Modul Pendidikan Agama Katolik [TM3]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK
EKARISTI SEBAGAI
SUMBER DAN PUNCAK HIDUP
KRISTIANI
Fakultas
Program Studi
MKCU
PSIKOLOGI
Tatap Muka
Reguler
Kode MK
Disusun Oleh
03
MK900022
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M
Abstract
Bab ini membahas pengertian Ekaristi,
dengan sub bahasan pengertian tinggal
dalam Kristus, Kristus di antara kita,
saat Kristus menyambut kita, tinggal
dalam kepenuhan Allah melalui kristus,
dan ekaristi sebagai sebuah adorasi
dan perayaan syukur.
Kompetensi
Mahasiswa
dapat
mengerti,
memahami dan menghayati makna
ekaristi sehingga mereka memperoleh
kekuatan dalam menghadapi dunia
yang penuh tantangan.
2
MATERI
BAB II
EKARISTI SEBAGAI SUMBER DAN PUNCAK HIDUP KRISTIANI
1.
PENGERTIAN EKARISTI
Istilah Ekaristi berasal dari bahasa yunani eucharistia-eucharistein (kk): yang berarti
“memuji dan mengucap syukur”. Kata ini sering digunakan bersama kata kerja eulogein:
memuji syukur, dan untuk menterjemahkan kata Ibrani barekh: memuji, memberkati. Berakhah
sering digunakan dalam konteks liturgi Yahudi sebagai doa berkat yang berisi pujian, syukur,
dan permohonan. Berkat atas roti. Kata ini mau mengungkapkan tentang pujian syukur atas
karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam Yesus Kristus, yang berpuncak pada wafat
dan kebangkitan-Nya. Sebagai istilah ini baru popular abad XX, tetapi kata ini sudah ada sejak
abad tiga pertama.
Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK kan. 897) dikatakan, “Sakramen yang terluhur ialah
Ekaristi mahakudus, di dalamnya Kristus Tuhan sendiri dihadirkan, dikurbankan dan disantap,
dan melaluinya Gereja selalu hidup dan berkembang. Kurban Ekaristi, kenangan wafat dan
kebangkitan Tuhan, dimana Kurban salib diabadikan sepanjang masa, adalah puncak seluruh
ibadat dan kehidupan kristiani dan sumber yang menandakan serta menghasilkan kesatuan
umat Allah dan menyempurnakan pembangunan tubuh Kristus. Sedangkan sakramensakramen lain dan semua karya kerasulan gerejawi melekat erat dengan Ekaristi mahakudus
dan diarahkan kepadanya”.
2.
DENGAN EKARISTI, KITA TINGGAL DALAM KRISTUS
Kata Yunani untuk tinggal adalah menein, meno. Bahasa Latin untuk kata tinggal adalah
manere. Kata Yunani meno sering diterjemahkan dengan beberapa istilah bahasa Inggris:
remain, stay, abide, await. Dalam keseluruhan Kitab Suci Perjanjian Baru kata tinggal (meno)
ini muncul sebanyak 118 kali. Dan yang menarik, sebanyak 67 kali sendiri kata tinggal itu
terdapat dalam tulisan SantoYohanes, baik dalarn InjilYohanes (40 kali), surat pertama
Yohanes (24 kali), maupun surat kedua Yohanes (3 kali). Data ini rnenunjukkan bahwaYohanes
memiliki perhatian khusus terhadap makna kata tinggal ini. Dalam Injil Yohanes, sudah sejak
pada awal panggilan murid, Yesus mengundang para murid untuk tinggal bersama Dia (Yoh
1:39). Para murid diundang untuk masuk ke dalam persekutuan dengan diri-Nva, sehingga
2012
2
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3
para murid dapat berpikir, merasakan, menghidupi dan mengalami sendiri apa yang menjadi
misteri pribadi dan hidup Kristus sendiri. Perutusan yang datang kemudian lebih menjadi
kesaksian atas pengalaman pribadi para murid itu yang telah tinggal bersama Kristus.
Masuk ke dalam persekutuan atau persatuan dengan Tuhan rnerupakan tujuan utama
dari seluruh hidup kemuridan. Dengan begitu gatnblang, santo Yohanes menulis makna
kesaksian pribadi tersebut bagi terwujudnya persekutuan kita dengan Tuhan:
Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan
mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami
tentang Firman hidup — itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hidup itu telah
dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan
kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang
telah dinyatakan kepada kami. Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar
itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan
kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya,
Yesus Kristus (1 Yoh 1:1- 3).
Kata tinggal memang tidak muncul dalam perikope ini. Tetapi sebagai ganti,
teksYohanes mengungkapkan pengalaman tinggal dalam Kristus itu melalui kata-kata yang
begitu manusiawi dan indrawi: apa yang karni dengar, kami lihat, kami saksikan, kami raba,
itulah yang kami tuliskan! Pengalaman kesatuan dengan Kristus merupakan pengalaman yang
tidak hanya berlangsung secara batin atau rohani belaka. Pengalaman persekutuan dan
kesatuan dengan Tuhan adalah sebuah pengalaman iman yang mencakup dimensi perasaan,
afektif, dan indrawi. Dan kapan hal itu juga kita alami setiap harinya? Jawabannya: dalam
perayaan Ekaristi.
Sepanjang sejarah, perayaan Ekaristi senantiasa menjadi bentuk puncak yang dapat
kita alami dari peristiwa tinggal dalam Kristus. Hal ini sebenarnya telah dinyatakan Yesus
sendiri pada saat Dia mewahyukan diri-Nya sebagai Roti Hidup pada teksYohanes 6.Yesus
bersabda: "Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia
akan hidup selama-lamanya, clan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan
untuk hidup chmia" (Yoh 6:51). Bila Yesus mcnyebut daging-Nya dan darah-Nya yang
diberikan untuk kehidupan dunia, itu tidak lain adalah Ekaristi. Tuhan Yesus berkata dengan
jelas: "Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di
dalam dia" (Yoh 6:56). Makan daging dan minum darah Kristus jelas menunjuk pada misteri
Ekaristi, aat kita mengcnangkan misteri wafat dan kebangkitan-Nya dan menyambut tubuh dan
darah-Nya dalam kornuni suet. Bila kita merayakan Ekaristi, menyambut tubuh dan darah-Nya,
kita menjadi "tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita".
2012
3
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4
Misteri Ekaristi mengungkapkan kesatuan tak terpisahkan antara peristiwa makanperjamuan dan peristiwa tinggal dalam Kristus. Dari pengalaman schari-hari kita pun
memperoleh gambaran yang sangat akrab. Bilamana kita mendapat kunjungan tarnu yang
tidak terlalu kita kenal, kita akan menemuinya di depan rumah atau teras. Bilamana tamu itu
sudah kita kenal dengan baik, kita akan menemuinya di ruang tamu. Biasanya, kita sebagai
tuan atau nyonya rumah juga menghaturkan minuman dan makanan kecil untuk teman ngobrol
atau berbicara. Akan tetapi jika tamu itu orang yang sangat dekat dengan kita, bahkan tamu itu
saudara kita sendiri, kita akan mengajaknya masuk ke ruang dalam kcluarga kita, dan bahkan
kita undang untuk makan bersama di keluarga kita. Undangan untuk makan bersama dalam
perjamuan mengungkapkan dekatnya relasi kita dengan yang kita undang. lnilah pula yang
terjadi dalam perayaan Ekaristi. Kristus mengundang kita untuk hadir dalam perjamuan Ekaristi
karena Kristus ingin dekat dengan kita dan hubungan kita dengan-Nya semakin erat dan
mendalam. Kedekatan dan eratnya hubungan kita dengan Kristus itulah yang menjadi peristiwa
tinggalnya kita dalam Kristus dan Kristus dalam diri kita.
Pada Injil Yohanes, Yesus menarnpakkan kemuliaan-Nya yang pertama kali dalarn
peristiwa perjamuan nikah di Kana (Yoh 2:1 -1 1). Yesus rnembuat mukjizat, yaitu mengubah
air menjadi anggur, dan dengan demikian Yesus menyelamatkan perayaan perkawinan di Kana
itu. Yang lebih penting dari peristiwa pengubahan air menjadi anggur oleh Yesus itu tentu saja
ialah kata-kata Injil Yohanes: "Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang
pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan muridmurid-Nya percaya kepada-Nya" (Yoh 2:1 1). Meski teks perkawinan di Kana tidak berbicara
mengenai Ekaristi secara langsung, akan tetapi unsur anggur dan unsur perjamuan merupakan
bagian dari tanda-tanda kehadiran Kristus dalarn Ekaristi. Yesus menyatakan kemuliaan-Nya
untuk yang pertama kalinya dalam Injil Yohanes justru dalam hubungannya dengan tanda
Ekaristi itu. Kalau begitu, Ekaristi sebagai tinggalnya Kristus dalam diri kita dan kita dalam diri
Kristus menjadi penyataan kemuliaan Tuhan Yesus Kristus bagi kita. Kernuliaan paling agung
dariYesus Kristus tentusaja ditampakkan pada saat Kristus bangkit dari wafat-Nya. Namun
justru misteri wafat dan kebangkitan-Nya itulah yang dihadirkan dan dirayakan dalam perayaan
Ekaristi. Dengan demildan kemuliaan yang pertama kalinya ditunjukkan Yesus di perkawinan di
Kana tidak dapat dipisahkan dengan seluruh penyataan Kristus yang berpuncak pada peristiwa
wafat dan kebangkitan-Nya.
Bila peristiwa perkawinan di Kana menjadi saat Yesus pertama kali menyatakan
kemuliaan-Nya dalam Injil Yohanes, Injil Matius menyatakan kisah tiga raja atau tiga sarjana
dari Tunur sebagai saat Tuhan menampakkan diri pertama kali kepada segala bangsa. Itulah
bacaan Injil (Mat 2:1-12) yang senantiasa menjadi bacaan pada Hari Raya Epifani atau
Penampakan Tuhan. Kunjungan tiga sarjana atau orang-orang majus untuk mencari dan
2012
4
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5
menemukan
Sang
Mesias
adalah
kisah
kerinduan
umat
manusia
non-Yahudi
kepadaTuhanYesus Kristus, Juruselamat dunia. Herodes dan para pemuka Yahudi cepat tahu
tempat Sang Juruselamat lahir, yaitu Betlehem, karena itulah nubuat para nabi. Akan tetapi tnjil
Matius dengan indah menyampaikan kontras yang luar biasa: bila orang-orang majus itu
percaya dan menyembahYesus, maka Herodes dan orang-orang Yahudi "terkejut" (Mat 2:3)
dan reaksi berikutnya menolak Yesus. Penolakan itu bukan hanya berupa pembunuhan anakanak dibawah usia dua tahun saja, tetapi puncaknya pada 'penolakan atas Yesus dan
penyaliban Yesus nantinya. Poin renungan di sini adalah penampakan Tuhan pada hari Epifani
untuk segala bangsa itu terjadi di Betlehem, yang dalam bahasa Ibrani berarti rumah roti. Dan
lihatlah, tiga orang majus menghadapYesus, Sang Bayi itu, melihat-Nya dan sujud menyembah
Dia (Mat 2:11). Saya sungguh menghayati teks ini sebagai tindakan ber-Ekaristi dan berAdorasi dari Bunda Maria, SantoYusuf, para gembala (dalam teks Lukas 2) clan ketiga orang
majus itu. Betlehem atau rumah roti, melihat Yesus, dan sujud menyembah Dia sungguh
rangkaian kata-kata dan tata gerak yang secara kuat menunjuk pada Ekaristi dan Adorasi
Ekaristi!
3.
EKARISTI, TINGGALNYA KRISTUS DI ANTARA KITA
Perubahan substansi roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus pada saat
konsekrasi dalam perayaan Ekaristi memastikan secara indrawi bagi kita untuk tinggal dalam
Kristus dan Kristus di tengah kita. Kini melalui Ekaristi, Kristus dapat hadir di tengah kita
secara kelihatan, yakni dalam rupa roti dan anggur itu. Paus Yohanes Paulus II menyebut
Ekaristi sebagai pemberian unggulan, yaitu sebuah karunia yang mengatasi segala waktu.
Waktu Gereja merayakan Ekaristi, peringatan akan wafat dan kebangkitan Tuhannya,
peristiwa sentral penyelarnatan ini menjadi sungguh-sungguh hadir dan 'terwujudlah
karya penyelamatan kita' . Kurban ini begitu menentukan bagi penyelan-iatan bangsa
manusia, sehingga Yesus Kristus mempersembahkannya, dan Ia baru kembali
kepada Bapa, setelah kita diberinya kemungkinan ambil bagian di dalamnya, seolaholah kita telah hadir di sana. Demikianlah setiap orang dari umat dapat ambil bagian
di dalamnya, dan beroleh buahnya yang tak kunjung kering (EE I I ).
Demikianlah Ekaristi menjadi peristiwa Kristus sebagai Sang Sabda yang menjadi
manusia tinggal di antara kita (bdk. Yoh 1:14). Dalam hidup sehari-hari, kita mengalami
bahwa kehadiran seseorang di rumah tentu tnempengaruhi acara dan kegiatan kita. Apabila
kita memperoleh tamu dari jauh dan bahkan tamu itu tinggal beberapa hari di rumah kita,
tentulah kita harus menyesuaikan waktu, acara dan kegiatan kita. Jika ada rapat atau
2012
5
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6
pertemuan di luar kota, barangkali saja kita akan pamit agar dapat menemani tamu tersebut
entah untuk keperluan apapun. Mungkin kita yang biasanya tidur siang, kini tidak dapat lagi
tidur siang karena harus menemani tamu tersebut, misalnya mengunjungi tempat-tempat
wisata yang menarik di sekitar kota kita. Jadwal harian sport juga barangkali harus
disesuaikan agar kita dapat mengantar tamu kita itu untuk pergi ke tempat ini atau itu. Begitu
seterusnya kehadiran tamu, saudara atau siapapun yang tinggal di rumah kita sungguh akan
mengubah acara, kegiatan dan hidup harian kita.
Begitu pula pengalaman mentmjukkan bahwa bila kita berpindah tempat tinggal, maka
hidup di tempat yang baru tentu akan mengubah gaya hidup dan bahkan budaya kita. Mgr.
Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, bercerita bagaimana orang-orang yang berasal dari
luar Jakarta, misalnya dari Sedayu, Bantul, atau kota-kota lain akan mengalami perubahan cara
hidup ketika tinggal di Jakarta. Kota Jakarta yang terkenal sebagai kota metropolitan diwarnai
dengan tuntutan hidup yang keras, sebagaimana tampak misalnya dalam kemacetan lalu lintas
di jalan di mana-mana. Orang yang mungkin tadinya hidup santai di daerah Yogyakarta kini
setelah tinggal di Jakarta harus berangkat pagi-pagi ke kantor dan pulang sore atau malam
melalui perjalanan yang melelahkan karena serba macet di jalan. Sebaliknya orang-orang kota
juga ingin dapat menghirup udara segar di daerah pegunungan, tinggal beberapa hari di tempat
peristirahatan agar segar kembali. Itulah misalnya daerah Puncak untuk orang Jakarta, daerah
Lembang untuk orang Bandung, Bandungan untuk Semarang dan sekitarnya, Tretes untuk
orang Surabaya.
Itulah makna kata tinggal secara lokal.Tinggalnya seseorang dapat menyebabkan
perubahan acara dan kegiatan harian kita, tetapi juga bahkan pola atau gaya hidup, bahkan
budaya hidup harian kita. Dengan perayaan Ekaristi, Kristus tinggal di dalam diri kita dan kita di
dalam Kristus. Dalam seluruh perayaan Ekaristi itu, Kristus datang dan hadir, serta tinggal di
tengah umat-Nya. la tidak hanya tinggal dalam paguyuban umat beriman yang sedang
beribadat, tetapi bahkan berkenan hadir dan tinggal dalam diri kita masing-masing, melalui
penerimaan komuni kudus. Dan tinggalnya Kristus dalam Gereja yang kini sedang berliturgi
telah mempengaruhi bagaimana tata perayaan itu diatur. Bahkan dari tata ruang sendiri, setiap
bagian ruang gereja atau kapel diatur agar altar yang menjadi simbol Kristus dijadikan
pusatnya. Apalagi bila ada tabernakel yang berisi Sakramen Mahakudus yakni tinggalnya
Kristus di tengah kita secara sakramental, tata gerak umat yang hadir di gereja mesti
disesuikan. Misalnya saja, jika ada tabernakel yang berisi Sakramen Mahakudus kita mesti
mernberi penghormatan dengan berlutut. Kemudian dalam perjalanan perayaan Ekaristi
sendiri, seluruh tata urutan, tata gerak, tata busana dan warna dan sebagainya diatur agar
pantas dan sesuai dengan Misteri Iman yang dirayakan, yakni kehadiran TuhanYesus Kristus
dalam Ekaristi.
2012
6
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
7
Melalui devosi-devosi Ekaristi, tinggalnya Kristus di tengah kita dalam rupa roti suci
dijadikan focus seluruh dosa dan peribadatan kita. Istilah umum yang biasa digunakan untuk
mengungkapkan tinggalnya Kristus dalam rupa roti suci ialah kehadiran Kristus dalam
Sakramen Mahakudus. Adanya Sakramen Mahakudus di tabernakel misalnya menyatakan
kenyataan iman bahwa Kristus kini tinggal di tengah umat-Nya. Apabila tabernakel berisi
Sakrarnen Mahakudus, lampu abadi harus dinyalakan. Orang yang datang ke gereja atau kapel
tersebut mesti memberi hormat dengan berlutut, lalu sebaiknya juga berdoa. Umat juga
diharapkan mengadakan visitasi atau kunjungan, juga meski singkat saja, kepada Yesus dalam
Sakramen Mahakudus. Umat juga diharapkan untuk menjaga keheningan di tempat sekitar
Sakramen Mahakudus. Apalagi apabila cliadakan pentahtaan, yakni Sakramen Mahakudus
(besar) diletakkan di dalam monstrans, mestilah disampaikan pujian hormat oleh umat. Itulah
Adorasi Ekaristi. Peraturan liturgis bahkan menyatakan, agar selalu ada orang yang berjaga
atau berdoa di hadapan Yesus dalam Sakramen Mahakudus yang sedang ditahtakan itu.
Tinggalnya seseorang di lingkungan rumah, komunitas atau keluarga kita saja telah
begitu mempengaruhi acara, kegiatan, gaya hidup dan bahkan budaya kita, apalagi tinggalnya
Tuhan Yesus dalam Sakramen Mahakudus di tabernakel atau bahkan yang ditahtakan di
monstrans tentulah mempengaruhi acara, kegiatan, gaya hidup dan bahkan budaya kita. Suka
tidak suka, sadar atau tidak sadar, pelan tetapi pasti, hidup kita sebenarnya mulai diubah oleh
Tuhan Yesus yang tinggal di antara kita. Apalagi apabila di paroki atau komunitas kita ada
Kapel Adorasi Ekaristi Abadi, pastilah acara, kegiatan dan hidup kita tentu diubah. Dalam
bentuk yang berbeda, Musa juga mengalami perubahan hidup karena hadirnya Yang kudus,
yakni Yahwe Allah Israel, ketika menyatakan diri-Nya kepada Musa dalam nyala api yang
keluar dari semak duri (Kel 3:2). Saat Musa mau mendekat, Allah berseru: "Musa, Musa!" Lalu
setelah Musa menjawab, Allah berkata: "Janganlah datang dekat-dekat! Tanggalkanlah
kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus" (Kel
3:4-5). Tampak di sini bahwa kehadiran Allah di sebuah tempat menuntut sikap dan tindakan
yang sesuai dan pantas dari pihak manusia. Tinggahnya Tuhan di tempat kita juga menuntut
dan sekaligus mempengaruhi sikap dan hidup kita. Demikianlah Kristus yang tinggal di tengah
kita melalui I Sakramen Mahakudus selalu membawa perubahan dan efek dalam hidup kita,
baik sebagai komunitas maupun pribadi.
4.
EKARISTI, SAAT KRISTUS MENYAMBUT KITA
Perayaan Ekaristi, khususnya saat komuni bukan saja kita yang menyambut Kristus
dalam rupa roti itu, yakni tubuh-Nya yang kudus. Dalam Ekaristi itu, Kristus pun menyambut
kita masing-masing. Itulah yang ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II: "Kita dapat berkata
2012
7
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
8
bahwa bukan saja masing-masing kita menyambut Kristus, tetapi juga Kristus menyambut kita
masing-masing. Ia masuk dalam persahabatan dengan kita: Kamu adalah sahabat-sahabat-Ku'
(Yoh 15:14). Sungguh justru karma Dia, kita telah memiliki hidup: 'Yang makan tubuh-Ku akan
hidup dalam Aku' (Yoh 6:57). Kornuni Ekaristi mewujudkan jalan terluhur untuk tinggal satu
sama lain antara Kristus dan sahabat-sahabat-Nya: Tinggallah dalam Aku dan Aku dalam
kamu' (Yoh 15:4)" (EE 22). Melalui ungkapan "kita menyambut Kristus dan Kristus menyambut
kita masing-masing", Sri Paus ingin menekankan dimensi persatuan dan kesatuan batin kita
dengan Kristus. Kita dimasukkan ke dalam seluruh dinamika hidup Kristus yang bersatu
dengan Bapa dalam Roh Kudus.
Dari pengalaman hidup sehari-hari, tinggalnya seseorang di dalam keluarga atau
komunitas kita, bagaimanapun juga tentu membawa pengaruh: kita scmakin mengenal satu
sama lain, antara kita dan dia. Tinggalnya seseorang, apalagi seseorang itu adalah orang yang
sangat mengasihi kita dan kita pun mengasihi dia, akan mernbuat relasi dan hubungan antara
kita dan dia semakin dekat dan akrab. Hubungan kita dan dia semakin erat dalam kesatuan hati
dan bahkan sering terungkap dalam kesatuan kata dan sikap. Begitu pula kehadiran Kristus
melalui Ekaristi Kudus dalam hidup kita semakin mempersatukan kita dengan Kristus. Secara
fisik pun, kehadiran Kristus melalui Ekaristi dalam diri kita amat sangat istimewa. Justru di
sinilah keagungan misteri Ekaristi bahwa Tuhan ingin tinggal bersama kita melalui makanan.
Tidak ada hal lain dalam hidup ini yang dapat menyatu dan masuk ke dalam tubuh kita secara
sempurna hingga ke seluruh sudut dan ruang bagian tubuh kita selain makanan dan minuman.
Tubuh dan darah Kristus kita sambut dan selanjutnya kita santap, seperti kalau kita menyantap
makanan dan minuman pada saat komuni suci. Tubuh Kristus itu masuk ke dalam mulut kita
dan melalui kerongkongan tubuh Kristus itu sampai ke lambung dan di sana bercampur dengan
seluruh makanan lain yang pernah kita santap, dicerna hingga usus dan diedarkan oleh darah
ke seluruh bagian tubuh! Suka tidak suka, mau tidak mau, sadar tidak sadar, setuju tidak
setuju, dalam setiap bagian tubuh kita hadir tubuh Kristus yang suci dan kudus! Kita
dikuduskan dan bahkan disebut "orang kudus" seperti kata-kata santo Paulus (a.l. Rm 16:2; 1
Kor 1:2; 2 Kor 9:1; 2 Kor 13:12), bukan karena kita suci atau kudus secara moral, karena
nyatanya kita banyak berdosa, melainkan karena kita ambil bagian dalam kekudusan Tuhan
melalui komuni suci. Kualitas kekudusan kita itu tidak berasal dari sikap dan Undakan kita yang
seolah tanpa pernah berdosa, tetapi berasal dari peristiwa kita yang menyambut tubuh Kristus
yang kudus dan Kristus menyambut kita dalam kekudusan-Nya.
Dengan menyambut kita ke dalam diri-Nya, Kristus memasukkan kita ke dalam relasi
mesra dan eratnya Dia dengan Bapa dalam Roh Kudus. Kita dimasukkan ke dalam komunitas
kasih antara Bapa, dan Putra dan Roh Kudus. Dengan demikian melalui Ekaristi,TuhanYesus
tidak memberi kita suatu "barang" melainkan memberikan Diri-Nya sendiri. Padahal Diri Kristus
2012
8
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
9
itu tidak lain adalah kesatuan-Nya dengan Bapa dan Roh Kudus, ya Allah Tritunggal sendiri
yang adalah kasih. Paus Benediktus XVI memberikan komentar indah dalam hal ini: "Ekaristi
menyatakan rencana kasih yang menuntun seluruh sejarah keselamatan (bdk. Ef 1:10; 3:8-11).
Di sana Deus Trinitas, yang pada hakekatnya adalah kasih (bdk. 1 Yoh 4:7-8), menjadi
sungguh-sungguh bagian dari realitas manusiawi kita. Roti dan anggur telah dipakai Kristus
untuk memberikan diri-Nya kepada kita dalam perjamuan paskah (bdk. Luk 22:14-20; 1 Kor
11:23-26); dalam roti itu seluruh kehidupan Allah menjumpai kita dan secara sakramental
dibagikan kepada kita" (SCar 8).
"Lihatlah misteri keselamatanmu yang ada di hadapanmu; lihatlah dirimu menjadi
seperti apa yang kalian terima" adalah homili Santo Agustinus mengenai misteri Ekaristi yang
kita terima. Dengan Ekaristi, kita menjadi seperti apa yang kita terima, yaitu apa yang kita
santap! Dan ini lalu menjadi sebuah doa yang amat perlu selalu kita ungkapkan: "Ya Tuhan
Yesus Kristus, semoga kami menjadi seperti apa yang kami terima dalam komuni suci, yaitu
tubuh dan darah-Mu. Kami dapat semakin menjadi diri-Mu, yang adalah kasih dan yang selalu
taat dan pasrah kepada Bapa berkat bimbingan Roh Kudus, dan senantiasa rela berkurban
bagi keselamatan sesama". lingkapan Santo Agustinus itu rasanya cocok juga dengan
pengalaman sehari-hari kita. Bahkan dalam arti fisik dan higienis, apa yang kita makan dan apa
yang kita minum sangat menentukan perkembangan diri kita, kita menjadi seperti apa. Bila kita
makan makanan dan minuman yang penuh kolesterol dan asam urat, yang serba enak-enakan
bagi lidah kita, penuh lemak dan minyak, tentu tubuh kita menjadi tambah subur dan bila kita ini
sudah tidak muda lagi, kita akan cepat menjadi tidak sehat. Sebaliknya orang yang lebih suka
makan sayur-sayuran dan buah-buahan, menghindari makanan yang terlalu banyak daging dan
lemak, biasanya orang tersebut juga lebih sehat dan berisi. Ya, kita menjadi seperti apa yang
kita makan. Kita bertumbuh sesuai dengan apa yang kita makan dan minum. Kiranya, hal yang
sama juga terjadi secara rohani berkaitan dengan Ekaristi yang kita terima. Semakin sering kita
merayakan Ekaristi dan menerima komuni suci, sejauh kita sungguh mempersiapkan hati dan
merindukannya, hidup kita diubah. Cepat atau lambat, batin kita menjadi sehat dan berisi.
Orang bilang: kita menjadi semakin menep, artinya tenang dan mendalam.
5.
EKARISTI: TINGGAL DALAM KEPENUHAN ALLAH MELALUI KRISTUS
Sebuah kebenaran iman yang sungguh mengagumkan mengenai Ekaristi ialah bahwa
dalam Ekaristi itu hadir dan tinggal seluruh kepenuhan Allah rnelalui Kristus. Artinya, seluruh
kepenuhan Allah hadir dan ada dalam Ekaristi Mahakudus, dalam rupa roti dan anggur.
Kebenaran iman ini dinyatakan secara tegas oleh Konsili Trente yang mengajarkan ajaran
Christus totus dalam setiap rupa dari Ekaristi dan dalam setiap bagian dari setiap rupa dari
2012
9
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
10
Ekaristi. "Siapa menyangkal bahwa dalam Sakramen Ekaristi yang terhormat, yakni dalam
setiap rupa dan dalam setiap bagian dari setiap rupa sesudah pemecahan sungguh-sungguh
terdapat seluruh Kristus (Christus tows), terkucillah dia" (DS 1653). Christus tows berarti
seluruh diri Tuhan kita Yesus Kristus, baik diri maupun seluruh karya penyelamatan-Nya,
bahkan seluruh hidup, sabda, dan nasib-Nya yakni wafat dan kebangkitan-Nya yang mulia.
Seluruh diri Tuhan Yesus Kristus seutuhnya hadir dan ada dalam setiap rupa Ekaristi, baik rupa
roti maupun rupa anggur sesudah konsekrasi pada perayaan Ekaristi itu. Dalam hal ini semua
umat beriman sudah tidak mengalami kesulitan untuk percaya. Nyatanya, entah menerima
komuni suci yang berupa hosti suci double-double (lebih dari satu) atau komuni suci dalam
potongan hosti atau cuwilan hosti yang kecil-kecil (karena kekurangan hosti suci), orang
beriman tetap percaya bahwa ia menerima Tuhan Yesus Kristus yang satu dan sama,
seutuhnya.
Harus diakui bahwa kita tidak mudah memahami kehadiran kepenuhan Allah itu dalam
hal yang manusiawi dan terbatas. Kita terlalu biasa berpikir mengenai Allah yang "serba maha":
Allah Mahakuasa, Mahabesar, Mahatahu, Mahapenyayang, Mahapengasih, Mahaperkasa. Kita
biasa memahami betapa Allah itu begitu agung dan besar sedemikian sehingga melampaui
seluruh kemampuan nalar kita. Bila kita melihat luasnya langit dan samudera, ngerinya badai
dan gempa bumi, dahsyatnya gunung berapi, kita sangat ccpat percaya clan mengakui betapa
dahsyat dan besar kekuasaan Allah atas alam semesta ini. Memahami Allah yang serba maha
itu sangatlah tidak sulit. Akan tetapi sungguh amat sulit untuk mengerti dan memahami betapa
Allah dengan seluruh kemahakuasaan-Nya mau hadir dan bahkan menjadi manusia lemah dan
miskin, itulah Sang Putra Allah yang menjadi manusia lemah, yakni Yesus Kristus. "Firman itu
telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu
kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan
kebenaran" (Yoh 1:14). ltulah sebabnya dapat dimengerti bagaimana orang-orang Yahudi pada
waktu itu mengalami kesulitan memahamiYesus sebagai Allah sendiri yang kini hadir dan
menjadi manusia seperti kita. Itu pula sebabnya mereka menolak dan bahkan menyalibkan
Tuhan kitaYesus Kristus.
Santo Paulus dengan tepat menyatakan iman Gereja sepanjang masa bahwa Yesus
Kristus adalah "gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang
diciptakan Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia" (Kol 1:15.19). Allah
yang "serba maha" itu ternyata hadir dan tinggal dalam diri Yesus Kristus. Dan Tuhan Yesus
Kristus sendiri kini berkenan hadir dan tinggal bagi kita dalam Ekaristi, sebab Dia sendiri
berkata "Inilah tubuh-Ku" (Mrk 14:22) sambil menunjuk roti Ekaristi, dan "Inilah darah-Ku" (Mrk
14:24) sambil menunjuk anggur dalam piala kudus itu. Kata "tubuh" yang dalam bahasa Yunani
soma menunjuk tidak hanya dalam pengertian badanYesus Kristus yang terdiri atas kepala,
2012
10
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
11
badan dan kaki, tetapi seluruh diri pribadi-Nya dengan seluruh karya penebusan-Nya. Hal yang
sama berlaku pada "darah Kristus" yang menunjuk seluruh hidup Yesus Kristus sendiri.
Dengan demikian saat kita menyambut Tubuh Kristus dan atau Darah Kristus, kita selalu
menyambut seluruh diri Tuhan Yesus Kristus dengan seluruh karya penyelamatan-Nya.
Dengan komuni suci itu sekaligus kita menyambut seluruh diri Allah yang serba maha itu tetapi
kini dalam rupa roti dan anggur Ekaristi.
Betapa agungnya misteri iman ini. Betapa seluruh kepenuhan Allah melalui Kristus rela
hadir dan berada seutuhnya dalam rupa roti yang hanya terbuat dari gandum murni, dan dalam
rupa anggur yang hanya berasal dari pohon anggur yang murni, yakni roti dan anggur sesudah
konsekrasi. Tuhan yang mahakudus dan mahasuci, mahakuasa dan mahaperkasa kini hadir
dalam roti yang rapuh dan mudah pecah, anggur yang mudah rusak dan tumpah. Justru di
sinilah letak keagungan cinta kasihTuhan yang demi keselamatan kita, Ia rela menjadikan
dirinya kecil, rapuh, miskin dalam rupa roti dan anggur Ekaristi itu. Mengapa?Ya, itu melulu
karena kasih sayang Tuhan yang begitu besar, yang rela dan mau menjadi rapuh dan miskin
agar kita yang rapuh dan miskin ini boleh mengambil bagian dalam hidup ilahi-Nya yang mulia
dan kudus. Itulah karenanya Santo Paulus berkata: "Karena kamu telah mengenal kasih
karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu inenjadi miskin, sekalipun
la kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya" (2 Kor 8:9). Kalau begitu,
misteri Ekaristi tidak lain ialah misteri kasih sayang Tuhan yang begitu hebat yang demi
kebaikan dan keselamatan kita rela menjadi rapuh agar kita yang rapuh dapat ambil bagian
dalam kepenuhan hidup ilahi-Nya.
6.
EKARISTI SEBAGAI SEBUAH ADORASI
Kita biasa mengenal adorasi atau pujian atau salve atau astuti. Maksudnya, kita
mengadakan ibadat pujian kepada Sakramen Mahakudus. Ada ibadat pujian yang diadakan
dalam rangka misa kudus, yang biasanya (dan sebaiknya) berlangsung sesudah kornuni. Dan
ada ibadat pujian di luar perayaan Ekaristi. Menurut hakikatnya, pujian atau adorasipenyembahan sebenarnya kita lakukan dalam keseluruhan perayaan Ekaristi. Dalarn seluruh
bagian perayaan Ekaristi, hendaklah kita melakukan sembah sujud dan pujian syukur kepada
Allah yang menyelamatkan kita melalui Putra-Nya Yesus Kristus dan kini dalam rupa roti dan
anggur Kristus hadir untuk kita. Adapun pujian syukur itu kita lakukan karena kekuatan dan
dorongan Roh Kudus.
Adorasi berasal dari kata adorare (bahasa Latin) yang berarti "bersembah sujud" atau
"menghaturkan hormat dan bakti". Seluruh perayaan Ekaristi sebenarnya menjadi kesempatan
kita untuk menyampaikan sembah sujud dan hormat kepada Tuhan yang datang kepada kita.
2012
11
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
12
Tuhan yang datang dalam Ekaristi ialah Tuhan yang senantiasa menyertai kita. Maka, salam
dari imam yang berbunyi, "Tuhan beserta kita", adalah ungkapan kepercayaan dan sekaligus
realitas hahwa Tuhan mernang datang, hadir, dan rnenyertai kita. Kepada Tuhan yang datang,
hadir, dan menyertai kita itu, kita menghaturkan sembah bakti dan hormat. Inilah rnakna hakikat
dad adorasi atau pujian.
Dalam tradisi Jawa, ungkapan sembah bakti dan hor-mat ialah dengan gerakan tangan,
di mana telapak tangan kita katupkan dan kita angkat ke atas atau ke depan wajah kita, sambil
membungkuk hormat kepada Dia yang kita sembah. Makna tindakan ini begitu mendalam.
Saya yang dibesarkan dalam budaya Jawa sangat menyukai gerakan menyembah itu, seperti
misalnya saat elevasi (hosti diangkat sewakt.0 kata-kata institusi selesai diucapkan), saat
meng-honnat kepada Sakrainen Mahakudus. Dad pengalaman saya, hanya kalau orang
mempunyai sikap dan keinginan untuk menyembah Allah dan menghormat Dia dengan
sepenuh hati, orang akan merayakan Ekaristi dengan khu-syuk dan khidmat. Kekhidmatan
perayaan Ekaristi bukan datang dari luar tetapi dad dalam batin kita. Apakah batin kita sungguh
menyembah Allah (Jawa: manembah) dan de-ngan tulus mau menyampaikan hormat dan bakti
kepada-Nya? Kalau hati tergesa-gesa, ingin segera pulang karena matt nonton tinju atau
sinetron atau film kesukaan di tele-visi atau karena ingin mengerjakan sesuatu yang lain, kita
tidak bisa menghayati Ekaristi dengan khidmat. Batin yang bersembah sujud kepada Allah
itulah pangkal tolak kekhid-matan suatu perayaan liturgis.
Sedangkan adorasi dalam arti sebagai pujian kepada Sakramen Mahakudus mau
mengundang kita untuk me-nyampaikan penyembahan dan penghormatan akan Mis-teri
Kehadiran Kristus dalam Ekaristi. Adorasi ini tidak boleh dipandang sebagai devosi yang lepas
dari Ekaristi. Aslinya, adorasi harus dipandang sebagai perpanjangan madah syukur kornuni.
Maka, adorasi hams secara tegas dihubung-kan dengan perayaan Ekaristi sebagai Misteri
Kasih Pem-berian Diri Tuhan bagi Gereja. Dengan adorasi kita bukan sekadar matt
menyembah-nyembah kekudusan Hosti Suci itu, melainkan yang lebih pokok: menghaturkan
puji syu-kur atas misteri penyelamatan Allah dalain Kristus sebagai-mana dirayakan dan
dikenang dalam perayaan Ekaristi. Adorasi hendaknya menguatkan iman kita dan makin
membuat kita berani berjuang bersama Tuhan yang hadir bagi tegaknya Kerajaan Allah di
dunia int.
7.
EKARISTI SEBAGAI PERAYAAN SYUKUR
Salah satu ciri hidup modern ialah mencari uang sebanyak-banyaknya dan prestasi
setinggi-tingginya. Lihatlah kesibukan di kota-kota, baik besar maupun kecil. Kalau pagi orang
bergegas-gegas entah berjalan kaki, naik motor, naik mobil, ataupun naik kendaraan umum.
2012
12
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
13
Mereka berdesak-desakan berburu waktu, supaya tidak terlambat masuk kerja atau sekolah.
Pada jam-jam antara 06.30 hingga 08.00, kesibukan itu amat terasa. Lalu pada jam-jam
kemudian, kesibukan lalu lintas sedikit berkung. Sementara itu tempat-tempat pelayanan umum
seperti pasar, bank, berbagai kantor dipadati orang. Pemandangan pagi akan terulang lagi
pada siang atau sore hari, ketika mereka pulang kantor. Ramai lagi. Demikianlah hidup dalam
dunia modern. Orang bekerja siang dan malam. Banyak yang memaksa diri untuk bekerja
keras. Banyak orang juga serakah dalam menumpuk harta sebanyak-banyaknya selagi
kesempatan masih ada. Orang memakai aji mumpung (semangat menggunakan kesempatan).
Akibat dari keadaan hidup seperti itu adalah mengalami stres. Orang menjadi stres dan
sakit. Orang serba dikejar-kejar oleh macam-macam tuntutan dan kebutuhan. Lihatlah para
sopir bus atau angkutan umum di tanah air kita ini. Rasanya di mana-mana mereka sama saja.
Sopir suka kebut-kebutan dan melanggar aturan lalu lintas. Kece-lakaan mudah terjadi di
mana-mana. Saya terkesan dengan sebuah spanduk yang dibuat oleh salah satu POLRES, di
Yogyakarta, yang berbunyi: "Kecelakaan biasanya didahului oleh pelanggaran". Benar juga,
pikir saya. Pelanggaran-pelanggaran itu sebenarnya dibuat sebagai ungkapan orang yang
frustasi, yaitu orang yang kalah dalam persaing-an hidup modern yang keras ini. Yang paling
menyedihkan dalam hidup rohani ialah bahwa cara hidup orang modern seperti ini membuat
orang sulit pasrah atau mempercaya-kan dirinya kepada Allah. Orang modern biasa berpikir
akan jaminan yang pasti, sementara dalam iman jaminan itu sering tidak terlihat karena semua
mengalir pada diri Allah sendiri.
Perayaan Ekaristi sebenarnya mau menyembuhkan orang modern dari penyakit
modern: sulit percaya, hidup tergesa-gesa, serakah dan memaksa dui untuk berbuat (Jawa:
ngangsa). Akibat birokrasi yang ruwet dan penuh uang suap, mana urusan cari makan dan
uang yang tidak mudah, mana saudara-saudari kita serumah atau sekomunitas yang
menjengkel-kan dan membosankan, dst. Namun, Ekaristi rnau mendorong dan menyadarkan
kita bahwa kita sebenarnya pertama-tama mestinya bersyukur. Sebab meski ada yang pantas
dikeluhkan, tetapi sebenarnya ada begitu (lebih) banyak lagi yang pantas kita syukuri. Mulai
dari udara yang setiap saat boleh kita hirup, tanah yang kita injak tidak amblong (longsor/jatuh
ke bawah), pakaian yang menghangatkan tubuh kita, senyuman orang lain, kicauan burung
yang memberi nada kehidupan, sampai hal-hal besar seperti persaudaraan yang kita terima,
keselamatan dan kesehatan yang baik hingga rezeki yang meski seret (tidak lancar) tetapi
cukup untuk hidup. Ekaristi mengingatkan kita bahwa hidup ini telah diselenggarakan dengan
baik oleh Allah, dan dari pihak kita seharusnya kita bersyukur. Bersyukur itu tidak ditentukan
oleh jumlah kuantitatif yang kita terima, tetapi sekecil apa pun yang kita terima sudah dapat
menjadi alasan untuk bersyukur kepada Allah. Hidup penuh syukur nyatanya merupakan
bentuk kehidupan yang sehat. Orang yang jiwa dan rohaninya sakit tentulah sulk bersyukur.
2012
13
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
14
Ah, sudah lumrah (biasa), kata mereka.
Bersyukur itulah intisari perayaan Ekaristi. Ekaristi yang beraasal dari kata Yunani,
eucharistia, berarti pujian-syukur. Siapa yang dipuji? Allah. Apa yang disyukuri? Karya Allah
yang telah menyelamatkan kita melalui Yesus Kristus Putra-Nya. Dalam irnan, kita mengalarni
bahwa kita ini telah ditebul dan diselamatkan dengan penumpahan da-rah Kristus, Tuhan kita.
Berkat wafat dan kebangkitan-Nya, kita yang tadinya hidup dalam bencana kini didamai-kan
kembali dengan Allah, sehingga kita menjadi anak-anak-Nya. Sifat Njian-syukur dalam Ekaristi
ialah karena Allah yang telah lebih dahulu bertindak dan mengasihi kita. Segala sesuatu
sebenarnya sudah diselengga•kan Allah dengan baik.
Orang yang sulit bersyukur tampak dalam sikapnya yang suka mengeluh. Memang
banyak hal dalarn keh idup-an ini yang barangkali pantas dikeluhkan. Mana urusan birokrasi
yang ruwet dan penuh uang suap, mana urusan cari makan dan uang yang tidak mudah, mana
saudara-saudari kita serumah atau sekomunitas yang menjengkel-kan dan membosankan, dst.
Namun, Ekaristi rnau mendo-rong dan menyadarkan kita bahwa kita sebenarnya perta-matama mestinya bersyukur. Sebab meski ada yang pantas dikeluhkan, tetapi sebenarnya ada
begitu (lebih) banyak lagi yang pantas kita syukuri. Mulai dari udara yang setiap saat boleh kita
hirup, tanah yang kita injak tidak amblong (longsor/jatuh ke bawah), pakaian yang
menghangatkan tubuh kita, senyuman orang lain, kicauan burung yang memberi nada
kehidupan, sampai hal-hal besar seperti per-saudaraan yang kita terima, keselamatan dan
kesehatan yang baik hingga rczeki yang meski seret (tidak lancar) tetapi cukup untuk hidup.
Ekaristi mengingatkan kita bah-wa hidup ini telah diselenggarakan dengan baik oleh Allah, dan
dari pihak kita seharusnya kita bersyukur. Bersyukur itu tidak ditentukan oleh jumlah kuantitatif
yang kita terima, tetapi sekecil apa pun yang kita terima sudah dapat menjadi alasan untuk
bersyukur kepada Allah. Hidup pe-nub syukur nyatanya merupakan bentuk kehidupan yang
sehat. Orang yang jiwa dan rohaninya sakit tentulah sulk bersyukur.
8.
EKARISTI SEBAGAI SUMBER DAN PUNCAK HIDUP KRISTIANI
Dalam konstitusi Lumen Gentium (11) dikatakan bahwa Ekaristi adalah "sumber dan
puncak seluruh hidup Kristiani". Adapun sebabnya karena seluruh hidup kita merupakan
persembahan dan kebaktian kepada Allah. Sebagai pengungkapan iman Gereja yang paling
resmi dan paling penuh, Ekaristi merangkum seluruh sikap penyerahan dan pembaktian kita
dan, oleh karena itu, boleh disebut sumber dan puncak. Disebut puncak, karena Ekaristi
merupakan kepenuhan pengungkapan, sebab usaha-usaha kerasulan Gereja mempunyai
tujuan agar semua orang melalui iman dan baptis menjadi putera-putera Allah, berhimpun
menjadi satu, meluhurkan Allah di tengah Gereja, ikut serta dalam korban dan menyantap
2012
14
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
15
perjamuan Tuhan. Disebut sumber, karena Ekaristi menjadi dasar bagi segala pengungkapan
yang lain dan
mengalirkan rahmat kepada kita dan dengan hasil guna yang amat besar
diperoleh pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam Kristus.
Tentu saja iman kita tidak hanya diungkapan dalam doa-doa dan perayaan yang
khusus. Irnan terutama diwujudkan dalam tindakan dan perbuatan setiap Seluruh hidup kita
merupakan penyerahan dan kebaktian kepada Allah. Santo Paulus menganjurkan supaya kita
"mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan
kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati" (Rm 12:1). Seluruh hidup kita adalah suatu
kebaktian atau leiturgia (liturgi), tetapi tidak seluruh hidup kita merupakan pengungkapan iman
yang resmi. Jadi, Ekaristi sebagai pengungkapan resmi dari seluruh Gereja sungguh
merupakan sumber dan puncak dad sikap iman Gereja. Ekaristi merupakan sumber, karena
iman kita masing-masing mengambil bagian dalam iman Gereja. Ekaristi merupakan puncak,
sebab iman umat sungguh diungkapkan dalam bentuk yang paling resmi.
Bila Ekaristi menjadi sumber dan puncak hidup kita, Ekaristi akan menjadi kekuatan,
landasan, orientasi, tujuan dan dasar seluruh acara dan kegiatan kita setiap harinya.
Singkatnya, Ekaristi menjadi tujuan dan arah dalam kehidupan beriman orang Katolik. Dengan
kata lain, rajin mengikuti misa (Ekaristi), orang Katolik mempunyai kekuatan, arah dan inspirasi
hidup.
“Lalu, bagaimana hal ini dapat dihayati secara konkret dalam kehidupan kita seharihari?”
Sebagai Puncak dan Sumber Hidup, Ekaristi dapat dihayati sebagai berikut:
Ekaristi menjadi puncak dan sumber hidupku satu hari ini. Lalu, aku bisa merencanakan
dan membuat jadwal harianku pertama-tama berdasarkan jadwal Ekaristi Harian lalu dihitung
mundur. Misalnya, “Ekaristi Harian (sebagai puncak dan sumber keseharianku) dimulai pukul
06.00 WIB (sampai 06.30 WIB) di Paroki. Berarti aku harus bangun pagi pukul 05.00 WIB.
Berangkat ke Gereja pukul 05.30 WIB. Agar dapat tidur tujuh jam pada malam hari, berarti
paling lambat pukul 22.00 WIB aku harus sudah tidur. Sampai di rumah setelah pulang kerja
kira-kira pukul 19.00 WIB. Jadi, pukul 19.00 – 22.00 WIB (3 jam) adalah waktu untuk keluarga
(mulai dari makan malam, nonton TV, bercengkrama dengan keluarga, baca buku, dlsb). Dan,
otomatis dari pukul 07.00 – 19.00 WIB bekerja di kantor (termasuk perjalanan pulang-pergi).
Dan, begitu seterusnya.” Di sini tampak jelas bahwa prioritas pertama dan menjadi acuan atau
patokan aktivitas kegiatan sehari-hari adalah Ekaristi.
Ekaristi mendapat prioritas nomor satu, lalu kegiatan lainnya disesuaikan agar dapat
menunjang kita mengikuti Ekaristi harian. Hal sederhana ini saja sudah menunjukkan bahwa
Ekaristi menjadi prioritas dalam hidup keseharianku. “Melalui Ekaristi hari ini, aku memperoleh
sumber kekuatan dari Allah sendiri (mulai dari rahmat “kasih, iman, dan pengharapan”-Nya)
2012
15
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
16
untuk menjalankan aktivitasku selama sehari ke depan. Dan, Ekaristi hari ini juga merupakan
saat puncak hidupku, di mana kupersembahkan hidupku yang lalu (hari-hari kemarin) kepada
Allah, ‘Allah inilah aku dan hidupku, terimalah persembahan ini bagi-Mu’.”
Begitu juga jika kita mengikuti Ekaristi Mingguan. “Hidupku selama seminggu harus
kuatur sedemikian rupa, di mana Ekaristi hari Minggu menjadi prioritas utama, lalu aktivitasku
yang lain selama seminggu harus kuatur dengan jelas agar dapat mendukungku mengikuti
Ekaristi hari Minggu dengan baik.” Di sinilah secara konkret dapat terlihat bahwa Ekaristi juga
menjadi puncak dan sumber kekuatan hidupku selama seminggu ini.
9.
PENUTUP
Dari uraian tersebut di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa Ekaristi menjadi “Puncak
dan Sumber Kehidupan Kita (Gereja)” karena Ekaristi memiliki tempat yang begitu penting
dalam kehidupan orang Katolik dan Gereja pada umumnya. Maka di sini semakin jelas bahwa
Ekaristi (Liturgi) tidak dapat hanya dipahami sebagai suatu tata aturan baku yang hanya
berbicara mengenai peribadatan dan hanya menunjukkan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Jika begitu, maka kita dapat jatuh pada hal-hal “fisik” belaka (aturan) tanpa
melihat kedalamannya. Dengan seluruh pemaparan yang telah disampaikan, maka jelas bahwa
Ekaristi begitu kaya dan telah menjadi “Puncak dan Sumber Hidup Kristiani”.
Ekaristi pertama-tama bukan lagi soal aturan atau hukum petunjuk, tetapi peristiwa.
Ekaristi itu peristiwa, di mana Allah datang untuk menjumpai kita dan kita menyambut-Nya pula
dengan puji-syukur dan permohonan. Di sanalah puncak dan sumber kekuatan dapat kita
peroleh. Tuhan datang untuk menawarkan persahabatan, agar kita hidup bersama Allah dalam
segala situasi, untung dan malang, suka ataupun duka. Dalam Ekaristi, kita merayakan secara
istimewa persahabatan dan hidup bersama dengan Tuhan. Itulah sebabnya, Perayaan Ekaristi
merupakan puncak dan pusat segala macam liturgi. Gereja menghidupi, mengajarkan dan
mempertahankan sepanjang sejarahnya: bahwa Ekaristi Kudus itu sumber dan puncak seluruh
perayaan liturgi dan bahkan seluruh hidup kristiani (bdk. LG 11).
2012
16
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
17
Daftar Pustaka
1.…..…., Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), Obor, Jakarta, 1991.
2.---------, Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 1991.
3.
Emanuel Martasudjita, Pr, Ekaristi Makna dan Kedalamannya bagi Perutusan di Tengah
Dunia, Kanisius, Yogyakarta, 2012.
4.
E. Martasudjita, Pr., Mencintai Ekaristi, Kanisius, Yogyakarta, 2000.
5.
F. Hartono, SJ., Misteri Perayaan Ekaristi, Kanisius, Yogyakarta, 1996.
6.
L. Prasetya, Pr, Ekaristi Sumber dan Puncak Hidup Kristiani, Dioma, Malang, 2011.
7.
Mgr. I. Suharyo, Ekaristi Meneguhkan Iman, Membangun Persaudaraan, Menjiwai
Pelayanan, Kanisius, Yogyakarta, 2011.
2012
17
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
18
2015
Pendidikan Agama Katolik
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H.
http://www.mercubuana.ac.id
24
2012
18
Pendidikan Agama Islam
Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, MH
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download