MEMBANGUNKAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI KURIKULUM SEBAGAI BEKAL MENJALANKAN KEHIDUPAN BERMARTABAT Abdul Rozak Guru Besar FKIP-Unswagati Cirebon Disampaikan pada Seminar FKIP, 23 Juni 2014 ABSTRAK Apa yang harus dilakukan guru adalah menjadikan semua siswa dapat menjalankan hidup dalam mesyarakat dengan bermartabat. Dalam masa tertentu, dalam keterbatasan, dalam keberaturan guru mempunyai tugas mulia memberikan pengalaman hidup kepada para siswanya. Tanggung jawab ini sungguh berat karena dalam beberapa kesempatan guru harus memperlihatkan bagaimana hidup berkualitas selama proses pembelajaran. Guru hanya mempunyai kesempatan di kelas. Dalam keterbatasan karena harus mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan pemerintah, ia berjuang menata kelas sebagai bagian dari kehidupan yang sangat luas, kompleks, dan banyak mengandung ranjau yang tidak dapat diramalkan. Pada posisi inilah kepiawaian guru dituntut. Apa yang diajarkannya harus menjadi bagian yang tidak lepas dari raga siswa. Pelekatan itu sangat mustahil jika hanya melalui kata yang akan sangat cepat berlalu. Keterikatan segala hal yang harus dilekatkan pada siswa harus dijalin melalui perilaku. Oleh karena itu, keutuhan dituntut pada diri guru sebagai bagian dari proses pembelajaran. Penanaman watak yang dituntut pemerintah ahrus diajarkan dengan cara pembelajaran yang berkuasa atas perilaku baik. Praktik baik menjadi keniscayaan bagi guru dalam menjadikan manusia Indonesia berkarakter. Ijazah pada suatu saat bisa robek atau hilang, karakter yang selalu menemani sepanjang masa. Karakter bukan ada pada nilai rapor atau UN, Ia ada pada nila diri. Inilah tugas guru yang sekarang menjadi beban berat dihubungkan dengan kondisi yang carut marut. A. PENDAHULUAN Pendidikan selalu identik dengan segala hal baik. Para orang tua menitipkan anak-anaknya ke sekolah dengan harapan menjadi orang baik. Harapan itu tentu saja tidak salah karena pemerintah telah menyatakannya seperti itu, yang dinyatakan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Secara berjenjang tanggung jawab pendidikan pada akhirnya adalah peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan 1|Page yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan ini mulia dan cukup berat. Sampai sekarang belum ada riset yang merujuk pada evaluasi ketercapaian tujuan pendidikan seperti dinyatakan dalam undang-undang itu. Mungkin evaluasi dapat merujuk pada pergantian kurikulum yang dilakukan secara bertahap dalam periode tertentu. Kurikulum bisa diartikan sebagai perwujudan dari keinginan tercapainya tujuan. Butirran yang terdapat dalam kurikulum diasumsikan merujuk pada tahapan pengejaran tujuan pendidikan itu. Jadi, yang dievaluasi adalah kurikulum yang merupakan representasi keinginan tujuan tersebut. Evaluasi selayaknya dilakukan dengan komprehensif dan berukuran tertentu dengan dasar yang dapat dibaca akademisi, pendidik (guru dan dosen), dan terutama publik. Apa yang terkandung dalam kurikulum selalu seharusnya mudah dibaca publik, rakyat kebanyakan yang berkepentingan karena hal itu berhubungan dengan kepentingan anak-anaknya, keluarga pada umumnya. Akan tetapi, peran orang tua ini yang kurang disentuh penentu kebijakan pendidikan. Memang ada usaha uji publik, tetapi publik yang mana. Publik yang begitu beragam dalam segala hal tidak dapat dijangkau dalam waktu yang begitu cepat. Kurikulum, jangan lupa menjadi media pembentukan raga dan jiwa anak secara serentak. Kesalahan sekecil apa pun akan mengarah pada kedekatan kegagalan bangsa dalam satu setidaknya bisa satu generasi. Apa yang terjadi sekarang di negara kita, jangan-jangan sebagian besar karena kontribusi pendidikan, hasil pendidikan, pengaruh kurikulum. Atas dasar ini, salah satu di antaranya yang mendorong pemerintah menerapkan kurikulum baru, kurikulum 2013. Kurikulum ini diprediksi akan mencetak anak didik yang berkarakter, yang akan membawa kemajuan pesat bagi bangsa pada masa yang akan datang. Tulisan ini akan menganalisis lebih dalam tentang kemungkinankemungkinan dampak kurikulum sebagai media pembangun karakter anak-anak didik yang akan membawa bangsa bermartabat. Membaca kurikulum memerlukan keterampilan khusus. Kesalahan menerjemahkan akan berakibat pada kegagalan pada tahap tertentu. Oleh karena itu, tidak sembarang orang dapat membaca atau diperbolehkan membaca kurikulum. Guru dan kurikulum dibahas pada tulisan ini, kemudian guru dan lingkungan, dan dan kelas, guru berkarakter dan bermartabat serta pada akhirnya harus terdapat pernyataan tentang guru berkarakter dan bermartabat yang harus berkontribusi pada perwujudan bangsa Indonesia bermartabat. B. MEMBACA KURIKULUM 2013 Pemerintah melalui Permendikbud menyatakan pemberlakuan kurikulum 2013 dengan tahapan yang telah diatur dengan ketentuan yang harus dipahami oleh semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Salah satu 2|Page peraturan yang dituangkan dalam Permendikbud 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pedoman ini menjadi pegangan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Apa yang telah dituangkan dalam peraturan ini diharapkan dapat tercapai pada suatu saat dengan rangkain kegiatan yang jelas dalam pencapaiannya. Sebelum lebih jauh menganalisis kemungkinan-kemungkinan penjabaran SKL, penulis sampaikan terlebih dahulu SKL yang dimaksud. 1. KOMPETENSI LULUSAN SD/MI/SDLB/Paket A Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut. SD/MI/SDLB/Paket A Dimensi Kualifikasi Kemampuan Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya. 2. KOMPETENSI LULUSAN SMP/MTs/SMPLB/Paket B Lulusan SMP/MTs/SMPLB/Paket B memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut. SMP/MTs/SMPLB/Paket B Dimensi Kualifikasi Kemampuan Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. 3|Page Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata. Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain sejenis. 3. Kompetensi Lulusan SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C Dimensi Kualifikasi Kemampuan Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian. Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri. Standar Kompetensi Lulusan pandidikan dasar (SD dan SMP) dan menangah (SMA/SMK/MA) tidak berbeda pada tataran dua dimensi. Artinya kualifikasi dimensi itu sama. Perbedaannya terletak pada dimensi ketiga degan tambahan yang kemungkinan merupakan pengembangan dari SKL sebelumnya. Kita bandingkan agar lebih jelas dan demi kecermatan sehingga kita tidak salah baca. Salah baca berakibat pada perliaku selanjutnya. Karena, jangan lupa, menurut Permendikbu ini SKL harus diwujudkan dalam berbagai aktivitas dalam pembelaajran selanjutnya. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan tujuan digunakan sebagai acuan utama pengembangan 4|Page standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Jadi, SKL awal dari segala hal yang berhubungan dengan pembelajaran dan ia dikembangkan atau sebagai salah satu tafsiran dari tujuan pendidikan nasional. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam standar kompetensi lulusan. Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pernyataan ini merujuk pada tugas berat bagi semua pihak terutama guru yang berada pada pintu gerbang pada pembawaan siswa ke arah kehidupan yang harus lebih baik daripada apa yang telah diperoleh sekarang dan termasuk juga orang tuanya, guru-gurunya, dan umat manusia Indonesia pada umumnya. Pencapaian tersebut secara konsep diprediksi akan tercapai dengan menjabarkannya pada tiga dimensi. Dimensi Kualifikasi Kemampuan SD/MI SMP/MTs/ SMA/MA/SMK/ Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait 5|Page Keterampilan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. fenomena dan kejadian yang tampak mata. penyebab serta dampak fenomena dan kejadian Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya. Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain sejenis. Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri. Lulusan setiap tingkat harus memiliki kompetensi tersebut melalui berbagi tahapan yang sangat panjang dan terbatas. Mereka belajar selama jangka waktu tertentu (6 tahun, 3 tahun, 3 tahun). Tingkat satuan pendidikan selalu menjadi bersatu atas alasan tertentu dan hal itu berdampak pada keberlanjutan yang tidak dapat ditawar. Padahal kekuatannya belum tentu sama dan saling menunjang. Secara teoretis mungkin dapat dipertanggungjawabkan. Secara konsep, penggagas telah mengkaji berbagai pandangan bahwa seharusnya ini terjadi. Konsep itu selalu banyak memberikan peluang untuk berubah dan berbeda dalam setiap tahapan pelaksanaannya. Kondis di lapangan, meski telah diperhitungkan dengan kematangan, tetapi keragaman selalu merujuk pada tuntutan hasil yang berbeda. Pengguna atau pelaku konsep selalu mempunyai kebedaan dalam berbagai hal. Apa pun teorinya selalu bahwa perilaku setiap orang dipengaruhi oleh pengetahun, pengalaman, dan keterampilan. Gabungan ini akan berdampak pada hasil yang diharapkan. Ksamaan sangat sulit diwujudkan. Apalagi menyangkut manusia yang bersifat kompleks. Apakah konsep yang telah dicanangkan, seperti target SKL itu dapat diprediksi mewujud pada diri lulusan. Apa yang tertulis dalam SKL merujuk pada keraguan bahwa pada satu tahapan akan terjadi. Kita analisis SKL dimensi sikap. Konsep itu membedakan bagian akhir yang diperhitungkan dengan usia para siswa. Pada bagian awal isi dan kalimat yang digunakan tidak berbeda. Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain / dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya/ serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 6|Page Bagaimana cara menghadirkan sifat-sifat beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif? Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menempatkan kompetensi ini pada diri siswa? Berapa jumlah jam setiap hari yang dibutuhkan? Media apa yang diperlukan? Bagaimana dengan kualitas gurunya? Bagaimana dengan kualiats pembelajarannya? Bagiamana dengan kaulitas buku teksnya? Bagaimana dengan cara mengevaluasinya? Rangkaian pertanyaan ini dapat dilanjutkan kepada hal-hal yang bersifat teknis, yang lembih kompleks dan menjelimet. Akan tetapi, semuanya harus diusahakan terwujud dengan cara yang telah disepakati. Ketentuan yang telah dituangkan dalam bentuk Permendikbud telah memiliki kekuatan hukum yang bersifat wajib dilaksanakan. Siapakah pelaksananya? Guru dan teman-temannya. Apa yang direncanakan dalam konsep itu sebetulnya mengarah pada keinginan penerapan perilaku sesuai dengan usia para siswa. Tingkat sekolah dasar terbatas pada lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Pada tingkat lebih jauh jangkauannya lebih jauhdalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya dan pada tingkat sekolah menengah lebih jauh lagi, yaitu serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Begitu pula pada dimensi pengetahuan. Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain/ fenomena dan kejadian yang tampak mata/ penyebab serta dampak fenomena dan kejadian/ Dimensi pengetahuan ini agak rumit. Pada pernyataan itu terkandung tiga ranah yang harus dipahami sebelum memahamkan pada diri sendiri dan kepada orang lain (dan guru bertugas memberikan kepahaman pada orang lain). Tujuan dimensi ini adalah memiliki pengetahuan faktual dan konseptual. Untuk mencapai tujuan itu harus muncul pada diri siswa (dan ini tanggung jawab guru bagaimana memunculkannya) rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya. Memunculkan dasar itu sangat sulit, perlu cara yang tepat dan kondisi itu sangat sulit diukur. Apalagi hal itu (ini bagian ketiga) harus terjadi dalam kondisi tertentu, yaitu dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian. Tugas guru mengongkretkan konsep abstrak tentang SKL. Cukup berat, meskipun pemerintah akan menjembatani dengan pedoman selanjutnya, yaitu standar isi yang terdapat pada struktur kurikulum. Semua guru pada tingkat satuan pendidikan harus mewujudkan itu dengan ujung yang berbeda. Pernyataan pada tingkat satuan pendidikan sama, “Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan 7|Page budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian.”Tanggung jawab guru SD, SMP, SMA cukup berat. Ia harus menerapkan kepemilikan kompetensi itu selama jangka waktu yang diberikan kepadanya. Tahapan program kepemilikan itu harus jelas. Jadi, pada umumnya sebetulnya tugas guru itu menciptakan kondisi yang dengan itu siswa mempunyai pengalaman mendapatkan apa yang dicarinya sejalan dengan apa yang telah ditentukan pemerintah. Begitu pula dengan dimensi keterampilan. Dimensi ini dimaksudkan sebagai bagian paduan antara sikap dan penegtahuan. Hubungan ketergantungan di antara dimensi ini disengajakan agar terjadi pendukungan di anatara dimensi tersebut. Keetrgantungan tidak dimaksudkan sebagai bagian yang saling menunggu. Pada praktiknya harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya/ sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain sejenis/sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri. Menimbang kompetensi yang harus dimiliki siswa sangat berat. Menerjemahkan ke dalam bentuk pembelajaran yang melibatkan berbagai unsur menjadi perhatian guru sebagai penanggung jawab pada tingkat dasar. Pada dimensi keterampilan, misalnya pemerintah menentukan aktivitas yang cukup berat. Guru harus menentukan pilihan-pilihan aktivitas dirinya dan siswa pada saat memasukkan keterampilan tersebut pada proses pembelajaran. Guru harus menjadikan kemampuan berpikir milik para siswa. Bagaimanapun kemampuan berpikir berpengaruh terhadap tindak produktif dan kreatif. Apa yang harus dipikirkan guru adalah menyatukan pikiran-pikirannya agar dapat menentukan pilihan kreatif sehingga para siswa mampu memiliki dimenasi keterampilan tersebut yang didukung dengan dimensi sikap dan pengetahuan. Kurikululm 2013 menindaklajuti SKL ini dengan menyusun kompetensi inti dan standar kompetensi bertujuan sebagai kesinambungan proses pemilikan kompetensi lulusan sesuai dengan tingkat satuan pendidikan. Kita harus membaca deengan cermat ketersambungan ini karena pemahaman ini akan menentukan kualitas pembelajaran selanjutnya dalam bentuk praktik berproses. Semua unsru yang terlibat, pendidik dan tanaga kependidikan yang berada di sekolah, masyarakat terutama orang tua harus memahami cara kerja kurikulum 2013. Tentu saja dengan pemahaman yang berbeda taraf dan kualitasnya. Selama ini kita sering beranggapan bahwa kurikulum urusan sekolah. Padahal banyak pihak yang harus melibatkan dirinya agar kurikulum berhasil. Tentu saja pemerintah yang mengendalikan arahnya. Segala prangkat kurikulum menjadi tanggung jawab pemerintah. Masyarakat terutama orang tua sangat berperan terhadap keberhasilan penerapan kurikulum, organisasi kemasyarakatan, partai politik sebenarnya 8|Page mempunyai peran aktif dalam membangun bangsa dan salah satunya di antaranya adalah menyukseskan pelaksanaan kurikulum. Guru, memang menjadi ujang tombak keebrhasila kurikulum. Oleh karena itu, guru harus betul-betul membaca kurikulum dengan saksama. Prosedur pelaksanaan kurikulum harus menjadi bagian yang siap diterapkan dalam tugas sehari-hari, yaitu menyelenggarakan pembelajaran dan pendididkan di kelas. Guru, minimal harus menguasai hal-hal berikut. Tensu saja diikuti dengan kepahaman pada tingkat kualitas yang lebih dari standar. Apa yang diuraikan di bawah ini merupakan bagian tidak terpisahkan dengan apa yang diuraikan di atas, yang berhubungan dengan membaca kurikulum. 4. Penyempurnaan Pola Pikir 1) Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama; 2) Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakatlingkungan alam, sumber/media lainnya); 3) Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet); 4) Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains); 5) Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim); 6) Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia; 7) Pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik 8) Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan 9) Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. Pola pikir itu tidak ada yang jelek. Pola itu seharusnya dan memamg dimaksudkan sebagai asar pola berpikri semua pihak yang terlibat alam 9|Page pembelajaran sebagai usaha mencerdaskan bangsa. Apa yang dikonsepkan di atas sesungguhnya prinsip yang terus berulang disebut setiap penggantian kebijakan penentuan kurikulum, seperti, pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama;. Prinsip ini bukan barang baru. Sejak pembelajaran dilaksanakan, maksudnya prinsip ini telah menjadi acuan pada pembelajaran dengan metode apa pun karena sesungguhnya prinsip dasar belajar mengajara adalah pembagian peran yang jelas antara guru sebagai pengajar yang berperan utama mengajar dan murid sebagai pelajar yang berperan utama belajar. Posisi ini dibicarakan karena prinsip kepercayaan yang beralih, berbeda pada pada pegangan teori yang terus berkembang. Para pakar terus belajar membincangkan perkembangan posisi guru dan siswa. Teori apa pun yang digunakan akan berlabuh pada bagaimana sebuah pembelajaran dapat mencerdaskan para siswa sebagai tokoh utama dengan intervensi guru. Apa yang akan terjadi di kelas selalu berakibat pada keinginan guru dan siswa mencapai dan memiliki kompetensi tertentu yang telah dirancang para pakar. Begitu pula dengan prinsip lain, seperti pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim). Apa yang baru dengan prinsip ini. Sesungguhnya apa yang disampaikan itu hanya berorientasi pada apa yang terjadi pada masa kini, artinya disesuaikan dengan tren sekarang, mengikuti pandangan-pandangan para pakar pendidikan. Pada dasarnya, secara alami apakah mungkin sebuah pekerjaan dapat dilaksanakan sendiri, tanpa bantuan orang lain. Sangat tidak mungkin sebuah keinginan dimiliki dan dilaksanakan sendiri. Apakah mungkin para siswa dapat belajar sendiri. Prinsip ini lebih menekankan pada guru untuk mengaktifkan semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran di kelas. Permaslahannya adalah bagaimana menerjemahkan prinsip itu dalam bentuk pembelajaran yang diinginkan. Perwujudan prinsip itu bukan hal yang mudah. Menyusun konsep tanpa membayangkan pelaksanaannya tidak berguna. Konseptor seharusnya berpikir pula sebagai bagian dari pelaksana agar siap ditanya, siap mempertanggungjawabkan idenya, tidak mengelak pada saat bermunculan pertanyaan kepada dirinya. Kekuatan konsep justru pada kemungkinan pelaksanaanya sangat besar, dapat dipahami orang lain yang membacanya. Makin sulit sebuah konsep diterjemahkan makin jauh dari keberhasilan. Contoh mudah misalnya prinsip pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik10 | P a g e masyarakat-lingkungan alam, sumber/media lainnya). Menerjemahkan prinsip ini pada pembelajaran di kelas memerlukan kondisi matang. Penyiapakan berbagai aturan yang berisi karakteristik guru dan peserta didik, serta lingkungan yang sengaja disiapkan agar keinginan ini terlaksana. Apa yang dapat dijalankan para guru sarana di sekolah, tempat dia mengajar tidak ada media yang dapat mendukung terlaksananya prinsip ini. Media, misalnya tidak siap pada semua sekolah. Sekolah tertentu memiliki media yang berlimpah, sementara pada kebanyakan sekolah tidak tersedia. Guru mempunyai banyak gagasan agar pembelajaran dapat berjalan dengan menyenangkan dan interaktif. Interaktif memerlukan media yang juga harus interaktif serta tempat duduk yang dapat dipindah (moving class), jumlah siswa yang terbatas (tidak lebih dari 30 orang), media tersedia sesuai dengan kebutuhan, buku ajar yang mendorong kreativitas guru dan siswa dan yang terpenting adalah kompetensi guru yang selalu diasah melalui berbagai pelatihan yang matang. Sering berulang kebijakan pemerintah terbatas pada keinginan dan perintah kepada semuan unsur di bawahanya, terutama guru tanpa diikuti dengan kebijakan pendukung. Kondisi ini yang sering sebuah keputusan tidak berjalan sesuai dengan keinginan dan muncul alasan lkelemahan ain untuk merevisi dan bahkan mengganti kebijakan. Sebagus-bagusnya kebijakan adalah kebijakan yang terwujud sesuai dengan keinginan. Kondisi ini dapat tercipta jika disiapkan perangkat yang mendukungnya dan terutama niat kuat untuk mewujudkannya. Pola pikir seperti di atas dapat berjalan dengan baik jika semua yang terlibat mengerjakan sesuai dengan perannya masing-masing. Kata kerja sama sebenarnya sederhana, dapat dipraktikkan dalam segala bidang, yaitu dengan semua orang mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Pejabat pada tingkat atas melakukan pekerjaan sesuai dengan kewajiban dan batas kewenangannya. Jika, hal itu menjadi pegangan semua pihak yang terlibat, Indonesia akan maju dalam segala hal. Kita bangga karena banyak gagasan bermunculan dari para pejabat, tetapi terbata-bata pada disiplin pelaksanaan. Pada umumnya berganti kebijakan didesak atas pandangan dan alasan yang tidak berdasarkan riset mendalam. Kita berharap pemerintah akan selalu menjalankan apa yang telah diputuskannya. Kelemahan kita selalu pada kontrol karena itu perkerjaan yang rumit. Kebijakan sertifikasi, misalnya sampai sekarang belum ada tata cara pengawasan yang efesisen. Banyak padangan dilontarkan tentang kelemahan kebijakan sertifikasi ini, termasuk bank dunia yang 11 | P a g e menyorotinya berdasarkan hasil riset yang mendalam. Pada intinya kebijakan ini tidak berdampak pada kualitas pendidikan. Jangan lupa bahwa kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru sebagai pengajar dan pendidik. Semoga penyempurnaan pola pikir ini dapat menigkatkan kualitas guru pada saat mengelola pembelajaran di kelas. 5. Karakteristik Kurikulum 2013 Guru sebagai penangung jawab pembelajaran di kelas, salah satu pokok pikirannya adalah bagaimana menerjemahkan kurikulum ke dalam rangkaian kegiatan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, setiap guru harus memahami kurikulum secara rinci dan mendalam dan di bawah ini karakteristik kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: 1) mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; 2) sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana di mana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3) mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 4) memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 5) kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; 6) kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti; 7) kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). Keseimbangan merupakan inti dalam berbagai hal, dalam berbagai aspek. Apa yang diinginkan kurikulum 2013 beralasan sebagai dasar pengembangan 12 | P a g e pembelajaran di kelas. Guru sebagai pelaku utama pembelajaran selalu harus menyusun desain pembelajaran yang berkesimbangan antara sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Mudah diucapkan, memerlukan pikiran matang dalam perjalanan ketercapaiannya. Banyak kendala yang harus disingkirkan. Selama ini guru, pada umumnya mencari kemudahan dalam pelaksanaannya. Menelaah kurikulum terkadangan didasarkan pada pertimbangan pilihan yang mudah dilaksanakan. Apa yang sulit dalam kurikulum ditunda pelaksanaannya hingga semua yang mudah, menurut guru selesai dilaksanakan. Padahal kurikulum meruypakan rangkaian yang saling menunjang untuk mencapai tujuan tertentu. Karakteristik kurikulum 2013 cukup sulit diwujudkan. Ia memerlukan kecerdikan dan kecerdasan. Bagaimana memadukan berbagai istilah yang masing-masing mempunyai konsep yang harus dikembangkan. Istilah-istilah perlu dikaji dengan kecermatan, seperti sikap spiritual, sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Guru yang akan mewujudkan konsep-konsep tersebut harus menemukan benang merahnya. Apa yang mendorong tergabungnya sikap spirititual, sosial, instelektual dan psikomotorik. Guru harus menyusun rencana matang agar siswa mendorongkan segala dirinya menuju kondisi yang diharapkan. Unsur yang harus diasah adalah pemeliharaan dan peningkatan rasa ingin tahu para siswa. Apa pun akan dilakukan para siswa untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Manusia diciptkan Allah dengan rasa ingin tahu yang begitu tinggi. Jika kita menengok kisah Nabi Adam dan Siti Hawa yang diperintahkan Allah turun ke dunia karena godaan setan dengan menyentuh rasa ingin tahunya. Guru harus menyusun dan menata pembelajaran dengan memprioritaskan tertariknya rasa ingin tahu siswa dan ini merupakan tantangan yang sangat berat. Keberhasilannya hanya dapat terwujud dengan rasa ingin tahu yang besar dari hati guru. Banyak guru yang kekurangan rasa ingin tahu, mengajar sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Guru yang profesional berkualitas adalah guru yang melebihkan daripada apa yang diinginkan kurikulum. Mereka berusaha menyusun pembelajaran yang berlebihan agar memeroleh hasil yang juga berlebihan. Para siswa memeroleh segala yang dikehendakinya. Pengetahuan guru tentang berbagai dasar mengajar tentu saja akan menjadi modal utama bagi pengembangan semua hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran. Memunculkan rasa ingin tahu menjadi dasar pengembangan potensi yang terpendam pada diri siswa. Guru berperan utama 13 | P a g e dalam menarik segala potensi yang ada pada diri siswa. Mengajar, dengan demikian bagi guru adalah memberikan pembantuan prima pada siswa, pada orang tua, pada masyarakat yang pada akhirnya menuju bangsa yang bermartabat, punya kepribadian. Segalanya dalat dimulai di kelas yang juga diisi oleh orang-orang berartabat dengan niat mulai yang dikerjakan dengan landasan keikhlasan. Jadi, semua mulai dari diri yang bersih dari niat buruk,. Niatnya memberikan apa yang dapat diberikan kepada orang lain, orang banyak, orang yang membutuhkan. Guru adalah profesi yang siap memberi, membantu, melayani, menjadi media bagi kemudahan orang lain mencapai tujuan baik. Dengan kondisi ini apa yang ditetapkan dalam kurikulum 2013, Insya Allah akan tercapai sesuai dengan waktunya. Menjadikan siswa memiliki sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik akan ringan bila dilakaukan dengan cara yann baik dan demi kebaikan itu sendiri. 6. Tujuan Kurikulum 2013 Apa tujuan akhir kurikulum 2013? Cukup rumit juga, kompleks, perlu kajian yang matang dan rinci jika akan dicapai dalam waktu tertentu. Begini bunyinya,”Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.” Betapa susahnya menjalankan tugas guru. Urusannya menjadi panjang. Apa yang harus dilakukan guru selama menjalankan tugasnya setiap hari. Hal yang diingat adalah selalu siap kerana tugas utamanya mempersiapkan, yaitu mempersiapkan manusia Indonesia. Kita rinci apa sebenarnya tugas guru terhadap apra siswa selama berada dalam tanggung jawabnya, yitu (1) memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara dengan indikator yang harus melekat (3) yang beriman, (4) produktif, (5) kreatif, (6) inovatif, dan (7) afektif serta (8) mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Inilah karakter yang harus dilekatkan pada diri siswa selama mereka bersekolah, sejak sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah. Bahkan sampai dengan perguruan tinggi. Pencapaian pemilikan karakter initentu saja sangat sulit diwujudkan. Ia memerlukan keteguhan dan kesungguhan para guru sebagai unsur yang sangat bertanggung jawab karena bersentuhan langsung dengan para murid. Guru yang dapat mewujudkan pemilikan karakter tersebut paling tidak memiliki kekuatan untuk menghidupi kurikulum. Guru yang mempumnyai daya hidup, menghidupi kurikulum. 14 | P a g e C. MEMBANGUNKAN KARAKTER KELAS YANG HIDUP BERMARTABAT MELAUI Membangun karakter perlu cara jitu. Apa yang dicanangkan pemerintah melalui jalur sekolah dimaksudkan agar terjadi kontinyuitas. Secara konsep pemerintah telah “merasa” memberikan arahan melalui kurikulum lengkap dengan perintah pedoman pelaksanaannya dan dilengkapi dengan sderetan aturan pelaksanaannya dengan harapan pemilikan karakter tertentu oleh siswa dapat terlaksana. Apa sebenarnya karakter yang direncanakan dimiliki siswa selepas mengikuti proses pembelajaran yang panjang di sekolah? Kita dapat mencermati pada tujuan kurikulum 2013, yaitu “Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.” Tujuan itu dijabarakan dalam bentuk kompetensi inti.Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut: 1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual; 2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial; 3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan 4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan. Pada umumnya kompetensi inti dapat dirumuskan ke dalam kategori berikut. 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya 3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai 15 | P a g e dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori Kompetensi ditindaklanjuti dengan standar isi yang dituangkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan sainstifik, meliputi; 1. Domain sikap : menerima, mejalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. 2. Domain keterampilan: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta. 3. Domain pengetahuan: mengetahui, menganalisis, dan mengevaluasi. memahami, menerapkan, Pembelajaran yang diterapkan di kelas harus sejalan dengan stadar proses dengan memerhatikan hal-hal berikut. 1. TIK menjadi media semua mata pelajaran 2. Pembelajaran dalam konteks jejaring, siswa menimba ilmu dari berbagai sumber; dari siapa saja, dari mana saja, dari internet, dari perpustakaan sekolah, dari hasil praktik di luar kelas... 3. Pembelajaran berbasis tim. 4. Pembelajaran menstimulasi seluruh panca indra Begitu juga pada saat menilai kompetensi yang dimiliki siswa harus mengikuti stadar tertentu, yaitu penilaian otentik, menggunakan penilaian acuan patokan (PAP), yaitu penilaian pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperoleh siswa terhadap skor ideal berbasis kompetensi, memanfaatkan portofolio. Pemerintah, sebenarnya telah berusaha menuangkan konsep matang dengans segala perangkatnya yang telah diperhitungkan. Akan tetapi, ujung tombaknya tetap para guru yang bersentuhan langsung dengan para siswa. Permasalahannya apakah guru dalam batas waktu tetentu dapat mempertanggungjawabkan profesionalismenya dengan memberikan kemampuannya dalam mewujudkan pemilikan kompetensi yang dikehendaki kurikulum 2013. Menurut saya agak sulit. Saya akan melihat permasalahan ini dengan jernih. Saya akan menganalisis kompetensi inti nomor 2, kompetensi sosial, “Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.” Menurut saya K-2 ini cukup strategis dan kemungkinan dapat diimplementasikan dalam interaksi di kelas antara guru dan siswa serta antara siswa dan siswa. Berdasarkan rujukan yang saya baca pada umumnya pendidikan 16 | P a g e karakter itu bukan sekedar tanggung jawab sekolah. Ia menjadi tanggung jawab semua yang dikomandoi oleh pemerintah. Ia perilaku yang terwujud, bukan konsep yang tidak dapap diberlakukan. Oleh karena itu, tempat pendidikan karakter adalah pada satuan sosial yang merupakan media menunjukkan peran tertentu. Puskur, (2010: 8-10 menggariskan nilai-nilai yang ditanamkan dan dikembangkan pada sekolah-sekolah di Indonesia beserta deskripsinya adalah sebagai berikut: 1. Religius. Sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4. Disiplin. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras. Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya. 6. Kreatif. Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa Ingin Tahu. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 10. Semangat Kebangsaan. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Cinta Tanah Air. Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 17 | P a g e 12. Menghargai Prestasi. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/Komuniktif. Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14. Cinta Damai. Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar Membaca. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16. Peduli Lingkungan. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya- upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli Sosial. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung-jawab. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Rangkaian karakter itu cukup memberikan beban kepada pihak sekolah. Bagaimana cara tepat menanamkan ke-18 karakter itu. Tampaknya, jika dipaksakan yang akan terjadi adalah keterpaksaan pada program pembelajaran. Penanaman dimensi pengetahuan yang menjadi beban rutin guru dengan susah payah dicapai, ditambah dengan kewajiban menanamkan ke-18 karakter akan menjadi beban yang sangat dan sangat berat. Akan tetapi, harus dilaksanakan karean merupakan kewajiban guru. Cara yang tepat adalah dengan tidak menjadikan penanaman karakter itu beban. Pada rancangan kurikulum 2013 bahwa beban satu-satunya atau tugas utama guru adalah menanamkan kompetensi inti pada para siswa. Keberhasilan ini sebetunya sama dengan ketercapaian karakter yang dimaksud. Perpaduan beberapa dimensi pada saat pelaksanaan pembelajaran merupakan strategi tepat menuju perwujudan manusia Indonesia yang memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.” Rangkaian karakter itu sebetulnya kembali pada tujuan pendidikan yang telah dicantumkan sepanjang sejarah manusia, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good),”Throughout history, and in cultures all over the world, education rightly conceived has had two great goals: to help students become smart and to help them become good.” —Thomas Lickona & 18 | P a g e Matthew Davidson, Smart & Good High Schools. Tujuan ini tidak dapat tercapai hanya dengan upaya guru. Di beberapa negara barat telah disusun konsep kebersamaan agar pendidikan karakter itu berhasil dengan terjadinay negara bermartabat karena anak bangsanya menjadi manusis berkualitas. Amereka meluncurkan 11 prinsip pendidikan karakter yang dapat dipedomani sekolah yang pada intinya mendorng kerja sama yang erat antara unsur-unsur atau pihak-pihak yang terlibat di sekolah. 1. The school community promotes core ethical and performance values as the foundation of good character. 2. The school defines “character” comprehensively to include thinking, feeling, and doing; 3. The school uses a comprehensive, intentional, and proactive approach to character development 4. The school creates a caring community. 5. The school provides students with opportunities for moral action. 6. The school offers a meaningful and challenging academic curriculum that respects all learners, develops their character, and helps them to succeed. 7. The school fosters students’ self-motivation. 8. The school staff is an ethical learning community that shares responsibility for character education and adheres to the same core values that guide the students. 9. The school fosters shared leadership and long-range support of the character education initiative. 10. The school engages families and community members as partners in the character-building effort. 11. The school regularly assesses its culture and climate, the functioning of its staff as character educators, and the extent to which its students manifest good character. Prinsip itu mengarah pada begitu besarnya tanggung jawab sekolah. Sekolah menjadi pelaku utama dalam menjalankan program keterwujudan pembentukan karakter para siswa. Akan tetapi, sekolah tidak dapat menjalankan tanggung jawabnya sendirian. Ia harus menjalankan kerja sama dengan pihak luar, terutama kelaurga dan masyarakat sekitar,”The school engages families and community members as partners in the character-building effort.” Sekolah bertanggung jawab pembentukannya selama di sekolah yang sangat terbatas dengan waktu. Keluarga mempunyai waktu yang cukup panjang. Memang waktu bukan segalanya, bukan penentu dalam pembentukan karakter. Waktu di sekolah tergunakan dengan sistematik, berdasarkan teori dan sistem yang dibakukan karena tuntutan pemerintah. Keluarga sebetulnya, jika dikehendaki dapat menggunakan kurikulum tertentu dan lebih fleksibel, yaitu kutikulum kehidupan. Akan tetapi, unsur penanggung jawab di rumah terbatas kemampuannya, tidak 19 | P a g e semua orang tua mempunya kesadaran cara mendidik. Mereka, karena itu sangat berharap kepada sekolah untuk mendidik anak-anak mereka. Anak mempunyai kemampuan menyerap secara cepat segala hal yang terjadi di lingkungan. Oleh karena itu, sekolah mempunyai tanggung jawab penuh menata lingkungan yang menjadikan sekolah sebagai komunitas yang di dalamnya terjalin kepedulian di antara unsur yang berada di sekolah, “The school creates a caring community.” Penciptaan lingkungan bernuansa kepedulian ini bukan pekerjaan mudah, sangat sulit dan perlu pimikiran matang. Akan tetapi, unsur yang penting adalah gerakan perilaku yang diwujudkan dalam komunikasi dan interaksi yang saling memerhatikn tanpa pamrih. Aturan bijak dapat mengatasi hubungan antara anggota komunitas sekolah. Aturan sekolah yang mengatur perilaku hidup dalam suasana saling menghargai, saling menghormati. Kondisi ini sebenarnya yang diharuskan muncul pada setiap sekolah. Tentu saja semua bermula dari pihak sekolah, dalam hal ini kepala sekolah yang berdedikasi, mempunyai visi dan impian membangun masyarakat, kelaurga yang kuat dengan sendi-sendi kepedulian, kekasihsayangan, dan kejujuran. Jadi, “The school provides students with opportunities for moral action.” Penyediaan kondisi ligkungan berbasis moral ini akan mendorong siswa masuk dengan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Sekolah harus tercipta menjadi masyarakat, komunitas yang kuat dengan dasar-dasar kontribusi kelas berkualitas. Pendidikan karakter dibangun dengan bekerja sama antara semua unsur yangterlibat di sekolah dan di luar sekolah. Sekolah menurut saya harus dibangun dengan dasar kekeluargaan. Artinya sekolah harus dijadikan keluarga besar dengan kelas sebagai tiangnya. Guru di kelas harus menciptakan hubungan keluarga. Semua yang terlibat di dalam kelas harus menjadi keluarga bagi yang lainnya dengan guru sebagai kepala keluarganya. Di kelas itu hanya ada kepala keluarga dan para anaknya. Guru memegang kendali dengan mengatur sitem interaksi, dengan berpegang pada kekuatan semua anggota dan komit pada keharusan mencapai tujuan kekekuargaan serta memegang aturan dengan penuh kerteguhan. Bagaimana cara mengendalikan keluarga agar selalu bahagia adalah bagia yang perlu dipikirkan dengan saksama. Pada umumnya keluarga bahagia selalu memertimbangkan hati dalam menentukan segala putusan di tengah-tengah keluarga. Persentuhan antara hati akan menentramkan segala tindak. Apakah mungkin pendidikan karakter di kelas berbasis hubungan dari hati ke hati? Mungkin saja guru mendahulukan pertimbangan hati di kelas pada saat berinterksi dengan para muridnya. Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan 20 | P a g e bahwa karakter adalah „pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang‟. Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5) Karakrer adalah perilaku yang muncul pada saat berinteraksi dengan lingkungan hidup dan kehidupannya. Guru, jika menciptakan lingkungan keluarga akan menumbuhkan kesalingjagaan agar semua anggota kelaurganya bahagia. Keluarga, terutama kepala leuarganya selalu mengontrol semua anggota keluarganya dengan pendekatran hati. Kondisi positif akan terjelma jika pendekatan hati dikedepankan. Bagaimanapun keindahan interaksi dalam keluarga terjelma jika semua anggotanya mempunyai hati. Pertemua hati terjadi dalam suasana hangat, tidak ada percekcokan, tidak ada keributan. Kondisi sebetulnya yang sekarang tidak tampak. Apa yang sekarang sedang terjadi di tengah-tengah kita adalah keributan, kebingan yang suarannya terdengar ke mana-mana, tetapi terkadang tidak memberikan pengaruh apa pun terhadap orang yang mendengarkannya. Berapa banyak dan begitu luasnya berita koruptor disiarkan dan itu tidak menghentikan orang untuk korupsi. Dengan berbagai cara dan terjadi di kalangan atas. Seolah berita itu tidak mengikat apa pun terhadap dirinya. Berpa banyak beritatawuran di kelangan remaja yang beruta sampai ke pelosok. Akan tetapi, tetap saja tawuran, geng motor menjadi berita karena peristiwanya tetap berjalan. Konsidi-kondisi itu, menurut pendapat umum, katanya salah satu sebab besarnya adalah gagalnya pendidikan. Oleh karena itu, diluncurkan pendidikan karaakter di semua tingkat pendidikan. Perwujudan kepemilikan karakter dapat dipadukan dengan perilaku mengajar di kelas. Persyaratannya setidaknya dapat mempertimbangkan guru yang menghgidupi kurikulum dan guru yang mengajar dengan hati. D. GURU YANG MENGHIDUPI Guru mempunyai banyak kemungkinan berkreativitas pada saat berinteraksi di kelas dengan para siswanya. Apa yang dalam pikirannya, sesungguhnya selalu berikhtiar untuk kepentingan anak didiknya. Sekian waktu yang dihabiskan dalam keseharian berpihak pada perbaikan anak-anak didiknya. Pikiran dan pertasaan guru profesional selalu mengarah pada kinerja peningkatan kualitas anak didiknya melalui proses pembelajaran yang dibangunnya di kelas. Pembangunan proses belajar ini selalu disiapkan dengan saksama dan beraturan. Tidak guru yang tidak merencanakan dengan baik. Guru selalu memulai dengan pedoman, standar yang telah ditentukan pemerintah dan mengambangkannya sesuai dengan konteks dan situasi yang dihadapinya. 21 | P a g e Guru sangat tidak mungkin membaca kurikulum apa adanya. Tugas utama guru, karena itu mengayakan kurikulum.Ia bertugas menghidupi kurikulum. Hanya orang hidup yang dapat menghidupi apa pun. Hidup dalam pengertian selalu maju, tidak pernah berhenti bergerak, dan bergerak, terus-menerus mengadakan perubahan ke arah kebaikan. Kehidupan guru berkisar sekitar perbaikan dan perubahan anak didik yang akan berjuang menjalankan kehidupan pada masa yang akan datang. Apa yang menyebabkan guru hidup?Beberapa hal disajikan di bawah ini. 1. Motivasi Guru dan persiapan mengajar. Motivasi ini niat yang dapat mendorong aktivitas ke arah yang diniatkan. Energi yang mengingatkan dan meningkatkan arah yang akan dituju. Motivasi itu mendesak kita melaksanakan kegiatan tertentu.Ada kekuatan yang menyebabkan bertenaga dalam melaksakan sesuatu pada saat motivasi masuk ke dalam diri kita.Segala hal menjadi mudah dilaksanakan dan direcanakan.Apa motivasi guru ada di kelas. Guru yang baik dan profesional menyusun strategi untuk kehidupan anak didiknya yang berjuang pada masa yang akan datang. Unsur motivasi inilah yang menjadikan guru menyiapkan pembelajaran dengan kesungguhan dan kekuatan penuh pada satiap melaksanakan pembelajaran. Guru yang bermotivasi ini akan selalu menyadari bahwa kegiatan pembelajaran itu kegiatan yang serius dan sungguh-sungguh, perlu didukung dengan keilmuan dan ketatacaraan yang tepat. Ia menyadari bahwa anak didik itu memerlukan berbagai kemampuan yang peningkatannya diawali dasar dari guru. Guru, pada dasarnya bertugas membuka peluang berkembang para anak didiknya. Jadi, motivasi akan mendesak guru mengembangkan kemampuannya dalam menyusun strategi penyelenggaraan pembalajaran di kelas. Peran motivasi akan menghilangkan keraguan tugas guru sebagai media kecerdasan anak didiknya. Guru yang menghidupkan kelas hanya terjadi jika didesak motivasi yang jelas, utuh, dan bersih. 2. Manajemen Sekolah dan Lingkungan Sekolah sebagai Syarat Praktik Mengajar Baik Guru tidak dapat bekerja sendirian. Pada saat di kelas ia sendirian melaksanakan pembelajarannya. Akan tetapi, sebelum di kelas berbagai persyaratan dan kondisi harus dilalui dan diperhitungkan.Segala gagasan bisa saja berhenti jika tidak didukung oleh kepala sekolah, jika peraturan sekolah tidak menghendakinya. Gagasan secemerlang apa pun tidak akan mungkin jalan jika peraturan tidak membuka peluang itu. Guru akan “menghidupi” dirinya sendiri dengan baik jika peluang memungkinkan, jika peluang dibuka. Kreativitasnya tidak terhambat hanya karena kekakuan manajemen sekolah.Mengelola sekolah, bagi kepala tidak hanya cukup bagaimana para guru aktif mengajar.Tujuan pembelajaran berkualitas perlu didukung dengan suasana yang diciptakan dengan nyaman di luar kelas.Lingkungan fisik yang menyehatkan dan lingkungan psikis juga menghangatkan. Guru berusaha menciptakan lingkungan di kelas dipengaruhi juga dengan apa yang terjadi di luar lingkungan kelas. Praktik baik mengajar di kelas hanya dapat tercapai 22 | P a g e dengan lingkungan baik di laur kelas.Lingkungan dalam pengertian kondisi, sarana dan prasarana pembelajaran memadai bagi kemungkinan guru mengungkapkan kemampuannya dengan benar.Menghidupkan kelas bermula dari gagasan cemerlang guru yang kemudian didukung dengan sarana yang memadai.Tanpa adanya dukungan sarana sangat sulit menghidupkan kelas pada masa kemajuan teknologi seperti sekarang. Guru pada masa kini tidak memahami teknologi akan tekalahkan oleh para siswanya. Bagi murid teknologi informatika menjadi bagian keseharian hidupnya. Kelengkapan sarana yang tertata dengan baik karena manajemen sekolah akan berakibat langsung pada kemampuan guru menghidupkan kelas. Dengan demikian kelas menjadi hidup dengan aktivitas para murid. Guru dan siswa berinteraksi instruksional dalam usaha menemukan kemampuan yang utama pada diri siswa. Peraduan antara guru dan siswa dalam berbagai aktivitas akan senantiasa memulihkan setiap keinginan berkembang. 3. Beridentitas Profesional Salah satu ciri profesional adalh tidak pernah lelah bekerja penuh kreasi.Ia tidak akan putus mencari hal baru untuk menunjang keahliannya sehingga dapat memperlihatkan kepada semua pihak kerja baiknya. Pikirannya dipenuhi dengan cara bagaimana selalu tampil baru, tidak membosankan, sesuai dengan aturan, dan memuaskan pihak yang ditujunya. Guru sangat mungkin jatuh pada posisi membosankan. Setiap saat ia bertemu dengan murid di tempat yang sama dan pada jam yang telah ditentukan. Materi yang disampaikan sama selama satu semester. Kesamaan dalam berbagai unsur itu bagi guru yang profesional akan dijadikan tantangan dengan mencari cara yang berbeda, dengan materi yang terus diperbarui, dengan sapaan yang berbeda. 4. Berjiwa Kualitas, Berpengetahuan dan Berpraktik Mengajar Guru harus memberikan seluruh kemampuannya pada saat berinteraksi dengan para muridnya. Persyaratan itu tidak dapat ditawar atau diganti dengan apa pun. Guru, dalam kondisi apa pun selalu harus mempunyai rencana pemberian materi ajar yang harus disampaikan kepada para muridnya. Bahkan guru yang berkualitas telah mempersiapkan satu tahun seluruh materi ajarnya. Penetapan materi ajar itu berbasis persiapan anak didik menghadapi masa depan, menjalani kehidupan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, segala hal yang berhubungan dengan kepentingan anak didiknya diperhatikan dengan sepenh hati dan sepenuh tanggung jawab. Dorongan kuat melakukan tanggung jawab ini karena jiwa yang berkualitas.Dorongan dari dalam menguatkan aktivitas kesehariannya.Ketekunannya karena mempunyai tujuan mulai ingin memuliakan anak didiknya. Jiwa guru berkualitas mengedepankan apa yang harus dimiliki anak didiknya agar tidak kesulitan menghadapi masa depannya. Apa yang dimilikinya sekarang harus ditumpahruahkan kepada anak didiknya agar mereka lebih segalanya dari dirinya. Proses pendewasaan anak didiknya dilakukan dalam proses pembelajaran. Lingkup guru berkisar sekitar praktik pembelajaran. Guru berpraktik mengajar dengan berbekal pengetahuan yang telah diolah untuk kemudahan bagi para anak didiknya. Mengajar diartikan guru sebagai bagian proses pendewasaan 23 | P a g e pada anak didik dalam waktu tertentu dan terjadwal secara tetap. Berpraktik mengajar direncanakan guru dengan mengikuti proses terentu sejalan dengan teori yang menuntutnya berbuat dengan benar. Pikiran-pikiran terbaik selalu dijadikan alasan berbuat bagi guru.Mungkin saja pernah berbuat salah.Akan tetapi, kesalahan itu tidak direncanakan dan disengajakan.Kesalahan teknis sangat mungkin, tetapi dalam hal materi ajar guru selalu berbuat menghidupkan kemampuan para anak didiknya.Potensi para murid dikeluarkan dengan sistematis.Dalam kondisi inilah guru mempunyai kewajiban utama. Guru berpengatahun dan berpengalaman dalam menjalani kehidupan. Para anak didik tentu saja sedang menjalani hidup dan berkeinginan hidup lebih berkualitas dan lebih baik. Perubahan sebagai inti mengajar selalu dipegang dan dipedomani guru dalam berbuat dan bertutur di kelas. Ia akan selalu mengamati dan mencermati perilaku para siswanya dalam jangkau waktu dan amatannya. Kekuatan guru ada pada keetrhubungan antara berpengetahuan dan berpraktik mengajar. Pengetahuan tidak selalu sejalan dengan garis kesuksesan praktik mengajar. Praktik mengajar tidak akan pernah berhenti pada sautu masa, pada saat guru masih berdinas dan menyandang kedudukan guru secara formal. E. MENGAJAR DENGAN HATI Guru dan sekolah tidak mungkin menyiapkan segalanya untuk anak didik. Bersekolah dibatasi waktu, tidak dapat bebas memberikan segala hal yang diminta para siswa. Akan tetapi, guru harus memberikan “jaminan” bahwa anak didiknya telah siap menghadapi kehidupan yang lebih rumit dibandingkan dengan kondisi kelas. Kurikulum sengaja disiapkan agar anak didik siap menghadapi kehidupan yang berbeda dengan sekarang. Masa depan selalu menjadi kata kunci tindakan guru di kelas dan juga kata kunci bagi penggantian atau perubahan kurikulum. Siapa yang menyusun kurikulum berarti mengetahui apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Penyusun kurikulum mempunyai tanggung jawab besar terhadap perkembanganbangsa ini pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, sesungguhnya kurikulum disusun tidak berdasarkan respons sesaat karena terjadinya sesuatu yang dikirakan tanggung jawab pendidikan. Kurikulum seharusnya desain besar yang menggambarkan peran, posisi, dan kemampuan bangsa kita pada masa yang akan datang. Apa yang terdapat dalam kurikulum adalah segala hal yang belum bernyawa, ia hanya tinta hitam di atas kertas. Maknanya sangat tergantung pada penafsir yang sangat beragam. Pedoman apa pun dan sebaik serta mendekati sempurna sebagaimana pun tetap akan berbalik pada kokinya, sutradaranya, ya gurunya. Guru seharusnya lebih pintar daripad penyusun kurikulum dalam aplikasinya. Pada posisi inilah tugas lembaga pelahir guru dituntun lebih serius membangun jiwa dan raga guru dan tugas pemerintah secara sistematis membangkitkan kerutinan para guru dengan gagasan-gagasan cemerlang. Gugus 24 | P a g e terdepan pembangkit seharusnya dan senyatanya ahli yang memahami kerja berat guru, bukan sekedar memberikan solusi setelah masalah ditemukan menurut versi tim yang terkadang tidak didasarkan investigasi menyeluruh. Kita harus bersamasama berpikir tentang membangun kecerdasan kehidupan bangsa, bukan sekedar mempekerjakan orang lain sebagai pekerjaan kita, sebagaimana yang kita maksudkan. Guru itu, jangan lupa sebuah kedudukan, sebuah jabatan, sebuah karier yang diperjuangkan dalam berbagai aktivitas sebagai pengejawantahannya. Guru adalah sejumlah peran dalam satu karier. Banyak aktivitas yang harus dijalankannya dan semuanya saling berkaitan. Peran-peran itu merupakan satu sistem yang harus dijalani dan dilewati dengan kesungguhan. Jadi, sebenarnya guru itu sebuah profesi yang kompleks. Artinya tidak sembarang orang dapat menjadi guru. Guru dapat dijalankan hanya oleh orang-orang yang tekun dan memang berniat menjadi bagian dari orang yang siap berbagi dan berinteraksi dalam berbagai kondisi. Guru harus mempunyai rasa cinta sesama. Bayangkan guru itu adalah (1) pengatur kelas pembelajaran siswa dan asesor pembelajaran, (2) perencana kurikukulum, (3) manajer perilaku, (4) model citraan, (5) pendidik nilai, (6) pendidik religius, (7) pekerja sosial, (8) pekerja kesehatan, dan (9) pemelihara emosional. Peran guru seperti dirinci di atas memerlukan konsentrasi dan kekuatan pengerahan fisik dan psikis yang cukup tinggi, di samping pengetahuan yang komplet. Pengaturan kelas pembelajaran siswa memerlukan pengetahuan tentang kelas dan karakter siswa yang harus dibinanya. Pengaturan siswa sebagai manusia memerlukan cara yang apik dan halus. Penganggapan terhadap siswa harus dilandasi dengan kasih sayang tulus. Kendala dapat diramalkan akan muncul jika tidak diantisipasi sejak dini dengan mengatur berdasarkan teori yang tepat guna, tepat tempat, dan tepat waktu. Hal yang harus dimunculan guru adalah bagaimana memunculkan kesadaran diri bahwa apa yang akan dijalaninya sangat penting. Keterkaitan antara rencana guru dan keinginan siswa bukan kegiatan yang begitu mudah. Kajian mendalam karakter siswa diperlukan sejak awal. Sangat mudah menggerakkan siswa terhadap penguasaan materi, tetapi apakah secara kejiwaan mereka beralih ke arah yang diinginkan. Pada posisi inilah guru sebagai model perilaku yang dibanggakan dan didambakan para siswa sebagai peserta didik. Peran guru di atas menjamin, Insya Allah jika dilaksanakan dengan segenap kemampuan kognitif dan emosi hati para siswa akan menjadi bermartabat. Memang mengajar hati adalah kegiatan menuntut ketertiban yang luar biasa pada perilaku guru. Inti mengajar hati adalah ikhlas dalam melaksanakan semua aktivitas keguruan dan kependidikan. Guru memang sebuah pekerjaan, tetapi perlu tambahan pada kata pekerjaan. Suasana kebatinan yang menentramkan pada saat berdiri di depan para pemuda harus diperlihatkan. Para siswa adalah sekumpulan jiwa-jiwa yang bergairah menemukan sesuatu yang lain, 25 | P a g e yang berbeda dengan apa yang ditemuinya selama ini. Guru yang hanya melihat fisik siswa akan mengecewakan bangsa ini. Ia hanya memberikan pilihan-pilihan materi. Materi harus berupa bahan kajian yang menjadi media penambahan perlahan terhadap kematangan jiwa para siswa. Pada sisi inilah yang terkadang dilupakan para guru. Mereka pada umumnya menyibukkan diri pada persiapan penulisan rencana pembelajaran yang terkadang jarang dimutakhirkan. Pembelajaran hati adalah langkah mengamati mata binar para siswa dengan mengajak berpengalaman ke dunia lain sehingga mereka selalu bergairah dalam beraktivitas di kelas. Kenyamana dan kegairahan adalah pokok dalam proses pembelajaran di kelas setiap saat, sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Jadwal tetap itu seharusnya merupakan tahapan pembawaan siswa ke dunia bereda dari apa yang dialami sehari-hari. Kelas itu sejatinya tempat pengkajian tentang permasalahan kehidupan yang akan mendewasakan siswa secara bertahap. Faktor kedewasaan menjadi penting dikedepankan sebagai perilaku kebertanggungjawabannya sebagai manusia yang berhubungan dengan sesama makhluk Allah; manusia dan lingkungan sekitarnya. Sentuhan perilaku hati guru harus dijadwalkan dengan memberikan gambaran penuh kepada siswa apa yang akan dilakukannya di kelas, apa yang akan mereka peroleh, dan terutama para siswa harus menyadari tentang keharusan hadir di kelas. Kehadiran mereka harus utuh; jiwa dan raganya. Hal paling mudah mengajar fisik, mudah terdeteksi. Guru pada umumnya dimudahkankan mengajarkan fisik kepada siswa. Materi ajar seperti matematika, bahasa Inggris, bahasa Indonesia mudah mengontrolnya; paham dan tidak paham dapat seketika diketahui. Akan tetapi mengajar hati sangat sulit, memerlukan waktu lama mendeteksinya. Pembelajaran hati harus dengan hati tanpa henti. Dari hati ke hati adalah prinsip yang seharusnya dijalankan oleh guru. Penyentuhan hati siswa dengan hati-hati harus dilakukan guru. Cara ragam membawa guru pada keharusan berpikir habis-habisan tentang kenyamanan, ketenangan jiwa pada saat melaksanakan pembelajaran hati. Kegelisahan guru selama ini harus disembuhkan dengan kelembutan aturan yang dibijaksanai pemerintah. Kegelisahan dalam hal memikirkan para siswa adalah hal yang positif dan itu harus ada dalam diri para guru. Gelisah karena memikirkan masa depan para siswanya. Pandangan guru tentu saja lebih luaa dan dalam dibandingan dengan siswa. Akan tetapi, siswa pada masa sekarang pada umumnya telah banyak menjelajah yang menjauh dari usia, pengetahuannya, pengalamannya, dan kematangannya. Hal ini yang sebetulnya digelisahkan guru profesional yang mengajar berdasarkan hati. Mereka telah menyerap unsur-unsur tertentu sebelum menyiapkan diri dalamnya sehingga perilaku dan pikiran, serta perasaan tidak seimbang. Unsur penyeimbang ini yang sangat penting. Hati sesungguhnya dalam berbagai aspek merupakan penyeimbang. Guru harus mengajarkan dan 26 | P a g e mendidikan keseimbangan hati pada siswa dengan cara bijak dan argumentatif. Pembelajaran hati hanya dapat disampaikan oleh seseorang yang mempunyai hati bersih. Kebersihan hati dicapai dengan keikhlasan menerima yang seharusnya memang diterimanya dan menolak yang memang bukan bagiannya. . F. PADA AKHIRNYA 1. Guru mempunyai peran penting dalam mengejawantahkan kurikulum dengan segala perangkatnya. Apa yang terkonsep dalam kurikulum sebagai niat awal yang menunggu dicernakan dalam bentuk skenario pembelajaran yang matang atas pertimbangan tertetnu. 2. Kurikulum 2013 menyediakan sederatan konsep yang sistematik dan jika dijalankan dengan kecerdasaran kognitif, emotif, dan spirtual kemungkinan besar akan mewujdukan tujuan kurikulum itu sendiri. 3. Pendidikan karakter diejawantahkan dalam bentuk perilaku para guru, perlaku mengajar yang bernuansa akademik dengan dasar hati; kepedulian terhadap masa depan anak-anak bangsa yang pada saatnya akan memeroleh tanggung jawab membangun bangsa, keinginan untuk selalu berbuat baik demik kebaikan dan dengan cara-cara yang baik. 4. Pembelajaran hati yang diperilakukan lebih baik dan lebih menyentuh dibandingan ajaran bertumpukan kata. Guru akan mampu menjadi teladan selama ia memang menginginkannya dan pemerintah memberikan keleluasaan kepada guru untuk berekspresi, berkreatif, dan bertanggung jawab atas segala hal yang diterjadikannya di kelas. Dengan kekuatan yang diarahkan ke jalan benar dan dengan cara yang baik, kita akan menjadi bangsa bermartabat. Insya Allah. 5. Pendidikan karakter tanggung jawab seluruh unsur bangsa, terutama pemerintah harus mampu menciptakan suasana kondusip yan dapat menenagkan anak-anak didik berkreasi secara kreatif, masyarakat menjalankan aktivitasnya dengan ketanengan, para guru dan siswa terhindar dari kewas-wasan pada saat menjalankan aktivitas pembelajarannya. RUJUKAN A Framework for School Success 11 Principles of Effective Character. (2010). United States of America: Published and distributed by Character Education Partnership. 27 | P a g e Bohlin, K. R. (1999). Building Character in School : Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint. Lickona, T. (Volume 179, NUmber 2, 1997). The Theacher's Role in Character Education. Journal of Education , 63-80. 28 | P a g e