Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Evaluasi Beberapa Media Agar dalam Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Aerobik pada Penelitian Perikanan Asfie Maidie1 dan Sugita Haruo2 1 Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Kampus G. Kelua Samarinda 75123. email:[email protected], 2 Laboratory of Aquaculture and Environmental Biotechnology College of Bio-resource Science Nihon University 1866-Kameino, Fujisawa-shi, Kanagawa-ken, Japan 252-0880 email: [email protected] Abstract Asfie Maidie dan Sugita Haruo . 2013. Evaluation of Multiple Media for The Calculation of Total Aerobic Bacteria Colonies on Fisheries Research. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. Recent methods in enumeration of bacteria basically are according to its gene or DNA. This method however is sophistically which can reach some degree of bacteria number than old method using culture technique, but has a weakness because the observed bacteria can not be studied to its behavior, life cycle, or usefulness to the human life and environment without cultured on a media. This research was studied some of agar media i.e.: Plate Count, HPCA, 1/20 PYBG, PYBG, TSA, PEA, and 1/3 NBGT to know the number of aerobic bacteria can be enumerated in intestinal content of tilapia (Oreochromis niloticus), gold fish (Carassius auratus), and climbing perch (Anabas testudineus), sea weed (Kappaphycus alvarezii), and water. The result shown that the HPCA, 1/20 PYBG, PYBG, and TSA can enumerate bacteria more than Plate Count, PEA, and 1/3 NBGT. Keywords: Media; Bacteria; Fisheries study Abstrak Metode yang berdasar pada gen atau DNA merupakan metode yang akhir-akhir ini sangat berkembang dalam perhitungan bakteri. Metode dengan berdasarkan pada DNA ini memang sangat akurat dengan jumlah bakteri yang terukur adalah lebih banyak jika dibanding dengan metode lama menggunakan teknik kultur diatas media agar, tetapi memiliki kelemahan bahwa bakteri itu tidak dapat diketahui tingkah lakunya, siklus hidup, ataupun kemanfaatannya bagi kehidupan manusia dan lingkungan tanpa mengulturnya diatas media agar. Penelitian kali ini menggunakan beberapa media agar yaitu: Plate Count, HPCA, 1/20 PYBG, PYBG, TSA, PEA, dan 1/3 NBGT untuk membandingkan berapa banyak bakteri aerobic yang bisa dihitung pada sample kandungan intestine dari nila (Oreochromis niloticus), ikan mas koki (Carassius auratus), dan betok (Anabas testudineus), rumput laut (Kappaphycus alvarezii), dan air. Kesimpulan menunjukkan bahwa HPCA, 1/20 PYBG, PYBG, dan TSA dapat menumbuhkan bakteri lebih banyak dibandingkan Plate Count, PEA, dan 1/3 NBGT. Kata kunci: Media; Bakteri; Penelitian perikanan Pendahuluan Kuantifikasi microflora atau bakteri dalam penelitian kesehatan masyarakat, pangan, ataupun perikanan sering dilakukan untuk mengetahui komposisi dan peran microflora dalam suatu mikroekosistem ataupun makroekosistem. Cukup banya metode yang biasa digunakan dalam kuantifikasi microflora ini, dan metode yang berdasarkan pada DNA dan RNA seperti: PCR, fluorescent in situ hybridization atau FISH, dan DNA sequencing akhir-akhir ini memang lebih banyak digunakan dibandingkan metode lama yang menggunakan teknik kultur (Muyzer, 1998; Wilson dan Blitchington, 1996; dan Ward et al., 1992). Walaupun sebelumnya beberapa metode yang lebih baik dari metode kultur di atas media agar telah pula dilakukan, seperti metode perhitungan microflora dengan menggunakan enzyme luciferase untuk menghitung microflora berdasakan aktifitas ATP pada bakteri yang hidup (bioluminescent ATP techniques) (Stanley, 1989), 124 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 menggunakan suatu zat fluorescent 4’,6-diamidino-2-phenylindol (DAPI) yang bereaksi dengan DNA microflora pada metode membrane filter technique atau perhitungan secara langsung jumlah total sel microflora di bawah pemeriksaan secara microscopy (Porter dan Feig, 1980), ataupun metode penggunaan zat warna lain seperti Allamar Blue dengan metode spectroscopy. Demikian halnya juga pada penelitian di bidang perikanan, Wagner et al. (1993) menggunakan metode FISH untuk mempelajari struktur komunitas proteobacteria pada lumpur aktif dan diperoleh kesimpulan bahwa metode kultur diatas media agar Luria-Bertani (LB) hanya berhasil mengisolasi bakteri dari group γ –proteobacteria dan sedikit β-proteobacteria, sementara FISH berhasil mendeteksi ά, β, dan γ-proteobacteria sekaligus. Hasil penelitian Asfie (2000) dan Asfie et al. (2003) menunjukkan bahwa jumlah microflora atau bakteri yang berhasil terukur dengan menggunakan metode kultur di atas media agar dalam kondisi aeraobic dan anaerobic pada material di saluran intestine ikan koki Carassius auratus, nila Oreochromis niloticus, dan mas Cyprinus carpio, ternyata lebih rendah melebihi 30% dari jumlah bakteri yang berhasil dideteksi dengan menggunakan metode FISH. Demikian juga hasil dari penelitian Sugita et al. (2005) pada 10 10 ikan-ikan laut menunjukkan hasil 2,9 x 10 cell/g hingga 3,0 x 10 cell/g pada perhitungan dengan 3 metode FISH dibandingkan dengan metode culture pada media agar dengan hasil 1,9 x 10 CFU/g 9 hingga 4,2 x 10 CFU/g. Walaupun metode perhitungan microflora atau bakteri di atas media agar adalah menghasilkan lebih rendah dari yang diperoleh dengan menggunakan metode berdasarkan DNA atau RNA, tetapi metode kultur masih tetap dipergunakan apabila study itu dilanjutkan untuk mempelajari lebih jauh sifat dan manfaat dari microflora atau bakteri yang berhasil diisolasi. Sehubungan dengan hal ini kami mencoba menganalisis beberapa media agar yang biasa dipakai dalam penelitian perikanan, yang hasilnya diharapkan dapat memberikan informasi media agar yang dapat menghasilkan jumlah microflora paling maksimal tetapi juga sekaligus dapat untuk dipelihara bagi study selanjutnya. Metode Penelitian Percobaan I Sebanyak 20 ekor anakan ikan nila (Oreochromis niloticus) varietas Jepang ukuran panjang ± 1,5 cm dipelihara dalam wadah Styrofoam ukuran 40 x 30 x 30 cm3 dengan ketinggian air 15 cm dan diperlengkapi dengan satu buah batu aerasi. Pakan berupa cincangan artemia dewasa diberikan dua kali sehari secara ad libitum. Setiap pagi hari dilakukan penyiponan kotoran sisa pakan dan feces hingga air media tersisa 2/3 dan selanjutnya ditambahkan air baru yang diambil dari keran PDAM hingga volume kembali ke level awal. Feces diambil setelah proses penyiponan dan pemberian pakan, yang diambil tidak melebihi 10 menit setelah feces dilepaskan. Feces diambil dengan disedot menggunakan pipet kaca steril dan ditaruh di atas kertas kimwipe® steril, dan selanjutnya diambil dengan mengunakan sendok kaca steril dan diencerkan dalam larutan pengencer yang sudah ditentukan volume dan ditimbang beratnya pada timbangan elektrik dengan ketelitian 0,01 mg. Larutan pengencer disusun menurut Sakata dan Yoshikawa (2000) yang tiap liternya mengandung: 1000 mL air suling bebas ion, 0,5 g L-Cysteine HCl-monohydrate (SigmaAldrich), dan 1 g agar (Agar No.1 Oxoid), yang dibuat kedalam pH 7,6 dan diautoclave untuk mensterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit. Pengenceran dilakukan dalam satu seri: 101, 102, 103, 104, 105 dan 106, yang dilakukan diatas pecahan batu es untuk mengurangi kecepatan pembelahan sel microflora. Hasil pengenceran selanjutnya disimpan pada suhu sekitar 10oC selama sekitar 30 menit sampai proses penebaran di atas media agar. Sebanyak 50 μL masing-masing hasil pengenceran ditebar diatas media agar aerobic yang dilakukan di dalam clean bench yang sebelumnya telah disterilkan dengan menyemprotkan alcohol 70% dan selanjutnya dengan penyinaran UV selama 15 menit. Media yang dicobakan adalah media rendah nutrisi HPCA menurut APHA, AWWA, WPCF (1998) yang tiap liternya tersusun dari 3 g peptone (BBL Trypticase peptone); 0,5 g soluble casein (Merck); 0,2 g K2HPO4 (Merck); 0,05 g MgSO4 (Merck); 0,001 g FeCl3 (Merck); 10 g Agar (Agar No. 1 Oxoid), dan 1 L air suling, dan 125 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 disesuaikan kedalam pH 7,2. Media lain yang digunakan adalah media agar bernutrisi lebih tinggi TSA menurut Kawai et al (1988) yang tersusun dari: 15 g casein peptone (BBL Trypticase peptone), soy peptone (BBL Phytone peptone), 5 g NaCl (Wako Chemical), 15 g agar (Agar No.1 Oxoid) yang dilarutkan dalam 1000 mL air suling dan dibuat ke dalam pH 7,3. Kedua jenis media ini selanjutnya disterilisasi dengan diautoclave pada suhu 121oC selama 15 menit, dan dituang ke dalam petridish steril setelah mencapai suhu sekitar 40oC. Selain itu dicoba juga untuk menumbuhkan lactobacilli, yaitu dengan menambahkan jus tomat (Dole®) sebanyak 5% pada saat media akan dituang ke dalam petridish (suhu media agar sekitar 40℃). Inkubasi sample dilakukan pada suhu 30oC selama 48 jam. Pada penelitian I ini terdapat 4 macam media yang dicobakan, yaitu: media HPCA, HPCA+5% juice tomat, TSA, dan TSA+5% juice tomat), yang diulang sebanyak 3 ulangan. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan sama dan diuji lanjutan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% dan 1% (Bhujel, 2008; Gomez dan Gomez, 1983). Percobaan II Ikan mas koki (Carassius auratus) ukuran panjang ± 10 cm sebanyak 5 ekor dipilih secara acak dari sekitar 300 ekor ikan yang dipelihara dalam wadah pemeliharaan berupa bak semen ukuran 3 x 2 x 1,5 m3 dengan ketinggian air ± 50 cm yang dilengkapi dengan top filter system resirkulasi tertutup. Ikan diberi pakan secara ad libitum sekali sehari dengan menggunakan pakan untuk ikan salmon pellet super 8 (produksi Kyousei). Sebelum dibedah, seluruh permukaan ikan dilap dengan kertas kimwipe® untuk menghilangkan lendir, selanjutnya dilap lagi menggunakan kapas yang telah dibasahi alcohol 70%. Secara aseptic ikan dibedah dengan mengunakan scalpel diatas hancuran es batu, dan selanjutnya diambil potongan intestine-nya dengan bantuan pinset steril. Selanjutnya isi dari potongan intestine ini dituang ke larutan pengencer yang sudah ditentukan volume dan ditimbang beratnya. Langkah penelitian selanjutnya adalah sama seperti pada percobaan I. Sebanyak 50 μL masing-masing hasil pengenceran ditebar diatas media agar aerobic HPCA dan TSA seperti pada Percobaan I, dan pada media PEA menurut Kawai et al (1988), yang tersusun dari: 15 g casein peptone (BBL Trypticase peptone), 5 g soy peptone (BBL Phytone peptone), 50 mL defibrinated horse blood, NaCl (Wako Chemical), 2,5 g phenyl-ethyl-alcohol (Merck), 15 g Agar (Agar No. 1 Oxoid), dan 950 mL air suling, dengan pH media 7,3. Sedangkan media 1/3 NBGT yang sebenarnya adalah media untuk kultur secara anaerobic dicobakan dipakai untuk kondisi aerobic, menurut Sakata et al (1980) tersusun dari: 40 g EG medium (Eiken Chemical); 0,3 g sodium taurocholate (Sigma); 70 mg fradiomycin sulfate (Nippon Kayaku); 50 mL defibrinated horse blood; 950 mL air suling, pada pH medium 7,3. Sedangkan media TSA, dan tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah sama seperti pada Percobaan I. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (sebagai kelompok adalah individu ikan sebanyak 5 ekor dan perlakuan media sebanyak 4 macam) dan analisis lanjutan Uji Jarak Berganda Duncan menurut Bhujel (2008) dan Gomez dan Gomez (1983). Percobaan III Sampel rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan media air laut diambil dari wilayah budidaya rumput laut Kabupaten Nunukan di lokasi Mamolo, Mansapa, Nunukan Barat, dan Sebatik Barat dengan pembudidayaan secara long line di permukaan. Sampel air laut diambil dan ditaruh pada wadah steril sebanyak 1 L dan disimpan dalam cool box yang diberi batu es hingga suhu turun dibawah 10oC. Demikian juga dengan sample rumput laut sehat yang diambil sebanyak ± 200 g dan sekaligus dengan air laut medianya, sesegera mungkin dibawa ke laboratorium untuk dianalisis (kurang dari 1 x 24 jam). Setelah rumput laut dibilas singkat sebanyak 3 kali dengan air laut sterile, selanjutnya dicoba untuk mengolah sample rumput laut melalui penggerusan ataupun perajangan, tetapi ukuran partikel rumput laut yang masih besar menyulitkan untuk dilakukan proses pengenceran. Akhirnya dilakukan pengambilan sample sepanjang 1 cm dan ditimbang beratnya, kemudian sample dimasukkan ke dalam wadah berlarutan pengencer dan dikocok kuat selama 60 detik, dan larutan hasil pengocokan ini selanjutnya diencerkan seperti pengenceran sampel biasa. 126 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Sebanyak 50 μL masing-masing hasil pengenceran ditebar diatas media agar aerobic PYBG dan 1/20 PYBG untuk sample dari air laut. Media agar PYBG dan 1/20 PYBG disusun menurut Kawai et al. (1988), yang tiap liter media PYBG tersusun dari: 10 g casein peptone (BBL Trypticase peptone), 5 g soy peptone (BBL Phytone peptone), 2,4 g ekstrak daging (Merck), 2 g ekstrak yeast (BBLYeast extract), 1 g glucose (Merck), 15 g agar (Agar No.1 Oxoid), dan 500 mL air laut (salinitas 33 ppt) yang sudah disaring dengan 0,45 millipore membrane dan diautoclave pada suhu 121oC selama 15 menit, dan 500 mL air suling, dengan pH media 7,5. Sedangkan media 1/20 PYBG tersusun dan diperlakukan sama seperti media PYBG dengan konsentrasi bahan /L hanya 1/20 bagiannya. Langkah percobaan selanjutnya sama seperti pada Percobaan I dengan analisis data dilakukan menggunakan Uji t-Student tidak berpasangan menurut Steel dan Torrie (1993). Percobaan IV Ikan pepuyu (Anabas testudineus) sebanyak lebih dari 30 ekor dalam keadaan hidup diperoleh dari pasar local, diantaranya dipilih secara acak 4 ekor berukuran panjang sekitar ±12 cm. Secara aseptic ikan-ikan ini dibedah dan diambil intestine-nya seperti pada Percobaan II. Sebanyak 50 μL masing-masing hasil pengenceran ditebar diatas media agar aerobic 1/20 PYBG untuk sample dari air tawar, media TSA, media Plate Count, dan media HPCA. Media 1/20 PYBG untuk air tawar disusun menurut Kawai et al. (1988), yang tiap liter media 1/20 PYBG tersusun dari: 0,5 g casein peptone (BBL Trypticase peptone), 0,25 g soy peptone (BBL Phytone peptone), 2,4 g ekstrak daging (Merck), 0,1 g ekstrak yeast (BBL Yeast extract), 0,1 g glucose (Merck), 15 g agar (Agar No. 1 Oxoid), dan 1000 mL air suling, dengan pH media 7,5. Media Plate Count disusun berdasarkan APHA, AWWA, WPCF (1998) yaitu tersusun dari 5 g tryptone (BBL Trypticase peptone), 2,5 g yeast extract (BBL Yeast extract), 1 g glucose (Merck), 15 g Agar (Agar No. 1 Oxoid), dan 1000 mL air suling. Media plate count agar ini dibuat pada pH 1,0±0,2. Media HPCA dan TSA dibuat seperti pada Percobaan I. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (sebagai kelompok adalah individu ikan: 4 ekor dan perlakuan media 4 jenis) dan analisis lanjutan Uji Jarak Berganda Duncan seperti pada Percobaan II, sehingga dalam penelitian ini terdapat 16 unit percobaan. Hasil dan Pembahasan Kandungan bakteri pada kotoran (feces) ikan nila Hasil perhitungan (enumerasi) bakteri pada semua media yang digunakan (HPCA, HPCA+5% jus tomat, TSA, dan TSA+5% jus tomat) menunjukkan jumlah bakteri yang bisa terkultur secara aerobic (log CFU/g sample) adalah 7,60±0,15 (nilai rata-rata ± simpangan baku, n= 12). Jumlah bakteri pada kotoran ikan nila kali ini terlihat lebih rendah daripada yang ditemukan oleh Sugita et al. (1989) dengan total viable count (aerobic dan anaerobic) mencapai magnitude 109, dan mencapai magnitude 1010 pada tilapia yang dipelihara pada lingkungan air laut (Sugita et al., 1982), demikian juga jika dibandingkan dengan total bakteri aerobic intestine yang terukur melalui metode kultur dengan menggunakan media aerobic TSA dan 1/20 PYBG untuk air tawar oleh Asfie et al. (2011) yang mencapai magnitude 109:8,34±1,26 log CFU/g (1/20 PYBG); 8,22±1,17 log CFU/g (TSA). Tetapi perbedaan jumlah bakteri dari beberapa penelitian dengan menggunakan metode kultur diatas media agar ini biasa terjadi dikarenakan intestinal flora dari ikan nila dicirikan dengan adanya perubahan jumlah dan jenis dengan basis harian dan individu (Sugita et al., 1989). Tabel 1. Hasil analisis uji jarak berganda Duncan terhadap nilai rata-rata bakteri aerobic terkultur pada media agar dari sample feces ikan nila. Nilai rata-rata Taraf nyata Media (log CFU/g sample) 5% 1% HPCA 7,77 a a TSA+5% jus tomat 7,59 ab a TSA 7,55 ab a HPCA+5% jus tomat 7,49 b a *nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata. 127 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Hasil sidik ragam (ANOVA) data enumerasi bakteri feces ikan nila pada 4 jenis media yang dicobakan menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata dalam keragaman (P>0,05) diantara media agar yang dipakai, hanya pada uji lanjutan menunjukkan adanya perbedaan (P<0,05) antara media HPCA terhadap media yang sama tetapi ditambahkan 5% jus tomat, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Penambahan jus tomat yang kaya akan monosakarida dimaksudkan agar lactobacilli dapat tumbuh selain miroflora yang biasa tumbuh diatas media HPCA, sepertinya tidak menunjukkan adanya penambahan jumlah tetapi justru bakteri yang tumbuh adalah lebih sedikit jika dibanding dengan media HPCA tanpa jus tomat. Tetapi kecenderungan berbeda terlihat dari TSA+5% jus tomat yang justru tak berbeda dengan hasil dari media HPCA dan sedikit melebihi rata-rata dari media TSA saja dalam jumlah bakteri yang berhasil dihitung. Mungkin dari percobaan ini bisa menunjukkan bahwa pemberian jus tomat baru akan memberikan dampak pada jumlah bakteri yang tumbuh apabila media dasar yang digunakan adalah media yang tinggi nutrisi seperti pada media TSA. Kandungan bakteri pada intestine ikan mas koki Hasil perhitungan jumlah bakteri menunjukkan nilai terendah yang diperoleh adalah pada media PEA sebesar 6,99 log CFU/g sample, dan nilai tertinggi pada media HPCA sebesar 9,70 log CFU/g sample. Secara keseluruhan nilai-nilai hasil pengamatan berada pada kisaran (nilai rata-rata ± simpangan baku, n= 20) : 8,74±0,88 log CFU/g sample. Nilai ini sudah mendekati hasil penelitian Asfie et al. (2003) yaitu sebesar magnitude 1010 untuk total viable count yang merupakan total jumlah bakteri aerobic dan anaerobic yang berhasil terkultur. Tabel 2. Hasil analisis uji jarak berganda Duncan terhadap nilai rata-rata bakteri aerobic terkultur pada media agar dari sample intestine ikan mas koki. Nilai rata-rata Taraf nyata Media (log CFU/g sample) 5% 1% HPCA 9,46 a a TSA 9,33 b ab 1/3 NBGT 8,26 c bc PEA 7,91 c c *nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata. Pengelompokan (block) dengan berdasar pada individu ikan yang menjadi sample ternyata tidak menunjukkan keragaman (ANOVA) yang berbeda nyata (P>0,05). Tetapi keragaman pada perlakuan jenis media agar yang justru menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Hasil penelitian Sugita et al. (1990) memang menunjukkan adanya variasi jumlah dan jenis microflora atas dasar harian dan individu, yang diteliti pada ikan mas biasa (Cyprinus carpio), tetapi belum diketahui apakah variasi ini juga terjadi pada keluarga Cyprinidae yang lain seperti pada ikan mas koki. Dari uji lanjutan diketahui bahwa HPCA sama seperti pada Percobaan I adalah memberikan nilai rata-rata tertinggi dibanding media lain yang dicobakan bagi bakteri aerobic yang berhasil dihitung (P<0,01) seperti yang terlihat pada Tabel 2. Sementara TSA yang lebih tinggi kandungan nutrisinya justru berada diurutan kedua. Belum diketahui apakah di dalam isi intestine ikan mas koki bakteri gram positive berada dalam jumlah yang memang sedikit, tetapi media PEA yang lebih mengkhususkan dalam menumbuhkan bakteri gram positive ini (Kawai et al., 1988) terlihat memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam jumlah bakteri yang berhasil tumbuh, seperti yang juga terlihat pada media 1/3 NBGT yang dikhususkan untuk menumbuhkan bakteri anaerobic utamanya dari group Bacteroidaceae. Tetapi hasil penelitian kali ini masih lebih tinggi (108) dibanding hasil dari hasil penelitian Sakata et al. (1980) yang memperlihatkan bahwa media ini hanya sanggup menumbuhkan bakteri aerobic hingga magnitude 104, tetapi mencapai magnitude 107 dalam kondisi anaerobic pada sample intestine ikan mas koki. Kandungan bakteri pada media air laut dan rumput laut Kennish (2001) dan Yoshida (1973) menyebutkan bahwa bakteri aerobic terkultur pada air 4 laut umumnya berkisar dibawah magnitude 10 , dan akan meningkat melebihi ini apabila perairan 128 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 laut itu tercemar dengan bahan organic. Hasil penelitian kali ini juga menunjukkan hal demikian dimana pada perairan laut di Kabupaten Nunukan ini bakteri aerobic terkultur hanya mencapai 4 maksimal magnitude 10 (nilai rata-rata ± simpangan baku dan n= 8, adalah: 3,92 ± 0,47 log CFU/mL sample). Hasil pengujian keragaman (Uji F) menunjukkan bahwa air laut yang dikultur pada media PYBG dan 1/20 PYBG untuk air laut menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05), demikian juga nilai rata-rata pengamatan menunjukkan hasil Uji t-student yang kurang lebih sama (P<0,05). Dengan tanpa memperhatikan jenis-jenis bakteri yang mungkin berbeda, sepertinya terlihat bahwa bakteri yang hidup di laut Kabupaten Nunukan ini mampu untuk hidup pada kondisi lingkungan perairan yang kaya nutrisi atau kondisi sebaliknya (rendah nutrisi) dengan sama baiknya. Beberapa metode untuk mengambil mikroflora di permukaan rumput laut telah dilakukan, seperti teknik scraped menggunakan batang kapas (swab) steril yang tidak dengan tujuan perhitungan jumlah bakteri (Lemos et al., 1985), ataupun dengan pengerikan pada luasan tertentu permukaan rumput laut yang berbentuk pipih untuk kuantifikasi bakterinya (No, 1984). Tetapi kedua teknik sampling untuk rumput laut ini sepertinya sulit untuk dilakukan pada Kappaphycus alvarezii yang berbentuk batang kenyal bulat licin berlendir. Bakteri yang menempel pada permukaan rumput laut adalah 1 magnitude melebihi jika dibandingkan dengan air laut media hidupnya, yaitu: 4,84 ± 0,78 log CFU/g sample (nilai rata-rata ± simpangan baku, n = 8). Bakteri yang hidup menempel pada batang rumput laut biasanya berbentuk suatu mikroekosistem dengan berbagai microba dan macrofita renik lainnya dalam bentuk biofilm ataupun periphyton. Hal ini menyebabkan bakteri yang menempel pada permukaan suatu benda di perairan laut akan menjadi lebih padat populasinya jika dibandingkan dengan bakteri pada media air laut sendiri, dimana bakteri-nya hidup dalam sel-sel tunggal sebagai plankton (Kennish, 2001). Kepadatan bakteri yang tumbuh pada media PYBG dan 1/20 PYBG memiliki keragaman yang sama (P>0,05) berdasarkan Uji F, tetapi memiliki nilai rata-rata yang sangat berbeda nyata (P<0,01) pada Uji t-student yang menunjukkan bahwa media PYBG memiliki nilai rata-rata jumlah bakteri (5,19 log CFU/g sample) yang lebih tinggi secara statistic jika dibandingkan dengan bakteri yang tumbuh pada media 1/20 PYBG (4,60 log CFU/g sample). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa bakteri yang hidup menempel pada rumput laut adalah dalam lingkungan yang kaya nutrisi sehingga akan lebih banyak tumbuh apabila dikultur pada media yang juga kaya nutrisi. Kandungan bakteri pada intestine ikan pepuyu Hasil percobaan menunjukkan bahwa bakteri aerobic yang terkultur dari isi intestine ikan pepuyu adalah terendah 6,01 log CFU/g sample, dan tertinggi 10,24 log CFU/g sample. Secara umum, konsentrasi bakteri aerobic terkultur pada sample intestine ikan ini adalah: 7,33 ± 1,45 log CFU/g sample (nilai ratarata ± simpangan baku, n= 16). Hasil ANOVA menunjukkan bahwa terjadi perbedaan keragaman jumlah bakteri yang sangat nyata (P<0,01) pada masing-masing individu ikan. Tetapi tidak demikian halnya dengan keragaman pada perlakuan media yang menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Jika dibandingkan dengan hasil pada Percobaan I dan Percobaan II, maka pada Percobaan IV ini media rendah nutrisi HPCA dan 1/20 PYBG yang selalu memiliki jumlah bakteri aerobic terkultur yang lebih tinggi ternyata justru berada pada level dibawah media kaya nutrisi TSA dan Plate Count (Tabel 3). Sepertinya ada kecenderungan bahwa bakteri aerobic yang hidup pada intestine ikan pepuyu ini adalah bakteri yang biasa hidup pada kondisi nutrisi yang lebih tinggi, sehingga begitu dikultur diatas media agar, mereka akan hidup baik pada media agar kaya nutrisi seperti TSA dan Plate Count. Tabel 3. Hasil analisis uji jarak berganda Duncan terhadap nilai rata-rata bakteri aerobic terkultur pada media agar dari sample intestine ikan pepuyu. Nilai rata-rata Taraf nyata Media (log CFU/g sample) 5% 1% TSA 7,76 a a Plate Count 7,37 ab a 1/20 PYBG 7,27 ab a HPCA 6,93 b a *nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata. 129 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Kesimpulan dan Saran Dapat disimpulkan bahwa media HPCA, 1/20 PYBG, PYBG, dan TSA dapat menumbuhkan bakteri lebih banyak dibandingkan Plate Count, PEA, dan 1/3 NBGT. Media yang memiliki nutrisi yang rendah HPCA dan 1/20 PYBG terlihat memiliki kecenderungan untuk mampu menumbuhkan bakteri lebih banyak jika dibandingkan dengan media kaya nutrisi seperti PYBG, TSA, Plate Count, PEA, maupun 1/3 NBGT. Tetapi dengan melihat hasil analisis statistic yang juga menunjukkan bahwa ada ketidak berbedaan secara nyata antara media kaya nutrisi dan rendah nutrisi maka akan lebih baik apabila dalam penelitian perikanan selalu menggunakan sekaligus media kaya dan rendah nutrisi. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan biaya dan kesempatan penelitian dari DP3M DIKTI dan MONBUKAGAKUSHO atas terselenggaranya penelitian ini. Ucapan terima kasih khusus diberikan kepada Dr. Yoshiaki Deguchi yang selalu memberikan semangat untuk melakukan penelitian. Terimakasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah turut ambil bagian dalam membantu terselenggaranya penelitian ini. Semoga amalnya memperoleh balasan yang sebaik-baiknya dari Tuhan YME. Daftar Pustaka APHA., AWWA. dan WPCF. 1998. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association, Washington. Asfie, M. 2000. Penelitian Ekologi Molekuler pada Komunitas Microflora di Intestine Ikan. Disertasi pada Program Doctor Ilmu-ilmu Pertanian di Nihon University (dalam Bahasa Jepang). Nihon University, Tokyo. Asfie, M., A.N. Sarwono, G. Asikin, Septiani dan I.F. Almadi. 2011. Mikroflora Intestin Aerob penghasil Vitamin B12 pada Ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila (Oreochromis niloticus), dan Patin (Pangasius sp) yang Dipelihara dalam Keramba Apung di Sungai Mahakam. Aquaculture Indonesiana, 1: 53-58. Asfie, M., T. Yoshijima dan H. Sugita. 2003. Characterization of the Goldfish Fecal Microflora by the Fluorescent in situ Hybridization Method. Fisheries Science, 69: 21-26 Bhujel, R.C. 2008. Statistic for Aquaculture. Willey-Blackwell, USA. Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1983. Statistical Procedures for Agricultural Research. Wiley and Sons, USA. Kawai, S., H. Sugita dan Y. Deguchi. 1988. Metode Penelitian Lingkungan Perairan (dalam Bahasa Jepang). Koseisha Koseikaku, Tokyo. Kennish, M. J. 2001. Practical Handbook of Marine Science, Third edition. CRC Press, Boca Raton. Lemos, M.L., A.E. Toranzo and J.L. Barja. 1985. Antibiotic Activity of Epiphytic Bacteria Isolated from Intertidal Seaweeds. Microbial Ecology, 11: 149-163. Muyzer, G. 1998. Structure, Function and Dynamic of Microbial Communities: the Molecular Biological Approach. NATO-ASI Abstract. http://asia.yahoo.com/Science/Ecology/Molecular-Ecology (September 2000). No, K. 1984. Bakteri pada Rumput Laut (dalam Bahasa Jepang). Dalam “Akuakultur dan Microba” (dalam Bahasa Jepang) (Kawai, S., Eds.). Koseisha Koseikaku, Tokyo. Porter, K.G., and Y.S. Feig. 1980. The Use of DAPI for Identifying and Counting Aquatic Microflora. Limnology Oceanography, 25: 943-948. Sakata, T., dan S. Yoshikawa. 2000. Bakteri Anaerobik (dalam Bahasa Jepang). Dalam “Metode Analisis Mikroorganisme” (dalam Bahasa Jepang) (Y. Ishida., dan H. Sugita. Eds.). Koseisha Koseikaku, Tokyo. Hlm: 106-108. Sakata, T., H. Sugita, T. Mitsuoka, D. Kakimoto and H. Kadota. 1980. Isolation and Distribution of Obligate Anaerobic Bacteria from the Intestines of Freshwater Fish. Nippon Suisan Gakkaishi, 46: 1249-1255. Stanley, E.P. 1989. A Review of Bioluminescent ATP Techniques in Rapid Microbiology. Journal of Biolumiscence and Chemiluminescence, 4:375-380. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik 130 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 (terjemahan: Bambang Sumantri). PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sugita, H., C. Miyajima, Y. Kobiki and Y. Deguchi. 1989. Daily Changes of the Fecal Flora of Tilapia Sarotherodon niloticus. Nippon Suisan Gakkaishi, 10: 1865. Sugita, H., C. Miyajima, Y. Kobiki and Y. Deguchi. 1990. The Daily Fluctuation and Inter-individual Variation of the Faecal Flora of Carp, Cyprinus carpio L. Journal of Fish Biology, 32: 103-105. Sugita, H., M. Kurosaki, T. Okamura, S. Yamamoto and C. Tsuchiya. 2005. The Culturability of Intestinal Bacteria of Japanese Coastal Fish. Fisheries Science, 71: 956-958. Sugita, H., Y. Ishida, Y. Deguchi and H. Kadota. 1982. Bacterial Flora in the Gastrointestine of Tilapia nilotica Adapted in Seawater (dalam Bahasa Jepang). Bulletin of the Japanese Society of Scientific Fisheries, 7: 987-991. Wagner, M., R. Amann., H. Lemmer, and K.H. Schleifer. 1993. Probing Activated Sludge with Oligonucleotides Specific for Proteobacteria: Inadequacy of Culture-Dependent Methods for Describing Microbial Community Structure. Applied and Environmental Microbiology, 5:15201525. Ward, D.M., M.M. Bateson., R. Weller and A.L.R. Roberts. 1992. Ribosomal RNA Analysis of Microorganisms as They Occur in Nature. Advance Microbiology Ecology, 12:219-286. Wilson. K.H. and R.B. Blitchington. 1996. Human Colonic Biota Studied by Ribosomal DNA Sequence Analysis. Applied Environmental Microbiology, 62: 2273-2278. Yoshida, Y. 1973. Perubahan Produksi Biologis pada Produktivitas Primer. Dalam “Eutrofikasi Perairan dan Akuakultur”(paper ilmiah berbahasa Jepang pada Nippon Suisan Gakkai). Koseisha Koseikaku Co. Ltd, Tokyo. 131