asia pada tahun 1997:
In truth, of course, the East Asian crisis was the most dramatic
illustration of the failure of the self-regulating market: it was the
liberalization of the short-term capital flows, the billions of dollars
sloshing around the world looking for the highest return, subject to the
quick rational and irrational changes in sentiment, that lay at the root
of the crisis (Stiglitz, 2001: xv).
Terjemahan :
Krisis Asia Timur adalah gambaran yang paling dramatis dari kegagalan
pasar: dengan liberalisasi aliran modal jangka pendek, milyaran dollar
mengalir ke seluruh dunia mencari keuntungan tertinggi dan menjadi
subjek dari perubahan rasional dan irasional yang merupakan akar dari
krisis.
Stiglitz adalah pemikir ekonomi yang percaya pada intervensi dan regulasi
pemerintah dalam pasar. Di masa modern ini, di mana kapitalisme menjadi ideologi
23 pemenang dalam pertarungan ideologi dunia di masa perang dingin, setiap perdebatan
ekonomi menjadi soal tentang seberapa besar pemerintah bisa mengintervensi dan
meregulasi pasar. Adam Smith, Walras dan para pemikir neoklasik, Hayek dan
Friedman berpendapat bahwa kuasa negara hanya menghasilkan ekonomi yang tidak
efisien. Hayek dan Friedman adalah para tokoh ekonomi yang percaya pada invisible
hand sehingga pemerintah tidak diperlukan lagi dalam regulasi pasar. Segala hal yang
dilakukan pemerintah selain menjaga ketertiban (sebagai polisi) adalah sia-sia karena
pasar akan menemukan keseimbangannya sendiri dalam kehidupan ekonomi
(equilibrium).
Hal yang menarik dari Stiglitz adalah bagaimana dia mengakui bahwa sebagai
ilmuwan sosial dirinya sudah terlibat secara akademis dan praktis dalam penelitian
mengenai sisi ekonomi dari sektor publik dan mecoba mengerti bagaimana
pemerintahan berjalan dan juga bisa gagal. Stiglitz mencari cara bagaimana caranya
pemerintah bisa memenuhi kebutuhan para warganya. Selama bertahun-tahun Stiglitz
berada di pemerintahan presiden Bill Clinton dan berusaha untuk mengaplikasikan ideide untuk membuat pemerintah lebih efisien, responsif dan transparan. Stiglitz percaya
bahwa pasar dan pemerintah sama-sama memiliki posisi yang penting di masyarakat.
Pasar seringkali gagal, begitu pula pemerintah (Stiglitz, 2008: 8).
Stiglitz bersama tokoh-tokoh yang berpendapat bahwa peran pemerintah vital
sebagai agen sosial dalam kehidupan ekonomi adalah para pemikir yang menganggap
pasar yang tanpa regulasi hanya menghasilkan krisis-krisis, ketidakadilan dan
kesenjangan ekonomi. Stiglitz percaya pemerintah bisa menjadi penengah yang adil
dalam kehidupan ekonomi sehingga bisa tercipta pemerataan pendapatan dan
24 pengurangan kesenjangan. Menurut Stiglitz (2012: 18) pasar tidak bisa berjalan sendiri
sehingga harus ada peran serta pemerintah dalam meregulasinya. Hal ini harus diiringi
dengan sistem demokrasi yang merefleksikan kepentingan bersama dan bukan
kepentingan pihak tertentu saja atau elit ekonomi.
Stiglitz (2012: 58) menegaskan bahwa hanya jika pemerintah menjalankan
tugasnya dalam memperbaiki pasar maka ekonomi bisa berkembang. Regulasi
keuangan membantu dunia terhindar dari krisis selama empat dekade setelah depresi
besar. Deregulasi pada tahun 1980-an membawa krisis keuangan hingga yang terburuk
terjadi pada tahun 2008. Krisis ini terjadi karena sektor keuangan menggunakan
kekuatan politiknya untuk memaksa pemerintah tidak memperbaiki kegagalan pasar.
Hal ini yang menyebabkan krisis dan ketimpangan ekonomi yang besar.
Ketimpangan ekonomi berasal dari kekuatan politik dan ekonomi yang tidak
dikontrol oleh pemerintah. Ekonomi modern dibentuk oleh aturan pemerintah yang
memberi rambu-rambu bagaimana kompetisi yang adil dan yang tidak, bagaimana jika
terjadi kebangkrutan, praktik apa saja dalam perdagangan yang tidak boleh dilakukan
dan lain-lain. Pemerintah juga memberi sumber daya (secara terbuka atau tertutup)
melalui pajak dan pengeluaran sosial (Stiglitz, 2012: 54).
Selain regulasi pasar, Stiglitz juga membenarkan intervensi publik saat negaranegara berkembang mengalami kegagalan pasar seperti dalam pembangunan
infrastruktur, distribusi barang, kerangka peraturan dan sistem insentif yang cukup,
dukungan terhadap struktur yang produktif terutama usaha kecil dan menengah,
regulasi sektor keuangan dan pengurangan kemiskinan dan kesenjangan dengan
kebijakan yang didanai lewat pajak yang efektif (Perales, 2004: 414).
25 Stiglitz (2002: 249-250) berpendapat bahwa Kapitalisme di masa sekarang
berada di persimpangan seperti saat masa depresi besar. Pada tahun 1930-an,
kapitalisme diselamatkan oleh Keynes yang memikirkan kebijakan yang bisa membuka
lapangan pekerjaan dan menyelamatkan pihak-pihak yang terkena dampak dari
runtuhnya ekonomi dunia. Sekarang, jutaan orang di dunia menunggu hasil apakah
globalisasi ekonomi bisa menghasilkan keuntungan yang bisa dibagi rata.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah deskripsi atau penjelasan tentang globalisasi ekonomi
pandangan Joseph E. Stiglitz. Benang merah yang mengaitkannya adalah Filsafat
Ekonomi.
Berdasarkan buku Metode Penelitian Filsafat oleh Bakker dan Zubair (2005:
107) penelitian ini termasuk pada penelitian tentang masalah aktual, model 6A yaitu
tentang fenomena atau situasi aktual yang dalam hal ini yakni globalisasi ekonomi.
Berdasarkan jenis penelitian tersebut, maka objek material dari penelitian adalah
globalisasi ekonomi, sedangkan objek formal adalah pemikiran Joseph E. Stiglitz
dalam memandang globalisasi ekonomi.
Penelitian ini menjelaskan konsep globalisasi ekonomi dalam pemikiran Joseph
E. Stiglitz beserta kelebihan dan kekurangannya. Penelitian ini menggunakan studi
kepustakaan sebagai pemenuhan syarat atas metode yang dipilih.
2. Bahan Penelitian
Untuk memperoleh jawaban atas rumusan masalah yang diajukan, proses yang
26 akan dilakukan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Ada pun
materi
penelitian terkait yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Pustaka Primer
Data primer yaitu data yang menjadi rujukan utama bagi proses penelitian.
Literatur tersebut antara lain adalah:
i.
Joseph E. Stiglitz, Globalization and Its Discontents
ii.
Joseph E. Stiglitz, Making Globalization Work
iii.
Narcis Serra dan Joseph E. Stiglitz, The Washington Consensus
Reconsidered Towards a New Global Governance
iv.
Joseph E. Stiglitz, Freefall America, Free Markets, and The Sinking of
The World Economy
v.
Joseph E. Stiglitz, THE STIGLITZ REPORT Reforming the
International Monetary and Financial Systems in the Wake of the
Global Crisis
2) Pustaka Sekunder
Selain buku – buku yang dicantumkan
tersebut, sumber pustaka
sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui naskah akademik yang
diterbitkan dalam buku, transkrip wawancara, artikel maupun oleh jurnal dalam
kampus dalam dan luar negeri, yang aksesnya diperoleh melalui perpustakaan
dan internet. Data tersebut dipilah berdasarkan keterkaitannya dengan
Globalisasi Ekonomi dan Pemikiran Joseph E. Stiglitz.
i.
Richard Arnott dkk. Economics for an Imperfect World Essays in Honor
of Joseph E. Stiglitz
27 ii.
Gerald L. Houseman, Economics in a Changed Universe Joseph E.
Stiglitz Globalization, and the Death of “Free Enterprise”
iii.
Mikhael Dua, Filsafat Ekonomi Upaya Mencari Kesejahteraan
Bersama
3. Alur Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan langkah-langkah metodis sebagai berikut:
a. Inventarisasi data: mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian
tentang kajian Globalisasi Ekonomi baik berupa buku, jurnal dan artikel
untuk kemudian dikaji lebih lanjut.
b. Klasifikasi data: memilah data yang telah diperoleh menjadi data primer
dan data sekunder. Pemilahan dan kasifikasi dilakukan pada sumber seperti
buku, jurnal dan artikel yang memiliki keterkaitan dengan objek penelitian.
Data primer digunakan sebagai referensi utama, sementara data sekunder
adalah data penunjang penelitian.
c. Analisis data: dengan melalukan analisis terhadap data yang diperoleh
dengan metode yang dipilih untuk melakukan penelitian.
d. Penyusunan
hasil: merupakan penulisan yang akan dilakukan secara
sistematis dan koreksi terhadap penelitian.
4. Analisis Hasil
Berdasarkan rumusan Anton Bakker dan Charis Zubair (2005: 114) dalam buku
Metode Penelitian Filsafat, penelitian ini merupakan penelitian menggunakan
metode hermeneutika filsafati dengan unsur-unsur metodis sebagai berikut:
a. Deskripsi
28 berdasarkan bahan-bahan yang diperoleh akan dilakukan perumusan
tentang globalisasi ekonomi dan pemikiran Jospeh E. Stiglitz.
b. Interpretasi
Pemikiran Joseph E. Stiglitz dipahami secara mendalam guna mendapatkan
kekhasan arti dan nuansa yang dimaksudkan terhadap tema Globalisasi
ekonomi yang akan diteliti lebih lanjut.
c. Kesinambungan Historis
Untuk mengetahui perkembangan pemikiran Joseph E. Stiglitz terkait tema
Globalisasi Ekonomi, maka akan dipelajari pula latar belakang internal
maupun eksternal yang membentuknya.
d. Komparasi
Memperbandingkan konsep-konsep yang terdapat dalam objek formal dan
material.
F. Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian skripsi ini adalah:
1. Memperoleh penjelasan tentang asal mula perkembangan Globalisasi Ekonomi
2. Memperoleh pemahaman tentang pokok-pokok pemikiran ekonomi Joseph E.
Stiglitz
3. Memperoleh pemahaman tentang Kapitalisme Global dan Neoliberalisme
4. Memperoleh pemahaman pemikiran Joseph E. Stiglitz tentang Globalisasi
Ekonomi
29 G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun dalam lima bagian sebagai berikut:
BAB I Memuat Pendahuluan yang berisi latar belakang dilakukan penelitian
ini, rumusan maslaah yang mengemuka, tujuan serta manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian yang diterapkan, lalu sistematika penulisan
yang digunakan untuk memperoleh hasil yang ingin dicapai.
BAB II memuat sejarah pemikiran dan tokoh-tokok filsafat ekonomi klasik
hingga kontemporer, riwayat hidup dan pemikiran ekonomi dan globalisasi ekonomi
Joseph E. Stiglitz.
BAB III menguraikan karakteristik dan sejarah globalisasi secara umum,
penjelasan mengenai globalisasi ekonomi, faktor pendorong, peran negara, organisasi
internasional dan akibat positif dan negatif dari globalisasi ekonomi.
BAB IV menelusuri pandangan tentang Kapitalisme Global, Neoliberalisme
dan
pandangan
Joseph
E.
Stiglitz
tentang
globalisasi
ekonomi.
BAB V merupakan bab penutup yang berisi refleksi atas pemikiran Joseph E.
Stiglitz tentang globalisasi ekonomi serta kesimpulan akhir beserta saran bagi objek
penelitian.
Download