BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP ASI) yang tepat merupakan bekal terbaik bagi bayi untuk menjamin proses tumbuh kembang yang optimal (Depkes RI, 2007). Riskesdas (2013) menyatakan dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Children Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO), 2008 merekomendasikan untuk pemberian ASI pada bayi selama paling sedikit 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan mulai sejak bayi lahir, karena ASI mengandung gizi yang diperlukan dan paling sesuai untuk bayi, kebersihan ASI lebih terjamin dibandingkan makanan lain. Menyusui bayi sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi bayi, ASI mempunyai peran penting untuk menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi karena ASI kaya dengan zat gizi dan antibodi. Bagi ibu, menyusui dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus, sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum). Alasan lain yaitu mengacu pada riset medis bahwa ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik pada 6 bulan pertama dan pada usia 6-24 bulan, namun ASI hanya menyediakan setengah dari kebutuhan gizi bayi pada usia 6-12 bulan dan sepertiga dari kebutuhan zat gizi bayi pada umur 12-24 bulan, sehingga bayi perlu mendapat makanan pendamping ASI untuk mencukupi kebutuhan akan zat gizinya (Satyawati, 2012). Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi gizi selain dari ASI. Makanan pendamping ASI berupa makanan padat atau cair yang diberikan secara bertahap sesuai dengan usia dan kemampuan pencernaan bayi (Kemenkes, 2013). Kandungan MP ASI harus lengkap mengandung karbohidrat, lemak sebagai sumber energi, protein sebagai zat pembangun, vitamin dan mineral sebagai komponen penting dalam proses metabolisme. Makanan tambahan bagi bayi hendaknya mengandung serat kasar serta bahan yang sukar dicerna seminim mungkin, sebab serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu perncernaan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada balita maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan bisa terjadi gizi buruk pada balita (Almatsier, 2004). Berbagai gangguan yang dialami oleh bayi yang mendapatkan makanan tambahan sebelum usia 6 bulan ke atas dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi terutama pada berat badan bayi (Depkes, 2003). Dua per tiga balita yang meninggal mempunyai pola makan bayi yang salah antara lain tidak mendapatkan ASI eksklusif serta mendapatkan MP ASI yang terlalu dini atau terlambat disertai komposisi zat gizi yang tidak lengkap, tidak seimbang dan tidak higienis (IDAI, 2015). Perkembangan status gizi dapat dilihat dari peningkatan berat badan, selain itu berat badan dapat menggambarkan kondisi kesehatan bayi. Peningkatan berat badan merupakan salah satu produk dari keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi (status gizi), dan berkesinambungan. Kenaikan berat badan merupakan indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak (Depkes, 2002). Kenaikan berat badan dapat dilihat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Di Indonesia KMS telah digunakan sejak tahun 1970 sebagai sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan pada bayi. Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari: (1) penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan berat badan; (2) menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan (Kemenkes RI, 2010). Pertumbuhan balita yang baik adalah jika berat bayi naik tiap bulan dan tidak mengalami masalah gizi. Berat badan sebagai parameter yang memberikan gambaran kesehatan, dan dapat dilihat melalui Indeks Massa Tubuh (IMT). Berdasarkan karakteristik berat badan yang labil, maka berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi seseorang saat ini (Supariasa, dkk, 2002). Perhatian mulai diutamakan pada balita yang tidak mengalami kenaikan berat badan selama dua kali berturut-turut pada kunjungan posyandu dan di dalam KMS kurva pertumbuhan pada area kuning atau di bawah garis merah. Apabila hal ini terjadi maka bayi segera dirujuk ke puskesmas untuk diperhatikan apabila balita tersebut mengalami gizi buruk (Depkes, 2007). Secara normal bayi umur 6-12 bulan mengalami pertumbuhan yang relatif cepat, karena pada umur 1 tahun berat badan anak normal mencapai sekitar 3x berat badan lahir dan tinggi badan anak satu setengah kali tinggi badan lahir (Soetjiningsih, 2013). Menurut Gupte (2004) bayi akan memiliki berat badan 2 kali berat lahirnya pada umur 5 sampai 6 bulan dan 3 kali berat lahirnya pada umur 1 tahun. Umur 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka akan mengganggu tumbuh kembang bayi, baik pada saat ini maupun masa yang akan datang (Depkes RI, 2006). Riskesdas (2013) menyatakan status gizi Jawa Tegah dengan berat-kurang menurut BB/U yaitu 19,8%. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-gizi kurang antara 20.0-29.0%, artinya Jawa Tengah hampir mencapai batas serius status gizi. Jika tidak dicari penyebab dan mendapatkan intervensi, maka tidak menutup kemungkinan Jawa Tengah akan mengalami peningkatan yang serius terhadap status gizi. Status gizi balita di Kabupaten Karanganyar mencapai 89,5%, artinya status gizi balita di Kabupaten Karanganyar dalam kategori baik. Namun masih banyak ditemukan bayi yang tidak naik berat badannya. Hasil studi pendahuluan di Kabupaten Karanganyar pada september 2015, menunjukan 1.287 berat bayi rendah (BBR), 191 berat bayi sangat rendah (BBSR) dan 407 atau sekitar 65% anak yang berat badan nya berada di bawah garis merah (BGM). Tasikmadu adalah salah satu Kecamatan yang memiliki angka tertinggi kasus gizi kurang. Ditemukan bayi umur 612 bulan yang mengalami gizi kurang 134 bayi, tidak naik berat badan satu kali (T=157 bayi), tidak naik berat badan selama 2x berturut-turut (T2=48 bayi), atau sekitar 33% bayi mengalami masalah status gizi dilihat dari berat badan bayi. Menurut Giri, et al., (2013) bahwa 9% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif memiliki balita dengan status gizi diatas garis merah dan 1,3% memiliki status gizi dibawah garis merah. Sedangkan 74,4% ibu yang memberikan ASI eksklusif memiliki balita dengan status gizi di atas garis merah dan 15,4% memiliki status gizi di bawah garis merah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Widyastuti (2009) menyatakan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan dapat membuat bayi terhindar dari menderita gizi kurang sebanyak 28,57%. Penelitian lainnya, Nahdloh dan Priyantini (2013) menyatakan bahwa pemberian MP ASI berpengaruh terhadap pertumbuhan berat badan bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Desa Kutoharjo Kaliwungu Kendal. Berdasarkan permasalahan ini maka penulis memfokuskan penelitian pada hubungan riwayat ASI dan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan kenaikan berat badan minimal bayi di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada hubungan antara riwayat ASI dengan kenaikan berat badan minimal bayi? 2. Apakah ada hubungan antara pola pemberian MP ASI dengan kenaikan berat badan minimal bayi ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis pertumbuhan bayi di Kecamatan Tasikmadu dilihat dari kenaikan berat badan minimal. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menganalisis hubungan antara riwayat ASI dengan kenaikan berat badan minimal bayi. b. Untuk menganalisis hubungan pola pemberian MP ASI dengan kenaikan berat badan minimal bayi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Dari penelitian ini diperoleh data empirik tentang hubungan riwayat ASI dan pola pemberian MP ASI dengan kenaikan berat badan minimal 2. Manfaat Praktis Memberikan informasi yang akurat mengenai riwayat pemberian ASI dan pola pemberian MP ASI dengan kenaikan berat badan minimal.